Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP...

31
INTEGRITAS KEBENARAN KEJUJURAN OBYEKTIF TRANSPARAN AKUNTABEL Rp SINERGI Bonus Sinergi : Perpres RI No.16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Edisi I Tahun 2018 Manajemen Risiko Ujung Tombak Pengendalian Tata Kelola KKP Integrasi Sistim Penanganan Pengaduan Lingkup KKP Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Menuju Modernisasi Pengadaan ISSN : 1412-1298 Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP melalui Probity Audit dan Sinergitas dengan Mitra Pusat dan Daerah Probity Audit

Transcript of Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP...

Page 1: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

INTEGRITAS

KEBENARAN

KEJUJURAN OBYEKTIF

TRANSPARAN

AKUNTABEL

Rp

SINERGIBonus Sinergi :

Perpres RI No.16 Tahun 2018

Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Edisi I Tahun 2018

Manajemen Risiko Ujung Tombak Pengendalian

Tata Kelola KKP

Integrasi Sistim Penanganan Pengaduan

Lingkup KKP

Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Menuju Modernisasi

Pengadaan

ISSN

: 1

41

2-1

29

8

Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP

melalui Probity Audit dan Sinergitas dengan Mitra Pusat dan Daerah

Probity Audit

Page 2: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Daftar Isi

3Edisi I Tahun 2018

KINERJA

Antisipasi terhadap Materialitas Temuan BPK-RI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40

Formula agar Bantuan Pemerintah Tepat Sasaran dan Tepat Guna . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43

Tantangan Pelayanan Publik KKP di Era Digital . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47

Peran Auditor dalam Peningkatan Capaian Kinerja KKP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 49

LINTAS SINERGI

Inisiasi Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi pada BRPPUPP Palembang . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53

Integrasi Sistim Penanganan Pengaduan Lingkup KKP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54

TAFAKUR

Berbekal Semangat Ramadhan Melahirkan Insan yang Jujur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 56

KILAS LENSA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59

Penanggung Jawablnspektur Jenderal KKP

Pemimpin Redaksi Ir. Jayeng C. Purewanto, MM

Redaktur Drs. Cipto Hadi Prayitno

Penyunting / Editorlr. Lina Herlina

Farida Farid, S,Pi,. M.T, M.P.PFredy Haryanto, S.Pi, M.Ak

Akhmad Samudera, S.H, M.SiDoni Wiryadinata, S.St.Pi

Tengku Sonya N.H., S.Pi, M.Si

Desain grafis Iswahyudi, A.Md

FotograferAfdi Nurdiansyah, A.Md

Urip Mulyono

Sekretariat Tim Ir.Soma Somantri, M.E.

Bachtiar A.S, M.PP., M.Eng.Mochamad Firdaus, S.E., M.A.B.

Wiwit Roza, SH, MHNatalisa Fitriyani H

Kasman

Alamat RedaksiSekretariat Itjen KKP

Gedung Mina Bahari 3 Lt. 4 Jl. Medan Merdeka Timur No. 16

Jakarta 10110Telp. (021) 3522310, 3520336

Fax : (021) 3520336http: www.itjen.kkp.go.id

email: [email protected]

SINERGI

INTEGRITAS

KEBENARAN

KEJUJURAN OBYEKTIF

TRANSPARAN

AKUNTABEL

Rp

SINERGIBonus Sinergi :

Perpres RI No.16 Tahun 2018

Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Edisi I Tahun 2018

Manajemen Risiko Ujung Tombak Pengendalian

Tata Kelola KKP

Integrasi Sistim Penanganan Pengaduan

Lingkup KKP

Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Menuju Modernisasi

Pengadaan

ISSN

: 1

412-

1298

Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP

melalui Probity Audit dan Sinergitas dengan Mitra Pusat dan Daerah

Probity Audit

Assalaamu a'laikum Sobat Sinergi, Tak terasa sudah memasuki Semester I 2018, dengan ber-bagai peristiwa yang mewarnai negeri ini dan khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pada Edisi I 2018 ini, kami mecoba tampil lebih fresh dan stylish dengan menggunakan cover baru. Dari Penulis kami sajikan artikel bertema Manajemen Risiko, Materialitas Temuan BPK-RI, Peningkatan Capaian Kinerja, Bantuan Pemerintah, Pelayanan Publik, Probity Audit, Pengadaan Barang/Jasa, Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan KKP, dan Padat Karya melalui Swakelola.

Pada Edisi I 2018 ini juga ada sajian istimewa Rubrik Reliji dari Bapak Inspektur Jenderal KKP, Liputan Studi Banding Penggunaan Teknologi Informasi ke Pemkot Bandung (Akselerasi Reformasi Birokrasi Melalui Teknologi Informasi), serta Bonus Sinergi dalam bentuk cetakan mini Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa.

Pada akhirnya, kami menyadari masih terdapat banyak keurangan disana-sini, namun tanpa menguarangi antusiasme Sobat Sinergi, kami ucapkan selamat membaca dan bekerja…!. Tak lupa pula kami segenap Tim Redaksi dan jajaran Inspektorat Jenderal KKP mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.

Redaksi

Salam Sinergi LAPORAN UTAMA

Rakerwas Itjen 2018 : "Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP melalui Probity Audit dan Sinergitas KKP dengan Mitra Pusat dan Daerah" . . . . . . . . 4

KINERJA

Implementasi Probity Audit pada Itjen KKP . . . . 7

Pentingnya Reviu Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan KKP dalam Melakukan Mitigasi Resiko . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

Manajemen Risiko Ujung Tombak Pengendalian Tata Kelola KKP . . . . . . . . . . . . . . . . 16

Kewajiban Melakukan Evaluasi Manajemen Risiko . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20

Padat Karya Melalui Swakelola . . . . . . . . . . . . . 25

Titik Kritis Pembangunan Sabuk Pantai Menggunakan Karung Geotekstil Memanjang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29

Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Menuju Modernisasi Pengadaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32

LIPUTANAkselerasi Reformasi Birokrasi Melalui Teknologi Informasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36

29

43

49

Page 3: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Laporan Utama Laporan Utama

4 SINERGI 5Edisi I Tahun 2018

Bertempat di Aston Bogor Hotel and Resort, Itjen KKP hari Kamis (1/3) s.d

Sabtu (3/3) mengadakan Rapat Kerja Pengawasan (Rakewas) Tahun 2018 dengan tema "Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP Melalui Probity Audit dan Sinergitas KKP dengan Mitra Pusat dan Daerah". Rakerwas 2018 tersebut meng-hadirkan narasumber dari BPKP, Kejaksaan Agung, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan dari Biro Keuangan Setjen KKP, yang membahas berbagai topik:

Strategi Peningkatan Kualitas LK KKP, Efektivitas Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan

APIP, juga diperkaya dengan diskusi panel Teknik Investigasi, Audit Investigasi, Manajemen Perubahan, Manajemen Risiko dalam PKPT, Pemantauan Tindak Lanjut, Probity Audit dan Pembangunan Integritas. Dalam sambutan, sekaligus pembukaan secara resmi Rakerwas 2018, Bapak Irjen Muhammad Yusuf menyampaikan harapan per-baikan kualitas LK KKP, adanya perubahan paradigma dalam pengelolaan anggaran dan pembangunan KKP dengan budaya kerja ikhlas, solid, transparan demi kesejahteraan masyarakat.

Paparan pertama dari nara-sumber Bapak Bambang Widjojanto, (Wakil KPK Periode 2011-2015) dengan moderator

RAKERWAS ITJEN 2018 : "Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP melalui Probity Audit dan Sinergitas KKP dengan Mitra Pusat dan Daerah"

Dr. Muhammad Yusuf

Dr. Bambang Widjojanto, SH

Irjen KKP Bapak Muhammad Yusuf, dengan judul: Jakarta Satu "Upaya Pencegahan Korusi di Ibukotasebagai studi kasus utk pencegahan korupsi di KKP". Dalam paparannya tersebut, secara khusus Bapak Bambang Widjojanto menegaskan perlu-nya implementasi satu basis data dan peta dasar untuk berbagai sistem informasi yang menunjang perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan di DKI Jakarta yang bisa diadopsi oleh KKP (dalam hal ini memak-simalkan Satu Data KKP), guna meminimalisir penyimpangan pelaksanaan anggaran.

Sesi berikutnya paparan dari na-rasumber Kepala Biro Keuangan Bapak Darmadi Aries Wibowo, dengan judul: "Optimalisa-si Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Untuk Meningkatkan Kualitas Laporan Keuangan", dengan Moderator Auditor Madya Ibu Iriawanti. Ditegaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas laproan keuangan, diperlukan kepatuhan dalam pengelolaan anggaran dan per-tanggung jawaban keuangan, serta kepatuhan dalam pelaporan dengan pengungkapan yang sejelas-jelasnya (full disclosure).

