Refarat PDF Tb Paru77

58
Laporan Kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Radiology RSUD DR. RM. Djoelham Disusun Oleh : Mardiyyah Nodriati - 09310156 Pembimbing : dr. Juliamor Sinulingga Sp. Rad KKS ILMU RADIOLOGY UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG RSUD DR. RM. DJOELHAM 2014 REFERAT TUBERCULOSIS OF THE CHEST

description

materiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiimmmmmmmmmmmmmmm

Transcript of Refarat PDF Tb Paru77

Page 1: Refarat PDF Tb Paru77

Laporan Kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Radiology RSUD DR. RM. Djoelham

Disusun Oleh :

Mardiyyah Nodriati - 09310156

Pembimbing :

dr. Juliamor Sinulingga Sp. Rad

KKS ILMU RADIOLOGY

UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG

RSUD DR. RM. DJOELHAM

2014

REFERAT

TUBERCULOSIS OF THE CHEST

Page 2: Refarat PDF Tb Paru77

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan

karunia Nya, saya dapat menyelesaikan refarat ini dalam rangka melengkapi

persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Radiology RSUD DR.R.M.

Djoelham Binjai dengan judul “Tuberculosis Of The Chest”

Tak lupa saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada dr. Juliamor Sinulingga Sp. Rad yang telah banyak memberikan

bimbingan kepada saya selama saya melaksanakan KKS di Bagian Radiology

RSUD DR.R.M. Djoelham Binjai.

Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka

saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

pembaca. Semoga refarat ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah

khasanah kepustakaan kita. Terima Kasih.

Binjai, Agustus 2014

Penulis

Page 3: Refarat PDF Tb Paru77

DAFTAR ISI

Hal.

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………… 3

2.1. Definisi .................................................................................... 3

2.2. Kuman tubercolosis………………………………………… . 3

2.3. Cara penularan ........................................................................ 4

2.4. Risiko penularan ..................................................................... 4

2.5. Patogenesis……………………………………… .................. 5

2.6. Diagnosis………………. ........................................................ 6

2.7. Komplikasi .............................................................................. 35

2.8. Tipe penderita TB…………………………………………… 35

2.9. Pengobatan .............................................................................. 37

BAB III Kesimpulan………………………………………………………. 49

Daftar Pustaka

Page 4: Refarat PDF Tb Paru77

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama

kesehatan yang dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian

(mortalitas)1. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta

pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia 2

.

Angka kejadian TB di Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak di

dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000

kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Prevalensi TB di

Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi

pada lebih dari 70% usia produktif (15-50 tahun)3.

Strategi penanganan TB berdasarkan World Health Organization (WHO)

tahun 1990 dan International Union Against Tuberkulosa and Lung Diseases

(IUATLD) yang dikenal sebagai strategi Directly observed Treatment Short-

course (DOTS) secara ekonomis paling efektif (cost-efective), strategi ini juga

berlaku di Indonesia. Pengobatan TB paru menurut strategi DOTS diberikan

selama 6-8 bulan dengan menggunakan paduan beberapa obat atau diberikan

dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang tepat dan teratur, supaya semua

kuman dapat dibunuh. Obat-obat yang dipergunakan sebagai obat anti

tuberkulosis (OAT) yaitu : Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),

Page 5: Refarat PDF Tb Paru77

Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Efek samping OAT yang dapat timbul

antara lain tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan

sampai rasa terbakar di kaki, gatal dan kemerahan kulit, ikterus, tuli hingga

gangguan fungsi hati (hepatotoksik) dari yang ringan sampai berat berupa

nekrosis jaringan hati. Obat anti tuberkulosis yang sering hepatotoksik adalah

INH, Rifampisin dan Pirazinamid. Hepatotoksitas mengakibatkan peningkatan

kadar transaminase darah (SGPT/SGOT) sampai pada hepatitis fulminan,

akibat pemakaian INH dan/ Rifampisin 2,4

.

Pembahasan lebih lanjut mengenai TB paru akan dibahas pada referat ini.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,

etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, dan penatalaksanaan TB

paru.

Page 6: Refarat PDF Tb Paru77

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium

tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh

lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh

pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi

hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity).

Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan

kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang efektif 5.

Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang

diserang kuman Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru

dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang

menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Sedangkan

tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain

selain paru misalnya, pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium),

kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

kelamin, dan lain-lain2.

2.2 Kuman tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran

sekitar 0,4 x 3 µm 5.

Page 7: Refarat PDF Tb Paru77

Mycobacterium tuberculosis yang dilihat dengan pewarnaan tahan

asam dan berwarna merah. Sebagian besar bakteri ini terdiri atas asam

lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah yang menyebabkan

kuman mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan

sehingga disebut pula sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA)5.

Di dalam jaringan Mycobacterium tuberculosis hidup sebagai parasit

intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain bakteri ini adalah

aerob, sehingga bagian apikal merupakan tempat predileksi penyakit

tuberkulosis7.

2.3 Cara penularan

Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+).

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat

bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat

menginfeksi individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman

tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat

menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,

sistem saluran limfe, saluran pernafasan, atau penyebaran langsung ke

bagian-bagian tubuh lainnya2.

2.4 Risiko penularan

Risiko penularan tiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection =

ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada

daerah dengan ARTI sebesar 1% mempunyai arti bahwa pada tiap tahunnya

Page 8: Refarat PDF Tb Paru77

diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang

terinfeksi tidak akan menderita tuberkulosis, hanya sekitar 10% dari yang

terinfeksi yang akan menjadi penderita tuberkulosis2.

2.5 Patogenesis tuberkulosis

2.5.1 Infeksi primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman

tuberkulosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat

melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke

alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis

berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru yang

mengakibatkan radang dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman ke

kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut kompleks primer. Waktu

terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadi perubahan reaksi tuberkulin

dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung

kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler).

Pada umumnya respon daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan

perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun demikian, ada beberapa kuman

menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya

tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman. Akibatnya

dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi pasien tuberkulosis.

Masa inkubasi mulai dari seseorang terinfeksi sampai menjadi sakit,

membutuhkan waktu sekitar 6 bulan2.

Page 9: Refarat PDF Tb Paru77

2.5.2 Tuberkulosis pasca primer (post primary tuberculosis)

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau

tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun

akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari

tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan

terjadinya kavitas atau efusi pleura2.

2.6 Diagnosis tuberkulosis

Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan

dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

radiologis.

2.6.1 Diagnosis klinis

Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada atau

tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama adalah

batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala

tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa

nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa

kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan

dan demam/meriang lebih dari sebulan2.

2.6.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin ditemukan

konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam

(subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik

pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus

Page 10: Refarat PDF Tb Paru77

dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru lanjut

dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot

interkostal. Bila TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga

paru yang sakit akan terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi

memberikan suara pekak, auskultasi memberikan suara yang lemah sampai

tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis TB sering asimtomatik

dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada

pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif7.

2.6.3 Pemeriksaan radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis

untuk menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih

memberikan keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier

yang pada pemeriksaan sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB

umumnya di daerah apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau

daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih

menyerupai sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologinya berupa bercak-

bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah

diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas

yang tegas dan disebut tuberkuloma2.

Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan

densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan

penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu

bagian paru. Gambaran tuberkulosa milier terlihat berupa bercak-bercak halus

Page 11: Refarat PDF Tb Paru77

yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang

sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan

sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun

atelektasis dan emfisema7.

Sebagaimana gambar TB paru yang sudah lanjut pada foto rontgen dada di

bawah ini :

Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada

7

Temuan Radiologi

Dalam prakteknya, hal ini menjadi semakin sulit untuk membedakan

antara pola utama dan post-primer klasik berdasarkan temuan radiologi, yang

menunjukkan tumpang tindih dalam manifestasi radiologi8. Karena kejadian

TB menurun di negara-negara maju, banyak orang dewasa tidak pernah

terinfeksi oleh M. tuberculosis dan beresiko infeksi TB pertama, yang dapat

berlanjut pada gilirannya menjadi penyakit aktif. Satu dapat mengharapkan

pergeseran dari yang biasa pola (reaktivasi endogen) terhadap pola yang tidak

biasa (TB primer progresif) mirip dengan yang diamati pada anak-anak dan

remaja9. Pola yang tidak biasa atau "atipikal" Ini termasuk: soliter efusi

Page 12: Refarat PDF Tb Paru77

pleura, mediastinum terisolasi/hilus limfadenopati, TB lebih rendah lobus,

lesi nodular milier, infiltrasi difus, atelektasis tetapi juga polos dada yang

normal10.

Gambar 1. TB Gangliopulmonary: pada film polos dada, infiltrat merata di

lobus kanan atas dan paratrakeal kanan limfadenopati terdeteksi.

1. TB primer

Bentuk penyakit terjadi terutama pada anak-anak, tetapi TB primer pada

orang dewasa meningkat karena kesehatan masyarakat tindakan dan terapi

antituberkulosis yang menyebabkan penurunan dalam kejadian penyakit

secara keseluruhan, dengan akibat peningkatan dalam populasi orang dewasa

non-terpapar11

. TB primer menyumbang 23-34% dari semua kasus dari

penyakit12.

