REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

34
BAB I PENDAHULUAN Kejang merupakan gejala yang lazim terjadi pada bayi, baik dengan penyebab yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Secara fisiologis, ditandai dengan disritmia serebral dan secara klinis, ditandai dengan berbagai kombinasi gerakan involunter baik umum maupun fokal, juga adanya stimulus sensoris yang stereotipe serta perubahan tingkah laku dan menurunnya kesadaran. 1 Dalam memutuskan apakah seseorang menderita kejang atau tidak, sering terdapat kesulitan. Kecuali jika dapat menyaksikan episode kejang itu, sehingga pengambilan anamnesa yang tepat harus benar-benar dilakukan. Dari sifatnya, jarang dapat dibuat diagnosis penyebab, karena kebanyakan mirip antara satu tipe dengan tipe yang lain, kecuali pada petit mal dan spasme infantil. Berdasarkan hal tersebut, maka diagnosis harus benar-benar ditegakkan, karena mempengaruhi pemberian terapi juga. 2 Sangat penting untuk menentukan apakah anak tampak sehat di antara serangan kejang atau tidak, karena jika tidak, atau anak menderita gejala seperti perubahan personaliti, maka diagnosisnya pasti lebih serius. 2 Penanganan kejang harus dilakukan dengan benar, karena jika tidak maka justru akan menambah 1

Transcript of REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

Page 1: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang merupakan gejala yang lazim terjadi pada bayi, baik dengan penyebab

yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Secara fisiologis, ditandai

dengan disritmia serebral dan secara klinis, ditandai dengan berbagai

kombinasi gerakan involunter baik umum maupun fokal, juga adanya stimulus

sensoris yang stereotipe serta perubahan tingkah laku dan menurunnya

kesadaran.1

Dalam memutuskan apakah seseorang menderita kejang atau tidak, sering

terdapat kesulitan. Kecuali jika dapat menyaksikan episode kejang itu,

sehingga pengambilan anamnesa yang tepat harus benar-benar dilakukan. Dari

sifatnya, jarang dapat dibuat diagnosis penyebab, karena kebanyakan mirip

antara satu tipe dengan tipe yang lain, kecuali pada petit mal dan spasme

infantil. Berdasarkan hal tersebut, maka diagnosis harus benar-benar

ditegakkan, karena mempengaruhi pemberian terapi juga.2 Sangat penting

untuk menentukan apakah anak tampak sehat di antara serangan kejang atau

tidak, karena jika tidak, atau anak menderita gejala seperti perubahan

personaliti, maka diagnosisnya pasti lebih serius.2

Penanganan kejang harus dilakukan dengan benar, karena jika tidak maka

justru akan menambah komplikasi yang baru. Selain itu penggunaan obat anti

kejang juga harus memperhatikan dosisnya, agar tidak terjadi toksisitas.2,3

Pengaruh kejang meliputi gangguan fungsional yang berhubungan dengan

otak, juga pada aspek sosial, dimana anak yang menderita kejang akan

mengalami berbagai perlakuan dalam masyarakat serta gangguan pada

perkembangan intelegensia dan mental.1

BAB II

1

Page 2: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kejang adalah suatu keadaan tiba-tiba, akibat gangguan fungsi otak sepintas,

yang ditandai dengan gerakan involunter, sensoris dan otonomi atau adanya

gejala-gejala psikis baik tunggal maupun kombinasi, yang sering disertai

dengan menurunnya atau hilangnya kesadaran.3

Kejang dapat terjadi sesudah gangguan metabolik sepintas (transient

metabolic), akibat trauma, anoksia serta infeksi yang menyerang otak.1,2,3

Istilah kejang biasanya disinonimkan dengan konvulsi, seizure dan fit.

Konvulsi merupakan istilah yang sering digunakan dan sebagai terjemahan

langsung, sedangkan seizure memiliki arti yang sama (dari bahasa Inggris). Fit

lebih sering dipakai sebagai istilah kejang pada bayi. Istilah epilepsi adalah

keadaan berulangnya kejang, tetapi pada lapangan ilmu kesehatan anak harus

dipakai secara hati-hati karena bunyi istilahnya dapat menimbulkan hal yang

tidak enak dimana ada anggapan bahwa di masa kehidupan selanjutnya anak

berada dalam keadaan cacat fisik mental dan sosial.1

B. Klasifikasi

Berdasarkan umur atau masa kehidupan, juga manifestasi klinik dan asalnya

maka kejang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :1,2,3

I. Klasifikasi kejang berdasarkan umur/masa kehidupan :2

1. Kejang dalam masa neonatus, yang paling mungkin terjadi karena:

a. Cacat otak/kerusakan anoksik pada otak

b. Hipoglikemia

c. Hipokalsemia

d. Infeksi

e. Hiponatremia/hipernatremia

f. Kern ikterus

2. Kejang pada masa anak-anak (setelah masa neonatus) yang disebabkan

oleh :

