Reaksi Hipersensitivitas.docx

15
Reaksi Hipersensitivitas Definisi Peningkatan reaktivitas/sensitivitas terhadap Antigen yang pernah dikenal. a. Reaksi Hipersensitivitas Menurut Waktu Timbulnya Reaksi Cepat Intermediate Lambat T 0 Detik Beberapa Jam Pajanan dgn Ag oleh aktivasi sel Th T t 2 jam 24 jam 48 jam Mekanisme Perm.sel mast: Ikatan silang alergen & IgE→induksi →mediator vasoaktif dilepaskan. Aktivasi komplemen&sel NK/ADCC→ kompleks IgG dibentuk & jar.pejamu rusak Sel T lepas sitokin→aktifkan sel efektor makrofag→kerusakan jaringan Manifestasi Anafilaksis sistemik/lo cal 1) Rx transfusi darah, eritroblasto sis,& anemia hemolitik autoimun. Dermatitis kontak, reaksi M. tuberculosis, & rx penolakan tandur

Transcript of Reaksi Hipersensitivitas.docx

Page 1: Reaksi Hipersensitivitas.docx

Reaksi Hipersensitivitas

Definisi

Peningkatan reaktivitas/sensitivitas terhadap Antigen yang pernah dikenal.

a. Reaksi Hipersensitivitas Menurut Waktu Timbulnya Reaksi

Cepat Intermediate Lambat

T0 Detik Beberapa Jam Pajanan dgn Ag oleh aktivasi

sel Th

T t 2 jam 24 jam 48 jam

Mekanisme Perm.sel mast:

Ikatan silang

alergen &

IgE→induksi→

mediator

vasoaktif

dilepaskan.

Aktivasi

komplemen&sel

NK/ADCC→

kompleks IgG

dibentuk &

jar.pejamu rusak

Sel T lepas sitokin→aktifkan

sel efektor

makrofag→kerusakan jaringan

Manifestasi Anafilaksis

sistemik/local

1) Rx transfusi

darah,

eritroblastosis,&

anemia hemolitik

autoimun.

2) Rx Arthus local &

rx sistemik e.g.,

serum sickness,

vaskulitis

nekrotis,

glomerulonefritis,

arthritis

rheumatoid, &

LES

Dermatitis kontak, reaksi M.

tuberculosis, & rx penolakan

tandur

Keterangan:

Page 2: Reaksi Hipersensitivitas.docx

ADCC : Antibody Dependent Cell(mediated) Cytotoxicity

LES : Lupus Eritematosus Sistemik

Serum sickess: rx alergi

b. Reaksi Hipersensitivitas berdasarkan Gell dan Coombs

1. Reaksi Hipersensitivitas Tipe I

Reaksi: Cepat/anafilaksis/alergi

Sel Mast & Mediator pada Reaksi Tipe I

1) Histamine

Komponen utama granul sel mast, 10% berat granul

Mediator primer yang dilepas, akan diikat oleh reseptornya (H1-4)

- H1 : permeabilitas vascular ↑,vasodilatasi,kontraksi otot polos

Page 3: Reaksi Hipersensitivitas.docx

- H2: sekresi mukosa gaster, aritmia jantung

- H3:CNS (regulator?)

- H4: eosinofil (?)

Puncak reaksi : 10-15 menit

[cAMP]↑ = CEGAH GRANULASI

[cGMP]↑= memacu degranulasi

Degranulasi sel mast:

- Tidak timbulkan lisis sel

- Karena: anafilatoksin,C3a,C5a

Fase aktivasi:

- Perubahan dalam membrane sel mast karena metilasi fosfolipid→influx Ca++¿¿

timbulkan aktivase fosfolipase

- Glikolisis, pengaktifan enzim, pergerakan granul ke permukaan sel

2) PG & LT

Asal: hasil metabolism asam arakidonat (pengaruh fosfolipase A2) & sitokin pada

fase lambat rx tipe I

Mediator sekunder

Efek biologis timbul lebih lambat, TAPI lbh menonjol & berlangsung lebih lama

dibandingkan dengan Histamin

LT: untuk brokokonstriksi, permeabilitas vascular & produksi mucus ↑

Prostaglandin E: bronkokonstriksi

3) Sitokin

Dilepas: sel mast & basofil

E.g., IL 3-6,10,13,TNF-α,GM-CSF

Ubah lingkungan mikro,kerahkan sel inflamasi (neutrofil,eosinofil)