Empat entitis telah dijelaskan: TB gangliopulmonary, pleuritis

tuberkulosis, TB miliar dan TB tracheobronchial18

.

a. TB Gangliopulmonary

TB Gangliopulmonary ditandai dengan adanya mediastinum atau

limfadenopati hilus dan parenkim kelain yabg disebut Ghon fokus18

.

Node yang membesar terjadi pada 83-96% kasus pediatrik, sedangkan

pada pasien dewasa mereka ditemukan dalam 10-43%13

. Tepat paratrakeal

Page 13: Refarat PDF Tb Paru77

dan hilus stasiun adalah situs yang paling umum dari Keterlibatan nodal di

TB primer, meskipun kombinasi lain juga dapat ditemukan (hilus bilateral,

mediastinal terisolasi)11,14

. Meskipun adenopati biasanya ditemukan dalam

hubungan dengan konsolidasi parenkim atau atelektasis (Gbr.1), itu dapat

menjadi manifestasi radiografi satunya penyakit18

, terutama pada anak usia

dini (49% kasus)15

. computed tomography (CT) lebih sensitif dibandingkan

dada film biasa untuk mendeteksi intratoraks adenopati TB, dan getah bening

node lebih besar dari 2 cm mungkin memiliki daerah pusat atenuasi rendah

terkait dengan peningkatan rim perifer dan pemusnahan sekitar lemak

perinodal (Gbr.2).

Gambar 2. limfadenopati tuberkulosis: CT kontras ditingkatkan menunjukkan beberapa

pusat low-density, kelenjar getah bening rim-meningkatkan

dalam mediastinum dan kiri hilus.

Hal ini terkait dengan kaseasi nekrosis, jaringan granulasi dengan

hypervascularity inflamasi dan reaksi perinodal14,16

dan sangat sugestif

penyakit aktif61

. limfadenopati menyelesaikan pada tingkat lebih lambat dari

parenkim yang penyakit, tanpa gejala sisa radiologi yang signifikan; node

pertama menjadi homogen dan akhirnya menghilang atau hasil dalam massa

sisa terdiri dari jaringan fibrotik dan kalsifikasi (Gbr.3). Ini mengembangkan

6 bulan atau lebih setelah awal infeksi dan lebih umum daripada parenkim

Page 14: Refarat PDF Tb Paru77

klasifikasi, dan juga lebih sering pada orang dewasa daripada anak-anak.

Mungkin hadir dalam kasus aktif dan tidak aktif dari penyakit61

.

Gambar 3. limfadenopati kalsifikasi: CT mengungkapkan konglomerat dari kalsifikasi

kelenjar getah bening di mediastinum dan kedua hila.

Infiltrat paru terkait ditemukan pada yang sama sisi sebagai pembesaran

nodal dalam waktu sekitar dua-pertiga dari anak kasus TB primer10

.

Keterlibatan parenkim dalam tidak adanya limfadenopati terjadi hanya sekitar

1% dari anak kasus15

, sedangkan pola ini jauh lebih umum pada orang

dewasa dengan penyakit primer (38-81%)11

. parenkim kekeruhan yang paling

sering terletak di pinggiran paru-paru, terutama di zona subpleural. Meskipun

infiltrat halus sering tidak terdeteksi pada film dada polos, jadi CT mungkin

diperlukan untuk menunjukkan mereka. Keterlibatan parenkim di penyakit

utama yang paling sering muncul di film-film biasa sebagai area konsolidasi

homogen, dengan batas tidak jelas dan kadang-kadang bronchograms udara

(Gambar 4.); tambal sulam, linear, nodular dan massa-seperti pola juga telah

dilaporkan11,24,29,30

. Pada 10% pasien, penyakit utama adalah ap orang tua

sebagai lesi kavitas tunggal10

.

Page 15: Refarat PDF Tb Paru77

Gambar 4. penyakit parenkim: polos dada menunjukkan konsolidasi tambal sulam

pada lobus kanan atas dengan batas tidak jelas dan bronchograms pesawat.

Konsolidasi terjadi dalam segmental atau lobar distribusi, dengan

keterlibatan multifokal di 12-24% dari kasus15,16

. TB primer dapat

menyebabkan konsolidasi lobus apapun18

; situs yang paling umum adalah

daerah ventilasi yang lebih besar, termasuk lobus tengah, semakin rendah

lobus atau segmen anterior lobus atas22,19

. Dominasi sisi kanan dalam

distribusi11,15

. Pada CT, homogen, padat, segmental atau konsolidasi lobar

terlihat 19,20

. Dalam dua-pertiga dari kasus, fokus parenkim sembuh tanpa

radiologi gejala sisa, meskipun resolusi biasanya lambat, biasanya paralel

yang limfadenopati15

. Sebuah bekas luka kalsifikasi - Fokus Ghon - terlihat

pada 15-17% pasien, dan bersama-sama dengan hilar kalsifikasi atau kelenjar

getah bening mediastinum merupakan kompleks Ranke, juga dikenal sebagai

primer atau Ghon kompleks kompleks21

(Gbr.5). Klasifikasi fokus parenkim

sekunder disebut Simon fokus18

Page 16: Refarat PDF Tb Paru77

Gambar 5. Ranke kompleks: CT (A) kalsifikasi limfadenopati hilus dan (B)

kalsifikasi parenkim lesi.

Kekeruhan massal seperti Persistent mendominasi di atas lobus, sesuai

dengan tuberkuloma, jarang terjadi (7-9% kasus), dan dianggap sebagai

akibat dari penyakit primer sembuh (Gambar.6). Kavitasi terjadi pada 10-50%

dari nodul tersebut, kalsifikasi berkembang pada sampai dengan 50% dan

sebagian besar tetap stabil di ukuran22

. Gangliopulmonary TB mungkin juga

hadir dengan perforasi dari adenopati menjadi bronkus sebuah,

retroobstructive pneumonia atau atelektasis (epituberculosis). Obstructive

atelektasis atau overinflation karena kompresi oleh berdekatan pembesaran

kelenjar getah bening terjadi pada 9-30% dan 1-5%, masing-masing15

, dengan

dominasi sisi kanan khas.

Gambar 6. tuberculoma: homogen, kalsifikasi nodul di kanan atas

lobus ditampilkan pada film dada.

Page 17: Refarat PDF Tb Paru77

b. Pleuritis Tuberkulosis

TB pleura paling sering terlihat pada remaja dan orang dewasa sebagai

komplikasi TB primer, yang jarang pada anak-anak21,15,22,23]

. Efusi pleura

terjadi pada sekitar 10% dari semua infeksi primer dan, pada 5% kasus, efusi

adalah fitur radiografi satunya penyakit32

(Gbr.7). Efusi umumnya

berkembang di sisi yang sama dengan infeksi awal dan biasanya unilateral,

paling sering berkaitan dengan parenkim dan/ atau kelainan nodal11

. Hal ini

sering merupakan temuan akhir TB primer dan, biasanya, menyelesaikan

segera dengan terapi yang memadai, tetapi resolusi dapat terjadi dengan

penebalan sisa atau kalsifikasi (Gambar.8). Jika diobati, itu biasanya

menyebabkan penyakit sekunder22

. Komplikasi keterlibatan TB pleura

termasuk pembentukan empiema, fistula bronkopleural, erosi tulang dan

fistula pleurocutaneous24

.

Gambar 7. tuberkulosis pleuritis: efusi pleura kiri terlihat di dada polos.

Page 18: Refarat PDF Tb Paru77

Gambar 8. pleuritis tuberkulosis: CT menunjukkan dikemas pleura sisi kanan

efusi dengan ditandai penebalan pleura.

c. TB Miliaria

Pada 2-6% dari kasus TB primer, penyebaran hematogen hasil basil

penyakit miliaria16

. Orang tua, anak di bawah 2 tahun dan

immunocompromised pasien yang paling sering terkena25,21

. Dada film polos

biasanya normal pada awal gejala, dan temuan awal, terlihat dalam waktu 1-2

minggu, mungkin hiperinflasi23

. Temuan klasik difus kecil (2-3 mm) nodul,

merata, dengan sedikit dominasi lobus bawah, mungkin tidak muncul sampai

6 minggu atau lebih setelah hematogen diseminasi21

(Gbr. 9). Adenopati

asosiasi hadir dalam 95% dari anak-anak dan 12% orang dewasa dengan

penyakit miliaria, dan terkait konsolidasi parenkim juga lebih sering terjadi

pada anak (42% versus 12%)18

. CT, khususnya resolusi tinggi (HR) CT, dapat

mendeteksi penyakit miliaria sebelum polos dada tidak, menunjukkan 1-2mm

nodul dalam perivaskular dan distribusi periseptal. Sebuah penebalan nodular

septa interlobular dapat menghasilkan "septum manik-manik" penampilan

mirip dengan limfangitis karsinomatosa26

; jarang nodul bisa bergabung

menjadi konsolidasi parenkim atau kemajuan untuk ARDS dan, kadang-

kadang, kavitasi22,25

(Gbr. 10). Dengan terapi, resolusi umumnya lebih cepat

pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.

Page 19: Refarat PDF Tb Paru77

Gambar 9. TB milier: banyak yang terdefinisi dengan baik, didistribusikan difus, nodul

kecil (2-3 mm) yang jelas pada film polos dada. Ada juga hilus bilateral limfadenopati

Gambar 10. TB milier: CT mengungkapkan nodul 1-3 mm yang tak terhitung banyaknya

dengan bahkan distribusi di seluruh kedua paru-paru.

