Referat Afasia Saddam

27
Referat AFASIA OLEH : SADDAM MUHDI NIM. 1208468676 PEMBIMBING: dr. ENNY LESTARI, Sp.S

description

test

Transcript of Referat Afasia Saddam

Page 1: Referat Afasia Saddam

Referat

AFASIA

OLEH :

SADDAM MUHDI

NIM. 1208468676

PEMBIMBING:

dr. ENNY LESTARI, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

2015

Page 2: Referat Afasia Saddam

AFASIA

1.1.    Definisi

Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan

dalam memproduksi dan / atau memahami bahasa. Defek dasar pada afasia ialah pada

pemrosesan bahasa tingkat integratif yang lebih tinggi. Gangguan artikulasi dan praksis mungkin

ada sebagai gejala yang menyertai.

Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan,

trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai

lokasi lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca,

ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.

1.2.     Etiologi

Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Kata

afasia perkembangan (sering disebut sebagai disfasia) digunakan bila anak mempunyai

keterlambatan spesifik dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Dalam hal ini, perkembangan

kemampuan berbahasa yang tidak sebanding dengan perkembangan kognitif umumnya.

Strok, tumor di otak, cedera otak, demensi dan penyakit lainnya dapat mengakibatkan gangguan

berbahasa.

 

1.3.    Manifestasi Klinis

1.3.1. Afasia global.

Afasia global ialah bentuk afasia yang paling berat. Koadaan ini ditandai oleh tidak

adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata yang

diucapkan secara stereotip (itu-itu saja, berulang), misalnya : "iiya, iiya, iiya", atau: "baaah,

baaaah, baaaaah" atau: "amaaang, amaaang, amaaang". Komprehensi menghilang atau sangat

terbatas, misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi

(mengulangi) juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga

terganggu berat.

1

Page 3: Referat Afasia Saddam

Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau semua

daerah bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis interna atau arteri

serebri media pada pangkalnya. Kemungkinan pulih ialah buruk. Afasia global hampir

selalu disertai hemiparese atau hemiplegia yang menyebabkan invaliditas khronis yang parah.

1.3.2. Afasia Broca.

Bentuk afasia ini sering kita lihat di klinik dan ditandai oleh bicara yang tidak lancar, dan

disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara. Pasien sering atau paling banyak

mengucapkan kata-benda dan kata-kerja. Bicaranya bergaya telegram atau tanpa tata-bahasa

(tanpa grammar). Contoh: "Saya....sembuh....rumah....kontrol....ya..kon..trol."

"Periksa...lagi...makan... banyak.."

Mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat sama terganggunya seperti berbicara

spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca tampaknya tidak terganggu, namun

pemahaman kalimat dengan tatabahasa yang kompleks sering terganggu (misalnya memahami

kalimat: "Seandainya anda berupaya untuk tidak gagal, bagaimana rencana anda untuk maksud

ini").

Ciri klinik afasia Broca:

bicara tidak lancar

tampak sulit memulai bicara

kalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat)

pengulangan (repetisi) buruk

kemampuan menamai buruk

Kesalahan parafasia

Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat

yang sintaktis kompleks)

Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks

Irama kalimat dan irama bicara terganggu

Menamai (naming) dapat menunjukkan jawaban yang parafasik. Lesi yang

menyebabkan afasia Broca mencakup daerah Brodmann 44 dan sekitarnya. Lesi yang

2

Page 4: Referat Afasia Saddam

mengakibatkan afasia Broca biasanya melibatkan operkulum frontal (area Brodmann 45 dan 44)

dan massa alba frontal dalam (tidak melibatkan korteks motorik bawah dan massa alba

paraventrikular tengah). Selain itu, ada pasien dengan lesi dikorteks peri-rolandik, terutama

daerah Brodmann 4; ada pula yang terganggu di daerah peri-rolandik dengan kerusakan massa

alba yang ekstensif.

Ada pakar yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya di area Broca di

korteks, tanpa melibatkan jaringan di sekitarnya, maka tidak akan terjadi afasia.

