Ref-094 Tyfoid Fever

21
 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang ditandai dengan demam lebih dari tujuh hari, gangguan pencernaan dan penurunan kesadaran. Salmonella typhi atau juga dikenal sebagai  salmonella enterica serotipe Typhi, merupakan bakteri gram-negatif berbentuk batang yang hanya ditemukan pada manusia. Penyakit ini ditandai dengan demam persisten lebih dari tujuh hari, nyeri perut, anoreksia berat, gangguan konstipasi, diare, dan delirium. Kurang lebih 500 kasus demam tifoid ditemukan setiap tahunnya di USA, kebanyakan kasus penyebarannya diperoleh dari perjalanan luar negeri yang melibatkan anak-anak, remaja dan orang tua. Penyakit serupa tapi lebih ringan adalah yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi A.  Di Indonesia demam tifoid merupakan penyakit endemis yang tersebar luas, diperkirakan 800/100.000 penduduk tiap tahun menderita demam tifoid. Penyakit ini dapat ditemukan sepanjang tahun, terutama pada musim panas. Penderita demam tifoid adalah semua umur, tetapi kebanyakan diderita  pada anak besar yang berusia 5-9 ta hun. Hal ini disebabkan anak pada usia ini lebih sering mengkonsumsi makanan di luar rumah. Demam tifoid lebih sering diderita oleh laki-laki dibanding dengan perempuan, dengan perbandingan 2 : 1. laki-laki biasanya lebih sering mengkonsumsi makanan di luar rumah dan kurang menjaga kebersihan makanan sehingga lebih banyak menderita demam tifoid. Penularan demam tifoid dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, mulai saat seseorang mengkonsumsi makanan yang berasal dari luar, dimana makanan itu tidak bersih sehingga dapat membawa kuman Salmonella typhi masuk kedalam tubuh. Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang

Transcript of Ref-094 Tyfoid Fever

Page 1: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 1/21

 

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus kecil yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang ditandai dengan demam lebih

dari tujuh hari, gangguan pencernaan dan penurunan kesadaran.

Salmonella typhi atau juga dikenal sebagai  salmonella enterica serotipeTyphi, merupakan bakteri gram-negatif berbentuk batang yang hanya

ditemukan pada manusia. Penyakit ini ditandai dengan demam persisten lebih

dari tujuh hari, nyeri perut, anoreksia berat, gangguan konstipasi, diare, dan

delirium.

Kurang lebih 500 kasus demam tifoid ditemukan setiap tahunnya di

USA, kebanyakan kasus penyebarannya diperoleh dari perjalanan luar negeri

yang melibatkan anak-anak, remaja dan orang tua. Penyakit serupa tapi lebih

ringan adalah yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi A. 

Di Indonesia demam tifoid merupakan penyakit endemis yang tersebar 

luas, diperkirakan 800/100.000 penduduk tiap tahun menderita demam tifoid.

Penyakit ini dapat ditemukan sepanjang tahun, terutama pada musim panas.

Penderita demam tifoid adalah semua umur, tetapi kebanyakan diderita

 pada anak besar yang berusia 5-9 tahun. Hal ini disebabkan anak pada usia ini

lebih sering mengkonsumsi makanan di luar rumah. Demam tifoid lebih sering

diderita oleh laki-laki dibanding dengan perempuan, dengan perbandingan 2 :

1. laki-laki biasanya lebih sering mengkonsumsi makanan di luar rumah dan

kurang menjaga kebersihan makanan sehingga lebih banyak menderita demam

tifoid.

Penularan demam tifoid dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, mulai

saat seseorang mengkonsumsi makanan yang berasal dari luar, dimana

makanan itu tidak bersih sehingga dapat membawa kuman Salmonella typhi 

masuk kedalam tubuh. Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang

Page 2: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 2/21

 

2

tercemar, sedangkan makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber 

 penularan tersering di daerah non endemik.