Di lobus kiri atas nodul menyatu konsolidasi ke dalam parenkim.

d. Tracheobronchial TB

Tracheobronchial TB merupakan komplikasi dari penyakit primer yang

sering berasal dari perforasi suatu adenopati menjadi bronkus a; cara lain

yang mungkin terlibat adalah lymphogenic dan menyebar haematogenic8.

Dada film polos mungkin normal atau menunjukkan kekeruhan parenkim di

atas lobus dan segmental atau lobar atelektasis. keterlibatan Airway TB

endobronkial pada orang dewasa menyajikan sebagai daerah segmental

atelektasis distal bronkus terlibat dan endoluminal atau massa peribronchial,

simulasi neoplasma (Gbr.11). TB Endobronchically disebarluaskan

menyebabkan fokus dari tidak jelas kepadatan nodular yang mungkin menjadi

Page 20: Refarat PDF Tb Paru77

konfluen17

. Pada CT, Penyakit tracheobronchial akut menyebabkan bronkial

konsentris penyempitan, penebalan dinding dan bronkiektasis postobstructive

27,28. Setelah penyembuhan, bronchostenosis cicatricial mungkin terjadi.

Konsolidasi lobus yang lebih rendah adalah radiografi atipikal pola TB

endobronkial29

.

Gambar 11. trakeobronkial TB: di CT, kepadatan nodular

terdeteksi di bronkus utama kanan (panah).

2. TB Post-Primer

Juga disebut penyakit paru-paru, TB reaktivasi, TB sekunder atau

"Dewasa" TB (oleh oposisi utama atau "anak" TB), bentuk penyakit

berkembang di bawah pengaruh Kekebalan yang didapat. Ini adalah hasil dari

reaktivasi aktif basil di fokus sisa, menyebar pada saat infeksi primer; itu,

umumnya tapi tidak selalu, penyakit yang menyerang orang-orang di dewasa

62. Ketika diamati pada usia anak, hal itu mempengaruhi remaja

18,21,16,30.

Post-primer TB biasanya bermanifestasi sebagai radiografi penyakit

parenkim dan kavitasi, TB tracheobronchial, tuberkulosis pleuritis dan

komplikasi18

.

a. Penyakit Parenkim dan Kavitasi

Temuan parenkim awal adalah heterogen, buruk marginated opacity

(the"exsudative" lesi) yang berada di segmen apikal dan posterior lobus atas

Page 21: Refarat PDF Tb Paru77

dan segmen superior lobus bawah, memancar keluar dari hilus atau di

pinggiran paru-paru22,31

. Pada sekitar 88% kasus lebih dari satu segmen

dipengaruhi, dengan bilateral Penyakit lobus atas terlihat pada 32-64% kasus

16. Perkembangan biasa adalah menuju reticulonodular baik-didefinisikan

kekeruhan ("fibroproliferative"lesi) yang bisa bergabung22,31

(Gbr. 12). Lesi

ini, ketika sembuh, mungkin kapur dan berhubungan dengan parenkim

distorsi, atelektasis cicatricial dan traksi bronkiektasis32

. Fibrosis parah,

dengan penyusutan volume lobus atas dan retraksi hilus terlihat pada sampai

dengan 29% dari kasus 16,22

. Sebuah opacity apikal ("topi apikal") terlihat

pada 41% pasien, sesuai dengan penebalan pleura, penumpukan lemak

extrapleural dan atelektasis subpleural dan paru-paru fibrosis, seperti yang

ditunjukkan oleh CT studi 16

(Gbr. 13). Bahwa infeksi aktif berkorelasi baik

dengan "exsudative" lesi atau kavitasi22

, "fibroproliferative" lesi juga

menunjukkan penyakit aktif; stabilitas temuan radiografi untuk periode yang

lebih lama dari 6 bulan adalah indikator terbaik dari penyakit tidak aktif,

tetapi ahli radiologi mungkin harus menggunakan istilah radiografi "stabil"

dari "aktif" atau "sembuh"16

. Kadang-kadang, TB dapat bermanifestasi

sebagai lesi massa seperti, biasanya di lobus tengah atau lebih rendah, yang

tidak dapat dibedakan dari neoplasma hanya didasarkan pada studi pencitraan

12.

Page 22: Refarat PDF Tb Paru77

Gambar 12. Keterlibatan parenkim: kekeruhan nodular buruk-marginated di

lobus atas, beberapa dari mereka menunjukkan pertemuan, akan ditampilkan di dataran dada

film

Gambar 13. parenkim penyakit: Film dada menunjukkan bukti volume yang signifikan

rugi pada lobus kanan atas, bersama dengan retraksi hilar, kavitasi dan

sebuah "topi apikal". Ada juga mediastinum kalsifikasi dan adenopati hilar.

Kavitasi tuberkulosis biasanya menunjukkan tinggi38

. Kavitasi terlihat di

dada film polos dalam sekitar 50% dari pasien pada beberapa waktu selama

penyakit, tetapi CT dada lebih akurat dalam deteksi, terutama dalam kasus-

kasus rumit oleh distorsi arsitektur53,54

. Rongga Satu atau beberapa lebih

sering terlihat di MDR TB20

. Rongga yang hadir, secara umum, di beberapa

situs, dalam area konsolidasi parenkim, dan dapat mencapai beberapa

sentimeter dalam ukuran22

. Dinding mereka adalah awalnya tebal dan tidak

teratur, dan semakin menjadi tipis dan halus (Gambar 14.); dengan

penyembuhan, balon besar ruang emphysematous53

dan menyelesaikan

dengan atau tanpa bekas luka18

. Tingkat Air-cairan dalam rongga dapat

Page 23: Refarat PDF Tb Paru77

disebabkan infeksi oleh bakteri atau jamur22,53

; Namun, bahkan dalam non-

rumit, rongga yang tidak terinfeksi, air fluid level dapat ditemukan dalam 9-

22% dari kasus55

. Diagnosis rongga mencakup bula, kista, pneumatoceles

atau kistik bronkiektasis 56

.

Gambar 14. konsolidasi parenkim dan kavitasi: (A) Film CT pramuka dan (B) CT

menunjukkan beberapa nodul kecil di kedua paru-paru, dengan kavitasi berdinding tipis di

yang blobe kanan atas.

Penyebaran bronkogenik adalah komplikasi yang paling umum

kavitasi tuberkulosis, terdeteksi radiografi di sebanyak 20% kasus, dan

muncul sebagai beberapa illdefined micronodules, didistribusikan dalam

segmental atau lobar fashion, biasanya jauh dari situs rongga dan melibatkan

lobus paru-paru yang lebih rendah55

(Gbr. 15). HRCT mungkin yang paling

Metode pencitraan sensitif untuk mendeteksi bronkogenik penyebaran TB,

yang dapat diidentifikasi pada sampai dengan 98% kasus. Temuan meliputi

nodul centrilobular 2-4 mm dalam ukuran dan linier bercabang kekeruhan

marginated tajam (mewakili kaseosa nekrosis dalam dan di sekitar terminal

dan pernapasan bronkiolus), yang disebut "pohon-in-bud" tanda, yang

menunjukkan penyakit aktif dan sesuai dengan bronkitis tuberkulosis saluran

udara kecil53

(Gbr.16). Lesi yang sama, Namun, ketika dikelilingi oleh

konsolidasi pengap, mungkin muncul bronchograms sebagai fluida57

. Lima

sampai delapan mm buruk nodul marginated, konsolidasi lobular dan

Page 24: Refarat PDF Tb Paru77

interlobular penebalan septum antara lain HRCT fitur di bronkogenik spread

53. Penyembuhan dengan jaringan parut, nodul residual dan parenkim atau

pengapuran endobronkial ditemukan di 30%32.

Perangkap udara karena sisa

stenosis bronchiolar mengarah ke daerah hypoattenuation; bila dikaitkan

dengan arsitektur distorsi, temuan ini biasanya merupakan paracicatricial

emfisema53

.

Gambar 15. penyebaran bronkogenik: HRCT menunjukkan penebalan dinding anterior

bronkus segmental dari lobus kiri atas (panah) dan beberapa centrilobular

nodul. Ada juga meninggalkan adenopati hilar.

Gambar 16. bronkogenik penyebaran: CT (A) rongga tidak teratur dan berdinding tebal di

segmen anterior lobus kanan atas dan tersebar nodul kecil (panah) dan (B) percabangan

opacity pada paru-paru perifer (panah) sesuai dengan dilatasi bronchioli diisi dengan bahan

yang terinfeksi ("pohon-in-bud").

Dalam beberapa kasus (3-6%) TB post-primer, tuberkuloma yang dominan

parenkim temuan58

tapi mereka mewakili, sering kali, sembuh penyakit

primer. Lesi ini muncul kekeruhan marginated tajam sebagai bulat atau oval,

mengukur 0,5-4 cm (mayoritas tetap stabil dalam waktu), umumnya soliter

dan kalsifikasi (Gbr. 17). Tuberkuloma memiliki kekeruhan bulat kecil yang

berdekatan ("satelit" nodul) di dekat dalam 30% kasus59

. Pada CT kontras

Page 25: Refarat PDF Tb Paru77

ditingkatkan, tuberkuloma mungkin menunjukkan cincin-seperti atau

lengkung sentral tambahan, dengan luas meningkatkan berhubungan dengan

berserat kapsul, sedangkan berkorespondensi daerah non-meningkatkan untuk

kaseosa atau nekrosis liquefaktif 60

.