Penderita afasia Broca sering mengalami perubahan emosional. seperti frustasi dan

depresi. Apakah hal ini disebabkan oleh gangguan berbahasanya atau merupakan gejala

yang menyertai lesi di lobus frontal kiri belum dapat dipastikan.

Pemulihan terhadap berbahasa (prognosis) umumnya lebih baik daripada afasia

global. Karena pemahaman relatif baik, pasien dapat lebih baik beradaptasi dengan keadaannya

.

1.3.3. Afasia Wernicke.

Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di klinik, pasien afasia Wernicke

ditandai oleh ketidakmampuan memahami bahasa lisan, dan bila ia menjawab iapun tidak

mampu mengetahui apakah jawabannya salah. la tidak mampu memahami kata yahg

diucapkannya, dan tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah.

Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong, berisi parafasia, dan neologisme. Misalnya

menjawab pertanyaan: Bagaimana keadaan ibu sekarang ? Pasien mungkin menjawab: "Anal

saya lalu sana sakit tanding tak berabir".

Pengulangan (repetisi) terganggu berat. Menamai (naming) umumnya parafasik.

Membaca dan menulis juga terganggu berat.

Gambaran klinik afasia Wernicke:

Keluaran afasik yang lancar

Panjang kalimat normal

Artikulasi baik

Prosodi baik

Anomia (tidak dapat menamai)

3

Page 5: Referat Afasia Saddam

Parafasia fonemik dan semantik

Komprehensi auditif dan membaca buruk

Repetisi terganggu

Menulis lancar tapi isinya "kosong"

Penderita afasia jenis Wernicke ada yang menderita hemiparese, ada pula yang tidak.

Penderita yang tanpa hemiparese, karena kelainannya hanya atau terutama pada berbahasa, yaitu

bicara yang kacau disertai banyak parafasia, dan neologisme, bisa-bisa disangka menderita

psikosis.

Lesi yang menyebabkan afasia jenis Wernicke terletak di daerah bahasa bagian

posterior. Semakin berat defek dalam komprehensi auditif, semakin besar kemungkinan lesi

mencakup bagian posterior dari girus temporal superior. Bila pemahaman kata tunggal

terpelihara, namun kata kompleks terganggu, lesi cenderung mengenai daerah lobus parietal,

ketimbang lobus temporal superior. Afasia jenis Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi

subkortikal yang merusak isthmus temporal memblokir signal aferen inferior ke korteks

temporal.

Penderita dengan defisit komprehensi yang berat, pronosis penyembuhannya buruk,

walaupun diberikan terapi bicara yang intensif. Afasia konduksi. Ini merupakan gangguan

berbahasa yang lancar (fluent) yang ditandai oleh gangguan yang berat pada repetisi, kesulitan

dalam membaca kuat-kuat (namun pemahaman dalam membaca baik), gangguan dalam menulis,

parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan terpelihara. Anomianya berat.

Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan Broca diduga menyebabkan

manifestasi klinik kelainan ini. Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan pada beberapa

pasien. Sering lesi ada di massa alba subkortikal - dalam di korteks parietal inferior, dan

mengenai fasikulus arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.

1.3.4. Afasia transkortikal.

Afasia transkortikal ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik (terpelihara), namun

fungsi bahasa lainnya terganggu. Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam memproduksi

bahasa, namun komprehensinya lumayan.

4

Page 6: Referat Afasia Saddam

Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar, namun komprehensinya buruk.

Pasien dengan afasia motorik transkortikal mampu mengulang (repetisi), memahami dan

membaca, namun dalam bicara -spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia Broca.

Sebaliknya, pasien dengan afasia sensorik transkortikal dapat mengulang (repetisi) dengan baik,

namun tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulanginya. Bicara spontannya dan

menamai lancar, tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke. Sesekali ada pasien yang

menderita kombinasi dari afasia transkortikal motorik dan sensorik. Pasien ini mampu

mengulangi kalimat yang panjang, juga dalam bahasa asing, dengan tepat. Mudah mencetuskan

repetisi pada pasien ini, dan mereka cenderung menjadi ekholalia (mengulang apa yang

didengarnya).