Selanjutnya, sesi siang paparan narasumber dari TP4 Kejaksaan Agung-RI Bapak Ranu Mihardja dengan moderator Inspektur V Bapak Cipto Hadi Prayitno : "Peran Serta Kejaksaan Dalam Pembangunan Nasional". Hal yang menarik adalah keinginan Bapak Muhammad Yusuf agar kejaksaan tidak serta-merta langsung melakukan

penyelidikan dan penyidikan atas suatu pengaduan, melainkan ada upaya pelimpahan terlebih dahulu kepada Itjen guna menelusuri terlebih dahulu kebenaran pengaduan tersebut.

Paparan berikutnya oleh Bapak M. Rahman Ritza, Inspektur Itjen Kemenkeu dengan judul: "Audit Investigasi di lingkungan Kemenkeu", selanjutnya "Efek-tivitas Penyelesaian tindak lanjut" oleh Bapak Mulyana, Direktur Pengawasan Produksi dan SDA BPKP, serta "Teknik Investigasi" oleh Bapak Azamul Fadly Noor dari PPATK dengan moderator Tengku Sonya (auditor Itjen KKP).

Diakhir sesi siang, ada success story sharing dari para Kelompok Penerima Bantuan. Kuncinya: ulet dan konsisten dalam berusaha dan semangat dalam memanfaatkan bantuan untuk semakin maju mengakhiri sesi siang hari pertama.

Selanjutnya, Bapak Irjen Muhammad Yusuf memberikan pencerahan tentang Manajemen

Perubahan dan Revolusi Mental menuju Itjen Kuat, KKP Hebat, dan dilanjutkan dengan paparan terakhir pada hari pertama, yang membahas Manajemen Risiko dan PKPT 2018 dengan narasumber Bapak Ono Juarno (auditor Inspektorat V), dan Febry Budianto (Kepala Subbagian Monitoring dan Eva-luasi Bagian Program) dengan moderator Teguh Erawan (Kepala Subbagian Tata Usaha Inspektorat V).

Pada hari kedua, sesi pagi hingga siang langsung dilakukan pemaparan panel 4 (empat) topik sekaligus : tindak lanjut hasil pengawasan/pemeriksaan BPK dan APIP, pelaksanaan dan hasil probity audit, evaluasi Bantuan KKP dan Pembangunan Integritas dengan narasumber dari para auditor Itjen KKP. Sebagai moderator Bachtiar A.S. (Kasubbag Analisis Bagian Pemantauan Hasil Pengawasan), dan mengakhiri sesi pagi hingga siang tersebut, Bapak Irjen Muhammad Yusuf menegaskan pentingnya dukungan, ke-pedulian dan kerjasama dari

Page 4: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja

7Edisi I Tahun 2018

Laporan Utama

6 SINERGI

seluruh Satker Pusat maupun SKPD dalam ikut membina, memantau dan melaksanakan penyelesaian Bantuan KKP, menyelesaikan rekomendasi temuan BPK/BPKP/Itjen, serta melaporkan dan memberikan masukan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan Kelautan dan Perikanan.

Sesi selanjutnya sampai dengan hari ke-3 merupa-kan sesi pembahasan internal meliputi pedoman pengembangan karir SDM Itjen KKP, Pedoman/manual IKU Bantuan Pemerintah dan Pedoman Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK dan hasil pengawasan APIP (Itjen KKP dan BPKP), dan ditutup dengan arahan, pesan dan kesan Bapak Irjen dan para Inspektur kepada segenap pegawai, sekaligus sebagai ketetapan rumusan Rapat Kerja Pengawasan (Rakerwas) 2018, dan pelepasan purna tugas Ibu Sesitjen Ida Kusuma W.

Semoga melalui Rakerwas 2018 ini kinerja Itjen KKP lebih meningkat!!

Mulyana (BPKP) M.Rahman Ritza (Kemenkeu)

Ranu Mihardja (Kejaksaan) Azamul Fadly Noor (PPATK) Salah satu ukuran keberhasilan kinerja Pemerintah antara lain

dalam sektor Pengadaan Barang/Jasa (PBJ), namun pada sektor ini sangat rentan untuk dikorupsi. Sepanjang tahun 2017 menurut data Indonesian Corruption Watch (ICW) tercatat sebanyak 84 kasus PBJ yang telah diproses hukum dengan kerugian negara mencapai Rp1,02 Triliun.

Berbagai upaya telah di-lakukan Pemerintah untuk mengurangi kasus kecurangan dalam pengadaan barang/jasa, salah satunya dengan penerapan probity audit yang telah banyak dipraktikkan di Kementerian lain antara lain Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan saat

Implementasi Probity Audit pada Itjen KKP

ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menerapkan kebijakan ter-sebut untuk mewujudkan efektifitas bantuan kepada masyarakat. Dalam tulisan ini, akan mengulas proses beberapa pelaksanaan probity audit di lingkup KKP dan menguraikan sejauh mana kegiatan probity audit telah mampu mencegah dan mendeteksi kecurangan peng-adaan barang/jasa.

Probity Audit Pelaksanaan kegiatan probity audit pada Inspektorat Jenderal KKP didasarkan pada Pedoman probity audit pengadaan barang/jasa bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang diterbitkan oleh BPKP melalui keputusan Kepala BPKP

No. PER-362/K/D4/2012, yang telah diformalkan di lingkup Itjen sesuai Peraturan Inspektur Jenderal Nomor: 64/PER-IRJEN/2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Probity Audit Pengadaan Barang dan Jasa Itjen KKP.

Probity audit diartikan sebagai integritas (integrity), kebenaran (uprightness), dan kejujuran (honesty). Konsep probity audit tidak hanya digunakan untuk mencegah terjadinya korupsi atau ke-tidakjujuran tetapi juga untuk memastikan bahwa proses penyelenggaraan kegiatan sektor publik, seperti proses pengadaan barang/jasa, pen-jualan aset, dan pemberian sponsor/hibah dilaksanakan secara wajar, obyektif, trans-paran dan akuntabel.

Probity audit dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip PBJ Pemerintah sebagaimana di-atur dalam pasal 5 dalam

Oleh : Suparyanto (Auditor Utama)

Page 5: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

8 SINERGI 9Edisi I Tahun 2018

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang telah beberapa kali diubah terakhir menjadi Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015, yaitu: efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel (Pedoman probity audit pengadaan barang/jasa bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, BPKP 2012).

Tujuan probity audit yaitu memberi keyakinan bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa telah dilakukan berdasarkan kejujuran, inte-gritas dan kebenaran untuk mentaati prinsip-prinsip pe-ngadaan sesuai ketentuan. Adapun manfaat probity audit yaitu: • menghindari terjadinya kon-

flik kepentingan; • menghindari terjadinya

praktek korupsi;

• meningkatkan integritas sektor publik melalui per-ubahan pengorganisasian dan perilaku;

• meyakinkan publik dan pe-laku usaha sektor publik bahwa proses dan hasil pengadaan barang/jasa dapat dipercaya; dan

• meminimalkan kemung-kinan terjadinya proses pe-ngadilan yang timbul karena proses pengadaan barang/jasa yang tidak memenuhi prinsip prinsip pengadaan.

Tahapan dalam proses probity audit terbagi menjadi 4 (empat) tahap yaitu : • pada tahap persiapan pe-

milihan penyedia barang/jasa;

• pada tahap pemilihan pe-nyedia barang/jasa;

• pada tahap pelaksanaan kontrak barang/jasa; dan

• pada tahap pemanfaatan

hasil pengadaan barang/jasa.

Adapun sasaran masing-masing tahapan dapat di-uraikan sebagai berikut :

1. Tahap persiapan pemilihan penyedia barang/jasa, probity audit dilakukan dalam hal: organisasi peng-adaan, rencana pemilihan penyedia barang/jasa, sistem pengadaan, alokasi waktu, harga perkiraan sendiri, dan kelengkapan dokumen pengadaan.

2. Tahap pemilihan penyedia barang/jasa, probity audit dilakukan dalam proses : pengumuman, pendaftaran dan pengambilan dokumen pengadaan, pemberian pen-jelasan, pemasukan doku-men penawaran, pembu-kaan dokumen penawaran, evaluasi penawaran, eva-luasi kualifikasi dan pem-buktian kualifikasi, berita acara hasil pelelangan, pe-netapan dan pengumuman pemenang, sanggahan, dan penunjukan penyedia ba-rang/ jasa.