Gambar 17. tuberculoma: Sebuah didefinisikan dengan baik, nodul benar-benar

kalsifikasi dengan 4 cm di ukuran di lobus kanan atas ditampilkan pada CT.

Penyakit miliaria terlihat lebih jarang di post-primer dari TB primer12

.

Pola radiografi karakteristik beberapa micronodules, tersebar melalui kedua

paru-paru, adalah kadang-kadang tak terlihat sampai akhir penyakit, tetapi

karakteristik Fitur TB aktif (konsolidasi, kavitasi, limfadenopati) hidup

berdampingan pada 30% pasien33

. HRCT dapat mendeteksi penyakit miliaria

sebelum menjadi jelas di dada film polos34

, menunjukkan kedua tajam dan

buruk didefinisikan nodul 1-4 mm, secara acak, sering dengan intra terkait

dan penebalan septum interlobular dan bidang tanah-kaca opacity 34,35

(Gbr.

18). DiagnosiS banding termasuk lymphangitis karsinomatosa, bronchiolitis,

pneumoconiosis atau metastasis 26,35

.

Gambar 18. milier TB: HRCT mengungkapkan beberapa nodul 1-2mm luas,

beberapa dari mereka dalam distribusi perivaskular

Page 26: Refarat PDF Tb Paru77

Setelah TB post-primer, atelektasis cicatricial relatif umum. Hingga 40%

dari pasien memiliki fibrosis ditandai respon, dengan atelektasis lobus atas,

retraksi hilar, hiperinflasi lobus lebih rendah, dan pergeseran mediastinum ke

arah mempengaruhi paru-paru8. Parenkim kehancuran ("Paru-paru hancur")

adalah kadang-kadang tahap akhir post-primer TB, menyebabkan beberapa

kesulitan dalam penilaian penyakit kegiatan yang hanya didasarkan pada

kriteria radiografi37

. Selain itu, Infeksi piogenik atau jamur sekunder dapat

muncul8

. Hilus atau mediastinum limfadenopati juga jarang di Penyakit post-

primer (5% pasien), biasanya berhubungan dengan penyakit parenkim dan

kavitasi16

.

b. Tracheobronchial TB

Tracheobronchial TB lebih sering terlihat sebagai komplikasi penyakit

primer, tetapi juga terjadi dalam pengaturan Penyakit post-primer. Stenosis

bronkial terjadi pada 10-40% pasien dan disebabkan oleh perluasan langsung

dari tuberkulosis limfadenitis, berdasarkan penyebaran endobronkial atau

limfatik diseminasi17

(Gbr. 19). Sedangkan penyakit aktif melibatkan bronkus

kanan dan kiri dengan frekuensi yang sama, fibrotik penyakit yang lebih

umum mempengaruhi bronkus kiri27

. Pada film polos, temuan termasuk

segmental atau lobar atelektasis, lobar hiperinflasi, Sumbatan mukoid dan

obstruktif pneumonia17

. CT lebih akurat dan dapat menunjukkan bronkial

penyempitan (umumnya dari segmen panjang) dengan tidak teratur penebalan

dinding, obstruksi luminal, dan ekstrinsik kompresi dengan limfadenitis

Page 27: Refarat PDF Tb Paru77

dalam pengaturan penyakit akut17,27

, Sedangkan pada penyakit fibrosis,

dinding menjadi halus dan tipis. Temuan ini harus dibedakan dari karsinoma

bronkogenik yang melibatkan saluran udara sentral27

. Bronkiektasis sering

mempersulit endobronkial TB, paling sering terjadi sebagai proses

paracicatricial (traksi bronkiektasis), tetapi juga karena bronchostenosis pusat

dan distal bronkus dilatasi. Lobus atas lebih sering berada terlibat32

. Trakea

dan laring TB lebih jarang dari penyakit endobronkial38

.

Gambar 19. trakeobronkial TB: pada film CT pramuka, stenosis dari utama kanan

bronkus, karena perluasan langsung dari limfadenitis TB, terlihat (panah).

c. Pleuritis Tuberkulosis

Penyakit pleura yang paling sering dikaitkan dengan TB primer, tetapi bisa

terjadi pada penyakit post-primer. Efusi unilateral Kecil, berhubungan dengan

penyakit parenkim, terdeteksi pada sampai dengan 18% dari pasien16

. Kontras

ditingkatkan CT scan di efusi TB postprimary menunjukkan lancar menebal

visceral dan parietal pleura leaflet, yang disebut "split-pleura" tanda38

. Efusi

adalah biasanya lokulasi dan mungkin stabil dalam ukuran selama beberapa

tahun (Gbr. 20).

Page 28: Refarat PDF Tb Paru77

Gambar 20. tuberkulosis pleuritis: a sisi kanan, yang diselenggarakan efusi

pleura adalah ditampilkan pada film polos dada.

d. Komplikasi

Bronkiektasis dan sisa rongga gejala sisa biasanya ditemukan di lobus atas,

diakui dalam 71-86% dan 12-22%, masing-masing39

. Organisme jamur,

terutama Aspergillus spesies, bisa menjajah ruang-ruang, terutama yang

terakhir. Tanda radiografi awal kolonisasi jamur penebalan dinding rongga

pleura atau berdekatan18

. Pada film biasa, sebuah aspergilloma (bola jamur)

muncul sebagai nodul bulat dipisahkan dari dinding rongga oleh hyperlucent

berbentuk bulan sabit gambar ("tanda air-sabit")40.

CT fitur orang-orang dari

nodul intrakaviter bola atau massa, sebagian dikelilingi melalui udara atau

menduduki seluruh rongga40

, yang mungkin menunjukkan mobilitas menuju

posisi tergantung pada rawan dan terlentang scan41

(Gbr.21). Konsekuensi

yang paling penting dari aspergillomas, terjadi pada 50-70%, adalah

hemoptisis 43

.

Gambar 21. aspergilloma: (A) foto dada menunjukkan dua gigi berlubang, sebagian

diduduki oleh bola jamur, di lobus kanan atas dikembangkan dalam area konsolidasi, (B)

Page 29: Refarat PDF Tb Paru77

HRCT menunjukkan rongga berdinding tipis di lobus kanan atas dijajah oleh aspergilloma

dan (C) dari tomography konvensional (detail), intrakaviter kekeruhan nodular yang hadir di

kedua lobus atas, lepas dari dinding rongga dengan sabit udara (panah).

Sebuah aneurisma Rasmussen adalah pseudoaneurysm paru yang arteri

yang disebabkan oleh erosi dari TB yang berdekatan rongga44

, ditemukan

pada sekitar 5% pasien18

dan penyajian dengan hemoptisis, Kadang – kadang

besar45

. Radiografi fitur termasuk massa memperbesar atau muncul dengan

cepat parenkim opacity mewakili perdarahan44.

Broncholitiasis adalah komplikasi yang jarang, sehingga dari pecahnya

limfadenopati kalsifikasi menjadi berdekatan bronkus, dengan dominasi sisi

kanan. Radiografi Manifestasi termasuk perubahan dalam posisi atau

hilangnya dari kalsifikasi pada film serial, pengembangan saluran napas

obstruksi, atau ekspirasi perangkap udara. CT dapat menunjukkan, selain dari

endobronkial atau peribronchial node kalsifikasi, segmental atau lobar

atelektasis, pneumonitis obstruktif, bercabang kekeruhan linear(bronchoceles

obstruktif), hiperinflasi focal dan bronkiektasis46

.

Hilus dan mediastinum kelenjar getah bening yang terinfeksi dapat

menjadi granuloma fibrocaseous dan bersatu, membentuk tuberkulosis

granuloma. Hal ini dapat menyebabkan berserat reaktif perubahan dan

peradangan akut mediastinum. Jika yang mendominasi pertama, hasilnya

adalah fibrosing mediastinitis dan jika yang terakhir ini lebih relevan,

mediastinitis TB adalah hasil47

. Keduanya, bagaimanapun, jarang28

.

Radiografi temuan serupa dengan tumor mediastinum, tetapi ada juga

mungkin massa hilus atau efusi pleura. Pada CT, sekelompok homo

Page 30: Refarat PDF Tb Paru77

membesar atau heterogen meningkatkan kelnjar getah bening menunjukkan

diagnosis47

(Gambar 22.); Kadang-kadang node ini muncul sebagai massa

hilus atau mediastinum, sering dengan kalsifikasi28

. Temuan lainnya termasuk

tracheobronchial penyempitan, paru bungkus kapal, unggul obstruksi vena

cava dan infiltrat paru28

, Terakhir karena obstruksi bronkus (dengan

menghasilkan obstruktif pneumonia atau atelektasis) atau obstruksi vaskular

(terkemuka infark)36

. Namun, CT tidak bisa selalu membedakan mediastinis

tuberkulosis dari neoplasma mediastinum47

. Magnetic resonance imaging

(MRI) dapat menunjukkan daerah intensitas sinyal rendah pada T1-

tertimbang gambar, karena kehadiran dari jaringan fibrosa dan inflamasi.

Fibrosis mungkin juga menjadi hypointense pada urutan T2-tertimbang,

sedangkan inflamasi dan jaringan granulomatosa meningkatkan pada

gadoliniumenhanced Gambar T1-tertimbang48

. Diagnosis banding meliputi

sarkoidosis, limfoma, neoplasma metastatik, thymoma, karsinoma thymus

dan teratoma ganas47

.