Gambaran klinik afasia sensorik transkortikal:

Keluaran (output) lancar (fluent)

Pemahaman buruk

Repetisi baik

Ekholalia

Komprehensi auditif dan membaca terganggu

Defisit motorik dan sensorik jarang dijumpai

Didapatkan defisit lapangan pandang di sebelah kanan.

Gambaran klinik afasia motorik transkortikal:

1. Keluaran tidak lancar (non fluent)

2. Pemahaman (komprehensi) baik

3. Repetisi baik

4. Inisiasi ot/fpunerlambat

5. Ungkapan-ungkapan singkat

6. Parafasia semantik

7. Ekholalia

Gambaran klinik afasia transkortikal campuran:

Tidak lancar (nonfluent)

5

Page 7: Referat Afasia Saddam

Komprehensi buruk

Repetisi baik

Ekholalia mencolok

Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan

sabit, di dalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor (misalnya di lobus frontal

antara daerah arteri serebri anterior dan media). Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di

perbatasan anterior yang menyerupai huruf C terbalik. Lesi ini tidak mengenai atau tidak

melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan lingkungan sekitar)

dan korteks peri sylvian parietal. Korteks peri sylvian yang utuh ini dibutuhkan untuk

kemampuan mengulang yang baik.

Penyebab yang paling sering dari afasia transkortikal ialah:

Anoksia sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun, seperti yang

dijumpai pada henti-jantung (cardiac arrest).

Oklusi atau stenosis berat arteri karotis.

Anoksia oleh keracunan karbon monoksida.

Demensia.

1.3.5. Afasia anomik.

Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam menemukan kata dan

tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Keadaan ini disebut sebagai afasia

anomik, nominal atau amnestik. Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika,

namun sering tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama objek.

Gambaran klinik alasia anomik:

Keluaran lancar

Komprehensi baik

6

Page 8: Referat Afasia Saddam

Repetisi baik

Gangguan (defisit) dalam menemukan kata.

Banyak tempat lesi di hemisfer dominan yang dapat menyebabkan afasia anomik,

dengan demikian nilai lokalisasi jenis afasia ini terbatas. Anomia dapat demikian ringannya

sehingga hampir tidak terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat pula demikian beratnya

sehingga keluaran spontan tidak lancar dan isinya kosong. Prognosis untuk penyembuhan

bergantung kepada beratnya defek inisial. Karena output bahasa relatif terpelihara dan

komprehensi lumayan utuh, pasien demikian dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada

jenis afasia lain yang lebih berat.

Afasia dapat juga terjadi oleh lesi subkortikal, bukan oleh lesi kortikal saja. Lesi di

talamus, putamen-kaudatus, atau di kapsula interna, misalnya oleh perdarahan atau infark, dapat

menyebabkan afasia anomik. Mekanisme terjadinya afasia dalam hal ini belum jelas, mungkin

antara lain oleh berubahnya input ke serta fungsi korteks di sekitarnya.

  Beberapa bentuk afasia mayor

Bentuk

Afasia

Ekspres

i

Komprehen

si verbalRepetisi Menamai

Komprehen

si membacaMenulis Lesi

Ekspresi

(Broca)

Tak

lancar

Relatif

terpelihara

Tergangg

u

Tergangg

u

Bervariasi Tergangg

u

Frontal Inferior

posterior

Reseptif

(Wermicke)

Lancar Terganggu Tergangg

u

Tergangg

u

Terganggu Tergangg

u

Temporal Superior

Posterior (Area

Wernicke)

Global Tak

lancar

Terganggu Tergangg

u

Tergangg

u

Terganggu Tergangg

u

Fronto temporal

Konduksi Lancar Relatif

terpelihara

Tergangg

u

Tergangg

u

Bervariasi Tergangg

u

Fasikulus

arkualtus, girus

supramarginal

Nominal Lancar Relatif

terpelihara

Terpelihar

a

Tergangg

u

Bervariasi Bervariasi Girus angular,

temporal superior

posterior

Transkortik

al motor

Tak

lancar

Relatif

terpelihara

Terpelihar

a

Tergangg

u

Bervariasi Terganggu Peri sylvian

anterior

7

Page 9: Referat Afasia Saddam

Transkortik

al sensorik

Lancar Terganggu Terpelihar

a

Tergangg

u

Terganggu Terganggu PerisylvianPosteri

or

1.4.    Penatalaksanaan Medis

DASAR-DASAR REHABIL1TASI

Bina wicara (speech therapy) pada afasia didasarkan pada :