a. Kejang demam

b. Konvulsi menahan nafas

2

Page 3: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

c. Spasme infantil,

d. Epilepsi,

e. Pingsan/sinkope dan sindrom surkadiak

f. Histeri dan tetani akibat over ventilasi

g. Trauma, cacat otak dan hemiplegi infantil akut

h. Infeksi

i. Keadaan metabolik seperti hipoglikemia, hipokalsemia,

hipoparatiroidisme, sindroma di George, dehidrasi,

j. Racun dan obat-obatan

II. Klasifikasi kejang berdasarkan manifestasi klinik :1

1. Manifestasi klinik yang erat hubungannya dengan maturitas serebral,

yaitu

a.Kejang pada neonatus

b.Kejang mioklonik

c.Kejang demam

d.Petit mal

2. Manifetasi klinik yang tidak harus berhubungan dengan maturitas

serebral, yaitu:

a.Serangan kejang umum

b. Grand mal

c.Kejang akinetik

d.Serangan vokal

e.Serangan motorik

f. Serangan sensorik

g.Psikomotor (lobus temporalis)

h.Epilepsi Jackson

III. Klasifikasi kejang berdasarkan asalnya/penyebab yang dapat digolongkan

atas :3

1.   Kejang intrakranial,

kejang dengan penyebab yang berasal dari otak, yang dapat berupa :

a. Gangguan pertumbuhan otak (penyakit otak degeneratif),

b. Penyakit otak kongenital

3

Page 4: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

2.   Kejang ekstrakranial,

Kejang dengan penyebab yang tidak berasal dari otak, yang dapat

berupa :

a. Kejang akibat infeksi (misalnya ensefalitis dan meningitis)

b. Kejang akibat trauma (pada cedera otak)

c. Kejang akibat zat dan obat-obatan.

Pada pembahasan ini kejang yang dibicarakan adalah yang terjadi pada

anak-anak dengan umur lebih dari 1 bulan hingga 12 tahun (masa bayi/infant

sampai anak-anak/child).

C. Epidemiologi

Angka kejadian kejang pada bayi baru lahir berkisar antara 0,2-1,2%7. Angka

kejadian kejang pada anak di bawah umur 5 tahun sekitar 6-7% dari seluruh

anak, sedangkan pada kelompok usia lebih dari 6 bulan – 3 tahun lebih dari

50%. Pada anak bermental subnormal sekitar 20% dan anak yang menderita

serebral palsy sekitar 35%. Anak yang menderita hemoplegispatik sekitar

40%, sedangkan anak yang menderita atetoid sekitar 10 % dan yang paling

jarang adalah anak dengan ataksia kongenital.1,2,3,4,5

D. Patofisiologi

Sel-sel otak dikelilingi oleh suatu membran dengan permukaan dalam adalah

lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Secara normal membran sel dapat

dilalui dengan mudah oleh oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh

ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Dengan

demikian maka konsentrasi ion kalium dalam sel lebih tinggi dari ion natrium,

sedangkan di luar sel keadaan sebaiknya.4,5

Karena terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar

sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut dengan potensial

membran sel otak. Untuk menjaga keseimbangan beda potensial membran

tersebut diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase. Energi

diperoleh dari oksidasi glukosa menjadi CO2 dan air, dimana oksigen

diperoleh dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan oleh sistem

4

Page 5: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

kardiovaskuler. Enzim Na-K-ATP ase adalah enzim yang terdapat pada

permukaan sel dan memiliki kemampuan untuk berikatan dengan membran

sel.5

Oleh adanya suatu sebab, maka keseimbangan potensial membran

tersebut akan terganggu. Gangguan ini dapat berupa :

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler,

2. Rangsangan yang datangnya mendadak, seperti mekanis, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya,

3. Perubahan fisiologis dari membran sendiri karena adanya suatu penyakit

atau karena faktor genetik (herediter).5

Dengan terganggunya potensial membran, maka dalam waktu yang

singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran

sel, sehingga menyebabkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan

listrik yang sedemikian besar, dapat meluas ke seluruh sel, hingga mencapai

sel-sel yang saling berdekatan, dengan bantuan suatu bahan yang disebut

dengan neurotransmiter. Rangsangan pada sel-sel saraf ini akan mengaktifkan

berbagai sel sel lewat neurotransmiter. Tak terkecuali juga sel-sel otot.

Dengan aktifnya aktin dan miosin maka otot-otot akan mengalami kontraksi.