3. Tahap pelaksanaan kontrak, probity audit dilakukan dalam proses:a. Pengadaan barang yang

mencakup: surat pesanan, perubahan kegiatan, pen-giriman, uji coba, serah terima barang.

b. Jasa konstruksi yang mencakup: penyerahan

lokasi, penerbitan SPMK, mobilisasi, penilaian mutu, penilaian prestasi pekerjaan, pembayaran, perpanjangan, denda, serah terima pekerjaan (PHO), serah terima akir pekerjaan (FHO).

c. Jasa konsultansi yang mencakup: surat perintah mulai kerja, mobilisasi, pemeriksaan personil dan peralatan, perubahan personil dan peralatan, penggantian perso-nil, perubahan lingkup pekerjaan, perpanjan-gan waktu pelaksanaan, penyelesaian pekerjaan.

d. Pemanfaatan barang/jasa yang mencakup: penyerahan barang/konstruksi/jasa ke PPK/KPA, pencatatan barang/konstruksi/aset ke dalam daftar inventaris barang (SIMAK-BMN), pe-manfaatan barang/ konstruksi/ jasa.

4. Tahap pemanfaatan ba-rang/jasa, probity audit dilakukan dalam proses: penyerahan barang/kon-struksi/jasa ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), pencatatan barang/konstruksi/aset ke dalam daftar inventaris barang (SI-MAK-BMN), dan peman-faatan barang/konstruksi/jasa.

Pelaksanaan Probity AuditMengingat strategisnya layan-an pengawasan berupa probity audit ini, maka kegiatan ini dapat dikategorikan Audit Dengan Tujuan Tertentu (ATT). Untuk pelaksanaannya diperlukan kompetensi Auditor dengan persyaratan sebagai berikut: 1. Syarat personal, Auditor

yang mampu bersikap independen, obyektif, pro-fesional, integritas dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan pihak atau obyek yang akan diaudit;

2. Syarat formal, Auditor yang berpengalaman dalam audit pengadaan barang/jasa pe-merintah dan telah memi-liki sertifikat ahli pengadan barang/jasa secara Nasio-nal dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pe-merintah (LKPP).

Sejatinya, kegiatan probity audit ini dilaksanakan pada saat pekerjaan sedang berlangsung untuk memberikan jaminan atas ketaatan, pemenuhan prinsip kejujuran, kebenaran dan integritas, yang dilakukan oleh Satker itu sendiri dan dilakukan audit oleh Tim Auditor. Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan probity audit ini yaitu Tim Audit, KPA, PPK, Pejabat Unit Layanan Pengadaan (Pejabat ULP), dan Anggota Kelompok Kerja.

Dalam pelaksanaan probity audit, apabila Satker tidak jujur dan kurang integritasnya terutama terkait pemberian informasi, maka hasil audit tidak banyak memberikan manfaat untuk perbaikan dalam proses PBJ, sehingga bisa mengakibatkan timbul-nya permasalahan di kemudian hari.

Page 6: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

10 SINERGI 11Edisi I Tahun 2018

Data evaluasi kegiatan probity audit lingkup Itjen dari Tim Wasnal (2017) diketahui bahwa kegiatan probity audit baru dapat dilakukan sebanyak 6,43% dari total satker lingkup KKP yang memiliki kegiatan strategis, dan tahapan proses yang dapat dilakukan cenderung pada tahap pelaksanaan kontrak.

Hasil telaahan Penulis, dengan keterbatasan SDM dan anggaran Itjen maka kegiatan probity audit lebih efektif dilakukan pada tahap pelaksanaan kontrak daripada tahap persiapan pengadaan barang/jasa atau tahap pemilihan penyedia barang/jasa. Resiko yang ditimbulkan lebih tinggi karena adanya potensi itikad tidak baik dari rekanan untuk memperoleh keuntungan antara lain mengurangi spesifikasi teknis dan volume dari kontrak. Jika saat itu sedang dilakukan probity audit oleh Tim Auditor, maka penyimpangan dapat dideteksi dan perbaikan dapat dilakukan saat kegiatan probity audit berlangsung, sehingga dapat menyelamatkan negara dari potensi kerugian negara.

Dalam hal kegiatan probity audit dilakukan pada tahap pemilihan penyedia barang/jasa, namun tidak dilanjutkan lagi sampai pada tahap pelaksanaan kontrak

dan ternyata beberapa per-masalahan yang ditemukan di tahapan pelaksanan kontrak maka akan sulit untuk diperbaiki oleh Satker, antara lain seperti kekurangan volume, keti-daksesuaian spesifikasi, dan waktu pelaksanaan terlam-bat, maka hasil audit tidak dapat memberikan perbaikan atas tahapan tersebut. Sebagai contoh kelemahan ditemukan pada saat pekerjaan sudah selesai/alat telah terpasang, sehingga akan sulit untuk menggantinya.

Idealnya, jika pelaksanaan kegiat-an probity audit dapat dilakukan seluruh tahap dalam proses PBJ yakni tahap persiapan, tahap pemilihan penyedia barang/jasa, tahap

pelaksanaan kontrak dan tahap pemanfaatan kontrak akan lebih baik untuk meminimalkan permasalahan di proses pe-lelangan dan di lapangan, sehingga hasil kegiatan probity audit dapat bermanfaat untuk Satker lingkup KKP.

Daftar Pustaka :1. Pemerintah RI, 2010, Perpres 54

tahun 2010 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakir dengan perpres No4 tahun 2015 , tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.

2. BPKP, 2012, Pedoman Probity Audit Pengadaan barang/jasa Pemerintah bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.

3. BPKP, 2008, Peraturan Pemerintah RI, Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

4. Itjen KKP, 2017, Pedoman Pe-laksanaan Probity Pengadaan Barang dan Jasa ITJEN KKP.

“Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman, namun tidak jujur sulit diperbaiki”(Bung Hatta)

Sejak Peraturan Menteri Kelautan (PMK) Nomor 1 4 / P M K . 0 9 / 2 0 1 7

diterbitkan oleh Menteri Keuangan dan diundangkan oleh Menhumham pada tanggal 13 Februari 2017 tentang Pedoman Penerap-an, Penilaian, dan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan (PIPK) Pemerintah Pusat, maka sejak tanggal tersebut seharusnya Penerapan, Pe-nilaian, dan Reviu PIPK harus mulai dilaksanakan. Setiap entitas akuntansi dan entitas pelaporan melakukan identifikasi dan penilaian mandiri atas resiko utama yang berpotensi menjadi masalah dalam penyusunan LK, serta menetapkan ke-giatan pengendalian internal

atas resiko tersebut untuk memastikan pengendalian internal telah berjalan dengan baik.

Hal ini sesuai amanat PMK 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pela-poran Keuangan Pemerin-tah Pusat yang menyatakan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga/Pengguna Angga-ran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pe-nanggung jawab Unit Akun-tansi Pembantu Pengguna Anggaran (UAPPA), terma-suk Menteri Keuangan atas nama Pemerintah Pusat mem-buat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan (LK) dan menyusunnya ber-dasarkan pengendalian in-tern yang memadai sehingga ketika dilakukan reviu oleh

Inspektorat Jenderal, akan didapatkan keyakinan terba-tas bahwa LK disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).

Penerapan PIPKEntitas akuntasi adalah

Unit Pemerintahan PA/PB dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntan-si dan menyusun LK untuk digabungkan pada entitas pelaporan. Sedangkan enti-tas pelaporan adalah Unit Pe-merintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akun-tansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undan-gan wajib menyampaikan la-poran pertangggungjawaban berupa LK.

Penerapan PIPK se-suai PMK Nomor: 14/

Pentingnya Reviu Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan KKP dalam

Melakukan Mitigasi ResikoOleh : M. Nurohman (Auditor Utama)

Page 7: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

12 SINERGI 13Edisi I Tahun 2018

PMK.09/2017 dilaksanakan untuk mendukung pencapa-ian tujuan organisasi yang sis-tematis, terstruktur dan tepat waktu, mempertimbangkan keseimbangan aspek biaya dan manfaat, serta menjaga kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan. Adapun tujuan penerapan PIPK yaitu untuk memberikan keyakinan memadai bahwa pelaporan keuangan disusun dengan pengendalian intern yang memadai.

Penerapan PIPK oleh entitas akuntansi dan entitas pelaporan dilaksanakan pada tingkat entitas dan tingkat proses/transaksi dimana penerapan PIPK pada tingkat entitas meliputi komponen-komponen pengendalian intern yang ada dalam entitas akuntansi dan entitas pelaporan, yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan. Sedangkan penerapan PIPK pada tingkat proses/transaksi terdiri dari pengendalian intern yang diterapkan pada proses/

transaksi yang bersifat manual dan proses/transaksi yang menggunakan sistem aplikasi sesuai yang dijelaskan pada pasal 4 dan 5 dalam PMK Nomor: 14/PMK.09/2017.

