[Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

24
MARET 2015 REFARAT PERAN NEUROTRANSMITER TERHADAP GANGGUAN MENTAL Oleh Nama : Ahmad Rahmat Ramadhan No. Stambuk : N 111 14 055 Pemimbing Klinik : dr. Patmawati, M. Kes, Sp.KJ DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2015

description

Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron. Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan bertepatan dengan datangnya potensial aksi.Beberapa neurotransmiter utama, antara lain:- Asam amino: asam glutamat, asam aspartat, serina, GABA, glisina- Monoamina: dopamin, adrenalin, noradrenalin, histamin, serotonin, melatonin- Bentuk lain: asetilkolin, adenosina, anandamida, dll.

Transcript of [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

Page 1: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

MARET 2015

REFARAT

PERAN NEUROTRANSMITER

TERHADAP GANGGUAN MENTAL

Oleh

Nama : Ahmad Rahmat Ramadhan

No. Stambuk : N 111 14 055

Pemimbing Klinik : dr. Patmawati, M. Kes, Sp.KJ

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2015

Page 2: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

2

BAB I

PENDAHULUAN

Psikologi berasal dari bahasa yunani (Psychology) yang merupakan

gabungan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu.

Secara harafiah psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa. Istilah Psyche atau jiwa

masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak.

Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi

oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena

persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri [1]

.

Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan

(volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor).[2]

Gangguan mental saat ini lebih sering dikemukakan dalam bentuk

penelitian dengan metode pendekatan oleh Atkinson dan Hilgard (1996) yang

secara rinci membagi psikologi menjadi 5 pendekatan, yaitu pendekatan

neurobiologi, perilaku, kognitif, psikoanalitik, dan fenomenologis.

Pendekatan neurobilogis merupakan pendekatan yang kajiannya

menitikberatkan pada pembahasan struktur otak manusia. Beberapa penemuan

mutakhir telah menunjukkan dengan jelas bahwa ada hubungan yang erat antara

aktivitas otak dengan perilaku dan pengalam. Dari penelitian yang didapatkan

bahwa pendekatan neurobiologis (neuroscience) sering dinyatakan sebagai

pemicu timbulnya penyakit-penyakit somatis, namun beberapa peneliti masih

meragukan validitas konsep psychosomatic medicine.

Pada berbagai kasus gangguan jiwa, diyakini bahwa dapat disebabkan oleh

adanya gangguan ketidakseimbangan neurotransmiter yang terjadi di dalam otak

seseorang. Hal ini diatur dalam pengaturan neurohormonal pada aktivasi otak.

Mekanisme ini adalah untuk melepaskan bahan-bahan hormonal neurotransmiter

inhibisi atau eksitasi ke dalam substansi otak.[3]

Berikut dibahas peran neurotransmiter yang mampu melakukan

pengendalian terhadap aktivasi otak, sehingga menimbulkan tanda dan gejala pada

individu dengan gangguan jiwa.

Page 3: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Mekanisme Perilaku dan Motivasi pada Otak

1.1 Sistem pendorong aktivitas otak

Pengaturan perilaku adalah fungsi seluruh sistem saraf. Bahkan keadaan

siaga dan siklus tidur merupakan pola perilaku yang paling penting. Tanpa adanya

penjalaran sinyal saraf yang terus menerus dari otak rendah ke serebrum,

serebrum menjadi tidak bermanfaat. Sinyal-sinyal saraf pada batang otak

mengaktifkan bagian serebral otak melalui dua cara: (1) dengan merangsang

aktivitas neuron pada daerah otak yang luas secara langsung dan (2) dengan

mengaktifkan sistem neurohormonal yang melepaskan substansi neurotransmitter

menyerupai hormon, substansi ini memberi pengaruh fasilitasi atau inhibisi

spesifik ke dalam daerah terpilih pada otak. [4]

Komponen pusat pendorong dari sistem ini adalah area eksitorik yang

terletak di substansia retikular pons dan mesensefalon. Area ini dikenal dengan

fasilitasi bulboretikularis. Ada dua jenis sinyal yang berjalan melalui talamus.

Jenis yang pertama, menjalarkan potensial aksi dengan cepat dan merangsang

serebrum hanya dalam waktu beberapa milidetik. Potensial aksi ini berasal dari

badan sel neuronal besar yang terletak di sleuruh area retikularis batang otak.

Ujung-ujung sarafnya melepaskan asetilkolin, yang bertindak sebagai suatu bahan

eksitasi, dan berlangsung hanya dalam waktu beberapa milidetik sebelum

dihancurkan sehingga seseorang akan menghasilkan pikiran “waspada”. [4]

Bagan 1 Sistem pengaktivasi-perangsangan otak.

Page 4: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

4

Adapun bagian dari otak ang berperan sebagai inhibitorik, area ini disebut

area inhibitorik retikular, yang terletak didaerah medio-ventral. Bagian ini

berperan dalam menginhibisi atau meurunkan aktivitas otak dengan cara

merangsang neuron-neuron serotonergik; yang kemudian menyekresikan

serotonin neurohormon inhibitor pada titik-titik pentingdi otak.[4]

1.2 Neurohormonal pada Otak Manusia

Terdapat tiga sistem neurohormonal yang telah dipetakan secara teori rinci

dalam otak tikus: (1) sistem norpeinephrin, (2) sistem dopamin, dan (3) sistem

serotonin).