Sehingga timbullah berbagai gerakan involunter. Hal ini berakibat terjadinya

kejang.3,5

Setiap individu memiliki batasan untuk menjadi kejang. Batasan ini

disebut dengan ambang kejang, yang umumnya berbeda antara satu individu

dengan individu yang lain. Rendahnya ambang kejang ini dipengaruhi oleh

faktor genetik. Kejang dapat juga terjadi pada setiap orang, jika kepadanya

diberikan rangsangan dengan elektrokonvulsif atau berbagai zat prokonvulsif,

dimana hal ini bergantung pada ambang kejangnya.5

Dengan adanya berbagai kelainan pada otak maka kejang dapat juga

terjadi. Chao (1958) mengemukakan bahwa epilepsi ditimbulkan oleh

kelainan serebral yang timbul secara berulang.5

E. Manifestasi klinis

5

Page 6: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

Sebagaimana klasifikasi kejang pada masa kehidupan, maka kejang pada

masa anak-anak besifat lebih kompleks. Pada umumnya sebab tersering adalah

akibat infeksi akut, dimana ditandai dengan peningkatan suhu (sering disebut

sebagai kejang demam). Walaupun demikian, harus diingat bahwa kejang

merupakan hasil akhir dari berbagai jenis proses patologi.2,3,4,5

1. Kejang Demam

Setelah minggu pertama kehidupan dan sampai dengan usia 4 tahun,

kejang demam menjadi sebab yang paling umum. Kejang demam harus

dibedakan dengan epilepsi, karena terapi dan prognosisnya berbeda.2,5

Kriteria yang digunakan untuk menegakkan diagnosis kejang

demam adalah kriteria Livingstone yang dimodifikasi, yaitu : 2,5

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu

normal tidak menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4x.

Harus berhati-hati dalam menegakkan diagnosa kejang demam benigna,

karena jika anak bermental subnormal atau terdapat cerebral palsy, maka

kemungkinan epilepsi. Oleh karena itu diagnosis yang tepat harus benar-

benar dilakukan, dimana kurang dari 3 % anak yang mengalami kejang

sesuai kriteria, akan kembali menderita kejang nantinya, sementara 97 %

anak yang mengalami kejang oleh sebab lainnya, kemungkinan akan

menderita epilepsi.2,5

6

Page 7: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

Sering ditemukan adanya riwayat keluarga yang kejang demam,

tetapi jika ada juga riwayat epilepsi, maka diagnosis kejang demam akan

menjadi ragu-ragu. Paling penting diperhatikan bahwa meningitis piogenik

pada anak yang kecil (antara 1 sampai 3 tahun), biasanya dimulai dengan

demam dan kejang (15 %) dan ada yang memperlihatkan gejala tanpa

meningitis, tidak terjadi kaku kuduk, serta tidak ditemukan tanda Kernig

atau gejala meningitis lainnya. Oleh karena itu pada anak kecil yang

memiliki gejala demikian, dianjurkan untuk dilakukan punksi lumbal.2,5

2. Konvulsi Menahan Nafas (Breath Holding Spells)

Keadaan ini bisa timbul pada usia kapanpun, di antara 1 sampai 5 tahun

(serendah-rendahnya 6 bulan) dan jarang pada usia sesudahnya. Usia yang

sering terjadi adalah pada satu tahun pertama (kira-kira sampai 18 bulan).

Keadaan ini terjadi jika anak merasa diperlakukan dengan buruk atau

mengalami cedera, maka ia bisa menahan napas saat ekspirasi atau saat

menangis, sehingga akan tejadi sianosis segera, dan jika napas ditahan

selama 10 sampai 15 detik lagi, maka ia akan mengalami kejang utama

yang tidak dapat dibedakan dengan epilepsi. Tetapi yang khas sering

ditemukan epistotonus dan kadang-kadang muntah atau ngompol.

Penyebab dari hal ini adalah menurunnya curah jantung akibat

berkurangnya aliran balik ke jantung sebagai akibat terjadinya peningkatan

tekanan intrathoraks karena menahan napas. Sering ditemukan refleks

okulokardiak hipersensitif, yaitu melambatnya detak jantung akibat

kompresi bola mata.2

Keadaan ini dibagi atas dua tipe, yaitu :

1. Tipe sianotis, yaitu anak menjadi biru saat mengalami konvulsi

menahan napas,

2. Tipe non sianotis, yaitu anak tidak menjadi biru saat mengalami

konvulsi menahan napas.

Banyak yang beranggapan bahwa serangan kejang akibat menahan

napas hanya merupakan masalah tingkah laku, yang hanya timbul jika

anak mengalami berbagai masalah tanpa jalan keluar. Kenyataannya

7

Page 8: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

kejang ini juga terjadi jika anak mengalami cedera. Ada fakta yang

mengemukakan bahwa kejang ini berhubungan juga dengan anemia

hipokromik. Obat antiepilepsi tidak mempengaruhi serangan, hanya

sebagai tes terapi saja jika ragu-ragu menetapkan. EEG normal dan tidak

memerlukan pemeriksaan lain.2,4

3. Spasme Infantil

Keadaan ini dinamakan juga dengan spasme ”salam” atau ”kejang

mioklonik” atau juga ”serangan hipsaritmik”, terdiri atas fleksi cepat

mendadak pada tubuh, yang berlangsung sepersekian detik. Serangan ini

biasanya dimulai selama 6 bulan pertama (70 % kasus) dan biasanya

berhenti pada umur 18 bulan, tetapi lazim diganti oleh kejang yang utama.