IL-4 & IL-13 : produksi IgE oleh sel B ↑

IL-5: aktivasi eosinofil

Manifestasi

1) Reaksi Lokal

Pada jaringan/organ spesifik, melibatkan permukaan epitel

Page 4: Reaksi Hipersensitivitas.docx

Atopi: kecenderungan untuk menunjukkan rx tipe 1 dan diturunkan

Sensitasi dapat terjadi secara pasif JIKA serum/darah orang yang alergi

dimasukkan ke dalam sirkulasi orang normal.

Rx alergi: kulit ,mata, hidung, saluran napas

2) Reaksi sistemik-anafilaksis

Dapat fatal,dalam beberapa menit

Dipacu oleh : makanan, obat/sengatan serangga,latihan jasmani.

2/3 pasien: pemicu nya tak teridentifikasi

3) Reaksi pseudoalergi/anafilaktoid

Libatkan pelepasan mediator oleh sel mast yang tidak melalui IgE

Mekanisme jalur efektor nonimun

Tidak perlu pajanan terdahulu untuk timbulkan sensitasi

Timbul oleh antimikroba,penisilin, pelemas otot

2. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II

Reaksi sitotoksik/sitolitik

Terjadi karena: dibentuk Ab jenis IgG/IgM thd Ag yang merupakan bagian sel pejamu

Sitolotik: karena lisis, BUKAN EFEK TOKSIS

Erat dengan proses penanggulangan munculnya sel klon baru,yang dapat ditemukan

pada Sel tumor,terinfeksi virus,dan terinduksi mutagen.

Sel target: karena factor lingkungan→kecacatan DNA→DNA Repair/Musnahkan

melalui mekanisme imunologik

Antibodi yang ditujukan kepada antigen permukaan sel atau jaringan berinteraksi

dengan komplemen dan berbagai jenis sel efektor untuk merusak sel sasaran. Setelah

antibodi melekat pada permukaan sel, antibodi akan mengikat dan mengaktivasi

komponen C1 komplemen. Konsekuensinya adalah:

a) Fragmen komplemen (C3a dan C5a) yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen

akan menarik makrofag dan PMN ke tempat tersebut, sekaligus menstimulasi sel

mastosit dan basofil untuk memproduksi molekul yang menarik dan mengaktivasi

sel efektor lain. Fagositosis terjadi dengan cara merusak patogen dalam

fagolisosom oleh kombinasi metabolit radikal, ion, enzim dan perubahan pH. Jika

target terlalu besar maka lisosom dieksositosis.

Page 5: Reaksi Hipersensitivitas.docx

b) Aktivasi jalur klasik komplemen mengakibatkan deposisi C3b, C3bi, dan C3d

pada membran sel sasaran. Sensitisasi sel target untuk interaksi dengan sel efektor

(makrofag, neutrofil) yang membawa reseptor untuk aktivasi komplemen. C3b

berikatan dengan sel target membentuk ikatan kovalen setelah putusnya ikatan

tiolester internal oleh C3 konvertase. C3b diinaktivasi oleh faktor I dan enzim

serum, C3d berikatan dengan sel target secara kovalen. C3b dan C3d dapat beraksi

sebagai struktur pengenalan untuk sel yang memiliki reseptor komplemen.

Antibodi dapat juga bereaksi dengan sel yang memiliki reseptor Fc (makrofag,

eosinofil, neutrofil, sel K)

c) Aktivasi jalur klasik dan jalur litik menghasilkan C5b-9 yang merupakan

Membrane Attack Complex (MAC) yang kemudian menancap pada membran sel.