Gambar 22. tuberkulosis mediastinitis: sekelompok diperbesar homogen

kelenjar getah bening di mediastinum terdeteksi pada CT.

Perikarditis tuberkulosis merupakan komplikasi dari sekitar 1% dari pasien

dengan TB, menyajikan baik sebagai efusi perikardium, karena exsudation

Page 31: Refarat PDF Tb Paru77

cairan dengan proliferasi sel, atau perikardial penebalan, karena produksi

fibrin dan pembentukan jaringan granulasi. CT sekarang metode pilihan

untuk evaluasi perikardium, tetapi dalam waktu dekat mungkin disusul oleh

MRI49

. Penebalan perikardial (>3mm) di pengaturan klinis sugestif

menunjukkan adanya konstriktif perikarditis, yang terjadi pada 10% pasien

dengan TB Keterlibatan perikardial28

. Tanda-tanda sekunder meliputi vena

cava inferior dilatasi (> 3 cm) sekunder kegagalan sisi kanan jantung, dan

angulasi atau ketidak jujuran dari septum interventrikular mungkin karena

pembatasan perikardial ekspansi. Tanda-tanda terkait lainnya adalah adanya

cairan perikardial dalam bentuk akut, Sedangkan pada sub-akut fase ada

penyerapan bertahap cairan dan kaseasi terjadi, Sehingga purulen perikarditis

dan penebalan perikardial. Purulen perikarditis mungkin sekunder terinfeksi

kelenjar getah bening, dan lesi mendominasi di sepanjang perbatasan yang

tepat jantung. Pada fase kronis yang tidak teratur menebal dan pericardium

sering kalsifikasi, tanpa cairan perikardial, adalah dilihat49

(Gbr. 23). Efusi

pleura adalah sekunder untuk terkait kelainan hemodinamik49

dan atrium

kanan trombus disebabkan oleh stasis intrakardiak darah.

Page 32: Refarat PDF Tb Paru77

Gambar 23. tuberkulosis perikarditis: Film dada menunjukkan perikardial ditandai

kalsifikasi (panah). Ada juga penebalan pleura bilateral dengan kalsifikasi dari pleura kiri

(panah).

Pneumotoraks terjadi pada 5% pasien dengan postprimary penyakit,

biasanya dengan adanya kavitasi parah. Ini bentara terjadinya fistula

bronkopleural dan empiema8. Ketika pleurisy TB terlokalisir (1-4% kasus),

tuberkulosis yang empiema terjadi kemudian, yang menyajikan radiografi

sebagai kumpulan lokulasi cairan berhubungan dengan parenkim

Penyakit16,37

. Pada CT, koleksi cairan fokus dengan penebalan pleura dan

kalsifikasi, kadang-kadang dikaitkan dengan proliferasi lemak extrapleural,

terlihat8

(Gbr.24). Empiema dapat berkomunikasi dengan kulit

pleurocutaneous fistula (empiema necessitatis) atau dengan bronchial yang

pohon-bronkopleural fistula, dimanifestasikan oleh tingkat air-fluid dalam

rongga pleura; CT menunjukkan komunikasi antara rongga pleura dan pohon

bronkial50

(Gbr.25). Empiema tidak diobati juga dapat menyebabkan

kerusakan tulang, seperti serta penebalan pleura dan kalsifikasi24,37

. Ada juga

laporan tentang asosiasi empiema kronis dan keganasan, lebih umum

limfoma, karsinoma sel skuamosa dan mesothelioma, mungkin karena

onkogenik aksi peradangan kronis dan zat containedin pleura. Temuan

Page 33: Refarat PDF Tb Paru77

radiografi meliputi peningkatan toraks opacity, jaringan lunak melotot dan

kabur dari pesawat lemak dalam dinding dada, kerusakan tulang dan

pergeseran medial pleura kalsifikasi. CT dapat menunjukkan-jaringan lunak

meningkatkan massa sekitar empiema51

.

Gambar 24. Empiema: CT menunjukkan pengumpulan cairan terorganisir bilateral

dengan pleura kalsifikasi dan proliferasi lemak extrapleural di sisi kanan.

Gambar 25. bronkopleural fistula: CT menunjukkan jalan napas melebar, yang

berkomunikasi langsung dengan koleksi air-cairan di rongga pleura kiri (panah). Perhatikan

juga penebalan dari kedua leaflet pleura visceral dan parietal.

TB paru dapat mendukung perkembangan bronkogenik karsinoma karena

efek onkogenik kronis peradangan dan fibrosis ("karsinoma bekas luka")32

.

Kanker paru-paru, di sisi lain, dapat menyebabkan ractivation TB dengan

mengikis fokus diam atau dengan menekan imunitas seluler. Pemandangan

lain yang mungkin adalah karsinoma bronkogenik TB dan mungkin kebetulan

terkait12

. Fitur radiologi yang menyarankan penyakit neoplastik pada pasien

dengan post-primer TB meliputi: penyakit progresif meskipun

Page 34: Refarat PDF Tb Paru77

antituberkulosis yang memadai terapi, hilar dan/atau limfadenopati

mediastinum, massa fokus lebih besar dari 3 cm dan rongga dengan dinding

nodular52

adenopati hilar .

2.6.4 Pemeriksaan bakteriologis

a. Sputum

Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan

ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga

pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif2.

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih

lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1).

Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis

sebagai penderita TB BTA positif. 2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung

TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.

Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas

(misalnya, Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak

ada perubahan, namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan

dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita

tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan

pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.

a. Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA

negatif rontgen positif

b. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB

Page 35: Refarat PDF Tb Paru77

Diagnosis TB paru sesuai alur yang dibuat oleh 2

, sebagaimana bisa dilihat di

bawah ini:

Tersangka

Penderita TB

(suspek TB)

Hasil BTA

+ + +

+ + -

Hasil BTA

+ - -

Hasil BTA

- - -

Periksa Rontgen

Dada Beri Antibiotik

Spektrum Luas

Hasil

Mendukung

TB

Hasil Tidak

Mendukung

TB

Tidak Ada

Perbaikan

Ada

Perbaikan

Ulangi Periksa Dahak

SPS

Hasil BTA

+ + +

+ + -

Hasil BTA

- - -

Periksa Rontgen Dada

Hasil

Mendukung

TB

Hasil

Rontgen

Negatif

Bukan

TBC,

Penyakit

Lain

TB BTA

Negatif

Rontgen

Positif

Penderita

Tuberkulosis

BTA Positif

Gambar 2.3

Alur Diagnosis TB paru

Periksa Dahak Sewaktu, Pagi,

Sewaktu (SPS)

Page 36: Refarat PDF Tb Paru77

Berdasarkan diagnosis di atas WHO pada tahun 1991 memberikan kriteria

pada pasien TB paru menjadi : a). Pasien dengan sputum BTA positif adalah

pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan

BTA, sekurang kurangnya pada 2 kali pemeriksaan/1 sediaan sputumnya

positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif /1

sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif. b). Pasien dengan

sputum BTA negatif adalah pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara

mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya

positif7.

b. Darah

Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang

sedikit meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit

masih di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila

penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal dan jumlah

limfosit masih tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil

pemeriksaan darah lain juga didapatkan: anemia ringan dengan gambaran

normokrom normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah

menurun 2

.

c. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa tes

tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah seorang individu sedang atau

Page 37: Refarat PDF Tb Paru77

pernah mengalami infeksi Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium

patogen lainnya 2.

Tes tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin

P.P.D (Purified Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini

adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan,

akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat

limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen

tuberkulin. Cara penyuntikan tes tuberkulin dapat dilihat pada gambar di

bawah ini 7:

Penyuntikan Tes Tuberkulin

7

Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam7: a).

Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan no sensitivity.

Di sini peran antibodi humoral paling menonjol. b). Indurasi 6-9 mm : Hasil

meragukan = golongan normal sensitivity. Di sini peran antibodi humoral

masih menonjol. c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan low

grade sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang. d). Indurasi > 15

mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di sini peran antibodi

seluler paling menonjol.

Page 38: Refarat PDF Tb Paru77

Biasanya hampir seluruh penderita TB paru memberikan reaksi mantoux

yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini adalah adanya positif palsu yakni

pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain, negatif

palsu pada pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis, anergi,

penyakit sistemik serta (Sarkoidosis, LE), penyakit eksantematous dengan

panas yang akut (morbili, cacar air, poliomielitis), reaksi hipersensitivitas

menurun pada penyakit hodgkin, pemberian obat imunosupresi, usia tua,

malnutrisi, uremia, dan penyakit keganasan. Untuk pasien dengan HIV

positif, tes mantoux ± 5 mm, dinilai positif 7.

2.7 Komplikasi tuberkulosis

Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura,

empiema, laringitis, usus Poncet’s arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut

dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor

pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering

terjadi pada TB milier dan kavitas TB) 7.

2.8 Tipe penderita tuberkulosis

Tipe penderita tuberkulosis berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya, yaitu :

a. Kasus baru

Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau

sudah pernah mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kambuh (relaps)

Page 39: Refarat PDF Tb Paru77

Kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan tuberkulosa dan telah dinyatakan sembuh, kemudian

kembali lagi berobat dengan pemeriksaan dahak BTA positif.

c. Pindahan (transfer in)

Pindahan (transfer in) adalah pasien yang sedang mendapat pengobatan di

suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.

Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah (form TB.

09).

d. Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out)

Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out) adalah pasien yang

sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,

kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali

dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

e. Gagal

Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir

pengobatan) atau pada akhir pengobatan. Atau penderita dengan hasil BTA

negatif rontgen positif pada akhir bulan kedua pengobatan.

f. Kasus kronis

Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif

setelah selesai pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan yang baik.

Page 40: Refarat PDF Tb Paru77

g. Tuberkulosis resistensi ganda

Tuberkulosis resistensi ganda adalah tuberkulosis yang menunjukkan

resistensi terhadap Rifampisin dan INH dengan/tanpa OAT lainnya 2.

2.9 Pengobatan Tuberkulosis Paru

2.9.1 Prinsip pengobatan

Terdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas

bakterisid di mana obat bersifat membunuh kuman–kuman yang sedang

tumbuh (metabolismenya masih aktif) dan aktivitas sterilisasi, obat bersifat

membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya

kurang aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat

tersebut membunuh/melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan

didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Aktivitas

sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.

Hampir semua OAT mempunyai sifat bakterisid kecuali Etambutol dan

Tiasetazon yang hanya bersifat bakteriostatik dan masih berperan untuk

mencegah resistensi kuman terhadap obat. Rifampisin dan Pirazinamid

mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik, sedangkan INH dan Streptomisin

menempati urutan lebih bawah 7.

2.9.2 Kemoterapi TB

Program nasional pemberantasan TB di Indonesia sudah dilaksanakan

sejak tahun 1950-an. Ada 6 macam obat esensial yang telah dipakai yaitu

Isoniazid (H), Para Amino Salisilik Asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol

(E), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z). Sejak tahun 1994 program

Page 41: Refarat PDF Tb Paru77

pengobatan TB di Indonesia telah mengacu pada program Directly observed

Treatment Short-course (DOTS) yang didasarkan pada rekomendasi WHO,

strategi ini memasukkan pendidikan kesehatan, penyediaan OAT gratis dan

pencarian secara aktif kasus TB. Pengobatan ini memiliki 2 prinsip dasar :

Pertama, terapi yang berhasil memerlukan minimal 2 macam obat yang

basilnya peka terhadap obat tersebut dan salah satu daripadanya harus

bakterisidik. Obat anti tuberkulosis mempunyai kemampuan yang berbeda

dalam mencegah terjadinya resistensi terhadap obat lainnya. Obat H dan R

merupakan obat yang paling efektif, E dan S dengan kemampuan mencegah,

sedangkan Z mempunyai efektifitas terkecil. Kedua, penyembuhan penyakit

membutuhkan pengobatan yang baik setelah perbaikan gejala klinisnya,

perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk mengeleminasi basil yang

persisten 7.

Regimen pada pengobatan sekitar tahun 1950-1960 memerlukan waktu

18-24 bulan untuk jaminan menjadi sembuh. Dengan metode DOTS

pengobatan TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari berbagai jenis OAT,

dalam jumlah yang cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua

kuman dapat dibunuh. Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, tahap intensif dan

tahap lanjutan. Pada tahap intensif penderita mendapat obat baru setiap hari

dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua

jenis OAT terutama Rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut

diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita tuberkulosis BTA

Page 42: Refarat PDF Tb Paru77

positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat

dalam tahap ini sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit tetapi dalam

jangka waktu yang lebih lama. Tahap ini bertujuan untuk membunuh kuman

persisten (dormant) sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan 2,7

.

2.9.3 Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Obat-obat TB dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat

lapis pertama dan obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke

penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil dormant dan pencegahan

resistensi. Obat-obatan lapis pertama terdiri dari Isoniazid, Rifampisin,

Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin. Obat-obatan lapis dua mencakup

Rifabutin, Ethionamid, Cycloserine, Para-Amino Salicylic acid, Clofazimine,

Aminoglycosides di luar Streptomycin dan Quinolones. Obat lapis kedua ini

dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasus multi drug resistance. Obat

tuberkulosis yang aman diberikan pada perempuan hamil adalah Isoniazid,

Rifampisin, dan Etambutol 7.

Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah

ini:

Tabel 2.1 Jenis dan Sifat OAT

Jenis OAT Sifat Keterangan

Isoniazid

(H)

Bakterisid

Terkuat

Obat ini sangat efektif terhadap kuman

dalam keadaan metabolik aktif, yaitu

kuman yang sedang berkembang.

Mekanisme kerjanya adalah menghambat

cell-wall biosynthesis pathway

Rifampisin

(R)

bakterisid Rifampisin dapat membunuh kuman semi-

dormant (persistent) yang tidak dapat

dibunuh oleh Isoniazid. Mekanisme

Page 43: Refarat PDF Tb Paru77

kerjanya adalah menghambat polimerase

DNA-dependent ribonucleic acid (RNA)

M. Tuberculosis

Pirazinamid

(Z)

bakterisid Pirazinamid dapat membunuh kuman yang

berada dalam sel dengan suasana asam.

Obat ini hanya diberikan dalam 2 bulan

pertama pengobatan.

Streptomisin

(S)

bakterisid obat ini adalah suatu antibiotik golongan

aminoglikosida dan bekerja mencegah

pertumbuhan organisme ekstraselular.

Etambutol

(E)

bakteriostatik -

2.9.4 Regimen pengobatan (metode DOTS)

Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar

dapat mencegah perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah

menerapkan strategi DOTS dimana petugas kesehatan tambahan yang

berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat untuk memastikan

kepatuhannya. Oleh karena itu WHO juga telah menetapkan regimen

pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4 kategori berbeda menurut

definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini2,7

:

Tabel 2.2 Berbagai Paduan Alternatif Untuk Setiap Kategori Pengobatan

Kategori

pengobatan

TB

Pasien TB

Paduan pengobatan TB

alternatif

Fase awal

(setiap hari / 3 x

seminggu)

Fase lanjutan

I Kasus baru TB paru

dahak positif; kasus baru

TB paru dahak negatif

dengan kelainan luas di

paru; kasus baru TB

ekstra-pulmonal berat

2 EHRZ

(SHRZ)

2 EHRZ

(SHRZ)

2 EHRZ

(SHRZ)

6 HE

4 HR

4 H3 R3

Page 44: Refarat PDF Tb Paru77

II Kambuh, dahak positif;

pengobatan gagal;

pengobatan setelah

terputus

2 SHRZE / 1

HRZE

2 SHRZE / 1

HRZE

5 H3R3E3

5 HRE

III Kasus baru TB paru

dahak negatif (selain

dari kategori I); kasus

baru TB ekstra-

pulmonal yang tidak

berat

2 HRZ atau

2H3R3Z3

2 HRZ atau

2H3R3Z3

2 HRZ atau

2H3R3Z3

6 HE

2 HR/4H

2 H3R3/4H

IV Kasus kronis (dahak

masih positif setelah

menjalankan pengobatan

ulang)

TIDAK DIPERGUNAKAN

(merujuk ke penuntun WHO

guna pemakaian obat lini kedua

yang diawasi pada pusat-pusat

spesialis)

Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program

penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah (Bahar & Amin, 2007):

Kategori I : 2HRZE (S) / 6HE.

Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari

selama 2 bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah

2 bulan diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase

lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih positif

setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi tanpa

melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.

Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3

Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H,

Z, E, setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama.

Apabila sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai.

Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4

Page 45: Refarat PDF Tb Paru77

obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih

positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum

untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3

atau 5 HRE.

Kategori III : 2HRZ/2H3R3

Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan

dengan fase lanjutan 2HR atau 2 H3R3.

Kategori IV : Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidup

Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda,

sputumnya harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup

diberikan H saja sesuai rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan

TB resistensi ganda (MDR-TB).

Selain 4 kategori di atas, disediakan juga paduan obat sisipan (HRZE).

Obat sisipan akan diberikan bila pasien tuberkulosis kategori I dan

kategori II pada tahap akhir intensif pengobatan (setelah melakukan

pengobatan selama 2 minggu), hasil pemeriksaan dahak/sputum masih BTA

positif 2.

2.9.5 Dosis obat

Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia secara

harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien 7:

Tabel 2.3 Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia

Jenis Dosis

Isoniazid (H) harian : 5mg/kg BB

intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu

Page 46: Refarat PDF Tb Paru77

Rifampisin (R)

harian = intermiten : 10 mg/kgBB

Pirazinamid (Z)

harian : 25mg/kg BB

intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu

Streptomisin (S)

harian = intermiten : 15 mg/kgBB

usia sampai 60 th : 0,75 gr/hari

usia > 60 th : 0,50 gr/hari

Etambutol (E)

harian : 15mg/kg BB

intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu

2.9.6 Kombinasi obat

Pada tahun 1998 WHO dan IUATLD merekomendasikan pemakaian

obat kombinasi dosis tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB

untuk menggantikan paduan obat tunggal sebagai bagian dari strategi DOTS.

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan

pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai.

