REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan...

44
REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK DASAR YANG TERUS TERTUNDA SERTA TERABAIKAN LAPORAN TAHUNAN APBN KESEJAHTERAAN KOMISI ANGGARAN INDEPENDEN INDONESIA (KAI-INDONESIA) JANUARI 2012

Transcript of REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan...

Page 1: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK DASAR YANG TERUS TERTUNDA

SERTA TERABAIKAN

LAPORAN TAHUNAN APBN KESEJAHTERAAN

KOMISI ANGGARAN INDEPENDEN INDONESIA

(KAI-INDONESIA)

JANUARI 2012

Page 2: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

DAFTAR ISI

1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi

2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan

3. Anggaran Kesehatan Masih AntiPerempuan

4. Pendidikan Bukan Untuk Semua

Page 3: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

RINGKASAN EKSEKUTIF

Evaluasi APBN 2011

REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN HAK DASAR YANG TERUS TERTUNDA DAN DIABAIKAN

� APBN secara de jure adalah dokumen hukum dan politik. Lebih dari itu, APBN secara de facto adalah kehendak dan tindakan nyata. Di sanalah masalah dipecahkan, atau di sanalah masalah diabaikan atau ditunda. Dengan kata lain, anggaran adalah wajah nyata politik dan politisi. Lepas dari retorika dan warna-warni bendera partai, sebuah rezim politik dapat dilihat dan dinilai dari bagaimana anggaran disusun, kepada siapa anggaran dialokasikan dan pada bidang apa anggaran diprioritaskan.

� Di luar soal korupsi yang sistematik dan lemahnya akuntabilitas, realisasi anggaran dapat menjadi alat ukur, sejauhmana pemerintah bekerja atau tidak bekerja, menjadi penyamun atau tuan yang baik hati.

� Selain masalah penyerapan anggaran yang rendah, realisasi APBN 2011 ternyata gagal memenuhi kebutuhan warga negara sehari hari seperti pangan, kesehatan dan pendidikan. Hal ini tampak dan dirasakan pada berbagai peristiwa dan pengalaman nyata: harga pangan khususnya beras masih terlalu tinggi bagi warga golongan menengah ke bawah, biaya kesehatan masih bertumpu pada prinsip pasar “you get what you pay” dan akses atas pendidikan dasar masih

menjadi kendala besar bagi jutaan warga.

� Pemeriksaan rinci dan evaluasi yang dilakukan oleh tim penulis Komisi Anggaran Independen (KAI) memperlihatkan bahwa realisasi anggaran 2011 DICIRIKAN OLEH DUA HAL: (I) anggaran habis untuk biaya PEJABAT POLITIK dan BIROKRASI, sementara (II) sisanya (remah-remah) dialokasikan untuk program-program yang baik yang pro warga negara. Seperti Jampersal, Jamkesmas, penelitian pangan, PNPM, beasiswa pelajar miskin dan sebagainya.

� Dengan kata lain, realisasi APBN 2011 masih belum memenuhi kata-kata mulia dan tujuan-tujuan serta target dalam UUD 45, Hak Asasi Manusia, UU SJSN 2004, UU Kesehatan 2009 dan sebagainya. Pangan, kesehatan dan pendidikan adalah hak dasar, namun demikian, evaluasi atas APBN 2011 menunjukkan bahwa hak-hak dasar tersebut terus saja tertunda. Hak yang tertunda terus menerus tidak lain adalah Hak Yang Diabaikan.

Page 4: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Ringkasan Evaluasi APBN 2011

FOKUS INDIKATOR EVALUASI

1. PANGAN � Harga pangan

� Besaran anggaran

� Penyaluran subsidi

� Kebijakan industri (pangan)

� Harga pangan masih tinggi

� Besaran anggaran untuk pertanian minimal

� Subsidi tidak sampai kepada petani

� Tidak ada kebijakan industri

2. KESEHATAN � Besaran anggaran kesehatan

� Besaran dana Jampersal

� Cakupan dan jumlah penerima

� Kemudahan mengakses

� Jampersal program yang baik, namun dana minim

� Mekanisme klaim yang berbelit

� Tidak mudah mengakses

� Belum ada kajian dan mengenai efektivitas Jampersal

� Secara keseluruhan, alokasi anggaran untuk sektor kesehatan masih minimal

3.PENDIDIKAN � Besaran anggaran Target APM

� Anak putus sekolah

� Distribusi guru

� Biaya pendidkan

� Target APK sudah tercapai, namun target APM akan sulit dicapai

� Angka putus sekolah dan kekurangan guru di banyak wilayah Indonesia

� Problem distribusi guru

� Efektivitas anggaran rendah, korupsi dan salah urus

Page 5: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Temuan-temuan Evaluasi

1. PANGAN

• Kementerian Pertanian pada tahun 2011 memperoleh alokasi sebesar 17,7 triliun rupiah (sekitar 1,25 persen dari total belanja APBN 2011). Alokasi tersebut selanjutnya dibagi ke dalam 12 unit organisasi, yang terkait dengan pangan adalah unit organisasi Ditjen Tanaman Pangan dan Badan Ketahanan Pangan. Masing-masing memperoleh alokasi anggaran sebesar 2,2 triliun dan 618 milyar Rupiah. Dari 2,2 triliun di Ditjen Tanaman Pangan, sejumlah 1,85 triliun dialokasikan untuk Bantuan Sosial, yang dikenal selalu dekat dengan patronase politis dan bagi-bagi kue bagi konstituen dan jaringan politik parpol.

• Subsidi Pangan sebesar 15,27 triliun Rupiah, subsidi pupuk sebesar 18,8 triliun rupiah, dan subsidi benih 120,3 milyar Rupiah. Anggaran untuk Kementan, subsidi pangan, dan subsidi pupuk naik dari tahun sebelumnya. Sedangkan subsidi benih turun drastis lebih 2 triliun Rupiah.

• Alokasi dana subsidi pangan sekitar 50 persen digunakan untuk menyediakan Beras Miskin (Raskin), sisanya digunakan untuk mendatangkan impor produk pertanian. Subsidi Pupuk diberikan kepada pabrik pupuk dan subsidi benih diarahkan untuk membeli benih dari luar negeri karena ketersediaan dalam negeri tidak cukup. Impor benih dimaksudkan untuk memenuhi target ketersediaan benih demi kepentingan swasembada pangan 2014.

• Selain alokasi anggaran melalui Ditjen Tanaman Pangan, Badan Ketahanan Pangan, dan Subsidi, kita sebenarnya berharap juga dari alokasi di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Tetapi ternyata Badan Penelitian hanya memperoleh alokasi 1 triliun, dari dana tersebut yang secara khusus untuk penelitian dan pengembangan tanaman pangan hanya 104,7 milyar rupiah. Demikian pula di Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, programnya tidak tampak secara khusus ke pangan dan alokasinya hanya 414 milyar rupiah.

• Siapa diuntungkan dari pengelolaan anggaran tersebut. Yang paling beruntung dengan alokasi dana pertanian setidaknya 3 pihak. Pertama, para pegawai yang memperoleh alokasi belanja tidak langsung dan sebagian dari belanja langsung. Kedua, para kroni terdekat yang menerima bantuan sosial pertanian. Ketiga, Petani Asing karena produknya dibeli. Dan keempat, perusahaan dalam negeri yang memproduksi pupuk.

• Kenyataan anggaran APBN 2011 tidak jauh berbeda dengan APBN 2012. Belum ada harapan bagi kuatnya pangan dalam negeri. Pemerintah, bila merujuk pada RPJMN dan Kebijakan Industri Nasional, memang masih

enjoy dengan kebijakan impor pangan. Karena bagi pemerintah, persoalan pangan hanya soal stok (ketersediaan) an sich. Pangan

Page 6: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

dianggap tidak terkait dengan kesejahteraan warga negara dan bagian dari pelayanan publik dan hak asasi manusia warga negara Indonesia.

2. KESEHATAN

• Angka Kematian Ibu atau AKI adalah alat ukur sejauh mana sebuah bangsa berpihak kepada kaum ibu dan kaum perempuan. Lepas apakah bangsa itu kaya atau miskin. Indonesia sayangnya masih didera oleh krisis karena angka AKI Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara. Meski Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

• Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan, yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetrik 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (Survey Kesehatan Rumah

Tangga, 2010).

• Kematian ibu juga masih banyak diakibatkan faktor resiko tidak langsung berupa keterlambatan (Tiga Terlambat), yaitu terlambat mengambil keputusan dan mengenali tanda bahaya, terlambat dirujuk, dan terlambat mendapat penanganan medis. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

• Program Jampersal merupakan langkah maju, sebagai tanggapan pemerintah untuk membela kaum perempuan dan ibu. Program itu dimulai pada tahun 2011 dengan alokasi anggaran sebesar 1,2 triliun. Dari total anggaran tersebut, pemerintah mengalokasikan sebesar Rp 420.000/persalinan untuk meng-cover 2,5 juta kelahiran di seluruh daerah. Namun demikian, jumlah alokasi ini dalam praktiknya ternyata dinilai masih berada di bawah biaya persalinan pada umumnya, sehingga masih terjadi banyak penolakan dari tenaga kesehatan di berbagai daerah terhadap ibu hamil yang menggunakan Jampersal dalam proses persalinannya.

• Total anggaran Kementerian Kesehatan dalam APBN 2011 sebesar Rp 25,75 triliun (1,94% terhadap total belanja negara). Anggaran Rp 25,75 triliun tersebut diperuntukkan pada 8 program, yaitu: Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kemenkes Rp. 2,81 triliun; Pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kemenkes Rp. 88 milyar; Bina Gizi dan KIA Rp. 1,87 triliun; Pembinaan Upaya Kesehatan Rp. 16,47 triliun; Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan Rp. 1,62 triliun; Kefarmasian dan alat kesehatan Rp. 1,45 triliun; Penelitian dan pengembangan kesehatan Rp. 540 milyar; Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan Rp. 2,78 triliun.

• Prioritas anggaran kesehatan tahun 2011 meliputi: Jamkesmas sebesar Rp. 5,125 triliun; Jampersal sebesar Rp. 1,223 triliun; Bantuan Operasional Kesehatan sebesar Rp. 904 miliar; Gaji, termasuk untuk PTT

Page 7: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

sebesar Rp. 3,929 triliun; Dana Pendidikan sebesar 1,924 triliun; Dana Dekonsentrasi sebesar Rp. 798 miliar; Dana Tugas Pembantuan sebesar Rp.2,981 triliun; Obat dan Vaksin sebesar Rp. 1,22 triliun; Riset Fasilitas Kesehatan sebesar Rp.147 miliar.

• Kendala kecilnya biaya persalinan ini telah disikapi Kemenkes dengan menaikkan alokasi anggaran bagi Jampersal pada tahun 2012 nanti menjadi Rp 1,6 triliun, sehingga alokasi persalinan dapat dinaikkan menjadi + Rp 560.000/persalinan. Dengan demikian tidak ada alasan lagi bagi setiap tenaga kesehatan (khususnya bidan) di daerah-daerah untuk menolak melayani persalinan menggunakan Jampersal. Namun penyebab dasar terjadinya berbagai penolakan tersebut sebenarnya tidak semata-mata karena rendahnya alokasi Jampersal, tetapi karena pencairan claim

Jampersal-nya yang cukup rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Itulah kenapa banyak bidan enggan melayani peserta Jampersal

3. PENDIDIKAN

• Berbagai berita tentang sekolah yang roboh di banyak wilayah Indonesia dan anak-anak usia sekolah yang tidak bersekolah adalah sedikit bukti dari masalah pendidikan Indonesia. Padahal, alokasi anggaran pendidikan tergolong paling tinggi.

• Yang menjadi masalah utama adalah jenis alokasi dan efektivtas alokasi

tersebut. Dalam APBN 2011, total alokasi belanja fungsi pendidikan sebesar Rp 248,9 T (20,25% dari total APBN Rp 1.229,5 T). Dengan dana yang tidak sedikit tersebut, publik berharap bahwa akses pendidikan yang berkualitas terbuka lebar bagi semua warga. Namun, dalam kenyataanya, masih banyak anak-anak miskin, kurang mampu dan anak-anak di daerah terpencil belum dapat mengakses pendidikan dasar yang berkualitas dan sampai lulus.

• Pertama, APM yang belum mencapai 100% menunjukkan bahwa tingkat pemerataan akses pendidikan dasar bagi kelompok anak usia 7-12 tahun masih belum merata. Di berbagai daerah, masih banyak anak-anak yang sudah tidak berusia 7-12 tahun namun masih duduk di sekolah dasar. Di sisi yang lain, disparitas antar daerah dalam mencapai APM masih ada dan bahkan untuk Papua sangat tertinggal.

• Kedua, cakupan alokasi belanja pendidikan. Memang, anggaran pendidikan 20% dari total APBN, namun angka 20% tidak hanya untuk alokasi pembiayaan pendidikan dalam artian sempit (jenjang pendidikan formal dari tingkat SD/MI hingga perguruan tinggi) tetapi juga untuk membiayai fungsi pendidikan (non-kedinasan) yang tersebar di berbagai Kementerian/Lembaga (K/L).

• Ketiga, jenis anggaran pendidikan sebagian besar habis untuk membiayai belanja rutin dan belanja pegawai. Dana perimbangan anggaran pendidikan melalui skema Dana Alokasi Umum (DAU) yang masuk komponen gaji mencapai Rp 93,01 T dan tambahan DAU untuk

Page 8: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

tunjangan profesi guru mencapai Rp 18,5 T. Bandingkan dengan total alokasi untuk Bantuan Operasional Pendidikan (BOS) yang hanya Rp 16,8 T.