1. Dimulai seawal mungkin. Segera diberikan bila keadaan umum pasien sudah

memungkinkan pada fase akut penyakitnya.

2. Dikatakan bahwa bina wicara yang diberikan pada bulan

pertama sejak mula sakit mempunyai hasil yang paling baik.

3. Hindarkan penggunaan komunikasi non-linguistik (seperti isyarat).

4. Program terapi yang dibuat oieh terapis sangat individual dan tergantung dari latar

belakang pendidikan, status sosial dan kebiasaan pasien.

5. Program terapi berlandaskan pada penurnbuhan motivasi pasien untuk mau belajar (re-

learning) bahasanya yang hilang. Memberikan stimulasi supaya pasien metnberikan

tanggapan verbal. Stimuli dapat berupa verbal, tulisan atau pun taktil. Materi yang teiah

dikuasai pasien perlu diulang-ulang(repetisi).

6. Terapi dapat diberikan secara pribadi dan diseling dengan terapi kelompok dengan pasien

afasi yang lain.

7. Penyertaan keluarga dalam terapi sangat mutlak.

1.5.     Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan kelancaran berbicara. Seseorang disebut berbicara , lancar bila bicara

spontannya lancar, tanpa tertegun-tegun untuk mencari Kata yang diinginkan. Kelancaran

berbicara verbal merupakan refleksi dari efisiensi menemukan kata. Bila kemampuan ini

diperiksa secara khusus ilnpat dideteksi masalah berbahasa yang ringan pada lesi otak yang

ringan iiImii pada demensia dini. Defek yang ringan dapat dideteksi melalui tes kelancaraan,

menemukan kata yaitu jumlah kata tertentu yang dapat diproduksi selama jangka waktu yang

terbatas. Misalnya menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan selama jangka waktu

8

Page 10: Referat Afasia Saddam

satu menit, untuk menyebutkan kata-kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S

atau huruf B dalam satu menit.

Menyebutkan nama hewan : Pasien disuruh menyebutkan sebanyak mungkin nama

hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlahnya serta kesalahan yang ada, misalnya parafasia.

Skor : Orang normal umumnya mampu menyebutkan 18 - 20 nama hewan selama 60 detik,

dengan variasi I 5 - 7.

Usia merupakan faktor yang berpengaruh secara bermakna dalam tugas ini. Orang

normal yang berusia di bawah 69 tahun akan mampu menyebutkan 20 nama hewan dengan

simpang baku 4,5.

Kemampuan ini menurun menjadi 17 (+ 2,8) pada usia 70-an, dan menjadi 15,5 (±

4,8) pada usia 80-an. Bila skor kurang dari 13 pada orang normal di bawah usia 70 tahun, perlu

dicurigai adanya gangguan dalam kelancaran berbicara verbal. Skor yang dibawah 10 pada usia

dibawah 80 tahun, sugestif bagi masalah penemuan kata. Pada usia 85 tahun skor 10 mungkin

merupakan batas normal bawah.

Menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu: Kepada pasien dapat juga

diberikan tugas menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S, A atau P.

Tidak termasuk nama orang atau nama kota. Skor: Orang normal umumnya dapat menyebutkan

sebanyak 36 - 60 kata, tergantung pada usia, inteligensi dan tingkat pendidikan. Kemampuan

yang hanya sampai 12 kata atau kurang untuk tiap huruf di atas merupakan petunjuk adanya

penurunan kelancaran berbicara verbal. Namun kita harus hati-hati monginterpretasi tes ini

pada pasien dengan tingkat pendidikan tidak melebihi tingkat Sekolah Menengah Pertama.