Atas seluruh penerap-an PIPK tersebut menjadi tanggung jawab setiap en-titas akuntansi dan entitas pelaporan penyusun LKPP untuk mengelola, meme-lihara, dan secara berkala memutakhirkan dokumen-tasi penerapan PIPK. Doku-mentasi tersebut mencakup rancangan, penerapan, dan mekanisme evaluasi pengen-dalian intern atas pelaporan keuangan yang tercermin da-lam Petunjuk Teknis, Standar Operasional Prosedur (SOP), kebijakan administratif, pedo-man akuntansi, dan pedoman lainnya.

Penilaian dan Pelaporan PIPK

Kegiatan Penilaian PIPK diatur rinci dalam PMK Nomor: 14/PMK.09/2017 pasal 8 s.d 11 yaitu: setiap entitas akuntansi dan entitas pelaporan, termasuk entitas

pelaporan yang melakukan konsolidasi laporan keuangan melaksanakan penilaian PIPK oleh Tim Penilai untuk menjaga efektivitas penerapan PIPK. Adapun tahapan dalam penilaian PIPK meliputi perencanaan penilaian pengendalian intern, penilaian pengendalian intern tingkat entitas, penilaian pengendalian intern tingkat proses/transaksi, dan penilaian pengendalian intern secara keseluruhan. Ketentuan dalam penilaian PIPK yaitu paling sedikit sekali dalam dua tahun dilaksanakan pada tingkat entitas; dan pada tingkat proses/tran-saksi dilaksanakan secara semesteran dan tahunan.

Tim Penilai menyusun laporan hasil penilaian PIPK untuk disampaikan kepada: (1) Pimpinan entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan, (2) APIP, (3) Tim Penilai di atasnya secara berjenjang. Laporan hasil penilaian ter-sebut menyimpulkan efekti-vitas penerapan PIPK dalam tiga tingkatan, yaitu: Efektif, Efektif dengan pengecualian, atau Mengandung kelemahan material. Laporan hasil penilaian disampaikan paling lambat satu bulan sebelum batas akhir penyampaian laporan keuangan (mengacu pada PMK me-ngenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan). Untuk penilaian PIPK pada tahun 2017 sampai dengan tahun

nis pemantauannya (Audit LKPP); dan

3) mengkoordinasikan APIP masing-masing LKKL/LK-BUN untuk melaksanakan reviu atas Sistem Pengen-dalian Intern Penyusunan Laporan Keuangan (Audit LKPP). Untuk menindaklanjuti

rekomendasi BPK butir 1 s.d 3 diatas, maka dilaksanakan implementasi PMK Nomor: 14/PMK.09/2017 Pasal 16 yang menyatakan bahwa dalam rangka memberikan keyakinan terbatas kepada Pimpinan Kementerian Negara/Lembaga mengenai efektivitas penerapan PIPK secara memadai maka dilakukan Reviu PIPK. Reviu PIPK ini dilakukan oleh APIP dan dilaksanakan berdasarkan laporan hasil Penilaian PIPK yang disampaikan oleh Tim Penilai.

Ditambahkan pada pen-jelasan pada Pasal 17 bahwa Reviu PIPK dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan

dan pelaporan Reviu PIPK. Sedangkan pasal 18 menyatakan bahwa :1) perencanaan reviu PIPK

dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober pada tahun anggaran berjalan,

2) dalam hal terdapat kondisi perencanaan tidak dapat dilaksanakan pada bulan tersebut, perencanaan Re-viu PIPK dapat dilaksa-nakan sebelum Reviu PIPK dilaksanakan,

3) APIP menyusun program kerja Reviu PIPK berdasar-kan pedoman Reviu PIPK.Jadwal pelaksanaan Reviu

PIPK sesuai Pasal 19 seharus-nya dilaksanakan pada bulan November tahun anggaran berjalan sampai dengan bulan Januari tahun anggaran be-rikutnya. Dalam hal terdapat kondisi Reviu PIPK tidak dapat dilaksanakan pada bulan tersebut, pelaksanaan Reviu PIPK dapat dilakukan sebelum reviu LK K/ L, LK BUN, atau LKPP.

Untuk setiap entitas

2018 dilaksanakan pada tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Anggaran (UAPA), Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara (UABUN), dan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (UAPP) sesuai yang diatur dalam Pasal 12 sd. 13 PMK Nomor: 14/PMK.09/2017.

Reviu PIPKBerdasarkan temuan BPK

atas audit Laporan Keuang-an Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2015 pada Kementerian Keuangan (Bahan Ajar Works-hop PIPK oleh Itjen Kemenkeu, 2017) dinyatakan bahwa per-nyataan tanggung jawab atas LK yang disusun manajemen belum didasari dengan meka-nisme penilaian pengendalian intern/Control Self Assesment (CSA) yang sistematis dan terdokumentasikan dengan baik. Atas temuan tersebut, terdapat rekomendasi BPK kepada Menteri Keuangan agar : 1) mengkaji dan menetapkan

kebijakan terkait desain dan implementasi CSA dalam rangka pelaporan keuangan Pemerintah Pusat, dengan mengikutsertakan APIP (Audit Kinerja ICOFR);

2) menetapkan peraturan tentang penerapan Sistem Pengendalian Intern Penyusunan LKPP/LKKL/LKBUN dan petunjuk tek-

Page 8: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

14 SINERGI 15Edisi I Tahun 2018

akuntansi dan/atau entitas pelaporan yang direviu akan dibuatkan Catatan Hasil Reviu (CHR) oleh Tim Itjen yang dapat memuat Temuan. CHR merupakan dasar bagi Tim Itjen untuk membuat Pernyataan Reviu PIPK yang digunakan sebagai dasar manajemen dalam membuat pernyataan tanggung jawab atas LK. Dalam hal tidak dilakukan Reviu PIPK oleh Itjen, hasil Penilaian PIPK oleh Tim Penilai digunakan sebagai dasar Manajemen untuk membuat pernyataan tanggung jawab atas LK.

Hasil Reviu PIPK dan Saran

Dalam penyusunan LK Tahun 2017, hasil penilaian/reviu PIPK masih di tingkat entitas pelaporan, belum di tingkat entitas akuntansi. Hal ini disebabkan belum seluruh entitas akuntansi paham atas penerapan PIPK tersebut, serta masih perlu-nya persamaan pemahaman atas pengisian tabel-tabel yang ditetapkan pada lampiran PMK Nomor: 14/PMK.09/201, karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang baru disosialisasikan pada tahun 2017 dan baru pertama dilaksanakan di KKP.

Tim Reviu PIPK KKP Semester II Tahun 2017 me-netapkan bekerja berdasarkan

hasil penilaian Tim Penilai atas PIPK Semester II Tahun 2017 di tingkat entitas pelaporan, dengan mengisi Tabel 1 s.d 8, selanjutnya hasil tersebut direviu dan dituangkan dalam kertas kerja, dengan mengisi Tabel 10 s.d 12 untuk dasar pembuatan CHR.

Dalam laporan PIPK tingkat entitas pelaporan ter-sebut, telah ditentukan dua akun signifikan yang sering menjadi masalah pada LK, yaitu pendapatan pengelola-an BMN, dan persediaan yang diserahkan kepada masyara-kat. Karena laporan PIPK ini untuk tingkat entitas pela-poran, maka akun signifikan menggunakan kata “konsoli-dasi” sehingga menjadi kon-solidasi pendapatan penge-lolaan BMN, dan konsolidasi persediaan yang diserahkan kepada masyarakat. Kemu-dian dilakukan identifikasi transaksi/proses akuntansi utama dan aktivitas akuntan-si yang mempengaruhi dua akun tersebut.

Langkah selanjutnya di-tetapkan resiko utama, pe-ngendalian utama, pengujian atribut dan penilaian tingkat temuan dengan tujuan untuk meminimalkan permasalahan atas akun tersebut yang dila-kukan oleh Tim Penerap dan Tim Penilai KKP.

Hasil Evaluasi Pengendali-an Intern Tingkat Entitas (EPITE) oleh Tim Penilai diperoleh skor 98,18%

dengan simpulan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian internal telah berjalan dengan baik, namun masih terdapat catatan atas prosedur untuk mendeteksi adanya pengendalian intern yang diabaikan. Hal ini terjadi karena meskipun sistem pengendalian intern telah dirancang dan dilaksanakan dengan baik, namun tetap memiliki keterbatasan se-hingga masih terdapat ke-mungkinan kesalahan terjadi dan tidak terdeteksi sehingga belum ada perbaikan signi-ficant meski upaya-upaya pencegahan disclaimer telah dilaksanakan.