Sehingga sering dikelirukan dengan epilepsi petit mal. Serangan ini

diakibatkan oleh banyak penyebab, seperti :2

1. Malformasi atau kerusakan otak parah,

2. Anoksia,

3. Efusi subdural,

4. Fenilketonuria,

5. Sifilis,

6. Meningitis dan infeksi intrakranial,

7. Hipoglikemia,

8. Neurodermatosis (misalnya sklerosis tuberosa, neurofibromatosis,

sindroma Sturge-Weber berupa warna ”portwine” pada wajah dengan

mental subnormal),

9. Cerebral palsy dan kejang,

10. Penyakit Tay-Sach,

8

Page 9: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

11. Penyakit infeksi (virus dan bakteri), dan lain-lain.

Sepertiga dari penyebab spasme infantile tidak ditemukan

penyebabnya. Salah satu sebab yang telah dikenal adalah Sindroma

Aicardi, berupa agenesis korpus kalosum, mental subabnormal dan

korioretinopati. Pada pemeriksaan EGG, menunjukkan adanya

hipsaritmik yang khas, yaitu puncak aktivitas listrik yang timbul

mendadak.2 Spasme infantil harus dibedakan dengan petit mal, dimana

pada petit mal timbul pada kelompok usia yang lebih tua.

4. Epilepsi

Kejang ini terjadi setelah usia 5 tahun. Banyak anak yang menderita

grand mal dianggap sebagai petit mal. Oleh karena itu kedua keadaan

tersebut harus dapat dibedakan. Petit mal terdiri dari kehilangan

kesadaran yang singkat, dimana berlangsung sampai 20 detik tanpa

didahului dengan aura, tanpa adanya gerakan kejang dan tidak diikuti

oleh tertidurnya anak. Serangan ini lazim disebut dengan ”dizzy

spells” atau ”fainting turn”. Anak bisa dalam keadaan berdiri dan

menatap sesuatu. Kelopak mata kadang-kadang berkedip-kedip dan

mata mengalami deviasi ke atas. Kedutan pada ekstremitas juga untuk

sementara waktu akan hilang. Warna muka tidak ada perubahan. Jika

anak memegang sesuatu maka ia akan melepaskannya. Serangan ini

hampir selalu dicetuskan olehoverventilasi paksa.2,5

Beda antara petit mal dan grand mal adalah :2

1. Petit mal merupakan bentuk kejang yang relatif jarang pada anak-

anak,

2. Sifat kejang pada petit mal tanpa disertai dengan perubahan sikap

dan rona wajah,

3. Lama kejang pada petit mal tidak lebih dari 20 detik, tetapi

berurutan secara cepat,

4. Serangan petit mal biasanya dapat dicetuskan oleh over ventilasi,

9

Page 10: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

5. Pada petit mal tidak disertai dengan tertidurnya anak dan rasa

muntah,

6. EEG pada petit mal memperlihatkan aktivitas dengan ”spike” dan

”wave” per detik, sedangkan pada grand mal sering tampak

normal.

beda antara petit mal dan spasme infantil :2

1. Usia, dimana pada spasme infantil usia anak 4 – 6 bulan dan

berhenti setelah umur 3 tahun, sedangkan petit mal timbul pada

usia4 – 8 tahun dan berhenti setelah mencapai pubertas,

2. Lama serangan, petit mal memiliki serangan yang lebih lama dari

spasme infantil,

3. Defisiensi mental, biasanya selalu menyertai spasme infantil

sedangkan petit mal mempunyai IQ yang normal,

4. EEG, pada spasme infantil memperlihatkan muatan listrik yang

mendadak memuncak sedangkan sedangkan petit mal

memperlihatkan aktivitas 3 spike dan wave per detik.

Beberapa bentuk kejang epilepsi adalah :2

a. Epilepsi lobus frontalis

Terjadi aura berupa halusinasi penciuman, pengecapan dan

penglihatan atau pendengaran. Juga mungkin ada perasaan takut

atau nyeri abdomen. Bisa juga timbul gerakan mengunyah yang

aneh, takikardia mendadak, kepucatan yang diikuti dengan muka

merah, konfusi paroksismal, kata tak berarti, ketawa dalam muka

yang tolol, waham, halusinasi dan marah yang hebat. Keadaan ini

biasanya diakibatkan oleh anoksia, meningitis piogenik, ensefalitis,

trauma kapitis, kejang lama dengan penyebab apapun, sklerosis

tuberosa dan fenilketonuria.

b. Epilepsi psikomotor

10

Page 11: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

Timbul serangan marah dan jeritan yang tidak dapat dijelaskan.