Bagan 2 Sistem neurohormonal yang telah dipetakan dalam otak tikus

Norepinefrin baisnaya berfungsi sebagai hormon eksitasi, sedangkan

serotonin biasanya bersifat inhibisi, dan dopamin bersifat eksitasi pada beberapa

area lainnya. Seperti yang diharapkan, ketiga sistem ini memiliki efek yang

berbeda-beda pada tingkat eksitabilitas di berbagai bagian otak. Sistem

norpeinefrin sebenarnya menyebar ke setiap otak, sementara sistem serotonin dan

dopamin diarahkan terutama ke regio ganglia basalis dan sistem serotonin lebih ke

struktur garis tengah (midline).[4]

Page 5: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

5

2. Neurotransmiter

Neurotransmiter adalah zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan

dalam gelombang sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan dari akson

terminal melalui eksositoris dan juga direabsorbsi dan didaur ulang.

Neurotransmiter merupakan zat komunikasi antar neuron. Setiap neuron

melepaskan satu transmiter. Zat-zat kimia ini menyebabkan perubahan

permeabilitas sel neuron, sehingga dengan bantuan zat-zat kimia ini maka neuron

dapat lebih mudah dalam menyalurkan impuls, bergantung pada jenis neuron dan

transmiter tersebut. [5]

Ada empat kelas zat neurotransmitter dan neuromodulator di otak:

monoamina, asam amino, neurotransmiter peptida, dan banyak lagi baru-baru ini

ditemukan neurotrophins (juga dikenal sebagai faktor neurotropik). Setiap neuron

tunggal dapat melepaskan beberapa jenis neurotransmitter atau neuromodulators,

dan juga memiliki reseptor untuk beberapa yang berbeda jenis reseptor dan

subtipe, sehingga membuat setiap neuron mampu berintegrasi dan modulasi

terhadap sinyal yang masuk dan keluar.[6]

Ada lima neurotransmitter monoamine klasik, yang serotonin, tiga

katekolamin (Epinefrin, norepinefrin, dan dopamin), asetilkolin, dan histamin.

Neurotransmitter monoamine, meskipun hanya terdapat pada sebagian kecil di

neuron lokal dalam nukleus otak, memiliki dampak yang sangat besar terhadap

fungsi otak secara keseluruhan karena proyeksi difus akson dari monoaminergik

ini neuron dapat mempengaruhi hampir setiap daerah otak. Berbeda dengan

monoamine yang neurotransmitter asam amino yang tersebar luas di otak, dan

secara konsep berperan sebagai keseimbangan antara rangsang, dan

penghambatan asam amino g-aminobutyric (GABA). [6]

Karena hampir semua obat yang ada untuk kondisi kejiwaan bertindak

melalui monoamine, pengembangan obat yang akan memiliki spesifik agonis atau

antagonis properti pada sistem neuropeptida menawarkan harapan besar untuk

pengembangan pengobatan farmakologi terbaru [6]

Page 6: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

6

2.1 Neurotransmisi Kimia

Neurotransmisi kimia adalah proses yang melibatkan pelepasan

neurotransmitter dengan satu neuron dan mengikat molekul neurotransmitter ke

reseptor pada neuron lain. Proses neurotransmisi kimia dipengaruhi oleh sebagian

besar obat yang digunakan dalam psikiatri. Antipsikotik yang lebih lama, namun

bukan antagonis serotonin-dopamin, diyakini memberi efek terutama dengan

memblokir jenis dopamin 2 (D2) reseptor. Hampir semua antidepresan diyakini

mengerahkan efek dengan meningkatkan jumlah serotonin atau norepinefrin, atau

keduanya, di celah sinaps, dan hampir semua anxiolitik benzodiazepine diyakini

memberi efek pada reseptor GABA yang terkait dengan saluran kanal ion

klorida.[7]

Bagan 3 Nauron dan Neurotransmiter

2.2 Klasifikasi Neurotransmiter

Tiga jenis utama dari neurotransmitter di otak adalah amina biogenik,

asam amino, dan peptida. Amina biogenik adalah neurotransmitter yang paling

dikenal dan paling dipahami karena golongan ini merupakan golongan yang

pertama kali ditemukan.[6]

Amine Biogenik

Maisng-masing neurotransmiter amine biogenik disintesis dalam nukleus

dan diproyeksikan ke seluruh bagian otak dan medula spinalis. Oleh karena itu,

transmiter ini memberikan pengaruh yang tidak proporsional pada kativitas otak,

dan menjadi perhatian penting dalam terapi farmakologi pada gangguan pikiran,

Page 7: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

7

suasana hati, dan kecemasa. Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin merupakan

produk dari jalur sintesis katekolamin, sedangkan serotonin, asetilkolin, dan

histamin yang berasal dari prekusor yang berbeda.[6]

Asam Amino

Asam amino adalah blok bangunan protein. Peran mereka sebagai

neurotransmitter kini telah diterima secara luas. Ada dua neurotransmitter asam

amino yang utama yaitu GABA dan glutamat. GABA adalah asam amino

inhibitorik, dan glutamat adalah asam amino eksitorik.. Penemuan baru-baru ini

semakin meningkatkan pentingnya studi neurotransmitter asam amino. Penemuan

ini termasuk pengamatan bahwa benzodiazepin, barbiturat, dan beberapa

antikonvulsan bertindak terutama melalui mekanisme GABAnergic dan

penyalahgunaan zat, phencyclidine (PCP), bertindak pada reseptor glutamat.