REKOMENDASI

1. Pangan

• Pertama, pemerintah harus mengubah mindset bahwa pangan merupakan persoalan hak asasi manusia dan bagian dari pelayanan publik yang harus dipenuhi oleh negara. Kebijakan Pangan bukan semata persoalan stok (persediaan). Kebijakan Pangan juga berarti kebijakan untuk memperkuat daya beli dan akses keuangan dan permodalan bagi penduduk dan khususnya Petani. Kebijakan Pangan adalah merupakan persoalan kemandirian bangsa dan kesejahteraan petani.

• Kedua, pemerintah harus membuat kebijakan industri terhadap persoalan pangan secara khusus, bagaimana membuat produksi pangan bisa berjaya di negeri sendiri dan bersaing dengan produksi luar negeri. Kebijakan industri menjadi cara bagaimana negara bahkan memperkuat industri pertanian dalam negeri dan membuat sistem persiangan yang lebih setara bagi kelompok Petani. Salah satu bagian dari kebijakan penting untuk mendukung kebijakan industri adalah Badan Urusan Logistik (Bulog) mesti dikembalikan dari perusahaan umum menjadi lembaga pemerintah non departemen yang secara khusus menangani persoalan inovasi dan teknologi produksi pangan. Badan ini harus menjadi lembaga pelayanan publik seperti sebelumnya.

• Ketiga, besaran alokasi untuk pangan dalam APBN mesti diperbesar setidaknya 5 persen dari total belanja APBN. Besaran dana tersebut dimanfaatkan untuk antara lain: 1) penelitian dan pengembangan pangan agar berkualitas dan berdaya saing dengan produksi dalam negeri, 2) memberikan subsidi langsung kepada petani agar produksi lancar dan ongkos murah, 3) mendorong produksi pupuk organik dari para petani, bukan kepada perusahaan pupuk, 4) menjamin harga pangan di pasar agar terjangkau oleh masyarakat, dan 5) pastikan penyaluran belanja bukan melalui Bantuan Sosial yang sangat politis dan cenderung mudah diselewengkan.

• Keempat, pembangunan infrastruktur yang bisa membuat arus perdagangan pangan dalam negeri menjadi murah. Saat ini kita masih menemukan kondisi ironis soal pembangunan infrastruktur. Setiap tahun kita selalu mendapati serapan dana APBN untuk belanja modal (untuk pembangunan infrastruktur) selalu rendah. Bahkan untuk tahun 2011 ini, per 14 Desember 2011 serapan belanja modal hanya berkisar 52 persen. Hal demikian terjadi disebabkan komitmen pemerintah yang rendah terhadap pelayanan infrastruktur masyarakat. Kecenderungan seperti ini ke depan harus diubah. Tidak perlu lagi ada alasan problem persyaratan

Page 9: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

dan prosedur pengadaan barang. Alasan tersebut sama sekali tidak relevan, karena keberadaan kementerian atau lembaga pelayanan publik memang harus menjalankan regulasi pembangunan.

2. Kesehatan - Jampersal

• Pemerintah perlu menaikkan alokasi dana Jampersal setidaknya dua kali dari alokasi tahun 2011. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan bahwa kinerja dan tujuan program Jampersal dapat dicapai, yaitu memudahkan keterjangkauan warga/kaum ibu dalam memperoeh pelayanan persalinan yang aman.

• Pemerintah perlu menyatu-atapkan semua proses administrasi Jampersal dan memangkas beberapa birokrasi yang tidak terlalu dibutuhkan, sehingga proses pencairan claim Jampersal oleh bidan atau puskesmas tidak berbelit-belit dan memakan waktu lama.

• Dalam Juknis Jampersal dimana setiap peserta Jampersal syarat wajibnya harus ikut program Keluarga Berencana (KB). Dan kebijakan “pemaksaan” KB kepada peserta Jampersal ini sebenarnya bertentangan dengan hak asasi. Rekomendasi ke depan perlu menghapus biaya pasca persalinan untuk melakukan KB, dengan mengefektifkan program pelayanan KB gratis yang dilaksanakan BKKBN karena selama ini programnya masih bersifat temporer dan massal dan dilaksanakan di

waktu-waktu tertentu saja (layaknya sunatan massal).

• Untuk mengatasi persoalan disparitas daerah, pemerintah harus memberikan kewenangan yang lebih luas dalam menjalankan program kegiatan untuk mengatasi persoalan kesehatan kepada pemerintah daerah. Dari sebaran anggaran kesehatan ibu dan anak ke dalam dana dekonsentrasi, dana tugas pembantuan, DAK, Dana Penyesuaian (DPDFPPD dan DPIPD), dan Dana Bantuan (Jamkesmas dan BOK). Hampir semua plafon anggaran dan program-programnya selama ini ditetapkan secara subyektif oleh Pemerintah Pusat.

3. Pendidikan

• Pertama, Pemerintah harus menyusun model pembiayaan pendidikan dasar-menengah yang efisien, efektif, berkeadilan, berkecukupan, berkelanjutan, transparan, dan akuntabel yang menghindari tumpang tindih, kebocoran, dan KKN. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Kementerian Pendidikan Nasional (LK-Kemdiknas) 2010 yang menyatakan bahwa secara umum BPK tidak memberikan pendapat (disclaimer) dan menemukan 43 rekening liar di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) senilai Rp 26,44 Miliar per/31 Desember 2010 atas Laporan Keuangan Kemendiknas Tahun 2010 harus menjadi cambuk bagi Kemdiknas untuk meningkatkan efektifitas dan akuntabilitas kinerjanya;

Page 10: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

• Kedua, Pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan dasar yang memadai untuk penyelenggaraan pendidikan dasar gratis,

yaitu sebesar Rp. 155, 65 trilyun yang terdiri dari Rp. 84, 02 trilyun untuk menutupi biaya operasional personalia, Rp. 24, 51 trilyun untuk menutup biaya operasional non-personalia, Rp. 0,99 trilyun untuk menutup biaya investasi SDM, dan Rp. 42, 13 trilyun untuk menutup biaya investasi sarana dan prasarana. Selain itu, perlu disediakan dana sebesar 10% dari total nilai tersebut untuk menutup biaya pengelolaan (pemerintah) pendidikan dasar gratis (Ghozali, 2011);

• Ketiga, Pendanaan biaya operasional personalia (gaji dan tunjangan) dilakukan dengan mekanisme DAU pendidikan melalui kabupaten/kota, pendanaan biaya operasional non personalia dilakukan dengan mekanisme BOS melalui kabupaten/kota, pendanaan biaya investasi SDM dilakukan melalui mekanisme DAK pendidikan melalui provinsi, dan pendanaan biaya investasi sarana dan prasarana serta investasi non-fisik lainnya dilakukan dengan mekanisme DAK pendidikan melalui kabupaten/kota;

• Keempat, Pemerintah perlu melakukan verifikasi kapasitas dan jumlah guru dan tenaga pendidikan di seluruh Indonesia sehingga jumlah guru tidak melebihi jumlah yang dibutuhkan. Jika jumlah guru tidak over-quantity, maka fiscal space bidang pendidikan makin longgar sehingga

kebutuhan peserta didik dapat terbiayai sesuai dengan SPM Pendidikan. Pemerintah juga perlu melakukan distribusi dan re-distribusi guru dan tenaga pendidik ke daerah-daerah perbatasan, terisolir dan terbelakang sehingga ketersediaan guru dan tenaga pendidik merata dan tidak menumpuk di perkotaan dan daerah maju. Untuk meningkatkan minat guru dan tenaga pendidik bertugas di daerah terpencil, terisolir dan perbatasan, pemerintah harus memberikan insentif yang berbeda dengan guru dan tenaga pendidik yang bertugas di perkotaan dan daerah maju.

***end***

Page 11: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan

Evaluasi APBN 2011 dan Proyeksi APBN 2012

Oleh: Abdul Waidl

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” (UUD

Pasal 33 ayat 3).

Situasi pangan kita belum sepenuhnya aman, apalagi kalau melihat ke depan penduduk kita masih terus bertambah. Tanpa langkah-langkah yang

sungguh-sungguh, sistematis, dan kita laksanakan sekarang, kerawanan pangan hampir pasti akan terus menghantui kita, bangsa Indonesia. (Wakil Presiden Boediono dalam acara Puncak Peringatan Hari Pangan Sedunia ke-

31, Kamis 20 Oktober 2011, di Gorontalo).

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 25 dengan tegas mengakui tentang hak atas pangan setiap manusia. Bahwa setiap orang memiliki hak untuk standar kehidupan yang dalam kesehatan dan kesejahteraan diri sendiri dan keluarganya, seperti pangan, pakaian, perumahan, kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan.

Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) 1966 Pasal 11 ayat 1 memberikan mandat serius kepada setiap negara yang mengadopsi kovenan agar mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin penerapan hak kehidupan yang layak, termasuk pangan, kepada setiap warga negara.

Sebagai negara yang menerima DUHAM dan Kovenan Hak Ekosob, tentu saja Indonesia memiliki keharusan untuk tanggung jawab untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan untuk memenuhi (to fulfill) hak atas pangan yang layak bagi setiap warga negara. Namun, kalau mencermati UU Pangan Tahun 1996 tidak cukup tercermin komitmen yang serius dan ruang yang lebih luas bagi pemenuhan hak atas pangan. Beberapa undang-undang lain juga tampak mengurangi upaya pemenuhan hak atas pangan, karena cenderung liberal dan mengesampingkan hak-hak petani. Seperti, UU Perkebunan, UU Kehutanan, UU Sumber Daya Air, dan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Keadaan demikian menyebabkan kedaulatan pangan (food sovereignty) Indonesia terganggu. Kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak sebuah negara dan petani untuk menentukan kebijakan pangannya dengan memprioritaskan produksi pangan lokal untuk kebutuhan sendiri, menjamin ketersediaan tanah subur, air, benih, termasuk pembiayaan untuk para buruh tani dan petani kecil serta melarang adanya praktek perdagangan pangan dengan cara dumping. Dan melalui kedaulatan pangan semua jenis

Page 12: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

aktivitas produksi pangan harus dikerjakan oleh para petani itu sendiri, sehingga yang dinamakan kedaulatan pangan tersebut dimiliki oleh petani bukan oleh pengusaha (Youri Tetanel, Kedaulatan Pangan dan Nasib Pertanian Indonesia, tt.)

Mengapa Bicara Pangan?

Rasanya kita harus berbicara mengenai persoalan pangan secara lebih serius. Setidaknya ada 10 faktor pertimbangan.

Pertama, ketersediaan pangan dalam negeri tidak cukup memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Sementara lahan pertanian untuk produksi tanaman pangan terus mengalami pengurangan. Pada tahun 2011 produksi tanaman pangan seperti beras, jagung, kedelai, semua mengalami penurunan dari tahun 2010. Seperti produksi padi, menurut data BPS Desember 2011, mengalami penurunan mencapai 1 juta ton per Nopember 2011. Luas lahan sawah cenderung menurun sebagai akibat alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non pertanian yang mencapai 50 – 70 ribu Ha per tahun.

Kedua, daya jangkau harga pangan makin jauh dari kemampuan masyarakat. Harga cabe bisa naik turun mencapai harga 50 ribu sampai 100 ribu perkilo. Kenaikan harga yang super mahal bahkan sampai membuat lembaga yang mengurusi angka inflasi, mengesampingkan cabe sebagai

Page 13: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

salah satu komponen penyebab inflasi.1 Sementara naiknya harga tersebut tidak berkorelasi positif membawa keuntungan bagi petani. Nilai tambah dari kondisi membaiknya harga bahan pangan lebih dinikmati oleh pedagang.

Ketiga, pangan saat ini bukan hanya diperuntukkan nutrisi manusia, melainkan sudah menjadi bahan energi alternatif seperti jagung untuk etanol. Saat ini setidaknya lebih dari 40 juta ton jagung sudah diperuntukkan energi etanol.

Keempat, harga pangan dunia bisa terus mengalami kenaikan sebagai dampak dari potensi krisis minyak.

Kelima, ada problem distribusi perberasan nasional yang masih dikuasai oleh sekelompok pengusaha. Karena itu, seolah beras langka dan tidak mencukupi padahal secara angka menunjukkan surplus. Hal ini sekaligus menjadi tambahan alasan terus melakukan impor. Selalu saja ada problem data persediaan pangan seperti beras. Seperti pada tahun 2008 sudah mencapai swasembada beras, tetapi negara masih melakukan impor.

Keenam, angka impor pangan Indonesia sudah sampai data yang memprihatinkan. Seperti pada tahun 2010, kita mengimpor beras lebih dari 2 juta ton, 1,2 juta ton kedelai, 800 ribu ton kacang tanah, 5 juta ton gandum, dan sapi 600 ribu ekor. Bahkan untuk garam, sebuah negeri memiliki panjang pesisir 95.181 kilometer dan luas perairannya 5,7 juta kilometer persegi, namun setiap tahun harus mengimpor 1,58 juta ton garam (sekitar 50 persen kebutuhan garam) senilai Rp 900 miliar.2

Ketujuh, besarnya impor pangan dengan kualitas yang lebih baik dan harga murah secara otomatis menurunkan harga produksi pangan dalam negeri. Kenyataan demikian menyebabkan petani tanaman pangan nyaris selalu mengalami kerugian. Pada ujungnya menjadi petani pangan kian tidak menarik karena berpotensi besar mengalami kemiskinan.