Terjadi juga automatisme, yaitu tindakan yang tidak rasional dan

mendadak atau melakukan hal-hal yang tidak wajar.

5. Pingsan/Sinkop atau Sindrom Surkardiak

Pingsan adalah penurunan kesadaran tiba-tiba karena aliran darah ke

otak menjadi berkurang. Pingsan biasanya timbul pada awal pubertas

dan jarang pada anak kecil, diakibatkan oleh keadaan tubuh yang lama

berdiri atau sikap tubuh yang berubah (terutama pada saat bangun tidur

atau sewaktu akan tidur). Pada EEG, keadaan kejang yang menyertai

pingsan akan ditemukan gambaran seperti grand mal.2,4,5

Serangan sinkope bisa timbul pada anak dengan interval QT

memanjang tanpa ketulian, juga bisa terdapat pada tumor fossa

posterior Sinkop batuk timbul bersama asma. Serangan sinkope dapat

timbul juga pada keadaan trauma atau pada penyakit jantung Tetralogi

Fallot yang tidak diobati yang disertai dengan takikardia supraventrikel

periodik.2 Sindroma surkadiak, sebagaimana yang dikemukakan oleh

Rabe, adalah keadaan autosomal resesif yang terdiri dari tulu

kongenital, interval QT memanjang dan serangan pingsan, yang

dimulai pada akhir masa bayi atau awal masa kanak-kanak.2

6. Histeri dan Tetani Akibat Overventilasi

Keadaan ini jarang ditemukan pada anak yang kecil. Riwayat

overventilasi yang diikuti oleh parestesi pada ekstremitas serta

kekakuan kaki dan tangan lebih mengarah pada tetani. Kejang pada

tetani khas terlihat pada ekstremitas, dimana ibu jari tangan tertarik ke

dalam telapak tangan, tangan terabduksi dengan pergelangan tangan

fleksi dan ekstensi pada sendi distal.2

7. Trauma, Cacat Otak dan Hemiplgei Infantil Akut

Cacat otak kongenital seperti kista atau agregasi serebrum merupakan

sebab kejang yang paling sering, dan biasanya timbul bersama-sama

11

Page 12: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

dengan mental subnormal dan cerebral palsy. Kejang timbul dalam

berbagai neurodermatosis, terutama sklerosis tuberosa, khas jika ada

lesi wajah dan biasanya dengan pemeriksaan lampu dari Wood akan

memperlihatkan bercak hipopigmentasi.2

Trauma kapitis yang parah, abses serebrum atau efusi subdural

dapat diikuti oleh kejang sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun.

Dalam 10 % anak yang kejang mengikuti keadaan ini, maka kejang

pertama mungkin tidak akan timbul sampai 10 tahun atau lebih.2,5

Hemiplegi infantil akut disebabkan oleh berbagai keadaan seperti

anomali vaskular, infeksi, trauma, penyakit jantung kongenital, lupus

eritromatous diseminata, periartritis, anemia sel sabit, homosistinuria,

displasia fibromuskular, epilepsi, polisitemia, purpuratrombositopenia

dan dehidrasi. Pada keadaan ini anak akan mengalami kejang utama

yang berlarut-larut, diikuti oleh koma, kemudian mengalami

hemiplagi.2,5

8. Infeksi

Infeksi dengan demam akan mengakibatkan kejang, dimana infeksi

dapat disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur. Penyakit yang dapat