Salah satu daerah yang paling aktif dari penelitian neuroscience baru-baru ini

adalah peran NMDA reseptor glutamat bekerja dalam proses belajar dan memori.

Observasi ini telah menyebabkan studi intensif reseptor ini berkaitan dengan

gangguan kejiwaan utama, seperti gangguan kecemasan dan skizofrenia.[7]

Peptida

Peptida adalah protein pendek yang terdiri dari kurang dari 100 asam

amino. Peptida yang dibuat dalam badan sel saraf dengan transkripsi dan translasi

pesan genetik. Peptida disimpan dalam vesikula sinaptik dan dilepaskan dari

terminal akson. Kegiatan peptida diakhiri oleh aksi enzim, peptidase, yang

membelah peptida antara residu asam amino tertentu. Reseptor peptida adalah

anggota dari tujuh transmembran-domain, keluarga reseptor G protein-linked.

Selain itu, sebagian besar, neurotransmitter peptida hidup berdampingan dalam

vesikel penyimpanan dengan neurotransmitter lainnya.[7]

Page 8: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

8

3. Amin Biogenik

3.1 Dopamin

3.1.1 Dopaminergik Pathway

Tiga jalur dopaminergik yang paling penting bagi psikiatri adalah saluran

nigrostriatal, mesolimbic yang disebut juga jalur mesocortical, dan saluran

tuberoinfundibular. Proyeksi jalur nigrostriatal dari badan sel di substansia

nigra ke korpus striatum. Ketika reseptor D2 pada akhir jalur ini diblokir oleh

obat antipsikotik, efek samping parkinson muncul. Pada penyakit Parkinson

saluran nigrostriatal berdegenerasi, sehingga gangguan gejala motorik terjadi.

Karena hubungan yang signifikan antara penyakit Parkinson dan depresi,

saluran nigrostriatal mungkin entah bagaimana terlibat dengan kontrol

suasana hati, di samping peran dalam kontrol motor. [8]

Bagan 4 Jalur Dopaminergik

Reseptor D2 di nucleus caudatus menekan aktivitas nucleus caudatus.

Neuron Caudatus mengatur gerakan motorik volunter. Tidak adanya aktivitas

reseptor D2 memungkinkan caudatus untuk menghambat aktivitas motorik

berlebihan, sehingga menggambarkan parkinsonisme bradikinesia. Pada

ekstrem yang lain, aktivitas dopamin berlebihan di caudatus menghilangkan

kontrol volunter dan dapat mengakibatkan tindakan motorik involunter,

Page 9: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

9

seperti tics. Sebuah studi baru-baru ini pasien dengan obsessive-kompulsif,

misalnya, mencerminkan peningkatan jumlah reseptor D2, dengan tics klinis

lebih menonjol.[8]

3.1.2 Reseptor Dopamin

Lima subtipe reseptor dopamin dapat dimasukkan ke dalam dua

kelompok. Pada kelompok pertama, D1 dan D5 reseptor merangsang

perumusan cAMP dengan mengaktifkan protein G stimulasi, Gs. Reseptor D5

hanya baru-baru ini ditemukan, dan sedikit yang diketahui tentang hal ini dari

sekitar reseptor D1. Satu perbedaan antara kedua reseptor ini adalah bahwa

reseptor D5 memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap dopamin daripada

reseptor D1. Kelompok kedua reseptor dopamin terdiri dari reseptor D2, D3,

dan D4. Reseptor D2 menghambat pembentukan cAMP dengan mengaktifkan

protein G penghambatan, Gi, dan beberapa data menunjukkan bahwa D3 dan

D4 reseptor bertindak sama. Salah satu perbedaan antara reseptor D2, D3, dan

D4 adalah distribusi diferensial mereka. Reseptor D2 menonjol di striatum

(caudate nucleus dan putamen); reseptor D3 terutama terkonsentrasi di

nucleus accumbens, serta daerah lainnya; dan reseptor D4 terutama

terkonsentrasi di korteks frontal.[3, 8]

Dalam penelitian terbaru, skala detasemen emosional. Temuan ini

sesuai dengan pengamatan klinis yang antagonis reseptor D2 (yaitu, obat

antipsikotik typical) mengurangi gejala positif skizofrenia, seperti halusinasi

dan delusi, tetapi dapat memperburuk gejala negatif, seperti ambivalensi

sosial dan katatonia. Dalam studi lain, para ahli mendalilkan bahwa aktivitas

dopamin dapat bertindak dalam medial prefrontal cortex kiri untuk menekan

sinyal dari tekanan emosional. [3, 8]

3.1.3 Dopamin dan Obat-Obatan

Di masa lalu, potensi senyawa antipsikotik telah berkorelasi dengan

afinitas reseptor D2. Karena blokade reseptor dopamin, terutama reseptor D2,

telah dikaitkan dengan kemanjuran obat antipsikotik, administrasi jangka

panjang reseptor dopamin antagonis berhasil dalam peningkatan regulasi

dalam jumlah reseptor dopamin yang ada. Peningktaan regulasi ini mungkin

Page 10: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

10

terlibat dalam pengembangan tardive dyskinesia. Sebuah kelas baru agen

antipsikotik yang sangat efektif, yang disebut antagonis serotonin-dopamin

karena mereka memblokir sebagian besar jenis serotonin 5-HT2 dan, pada

tingkat lebih rendah, reseptor D2, yang dikaitkan dengan risiko sangat

berkurang pengembangan efek samping parkinsonian dan tardive dyskinesia.