Tersedia obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) untuk paduan OAT

kategori I dan II. Tablet OAT-KDT ini adalah kombinasi 2 atau 4 jenis obat

dalam 1 tablet. Dosisnya (jumlah tablet yang diminum) disesuaikan dengan

berat badan pasien, paduan ini dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1

masa pengobatan. Dosis paduan OAT-KDT untuk kategori I, II dan sisipan

dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Depkes RI, 2006) :

Tabel 2.4 Dosis Paduan OAT KDT Kategori I : 2(RHZE)/4(RH)3

Berat badan Tahap Intensif tiap hari

selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan 3x seminggu

selama 16 minggu

RH (150/150)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT

> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

(Depkes RI, 2006)

Page 47: Refarat PDF Tb Paru77

Tabel 2.5 Dosis Paduan OAT KDT Kategori II: 2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3

Berat

badan

Tahap Intensif tiap hari

RHZE (150/75/400/275)

+ S

Tahap Lanjutan3x seminggu

RH (150/150) + E (400)

Selama 58 hari Selama 28 hari Selama 2 Minggu

30 – 37 kg 2 tab 4KDT + 500mg

Streptomisin inj

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2

tab Etambutol

38 – 54 kg 3 tab 4KDT + 750mg

Streptomisin inj

3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3

tab Etambutol

55 – 70 kg 4 tab 4KDT + 1000mg

Streptomisin inj

4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4

tab Etambutol

> 71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg

Streptomisin inj 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5

tab Etambutol

(Depkes RI, 2006)

Tabel 2.6 Dosis OAT untuk Sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

(Depkes RI, 2006)

2.9.7 Efek samping pengobatan

Dalam pemakaian OAT sering ditemukan efek samping yang

mempersulit sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin

OAT masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek

samping ini sangat mengganggu OAT yang bersangkutan harus dihentikan

dan pengobatan dapat diteruskan dengan OAT yang lain (Bahar & Amin

2007).

Efek samping yang dapat ditimbulkan OAT berbeda-beda pada tiap

pasien, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.7 Efek Samping Pengobatan dengan OAT

Jenis Obat Ringan Berat

Page 48: Refarat PDF Tb Paru77

Isoniazid (H) tanda-tanda keracunan

pada syaraf tepi,

kesemutan, nyeri otot dan

gangguan kesadaran.

Kelainan yang lain

menyerupai defisiensi

piridoksin (pellagra) dan

kelainan kulit yang

bervariasi antara lain

gatal-gatal.

Hepatitis, ikhterus

Rifampisin (R)

gatal-gatal kemerahan

kulit, sindrom flu, sindrom

perut.

Hepatitis, sindrom

respirasi yang ditandai

dengan sesak nafas,

kadang disertai dengan

kolaps atau renjatan

(syok), purpura, anemia

hemolitik yang akut, gagal

ginjal

Pirazinamid (Z)

Reaksi hipersensitifitas :

demam, mual dan

kemerahan

Hepatitis, nyeri sendi,

serangan arthritis gout

Streptomisin (S)

Reaksi hipersensitifitas :

demam, sakit kepala,

muntah dan eritema pada

kulit

Kerusakan saraf VIII

yang berkaitan dengan

keseimbangan dan

pendengaran

Etambutol (E)

Gangguan penglihatan

berupa berkurangnya

ketajaman penglihatan

Buta warna untuk warna

merah dan hijau

(Depkes RI, 2006; Bahar & Amin, 2007)

Untuk mencegah terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan

pemeriksaan kontrol, seperti (Bahar & Amin, 2007):

a. Tes warna untuk mata, bagi pasien yang memakai Etambutol

b. Tes audiometri bagi pasien yang memakai Streptomisin

Page 49: Refarat PDF Tb Paru77

c. Pemeriksaan darah terhadap enzim hepar, bilirubin, ureum/kreatinin,

darah perifer dan asam urat (untuk pasien yang menggunakan

Pirazinamid)

2.10 Hasil pengobatan tuberkulosis

World Health Organization (1993) menjelaskan bahwa hasil

pengobatan penderita tuberkulosis paru dibedakan menjadi :

a. Sembuh: bila pasien tuberkulosis kategori I dan II yang BTA nya negatif 2

kali atau lebih secara berurutan pada sebulan sebelum akhir

pengobatannya.

b. Pengobatan lengkap: pasien yang telah melakukan pengobatan sesuai

jadwal yaitu selama 6 bulan tanpa ada follow up laboratorium atau hanya

1 kali follow up dengan hasil BTA negatif pada 2 bulan terakhir

pengobatan.

c. Gagal: pasien tuberkulosis yang BTA-nya masih positif pada 2 bulan dan

seterusnya sebelum akhir pengobatan atau BTAnya masih positif pada

akhir pengobatan.

Pasien putus berobat lebih dari 2 bulan sebelum bulan ke-5 dan BTA

terkhir masih positif.

Pasien tuberkulosis kategori II yang BTA menjadi positif pada bulan ke-

2 dari pengobatan.

d. Putus berobat/defaulter: pasien TB yang tidak kembali berobat lebih dari 2

bulan sebelum bulan ke-5 dimana BTA terakhir telah negatif.

Page 50: Refarat PDF Tb Paru77

e. Meninggal: penderita TB yang meninggal selama pengobatan tanpa

melihat sebab kematiannya.

2.11 Evaluasi pengobatan

Bayupurnama (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode

yang bisa digunakan untuk evaluasai pengobatan TB paru :

a. Klinis: biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2

minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai

akhir pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan-

keluhan pasien seperti batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu

makan bertambah, berat badan meningkat dll.

b. Bakteriologis: biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA

mulai menjadi negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan

sekali sebulan. WHO (1991) menganjurkan kontrol sputum BTA

langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4 dan 6. Pemeriksaan

resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif

setelah tahap intensif dan pada awal terapi bagi pasien yang

mendapatkan pengobatan ulang (retreatment). Bila sudah negatif,

sputum BTA tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturut-turut.

Bila BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), maka

pasien yang sebelumnya telah sembuh mulai kambuh lagi.

c. Radiologis: bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada

akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti

timbul kasus kambuh. Jika keluhan pasien tidak berkurang (misalnya

Page 51: Refarat PDF Tb Paru77

tetap batuk-batuk), dengan pemeriksaan radiologis dapat dilihat

keadaan TB parunya atau adakah penyakit lain yang menyertainya.

Karena perubahan gambar radiologis tidak secepat perubahan

bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali

(Bayupurnama, 2007).

Page 52: Refarat PDF Tb Paru77

BAB 3

KESIMPULAN

1. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang menular, sebagian

besar menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya.

2. Tuberkulosis paru disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium

tuberculosis.

3. Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA (+) saat batuk/bersin, bakteri

menyebar ke udara dalam bentuk droplet.

4. Patogenesis TB paru adalah saat droplet terhirup melewati sistem pertahanan

mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke alveolus dan menetap di

sana. Kelanjutan dari proses ini bergantung dari daya tahan tubuh masing-

masing individu.

5. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

6. Gejala klinis utama TB apru adalah batuk terus menerus dan berdahak selama

3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk

darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun,

berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam

walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan

7. Komplikasi TB paru antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura, empiema,

laringitis, usus Poncet’s arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut dapat

menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor pulmonal,

amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering terjadi pada TB

milier dan kavitas TB)

8. Tipe pasien TB paru berdasarkan riwayat pengobatan dibagi menjadi: kasus

baru, relaps, drop out, gagal, pindahan, kasus kroinis dan tuberkulosis

resistensi ganda.

9. Pengobatan TB paru menurut strategi DOTS diberikan selama 6-8 bulan

dengan menggunakan paduan beberapa obat atau diberikan dalam bentuk

kombinasi dengan jumlah yang tepat dan teratur, supaya semua kuman dapat

dibunuh. Obat-obat yang dipergunakan sebagai obat anti tuberkulosis (OAT)

Page 53: Refarat PDF Tb Paru77

yaitu : Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan

Etambutol (E)

10. Hasil pengobatan TB paru dbedakan menjadi: sembuh, pengobatan lengkap,

gagal, putus berobat, dan meninggal.

11. Evaluasi pengobatan dapat mengguanakn metode klinis, bakteriologis, dan

radiologis.

Page 54: Refarat PDF Tb Paru77

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama, TY,. Chairil, AS, Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Jakarta :

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia 2002.

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta. 2006.

3. World Health Organization. 2010. Epidemiologi tuberkulosis di Indonesia

diakses pada 23 Maret 2010 pukul 14:39 WIB

<http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/epidemiologi-tb-di-

indonesia/article/55/000100150017/2>

4. Arsyad, Zulkarnain. Evaluasi FaaI Hati pada Penderita Tuberkulosis Paru yang

Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis dalam Cermin Dunia Kedokteran No.

110, 1996 15.

5. Daniel, M. Thomas. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam Edisi 13

Volume 2. Jakarta : EGC : 1999. p.799-808

6. Brooks, G.F., Butel, J. S. and Morse, S. A., “Jawetz, Melnick & Adelbergh’s:

Mikrobiologi Kedokteran”. Buku I, Edisi I, Alih bahasa: Bagian Mikrobiologi

FKU Unair, Jakarta : Salemba Medika. 2004.

7. Bahar, A., Zulkifli Amin.. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 2007.p 995-

1000.

8. McAdams HP, Erasmus J Winter JA. Manifestasi radiologi TB paru. Radiol

Clin Utara Am 1995; 33: 655-78.

9. Van der Brande P, Dockx S, Valck B, Demedts M. tuberculosis paru dalam

dewasa di daerah prevalensi rendah: adalah radiologi mengubah presentasi? Int

J Tuberc Lung Dis 1998; 11: 904-8.