Demam tifoid lebih banyak dijumpai di negara-negara berkembang

terutama daerah tropis, dimana penyediaan air bersih belum memadai dan

sanitasi lingkungan masih buruk serta sosial ekonomi dan tingkat pendidikan

yang masih rendah. Akibatnya insidensi penyakit ini di daerah berkembang

masih akan tetap tinggi.

I.2 TUJUAN PENULISAN

1.  Tujuan penulisan ini terutama bagi penulis semoga bisa menjadikan bahan

 penambah wawasan di bidang ilmu kedokteran khususnya bidang kajian

demam tifoid sehingga dapat penulis terapkan dalam klinis.

2.  Mampu memahami dan mendiskripsikan demam tifoid serta

 penanganannya.

Page 3: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 3/21

 

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Demam Tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas

 berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur 

endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalamsel fagosit mononuklear dari hati, limfa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch.

Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah sebagai berikut

demam paratifoid dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologik 

maupun klinis adalah sama dengan dengan demam tifoid namun biasanya

lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh spesies Salmonella enteriditis. 

Terdapat 3 bioserotipe Salmonella enteriditis yaitu bioserotipe  paratyphi A,

 paratyphi B (Salmonella Schotsmuelleri) dan  paratyphi C  (Salmonella

 Hirschfeldii).

II.2 SEJARAH

Pada tahun 1829 Pierre Louis (Perancis) mengeluarkan istilah typhoid 

yang berarti seperti typhus. Baik kata typhoid maupun typhus berasal dari kata

Yunani typhos. Terminologi ini dipakai pada penderita yang mengalami

demam disertai kesadaran yang terganggu. Baru pada tahun 1837 William

Word Gerhard dari Philadelphia dapat membedakan tifoid dari typhus. Pada

tahun 1880 Eberth menemukan Bacillus typhosus pada sediaan histologi yang

 berasal dari kelenjar limfe mesenterial dan limpa. Pada tahun 1884 Gaffky

 berhasil membiakkan Salmonella typhi, dan memastikan bahwa penularannya

melalui air dan bukan udara.

Pada tahun 1896 Widal mendapatkan salah satu metode untuk diagnosis

 penyakit demam tifoid. Pada tahun yang sama Wright dari Inggris dan Pfelfer 

Page 4: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 4/21

 

4

dari Jerman mencoba vaksinasi terhadap demam tifoid. Pada era 1970 dan

1980 mulai dicoba vaksin oral yang berisi kuman hidup yang dilemahkan dan

vaksin suntik yang berisi Vi kapsul polisakarida. Pada tahun 1848 Woodward

dkk di Malaysia menemukan bahwa kloramfenikol adalah efektif untuk 

 pengobatan demam tifoid.

II.3 EPIDEMIOLOGI

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di

 berbagai negara sedang berkembang. Penyakit ini dikenal mempunyai gejaladengan spektrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari

150/100.000/tahun di amerika selatan dan 900/100.000/tahun di asia. Umur 

 penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19

tahun mencapai 91% kasus, 20.000 diantaranya dengan kematian, dimana

kejadian meningkat setelah umur 5 tahun.

Berdasarkan data sensus WHO tahun 1994, kurang lebih 17 juta kasus

dilaporkan per tahun diseluruh dunia. 7 juta kasus diantaranya terdapat di

Asia, 4 juta kasus di Afrika dan 0,5 juta kasus di Amerika latin, 600.000

diantaranya menyebabkan kematian. Insidensi secara keseluruhan sebesar 

0,5% diseluruh dunia, tetapi insidensi tertinggi sebesar 2% ditemukan di titik 

tertentu seperti Indonesia dan Papua New Guinea, di negara ini demam tifoid

menempati 5 besar penyakit yang menyebabkan kematian.

Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (natural 

reservoir ). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat

mengeksrekesikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam

 jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada di luar 

tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam

air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi

S.typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah

dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp 63°C).