Tidak hanya mereka mengobati gejala positif skizofrenia, secara efektif

diobati dengan antagonis reseptor D2 murni (psikosis, halusinasi, agitasi),

obat ini juga meningkatkan gejala negatif skizofrenia (afek tumpul,

ambivalensi, katatonia).[7]

Zat lain yang mempengaruhi sistem dopamin adalah amfetamin dan

kokain. Amfetamin menyebabkan pelepasan dopamin, dan kokain memblok

penyerapan dopamin. Dengan demikian, zat ini meningkatkan jumlah

dopamin yang ada di sinaps. Kokain dan methamphetamine (Desoxyn) adalah

salah satu zat yang paling adiktif. Studi epidemiologis telah menemukan

bahwa perokok memiliki risiko mengalami penyakit Parkinson, penyakit

Alzheimer, dan kolitis ulserativa. Sebuah analog nikotin yang merangsang

pelepasan dopamin diteliti untuk pengobatan penyakit Parkinson, dan

transdermal nikotin patch sedang dipelajari untuk melawan gangguan kognitif

yang disebabkan oleh pengobatan dengan haloperidol (Haldol).[8, 9]

3.1.4 Dopamin dan Psikopatologi

Hipotesis dopamin pada skizofrenia tumbuh dari pengamatan bahwa

obat yang menghalangi reseptor dopamin (misalnya, haloperidol) memiliki

aktivitas antipsikotik dan obat-obatan yang merangsang aktivitas dopamin

(misalnya, amfetamin) dapat menginduksi gejala psikotik pada orang

nonschizophrenic bila diberikan dalam dosis yang cukup tinggi. Masalah

utama dengan hipotesis bahwa blokade reseptor dopamin mengurangi gejala

psikotik di hampir setiap gangguan, seperti psikosis terkait dengan tumor otak

dan psikosis yang berhubungan dengan mania.[8]

Dopamin juga mungkin terlibat dalam patofisiologi gangguan mood.

Aktivitas dopamin mungkin rendah pada kasus depresi dan tinggi mania.

Amfetamin, yang mempotensiasi aktivitas dopamin, adalah antidepresan yang

Page 11: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

11

sangat efektif. Pengamatan bahwa levodopa (Larodopa) dapat menyebabkan

mania dan psikosis pada beberapa pasien dengan efek samping parkinsonian

juga mendukung hipotesis. Beberapa studi telah menemukan tingkat rendah

metabolit dopamin pada pasien depresi.[8, 9]

3.2 Norepinephrin dan Epinephrin

3.2.1 Noradrenergik Pathway

Peran utama noradrenergik (dan andrenergik) badan sel yang

menyebar ke atas di otak dalam lokus coeruleus dalam pons. Akson neuron

ini melalui lobus frontalis kemudian ke bagian medial pada korteks serebral,

sistem limbik, thalamus, dan hipothalamus.[3]

Bagan 5 Noradrenergik Pathway

3.2.2 Noradrenergik dan Adrenergik dan Obat-obatan

Obat psikiatris yang paling terkait dengan norepinefrin adalah obat

antidepresan klasik, obat trisiklik dan MAO inhibitor (MAOIs), dan, baru-

baru ini, venlafaxine (Effexor), mirtazapin (Remeron), bupropion, dan

nefazodone (Serzone). Obat trisiklik, venlafaxine, bupropion, dan

nefazodone, memblokir reuptake norepinefrin (dan serotonin) ke dalam

neuron presinaptik, dan MAOIs memblokir katabolisme norepinefrin (dan

serotonin). Dengan demikian, efek langsung dari obat trisiklik dan MAOIs

adalah untuk meningkatkan konsentrasi norepinefrin (dan serotonin) di celah

sinaps.[8, 9]

Page 12: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

12

3.2.3 Norepinephrine dan Psikopatologi

Amina biogenik hipotesis gangguan mood didasarkan pada

pengamatan bahwa obat trisiklik dan MAOIs efektif dalam mengurangi gejala

depresi. Peran serotonin dan norepinefrin pada patofisiologi depresi relatif

masih belum jelas. Obat-obatan yang efektif mempengaruhi neurotransmitter

terutama norepinephrine misalnya, desipramine (Norpramin) dan obat-obatan

yang mempengaruhi serotonin misalnya, fluoxetine juga efektif. Ketika

neuron noradrenergik dihancurkan pada model hewan percobaan, namun,

obat yang mempengaruhi serotonin tidak memiliki efek yang signifikan; dan

ketika neuron serotonergik dihancurkan, obat yang mempengaruhi

norepinefrin tidak memiliki efek yang signifikan. Hasil-hasil percobaan

menunjukkan bahwa keterkaitan antara serotonergik dan noradrenergik

neuron masih belum lengkap dipahami.[8, 9]

3.3 Serotonin

3.3.1 Serotonergik Pathway

Bagian utama dari badan sel serotonergik pada pons bagian atas dan

midbrain, bagian median dan bagian dorsal dari raphe nuclei, pada bagian

terendah ialah nucleus caudatus, daerah postrema, dan daerah interpendicular.