Kedelapan, anomali iklim yang terjadi bisa mempengaruhi produksi pangan dalam negeri beberapa negara produsen tanaman pangan. Bila anomali lama terjadi, maka persediaan pangan hanya akan diperuntukkan memenuhi kebutuhan dalam negeri masing-masing.

Kesembilan, pada saat bersamaan pertambahan jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan rata-rata 1,49 persen pertahun atau setara antara 3,5-4 juta orang pertahun. Hal ini tidak selaras dengan persediaan pangan dalam negeri yang makin turun dan daya jangkau pangan yang makin melemah. Sementara anomali iklim bisa membuat ketersediaan pangan makin menipis. Maka, Indonesia berpeluang menjadi negeri yang penuh warga negara kelaparan.

1 Indonesia Ironi Sebuah Negara Pertanian, lihat di

http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/12/indonesia-ironi-sebuah-negara-

%E2%80%9Cpertanian%E2%80%9D/ 2 Khudori, Paradoks Pertanian Indonesia, Tempo Interaktif, 23 Maret 2011, lihat di http://www.tempo.co/read/kolom/2011/03/23/345/Paradoks-Pertanian-Indonesia

Page 14: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Dan kesepuluh, sementara itu makin sedikit tenaga kerja yang bersedia menjadi petani, termasuk produsen tanaman pangan. Aktivitas pertanian kurang diminati oleh generasi muda, karena dianggap sebagai pekerjaan kasar dan identik dengan kemiskinan. Generasi muda lebih memilih pekerjaan ‘non tanah’ sebagai sumber penghidupan. Misalnya menjadi buruh pabrik, kuli bangunan, atau tukang ojek. 3 Saat ini, pertanian didominasi oleh kelompok umur lanjut (>45 tahun), sedangkan untuk kelompok umur sedang dan muda menurun nyata. Pada tahun 2011, pada saat sektor industri mengalami penambahan jumlah tenaga kerja, jumlah pelaku di sektor pertanian justru turun sebesar 3,1 juta orang (7,42 persen) (BPS, Desember 2011)

Kebijakan untuk Pangan

Terkait dengan kebijakan pangan di Indonesia, tulisan ini akan lebih memfokuskan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) terutama 2010-2014, kebijakan industri nasional, dan penganggaran untuk pangan terutama APBN 2011 sebagai evaluasi dan APBN 2012 sebagai prediksi ke depan. Mengapa, karena ketiga kebijakan tersebut lebih banyak mempengaruhi bagaimana sebenarnya kebijakan pemerintah terhadap permasalahan pangan di Indonesia.

a) Pangan dalam RPJM 2010-2014

Dalam kaitan dengan pangan, RPJMN 2010-2014 mengemukakan beberapa hal. Pertama, negara memahami bahwa salah satu tantangan ke depan adalah harga pangan yang kian mahal, karena itu harus diamankan dan dikelola dengan memperhatikan permasalahan lingkungan.

Kedua, negara menyadari bahwa saat ini masih banyak masyarakat yang hidup di sekitar dan di bawah garis kemiskinan. Kehidupan mereka masih sangat rentan terhadap berbagai gejolak, terutama gejolak harga pangan.

Ketiga, untuk mengantisipasi kedua hal di atas, maka RPJMN 2010-2014 mencanangkan Misi yang Pertama berupa “Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera”. Misi ini menempatkan ketahanan pangan sebagai salah satu 11 prioritas nasional. Inti program aksi ketahanan pangan meliputi: 1) pengembangan areal pertanian baru seluas 2 juta hektar dan optimalisasi penggunaan lahan terlantar, 2) pembangunan dan pemeliharaan sarana transportasi, pengairan, jaringan listrik, serta teknologi komunikasi dan sistem informasi nasional yang melayani daerah-daerah sentra produksi pertanian, 3) peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang pertanian, 4) dorongan untuk investasi pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal, penyediaan pembiayaan yang terjangkau,

3 Adi Darmono, Aktifitas Pertanian Mulai Kurang Dinikmati oleh Generasi Muda Berkualitas,

lihat di http://amamizu.wordpress.com/2010/03/18/aktifitas-pertanian-mulai-kurang-dinikmati-oleh-generasi-muda-berkualitas/

Page 15: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

serta subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen, 5) peningkatan kualitas gizi dan keanekaragaman pangan, dan 6) pengambilan langkah-langkah kongkrit terkait adaptasi dan antisipasi sistem pangan dan pertanian terhadap perubahan iklim.

Keempat, menyadari adanya krisis pangan dan menjalankan prioritas ketahanan pangan, maka pemerintah “hanya” melakukan intervensi berupa subsidi pangan. Dengan subsidi ini diharapkan pada tahun 2014 ada perbaikan gizi ibu dan anak pada golongan masyarakat rawan pangan, meningkatkan swasembada beras dan komoditas pangan lainnya, menjaga harga pangan agar terjangkau bagi masyarakat berpendapatan menengah ke bawah, menjaga nilai tukar petani, dan meningkatkan daya tawar komoditas dan keunggulan komparatif di kawasan regional Asia dan global.

Selain itu, selama 5 tahun 2010-2014 diharapkan ada kenaikan di 5 produk tanaman pangan sebagai berikut:

Tanaman Pangan Target 2010-2011

Produksi Padi Tumbuh 3,22 persen pertahun

Produksi Jagung Tumbuh 10,02 persen pertahun

Produksi Kedelai Tumbuh 20,05 persen pertahun

Produksi Gula Tumbuh 12,55 persen pertahun

Produksi Daging Sapi Tumbuh 7,30 persen pertahun

b) Pangan dan Kebijakan Industri Nasional

Bagian ini mendasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Kebijakan tersebut bila kita kaitkan dengan pangan menghasilkan beberapa catatan sebagai berikut.

Pertama, Kebijakan Industri Nasional (KIN) diperlukan dalam rangka mempercepat proses industrialisasi untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional sekaligus mengantisipasi dampak negatif globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia dan perkembangan di masa yang akan datang. KIN meliputi Bangun Industri Nasional, Strategi Pembangunan Industri Nasional dan Fasilitas Pemerintah berupa insentif fiskal, insentif non-fiskal, dan kemudahan lainnya.

Kedua, Indonesia memiliki 3 tahapan visi industri. Visi Industri tahun 2014 adalah “Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan”, Visi Industri tahun 2020 adalah “Membawa Indonesia menjadi Negara Industri Maju Baru”, dan Visi Industri tahun 2025 adalah “Membawa Indonesia menjadi Sebuah Negara Industri Tangguh di Dunia”.

Page 16: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Ketiga, pangan bukan merupakan salah basis industri yang dikembangkan dan diprioritaskan. Basis industri yang dikedepankan untuk mencapai visi jauh 2025 adalah industri manufaktur yang saat ini masih tergantung pada sumber daya alam dan sumber daya manusia tidak terampil, ke depan perlu direstrukturisasi dan diperkuat agar mampu menjadi industri kelas dunia. Yang masuk dalam daftar industri manufaktur ini adalah baja, semen, petrokimia, keramik, mesin dan peralatan listrik, mesin peralatan umum, tekstil, dan alas kaki.

Dan sebagai andalan adalah 3 industri berikut: a) Industri Agro, (industri pengolahan kelapa sawit; pengolahan hasil laut; pengolahan karet; pengolahan kayu, pengolahan tembakau; pengolahan kakao dan coklat, pengolahan buah, pengolahan kelapa, pengolahan kopi; Pulp dan Kertas); b) Industri Alat Angkut, (industri otomotif, perkapalan, kedirgantaraan, dan perkeretaapian); dan c) Industri Telematika, (industri perangkat/devices, infrastruktur/jaringan dan aplikasi/content). Tidak ada soal pangan dalam industri andalan masa depan.

Bangun Industri Nasional tahun 2025

Keempat, pangan yang paling banyak mengandalkan impor, seperti beras, jagung, kedelai, gandum, dan daging bukan merupakan salah satu kluster industri prioritas untuk dikembangkan di masa depan. Mungkin karena persoalan pangan tersebut dianggap remeh temeh dan hanya urusan ketersediaan stok yang bisa diatasi dengan impor. Implementasi pembangunan industri nasional dilakukan secara sinergi dan terintegrasi di seluruh daerah dengan 2 (dua) pendekatan, yaitu : a) Top Down, yakni dengan pengembangan 35 kluster industri prioritas yang dipilih berdasarkan kemampuan nasional untuk bersaing di pasar domestik dan internasional,

Page 17: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

dan b) Bottom up, yakni dengan pengembangan industri pengolahan komoditi unggulan daerah menuju kompetensi inti industri daerah.

Kelima, dikaitkan dengan kementerian perindustrian, semakin meneguhkan bahwa persoalan pangan bukan merupakan persoalan yang secara serius harus diatur dalam kebijakan industri. Cobalah kita melihat Renstra dan Pokok-pokok Renja Kementerian Perindustrian Tahun 2011 dikaitkan dengan RPJP Nasional berikut ini:

Page 18: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Menurut Menteri Pertanian, Dr. Ir. Suswono,4 hingga tahun 2025, kebutuhan lahan untuk pangan di Indonesia diperkirakan mencapai 13,17 Juta Ha dengan rincian, tambahan lahan sawah mineral sebesar 2 Juta Ha, lahan rawa 3,32 Juta Ha, dan tambahan lahan kering 7,85 Juta Ha. Sementara, dari total luas lahan pertanian saat ini seluas 70 juta Ha, yang efektif untuk produksi pertanian hanya 45 juta Ha. Luas lahan sawah cenderung menurun sebagai akibat alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non pertanian yang mencapai 50 – 70 ribu Ha per tahun. Padahal pencetakan sawah hanya seluas 20 -40 ribu Ha per tahun.

Dan untuk mencapai swasembada pangan tahun 2014, Indonesia membutuhkan 514 ribu ton benih tanaman pangan. Dari kebutuhan benih pada 2014 sebesar 514.000 ton, benih padi makan porsi 349.000 ton, jagung 92.000 ton, dan kedelai 73.000 ton. Dari total kebutuhan itu, Indonesia baru memproduksi setengah dari kebutuhan.5

Untuk mengatasi kedua hal tersebut, pemerintah cenderung mengambil langkah mudah dan mengabaikan akar masalah menurunnya produksi tanaman pangan. Pemerintah hanya berpikir bagaimana kekurangan stok (ketersediaan produksi) bisa diatasi, dan jawabannya adalah impor6 tanpa memperhitungkan situasi yang dihadapi petani. Sudah beberapa kali pemerintah melakukan impor justru pada saat petani akan panen. Hal ini berakibat ketika panen tiba petani mengalami kerugian karena harga jatuh

akibat kelebihan stok.7

c) Pangan dalam Penganggaran Nasional

Salah satu indikator yang menunjukkan rendahnya perhatian negara terhadap pangan adalah alokasi anggaran belanja di APBN. Sampai APBN 2011 ini, alokasi anggaran untuk pangan dilakukan melalui 2 pintu. Pertama, Kementerian Pertanian. Dan kedua, melalui nomenklatur Subsidi.

Kedua pos tersebut selama 5 tahun terakhir (2007-2011) alokasinya adalah sebagai berikut:

4 Hingga Tahun 2025, Kebutuhan Lahan Untuk Pangan Capai 13,17 Juta Ha, lihat di

http://www.deptan.go.id/news/detail.php?id=914&awal=0&page=&kunci= 5 Gloria Natalia, Swasembada Pangan Butuh 514.000 Ton Benih Tanaman, http://www.bisnis.com/articles/swasembada-pangan-butuh-514-dot-000-ton-benih-tanaman 6 Ada beberapa faktor perangsang kebijakan impor pangan: a) Kebutuhan dalam negeri yang

amat besar; b) Harga di pasar international yang rendah; c) Produksi dalam negeri yang tidak mencukupi; dan d) Adanya bantuan kredit impor dari negara Eksportir. 7 FX Sugiyanto, Inflasi dan Ironi Impor Beras, Suara Merdeka, Senin, 14 Februari 2011

Page 19: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Nomenklatur/

Tahun

2007

(LKPP) 2008

(LKPP) 2009

(LKPP) 2010

(LKPP) 2011

(APBNP)

Subsidi Pangan 6.584,3 12.095,9 12.987,0 15.153,8 15.267,0

Subsidi Pupuk 6.260,5 15.181,5 18.329,0 18.410,9 18.803,0

Subsidi Benih 479,0 985,2 1.597,2 2.177,5 120,3

Kementan 6.532,3 7.203,9 7.676,5 8.016,1 17.740,6

Kementerian Pertanian pada tahun 2011 memperoleh alokasi sebesar 17,7

triliun rupiah (sekitar 1,25 persen dari total belanja APBN 2011). Alokasi tersebut selanjutnya dibagi ke dalam 12 unit organisasi, yang terkait dengan pangan adalah unit organisasi Ditjen Tanaman Pangan dan Badan Ketahanan Pangan. Masing-masing memperoleh alokasi anggaran sebesar 2,2 triliun dan 618 milyar rupiah. Dan anehnya, dari 2,2 triliun di Ditjen Tanaman Pangan sejumlah 1,85 triliun dialokasikan dengan mekanisme Bantuan Sosial yang dikenal selalu dekat dengan nuansa politis dan bagi-bagi kue.

Di Ditjen Tanaman Pangan, dana tersebut diperuntukkan program-program seperti Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia, Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan, Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan Dari, Gangguan OPT dan DPI, Penanganan Pasca Panen Tanaman Pangan, Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih, dan Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan. Sedangkan di Badan Ketahanan Pangan, dana tersebut dialokasikan untuk program-program seperti Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan, Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan, dan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar.