1.5.1 Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisan

Kemampuan pasien yang afasia untuk memahami sering sulit dlnllal Pemeriksaan

klinis disisi-ranjang dan tes yang baku cenderung kurang cukup dan dapat memberikan hasil

yang menyesatkan. Langkah terakhir dapat digunakan untuk mengevaluasi pemahaman

(komprehensi) secara klinis, yaitu dengan cara konversasi, suruhan, pilihan (ya atau tidak), dan

menunjuk.

Konversasi. Dengan mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai kemampuannya

memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan oleh pemeriksa.

9

Page 11: Referat Afasia Saddam

Suruhan. Serentetan suruhan, mulai dari yang sederhana (Satu langkah) sampai

pada yang sulit (banyak langkah) dapat digunakan untuk menilai kemampuan pasien memahami.

Mula-mula suruh pasien bertepuk tangan, kemudian tingkatkan kesulitannya, misalnya:

mengambil pinsil, letakkan di kotak dan taruh kotak di atas kursi (suruhan ini dapat gagal pada

pasien dengan apraksia dan gangguan motorik, walaupun pemahamannya baik; hal ini harus

diperhatikan oleh pemeriksa).

Pemeriksa dapat pula mengeluarkan beberapa benda, misalnya kunci, duit, arloji,

pulpen. Suruh pasien menunjukkan salah satu benda tersebut, misalnya arloji. Kemudian suruhan

dapat dlpermilit, misalnya: tunjukkan jendela, setelah itu arloji, kemudian pulpen. Pasien tanpa

afasia dengan tingkat inteligensi yang rata-rata mampu menunjukkan 4 atau lebih objek pada

suruhan yang beruntun. Pasien dengan Afasia mungkin hanya mampu menunjuk sampai 1 atau 2

objek saja. Jadi, pada pemeriksaan ini pemeriksa (dokter) menambah jumlah objek yang hams

ditunjuk, sampai jumlah berapa pasien selalu gagal.

Ya atau tidak. Kepada pasien dapat juga diberikan tugas berbentuk pertanyaan

yang dijawab dengan "ya" atau "tidak". Mengingat kemungkinan salah ialah 50%, jumlah

pertanyaan harus banyak, paling sedikit 6 pertanyaan, misalnya :

"Andakah yang bernama Santoso?"

"Apakah AC dalam ruangan ini mati ?"

"Apakah ruangan ini kamar di hotel ?"

"Apakah diluar sedang hujan?"

"Apakah saat ini malam hari?"

Menunjuk. Kita mulai dengan suruhan yang mudah difahami dan kemudian

meningkat pada yang lebih sulit. Misalnya: "tunjukkan lampu", kemudian "tunjukkan gelas yang

ada disamping televisi".

Pemeriksaan sederhana ini, yang dapat dilakukan di sisi-ranjang, kurang mampu

menilai kemampuan pemahaman dengan baik sekali, namun dapat memberikan gambaran kasar

mengenai gangguan serta beratnya. Korelasi anatomis dengan komprehensi adalah kompleks.

1.5.2. Pemeriksaan repetisi (mengulang)

10

Page 12: Referat Afasia Saddam

Kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh pasien mengulang, mula-mula

kata yang sederhana (satu patah kata), kemudian ditingkatkan menjadi banyak (satu kalimat).

Jadi, kita ucapkan kata atau angka, dan kemudian pasien disuruh mengulanginya.

Cara pemeriksaan

Pasien disuruh mengulang apa yang diucapkan oleh pemeriksa. Mula-mula sederhana kemudian

lebih sulit. Contoh:

Map

Bola

Kereta

Rumah Sakit

Sungai Barito

Lapangan Latihan

Kereta api malam

Besok aku pergi dinas

Rumah ini selalu rapi

Sukur anak itu naik kelas

Seandainya si Amat tidak kena influensa

Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini didapatkan parafasia, salah

tatabahasa, kelupaan dan penambahan.

Orang normal umumnya mampu mengulang kalimat yang mengandung 19 suku-kata.