Neuron ini bekerja pada ganglia basalis, sistem limbik, dan korteks serebral.

[8]

Bagan 6 Serotonergic pathway

Page 13: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

13

3.3.2 Reseptor Serotonergik

Tujuh jenis reseptor serotonin: 5-HT1 sampai 5-HT7, dengan 14

subtipe reseptor yang berbeda. Keragaman reseptor serotonin telah memulai

upaya yang signifikan untuk mempelajari distribusi subtipe reseptor serotonin

patologis dan merancang obat-subtipe tertentu yang mungkin bermanfaat

pada terapeutik tertentu dalam kondisi tertentu. Sebagai contoh, buspirone

(BuSpar), golongan anxiolytic secara klinis efektif, adalah 5-HT1A agonis

kuat, dan 5-HT1A agonis lainnya sedang dikembangkan untuk pengobatan

kecemasan dan depresi. Clozapine, merupakan agen prototipikal serotonin-

dopamin merupakan agen antipsikotik antagonis, memiliki aktivitas yang

signifikan sebagai antagonis reseptor 5-HT2, dan observasi ini telah memulai

upaya besar untuk mempelajari peran ini subtipe reseptor serotonin dan untuk

mengembangkan obat 5-HT2 antagonis untuk pengobatan skizofrenia.[8]

3.3.3 Serotonin dan Obat-obatan

Beberapa hubungan baru antara serotonin dan obat-obatan yang

sedang dikembangkan tersebut; Namun, hubungan riwayat serotonin dan obat

psikotropika pertama kali dibuat dengan obat trisiklik dan MAOIs, seperti

yang dijelaskan untuk norepinefrin dan epinefrin. Obat trisiklik dan MAOIs,

masing-masing, memblokir penyerapan dan metabolisme serotonin dan

norepinefrin, sehingga meningkatkan konsentrasi kedua neurotransmiter di

celah sinaps. Fluoxetine merupakan salah satu selective serotonin reuptake

inhibitor (SSRI) yang digunakan dalam pengobatan depresi. Obat lain di

kelas yang mencakup paroxetine (Paxil), sertraline (Zoloft), fluvoxamine

(Luvox), dan citalopram (Celexa), semua yang biasanya berhubungan dengan

efek samping yang sangat kecil, terutama dibandingkan dengan obat trisiklik

dan MAOIs.

3.3.4 Serotonin dan Psikopatologi

Hubungan utama serotonin terhadap kondisi psikopatologis adalah

dengan depresi, seperti yang disarankan pada amina biogenik hipotesis

gangguan mood. Hipotesis ini hanya depresi yang terkait dengan kurangnya

serotonin dan mania dikaitkan dengan terlalu banyak serotonin. Hipotesis

Page 14: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

14

mendalilkan bahwa rendahnya tingkat serotonin memungkinkan tingkat

abnormal norepinefrin sehingga terjadinya depresi atau mania. Dengan

diperkenalkannya berbagai obat baru, serotonin merupakan salah satu daerah

yang paling menarik untuk penelitian pada gangguan kecemasan dan

skizofrenia, selain perannya dalam depresi. Sebagai contoh, teori-teori awal

tentang penyebab kecemasan berfokus pada sistem GABA karena golongan

anxiolytics yang efektif pertama kali adalah benzodiazepin, yang

mempotensiasi neurotranmisi GABAergic. Dengan keberhasilan SSRI dan

buspirone agen anti ansietas yang efektif, teori kecemasan diperlukan ruang

terhadap peran serotonin. Demikian pula, skizofrenia sebelumnya diduga

merupakan hasil dari ketidakseimbangan dopamin, tapi karena keberhasilan

terapi antagonis serotonin-dopamin, skizofrenia kini diduga merupakan hasil

dari misregulation kedua fungsi dopamin dan serotonin. [8, 9]

3.4 Histamin

Neuron yang melepaskan histamin sebagai neurotransmitter yang

berlokasi di hipotalamus dan proyeksi ke korteks serebral, sistem limbik, dan

thalamus. Ada tiga jenis reseptor histamin: stimulasi H1-reseptor

meningkatkan produksi IP3 dan DAG; Stimulasi H2 meningkatkan produksi

cAMP; dan reseptor H3 dapat mengatur tonus pembuluh darah. Blokade

reseptor H1 adalah mekanisme aksi obat alergi dan sebagian mekanisme efek

samping yang umum diamati (misalnya, sedasi, meningkatkan berat badan,

dan hipotensi) dari beberapa obat psikotropika.[8]

3.5 Asetilkolin

3.5.1 Asetilkolin Pathway

Sekelompok neuron kolinergik di nucleus basalis dari Meynert proyeksi

ke korteks serebral dan sistem limbik. Neuron kolinergik tambahan dalam

proyek sistem retikuler ke korteks serebral, sistem limbik, hipotalamus, dan

thalamus. Beberapa pasien dengan demensia tipe Alzheimer atau sindrom

Down tampaknya memiliki degenerasi spesifik neuron di nucleus basalis dari

Meynert.[8]