Page 5: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 5/21

 

5

II.4 ETIOLOGI

Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri

Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora

serta bersifat fakultatif anaerob.

Kuman ini dapat hdup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun

suhu yang lebih rendah sedikit, serta mati pada suhu 70°C maupun oleh

antiseptik. Sampai saat ini kuman ini hanya menyerang manusia.

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

1. Antigen O (Ohne Hauch; tidak menyebar) merupakan somatik antigen atau berasal dari tubuh S.typhi, terdiri dari zat komplek liposakarida

(oligosakarida).

2. Antigen H (Hauch; menyebar) yang berasal dari flagel atau rambut getar 

S.typhi ( flagelar antigen) , terdiri dari protein.

3. Antigen Vi (envelope antigen) yang berasal dari simpai S.typhi, terdiri dari

 polisakarida. Berfungsi melindungi O antigen terhadap fagositosis.

Antigen O dan H dapat digunakan untuk membantu diagnosis demam tifoid,

sedang antigen K dipakai untuk mendeteksi karier atau pembawa kuman

S.typhi. S.typhi mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang

membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. S.typhi juga

dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap

multipel antibiotik.

Ketiga jenis antigen tersebut didalam tubuh manusia akan menimbulkan

 pembentukan tiga macam antibodi (aglutinin). Ada tiga spesies utama yaitu :

1.  Salmonella Typi (satu serotip)

2.  Salmonella Choleraesius (satu serotip)

3.  Salmonella Entereditis (lebih dari 1500 serotip)

Page 6: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 6/21

 

6

II.5 PATOGENESIS

Penularan demam tifoid terjadi apabila seseorang memakan makanan

atau minumam yang tercemar kuman S.typhi. sumber infeksi adalah penderita

demam tifoid, penderita dalam stadium penyembuhan atau karier kronis.

Kuman S.typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air yang

tercemar. Kuman dapat menimbulkan infeksi bila mencapai jumlah 105 - 109.

sebagian kuman mati oleh asam lambung saat melewati lambung. Kuman

yang tidak mati akan masuk ke ileum terminalis melalui mikrovilli danmenuju ke pembuluh limfe  plaque peyeri yang ada di ileum terminalis yang

mengalami hipertrofi. Selanjutnya kuman menembus lamina propia , masuk 

aliran limfe dan mencapai klenjar limfe mesenterial yang juga mengalami

hipertrofi. Setelah melewati pembuluh limfe ini kuman masuk ke pembuluh

darah melalui ductus thoracicus, selanjutnya menyebabkan bakterimia primer 

dan asimtomatis. Hal ini terjadi 24-72 jam setelah kuman masuk. Selanjutnya

ditelan oleh fagosit mononuklear, lalu bertahan hidup dan memperbanyak diri

dalam sel sehingga menimbulkan penyakit.

Kuman mengikuti aliran darah sistem portal dari usus dan mencapai hati.

Selanjutnya kuman bersarang di hati, limpa,  plaque peyeri dan sistem

retikuloendotelial lainnya. Kemudian kuman akan kembali menuju pembuluh

darah dan terjadi bakterimia sekunder yang memulai fase klinik infeksi. Pada

fase ini menyebarkan endotoksin ke seluruh tubuh, sehingga timbul gejala dari

demam tifoid. Fase ini terjadi pada hari ke 5-9 dari pertama kali kuman masuk 

kedalam tubuh.

Kemampuan kuman untuk menginvasi sel mononuklear dan

memperbanyak diri dalam sel menentukan kemungkinan terjadinya bakterimia

sekunder. Ketiadaan antibodi bakterisid memungkinkan kuman untuk 

difagositosi dalam keadaan hidup. Daya tahan dalam sel tergantung pada

faktor mikroba yang menunjang resistensi terhadap pembinasaan dan pada

imunitas yang diaktifkan oleh sel limfosit T individu yang terinfeksi, yang

 berada dibawah kendali genetik.