Berdasarkan evaluasi, terdapat minimal 2 (dua) kelemahan material dalam pengendalian internal yang dimungkinkan mempenga-ruhi Laporan Keuangan (LK) KKP, yaitu belum dilaksa-nakannya identifikasi perse-diaan yang diserahkan kepa-da masyarakat antara Bagian BMN KKP dengan Unit Ese-lon I KKP. Akibatnya realisasi persediaan yang diserahkan

kepada masyarakat tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan tidak sesuai dengan mutasi yang terdapat pada SIMAK dan SIMAN BMN pada LK.

Selain itu identifikasi dan dasar hukum pengenaan pendapatan atas pengelolaan BMN dan tarifnya juga masih dalam tahap pembahasan untuk sinkronisasi peraturan terkait pengelolaan BMN. Akibatnya nilai pendapatan terkait pengelolaan BMN belum dapat disajikan dengan tepat pada LK.

Selain pendapatan atas pengelolaan BMN dan tarif-nya, pendapatan yang berasal dari mutasi pengelolaan BMN juga belum dilaksanakan. Akibatnya informasi terkait denga hal tersebut tidak dapat disajikan sesuai dengan mutasi yang terdapat pada SIMAK dan SIMAN BMN pada LK.

Hasil evaluasi atas pengendalian intern tingkat transaksi/proses yang telah dipetakan oleh Tim Penilai seperti yang telah diuraikan di atas kemudian dilakukan reviu kembali oleh Tim Reviu Itjen dan dilakukan skoring untuk menentukan tingkatan temuan yaitu • F1: memiliki indikasi

adanya kecurangan/fraud, • F2: tingkat pertimbangan

subjektif dan kompleksitas dalam menentukan nilai akun,

• F3: kemungkinan defisiensi terjadi secara berulang,

• F4 :besarnya saldo akun yang menjadi temuan, serta

• F5: temuan Pengendalian Intern Tingkat Entitas yang secara signifikan mempengaruhi LK.Hasil penilaian Tim

Reviu KKP (2018) diperoleh skor rata-rata sebesar 2,52 (Significant Deficiency). Skor ini menunjukan bahwa temuan tersebut mempunyai pengaruh Cukup Material terhadap LK dan dibutuhkan pengendalian yang memadai untuk meminimalkan temuan-temuan tersebut. Sehubungan dengan permasalahan ter-sebut, Tim Reviu telah memberikan saran kepada Tim Penerap PIPK tingkat entitas pelaporan agar segera menuntaskan temuan tersebut dengan bukti yang kongkrit dan dimukhtahirkan secara berkala, antara lain dengan melakukan langkah-langkah berikut ini, yaitu : melakukan pembahasan terkait identifi-kasi dan ketepatan informasi persediaan yang diserahkan kepada masyarakat dan mutasi pada SIMAK dan SIMAN BMN, serta menyusun dasar hukum dan identi-fikasi pengenaan pendapatan atas pengelolaan BMN dan tarifnya sesuai PP Nomor 27 Tahun 2014. Selain itu juga disarankan untuk melakukan pembahasan dan menyajikan informasi terkait pendapatan

yang berasal dari mutasi pengelolaan BMN pada SIMAK dan SIMAN BMN pada LK.

PenutupDalam rangka persiapan

reviu PIPK atas LK Semester I Tahun 2018 ini, diharapkan Itjen KKP melakukan pemantauan secara berkala atas penerapan pengendalian intern atas pelaporan keuangan di tingkat entitas akuntansi, agar dapat teridentifikasi lebih dini resiko utama yang berpotensi menjadi masalah berulang dalam LK, serta mengupayakan langkah-langkah perbaikannya. Pe-laksanaan reviu PIPK atas LK Semester I Tahun 2018 juga diharapkan dapat dilaksanakan tepat waktu agar saran yang diberikan dapat bermanfaat untuk penyusunan dan reviu LK pada semester terkait. Semoga...

Daftar Pustaka :1. PMK Nomor 14/PMK.09/2017

tentang Pedoman Penerapan, Penilaian dan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan (PIPK) Pemerintah Pusat;PMK 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat; dan

2. Bahan Ajar Workshop PIPK, 2017.

Page 9: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

16 SINERGI 17Edisi I Tahun 2018

Identik berburu target di tengah hutan, pemburu harus mantap melemparkan

tombak ke tujuan, agar tepat ke sasaran dan mendapat hasil yang diinginkan. Demikian pula dalam pencapaian target dan tujuan suatu organisasi, kita harus mantap melesatkan segala sumberdaya ke pencapaian tujuan. Supaya tidak meleset dan tepat sasaran, bekal manajemen risiko harus sudah ada di tangan. Manajemen risiko menjadi salah satu kunci sukses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Komponen Manajemen RisikoMenurut Committee of Sponsoring Organization (COSO), manajemen risiko adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh seluruh personil dalam suatu organisasi, untuk memberikan jaminan

Manajemen Risiko Ujung Tombak Pengendalian Tata Kelola KKP

Oleh: Haris Budianto, S.E (Auditor Muda) dan Fredy Haryanto, S.Pi, M.Ak (Auditor Madya)

yang wajar terhadap pencapaian tujuan, selaras dan serasi dengan strategi yang telah ditetapkan dan risiko yang dikelola.

Risiko yang dimaksud disini masih berupa potensi atau kemungkinan terjadi suatu peristiwa yang berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan. Oleh karena itu, pengelolaan dan penerapan manajemen risiko yang tepat dan bijak, diharapkan mampu membawa organisasi ke arah tujuan yang diharapkan.

Terdapat delapan komponen manajemen risiko yang menjadi bekal kita dalam mencapai tujuan yaitu: ling-kungan internal, penetapan tujuan, identifikasi kejadian, penilaian risiko, respon terhadap risiko, kegiatan pen-gendalian, informasi dan komu-nikasi, serta pemantauan risiko.

Apa maksud masing-masing kom-ponen tersebut? Pertama adalah lingkungan internal, komponen ini mengharapkan adanya kesatuan irama yang dibangun oleh suatu organisasi dalam menetapkan dasar-dasar pengendalian risiko. Lingkungan pengendalian ini mempengaruhi strategi dan tujuan yang ditetapkan, aktivitas kegiatan yang di-bangun dan risiko yang diidentifikasi.

Komponen kedua adalah pene-tapan tujuan. Penetapan tujuan ini merupakan pra-syarat efektivitas identifikasi kejadian, penilaian risiko dan respon terhadap risiko. Penetapan tujuan menjadi acuan risk appetite organisasi, yaitu batas toleransi risiko yang dapat diterima suatu organisasi, serta risk tolerance, yaitu tingkat ukuran yang dapat diterima berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi.

Kinerja

Komponen ketiga adalah iden-tifikasi kejadian (identifikasi risiko). Komponen ini me-lingkupi kegiatan identi-fikasi kejadian/risiko yang berpotensi terwujud dan akan mempen-garuhi pencapaian tujuan. An-caman atau risiko yang mungkin meng-hambat pencapaian tujuan harus segera diatasi, sementara kejadian yang yang berdampak positif harus ditangkap sebagai peluang yang segera direspon agar memperlancar pencapaian tujuan. Faktor internal organisasi dan eksternal organisasi harus dipertimbangkan dalam meng-ambil keputusan.

Komponen keempat adalah penilaian risiko. Komponen ini melingkupi kegiatan penilaian terhadap berbagai risiko yang telah diidentifikasi oleh Unit Pemilik Risiko baik yang berasal dari internal maupun eksternal organisasi. Penilaian risiko dapat dilaksanakan dengan melakukan analisa hasil identifikasi risiko kegiatan dengan melakukan pengukuran berupa penilaian. Setelah dlakukan penilaian, maka dilanjutkan dengan grading atau pemberian peringkat berdasarkan tingkat risiko pada proses bisnisnya. Tingkat resiko tinggi mempengaruhi tindakan pemilik risiko untuk segera ditindaklanjuti agar tidak terealisasi.

Komponen kelima adalah respon terhadap risiko. Komponen ini dilakukan setelah penilaian risiko. Apa yang akan dilakukan pada suatu kegiatan yang tingkat risikonya tinggi? Bagaimana risiko tersebut di respon? Pertanyaan-pertanyaan

tersebut harus segera mendapat jawaban dan tindakan untuk menghindari risiko (avoiding), mengurangi risiko (mitigating), memindahkan risiko (trans-ferring), mengendalikan (con-trolling), dan mengoptimalkan (exploiting).