Subsidi Pangan sebesar 15,27 triliun rupiah, Subsidi Pupuk sebesar 18,8 triliun rupiah, dan Subsidi Benih 120,3 milyar rupiah. Anggaran untuk Kementan, Subsidi Pangan, dan Subsidi Pupuk naik dari tahun sebelumnya. Sedangkan Subsidi Benih turun drastis lebih 2 triliun rupiah.

Alokasi dana Subsidi Pangan sekitar 50 persen digunakan untuk menyediakan Beras Miskin (Raskin), sisanya digunakan untuk mendatangkan impor produk pertanian. Subsidi Pupuk diberikan kepada pabrik pupuk, dan Subsidi Benih diarahkan untuk membeli benih dari luar negeri karena ketersediaan dalam negeri tidak cukup. Impor Benih dimaksudkan untuk memenuhi target ketersediaan benih demi kepentingan swasembada pangan 2014.

Selain alokasi anggaran melalui Ditjen Tanaman Pangan, Badan Ketahanan Pangan, dan Subsidi, kita sebenarnya berharap juga dari alokasi di Badan

Page 20: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Tetapi, ternyata Badan Penelitian hanya memperoleh alokasi 1 triliun, dari dana tersebut yang secara khusus untuk Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan hanya 104,7 milyar rupiah. Demikian pula di Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, programnya tidak tampak secara khusus ke pangan dan alokasinya hanya 414 milyar rupiah.

Bila problem besar pangan saat ini adalah alih fungsi lahan dan menurunnya produksi tanaman pangan, maka anggaran yang disediakan oleh APBN tidak nampak diarahkan kepada penanggulangan dua masalah tersebut. Tidak ada anggaran yang secara serius dan fokus dimaksudkan untuk menambah lahan pertanian pangan dan mengupayakan produksi tanaman pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik.

Siapa diuntungkan dari pengelolaan anggaran tersebut. Yang paling beruntung dengan alokasi dana pertanian setidaknya 3 pihak. Pertama, para pegawai yang memperoleh alokasi Belanja Tidak Langsung dan sebagian dari Belanja Langsung. Kedua, para kroni terdekat yang menerima Bantuan Sosial Pertanian. Ketiga, Petani Asing karena produknya dibeli. Dan keempat, perusahaan dalam negeri yang memproduksi pupuk.

Petani nyaris tidak mendapat keuntungan secara langsung. Bahkan untuk pupuk, belum pernah ada cerita petani memperoleh harga pupuk murah. Pemerintah tidak inovatif dan kreatif mendidik masyarakat agar menghasilkan pupuk organik. Sebaliknya, pemerintah mendorong produk pupuk non organik, perusahaan diberi subsidi harga, tetapi petani tetap mendapat produk yang tidak terjamin kualitasnya dengan harga yang mahal. Belum lagi soal penyaluran pupuk yang selalu menimbulkan masalah dan terlalu banyak broker mempermainkan petani.

Kecenderungan negara untuk mencari cara termudah dan tidak perlu kerja keras, sekali lagi tampak dalam hal penganggaran ini. Impor merupakan jawaban paling sederhana tanpa perlu susah payah bekerja mendorong produktivitas pangan dan menghentikan laju alih lahan pertanian produktif. Memberikan dana subsidi kepada perusahaan juga mengandaikan tindakan tinggal transfer dana, tanpa perlu kerja keras bagaimana mendekatkan akses pupuk kepada petani. Juga tidak perlu berpikir jauh bagaimana mendorong inovasi kepada petani untuk menghasilkan dan membiasakan pupuk organik yang lebih baik bagi kesuburan tanah dan kesehatan konsumen.

Kenyataan anggaran APBN 2011 tidak jauh berbeda dengan APBN 2012. Pada tahun 2012 ini pangan juga masih dimandatkan kepada Ditjen Tanaman Pangan dan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. Ditjen Tanaman Pangan mendapat alokasi tambahan 1 triliun dari tahun 2011 menjadi 3,2 triliun. Tetapi, alokasi bantuan sosial juga naik menjadi 2,4 triliun. Sedangkan Badan Ketahanan Pangan mendapat alokasi turun menjadi 600 milyar. Kedua unit organisasi tersebut memiliki kegiaran program yang kurang lebih sama dengan tahun sebelumnya.

Page 21: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Kenyataan demikian membuat gambaran masih suram tentang pengembangan sektor pangan di Indonesia. Rasanya belum ada harapan bagi kuatnya pangan dalam negeri. Pemerintah, bila merujuk pada RPJMN dan Kebijakan Industri Nasional, memang masih enjoy dengan kebijakan impor pangan. Karena bagi pemerintah, persoalan pangan hanya soal stok (ketersediaan) an sich. Pangan dianggap tidak terkait dengan kesejahteraan warga negara dan bagian dari pelayanan publik dan hak asasi manusia warga negara Indonesia.

Perbandingan Negara Lain

Cobalah kita bandingkan dengan negara yang bahkan termasuk pendorong utama perdangan bebas (WTO), yakni Amerika Serikat.8 Setelah kesepakatan AoA (Agreement on Agriculture) diambil pada tahun 1995, Amerika bersikap ganda. Ia merupakan negara yang memprakarsai AoA yang memberikan kebebasan pasar pangan dan mencegah subsidi dari negara, tetapi Amerika juga melakukan proteksi terhadap petaninya.

Dengan alasan melindungi ketahanan pangan domestiknya, stabilitas harga pertanian dan eksistensi para petaninya, pemerintah AS mengukuhkan proteksi dalam sektor pertanian bahkan secara terang-terangan dalam kebijakan public Farm Security and Rural Investment Act of 2002 (FSRIA). Undang-undang ini berisi program konservasi lahan dan lingkungan pertanian (bahwa masalah pengaturan lahan sampai distribusi hasil pertanian antara negara bagian dan federal, serta ekspor komoditi hasil pertanian ke luar tetap diawasi dan diatur oleh pemerintah AS yang memiliki otoritas untuk seluruh aspek komoditi pertanian secara penuh), program bantuan pinjaman dan pembayaran serta mengatur investasi pertanian (pemerintah juga masih memberikan program jaminan kredit ekspor untuk para petaninya agar masih tetap produktif), program jaminan kesehatan, dan program subsidi langsung komoditi pertanian, akses perdagangan pertanian luar negeri, dan bantuan ekspor dari beberapa komoditi yang termasuk dalam program akses pasar masih digunakan.

Dana yang disediakan untuk kebijakan tersebut sangat besar. Sebagai ilustrasi salah satu program yang dijalankan adalah Program Subsidi Langsung Komoditi Pertanian. Hal ini dimaksudkan agar harga produk pertanian yang beredar di pasar tidak terlalu tinggi, walaupun produksi pertanian yang dibeli dari petani rendah. Perhatian pemerintah terhadap pertaniannya, yaitu langsung memberikan bantuan atau subsidi untuk setiap komoditinya. Selama 10 tahun (1995-2006) pemerintah memberikan subsidi terhadap pertanian gandum, beras, susu, gula, jagung, madu, kedelai, kacang-kacangan, sayuran, dengan nilai dana sebesar US$ 177,589,342,975 (sekitar 1.775,5 triliun rupiah dengan kurs rupiah terhadap dolar Amerika 10

8 Rahmah Daniah, Analisis Kebijakan Publik Pertanian Amerika Serikan dalam Implementasi

Public Law 107 – 171: Farm Security and Rural Investment Act of 2002 Paska Agreement on Agriculture, dalam Jurnal Spirit Publik, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2008, hal. 185-198.

Page 22: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

ribu) masih lebih tinggi dari APBN Indonesia bahkan tahun 2012. Pemerintah juga memberikan subsidi langsung untuk harga dasar perkomoditi seperti pada gandum 52 cent/ bushel (bushel adalah satuan pengukur gandum dalam satuan 32 quart/ seperempat gallon = 8 gallon) dan jaminan pinjaman pada 2002-2006 untuk ekstra harga komoditi pertanian, sehingga harga pertanian tetap menjadi rendah.

Pelaksanaan FSRIA memberi dampak yang baik, hasil pertanian termasuk pangan meningkat baik dari segi kuantitas (persediaan) maupun kualitas. Ketahanan pangan dalam negeri terjaga, dan harga pangan dalam negeri karena subsidi juga rendah dan terjangkau oleh masyarakat. Dan ketika terjadi over produksi, negara mengalokasikan ke wilayah ekspor luar negeri.

Kita tidak sedang membandingkan nominal dana yang disediakan pemerintah Indonesia dan Amerika untuk sektor pertanian. Tetapi, yang paling nyata adalah perihal proteksi yang sungguh-sungguh dilaksanakan oleh pemerintah Amerika agar kebutuhan komoditas pangan dalam negeri terpenuhi, petani tidak mengalami rugi, produksi bisa ditingkatkan, dan dorongan untuk ekspor produk pangan. Hal-hal demikian tidak tampak dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Termasuk juga program jaminan kesehatan pertanian, pemerintah Amerika dengan sungguh-sungguh menjaga kualitas produk pertanian agar benar-benar sehat. Ini merupakan langkah perlindungan kepada warga negara yang mengkonsumsi hasil pertanian. Dalam persaingan usaha, produk yang sehat juga akan lebih dipilih oleh konsumen.

Bila kita membandingkan Indonesia dengan Amerika, rasanya ada paradoks besar. Amerika yang menjadi penyokong dan pendorong perdagangan bebas, dengan tegas menyatakan perlindungan terhadap petaninya. Pemerintah lebih senang mendorong peningkatan produksi dalam negeri dan mendorong ekspor. Sementara pemerintah Indonesia yang notabene hanya merupakan “anggota biasa” WTO justru bersungguh-sungguh membiarkan petaninya bersaing dengan petani luar negeri yang disokong pemerintahnya. Pemerintah Indonesia tidak menampakkan kesungguhan dalam mendorong dan menjamin kualitas produksi. Dan pemerintah Indonesia demikin rajin melakukan impor bahan pangan. Untuk sebuah negara agraris seperti Indonesia, kenyataan ini tentu merupakan ironi besar dan menyakitkan.

Rekomendasi Pangan

Bila disimpulkan, ada beberapa kenyataan yang miris terhadap pangan Indonesia. Pertama, adanya alih fungsi lahan pertanian pangan secara besar-besaran menuju industri perkebunan, perumahan, dan lain-lain. Kedua, produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahkan termasuk konsumsi dasar pangan seperti kedelai, susu, jagung, gandum, dan daging. Ketiga, negara cenderung berpikir pendek, menganggap soal pangan semata ketersediaan (stok) karena itu sudah nyaman dengan kebijakan impor. Kebijakan dalam RPJMN sampai APBN juga tidak cukup punya perhatian terhadap persoalan pangan.

Page 23: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Atas keadaan tersebut, tulisan berikut ini merekomendasikan beberapa hal. Pertama, pemerintah harus mengubah mindset pangan bukan semata persoalan stok pangan. Persoalan pangan adalah persoalan kemandirian bangsa dan kesejahteraan petani. Bahwa ketercukupan pangan dalam negeri berarti pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan melepaskan ketergantungan dengan luar negeri. Mandiri secara pangan bermakna berdaulat atas kebutuhan dan pikiran masa depan bangsa. Dan kemandirian pangan berarti pula kesejahteraan para petani dan ketercukupan gizi bagi warga negara secara keseluruhan.

Kedua, perlu diubah mindset bahwa pangan bukan semata bisnis perdagangan, melainkan persoalan hak asasi manusia dan bagian dari pelayanan publik yang harus dipenuhi oleh negara. Pemahaman pangan semata permasalahan stok merupakan cara pandang yang sesat.

Ketiga, diperlukan kebijakan perdagangan dan investasi yang membuat produksi pangan bisa berjaya di negeri sendiri dan bersaing dengan produksi luar negeri. Karena itu, diperlukan kebijakan industri. Kebijakan industri merupakan kaki ketiga pengembangan ekonomi nasional, selain kebijakan moneter dan fiskal. Melalui kebijakan industri, sebenarnya negara memfasilitasi sekaligus memimpin industri negaranya masing-masing dalam percaturan kompetisi internasional. Kebijakan industri menjadi cara bagaimana negara bahkan mengubah struktur pasar untuk kepentingan

dalam negeri. Dalam hal pangan, kebijakan industri harus disusun bagaimana produksi pangan bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri, negara mengintervensi jaminan kualitas dan kuantitas produksi pangan, melalui berbagai kebijakan. Dalam hal seperti ini, kebijakan mengandalkan impor pangan dan menafikan dalam prioritas kebijakan industri merupakan tindakan yang keliru.

Kebijakan industri yang telah disusun mesti direvisi dan meletakkan pangan sebagai salah satu prioritas yang harus ditangani serius. Berikan subsidi yang cukup dan bermanfaat langsung kepada para petani agar pangan bisa berdaya. Tetapi, harus dipastikan bahwa subsidi ini tidak justru menguntungkan pengusaha besar, seperti subsidi pupuk, dan petani asing dengan cara impor, seperti yang saat ini terjadi. Beberapa kebijakan yang diselenggarakan pemerintah Amerika bisa menjadi contoh bagaimana menguatkan petani dan mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri.

Dalam hal kebijakan industri untuk pangan, memang kita dihadapkan pada permasalahan struktural ketergantungan pada impor dan perubahan pola persaingan internasional.9 Tetapi, justeru hal tersebut menjadi kewajiban negara untuk menjawab tantangan tersebut. Mesti dipikirkan faktor penopang seperti kebijakan investasi yang tidak terlalu berpihak kepada modal asing, perlu kebijakan perbankan (moneter) yang bersinergi dengan kebijakan fiskal dan accessible untuk industri bawah dan menengah

9http://kolom.pacific.net.id/ind/prof_m._sadli/artikel_prof_m._sadli/trade__industrial_policy_di_indonesia.html

Page 24: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

termasuk pangan, perlu meninjau kebijakan perpajakan termasuk insentif bea masuk kepada produk tertentu.