Page 7: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 7/21

 

7

Ketergantungan dosis pada penyakit klinik tampaknya ekstraseluler dan

intraseluler yang didapat. Jika jumlah bakteri intraseluler melampaui, diatur 

oleh keseimbangan antara perbanyakan diri bakteri pada pertahanan ambang

 batas kritis, bakterimia sekunder terjadi dan menimbulkan invasi pada kelenjar 

empedu dan bercak Peyeri pada usus halus. Bakterimia yang menetap menjadi

 penyebab demam yang menetap pada tifoid klinis, sementara reaksi radang

terhadap invasi jaringan menentukan pola pengungkapan klinis ( kolesistesis,

 perdarahan usus, perforasi ). Dengan invasi kelenjar empedu dan bercak 

 Peyeri, kuman kembali masuk kedalam lumen usus, dan dapat ditemukan pada

 biakan feses pada awal minggu kedua penyakit klinis.

Pertumbuhan dalam ginjal menyebabkan biakan urin positif. Endotoksin

lipopolisakarida pada Salmonella typhi dapat menyebabkan demam,

leukopenia, dan gejala sistemik lain, tetapi kejadian gejala ini pada individu

yang dibuat toleran terhadap endotoksin menunjang peranan untuk faktor lain,

seperti sitokin yang dilepaskan dari fagosit mononuklear yang terinfeksi, yang

dapat memperantarai peradangan.

Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal

tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi

 penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella

typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus

dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokoin dan zat-zat lain.

Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem

vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada

darah dan juga menstimulasi sistem imunologik.

Pada demam tifoid terjadi respons imun humoral maupun selular baik di

tingkat lokal (gastrointestinal) maupun sistemik. Akan tetapi bagaimna

mekanisme imunologik ini dalam menimbulkan kekebalan maupuneliminasi

terhadap Salmonella typhi tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan bahwa

imunitas selular lebih berperan.

Page 8: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 8/21

 

8

II.6 MANIFESTASI KLINIS

Manisfestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih

 bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Akibatnya lebih sulit

untuk menegakan diagnosis demam tifoid pada anak terutama makin muda

umur penderita seperti tifoid kongenital maupun tifoid pada bayi bila hanya

 berpegang pada gejala atau tanda-tanda klinis.

Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi,secara garis

 besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokan:

Demam satu minggu atau lebih-  Gangguan saluran pencernaan

-  Gangguan kesadaran

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyait infeksi

akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah,

diare, konstipasi. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang

meningkat. Setelah minggu kedua maka gejala/tanda klinis makin jelas,

 berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limfa, perut

kembung mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai yang

 berat.

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-

rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam sangat bervariasi, dari gejal klinis

ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai berat sehingga harus

dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur salmonella, status nutrisi

dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya.

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal

 penyakit. Pada era pemakaian antibiotik belum sperti saat ini, penampilan

demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu  step ladder 

temperature chart  yang ditandai dengan deman timbul insidius, kemudian

naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir 

minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-

4 demam turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi

seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap. Banyak 

Page 9: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 9/21

 

9

orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat

sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Pada saat demam

sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat;

seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penuruna

kesadaran mulai apatis sampai koma.

Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri

kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan radang

tenggorokan. Pada kasus yang berpenampilan klinis berat, pada saat demam

tinggi akan tampak toksid/sakit berat. Bahkan dapat juga dijumpai penderita

demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai akibat kurang

masukkan cairan dan makanan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam

tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh obstipasi, kemudian disusul

episode diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih ditengah

sedang tepi dan ujungnya kemerahan. Banyak dijumpai gejala meteorismus,

 berbeda dengan buku bacaan barat, pada anak Indonesia lebih banyak 

dijumpai hepatomegali dibandingkan splenomegali.

Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat

dengan tanda-tanda antara lain, lidah nampak kering, dilapisi selaput tebal,

dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih

kemerahan. Bila penyakit makin progresif akan terjadi desquamasi epitel,

sehingga papila lebih prominen.

 Rose spot  suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan

ukuran 2-4 µm sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas

dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada

anak Indonesia. Rose spot  lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan

awal minggu kedua. Merupakan satu nodul kecil sedikit menonjol dengan

 berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan, roseola ini merupakan

embolikuman dimana didalamnya mengandung kuman salmonella.

Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu

 pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena

Page 10: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 10/21

 

10

malaria.pembesaran linpa pada demam tifoid tidak progresif dengan

konsistensi lebih lunak.

Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita

demam tifoid dan menularkan kepada janin melalui darah. Pada umumnya

 bersifat fatal, tetapi pernah dilaporkan tifoid dapat lahir hidup sampai

 beberapa hari dengan gejala tidak khas serta menyerupai sepsis neonatorum.

Pada tipe kongenital kuman dapat ditemukan dalam darah, hati, limpa serta

kelainan patologis pada usus tidak didapatkan, hal ini menjelaskan bahwa

 pada tifoid kongenital penularannya lewat darah dan secara cepat

menimbulkan gejala-gejala sepsis pada janin. Kejadiannya sering mendadak 

disertai panas yang tinggi, muntah-muntah, kejang-kejang dan tanda-tanda

ransangan meningen. Pada pemeriksaan darah terlihat leukositosis (20.000-

25.000/mm), limpa sering teraba pada pemeriksaan fisik. Perjalanan

 penyakitnya lebih pendek, lebih bervariasi, sering tidak melebihi 2 minggu,

angka kematian yang tinggi (12,5%), diagnosis ditegakkan dengan

ditemukannya kuman salmonella typhi dalam darah dan feses.

II.7 DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam,

gangguan gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan

kesadaran. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Pada

dua minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S.typhi dari dalam darah

 pasien lebih besar daripada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada

urin dan feses, kemungkinan keberhasilan kebih kecil. Biakan spesimen yang

 berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil

 positif didpat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasisf,

sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat

dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum.

Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan

memakai uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan

waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil

Page 11: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 11/21

 

11

test positif 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif 

tidak menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O

aglutinin sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4

kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak 

dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi

aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S.typhi (karier). Banyak 

 peneliti mengemukakan bahwa uji serologik widal kurang dapat dipercaya

sebab dapat timbul positif palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya dapat

timbul negatif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah

 positif.

Akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis pemeriksaan untuk 

mendeteksi antibodi S.typhi dalam serum, antigen terhadap S.typhi dalam

darah, serum dan urin bahkan DNA S.typhi dalam darah dan feses. Walaupun

menunjukkkan hasil yang baik namun sampai sekarang tidak salah stupun

dipakai secara luas. Sampai sekarang belum adanya pemeriksaan yang dapat

menggantikan uji serologi Widal.

II.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah tepi perifer :

  Anemia normokromi normositik, pada umumnya terjadi karena

supresi sumsum tulang, defisiensi Fe atau perdarahan usus. 

  Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000 /UI, apabila terjadi abses

 piogenik meka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000-25.000 /UI 

  Limfositosis relatif  

  Trombositopenia 

Pemeriksaan serologi :

  Serologi Widal : kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4

kali titer fase akut ke fase konvalesens. Biasanya baru positif pada

minggu II

Page 12: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 12/21

 

12

  Kadar IgM dan IgG (typhi-dot )

Pemeriksaan biakan salmonella :  Kultur empedu : Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari

 perjalanan penyakit, biakan tinja minggu II, biakan air kemih minggu

III.

  Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4

Pemeriksaan radiologik :

  Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia 

  Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti

 perforasi usus atau perdarahan saluran cerna.