Komponen keenam adalah ke-giatan pengendalian. Kegiatan ini memerlukan kebijakan dan prosedur yang tepat sasaran untuk memastikan bahwa telah dilakukan tindakan yang sesuai dalam penanganan risiko pada tiap tingkatan.

Komponen ketujuh adalah in-formasi dan komunikasi. Kom-ponen ini menjadi salah satu kegiatan pengendalian untuk mengidentifikasi, menangkap dan mengkomunikasikan infor-masi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas dalam bentuk dan waktu yang tepat. Komunikasi yang efektif tidak hanya terjadi di tingkat internal, namun juga di tingkat eksternal organisasi. Setiap personel harus memperoleh informasi dalam pelaksanaan tugasnya dan dapat berkomunikasi secara efektif dengan bagian lain sebagai bentuk koordinasi pelaksanaan tugas.

Komponen kedelapan adalah pemantauan. Komponen ter-

akhir ini tidak ujung dari suatu kegiatan pengendalian. Komponen ini merupakan suatu proses yang tanpa ujung untuk menilai kualitas sistem pengendalian sepanjang waktu secara berkelanjutan. Pemantauan ini dapat meng-informasikan kelemahan pe-ngendalian agar dapat disusun dan dilakukan langkah-langkah perbaikan pada suatu permasalahan secara terus menerus, tidak hanya berakhir pada pelaporan.

SPIP KKPPengendalian dan penerapan manajemen risiko dalam organ-isasi pemerintah secara spesifik diatur pada Peraturan Pemer-intah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengenda-lian Internal Pemerintah (SPIP). Pada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan bahwa untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP dalam Peraturan Pemerintah tersebut.

Page 10: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

18 SINERGI 19Edisi I Tahun 2018

KKP selanjutnya mengimple-mentasikan penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 ini dengan menerbitkan Peraturan Menteri KP Nomor 21 Tahun 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko di lingkungan KKP. Peraturan ini selanjutnya mengalami perubahan dengan terbitnya Peraturan Menteri KP Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan SPIP di Ling-kungan KKP.

Peraturan Menteri KP Nomor 10 Tahun 2016 mengatur bahwa setiap Unit Pemilik Risiko harus melakukan identifikasi risiko pada kapasitasnya masing-masing untuk selanjutnya dilakukan analisis risiko dan penanganannya sebagai bagian dari penerapan manajemen risiko pada organisasinya. Pemilik Risiko pada KKP melekat pada Kepala satuan organisasi di KKP yaitu : Manajemen Risiko pada tingkat kementerian merupakan

tanggung jawab menteri; Manajemen Risiko pada tingkat eselon I merupakan tanggung jawab pimpinan unit eselon I; dan Manajemen Risiko pada tingkat satuan kerja merupakan tanggung jawab pimpinan masing-masing unit kerja.

Untuk dapat menyelenggarakan SPIP secara efektif, maka SPIP dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur melalui 3 (tiga) tingkatan penyelenggaraan, yaitu:

1. Tingkat kebijakan pada Ke-menterian. Manajemen risiko tingkat kebijakan untuk Kementerian dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal ber-koordinasi dengan Satgas SPIP di lingkungan Kementerian dan seluruh Pimpinan Unit Eselon I.

2. Tingkat kebijakan pada Unit Eselon I. Manajemen risiko tingkat kebijakan untuk

unit eselon I dilaksanakan oleh Pimpinan Unit Eselon I (Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, dan Kepala Badan) berkoordi-nasi dengan Satgas SPIP unit eselon I dan seluruh Kepala Satuan Kerja di lingkungan unit eselon I terkait.

3. Tingkat Operasional (satuan kerja). Manajemen risiko ting-kat operasional dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja berkoordinasi dengan Tim SPIP, seluruh penanggung jawab kegiatan dan pegawai yang terkait.

Penerapan manajemen risiko pada Unit Pemilik Risiko tersebut selanjutnya dituangkan pada kertas kerja berbentuk formulir manajemen risiko. Penilaian risiko dilakukan dengan grading terhadap risiko yang telah berhasil diidentikasi oleh Unit Pemilik Risiko pada kolom peta risiko. Hasil grading tehadap risiko tersebut dipetakan menjadi 5 (lima) peta risiko yang dibedakan berdasarkan warna, yaitu : Blue (Acceptable), Green (Acceptable), Yellow (Supplementary Issue), Orange (Issue), dan Red (Unacceptable).

Penilaian terhadap penerapan manajemen risiko tersebut se-lanjutnya dilakukan pengukuran bersama dengan unsur-unsur pengendalian internal lainnya. Penilaian terhadap Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan dengan melakukan penilaian berdasarkan dua indikator yaitu indikator proses dengan bobot 60% dan indikator hasil sebesar 40%.

Komponen dalam Penilaian SPI dan Bobot Penilaian Hal yang menjadi permasalahan utama KKP dalam menerapkan manajemen risiko yaitu kepatuhan dan konsistensi Unit Pemilik Risiko dalam menerapkan manajemen risiko pada organisasinya. Evaluasi Inspektorat Jenderal (Itjen) terhadap penerapan manajemen risiko di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) beberapa waktu lalu antara lain :1) Belum seluruh unit pemilik

risiko melakukan Penilaian dan pengendalian risiko secara konsisten;

2) Belum adanya data dukung yang memadai terhadap rencana pengendalian risiko yang sudah disusun pada Unit Pemilik Risiko yang sudah membuat kegiatan pengendalian risiko;

3) Belum adanya evaluasi ter-hadap kertas kerja manajemen risiko yang telah dibuat oleh Unit Pemilik Risiko terkait dengan ketepatan Unit Pemilik Risiko dalam mengidentifikasi risiko baik pada tingkat kebijakan maupun pada ting-kat operasional yang akan mempengaruhi secara sig-nifikan dalam pengambilan keputusan di organisasi;

4) Hasil evaluasi terhadap penerapan manajemen risiko pada masing-masing Unit Pemilik Risiko belum secara konsisten dilaporkan secara berkala.

Peran Itjen KKP Dalam rangka membawa peran sebagai consulting partner dan me-nindaklanjuti amanat Peraturan Menteri KP Nomor 10 Tahun 2016 tentang identifikasi risiko, Itjen

KKP telah melakukan penilaian terhadap Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) termasuk penilaian terhadap kepatuhan dan konsistensi ter-hadap penerapan manajemen risiko pada Unit Pemilik Risiko, serta pengawalan penyusunan perencanaan kebijakan dan identi-fikasi risiko untuk merumuskan langkah antisipasi pengendalian.

Upaya nyata Itjen KKP dalam mengawal manajemen risiko dan kegiatan pengendalian adalah peran aktif Itjen KKP dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Pengendalian Intern dengan Pendekatan Manajemen Risiko. Kegiatan yang berlangsung selama beberapa hari di Depok, Jawa barat ini dihadiri oleh perwakilan Satuan Tugas (Satgas) SPIP tingkat Unit Eselon I.

Pada kegiatan tersebut, Itjen KKP mengawal sekaligus melakukan asistensi penyusunan Pengendalian Intern dengan Pendekatan Manajemen Risiko (MR) oleh Biro Keuangan dan Tim Auditor Mitra dari masing-masing Unit Eselon I.

Mekanisme penyusunan pengen-dalian intern dengan pendekatan MR ini dimulai dengan paparan Satgas SPIP setiap unit Eselon I tentang kebijakan/kegiatan priorias dan harus dikendalikan dengan MR, kemudian Biro Keuangan dan Itjen KKP memberikan saran dan masukan untuk menyempurnakan draft pengendalian tersebut. Sebagai contoh DJPB memaparkan Pengendalian MR pada kebijakan

Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan (PSKPT) Kota Sabang, masukan-masukan dari paparan tersebut adalah perlu adanya penajaman kembali pengertian faktor risiko, sebab, dampak, respon terhadap risiko/rencana kegiatan pengendalian, dan risiko residual, sehingga penilain risiko (MR) dapat menggambarkan risiko se-benarnya yang akan timbul dan sistem pengendalian yang harus dilakukan.

Hasil dari kegiatan ini diharapkan tidak hanya berupa lembar-lembar dokumen pengendalian MR hasil pembahasan bersama, namun juga semangat untuk melaksanakannya dalam rangka tata kelola yang baik. Setiap unit Eselon I lingkup KKP melaksanakan program dan kegiatan TA 2018 dan memahami risiko, serta dengan menyiapkan langkah-langkah pengendaliannya. Perumusan dan pelaksanaan pengendalian intern di masing-masing unit kerja dengan pendekatan MR menjadi ujung tombak dalam mencapai tujuan.