Keempat, pembangunan infrastruktur yang bisa membuat arus perdagangan pangan dalam negeri menjadi murah. Saat ini kita masih menemukan kondisi ironis soal pembangunan infrastruktur. Setiap tahun kita selalu mendapati serapan dana APBN untuk belanja modal (untuk pembangunan infrastruktur) selalu rendah. Bahkan untuk tahun 2011 ini, per 14 Desember 2011 serapan belanja modal hanya berkisar 52 persen. Hal demikian terjadi disebabkan komitmen pemerintah yang rendah terhadap pelayanan infrastruktur masyarakat. Kecenderungan seperti ini ke depan harus diubah. Tidak perlu lagi ada alasan problem persyaratan dan prosedur pengadaan barang. Alasan tersebut sama sekali tidak relevan, karena keberadaan kementerian atau lembaga pelayanan publik memang harus menjalankan regulasi pembangunan.

Kelima, diperlukan langkah inovasi dan teknologi yang ramah lingkungan dan mendukung produktivitas pangan. Badan Urusan Logistik (Bulog) mesti dikembalikan dari perusahaan umum menjadi lembaga pemerintah non departemen yang secara khusus menangani persoalan inovasi dan teknologi produksi pangan. Badan ini harus menjadi lembaga pelayanan publik seperti sebelumnya.

Keenam, Perguruan Tinggi harus turut melakukan inovasi dan menaikkan nilai produksi pangan. Saat ini seluruh hasil pertanian kita mendasarkan pada musim, panen secara otomatis menyebabkan harga jatuh karena ketersediaan stok berlebih. Coba kita tengok 2 contoh produksi tanaman pangan dari luar negeri. Dari Thailand setiap saat kita bisa menemukan Duren Bangkok, dan dari Amerikan kita terus bisa mendapatkan Apel Washington di pasar. Produksi yang terus menerus membuat harga relatif stabil. Kita memiliki perguruan tinggi seperti Institut Pertanian Bogor (IPB) dan beberapa yang lain yang memiliki fakultas pertanian, tetapi kita belum menemukan inovasi yang signifikan dari lembaga-lembaga tersebut.

Ketujuh, pemerintah harus rajin melakukan distribusi informasi kepada masyarakat. Hal demikian bukan hanya menambah wawasan petani untuk kepentingan produksi pangan yang berkualitas, tetapi juga menjadi bagian dari sosialisasi program pemerintah dan koordinasi kerjasama pembangunan pertanian antara masyarakat dan negara.

Dan kedelapan, membangun agro industri berbasis masyarakat di pedesaan. Masyarakat petani pedesaan harus didekatkan pada praktek agro industri. Hal ini disebabkan terutama karena pelaku pertanian mayoritas adalah pedesaan. Bila agro industri dimaksudkan sebagai upaya inovasi dan menaikkan nilai produksi petani hanya dilaksanakan oleh sebagian kecil petani modern di perkotaan, maka maksud baik meningkatkan kesejahteraan sebagian besar masyarakat petani menjadi tidak tercapai.

***

Page 25: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

ANGGARAN KESEHATAN MASIH ANTI PEREMPUAN:

Evaluasi Jampersal dan Anggaran Kesehatan di APBN 2011

Oleh Yenni Sucipto

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan.

(Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945)

1. Politik Kesehatan Ibu Indonesia

Jaminan kesehatan Ibu di Indonesia pada dasarnya telah dilindungi oleh kerangka regulasi yang cukup kuat. Bahkan secara spesifik kesehatan Ibu telah diatur di dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Secara normatif, pemerintah menargetkan 2 (dua) tujuan pokok. Pertama,menjaga kesehatan ibu agar mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas. Kedua,mengurangi angka kematian Ibu melalui upaya-upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Oleh karena itu Pemerintah diwajibkan untuk menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan terjangkau.10

Namun demikian, dilihat dari Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan di Indonesia saat ini harus diakui masih tergolong cukup tinggi yaitu mencapai 228 per 100.000 kelahiran. Angka ini sebenarnya merupakan peningkatan dibandingkan angka pada tahun 2004 yang masih mencapai 300 per 100.000 kelahiran, namun masih jauh dari Sasaran Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goal (MDG), dimana kematian ibu melahirkan ditetapkan pada angka 103 per 100.000 kelahiran.

Arah pembangunan kesehatan di Indonesia, sebagaimana yang tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), prioritas pembangunan kesehatan sebenarnya telah sesuai dengan fakta tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia, sehingga secara khusus arah pembangunan kesehatan diprioritaskan kepada penduduk rentan yaitu ibu, bayi, anak, manula dan keluarga miskin.

Berdasarkan arah pembangunan kesehatan di atas, di dalam RPJPN pemerintah berupaya melaksanakannya secara holistik, mulai dari peningkatan upaya kesehatan, pembiayaannya, SDM, obat dan perbekalan

10 Lihat Pasal 126 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Page 26: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

kesehatan, diimbangi dengan peningkatan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan.11

Menurut Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010–2014, sasaran pembangunan kesehatan semakin terlihat mengarah kepada prioritas penyelamatan ibu dan bayi dari kematian. Sasaran tersebut antara lain meliputi: 1) meningkatkan umur harapan hidup menjadi 72 tahun; 2) menurunnya angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup; 3) menurunnya angka kematian ibu menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup; dan 4) menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi 15%12.

Target penurunan angka kematian ibu di dalam RPJMN memang lebih rendah dibandingkan dengan MDGs, 118 berbanding 103. Namun demikian, kedua-duanya akan tetap merupakan pekerjaan berat bagi pemerintah jika melihat angka kematian ibu melahirkan saat ini yang masih mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup, mengingat waktu yang tersisa efektif 3 tahun lagi (2014). Oleh karena itu diperlukan upaya terobosan-terobosan strategi kesehatan yang lebih konkrit dari pemerintah dalam rangka menyelamatkan kematian ibu tersebut. Apalagi sebagian besar angka kematian tersebut disumbang oleh kalangan ibu dari keluarga miskin sebagai implikasi ketidakmampuan mereka dalam memperoleh pelayanan dasar kesehatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya sebagaimana yang dijamin oleh konstitusi.

2. Anggaran Kesehatan TA 2011

Total anggaran Kementerian Kesehatan dalam APBN 2011 totalnya sebesar Rp 25,75 triliun (1,94% terhadap total belanja negara). Alokasi anggaran tersebut penerimaannya bersumber dari Rupiah Murni (RM) sebesar Rp 20,79 triliun, Penerimaan Hibah Luar Negeri (PHLN)/PDN sebesar Rp 917,08 milyar, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB)/BLU sebesar Rp 4,53 trilun.

Anggaran Rp 25,75 triliun tersebut diperuntukkan pada 8 program, yaitu : Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kemenkes Rp. 2,81 Triliun; Pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kemenkes Rp. 88 Milyar; Bina Gizi dan KIA Rp. 1,87 Triliun; Pembinaan Upaya Kesehatan Rp. 16,47 Triliun; Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan Rp. 1,62 Triliun; Kefarmasian dan alat kesehatan Rp. 1,45 Triliun; Penelitian dan pengembangan kesehatan Rp. 540 Milyar; Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan Rp. 2,78 Triliun.

Sedangkan anggaran prioritas pada tahun 2011 meliputi : Jamkesmas sebesar Rp. 5,125 Triliun; Jampersal sebesar Rp. 1,223 Triliun; Bantuan

11 Lihat BAB IV.1.2, huruf A, angka 4 Lampiran UU No.17 Tahun 2007 Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional 12 Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Page 27: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Operasional Kesehatan sebesar Rp. 904 Miliar; Gaji, termasuk untuk PTT sebesar Rp. 3,929 Triliun; Dana Pendidikan sebesar 1,924 Triliun; Dana Dekonsentrasi sebesar Rp. 798 Miliar; Dana Tugas Pembantuan sebesar Rp.2,981 Triliun; Obat dab Vaksin sebesar Rp. 1,22 Triliun; Riset Fasilitas Kesehatan sebesar Rp.147 Miliar, ujar Menkes.

3. Jaminan Persalinan: Upaya Penyelamatan Ibu dari Kematian?

Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan, yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetrik 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11%.13

Kematian ibu juga masih banyak diakibatkan faktor resiko tidak langsung berupa keterlambatan (Tiga Terlambat), yaitu terlambat mengambil keputusan dan mengenali tanda bahaya, terlambat dirujuk, dan terlambat mendapat penanganan medis. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Berdasarkan data Susenas tahun 2001, memperlihatkan bahwa hanya sebanyak 45,83% kelahiran yang ditolong oleh bidan di pedesaan. Jumlah bidan di seluruh Indonesia berdasarkan IBI (Ikatan Bidan Indonsia) saat ini

hanya sekitar 80.000 orang. Namun jumlah bidan di desa terus menyusut dari 62.812 bidan pada tahun 2000 menjadi 39.906 bidan pada tahun 2003. Dan menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2000, berkisar 80% penduduk Indonesia bermukim di sekitar 69.061 desa dan saat ini sekitar 22.906 desa tidak memiliki bidan desa. Penurunan jumlah bidan atau honor bidan desa diasumsikan merupakan dampak dari desentralisasi. Karena pembayaran gaji atau honor bidan desa yang dahulu ditanggung oleh pemerintah pusat sekarang dibebankan kepada pemerintah daerah, dan banyak pemerintah daerah yang tidak mau atau tidak mampu membayar gaji atau honor bidan desa tersebut. Akibatnya, jumlah bidan desa mengalami penurunan yang sangat drastis.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Keadaan seperti ini banyak terjadi disebabkan kendala biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

Dalam rangka mengejar target MDG’s, Kementerian Kesehatan telah melakukan upaya-upaya mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membuat jaminan

13 Lihat Survey Kesehatan Rumah Tangga 2010.

Page 28: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

kesehatan khusus bagi ibu hamil (khususnya dari kelompok masyarakat miskin) ketika menghadapi proses persalinan. Jaminan khusus tersebut diperkenalkan Kemenkes dengan nama Jaminan Persalinan (Jampersal). Jampersal ini secara prinsip tetap terintegrasi menjadi satu kesatuan dengan Jamkesmas. Setiap ibu hamil yang belum ter-cover oleh Jamkesmas dapat diberikan Jampersal.

Dengan Jampersal tersebut diharapkan akses masyarakat miskin terhadap persalinan menjadi semakin meningkat dengan adanya kemudahan pembiayaan melalui Jampersal. Dengan Jampersal, setiap ibu hamil dapat langsung mengakses pemeriksaan persalinan, pertolongan persalinan, pemeriksaan nifas dan pelayanan Keluarga Berencana (KB) di setiap fasilitas kesehatan.

Secara normatif, tujuan Jampersal dari perspektif Kemenkes dibagi ke dalam tujuan umum dan khusus. Secara umum, Jampersal bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan angka kematian Ibu dan angka kematian bayi melalui jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan. Dan secara khusus Jampersal bertujuan untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan dan pelayanan nifas, meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir, pelayanan KB pasca persalinan, penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru

lahir oleh tenaga kesehatan. Sasaran Jampersal oleh Kemenkes ditetapkan kepada 4 (empat) sasaran yaitu: ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan) dan bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari).

4. Politik dan Anggaran Jampersal

Program Jampersal baru dimulai pada tahun 2011 dengan alokasi anggaran sebesar 1,2 triliun. Dari total anggaran tersebut, pemerintah mengalokasikan sebesar Rp 420.000/persalinan untuk meng-cover 2,5 juta kelahiran diseluruh daerah. Alokasi anggaran ini dalam praktiknya ternyata dinilai masih berada di bawah biaya persalinan pada umumnya, sehingga masih terjadi banyak penolakan dari tenaga kesehatan di beberapa daerah terhadap ibu hamil yang menggunakan Jampersal dalam proses persalinannya.

Kendala kecilnya biaya persalinan ini telah disikapi Kemenkes dengan menaikkan alokasi anggaran bagi Jampersal pada tahun 2012 nanti menjadi Rp 1,6 triliun, sehingga alokasi persalinan dapat dinaikkan menjadi + Rp 560.000/persalinan. Dengan demikian tidak ada alasan lagi bagi setiap tenaga kesehatan (khususnya bidan) di daerah-daerah untuk menolak melayani persalinan menggunakan Jampersal.

Namun penyebab dasar terjadinya berbagai penolakan tersebut sebenarnya tidak semata-mata karena rendahnya alokasi Jampersal, tetapi karena pencairan claim Jampersal-nya yang cukup rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Itulah kenapa banyak bidan enggan melayani peserta Jampersal. Problem ini seharusnya dapat langsung disikapi Pemerintah dengan

Page 29: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

menyatu-atapkan semua proses administrasi Jampersal dan memangkas beberapa birokrasi yang tidak terlalu dibutuhkan, sehingga proses pencairan claim tidak berbelit-belit dan memakan waktu lama. Secara normatif, penyelesaian claim sebenarnya dapat ditempuh dalam waktu 2-3 minggu. Namun dalam praktik ternyata memakan waktu berbulan-bulan bahkan sampai 1 (satu) tahun. Lamanya waktu pencairan dana sudah pasti akan menganggu biaya operasional puskesmas atau bidan desa, sehingga banyak bidan akhirnya menarik bayaran dari masyarakat miskin.