Sel-sel efektor, yaitu makrofag, neutrofil, eosinofil dan sel NK, berikatan pada

kompleks antibodi melalui reseptor Fc atau berikatan dengan komponen komplemen

yang melekat pada permukaan sel tersebut. Pengikatan antibodi pada reseptor Fc

merangsang fagosit untuk memproduksi lebih banyak leukotrien dan prostaglandin

yang merupakan molekul-molekul yang berperan pada respon inflamasi. Sel-sel

efektor yang telah terikat kuat pada membran sel sasaran menjadi teraktivasi dan

akhirnya dapat menghancurkan sel sasaran.

Contoh reaksi hipersensitivitas tipe II adalah kerusakan pada eritrosit seperti yang

terlihat pada reaksi transfusi, hemolytic disease of the newborn (HDN) akibat

ketidaksesuaian faktor resus (Rhesus incompatibility), dan anemia hemolitik akibat

obat serta kerusakan jaringan pada penolakan jaringan transplantasi hiperakut akibat

interaksi dengan antibodi yang telah ada sebelunya pada resipien. Reaksi terhadap

trombosit dapat menyebabkan trombositopenia sedangkan reaksi terhadap neutrofil

dan limfosit dihubungkan dengan lupus eritematosus sistemik (SLE).

3. Reaksi Hipersensitivitas Tipe III

1) Kompleks imun mengendap di dinding pembuluh darah

Asal Ag: infeksi kuman pathogen persisten (malaria),spora jamur,penyakit auto

imun

Infeksi: dapat dengan Ag dlm Σ↑↑,tapi TANPA respons Ab efektif; makrofag

yang diaktifkan terus menerus lepas bahan yang dapat rusak jaringan

Page 6: Reaksi Hipersensitivitas.docx

Kompleks imun,tda Ag dalam sirkulasi & IgM/IgG3(dpt jg IgA) diendapkan di

membrane basal vascular&memb.basal ginjal→rx inflamasi local&luas

Bhn toksik neutrofil→jaringan rusak

Komplek yang terjadi→aktivasi makrofag,sel mast; agregasi trombosit,etc.

2) Kompleks imun mengendap di jaringan

Histamine dilepas sel mast→ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas

vascular ↑.

Antibodi bereaksi dengan antigen bersangkutan membentuk kompleks antigen

antibodi yang akan menimbulkan reaksi inflamasi. Aktivasi sistem komplemen,

menyebabkan pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Selanjutnya terjadi

vasodilatasi dan akumulasi PMN yang menghancurkan kompleks. Dilain pihak

proses itu juga merangsang PMN sehingga sel–sel tersebut melepaskan isi granula

berupa enzim proteolitik diantaranya proteinase, kolegenase, dan enzim

pembentuk kinin. Apabila kompleks antigen-antibodi itu mengendap dijaringan,

proses diatas bersama–sama dengan aktivasi komplemen dapat sekaligus merusak

jaringan sekitar kompleks. Reaksi ini dapat terjadi saat terdapat banyak kapiler

twisty (glomeruli ginjal, kapiler persendian).

Manifestasi klinik akibat pembentukan kompleks imun in vivo bukan saja

bergantung pada jumlah absolute antigen dan antibody, tetapi juga bergantung

pada perbandingan relatif antara kadar antigen dengan antibodi. Dalam suasana

antibodi berlebihan atau bila kadar antigen hanya relatif sedikit lebih tinggi dari

antibody.

Kompleks imun yang terbentuk cepat mengendap sehingga reaksi yang

ditimbulkannya adalah kelainan setempat infiltrasi hebat dari sel – sel PMN,

agregasi trombosit dan vasodilatasi yang kemudian menimbulkan eritema dan

edema. Reaksi ini disebut Reaksi Arthus.