timbul adalah ensefalitis, meningitis, tetanus, poliomielitis dan

malaria.1,2,5

Pansefalitis sklerotikan subakuta biasanya berhubungan dengan

virus morbili lambat. Pada tetanus dapat juga terjadi kejang, dimana

akan tampak tonus otot yang berlebihan bersama kekakuan di antara

gerakan kejang, juga adanya riwayat trauma.2 Pada poliomielitis atau

malaria juga dapat timbul kejang demikian juga komplikasi pertusis.2

Kejang dapat ditimbulkan oleh jamur, yaitu moniliasis yang terjadi

akibat toksin jamur diangkut oleh darah ke otak.2,3,4

Kejang yang mengikuti imunisasi juga dapat terjadi, biasanya

karena adanya sindroma menahan napas, atau peningkatan suhu tubuh,

pingsan dan sinkope.2

9. Keadaan Metabolik

12

Page 13: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

Pada hipoglikemi terjadi kejang karena kelebihan insulin, dimana

serangannya tampak berulang dan dapat menyebabkan kerusakan otak

yang tidak dapat diperbaiki. Hal ini lazim didahului dengan

kelemahan, pucat dan berkeringat, yang dapat disebabkan oleh

hiperplasia atau tumor pulau Langerhans, hipopituitarisme, insufisiensi

korteks adrenal, glikogenesis, penyakit hati serta intoleransi

karbohidrat.2

Hipokalsemia setelah masa neonatus disebabkan oleh berbagai hal,

seperti rakitis, steatore, alkalosis, nipoparatiroidisme (kerusakan

glandula paratiroid setelah tiroidektomi).2

Pada hipoparatiroidisme, kejang biasanya terjadi jika ada riwayat

pertumbuhan gigi yang lambat, nyeri otot, kulit kering dan

kemunduran mental juga disertai dengan moniliasis kuku dan mukosa

mulut, alopesia dan katarak.2

Bayi yang menderita sindroma Di George juga dapat mengalami

kejang, dimana sindroma ini ditandai dengan aplasia timus,

hipoparatiroidisme, kegagalan pertumbuhan, adanya infeksi virus dan

jamur, juga adanya anomali kongenital pada mulut, leher dan

pembuluh darah besar.2

Dehidrasi setelah gastroenteritis dapat disertai dengan kejang,

karena adanya gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia,

hidranemia sebagai akibat overhidrasi, hipertermia dan trombosis

serebri.2

10. Racun dan Obat-obatan

Racun merupakan sebab yang penting pada kejang, seperti asam borat,

dikofan, kamfer, karbon tetraklorida, merkuri, inhibitor monoamine

oksidase, piretrum, rotenon, striknin, timah hitam, insektisida dan

sebagian tumbuh-tumbuhan.2

Lebih dari tujuh puluh obat bisa mengakibatkan kejang, seperti

amfetamin, aminofilin, amiltriptilin, antihistamin, asam nalidiksat,

13

Page 14: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

azetazolamid, difenoksilat, klorpromasin, metoklopramid,

metronidazol, pririmetamin, sikloserin dan beberapa obat tetes hidung.2

F. Diagnosis

Anamnesis

Berdasarkan anamneis, perlu ditanyakan keadaan sebelum kejang,

kesadarannya, penyakit yang menyertainya, apakah pernah kontak dengan

bahan-bahan beracun atau pernah minum obat-obatan yang dapat

menyebabkan kejang. Juga perlu ditanyakan berapa lamanya kejang terjadi

dan bagaimana keadaan tubuh saat kejang, mimik dan warna mukanya.

Apakah ada hipersalivasi atau tidak.1,2,4

Riwayat kejang juga harus ditanyakan. Sering kali didapatkan juga adanya

riwayat kejang pada keluarga. EEG yang dilakukan pada salah seorang

anggota keluarga, secara klinis seringkali abnormal.1

Pemeriksaan

Pada pemeriksaan harus dilihat keadaan umum dari bayi, apakah terjadi

penurunan kesadaran atau tidak, adanya peningkatan tekanan darah, nadi atau

respirasi serta suhu badan. Perhatikan juga status lolkalis baik, seperti kepala,

thorax, abdomen hingga ekstremitas. Penting dalam pemeriksaan adalah

menentukan prognosis dan intelegensia.1,3

Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan imaging, hanya

dilakukan untuk menentukan diagnosa penyebab dan lokasinya. Pemeriksaan

laboratorium sangat penting, jika kejang diduga akibat adanya infeksi (virus,

bakteri dan jamur), atau adanya gangguan metabolik (hipoglikemi,

hipokalsemi dan lain-lain).1,2,3

Pemeriksaan dengan electroencephalogram (EEG) hanya untuk

pertimbangan jika diperlukan melihat aktifitas listrik di otak, sering pada

epilepsi, penting untuk menunjukkan aktifitas epilepsiform. Pada EEG juga

dapa dilihat adanya perubahan ritme dasar sesuai dengan maturasi otak dan

tingkat kesadaran.1,2,3,5

G. Terapi

14

Page 15: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

Prinsip pengobatan kejang adalah sebagai berikut :1,3,5

1. Pengobatan dengan obat yang disesuaikan dengan keadaan klinik yang

terjadi,

2. Dimulai dengan pemberian satu macam obat dengan dosis konvensional,

kemudian perlahan-lahan ditambahkan sebagai kontrol,

3. Berikan nasehat pada orangtua penderita dan penderita sendiri bahwa

penggunaan obat antikejang tidak akan menyebabkan kemunduran mental

yang permanen, juga dapat sebagai pencegahan jika timbul kejang

selanjutnya,

4. Cek interval pemberian obat, juga obat-obat kausatif agar tidak terjadi

kelebihan dosis, bersama-sama juga kontrol laboratorium dan evaluasi

kembali periode neurologik,

5. Lanjutkan pemberian obat antikejang, hingga penderita benar-benar bebas

kejang selama 2 tahun atau lebih,

6. Antikejang tidak perlu dihentikan jika akan dilakukan pemeriksaan EEG,

7. Anti kejang jangan dilanjutkan dengan bertahap, apalagi jika dihentikan

pemberian antikejang lalu anak kembali kejang, maka harus diberikan

kembali dengan dosis pemeliharaan (maintenance) selama 2 tahun atau

lebih.