Banyak pasien afasia yang mengalami kesulitan dalam mengulang (repetisi), namun

ada juga yang menunjukkan kemampuan yang baik dalam hal mengulang, dan sering lebih baik

daripada berbicara spontan.

Umumnya dapat dikatakan bahwa pasien afasia dengan gangguan kemampuan

mengulang mempunyai kelainan patologis yang melibatkan daerah peri-sylvian. Bila

kemampuan mengulang terpelihara, maka daerah -sylvian bebas dari kelainan patologis.

Umumnya daerah ekstra-sylvian yang terlibat dalam kasus afasia tanpa defek

repetisi terletak di daerah perbatasan vaskuler (area water-shed).

11

Page 13: Referat Afasia Saddam

1.5.3. Pemeriksaan menamai dan menemukan kata

Kemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi herbahasa. Hal ini

sedikit-banyak terganggu pada semua penderita afasia. Dengan demikian, semua tes yang

digunakan untuk menilai afasia mencakup penilaian terhadap kemampuan ini. Kesulitan

menemukan kata erat kaitannya dengan kemampuan menyebut nama (menamai) dan hal ini

disebut anomia.

Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek, bagian dari

objek, bagian tubuh, warna, dan bila perlu gambar geometrik, simbol matematik atau nama suatu

tindakan. Dalam hal ini, perlu digunakan aitem yang sering digunakan (misalnya sisir, arloji) dan

yang jarang ditemui atau digunakan (misalnya pedang). Banyak penderita afasia yang masih

mampu menamai objek yang sering ditemui atau digunakan dengan cepat dan tepat, namun

lamban dan tertegun, dengan sirkumlokusi (misalnya, melukiskan kegunaannya) atau parafasia

pada objek yang jarang dijumpainya.

Bila pasien tidak mampu atau sulit menamai, ia dapat dibantu dengan memberikan suku

kata pemula atau dengan menggunakan kalimat

penuntun. Misalnya: pisau. Kita dapat membantu dengan suku kata pi

Atau dengan kalimat: "kita memotong daging dengan ". Yang penting kita nilai ialah

sampainya pasien pada kata yang dibutuhkan, kemampuannya (memberi nama objek). Ada pula

pasien yang mengenal objek dan mampu melukiskan kegunaannya (sirkumlokusi) namun tidak

dapat menamainya. Misalnya bila ditunjukkan kunci ia mengatakan : "Anu ... itu...untuk masuk

rumah...kita putar".

Cara pemeriksaan

Terangkan kepada pasien bahwa ia akan disuruh menyebutkan nama beberapa objek

juga warna dan bagian dari objek tersebut. Kita dapat menilai dengan memperlihatkan

misalnya arloji, bolpoin, kaca mata, kemudian bagian dari arloji (jarum menit, detik), lensa

kaca mata. Objek atau gambar objek berikut dapat digunakan: Objek yang ada di ruangan:

meja, kursi, lampu, pintu, jendela. Bagian dari tubuh: mata, hidung, gigi, ibu jari, lutut

Warna: merah, biru, hijau, kuning, kelabu.

Bagian dari objek: jarum jam, lensa kaca mata, sol sepatu, kepala ikat pinggang, bingkai kaca

mata.

12

Page 14: Referat Afasia Saddam

Perhatikanlah apakah pasien dapat menyebutkan nama objek dengan cepat atau lamban

atau tertegun atau menggunakan sirkumlokusi, parafasia, neologisme dan apakah ada

perseverasi. Disamping menggunakan objek, dapat pula digunakan gambar objek.

Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama objek, dapatkah ia memilih nama objek tersebut

dari antara beberapa nama objek.

Gunakanlah sekitar 20 objek sebelum menentukan bahwa tidak didapatkan gangguan.

Area bahasa di posterior ialah area kortikal yang terutama bertugas memahami bahasa lisan.

Area ini biasa disebut area Wernicke; mengenai batasnya belum ada kesepakatan. Area bahasa

bagian frontal berfungsi untuk produksi bahasa. Area Brodmann 44 merupakan area Broca.