II.9 KOMPLIKASI

Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3 %, sedangkan

 perdarahan usus pada 1-10 % kasus demam tifoid anak. Penyulit ini biasanya

terjadi pada minggu ke-3 sakit, walau pernah dilaporkan terjadi pada minggu

 pertama. Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus halus ditandai oleh nyeri

abdomen lokal pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri

menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen,

defance muscular, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonotis

yang lain. Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai manifestasi klinis

yang tidak jelas.

Dilaporkan pada kasus dengan komplikasineurupsikiatri. Sebagian besar 

 bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientasi, delirium, obtundasi, stupor 

 bahkan koma. Beberapa penulis mengaitkan manifestasi klinis neuropsikiatri

dengan prognosis buruk. Penyakit neurologi lain adalah trombosis serebral,

afasia, ataksis serebral akut, tuli, mielitis transversal, neuritis perifer maupun

kranial, meningitis, ensefalomielitis, sindrom Guillain-Barre. Miokarditis

dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia, perubahan ST-T pada

EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada jantung.

Page 13: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 13/21

 

13

Hepatitis tifosa asimtomayik dapat dijumpai dengan ditandai peningkatan

kadar transaminase. Ikterus dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar 

transaminase, kolesistitis akut dapat juga dijumpai, sedang kolesistitis kronik 

dapat dikaitkan dengan adanya batu empedu dan fenomena pembawa kuman

(karier).

Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri  salmonella typhi

melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis bahkan

 pielonefritis dapat merupakan komplikasi. Proteinuria transien sering

dijumpai, sedangkan glomerulonefritis yang dapat bermanifestasi sebagai

gagal ginjal maupun sindroma nefrotik mempunyai prognosis yang buruk.

Pneumonia sering pula ditemukan, namun seringkali sebagai akibat infeksi

sekunder oleh kuman lain. Komplikasi lain yang dapat dijumpai adalah

trombositopenia, koagulasi intravaskular diseminata, hemolytic uremic

syndrome (HUS), fokal infeksi dibeberapa lokasi sebagai akibat bakterimia

misalnya infeksi pada tulang, otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan

 persendian.

Relaps yang didapat pada 5-10 % kasus demam tifoid era pre antibiotik,

sekarang lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam timbul

kembali seminggu setelah penghentian antibiotik. Namun pernah juga

dilaporkan relaps timbul saat stadium konvalesens, saat pasien tidak demam

akan tetapi gejala lain masih jelas dan masih dalam pengobatan antibiotik.

Pada umumnya relaps lebih ringan dibandingkan gejala demam tifoid

sebelumya.

II.10 DIAGNOSIS BANDING

Pada stadium dini demam tifoid beberapa penyakit kadang-kadang

secara klinis dapat merupakan diagnosis banding yaitu influenza,

gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang

disebabkan oleh mikroorganisme intraselular seperti tuberkulosis, infeksi

 jamur sistemik, bruseleosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu

Page 14: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 14/21

 

14

dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukemia , limfoma dan

 penyakit hodgkin dapat sebagai diagnosis banding.

Diagnosis banding penyakit tifoid dengan demam lebih dari tujuh hari

diantaranya meliputi :

A.  penyakit infeksi

  Malaria, memiliki gejala klinis panas badan yang berinterval

tergantung jenis malarianya, kadang menggigil, anoreksia, sakit

kepala, nausea, pegal, panas badan tinggi, pembesaran limfa,

anemia. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan hapus darah

tebal, antibodi dengan indirect flouresen antibodi test.

  TBC milier, memiliki gejala klinis badan panas, lemah, anoreksis,

sesak, batuk, penurunan berat badan, bisa terjadi komplikasi

meningitis. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan LED tes

tuberkulin, foto torax.

  Meningitis, memiliki gejala klinis badan panas, kejang penurunan

kesadaran, reflek fisiologis meningkat, reflek patologis ditemukan,

kaku kuduk positif.