Pilihan obat untuk profilaksis jangka panjang tergantung pada jenis

kejangnya. Dosis yang diberikan adalah dosis yang terendah yang dapat

mengendalikan kejang, akan tetapi bila timbul kejang maka dosis harus

dinaikkan atau dipakai obat lain sebagai tambahan untuk mengendalikan

kejang.2,5

Efek samping yang sering ditemukan pada obat antikejang dapat berupa :3

1. Reaksi alergi berupa rash, jika obat diberikan terputus-putus,

15

Page 16: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

2. Tanda-tanda keracunan obat, jika pemberian overdosis sehingga dosis

harus dikurangi, kira-kira 25 – 30 % per hari,

3. Efek sedatif, yang dapat dicegah dengan pemberian kopi atau

dekstroamfetamin sulfat 2,5 – 5 mg saat sarapan dan 2,5 mg pada malam

hari,

4. Hiperplasia gingival sekunder, biasanya ditimbulkan oleh fenitoin jika

diberikan selama 6 bulan sesudah obat dihentikan.

Kadar terapetik obat dalam serum hanya digunakan sebagai pedoman

dengan dosis perkiraan :1

1. Fenobarbital, dosis sekali atau dua kali sehari, dengan kadar serum

terapetik lebih dari 15 µg/ml dan kadar toksik lebih dari 40 µg/ml, efek

toksiknya berupa hiperaktivitas, iritabilitas, tidak dapat memusatkan

perhatian (terutama pada anak kecil), linglung dan ataksia, ruam, riketsia

serta anemia megaloblastik,

2. Pirimidon, dibagi dalam tiga dosis, dengan kadar serum terapetik

mencapai 5 µg/ml dan kadar toksik lebih dari 12 µg/ml, efek toksiknya

sama seperti pada fenobarbital ,

3. Fenitoin, dosis 1 atau tiga kali sehari, dengan kadar serum terapetik 10

µg/ml, efek toksik berupa mengantuk, linglung, ataksia, nistagmus,

hipertrofi gusi, ruam dan kelainan darah,

4. Karbamazepin, dosis 2 – 3 kali sehari, dengan kadar serum terapetik 4

µg/ml dan kadar toksi lebih dari 8 µg/ml, efek toksik berupa anemia

aplastik, leukopenia, pusing, ikterus dan gangguan pencernaan,

5. Etosuksimid, dosis 2 – 3 kali sehari, dengan kadar serum terapetik 40

µg/ml dan kadar toksik lebih dari 100 µg/ml, efek toksik berupa

mengantuk, pusing, sakit kepala ataksia, kelainan darah, sistemik lupus

eritematous (sangat jarang) dan albuminuria,

16

Page 17: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

6. Natrium Valproat, dosis 2 – 3 kali sehari dengan kadar serum terapetik

50 – 100 µg/ml, dapat menyebabkan meningkatnya kadar serum barbiturat

jika diberikan bersama-sama, efek toksik berupa alopesia (kadang-

kadang), mual, mengantuk, perubahan napsu makan, kelainan tingkah

laku, hiperamonemia dan kegagalan fungsi hati,

7. Klonazepam (Rivotril), dosis 3 kali sehari, efek toksik berupa mengantuk,

ataksia, linglung vertigo dan perubahan napsu makan,

8. Nitrazepam (Mogadon), dosis awal 0,25 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis,

efek toksik mengantuk, ataksia dan linglung.

TATA LAKSANA KEJANG PADA ANAK

(1) Pengobatan Fase Akut

KEJANG diazepam rektal 0,5mg/KgBB atau

BB <10 kg = 5mg

BB >10 kg = 10mg atau

diazepam I.V. 0,3-0,5 mg/KgBB

1-2mg/menit dosis (max.10mg)

0-5 mnt - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

KEJANG (-)

fenobarbital langsung setelah kejang berhenti

17

Page 18: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

usia 1bln-1thn 50mg IM

>1thn 75mg IM

4 jam kemudian berikan “fenobarbital rumatan”

2 hari pertama 8-10mg/KgBB/hari dlm 2 dosis

Hari berikutnya 4-5mg/KgBB/hari dlm 2 dosis

Dosis max : 200mg

KEJANG (+)

Diulang selama 5 menit

5-10 mnt - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

KEJANG (-) KEJANG (+)

Fenitoin 4-8mg/KgBB/hari fenitoin I.V. 10-20 mg/KgBB dlm

12 jam setelah dosis terakhir 50 cc NaCl 0,9% dgn kec 25mg/KgBB

Dosis max : 1 gr

10-15 mnt - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

KEJANG (-) KEJANG (+)

Fenobarbital 3-4mg/KgBB fenobarbital I.V 10-20 mg/KgBB dlm

12 jam setelah dosis terakhir kecepatan >10 mnt

Dosis max : 1 gr

KEJANG (+)

ICU

Midazolam 0,2mg/KgBB bolus I.V.