Penelitian dengan PET (positron emission tomography) tentang meta-bolisme glukosa pada

penderita afasia, menyokong spesialisasi regional tugas ini. Namun demikian, pada hampir

semua bentuk afasia, tidak tergantung pada jenisnya, didapat pula bukti adanya hipometabolisme

di daerah temporal kiri. Penelitian ini memberi kesan bahwa sistem bahasa sangat kompleks

secara anatomi-fisiologi, dan bukan merupakan kumpulan dari pusat-pusat kortikal dengan

tugas-tugas terbatas atau terpisah-pisah atau sendiri-sendiri.

1.5.4. Pemeriksaan sistem bahasa

Evaluasi sistem bahasa harus dilakukan secara sistematis. Perlu diperhatikan bagaimana

pasien berbicara spontan, komprehensi (pemahaman), repetisi (mengulang) dan menamai

(naming).

Membaca dan menulis harus dinilai pula setelah evaluasi bahasa lisan. Selain itu, perlu

pula diperiksa sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan (kidal atau

kandal).

Dengan melakukan penilaian yang sistematis biasanya dalam waktu yang singkat dapat

diidentifikasi adanya afasia serta jenisnya. Pasien yang afasia selalu agrafia dan sering aleksia,

dengan demikian pengetesan membaca dan menulis dapat dipersingkat. Namun demikian, pada

pasien yang tidak afasia, pemeriksaan membaca dan menulis harus dilakukan sepenuhnya,

karena aleksa atau agrafia atau keduanya dapat terjadi terpisah (tanpa afasia).

13

Page 15: Referat Afasia Saddam

1.5.5 Pemeriksaan penggunaan tangan (kidal atau kandal)

Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang erat Sebelum

menilai bahasa perlu ditentukan sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan

tangan. Mula-mula tanyakan kepadn p irsion apakah ia kandal (right handed) atau kidal. Banyak

orang kidal telah illnjarkan sejak kecil untuk menulis dengan tangan kanan. Dengan ilcmikian,

mengobservasi cara menulis saja tidak cukup untuk menentukan npakah seseorang kandal atau

kidal. Suruh pasien memperagakan tangan mana yang digunakannya untuk memegang pisau,

melempar bola, dsb.

Tanyakan pula apakah ada juga kecenderungannya menggunakan tangan yang lainnya.

Spektrum penggunaan tangan bervariasi dari kandal yang kuat; kanan sedikit lebih kuat dari kiri;

kiri sedikit lebih kuat dan kanan dan kidal yang kuat. Ada individu yang kecenderungan kandal

dan kidalnya hampir sama (ambi-dextrous)

1.5.6. Pemeriksaan berbicara - spontan

Langkah pertama dalam menilai berbahasa ialah mendengarkan bagaimana pasien

berbicara spontan atau bercerita. Dengan mendengnrknn pasien berbicara spontan atau bercerita,

kita dapat memperoleh data yang sangat berharga mengenai kemampuan pasien berbahasa. Cara

Ini tidak kalah pentingnya dari tes-tes bahasa yang formal.

Kita dapat mengajak pasien berbicara spontan atau berceritera melalui pertanyaan berikut

: Coba ceriterakan kenapa anda sampai dirawat di rumah sakit. Coba ceritakan mengenai

pekerjaan anda serta hobi anda.

Bila mendengarkan pasien berbicara spontan atau bercerita, perhatikan:

1. Apakah bicaranya pelo, cadel, tertegun-tegun, disprosodik (irama, ritme,

intonasi bicara terganggu). Pada afasia sering ada gangguan ritme dan

irama (disprosodi).

2. Apakah ada afasia, kesalahan sintaks, salah menggunakan kata

(parafasia, neologisme), dan perseverasi. Perseverasi sering dijumpai

pada afasia.

Parafasia ialah men-substitusi kata. Kita mengenai 2 jenis parafasia, yaitu parafasia

semantik (verbal) dan parafasia fonomik (literal). Parafasia semantik ialah mensubstitusi satu

14

Page 16: Referat Afasia Saddam

kata dengan kata yang lain misalnya: "kucing" dengan "anjing". Parafasia fonemik, ialah

mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi yang lain, misalnya bir dengan kir, balon dengan galon.