  Hepatitis kronik aktif, memiliki gejala klinis badab panas, ikterik 

B.  penyakit non infeksi

  Penyakit kolagen, meliputi penyakit rhematoid artritis, sistemik 

lupus eritematosus, poliartritis nodusa.

  Penyakit keganasan, meliputi hodgkin disease, limfoma,

neuroblastoma.

  Keadaan lain, meliputi drug fever, dehidrasi, serum sickness.

II.11 TATALAKSANA

Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu :

A.  Perawatan

Tujuan dari perawatan adalah mencegah terjadinya komplikasi dan

mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut minimal

Page 15: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 15/21

 

15

tujuh hari bebas demam atau kurang lebih empat belas hari. Mobilisasi

dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Yang harus

dijaga ; higienes perorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan alat  – 

alat yang dipakai pasien, pasien dengan kesadaran menurun, posisinya

 perlu diubah-ubah pada waktu waktu tertentu. Defekasi dan buang air 

kecil perlu diperhatikan karena kadang  –  kadang terjadi obstipasi dan

retensi urin.

B.  Diet

Pasien pertama kali diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar,

dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Tetapi beberapa

 peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi

dengan lauk pauk rendah selulosa ( pantang sayuran dengan serat kasar )

dapat diberikan dengan aman. Pemberian vitamin dan mineral untuk 

mendukung keadaan pasien.

C.  Medikamentosa

Obat pilihan pertama (drug of choice) adalah kloramfenikol. Dosis

yang diberikan adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian

selama 10 sampai 14 hari, sedang pada kasus dengan malnutrisi atau

 penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari. Salah satu

kelemahan koramfenikol adalah tingginya angka relaps dan karier. Namun

 pada anak hal tersebut jarang dilaporkan.

Alternatif antibiotik antara lain :

  Ampisillin, dosis yang dianjurkan adalah 100-200 mg/kgBB/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian secara oral atau suntikan intravena

selama 10 hari. Ampisillin memberikan respon perbaikan klinis yang

kurang apabila dibandingkan kloramfenikol.

  Amoksillin, dosis yang dianjurkan adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi

dalam 4 kali pemberian selama 10 hari, memberikan hasil yang setara

dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama.

Page 16: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 16/21

 

16

  Kotrimoksasol (kombinasi trimetophin dengan sulfametoksazol),

diberikan dengan dosis 6 mg/kgBB/hari peroral slama 10 hari,memberikan hasil yang kurang baik dibanding kloramfenikol.

  Seftriakson, diberikan dengan dosis 80 mg/kgBB/hari, intravena atau

intra muskular sekali sehari, selama 5 hari. Obat ini memberikan angka

kesembuhan 90 % dan relaps 0-4 %.

  Sefiksim, diberikan dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari , per oral dibagi

dalam 2 dosis selama 10 hari. Merupakan alternatif terutama apabila

 jumlah leukosist , 2000/µI atau dijumpai resistensi terhadap S.typhi. 

Pada kasus demam tifoid berat yang disertai delirium, koma atau

syok, golongan kortikosteroid deksametason dapat diberikan dengan dosis

tinggi 1-3 mg/kgBB/hari secara intravena, dibagi dalam 3 dosis hingga

kesadaran membaik.

Demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang-kadang

memerlukan transfusi darah. Sedangkan apabila diduga terjadi perforasi,

adanya cairan pada peritonium dan udara bebas pada foto abdomen dapat

membantu menegakkan. Laparatomi segera harus dilakukan perfusi usus

disertai penambahan antibiotik metrinidazol dapat memperbaiki prognosis.

Kasuus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai

kasus demam tifoid serangan pertama.

II.12 MONITORING

Terapi

  Evaluasi demam reda dengan memonitor suhu. Apabila pada hari

4-5 setelah pengobatan demam tidak reda, maka harus segera

kembali di evaluasi adakah komplikasi, sumber infeksi lain,

resistensi S.typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah

menegakkan diagnosis.