Daftar Pustaka :1. Yayasan Pendidikan Internal

Audit (YPIA) 2015, Fondasi Audit Internal, Pengendalian Internal dan Manajemen Risiko, Jakarta.

2. Denny Bagus, 2011, Jurnal Manajemen, Manajemen Risiko : Definisi dan Manfaat Penerapan Manajemen Risiko, Jakarta.

3. Paparan MR KKP Pembangunan SPIP di Lingkungan KKP, 2016, Jakarta.

Page 11: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

20 SINERGI 21Edisi I Tahun 2018

Dalam banyak literatur, termasuk dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, secara umum risiko diartikan sebagai suatu kemungkinan ter-jadinya peristiwa yang berdampak mengancam tercapainya tujuan dan sasaran. Mengingat ancaman akan kegagalan terhadap pencapaian tujuan tersebut, dengan demikian mutlak diperlukan pengelolaan ter-hadap risiko yang dihadapi untuk menghilangkan atau setidaknya meminimalkan dampak yang dapat ditimbul-kannya.

Di lingkungan instansi pemerintahan telah diatur mengenai penerapan atas manajemen risiko (MR) melalui penilaian risiko dalam kerangka sistem pengendalian intern yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Untuk lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), aturan mengenai pengelolaan risiko di setiap Satuan Kerja (Satker) dalam kerangka SPIP, diuraikan secara rinci dalam PerMen KP Nomor 10 Tahun 2016 tentang

Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan KKP. Meskipun telah dua tahun dinyatakan efektif berlaku, namun berdasarkan pengamatan penulis, pengelolaan risiko yang seharusnya diaplikasi-kan di setiap Satker tersebut belum diimplementasikan secara efektif.

Selain hal tersebut, pada PerMen KP Nomor 10 Tahun 2016 diamanatkan untuk dilakukannya evaluasi ter-hadap pengendalian SPIP dengan pendekatan MR di semua tingkatan struktur organisasi, baik oleh Tim

Kewajiban Melakukan Evaluasi Manajemen Risiko

Oleh: Lina Herlina (Auditor Madya)

SPIP lingkup Eselon I sebagai garda terdepan (first line), oleh Satuan PeTugas (Satgas) SPIP lingkup Eselon I sebagai garda kedua (second line) dan oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) sebagai garda ketiga (third line) dalam konsep pengendalian berasas Three Lines of Defense.

Penyusunan Peta RisikoSejatinya, SPIP merupakan suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan seperti diuraikan baik dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 maupun dalam PerMenKP Nomor 10 Tahun 2016. Ketentuan tersebut secara jelas menginstruksikan seluruh pegawai KKP mulai dari pimpinan sampai dengan pegawai level paling rendah sekali pun untuk menyelenggarakan SPI dalam setiap pelaksanaan kegiatannya.

Dalam penyelenggaraan SPI di setiap unit kerja, lebih lanjut dalam PerMen KP Nomor 10/2016 mewajibkan seluruh pemilik risiko dalam hal

ini adalah pimpinan Satker sebagai penanggung jawab kegiatan untuk menyusun rencana pengendalian dengan pendekatan MR dalam kegiatan penilaian risiko (risk assessment).

MR dibangun berdasarkan pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan mengandung suatu ketidakpastian yang dapat menghambat penca-paian tujuan. Dalam pros-es pengendaliannya di-lakukan penilaian risiko yang merupakan penilaian keseluruhan proses atau aktivitas pengendalian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Proses MR dalam PerMen KP Nomor 10 Tahun 2016 dijelaskan sebagai suatu proses yang proaktif dan kontinyu meliputi identifikasi, analisis, pengendalian, pe-mantauan, dan pelaporan risiko, termasuk berbagai strategi yang dijalankan untuk mengelola risiko dan potensinya.

Selanjutnya lebih jelas diurai-kan manfaat pe-nerapan MR yaitu untuk menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan dalam bentuk keluhan maupun keberatan dari para pemangku ke-pentingan; serta untuk mem-berikan perlindungan kepada unit kerja yang disebabkan oleh kegagalan pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kegagalan proses pelaksanaan kegiatan, maupun kegagalan sistem yang digunakan dalam men-capai tujuan.

Tahapan penilaian risiko meliputi identifikasi risiko dan analisis risiko. Identifikasi risiko yaitu suatu penelaahan atas faktor-faktor risiko yang dapat menghambat tercapainya tujuan kegiatan. Penilaian risiko dimaksudkan untuk mengidentifikasi, meng-ukur, mengantisipasi, dan menetapkan cara menangani risiko secara efektif dan efisien. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap setiap faktor risiko yang teridentifikasi

Page 12: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

22 SINERGI 23Edisi I Tahun 2018

yaitu mengalikan peluang terjadinya risiko dengan kemungkinan dampak yang di-timbulkannya.

Proses penilaian risiko hanya dapat dilakukan oleh pelaksana kegiatan yang secara operasional memahami kerentanan dan risiko dari setiap tahapan proses pelaksanaan kegiatan. MR yang disusun oleh pemilik risiko akan menghasilkan Peta Risiko. Peta risiko sesuai Permen KP Nomor 10 Tahun 2016 adalah gambaran total risiko dan distribusi posisinya dalam grafik yang menggambarkan kondisi tingkat risiko dari suatu kegiatan, apakah level risiko suatu kegiatan masuk dalam kategori risiko rendah, risiko sedang ataupun risiko tinggi. Konsekuensinya terhadap suatu kegiatan yang memiliki level risiko tinggi harus dibuatkan pengendaliannya secara intensif.

Dijelaskan pula dalam Permen KP Nomor 10 Tahun 2016 pengertian kegiatan pengendalian adalah tindak-an yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Intensitas pengendalian harus dirancang lebih ketat terhadap kegiatan yang

mengandung risiko tinggi dan sangat tinggi. Tata cara pelaksanaannya yaitu dengan menyusun strategi untuk menghilangkan atau menghindari penyebab ter-jadinya risiko, sehingga akan dapat menghilangkan atau setidaknya meminimalkan dampak yang ditimbulkan. Jika pengendalian yang diterapkan untuk menilai risiko tinggi dinilai hanya mampu mengurangi penyebab terjadinya risiko, maka masih tersisa risiko (residual risk) yang memerlukan pengendalian lebih lanjut.

Dalam hal kegiatan yang memiliki tingkat risiko rendah dan diprediksi tidak akan muncul hambatan, serta menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya, maka pengendaliannya hanya bersifat rutin. Bersifat rutin dapat diartikan sebagai bentuk pengendalian yang hanya mengandalkan instrument pendukung perencanaan kegiatan yang telah tersedia, seperti kerangka acuan kerja, jadwal palang kegiatan dan standar operasional prosedur atas kegiatan tersebut. Dalam hal ini pemilik risiko wajib memastikan, menjamin, dan bertanggung jawab bahwa hanya dengan melakukan pengendalian rutin tersebut, tujuan dan manfaat kegiatan dapat tercapai, serta tidak berdampak negatif terhadap akuntabilitas keuangan dan

kinerja maupun terhadap kegiatan atau aktivitas lain.

Evaluasi Manajemen RisikoEvaluasi penyelenggaraan SPIP merupakan rangkaian kegiatan yang membanding-kan antara hasil atau prestasi kegiatan dengan standar dan rencana penyelenggaraan SPIP. Evaluasi terhadap efektivitas MR dalam kerangka SPIP dilakukan untuk me-mastikan bahwa aktivitas pengendalian yang tepat telah dilakukan dan telah dapat menekan terjadinya dampak yang dapat menggagalkan tercapainya tujuan kegiatan.

Evaluasi terhadap efektivitas MR dilakukan secara ber-kala, terutama dilakukan pada kurun waktu yang telah ditetapkan pada saat dilakukannya penilaian risiko. Harapannya residual risk, yaitu risiko yang masih dapat terjadi setelah dilakukannya pengendalian dapat dihilangkan atau diminimalkan. Manfaat di-lakukannya evaluasi MR, yaitu apabila pada jangka waktu tertentu masih terdeteksi timbulnya risiko dan tidak dapat menekan residual risk, dapat dirancang ulang kembali aktivitas pengendalian yang lebih intensif dengan jangka waktu pelaksanaan yang diperbaharui.