Afasia motorik yang berat biasanya mudah dideteksi. Pasien berbicaranya sangat terbatas atau

hampir tidak ada; mungkin ia hanya mengucapkan: "ayaa, ayaa, aaai, Hi".

Sesekali ditemukan kasus dimana pasien sangat terbatas kemampuan bicaranya, namun bila ia

marah, beremosi tinggi, keluar ucapan makian yang cara mengucapkannya cukup baik.

Pada semua pasien dengan afasia didapatkan juga gangguan membaca dan menulis

(aleksia dan agrafia).Pada afasia semua modalitas berbahasa sedikit-banyak terganggu, yaitu

bicara spontan, mengulang (repetisi), namai (naming), pemahaman bahasa, membaca dan

menulis.

Pada lesi di frontal, pasien tidak bicara atau sangat sedikit bicara, dan mengalami

kesulitan atau memerlukan banyak upaya dalam berbicara. Selain itu gramatikanya miskin

(sedikit) dan menyisipkan atau mengimbuh huruf atau bunyi yang salah, serta terdapat

perseverasi. Pasien sadar akan kekurangan atau kelemahannya. Pemahaman terhadap bahasa

lisan dan tulisan kurang terganggu dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran.

Menulis sering tidak mungkin atau sangat terganggu, baik motorik menulis maupun isi tulisan.

Pada lesi di temporo-parietal pasien justru bicara terlalu banyak, cara mengucapkan baik

dan irama kalimat juga baik, namun didapat gangguan berat pada, mem-formulasi dan menamai

sehingga kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti. Bahasa fisan dan tulisan tidak atau

kurang difahami, dan menulis secara motorik terpelihara, namun isi tulisan tak menentu. Pasien

tidak begitu sadar akan kekurangannya.

Afasia jenis yang disebutkan pertama disebut afasia Broca, atau afasia motorik atau

afasia ekspresif. Afasia jenis ke dua disebut jenis Wernicke atau sensorik atau reseptif. Kadang

dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas bahasa. Pasien sama

sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata atau frasa, yang selalu diulang-

ulang, dengan artikulasi (pengucapan) dan irama yang buruk dan tidak bermakna.

Hal ini disebut afasia global. Lesi biasanya melibatkan semua daerah bahasa di sekitar

fisura sylvii. Kadang afasia ditandai oleh kesulitan menemukan nama, sedangkan modalitas

lainnya relatif utuh. Pasien mengalami kesulitan menamai sesuatu benda. Pada pasien demikian

kita dengar ungkapan seperti : "anu, itu, kau, kau tahu kan, ya anu itu". Afasia amnestik ini

15

Page 17: Referat Afasia Saddam

sering merupakan sisa afasia yang hampir pulih, pada afasia yang tersebut terdahulu, namun

dapat juga dijumpai pada berbagai gangguan otak yang difus. Afasia amnestik mempunyai nilai

lokalisasi yang kecil.

Adakalanya digunakan kata afasia campuran. Sebetulnya kata ini kurang tepat, karena di

klinik semua jenis afasia adalah campuran, hanya bidang tertentu lebih menonjol atau lebih

berat.

Berbagai tes wawancara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-

tugas tertentu bias digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak, dan tinggal

dicocokkan dengan pemeriksaan CT-Scan pada otak. Pemeriksaan ini sangat penting untuk terapi

dan rehabilitasi,pasien

16

Page 18: Referat Afasia Saddam

DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas Kedokteran

UI. Jakarta, 2006

2. Mardjono, Mahar. dan Priguna sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit PT Dian Rakyat,

Jakarta. 2003

3. Snell, Richard. S. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Penerbit Buku

Kedokteran, EGC.2005

4. Kolb, Bryan , Whishaw, Ian Q. 1996. Fundamentals of Human Neuropsychology, Fourth

Edition. New York : W. H. Freeman and Company.

17

Page 19: Referat Afasia Saddam

18