ratih gizi.docx

6
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan serta adanya daerah miskin gizi (iodium). Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan (Almatsier, 2009).

Transcript of ratih gizi.docx

Page 1: ratih gizi.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi

kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya

disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya

kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu

seimbang dan kesehatan serta adanya daerah miskin gizi (iodium). Sebaliknya

masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan

masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi,

menu seimbang dan kesehatan (Almatsier, 2009).

Masalah gizi di Indonesia dan di Negara berkembang pada umumnya masih

didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi,

masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah kurang

Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama pada kota-kota besar.

(Supariasa,dkk,2012).

Menurut kerangka UNICEF (1998) masalah gizi dipengaruhi faktor langsung

dan faktor tidak langsung. Faktor langsung yaitu asupan makanan dan

Page 2: ratih gizi.docx

penyakit infeksi yang keduanya saling berkaitan. Kurangnya asupan makanan

dapat menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit infeksi bahkan

memperparah kondisi penyakit infeksi, dan begitu juga sebaliknya. Selain itu,

ada pula faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak langsung yaitu

ketersediaan pangan, pola asuh anak, lingkungan dan pelayanan kesehatan

serta tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu.

Hasil Riskesdas 2010 menunjukan 40,7% penduduk mengkonsumsi makanan

di bawah kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari Angka Kecukupan

Gizi/AKG) yang dianjurkan. Kontribusi konsumsi karbohidrat terhadap

konsumsi energi adalah 61%, sedikit diatas angka yang dianjurkan PUGS

(Pedoman Umum Gizi Seimbang) yaitu 50-60%. Kontribusi protein terhadap

konsumsi energi hanya 13,3% di bawah dari yang dianjurkan PUGS yaitu

15%, dan kontribusi konsumsi lemak terhadap energi sebesar 25,6% melebihi

yang dianjurkan PUGS yaitu 25%.

Asupan protein pada anak usia 7-12 tahun secara nasional rata-rata 113,2, dan

di Lampung rata-rata 101,1. Di Indonesia asupan rata-rata protein sebesar

105,8, sedangkan di Lampung rata-rata asupan protein 96,3. Terdapat

perbedaan antara asupan protein nasional dengan Provinsi Lampung dimana

rata-rata asupan protein pada Provinsi Lampung lebih rendah dibandingkan

dengan asupan protein nasional (Riskesdas, 2010).

Fase usia sekolah membutuhkan asupan makanan yang bergizi untuk

menunjang masa pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan tubuh akan

energi jauh lebih besar dibandingkan dengan usia sebelumnya, karena anak

Page 3: ratih gizi.docx

sekolah lebih banyak melakukan aktivitas fisik seperti bermain, berolahraga

atau membantu orang tuanya (Anindya, 2009).

Selain itu, pengaruh makanan terhadap perkembangan otak, apabila makanan

tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini

berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak.

Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan

pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak

yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan

dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan ini

berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak (Anwar, 2008 dalam

Pamularsih, 2009).

Status gizi seseorang merupakan faktor yang memberikan pengaruh cukup

besar terhadap prestasi seseorang. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Himmah (2010) pada anak SD di Bekasi, dihasilkan bahwa

prestasi belajar siswa kurang ternyata banyak terjadi pada siswa dengan status

gizi yang kurang (80,6%) dibandingkan siswa dengan status gizi yang normal

(41,4%). Hal ini didukung dengan penelitian Pamularsih pada anak SD di

Boyolali, terdapat hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar.

Anak yang kurang gizi mudah mengantuk dan kurang bergairah yang dapat

mengganggu proses belajar di sekolah dan menurun prestasi belajarnya, daya

pikir anak juga akan berkurang, karena pertumbuhan otaknya tidak optimal

(Anindya, 2009). Kurang gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan, meningkatkan

kesakitan dan kematian (Achmad, 2000). Dalam Widyakarya Nasional Pangan

Page 4: ratih gizi.docx

dan Gizi (2000) disebutkan bahwa pada anak usia sekolah kekurangan gizi

akan mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah dan sakit - sakitan

sehingga anak seringkali absen serta mengalami kesulitan mengikuti dan

memahami pelajaran.

Begitu juga dengan anak yang mengalami obesitas akan mempengaruhi

terhadap prestasi belajarnya. Hal ini berdasarkan Datar, Sturm, dan

Magnabosco (2004) yang menyatakan prestasi anak obesitas pada pelajaran

matematika dan membaca cenderung lebih rendah dibandingkan anak yang

tidak obesitas.