Pentonal 5-8mg/KgBB I.V

(2) Mencari Penyebab

(3) Pengobatan Profilaksis

a. Profilaksis intermiten

Diazepam oral 0,3-0,5mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien

demam atau rektal tiap 8 jam <10kg : 5mg

>10kg : 10mg

Antipiretik : parasetamol 10-15mg/KgBB sehari 4 kali

Ibuprofen 10mg/KgBB sehari 3 kali

18

Page 19: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

b. Profilaksis terus menerus untuk mencegah kejang berat berulang dan

mencegah kerusakan otak

Fenobarbital 4-5mg/KgBB/hari dibagi 2 hari atau

Asam valproat 15-40mg/KgBB/hari

Diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan

bertahap1-2 bulan

H. Prognosis

Prognosis pada anak yang menderita kejang dipengaruhi oleh :1,4,5

1. Umur, saat mengalami kejang, dimana usia semakin muda saat menderita

kejang maka prognosisnya akan buruk,

2. Frekuensi terjadinya kejang dalam masa kehidupan, jika kejang terjadi

berulang-ulang pasti keadaan selanjutnya tidak akan baik,

3. Penyebab atau asal kejang, dengan penyebab yang multipel maka pada

tahap selanjutnya terjadi gejala yang lebih berat,

4. Penyakit atau keadaan lain yang menyertai kejang,

5. Waktu penanganan kejang, semakin cepat penanganan kejang dilakukan,

maka prognosisnya akan lebih baik.

6. Pada umumnya bayi yang menderita kejang harus mendapat perhatian

yang khusus, terutama jika mengalami kejang yang berulang. Kejang yang

menyebabkan kerusakan otak yang berat, akan memperburuk keadaan dan

prognosis. Oleh karena itu sedapat mungkin harus dicegah komplikasi

yang lebih lanjut saat terjadi kejang.1

BAB III

KESIMPULAN

19

Page 20: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

1. Kejang merupakan gejala yang lazim terjadi pada bayi, baik dengan

penyebab yang diketahui maupun yang tidak diketahui.

2. Angka kejadian kejang pada bayi baru lahir berkisar antara 0,2-1,2%, pada

kelompok usia lebih dari 6 bulan – 3 tahun lebih dari 50%. Angka kejadian

kejang pada anak di bawah umur 5 tahun sekitar 6-7% dari seluruh anak,

3. Terganggunya potensial membran, maka dalam waktu yang singkat terjadi

difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel, sehingga

menyebabkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik yang

sedemikian besar, dapat meluas ke seluruh sel, hingga mencapai sel-sel

yang saling berdekatan, dengan bantuan suatu bahan yang disebut dengan

neurotransmiter. Rangsangan pada sel-sel saraf ini akan mengaktifkan

berbagai sel sel lewat neurotransmiter. Tak terkecuali juga sel-sel otot.

Dengan aktifnya aktin dan miosin maka otot-otot akan mengalami

kontraksi. Sehingga timbullah berbagai gerakan involunter. Hal ini

berakibat terjadinya kejang.

4. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan

fisikdan pemeriksaan pemunjang

5. Penanganan kejang harus dilakukan dengan benar, karena jika tidak maka

justru akan menambah komplikasi yang baru. Selain itu penggunaan obat

antikejang juga harus memperhatikan dosisnya, agar tidak terjadi toksisitas

6. Pengaruh kejang pada bayi meliputi gangguan fungsional yang

berhubungan dengan otak, juga pada aspek sosial serta gangguan pada

perkembangan intelegensia dan mental.

20

Page 21: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Rendle SJ, Gray OP, Dodge JA. Penyakit Sistem Neurologis. Dalam :

Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi keenam. Jilid Dua. Bina Rupa Aksara.

Jakarta ; 2005 : 60 – 69.

2. Ilingwort RS. Diagnosis Banding Gejala yang Lazim pada Anak. Edisi 8.

EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta ; 2005: 173 – 183.

3. Hathaway WE, Hay WW, Groothuis JR, Paisley JW. Neurologis &

Muscular Disorder. In : Current Pediatric Diagnosis & Treatment. 8th ed.

Prentice Hall Int. Inc. Colorado ; 2008: 687 – 697.

4. Ganstorp I. Convultion. In : Paedriatric Neurology. 2nd ed. Butterwoth.

London ; 2005: 97 – 107.

5. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.

Percetakan INFOMEDICA. Jakarta ; 2005: 847 – 861.

6. Harsono. Epilepsi. Dalam : Kapita Selekta Neurology. Gajah Mada

University Press. Jakarta ; 2008: 71 – 84.

7. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.

Percetakan INFOMEDICA. Jakarta ; 2009: 1137 – 1147.

8. Standar Pelayanan Medis RS dr.Sardjito. Jilid 2. Edisi III. Medika,

Fakultas Kedokteran UGM. 2005. hal.58-59

21

Page 22: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

22

Page 23: REFARAT HEALTH EDUCATION.doc

23