Agregasi trombosit dapat meningkatkan penglepasan vasoactive-amine atau

mungkin juga menimbulkan mikrotumbus yang berakibat iskemia local. Dalam

suasana antigen yang berlebih, kompleks yang terbentuk adalah kompleks yang

larut dan beredar dalam sirkulasi serum sickness atau terperangkap di berbagai

Page 7: Reaksi Hipersensitivitas.docx

jaringan diseluruh tubuh dan menimbulkan reaksi inflamasi setempat seperti pada

glomerulo-nefritis dan arthritis. Tempat pengendapan kompleks yang berbeda

dapat memunculkan manifestasi klinis yang berbeda pula.

Pengendapan setempat juga dapat menimbulkan reaksi inflamasi sistemik seperti:

1. Demam, nyeri, malaise

2. Gatal, edema

3. Pengurangan komplemen di dalam darah

4. Glomerulonephritis (ginjal)

5. Arthritis (persendian)

6. Rheumatik penyakit jantung

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hipersensitivitas tipe III antara lain :

Ukuran kompleks imun

Untuk menimbulkan kerusakan atau penyakit, kompleks imun harus

mempunyai ukuran yang sesuai. Kompleks imun berukuran besar biasanya

dapat disingkirkan oleh hepar dalam waktu beberapa menit, tetapi kompleks

imun berukuran kecil dapat beredar dalam sirkulasi untuk beberapa waktu.

Ada dugaan bahwa efek genetic yang memudahkan produksi antibody dengan

afinitas rendah dapat menyebabkan pembentukan kompleks imun berukuran

kecil, sehingga individu bersangkutan mudah menerima penyakit kompleks

imun.

Kelas imunoglobulin

Pembersihan (clearance) kompleks imun juga dipengaruhi oleh kelas

immunoglobulin yang membentuk kompleks. Kompleks IgG mudah melekat

pada eritrosit dan dikeluarkan secara perlahan–lahan dari sirkulasi, tetapi tidak

demkian halnya dengan IgA yang tidak mudah melekat pada eritrosit dan

dapat disingkirkan cepat dari sirkulasi, dengan kemungkinan pengendapan

dalam berbagai jaringan misalnya ginjal, paru-paru, dan otak.

Aktivasi Komplemen

Salah satu factor penting lain yang turut menentukan manifestasi klinik adalah

berfungsinya aktivasi komplemen melalui jalur klasik. Aktivasi komplemen

Page 8: Reaksi Hipersensitivitas.docx

melalui jalur klasik dapat mencegah penegendapan kompleks imun karena

C3b yang terbentuk dapat menghambat pembentukan kompleks yang besar.

Kompleks yang terikat pada C3b akan melekat pada eritrosit melalui reseptor

C3b, lalu dibawa ke hepar mana kompleks itu dihancurkan oleh makrofag.

Bila system ini terganggu, misalnya pada defisiensi komplemen, maka

kompleks diatas akan membentuk kompleks yang berukuran besar dan

memungkinkan ia terperangkap diberbagai jaringan atau organ. Telah

diketahui bahwa kompleks imun yang paling merusak apabila ia mengendap

atau terperangkap dalam jaringan

Permeabilitas pembuluh darah

Yang paling penting dalam kompleks imun adalah peningkatan permeabilitas

vaskular. Peningkatan permeabilitas vascular dapat disebabkan oleh berbagai

faktor, diantaranya oleh peningkatan pelepasan vasoactive amine. Semua hal

yang berkaitan dengan penglepasan substansi ini harus dipertimbangkan,

misalnya komplemen, mastosit, basofil, dan trombosit yang dapat memberikan

kontribusinya pada peningkatan permeabilitas vascular.

Proses hemodinamik

Pengendapan kompleks imun paling mudah terjadi di tempat-tempat dengan

tekanan darah tinggi dan ada turbulensi. Banyak kompleks imun mengnedap

dalam glomerulus dimana tekanan darah meningkat hingga 4 kali dan dalam

dinding percabangan arteri dan ditempat-tempat terjadinya filtrasi, seperti

pada pleksus choroids dimana tempat turbelensi.