3.5.2 Asetilkolin dan Obat-obatan

Page 15: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

15

Penggunaan yang paling umum dari obat antikolinergik dalam psikiatri

adalah dalam pengobatan kelainan motorik yang disebabkan oleh penggunaan

obat-obatan antipsikotik klasik (misalnya, haloperidol). Khasiat obat untuk

indikasi yang ditentukan oleh keseimbangan antara aktivitas asetilkolin dan

aktivitas dopamin di ganglia basal. Pada orang yang sehat, aktivitas dopamin

jalur nigrostriatal sebagian diimbangi dengan aktivitas jalur kolinergik dalam

ganglia basal. Blokade reseptor D2 di striatum mengganggu keseimbangan ini,

tetapi sebagian sisanya dapat dikembalikan, meskipun pada set point yang

lebih rendah, dengan antagonisme reseptor muscarinic. Blokade reseptor

kolinergik muskarinik adalah efek farmakodinamik umum dari banyak obat-

obatan psikotropika. Blokade reseptor-reseptor menyebabkan efek samping

yang umum terlihat pada penglihatan kabur, mulut kering, konstipasi, dan

kesulitan dalam memulai buang air kecil. Blokade berlebihan CNS kolinergik

reseptor menyebabkan kebingungan dan delirium. Obat-obatan yang

meningkatkan aktivitas kolinergik dengan menghalangi pemecahan oleh

acetylcholinesterase (misalnya, donepezil [Aricept]) telah terbukti efektif

dalam pengobatan demensia tipe Alzheimer.[8]

Ketika terikat oleh nikotin, CNS reseptor nicotinic presinaptik

memediasi masuknya besar kalsium dan, karena itu, menyebabkan pelepasan

neurotransmitter dalam berbagai jenis neuron. Bukti terbaru menunjukkan

bahwa nikotin meningkatkan kekuatan koneksi sinaptik dalam hippocampus,

wilayah otak yang mendukung memori jangka pendek. Beberapa senyawa

nikotin seperti yang merangsang pelepasan asetilkolin berada di bawah studi

sebagai peningkat kognitif untuk pengobatan penyakit Alzheimer.[8, 9]

3.5.3 Asetilkolin dan Psikopatologi

Hubungan yang paling umum dengan asetilkolin adalah demensia tipe

Alzheimer dan demensia lainnya. Agen antikolinergik dapat mengganggu

pembelajaran dan memori pada orang sehat. Dengan identifikasi terbaru dari

struktur protein dari berbagai reseptor muscarinic dan nikotinat, banyak

peneliti yang bekerja pada agonis muskarinik dan nikotinik tertentu yang

Page 16: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

16

mungkin memiliki beberapa manfaat dalam pengobatan demensia tipe

Alzheimer. Asetilkolin juga terlibat dalam gangguan mood dan tidur. [8]

4. Asam Amino

4.1 Neurotransmiter Asam Amino Inhibitorik

4.1.1 g-Aminobutyric Acid (GABA)

GABA ditemukan hampir secara keseluruhan di SSP, dan tidak

melewati sawar darah otak. Konsentrasi tertinggi berada di otak tengah dan

diencephalon, dengan jumlah yang lebih rendah di belahan otak, pons, dan

medula. GABA disintesis dari glutamat dengan tingkat-membatasi enzim

glutamat acid dekarboksilase (GAD), yang membutuhkan piridoksin (vitamin

B6) sebagai kofaktor. GABA adalah neurotransmitter utama dalam neuron

intrinsik yang berfungsi sebagai mediator lokal dalam umpan balik inhibitorik.

GABA umumnya berdampingan dengan neurotransmitter biogenik amina,

glisin, dan neurotransmiter peptida, termasuk somatostatin, NPY, CCK,

substansi P, dan peptida intestinal vasoaktif (VIP).

Karena GABA diduga dapat menekan aktivitas kejang, gelisah, dan

mania, banyak upaya telah dikhususkan untuk sintesis obat yang

mempotensiasi aktivitas GABA. Salah satu obat tersebut, progabide, adalah

agonis reseptor GABA hidrofobik dengan penetrasi otak yang baik, yang

memiliki aktivitas antikonvulsan. Tiagabin (Gabitril), yang menghambat

transporter GABA, dan vigabatrin (Sabril), yang menghambat GABA-T,

meningkatkan tingkat sinaptik efektif GABA dan menunjukkan aktivitas

antikonvulsan. The topiramate antikonvulsan (Topamax) mempotensiasi

aktivitas reseptor GABA oleh mekanisme yang tidak jelas. Gabapentin

(Neurontin), turunan GABA, adalah antikonvulsan yang efektif dengan

penetrasi otak yang baik; Namun, anehnya, ia tidak memiliki aktivitas pada

reseptor GABA atau transporter GABA. Reseptor GABA telah mengikat situs

untuk benzodiazepine, dan barbiturat. Benzodiazepin meningkatkan afinitas A-

reseptor pada GABA. Flumazenil (Romazicon) merupakan antagonis

Page 17: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

17

benzodiazepin yang saat ini sedang digunakan di rumah sakit darurat sebagai

pengobatan untuk benzodiazepin overdosis.[8,9]

GABA dan Psikopatologi

Penelitian klinis pada sistem GABAergic, karena terkait dengan

benzodiazepin, telah difokuskan pada peran potensial dalam patofisiologi

gangguan kecemasan. Banyak antikonvulsan standar juga memiliki efek pada

sistem GABA; Oleh karena itu, para peneliti di epilepsi juga secara aktif

mempelajari sistem GABA. Keberhasilan antikonvulsan carbamazepine

(Tegretol) dan asam valproat (Depakote) untuk pengobatan siklus cepat bipolar

disorder. [8]