Fakta lain, program Jampersal di beberapa daerah juga masih belum efektif karena program ini tidak diimbangi dengan sosialisasi secara menyeluruh disetiap daerah. Sehingga masih banyak ibu hamil dari kelompok miskin yang tetap berupaya membiayai persalinannya secara swadaya. Dampaknya, anggaran Jampersal yang telah dikucurkan oleh pemerintah ke daerah terpaksa harus dikembalikan lagi ke Pusat pada Desember 2011 ini karena sebagian besar hampir tidak terpakai.

Program Jampersal ternyata diikuti oleh sebuah kekhawatiran akan “memanjakan” keluarga miskin untuk punya anak banyak, sebab biaya persalinan setiap kehamilan akan ditanggung oleh pemerintah. Asumsi ini terlihat di dalam Juknis Jampersal dimana setiap peserta Jampersal syarat wajibnya harus ikut program Keluarga Berencana (KB). Jampersal pun diputuskan hanya bisa dipergunakan untuk persalinan anak pertama dan

kedua saja, selebihnya ditanggung sendiri.

Kebijakan “pemaksaan” KB kepada peserta Jampersal ini sebenarnya bertetangan dengan hak asasi. Apalagi asumsi “Jampersal hanya akan membuat keluarga miskin memperbanyak anak” sama sekali tidak didukung oleh suatu data dan fakta. Kekhawatiran ini sebenarnya tidak perlu jika saja program Jampersal dapat bersinergi ke dalam program pelayanan KB gratis kepada seluruh keluarga miskin. Yang menjadi masalah, program pelayanan KB gratis yang dilaksanakan BKKBN selama ini masih bersifat temporer dan massal dan dilaksanakan di waktu-waktu tertentu saja(layaknya sunatan massal). Sehingga jika banyak keluarga miskin belum ikut KB bukan karena enggan, tetapi karena ketiadaan biaya, kecuali mau menunggu dan berharap adanya pelayan KB gratis lagi di desanya.

5. Gagalnya pencapaian Target MDGs Kesehatan Ibu14

Selama lebih dari tiga dekade. Rata-rata 20.000 perempuan meninggal karena melahirkan setiap tahunnya. Bahkan dibayak daerah, angka tersebut jauh melebihi angka nasional seperti di Sukabumi 390/100.000 kelahiran, di Lombok sekitar 750/10.000 kelahiran. Dan di Papua bahkan sampai diata 1000/100.000 kelahiran15 .

14 Yenny Sucipto, dalam catatan akhir tahun Seknas FITRA TA 2011 15 Ibid

Page 30: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Pemerintah masih harus berjuang lebih keras untuk memperbaiki indikator pembangunan kesehatannya, khususnya tingkat kematian bayi, karena trend angka kematian bayi selama lima tahun terakhir belum menurun. Di tingkat ASEAN, angka kematian bayi di Indonesia mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup yaitu hampir 5 kali lipat dibandingkan dengan angka kematian bayi Malaysia, hampir 2 kali dibandingkan dengan thailand dan 1,3 kali dibandingkan dengan Philipina. Dan ironisnya, kasus kematian bayi banyak terjadi pada keluarga miskin dan sebagian besar penyebab utamanya adalah disebabkan oleh akses, biaya, pengetahuan dan perilaku16.

Program pembinaan KIA dan reproduksi masih satu atap di dalam Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Dalam rencana anggaran Kementerian Kesehatan, hanya dialokasikan sebesar Rp 30 milyar untuk program pelayanan pelayanan kesehatan anak dan Rp 31,59 milyar untuk program pembinaan pelayanan kesehatan dan reproduksi17.

Sungguh ironis, dengan alokasi yang hanya sebesar Rp 30 milyar pada program pelayanan kesehatan anak sebagian besar habis untuk belanja perjalanan dinas (pertemuan koordinasi, sosialisasi, fasilitasi, monev, dll) hingga mencapai Rp 21,5 milyar (72% dari total anggaran program pelyanan kesehatan anak). Begitu juga yang terjadi pada program pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi Rp 31,59 milyar habis untuk perjalanan dinas mencapai Rp 24 milyar (76%). Program untuk pengembangan anak hanya

dialokasikan sebesar Rp 1 milyar yang meliputi kegiatan pengembangan Centre of Excellent RBM, Yankes Anak Minoritas dan terisolasi, dan Surveilans Kesehatan Anak18.

6. Kesenjangan Daerah

Yang selalu menjadi persoalan mendasar dalam hal anggaran selama ini bahwa politik anggaran di Indonesia masih berwatak oligarkhi yang menegasikan kedaulatan rakyat atas anggaran. Dominasi dan hegemoni partai politik dalam lingkar kekuasaan telah membuat kebijakan anggaran seolah menjadi hak absolut partai politik melalui anggota-anggotanya yang duduk di kekuasaan (legislatif dan eksekutif), seolah tidak ada sangkut pautnya dengan nasib dan masa depan rakyat. Oligharki politik anggaran ini semakin kuat ketika partai politik yang berkuasa lebih memilih membangun koalisi kepentingan (bisnis) dengan kroni-korninya daripada memperjuangakan konstituennya. Wajar jika kebijakan anggaran yang dihasilkan hanya memihak pada kepentingan kroni-kroni partai berkuasa (the rulling party), jauh dari inspirasi dan kebutuhan riil rakyat (miskin). Oleh karenanya, anggaran sebagai produk politik merupakan instrumen

16 Ibid 17 Ibid 18 Ibid

Page 31: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

penting untuk mendorong political will rezim yang berkuasa dalam melakukan penanggulangan kemiskinan19.

Dalam perencanaan dan penyusunan program dan anggaran kesehatan (ibu dan anak), proses dan polanya sangat miskin partisipasi daerah. Dari sebaran anggaran kesehatan ibu dan anak ke dalam dana dekonsentrasi, dana tugas pembantuan, DAK, Dana Penyesuaian (DPDFPPD dan DPIPD), dan Dana Bantuan (Jamkesmas dan BOK). Hampir semua plafon anggaran dan program-programnya ditetapkan secara subyektif oleh Pemerintah Pusat.

Dalam penetapan program dan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, karena merupakan program pemerintah pusat, maka pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan apapun untuk ikut menentukan program dan alokasi anggaran dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Jenis program, besaran dana dan daerah penerima murni ditentukan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah hanya bersifat pasif menunggu pemberitahuan dari Menteri Kesehatan.

Dalam penetapan DAK bidang kesehatan, program-programnya juga ditentukan sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat. Menkes-lah yang merumuskan rencana-rencana program DAK Kesehatan dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pembangunan (RKP) tiap tahunnya. Pemerintah pusat juga satu-satunya institusi yang berwenang untuk menetapkan daerah mana yang nantinya akan mendapatkan DAK Kesehatan. Dalam hal besaran alokasi DAK tiap tahunnya juga ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Bahkan untuk Dana Penyesuaian, besaran alokasi dan daerah yang akan mendapatkan Dana Penyesuaian ditetapkan secara sepihak oleh Menteri Keuangan dan Badan Anggaran DPR-RI di dalam suatu Rapat Kerja.

Hanya Dana Bantuan saja yang masih terlihat adanya keterlibatan pemerintah daerah walaupun tidak terlalu signifikan. Untuk Jamkesmas, pemerintah daerah hanya diberikan kewenangan untuk menyusun daftar peserta Jamkesmas. Dalam hal kuota orang miskin per kabupaten/kota-nya ditetapkan sendiri oleh Menkes. Dalam hal Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Menkes masih melibatkan Gubernur, Bupati dan Kepala Daerah untuk menetapkan jumlah Puskesmas yang akan mendapatkan BOK. Namun alokasi per Puskesmas tetap dipukul rata seluruh Puskesmas, padahal kebutuhan dan kondisi tiap Puskemas di tiap daerah berbeda-beda.

***

19 Yenny Sucipto, Menggugat Keberpihakan Anggaran Daerah, Seknas FITRA, 2007

Page 32: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

PENDIDIKAN (BUKAN) UNTUK SEMUA :

Memeriksa Belanja Pendidikan APBN 2011 dan Capaian

Indonesia dalam Penyelenggaraan Pendidikan Dasar-

Menengah untuk Semua

Oleh: Ah Maftuchan

“Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”

– Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945.

Awalan

Pendidikan adalah sesuatu hal yang terang benderang jika dilihat dari frame konstitusi negara. UUD 1945 telah mengamanatkan kewajiban setiap warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar dan kewajiban pemerintah untuk

menyelenggarakan pendidikan dengan kewajiban membiayainya. Cita-cita “mencerdaskan kehidupan bangsa” tidak hanya amanat konstitusi tetapi juga telah menjadi “komitmen” Indonesia di ranah antar-bangsa. Komitmen internasional di bidang pendidikan yang telah ditanda-tangani pemerintah Indonesia antara lain:

Pertama, komitmen Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) mencapai pendidikan dasar untuk semua warga baik lali-laki maupun perempuan pada tahun 2015. Target yang ditetapkan dalam pencapaian MDGs bidang pendidikan adalah tercapainya angka partisipasi murni (APM) sekolah dasar secara menyeluruh yaitu 100%. Angka acuan APM Indonesia diangka 88,7% (Susenas, 1992) dan APM saat ini diangka 95,23% (Kemdiknas, 2009).

Kedua, Indonesia juga ‘terikat’ dengan komitemen bersama negara-negara anggota PBB dalam Education for All (EFA) yang dideklarasikan Dakar Senegal pada tahun 2000 yang berisikan enam kunci tujuan pendidikan yang harus dicapai pada tahun 2015 yaitu: (1) Memperluas dan meningkatkan pendidikan anak usia dini secara komprehensif utamanya bagi anak-anak rentan dan kurang mampu; (2) Memastikan bahwa anak-anak rentan dan kurang mampu khususnya perempuan mendapatkan pendidikan dasar yang lengkap dan berkualitas; (3) Memastikan untuk anak muda dan orang dewasa mendapatkan pembelajaran keahlian; (4) Mengejar 50% orang

Page 33: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

dewasa khususnya perempuan melek huruf dan dapat mengakses pendidikan dasar yang berkelanjutan; (5) Menghilangkan kesenjangan gender dalam pendidikan dasar dan menengah dengan kualitas pendidikan yang lebih baik; (6) Meningkatkan kualitas pendidikan dan memastikan hasil pembelajaran yang terukur khususnya dalam keterampilan hidup, melek huruf, dan berhitung.

Mengenai pembiayaan, Pasal 31 Ayat 4 UUD 1945 juga telah mengamanatkan besaran pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan: “Negara memprioritaskan

anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran

pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Suatu obligatory budget yang mengindikasikan bahwa pendidikan menjadi bidang utama dalam pembangunan nasional.

Sejatinya, ada atau tidak ada komitmen internasional, pemerintah Indonesia punya kewajiban untuk menyelenggarakan dan membiayai pendidikan bagi semua warga sebagai pelaksanaan dari amanat konstitusi. Jadi, komitmen internasional dan tujuan pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah suatu hal yang selaras dan tidak ada alasan untuk beranggapan bahwa “education for all” bukan agenda pembangunan nasional.

Anggaran Tinggi Target Rendah

Pendidikan adalah salah satu bidang prioritas pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Jika menjadi prioritas, logika sederhana yang muncul adalah bidang pendidikan menjadi ‘taruhan’ bagi pemerintah untuk mencapai target-target tertentu di bidang pendidikan. Target yang ditetapkan akan menjadi panduan pemerintah dalam bekerja dan mengalokasikan pembiayaannya. Apakah target yang telah ditetapkan pemerintah sejalan dengan komitmen pencapaian angka 100% angka partisipasi murni pendidikan dasar bagi semua warga? Mari kita lihat bersama.

Dalam dokumen RPJMN 2010-2014, pemerintah telah menetapkan target-target tertentu dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Prioritas yang akan dituju adalah: peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter bangsa yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik dengan kemampuan: i) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan, dan ii) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja.

Page 34: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Tabel 1: Program Aksi Bidang Pendidikan RPJMN 2010 – 2014:

Target Akses Pendidikan Dasar-Menengah

No

Substansi

Inti/Kegiatan

Prioritas

Sasaran Indikator

Target

2010 2011 2012 2013 2014

1

Penjaminan Kepastian

Layanan Pendidikan SD

Tercapainya

keluasan & kemerataan

akses jenjang

SD bermutu di semua

kabupaten/kota

APM

jenjang

SD/MI

95,2%

95,3%

95,7% 95,8%

96,0% Peningkatan akses dan mutu MI/Madrasah

Ibtidaiyyah

2

Penjaminan kepastian

layanan pendidikan SMP/SMPLB

Tercapainya keluasan dan

kemerataan

akses jenjang SMP bermutu di semua

kabupaten/kota

APM

jenjang SMP/MTs

74,0

%

74,7

% 75,4%

75,7

% 76,0%

Peningkatan akses dan mutu MTs/Madrasah

Tsanawiyah

3

Penyediaan dan Penin-gkatan

Pendidikan SMK

Tercapainya Perluasan dan

Pemerataan

Akses

Pendidikan Jenjang

Menengah

Bermutu, dan Relevan dengan

Kebutuhan

Masyarakat di Semua Kab/Kota

APK

Jenjang

SMA/SMK

73,0%

76,0%

79,0% 82,0%

85,0%

Penyediaan dan

Penin-gkatan

Pendidikan

SMA/SMLB

Peningkatan

Akses dan Mutu Madrasah Aliyah

Jika kita lihat target yang telah ditetapkan oleh pemerintah di atas, ada beberapa hal yang terlihat: (i) pemerintah terlalu ‘konservatif’ dalam menentukan target capaian APM pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI) dan menengah pertama (SMP/MTs); (ii) target untuk jenjang pendidikan menengah (SMU/SMK/MA) cukup ‘progresif’, namun masih pada target APK dan belum mematok target mencapai APM; (iii) jika target APM SD/MI pada tahun 2014 ‘hanya’ sebesar 96,0%, maka Indonesia akan sangat sulit

Page 35: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

(bahkan akan gagal) mencapai target APM SD/MI 100% pada 2015 sesuai dengan komitmen internasional (MDGs) yang telah ditanda-tangani oleh pemerintah.