Afinitas antigen pada jaringan

Ada beberapa jenis kompleks imun yang memilih mengendap di tempat –

tempat tertentu, misalnya untuk SLE, sasaran pengendapan kompleks imun

adalah ginjal. Pada arthritis rheumatoid kompleks imun lebih suka mengendap

dalam sendi dan walaupun selalu ada kompleks imun dalam sirkulasi, ia tidak

mengendap di ginjal. Hal ini ditentukan oleh afinitas antigen terhadap organ

tetentu.

Page 9: Reaksi Hipersensitivitas.docx

Prekursor umum reaksi hipersensitivitas tipe III antara lain :

1. Sensitisasi sel B dengan sejumlah besar antigen disajikan dalam waktu lama

2. Infusi intravena obat antigenik

3. Injeksi sejumlah besar obat antigenik (tidak cepat dibersihkan)

4. Sejumlah besar infeksi (contoh, Streptococcus, dengan demam rematik)

5. Autoantigen yang tidak dapat dihindari (contoh., systemic lupus

erythematosis -SLE) : sistem imun mengenali DNA sendiri sebagai senyawa

asing dan membuat anti-nuclear antibodies (ANA); kompleks Ag/Ab

terdeposit pada dinding pembuluh (vasculitis) pada:

− Persendian dan otot mengakibatkan arthritis and myalgia

− Ginjal

− Pembuluh kutan pada wajah menimbulkan topeng merah serigala (Canis

lupus)

− Perikardium, pleura menimbulkan nyeri dada

Pengobatan dan penanganan penderita reaksi hipersensitivitas tipe III antara

lain :

1. Obat anti-inflamasi\antihistamin

2. Menghindari sejumlah besar antigen dan berhati-hati terhadap immunisasi

dan antitoksin

4. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV

Peran: CD4+ & CD8+

Sel T lepas sitokin; produksi mediator sitokin→respons inflamasi pada penyakit kulit

hipersensitivitas lambat.

DTH Tipe IV

- Hipersensitivitas granulomatosis

- Fase sensitasi : 1-2 minggu setelah kontak primer dgn antigen

- Fase efektor: sel Th1 lepas sitokin yang aktifkan makrofag&sel inflamasi

nonspesifik; gejala: 24 jam setelah kontak sekunder dengan antigen

T-Cell Mediated Cytolysis

Reaksi Jones Mote (JM)

Page 10: Reaksi Hipersensitivitas.docx

Reaksi ini ditandai oleh adanya infiltrasi basofil di bawah epidermis. Reaksi

ini timbul oleh karena terdapat antigen yang larut dan oleh limfosit yang peka

terhadap siklofosfamide. Reaksi ini terjadi sesudah 24 jam.

Dermatitis kontak dan Hipersensitivitas kontak

Hipersensitivitas kontak terjadi setelah sensisitasi dengan zat kimia sederhana

(misalnya nikel,formaldehid), bahan-bahan kimia, bahan-bahan tumbuhan (racun

pohon oak), obat yang digunakan secara topical (misalnya sulfonamide,neosin).

Molekul-molekul kecil masuk ke dalam kulit dan kemudian bereaksi sebagai

hapten,melekat pada protein tubuh dan bertindak sebagai antigen komplit.

Hipersensitivitas yang diperantarai oleh sel terinduksi, khususnya di kulit. Ketika

kulit kembali kontak dengan agen penyebab hipersensitivitas tersebut, orang yang

sensitive mengalami erotema, gatal, vesikulasi, eksema, atau nekrosis kulit dalam

waktu 14-28 jam. Dermatitis kontak adalah dermatitis yang timbul pada kulit tempat

kontak dengan allergen.

Reaksi Tuberkulin

Hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroorganisme terjadi pada

banyak penyakit infeksi dan telah digunakan sebagai alat bantu diagnosis. Seperti

yang terjadi pada reaksi tuberculin. Reaksi ini terjadi 20 jam setelah terpajan dengan

antigen. Kemudian setelah 48 jam timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di

sekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan hubungan serat-serat kolagen kulit

rusak