4.1.2 Glisin

Glycine disintesis terutama dari serin oleh tindakan serin trans-

hydroxymethylase. Glycine melakukan tugas ganda sebagai neurotransmitter

ajuvan wajib pada glutamat dan inhibitory neurotransmitter independen pada

reseptor sendiri. Peningkatan aktivitas reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA)

akan mengikat glisin, telah dihipotesiskan untuk menyajikan mode tambahan

untuk pengobatan skizofrenia. Beberapa, tetapi tidak semua, uji klinis hipotesis

ini telah menunjukkan penurunan gejala negatif skizofrenia dengan glisin.[8]

4.2 Neurotransmiter Asam Amino Eksitatorik

4.2.1 Glutamat

Glutamat disintesis dari glukosa dan glutamin di terminal neuron

presinaptik dan disimpan dalam vesikula sinaptik. Setelah dilepaskan ke celah

sinaptik, ia bertindak pada reseptor, dan aksinya dihentikan oleh penyerapan

yang sangat efisien ke dalam neuron presinaptik atau glia. Glutamat adalah

neurotransmitter utama dalam sel granula cerebellar, striatum, sel-sel dari

lapisan molekul hipokampus dan korteks entorhinal, sel-sel piramidal korteks,

dan proyeksi talamokortikal dan corticostriatal. Pelepasan glutamat dirangsang

oleh nikotin. Dari lima jenis utama dari reseptor glutamat, reseptor NMDA

adalah yang terbaik dipahami dan merupakan reseptor paling kompleks, karena

dapat memainkan peran penting dalam pembelajaran dan memori.[8]

Page 18: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

18

5. Peptida

5.1 Opioid Endogen

Opioid endogen bertindak pada tiga reseptor utama, k1, k2, dan k3, dan

diyakini terlibat dalam regulasi stres, nyeri, dan suasana hati. Tiga kelas opioid

endogen diketahui ialah enkephalins, endorfin, dan dynorphins, dan yang

paling terbaru-baru adalah endomorphins. Meskipun bukti opioid sebagai

neurotransmitter yang sebenarnya cukup sulit untuk membedakan dari efek

potensiasi terhadap glutamatergic atau neurotransmisi adrenergik, peran

neurotransmisi opioid endogen telah ditemukan di hipokampus, di mana

pembelajaran asosiatif dapat berkontribusi menjadi kecanduan. Endogen opioid

yang mengandung neuron yang ditemukan di beberapa daerah otak, termasuk

hipotalamus medial, diencephalon, pons, hippocampus, dan otak tengah, dan

akson mereka terproyeksi baik lokal dan maupun global. Muncul data

endomorphins dan lainnya, sehingga ligan secara spesifik pada reseptor opioid

sulit diketahui, mungkin belum dapat membuka misteri kecanduan.[8]

5.2 Substansi P

Substansi P adalah neurotransmitter utama di sebagian besar aferen primer

neuron sensorik dan di jalur striatonigral, yang paling menonjol terkait dengan

mediasi persepsi nyeri. Kelainan yang mempengaruhi substansi P telah

dihipotesiskan untuk penyakit Huntington, demensia tipe Alzheimer, dan

gangguan mood.[8]

5.3 Somatostatin

Somatostatin juga dikenal sebagai hormon penghambat faktor

pertumbuhan. Studi postmortem telah terlibat somatostatin pada penyakit

Huntington dan demensia tipe Alzheimer.[8]

Page 19: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

19

BAB III

PENUTUP

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa:

- Afektif, kognitif, dan proses perilaku normal yang terganggu pada kasus

gangguan mental akan tampak berbeda akibat pola aktivasi tertentu pada

jaringan neuron yang didistribusikan melalui sistem saraf pusat.

Talamokortikal, ganglia basalis, dan sistem limbik memiliki peran khusus

pada psikopatologi.

- Ketidakseimbangan kadar neurotransmiter pada celah sinaps dapat menjadi

penyebab utama pada kasus gangguan mental:

o Dopamin: berperan pada kasus psikotik dengan gangguan mood,

depresi, dan mania, serta gangguan pada gerakan involunter

sehingga menimbulkan gejala parkinsonism.

o Norepinephrin: dapat menyebabkan gangguan mood dan depresi,

namun secara klinis belum dapat dibuktikan karena keterkaitan

peran norepinephrin dan serotonin sangat kuat dan teori

pengobatan secara empirik dapat membantu dalam kasus gangguan

tersebut.

o Serotonin: dapat menyebabkan gangguan mood, depresi, mania,

dan skizofrenia. Diduga kuat hubungan keterkaitan antara

ketidakseimbangan kadar dopamin, norepinefrin, dan serotonin

dapat menyebabkan skizofrenia.

o Histamin: dapat menyebabkan sedasi, meningkatnya berat badan,

dan hipotensi.

o Asetilkolin: membantu dalam proses kognitif dan memori, namun

sebagian besar memiliki respon terhadap penglihatan kabur, mulut

kering, dan gangguan SSO.

o GABA: penyebab utama pada kasus kecemasan dan psikotik

epilepsi.