Dari sisi besaran alokasi anggaran, bidang pendidikan adalah bidang paling utama karena tiap tahun mendapatkan alokasi anggaran 20% dari total APBN/APBD. Apakah yang dimaksud dengan “anggaran pendidikan”? Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementerian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.

Dalam APBN 2011, total alokasi belanja fungsi pendidikan sebesar Rp 248,9 T (20,25% dari total APBN Rp 1.229,5 T). Dengan dana yang tidak sedikit tersebut, wajar jika publik berharap bahwa akses pendidikan yang berkualitas terbuka lebar bagi semua warga. Namun, dalam kenyataanya, masih banyak anak-anak miskin, kurang mampu dan anak-anak di daerah terpencil belum dapat mengakses pendidikan dasar yang berkualitas dan sampai lulus. Memang, jumlah keseluruhan peserta didik pada tingkat pendidikan dasar sudah mencapai 117,2% (2010), namun jumlah kelompok anak usia sekolah dasar (7-12 tahun) yang mengenyam pendidikan dasar

pada usianya masih belum mencapai 100% dan harus ditingkatkan.

73.3 74.0 74.7 75.4 76.1 76.8

98.1 98.3

101.5 102 102.5 103

65.0

70.0

75.0

80.0

85.0

90.0

95.0

100.0

105.0

2009 2010 2011 2012 2013 2014

95.2 95.2 95.3 95.7 95.8 96.0

117.0 117.2116.2

115.2114.2

113.2

90.0

95.0

100.0

105.0

110.0

115.0

120.0

2009 2010 2011 2012 2013 2014

0,4% APM

∆∆∆∆

APM SMP/MTsAPM SD/MI

APK SMP/MTs

∆∆∆∆

0,7% APM

313.000 siswa

APK: Angka Partisipasi Kasar (jumlah siswa dibagi jumlah penduduk usia sekolah x 100%)

APM: Angka Partisipasi Murni (jumlah siswa usia sekolah dibagi jumlah penduduk usia sekolah x 100%)

: Target RPJMN : Target RPJMN 2011 : Ikhtiar percepatan hasil efisiensi dan efektivitas

115.000 siswa

APK SD/MI

3

APK & APM Tingkat SD/MI – SMP/MTs(Kemdiknas, Juli 2011)

Data lansiran Kemendiknas di atas menunjukkan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI dan SMP/MTs sudah di atas 100% (2011), namun Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI dan SMP/MTs masih di bawah 100% (2011).

Page 36: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Kenapa APM pendidikan dasar belum tercapai dan pemerintah terkesan ‘konservatif’ dalam mengusung target pencapaian APM pendidikan dasar?

Pertama, APM yang belum mencapai 100% menunjukkan bahwa tingkat pemerataan akses pendidikan dasar bagi kelompok anak usia 7-12 tahun masih belum merata. Di berbagai daerah, masih banyak anak-anak yang sudah tidak berusia 7-12 tahun namun masih duduk di sekolah dasar. Di sisi yang lain, disparitas antar daerah dalam mencapai APM masih ada dan bahkan untuk Papua sangat tertinggal.

Kedua, alokasi belanja fungsi pendidikan. Memang, anggaran pendidikan 20% dari total APBN, namun 20% tidak hanya untuk pembiayaan pendidikan dalam artian sempit (jenjang pendidikan formal dari tingkat SD/MI hingga perguruan tinggi) tetapi juga untuk membiayai fungsi pendidikan (non-kedinasan) yang tersebar di berbagai Kementerian/Lembaga (K/L).

Tabel 2: Anggaran Fungsi Pendidikan Per K/L 2011-2012*

No KEMENTERIAN/LEMBAGA 2011 2012 **

1 Kementerian Pendidikan Nasional 55.582,1 53.408,7

2 Kementerian Agama 27.263,2 28.340,2

3 Kementerian Kesehatan 1.924,1 1.300,0

4 Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata 226,9 216,0

5 Kementerian Perhubungan 1.478,0 1.761,3

6 Kementerian ESDM 63,6 48,5

7 Kementerian Keuangan 90,9 87,6

8 Kementerian Pertanian 35,7 40,1

9 Kementerian Kelautan dan Perikanan 180,9 230,5

10 Kementerian Kehutanan 95,6 46,6

11 Kementerian Perindustrian 209,6 233,6

Page 37: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

12 Kementerian Pertahanan 124,1 114,2

13 Kementerian Pemuda dan Olahraga 1.372,2 673,5

14 Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika

18,7 18,8

15 Badan Pertanahan Nasional 25,3 27,9

16 Badan Tenaga Nuklir Nasional 15,8 17,9

17 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 786,9 412,0

18 Kementerian KUKM 150,0 165,0

19 Perpustakaan Nasional 100,0 264,5

Total 89.743,6 87.407,1

*) angka dalam Milyar Rupiah

**) sesuai SEB No 0091/M.PPN/03/2011, SE-189.1/MK.02/2011 tentang Pagu

Indikatif 2012

Pada tahun anggaran 2011, selain Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama, ada 17 K/L yang menjalankan fungsi pendidikan dan total anggaran fungsi pendidikan yang dialokasikan untuk 17 K/L dalam APBN 2011 sebesar Rp 8,9 T, lebih dari setengah total alokasi untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Meskipun alokasi untuk 17 K/L tersebut di luar alokasi pendidikan kedinasan, namun program bidang pendidikan yang dijalankan ‘bercorak’ sektoral.

Ketiga, jumlah anggaran fungsi pendidikan sebagian besar habis untuk membiayai belanja rutin dan belanja pegawai. Dana perimbangan anggaran pendidikan melalui skema Dana Alokasi Umum (DAU) yang masuk komponen gaji mencapai Rp 93,01 T dan tambahan DAU untuk tunjangan profesi guru mencapai Rp 18,5 T. Bandingkan dengan total alokasi untuk Bantuan Operasional Pendidikan (BOS) yang hanya Rp 16,8 T. Rincian belanja fungsi pendidikan sebagai berikut:

Tabel 3: Rincian Komponen Anggaran Pendidikan

(Kemdiknas, Juli 2011 - dimodifikasi)

Komponen Anggaran Pendidikan APBN 2011 APBN-P

2011

A. Belanja Pemerintah Pusat 89.744,3 105.356,3

Kementerian Pendidikan Nasional 55.582,1 67.344,1

Kementerian Agama 27.263,2 30.363,2

17 K/L (APBN 2011) dan 18 K/L (APBN-P 2011)

lainnya 6.899,0 7.649,0

B. Transfer ke Daerah 158.234,1 158.966,5

DBH Migas untuk pendidikan 763,0 882,3

DAK Pendidikan 10.041,3 10.041,3

Anggaran Pendidikan dan DAU

a. Non gaji 11.276,6 11.276,6

Page 38: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

b. Gaji 93.013,1 93.013,1

Tambahan Penghasilan Guru PNSD 3.696,2 3.696,1

Tambahan DAU untuk Tunjangan Profesi Guru 18.537,7 18.537,7

Dana OTSUS untuk Pendidikan 2.706,4 2.706,4

Dana Insentif Daerah 1.387,8 1.387,8

Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Dana Infrastruktur Pendidikan

16.812,0 16.812,0

- 613,0

C Dana Pengembangan Pendidikan Nasional 1.000,0 2.617,7

Total Anggaran Fungsi Pendidikan 248.978,4 266.940,50

(20,25%) (20,21%)

TOTAL BELANJA NEGARA 1.229.558,5 1.320.751,3

Komponen gaji guru atau tenaga pendidik dalam APBN selalu menempati belanja tertinggi di sektor pendidikan. Hal ini mengakibatkan fiscal space di bidang pendidikan menyempit sehingga anggaran yang dapat dialokasikan ke peserta didik, infrastruktur dan fasilitas pendidikan lainnya sangat kecil. Guru dan tenaga kependidikan memang menjadi hal yang mendasar di dunia pendidikan, akan tetapi jika jumlah guru dan tenaga pendidik melimpah dan tidak sebanding dengan beban kerja yang dilakukan tentu akan mengakibatkan inefisiensi anggaran. Dengan jumlah yang melebihi SPM, maka jumlah guru telah mengalami inflasi yang tinggi dan menjadi problem baru di dunia pendidikan nasional.

Tabel 4: Ketersediaan dan Potret Tenaga Pendidik

Guru dan Karakteristiknya SD/MI SMP/MTs

Tingkat kecukupan guru (%) 139 151

Rata-rata beban mengajar per minggu (jam) 22,35 16,34

Tingkat pendidikan minimal S1 atau D4 (%) 35 69

Kesesuain latar belakang pendidikan & Mapel (%)

81 77

Sumber: Ghozali dkk (2009)

Jika mengacu pada Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah ditetapkan oleh Kemendiknas, untuk tingkat SD/MI standarnya satu (1) orang guru untuk tiap 32 peserta didik dan enam orang guru untuk setiap satuan pendidikan. Pada tingkat SD/MI harus tersedia 2 orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S-1/D-IV dan dua orang guru yang memiliki sertifikat pendidik. Sementara, dari jumlah guru 2,9 juta saat ini rasio jumlah guru tersebut terhadap siswa secara nasional 1:18, jauh di atas SPM yang telah ditetapkan (Badan Pengembangan SDM dan Penjamin Mutu Pendidikan,

Page 39: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

2011). Bandingkan saja dengan negara maju yaitu Korea 1:30 dan Jerman 1:20. Dari sisi beban kerja, sesuai dengan SPM, guru harus bekerja 37,5 jam per/minggu di satuan pendidikan termasuk; merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing/melatih peserta didik dan melaksanakan tugas tambahan. Dengan beban rata-rata mengajar (tatap-muka) di tingkat SD/MI 22,35 jam/minggu (6 hari kerja), maka per/hari kerja per/guru hanya mengajar 4 jam. Sedangkan di tingkat SMP/MTs 16,34 jam/minggu (6 hari kerja), maka per/hari kerja per/guru hanya mengajar 3 jam.

Namun, jika kita mengikuti berbagai pemberitaan, di berbagai daerah masih banyak permasalahan minimnya ketersediaan guru. Contoh di Provinsi Jawa Tengah, di Kota Salatiga rasio guru 1:14 sedangkan di Kebumen 1:35 (PGRI Jateng, 2011), ada gap antar daerah yang cukup tinggi. Contoh lain yang mencengangkan adalah di wilayah di Kalimantan Timur perbatasan RI-Malaysia; ada 750 personel TNI dari Yonif 611/Awang Long yang menjadi guru di wilayah perbatasan Nunukan sampai Kutai Barat (Kemhan, 2011). Di Kalimantan Barat pada 2011 juga masih membutuhkan guru sebanyak 7.843; SD sebanyak 5.303 guru, SMP sebanyak 2.713 guru, dan SMA sebanyak 1.472 guru, SMK sebanyak 92 guru, MTs 290 guru dan MA sebanyak 123 guru (Kompas.com, 11/12/11).

Kenapa kekurangan guru masih terjadi di mana-mana? Pemerataan guru

menjadi problem paling mendasar bagi ketersediaan guru di seluruh wilayah Indonesia. Ada beberapa hal yang mengakibatkan beberapa daerah masih kekurangan guru; (i) banyak guru yang tidak bersedia ditempatkan di daerah terpencil atau perbatasan; (ii) tidak ada insentif khusus yang mampu merangsang guru bertugas di wilayah terpencil; (iii) otonomi daerah, khususnya di bidang pendidikan, yang memungkinkan daerah menetapkan kebijakan-kebijakan khusus dan berbeda dengan daerah lainnya.

Keempat, tingginya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan orang tua murid. Biaya pendidikan merupakan seluruh pengeluaran termasuk sumber daya (input) baik berupa barang maupun uang yang ditujukan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar (Balitbang Kemendiknas). Ghozali (2004) menggambarkan jenis belanja pendidikan di bawah ini:

Page 40: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Sumber: Abbas Ghozali (2004)

Secara lebih rinci, Ghozali (2004) mengklasifikasikan biaya pendidikan meliputi hal-hal sebagai berikut:

(i) biaya langsung (direct cost) yang meliputi gaji guru/pegawai, pengadaan fasilitas belajar (ruang tingkat, kantor, WC, sarana ibadah, gudang, laboratorium), ATK, buku rujukan pengajar dan buku pegangan siswa;

(ii) biaya tidak langsung (indirect cost) merupakan biaya yang dikeluarkan oleh siswa, orangtua atau masyarakat untuk menunjang keperluan yang tidak langsung, seperti: biaya hidup, seragam/pakaian, kesehatan, gizi, transportasi, pemondokan, dan biaya kesempatan yang hilang selama pendidikan (Jones,1985 dalam Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2002: 5).

(iii) biaya pribadi (private cost), biaya yang dikeluarkan oleh keluarga untuk membiayai sekolah anaknya, di dalamnya termasuk biaya kesempatan yang hilang (forgone opportunities) meliputi: uang sekolah, ongkos, dan pengeluaran lainnya yang dibayar secara pribadi (Jones, 1985 dalam Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2002: 6).