10. Lee KS, Lagu KS, Lim TH, et al. Onset dewasa TB paru: Temuan pada

radiografi dada dan CT scan. AJR 1993; 160: 753-8.

11. Choyke PL, Sostman HD, Curtis AM, et al. Onset dewasa paru TBC.

Radiologi 1983; 148: 357-62.

12. Miller WT, Miller Jr WT. Tuberkulosis di host normal: radiologi temuan.

Semin Roentgenol 1993; 28: 109-18.

Page 55: Refarat PDF Tb Paru77

13. Leung AN. TB paru: yang hakiki. Radiologi 1999; 198: 307-22.

14. Im JG, Lagu KS, Kang HS, et al. Mediastinal limfadenitis TB: CT

manifestasi. Radiologi 1987; 164: 115-9.

15. Leung AN, Muller NL, Pineda PR, FitzGerald JM. TB primer di masa kecil:

radiografi manifestasi. Radiologi 1992; 182: 87-91.

16. Pombo F, Rodriguez E, Mato J, Perez-Fontan J, E Rivera, Valvuena L. Pola

peningkatan kontras kelenjar getah bening TB ditunjukkan oleh computed

tomography. Clin Radiol 1992; 46: 13-7.

17. Lee KS, Kim YH, Kim WS, Hwang SH, Kim PN, Lee BH. endobronchial

TB: CT fitur. J comput Membantu Tomogr 1991; 15: 424-8.

18. McAdams HP, Erasmus J Winter JA. Manifestasi radiologi TB paru. Radiol

Clin Utara Am 1995; 33: 655-78.

19. Lee KS, Im JG. CT pada orang dewasa dengan TBC dada: karakteristik

temuan dan peran dalam manajemen. AJR 1995; 164: 1361-7.

20. Lee KS, Im JG. CT pada orang dewasa dengan TBC dada: karakteristik

temuan dan peran dalam manajemen. AJR 1995; 164: 1361-7.

21. Agrons GA, Markowitz RI, Kramer SS. TB paru di anak-anak. Semin

Roentgenol 1993; 28: 158-72.

22. Palmer PES. Tuberkulosis paru-biasa dan radiografi yang tidak biasa

presentasi. Semin Roentgenol 1979; 14: 204-42.

23. Stransberry SD. Tuberkulosis pada bayi dan anak-anak. J Thorac Imag

1990; 5: 17-27.

24. Hulnick DH, Naidich DP, McCauley DI. TB pleura dievaluasi

oleh computed tomography. Radiologi 1983; 149: 759-65.

25. Buckner CB, Walker CW. Manifestasi Radiologi tuberkulosis dewasa.

J Thorac Imag 1990; 5: 28-37.

26. Webb WR, Muller NL, Naidich DP. Resolusi CT tinggi dari paru-paru.

New York: Raven Tekan; 2001 p. 315-25.

27. Bulan WK, Im JG, Yeon KM, Han MC. Tuberkulosis pusat

saluran udara: Temuan CT penyakit aktif dan fibrosis. AJR

1997; 169: 649-53.

Page 56: Refarat PDF Tb Paru77

28. Kim Y, Lagu KS, Goo JM, Lee JS, Lee KS, Lim TH. Rongga Dada

sekuele dan komplikasi tuberkulosis. Radiographics

2001; 21: 939-58.

29. Lee JH, Taman SS, Lee DH, Shin DH, Yang SC, Yoo BM. endobronchial

TBC. Dada 1992; 102: 990-4.

30. Harisinghani MG, McLoud TC, Shepard JAO, Ko JP, Shroff

MM, Mueller PR. Tuberkulosis dari kepala sampai kaki. Radiographics

2000; 20: 449-70.

31. Miller WT, MacGregor RR. Tuberkulosis: frekuensi radiografi yang tidak

biasa temuan. AJR 1978; 130: 867-75.

32. Fraser RS, Pare JAP, Pare PD, et al. Diagnosis penyakit pada

dada. Philadelphia: WB Saunders; 1991 p. 882-939.

33. Kwong JS, Carina S, Kang E, Muller NL, FitzGerald JM. miliaria TB:

akurasi diagnostik radiografi dada. dada 1996; 110: 977-84.

34. Oh Y, Kim YH, Lee NJ, et al. CT resolusi tinggi tuberkulosis milier. J

comput Membantu Tomogr 1994; 18: 862-6.

35. Hong SH, Im JG, Lee JS, et al. Resolusi tinggi CT temuan tuberkulosis

milier. J comput Membantu Tomogr 1998; 22: 220-4.

36. Lee JY, Kim Y, Lee KS, Chung MP. Tuberkulosis fibrosing mediastinitis:

Temuan radiologis. AJR 1996; 167: 1598-9.

37. Winer-Muram HT, Rubin SA. Komplikasi Thoracic tuberkulosis. Pencitraan

J Thorac 1990; 5: 46-63.

38. Harisinghani MG, McLoud TC, Shepard JAO, Ko JP, Shroff

MM, Mueller PR. Tuberkulosis dari kepala sampai kaki. Radiographics

2000; 20: 449-70.

39. Lee KS, Hwang JW, Chung MP, Kim H, Kwon OJ. Utility CT di evaluasi TB

paru pada pasien tanpa AIDS. Dada 1996; 110: 977-84.

40. Fraser RS. Paru aspegillosis: fitur patologis dan patogenetik. Pathol Annu

1993; 28: 231-77.

41. Broderick LS, Conces Jr DJ, Tarver RD, Bergmann CA, Bisesi MA.

Aspergillosis paru: spektrum penyakit. Crit Rev Diagn Pencitraan 1996; 37:

491-531.

42. Leung AN. TB paru: yang hakiki. Radiologi 1999; 198: 307-22.

43. Fraser RS. Paru aspegillosis: fitur patologis dan patogenetik. Pathol Annu

1993; 28: 231-77.

Page 57: Refarat PDF Tb Paru77

44. Santelli ED, Katz DS, Goldschmidt AM, Thomas HA. embolisasi beberapa

Rasmussen aneurisma sebagai pengobatan hemoptisis. Radiologi 1994; 193:

396-8.

45. Ramakantan R, Bandekar VG, Gandhi MS, Aulakh BG, Deshmukh HL.

Hemoptisis masif karena TB paru: kontrol dengan embolisasi arteri bronkial.

Radiologi 1996; 200: 691-4.

46. Conces Jr DJ, Tarver RD, Vix VA. Broncholitiasis: CT fitur di 15 pasien.

AJR 1991; 157: 249-53.

47. Kushihashi T, Munechika H, Motoya H, et al. CT dan MRI Temuan di

mediastinitis TB. J comput Membantu Tomogr 1995; 19: 379-82.

48. Rholl KS, Levitt RG, Glazer HS. Magnetic resonance imaging dari fibrosa

mediastinitis. AJR 1985; 145: 255-9.

49. Suchet IB, Horwitz TA. CT di perikarditis konstriktif TB. J comput

Membantu Tomogr 1992; 16: 391-400.

50. Westcott JL, Volpe JP. Peripheral fistula bronkopleural: evaluasi CT pada 20

pasien dengan pneumonia, empiema atau udara pasca operasi bocor.

Radiologi 1995; 196: 175-81.

51. Minami M, N Kawauchi, Yoshikawa K, et al. keganasan terkait dengan

empiema kronis: penilaian radiologi. Radiologi 1991; 178: 417-23.

52. Ting TM, Gereja WR, Ravikrishnan KP. Karsinoma paru ditumpangkan pada

tuberkulosis paru. Radiologi 1976; 119: 307- 12.

53. Im J, Itoh H, Shim Y, et al. TB paru: CT findingsearly

penyakit aktif dan perubahan berurutan dengan terapi anti tuberkulosis.

Radiologi 1993; 186: 653-60.

54. Kuhlman JE, JH Deutsch, Fishman EK, et al. Fitur CT dari dada penyakit

mikobakteri. Radiographics 1990; 10: 413-31.

55. Hadlock FP, Taman SK, Awe RJ, Rivera M. radiografi biasa Temuan di TB

paru dewasa. AJR 1980; 134: 1015-8.

56. Winer-Muram HT, Rubin SA. Komplikasi Thoracic tuberkulosis. Pencitraan

J Thorac 1990; 5: 46-63.

57. Taman S, Hong YK, Joo SH, Choe KO, Cho SH. Temuan CT paru TB

menyajikan konsolidasi sebagai segmental. J Comput Membantu Tomogr

1999; 23: 736-42.

58. Miller WT, MacGregor RR. Tuberkulosis: frekuensi radiografi yang tidak

biasa temuan. AJR 1978; 130: 867-75.

59. Lee KS, Im JG. CT pada orang dewasa dengan TBC dada: karakteristik

temuan dan peran dalam manajemen. AJR 1995; 164: 1361-7.

60. Lee JY, Lee KS, Jung KJ, et al. Paru TBC: CT dan

korelasi patologis. J comput Membantu Tomogr 2000; 24: 691-8.

61. Bulan WK, Im JG, Yeon KM, Han MC. TB mediastinal limfadenitis: Temuan

CT penyakit aktif dan tidak aktif. AJR 1998; 170: 715-8.

Page 58: Refarat PDF Tb Paru77

62. Lamont AC, Cremin BJ, Pelteret RM. Pola Radiologi paru

tuberkulosis pada kelompok usia anak. Paediatr Radiol

1986; 16: 2-7.