Page 20: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

20

o Glisin: berperan dalam meningkatkan aktivitas glutamat dan

GABA, sehingga dapat membantu dalam terapi pada skizofrenia.

o Glutamat: berperan dalam proses pembelajaran dan memori.

o Opioid: berperan dalam menurunkan depresi dan mengilangkan

respon nyeri

o Substansi P dan Somatostatin: ditemukan pada penyakit

huntington, demensia tipe Alzheimer, dan gangguan mood.

Page 21: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Ancok, Djamaludin dan Fuad Nashori Suroso. Psikologi Islam.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2001.

2. Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama. 2007.

3. Guyton, Arthur C, John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.

Jakarta: EGC. 2009.

4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Buku Ajar Psikiatri

Edisi Kedua. Jakarta: FKUI. 2013.

5. Muttaqin, Arif. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Perasarafan. Jakarta: Salemba Medika. 2008.

6. Sadock, Bejamin James, Virginia Alcott Sadock. Kaplam & Sadock Buku

Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC. 2010.

7. Sadock, Bejamin James, Virginia A. Sadock. Kaplan & Sadock’s

Comprehensive Textbook of Psychiatry Seventh Edition. New York:

Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2000.

8. Sadock, Bejamin James, Virginia A. Sadock. Kaplan & Sadock’s Synopsis

of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry Tenth Edition. New

York: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2007.

9. Katzung, Bertram G. Basic Clinical Pharmacology Tenth Edition. San

Franscisco: Mac Graw Hill. 2006.

Page 22: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

22

Lampiran

Tabel. 1

Neurotransmiter pada sistem saraf pusat [3, 4, 6, 7]

Neurotransmiter Lokasi/Fungsi Implikasinya pada

penyakit jiwa

Kolinergik:

Asetilkolin

Sistem saraf otonom simpatis dan

parasimpatis, terminal saraf

presinaps parasimpatik, terminal

postsinaps.

Sistem saraf pusat: korteks serebral

hipokampus, struktur limbik, basal

ganglia

Fungsi: Tidur, bangun persepsi

nyeri, pergerakan memori

Meningkatkan derajat

depresi

Menurunkan derajat

penyakit alzeimer, korea

hutington, penyakit

parkinson.

Monoamin:

Norepinefrin

Sistem saraf otonom terminal saraf

postsinaps simpatis

Sistem saraf pusat: talamus, sistem

limbik, hipokampus, serebelum,

korteks serebri

Fungsi: persarafan, pikiran,

persepsi, daya penggerak, fungsi

kardiovaskular, tidur dan bangun

Menurunkan derajat

depresi

Meningkatkan derajat

mania, keadaan

kecemasan, skizofrenia

Dopamin Korteks frontalis, sistem limbik,

ganglia basal, talamus, hipofisis

posterior, medula spinalis

Menurunkan penyakit

parkinson dan depresi

Page 23: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

23

Fungsi: pergerakan dan koordinasi,

emosional, penilaian, pelepasan

prolaktin

Meningkatkan derajat

mania dan skizofrenia

Serotonin Hipotalamus, talamus, sistem

limbik, korteks serebral, serebelum,

medula spinalis

Fungsi: tidur, bangun, libido, nafsu

makan, perasaan, agresi persepsi

nyeri, koordinasi dan penilaian

Menurunkan derajat

depresi

Meningkatkan derajat

kecemasan

Histamin Hipotalamus Menurunkan derajat

depresi

Asam Amino:

GABA (g-

Aminobutyric

acid)

Hipotalamus, hipocampus, korteks,

serebelum, gnaglia basal, medula

spinalis, retina

Fungsi kemunduran aktivitas tubuh

Menurunkan derajat

korea huntington,

gangguan ansietas,

skizofrenia, dan berbagai

jenis epilepsi

Glisin Medula spinalis, batang otak

Fungsi: Mengahambat motor neuron

beruang

Derajat toksik/keracunan

“glycine encephalopaty”

Glutamat Sel-sel piramid/kerucut dari korteks,

serebelum dan sistem sensori aferen

primer, hipocampus, talamus,

hipotalamus, medula spinalis

Fungsi: menilai informasi sensori,

mengatur berbagai motor dan reflek

spinal

Menurunkan tingkat

derajat yang berhubungan

dengan gerakan motor

spastik

Page 24: [Refarat] Peran Neurotransmiter Terhadap Gangguan Mental

24

Neuropeptida:

Endorfin dan

enkefalin

(Endogen

Opioid)

Hipotalamus, talamus, struktur

limbik dan batang otak, endekalin

juga ditemukan pada traktus

gastrointestinal

Fungsi: Modulasi nyeri dan

mengurangi mengurangi peristaltik

(enkefalin)

Modulasi aktivitas

dopamin oleh opiod

peptida dapat

menumpukkan berbagai

ikatan terhadap gejala

skizofrenia

Substansi P Hipotalamus struktur limbik oleh

otak tengah, batang otak, ganglia

basal, dan medula spinalis, juga

ditemukan pada traktus

gastrointestinal dan kelenjar saliva

Fungsi: mengatur respon nyeri

Menurunkan derajat

korea huntington

Somatostatin Korteks serebral, hipokampus,

talamus, ganglia basal, batang otak,

medula spinalis

Fungsi: menghambat pelepasan

norepinefrin, merangsang pelepasan

serotonin, dopamin, dan asetil kolin

Menurunkan derajat

penyakit alzheimer

Meningkatkan derajat

korea huntington