(iv) biaya sosial (social cost) biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk membiayaisekolah, termasuk di dalamnya biaya yang dikeluarkan oleh keluarga secara perorangan (biaya pribadi). Namun, tidak semua biaya sosial dapat dimasukkan ke dalam biaya pribadi. Menurut Jones, biaya sosial dapat dikatakan sebagai biaya publik, yaitu sejumlah biaya sekolah yang ditanggung masyarakat. (Jones, 1985 dalam Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2002: 6).

(v) biaya moneter (monetary cost), biaya yang dapat berupa biaya langsung, biaya tidak langsung, biaya perorangan, atau biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat. Biaya moneter merupakan nilai pengorbanan yang terwujud dalam bentuk pengeluaran uang.

(vi) biaya bukan moneter (non monetary cost), biaya pengorbanan non uang seperti yang diperhitungkan ketika seorang siswa tidak mengambil kesempatan waktu luang untuk istirahat/bermain, melainkan digunakan untuk bersekolah.

Page 41: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Dengan demikian, tidak seluruh pembiayaan pendidikan ditanggung oleh negara. Orang tua, siswa, dan masyarakat umum baik perorangan maupun badan juga mengeluarkan biaya pendidikan demi terlaksanakannya kegiatan belajar mengajar. Pengeluaran orang tua untuk pembiayaan pendidikan anak-anaknya tergolong tinggi dan sangat berat bagi kelompok masyarakat miskin yang hidup hanya dengan pendapatan Rp 212.000 per/bulan/perkapita atau Rp. 7.060/hari/per-kapita (Garis Kemiskinan BPS, Juli 2011). Bagaimana mau membeli seragam, membeli buku pelajaran/LKS, memberi uang saku dan memberi biaya transportasi kepada anak-anaknya, jika untuk mencukupi kebutuhan harian saja sangat berat. Berapa rata-rata yang harus dikeluarkan oleh orang tua murid dalam setahun untuk pembiayaan pendidikan anak-anaknya?

Tabel 5: Biaya Satuan Pendidikan Keseluruhan Faktual Tahun 2009

(Ghozali dkk, 2009)

Komponen

Satuan Biaya

Pendidikan

SD/MI SMP/MTs SMA/MA SMK

(Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%)

Skenario 1: Biaya pribadi peserta didik mencakup semua komponen biaya

pribadi peserta didik

Biaya Pengelolaan

Pendidikan

690.70

2 5,42

789.59

8 4,74

1.051.7

51 5,15

1.495.9

98 6,53

Biaya di Satuan Penddidikan

2.926.065

22,97

4.349.852

26,09

5.670.035

27,74

7.436.034

32,48

Biaya Pribadi

Peserta Didik

9.366.8

60

73,5

3

11.817.

282

70,8

8

14.925.

441

73,0

3

15.341.

432 67,01

Biaya Satuan Pendidikan Keseluruhan

12.738.

741

100,

0

16.672.

603

100,

0

20.436.

928

100,

0

22.895.

199 100,0

Skenario 2: Biaya pribadi peserta didik tidak mencakup biaya-biaya

akomodasi, konsumsi, kesehatan, dan kursus

Biaya Pengelolaan Pendidikan

690,702 9,34 789.598 7,27 1.051.751

7,28 1.495.998

9,15

Biaya di Satuan

Penddidikan

2.926.06

5

39,5

6

4.349.85

2 40,07

5.670.03

5 39,24

7.436.03

4 45,48

Biaya Pribadi

Peserta Didik

4.024.90

9

54,4

1

6.261.84

1 57,69

8.676.15

8 60,04

8.797.03

1 53,80

Biaya Satuan

Pendidikan Keseluruhan

7.396.790

100,00

10.855.009

100,00

14.449.799

100,00

16.350.799

100,00

Skenario 3: Biaya pribadi peserta didik tidak mencakup biaya akomodasi,

konsumsi, kesehatan, kursus & forgone earning

Page 42: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Biaya Pengelolaan

Pendidikan 690.702

12,1

8 789.598 10,04

1.051.75

1 9,92

1.495.99

8 11,97

Biaya di Satuan Pendidikan

2.926.065

51,61

4.349.852

55,30 5.670.035

53,50 7.436.034

59,50

Biaya Pribadi

Peserta Didik

2.298.15

4

40,5

3

3.272.98

5 41,61

4.823.92

5 45,52

4.944.79

8 39,56

Biaya Satuan Pendidikan

Keseluruhan

5.670.035

100,00

7.866.153

100,00

10.597.566

100,00

12.498.566

100,00

Hitungan yang dilakukan Ghozali dkk (2009) berdasarkan survey terhadap 30.000 sekolah di 15 provinsi dan 56 Kabupaten/Kota di atas menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang harus dikeluarkan orang tua/wali murid sangat tinggi. Untuk menyelenggarakan pendidikan SD/MI dan agar anak dapat sekolah, se-tahun dibutuhkan biaya Rp. 12,7 juta (perhitungan factual dan belum perhitungan sesuai dengan Standar Pelayanan Minumum/SPM) Pendidikan dan mencakup semua pembiayaan. Dari jumlah siswa miskin di Indonesia yang hampir mencapai 50 juta terdiri dari 27,7 juta siswa di bangku SD, 10 juta siswa tingkat SMP dan 7 juta siswa setingkat SMA, seperti pengakuan Kepala Bagian Perencanaan dan Penganggaran Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemendiknas Nono Adya Supriatno bahwa dari jumlah tersebut, sedikitnya ada sekitar 2,7 juta siswa tingkat SD dan 2 juta siswa setingkat SMP yang terancam putus sekolah. Siswa lulusan SMP hanya 23 % yang mampu meneruskan ke tingkat SMA. Sisanya tidak bisa meneruskan, di antaranya ada yang terpaksa bekerja (Kompas.com, Senin, 25 Juli 2011, 09:04 WIB).

Faktor utama putus sekolah dan ketidakmampuan melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi adalah mahalnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan orang tua murid. Keharusan membayar uang pangkal, membeli buku pelajaran dan buku tulis, membeli Lembar Kerja Siswa (LKS), membeli seragam, biaya pelajaran tambahan dan ekstrakurikuler dan biaya transportasi memperparah beban orang tua murid dalam menanggung pembiayaan sekolah anak-anaknya. Apakah alokasi anggaran beasiswa untuk tingkat SD sebesar Rp 2,1 T (2011) dan tingkat SMP Rp 3,9 T (2011) mampu menjangkau 2,7 juta siswa SD dan 2 juta siswa SMP yg terancam putus sekolah? Tentu kita semua sudah bisa menarik kesimpulannya.

Menengok Negeri Serumpun

Laporan yang dilansir UNESCO Institute for Statistics (UIS) “Global Education Digest 2011: Comparing Education Statistics across the World” menunjukkan bahwa secara global telah terjadi peningkatan persentase anak usia sekolah di seluruh dunia (dari 84% ke 90%) yang mengakses pendidikan dasar dan sekunder antara tahun 1999 dan 2009. Lalu bagaimana dengan posisi Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya? Tak usah membandingkan

Page 43: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

dengan negara-negara maju atau negara anggota OECD, mari kita bandingkan saja dengan negara serumpun kita, Malaysia.

Di Indonesia, ada kurang lebih 5.154.000 siswa anak usia sekolah yang baru masuk SD (2009) dan ada 1.062.000 siswa mengulang kelas dan (hanya) 80% yang berhasil mencapai kelas enam pada tahun ajaran 2008-2009. Sedangkan di Malaysia, ada 481.000 siswa anak usia sekolah yang baru masuk SD (2009), tidak ada siswa yang mengulang kelas dan 96% siswa di SD berhasil mencapai kelas enam pada tahun ajaran 2008-2009. Kemampuan siswa mencapai kelas enam dan berhasil lulus SD sangat ditentukan oleh kemampuan orang tua siswa dalam membiayai biaya pendidikannya dan komponen-komponen yang harus dibayar oleh orang tua siswa (Global Education Digest 2011: Comparing Education Statistics across

the World, UIS, 2011, 104, 124).

Di Malaysia, sumber pembiayaan pendidikan hanya dari pemerintah dan orang tua. Sementara di Indonesia berasalah dari pemerintah, orang tua dan masyarakat. Sedangkan komponen biaya pendidikan yang ditanggung pemerintah Malaysia tidak hanya pada komponen biaya pengadaan barang, belanja pegawai, biaya pemeliharaan, biaya habis pakai, biaya buku teks pelajaran, namun juga meliputi biaya pemberian makanan kepada anak-anak peserta didik. Di Indonesia, peserta didik sekolah dasar dan menengah diwajibkan memakai seragam sekolah, jika ini merupakan kewajiban

seharusnya ditanggung oleh pemerintah. Demikian halnya dengan buku pelajaran. Sehingga, orang tua murid (terutama yang miskin dan setengah miskin) tidak terbebani komponen seragam dan komponen buku pelajaran serta komponen tambahan lainnya. Transportasi merupakan komponen yang cukup membebani orang tua murid, jika APM pendidikan dasar dan menengah ingin mencapai 100%, maka transportasi umum gratis untuk anak sekolah perlu diadakan seperti Pemprov DKI Jakarta yang sudah mulai menyediakannya.

Saran Tindak

Keberhasilan ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ bukan hanya terletak pada banyaknya anak Indonesia yang memenangi kontes olimpiade fisika atau matematika, namun terletak pada kemampuan semua rakyat dalam mengakses pendidikan yang berkualitas. Jika masih ada rakyat yang tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasar dikarenakan biaya pendidikan yang membebani, maka ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ itu masih jargon politik semata.

Oleh sebab itu, demi terwujudnya angka partisipasi murni seluruh warga dalam pendidikan dasar dan menengah, maka saran tindak yang perlu dipertimbangka pemerintah sebagai berikut:

1. Pemerintah harus menyusun model pembiayaan pendidikan dasar-menengah yang efisien, efektif, berkeadilan, berkecukupan, berkelanjutan, transparan, dan akuntabel yang menghindari tumpang tindih, kebocoran, dan KKN. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan

Page 44: REALISASI APBN 2011: NEGARA PREDATOR DAN PEMENUHAN HAK ... · PDF fileDAFTAR ISI 1. Ringkasan Eksekutif dan Rekomendasi 2. Negara Gagal Pangan: Pengabaian Hak Atas Pangan 3. Anggaran

Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Kementerian Pendidikan Nasional (LK-Kemdiknas) 2010 yang menyatakan bahwa secara umum BPK tidak memberikan pendapat (disclaimer) dan menemukan 43 rekening liar di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) senilai Rp 26,44 Miliar per/31 Desember 2010 atas Laporan Keuangan Kemendiknas Tahun 2010 harus menjadi cambuk bagi Kemdiknas untuk meningkatkan efektifitas dan akuntabilitas kinerjanya;

2. Pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan dasar yang

memadai untuk penyelenggaraan pendidikan dasar gratis, yaitu sebesar Rp. 155, 65 trilyun yang terdiri dari Rp. 84, 02 trilyun untuk menutupi biaya operasional personalia, Rp. 24, 51 trilyun untuk menutup biaya operasional non-personalia, Rp. 0,99 trilyun untuk menutup biaya investasi SDM, dan Rp. 42, 13 trilyun untuk menutup biaya investasi sarana dan prasarana. Selain itu, perlu disediakan dana sebesar 10% dari total nilai tersebut untuk menutup biaya pengelolaan (pemerintah) pendidikan dasar gratis (Ghozali, 2011);

3. Pendanaan biaya operasional personalia (gaji dan tunjangan) dilakukan dengan mekanisme DAU pendidikan melalui kabupaten/kota, pendanaan biaya operasional non personalia dilakukan dengan mekanisme BOS melalui kabupaten/kota, pendanaan biaya investasi SDM dilakukan melalui mekanisme DAK pendidikan melalui provinsi, dan pendanaan biaya investasi sarana dan prasarana serta investasi non-fisik lainnya dilakukan dengan mekanisme DAK pendidikan melalui kabupaten/kota;

4. Pemerintah perlu melakukan verifikasi kapasitas dan jumlah guru dan tenaga pendidikan di seluruh Indonesia sehingga jumlah guru tidak melebihi jumlah yang dibutuhkan. Jika jumlah guru tidak over-quantity, maka fiscal space bidang pendidikan makin longgar sehingga kebutuhan peserta didik dapat terbiayai sesuai dengan SPM Pendidikan. Pemerintah juga perlu melakukan distribusi dan re-distribusi guru dan tenaga pendidik ke daerah-daerah perbatasan, terisolir dan terbelakang sehingga ketersediaan guru dan tenaga pendidik merata dan tidak menumpuk di perkotaan dan daerah maju. Untuk meningkatkan minat guru dan tenaga pendidik bertugas di daerah terpencil, terisolir dan perbatasan, pemerintah harus memberikan insentif yang berbeda dengan guru dan tenaga pendidik yang bertugas di perkotaan dan daerah maju.

5. Perlu pembagian kewajiban dan kewenangan yang jelas antara

pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota beserta mekanismenya dalam pendidikan dasar-menengah sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam pendanaan pendidikan dasar gratis dan bermutu;

6. Pemerintah harus menanggung kebutuhan buku pelajaran, lembar kerja siswa, seragam dan transportasi bagi peserta didik tingkat SD/MI dan SMP/MTs sehingga meringankan beban orang tua dalam pembiayaan pendidikan anak-anaknya.

***