Page 17: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 17/21

 

17

  Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam

tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.

II.13 PENCEGAHAN

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka

setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang

mereka konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi

setinggi 57 oC untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi.

Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57 oC beberapa menit dan

secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan

endemisitas suatu negara atau daerah tergantung pada baik buruknya

 pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat

kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu

menekan angka kejadian demam tifoid.

II.14 VAKSINASI

Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid,

yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari

Salmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S.paratyphi A,

S. Paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine) telah puluhan tahun digunakn

dengan cara pemberian suntikan subkutan; namun vaksin ini hanya

memberikan daya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping lokal

 pada tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin yang berisi kuman

Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (ty-21a) diberikan per oral tiga kali

dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun.

Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur di atas 2 tahun. Pada penelitian

di lapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbanding terbalik dengan

derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella

Page 18: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 18/21

 

18

typhi diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70

% selama 3 tahun.

II.15 PROGNOSIS

Prognosis demam tifoid bergantung dari umur, keadaan umum,

derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella serta cepat dan

tepatnya pengobatan.

Page 19: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 19/21

 

19

BAB III

KESIMPULAN

1.  Demam tifoid adalah infeksi penyakit infeksi akut pada saluran

 pencernaan yang disebabkan oleh  salmonella typhi, yang ditandai dengan

demam lebih dari tujuh hat\ri, gangguan pencernaan dan gangguan

kesadaran.

2.  Di Indonesia demam tifoid merupakan penyakit endemis, yang tersebar di

mana-mana, dapat ditemukan sepanjang tahun, terutama pada musim

 panas.

3.  Terapi demam tifoid meliputi terapi medikmentosa, perawatan, bed rest

dan pengaturan diet.

4.  Prognosis demam tifoid umumnya baik, prognosis akan memburuk bila

terjadi komplikasi dari demam tifoid.

Page 20: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 20/21

 

20

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005, Demam Tifoid dalam Panduan Pelayanan Medis Departemen

Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta

Anonim, 2006, Guidelines for Ivestigation and Management of Typhoid

Fever, Maryland Department of Health and Mental Higiene, Inc.

http://EDCP.com 

Anonim, 2006, Typhoid Fever, Medineplus Medical Encyclopedia.com, Inc,

http://medineplus.com 

Berham, R.E., 2002, Demam Tifoid, dalam Behrman dan Vaughan (eds), Nelson:

Ilmu Kesehatan Anak Bagian 3, EGC, Jakarta

Curtis, T., 2006, Typhoid Fever, eMedicine.com, Inc, http://emedicine.com 

Darmowandoyo, W., 2002, Demam Tifoid, dalam Soedarmo, S.S.P., Garna, H.,

Hadinegoro S.R.S. (eds), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak ; Infeksi dan

 penyakit tropis, 1st ed, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta

Eastmon, C., 2006, Typhod Fever and Paratyphoid Fever, netDoctor.co.uk, Inc,

http://netDoctor.co.uk  

Garna, H., 2002, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2nd,

Bagian/SMF Ilmu Keshatan Anak FKUP/RSHS Bandung, Bandung.

 Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, 2nd ed, EGC, Jakarta

Sunarto. Dkk., 2000, Demam Tifoid, dalam Standar Pelayanan Medis RSUP Dr.

Sardjito, 2nd ed., Cetakan I, Medika Fakultas Kedokteran Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta

Page 21: Ref-094 Tyfoid Fever

7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever

http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 21/21

 

Tumbelaka, A.R. Dkk., 2004, Demam Tifoid dalam Pusponegoro, H. D. Dkk 

(eds), Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, 1st

ed, Ikatan Dokter 

Anak Indonesia, Jakarta

Bell, M. L., dan Magnussson M., 2005, Demam dalam Schwartz, M. W. (eds),

Pedoman Klinis Pediatri, Cetakan I, EGC, Jakarta.