Menurut PerMen KP Nomor 10 Tahun 2016 bahwa kegiatan evaluasi MR dilakukan secara berkala, yaitu triwulanan un-tuk memastikan bahwa ke-giatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. Proses penilaian mandiri atas penyelenggaraan SPIP dikenal sebagai Control Self Assessment (CSA) yang dilakukan secara obyektif, sistematis, dan independen oleh pimpinan dan seluruh pegawai terkait.

Pelaksana evaluasi MR dilakukan berjenjang sesuai dengan prinsip Three Lines of Defense yaitu oleh Tim SPIP, Satgas SPIP dan Hasil evaluasi terhadap MR diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan SPIP untuk periode berikutnya.

Implementasi Evaluasi MR di Lingkungan KKPPenyusunan aktivitas pengen-dalian berbasis risiko yang telah disusun oleh pemilik risiko, dilaksanakan melalui pendampingan baik dari Tim SPIP maupun Satgas SPIP tingkat unit eselon I dan Sat-gas SPIP lingkup KKP. Tim SPIP pada unit eselon I diben-tuk untuk mengorganisasikan penyelenggaraan sistem pen-gendalian intern pemerintah di tingkat Satker, baik tingkat unit eselon II di kantor Pusat,

maupun Satker mandiri di daerah, yaitu pada Unit Pelak-sana Teknis (UPT) vertikal. Sedangkan untuk penyeleng-garaan SPIP di tingkat unit eselon I dibentuk Satgas SPIP.

Yang patut diapresiasi di KKP adalah setiap tahunnya KKP telah memiliki peta risiko dari seluruh unit Eselon I yang disinkronisasi oleh Satgas SPIP lingkup KKP. Selain itu pada setiap unit kerja telah dibentuk Satuan Tugas (Satgas) SPIP sejak diberlakukannya PerMenKP Nomor 20 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan SPI di Lingkungan KKP yang kemudian diganti dengan PerMenKP Nomor 10 Tahun 2016.

Meskipun setiap pemilik risiko telah menyusun peta risiko di tingkat Satker, namun dalam pelaksanaan MR terdapat kelemahan yang perlu diperbaiki.

Pada pembahasan Rencana Aksi dalam forum Agen Perubahan lingkup KKP, yang diselenggarakan pada tanggal 19 Maret 2018 dengan agenda implementasi Reformasi Birokrasi (RB) KKP terungkap beberapa kelemahan dalam implementasi RB di antaranya adalah belum efektifnya penerapan MR lingkup KKP. Secara spesifik kelemahan-kelemahan yang teridentifikasi antara lain penetapan aktivitas pengendalian di tingkat Satker lingkup KKP belum sepenuhnya melibatkan seluruh pegawai terkait, mulai dari pimpinan Satker sampai dengan pelaksana operasional di tingkat lapangan. Sedangkan untuk menjamin efektivitas penerapan sistem pengendalian intern sangat dipengaruhi oleh personil-personil sebagai pelaksananya yaitu pimpinan dan seluruh pegawai yang terlibat, sehingga akurasi dalam pengendaliannya belum

Page 13: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

24 SINERGI 25Edisi I Tahun 2018

dapat diyakini efisiensi dan efektivitasnya. Selain itu, aktivitas pengendalian oleh masing-masing pemilik risiko belum mengacu pada rencana pengendalian dalam MR yang telah disusun pada tahap perencanaan kegiatan.

Catatan lainnya adalah dokumen MR yang di-kompilasi oleh Satgas SPIP tingkat unit eselon I belum melalui verifikasi bersama antara Tim SPIP dengan Satgas SPIP tingkat unit eselon I dan Satgas SPIP lingkup KKP; Satgas SPIP lingkup KKP masih dalam tahap menyelaraskan peta risiko di tingkat kantor pusat, belum menjangkau peta risiko di kantor daerah atau UPT.

Peran Tim SPIP dan Satgas SPIPSebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Tim SPIP dibentuk untuk bersama-sama pimpinan Satker sebagai pemilik risiko melakukan pengendalian atas SPIP, menyusun peta risiko dan melakukan evaluasi MR di tingkat Satker. Hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan peta risiko dan penilaian risiko bahwa Tim SPIP membantu pimpinan Satker melakukan analisis untuk menetapkan rencana aktivitas/kegiatan pengendalian dengan pen-dekatan MR. Lebih lanjut

disebutkan dalam PerMen KP Nomor 10 Tahun 2016, bahwa Tim SPIP melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan SPIP setiap triwulan.

Di tingkat unit eselon I, fungsi monitoring dan evaluasi secara berkala dilakukan oleh Satgas SPIP. Fungsi penting lain bagi Satgas SPIP diantaranya melakukan koordinasi penyelenggaraan SPIP dan mengkoordinasikan pelaksanaan pengendalian dengan pendekatan MR di lingkup unit eselon I terkait.

Peran Inspektorat JenderalDalam rangka memperkuat efektivitas penyelenggaraan SPIP, sesuai amanat PP Nomor 60 Tahun 2008 bahwa Itjen melakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja, pembinaan penyelenggaraan SPIP di lingkungan Kemente-rian, serta Itjen bertindak se-bagai evaluator melaksanakan evaluasi secara berkala terha-dap penyelenggaraan SPIP di lingkungan Kementerian.

Evaluasi yang dilakukan oleh Itjen diharapkan dapat men-dukung efektivitas pengen-dalian dalam pelaksanaan kegiatan berbasis risiko. Hal ini tentunya setelah proses penyusunan peta risiko dan aktivitas pengendalian di tingkat Satker telah dibahas

dan disepakati bersama antara pemilik risiko dengan Itjen sebagai evaluator. Dokumen pengendalian dengan pendekatan MR berupa formulir penilaian risiko sesuai dengan ketentu-an dalam PerMen KP Nomor 10/2016 yang memuat ren-cana kegiatan pengendalian dapat menjadi input dalam pelaksanaan evaluasi MR oleh Itjen, sehingga hasil evaluasi Itjen sesuai dengan ruang lingkup pengendalian yang ditetapkan oleh pemilik risiko. Selain itu hasil evaluasi MR oleh Itjen sebagai early warning dalam penyelesaian kegiatan, dapat dijadikan bahan pengendalian oleh pemilik risiko pada tahap selanjutnya.

Dalam pengawasan berbasis risiko, Itjen harus dapat mem-berikan keyakinan bahwa seluruh Satker lingkup KKP telah melakukan penilaian risiko di masing-masing unit organisasinya secara efisien dan efektif, tidak hanya di lingkungan kantor pusat, namun menyeluruh hingga meliputi seluruh Satker di daerah/UPT. Daftar Pustaka :1. PerMen KP Nomor 10/PERMEN-

KP/2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Peme-rintah di Lingkungan KKP;

2. PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Peme-rintah.

Pada tahun 2018, Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan

untuk melaksanakan program padat karya (cash for work). Guna merealisasikan pro-gram tersebut telah ditentu-kan Kementerian/Lembaga pelaksana, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum Peruma-han Rakyat (Kemen PU-PERA); Kementerian Per-hubungan (Kemenhub); Kementerian Pertanian (Ke-mentan); Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tert-inggal dan Transmigrasi (Ke-mendesa); Kementerian Ke-lautan dan Perikanan (KKP); Kementerian Tenaga Kerja (Kementaker); Kementerian Pariwisata (Kemenpar); dan Badan Nasional Pengelola Per-batasan (BNPP). Kementerian PUPERA dan Kementerian Desa telah melaksanakan program tersebut pada awal tahun 2018, dan Presiden telah

Oleh: Lutfi (Auditor Madya)

melakukan pemantauan atas pelaksanaannya.

Lalu bagaimana dengan pe-laksanaan kebijakan tersebut pada KKP?. Sesuai informasi yang diterima Penulis bahwa KKP akan merespon kebijakan tersebut yang akan dimulai pada tahun 2018 ini melalui kegiatan pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Higienes, TPI Perairan Darat, serta Pembangunan Bale Bengong sebanyak 100 unit yang tersebar dibeberapa lokasi, dan saat tulisan ini terbit penentuan lokasi masih dalam tahap seleksi.

Padat Karya Pada tahun 2018, KKP akan melaksanakan program padat karya antara lain melalui pem-bangunan 100 unit Bale Bengong yang akan dilaksanakan oleh

Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen Perikanan Budidaya, Ditjen PDSKP, Ditjen PRL dan BRSDMKP. Banyak pertanyaan dari pem-bangunan Bale Bengong yang direncanakan oleh KKP ini, apakah dapat mencapai sasaran atau tidak khususnya yang berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja atau mengurangi pengangguran, serta meningkatkan daya beli masyarakat. Jika dilihat dari sifat pekerjaan, ruang lingkup dan sebaran lokasi yang direncanakan, hal tersebut masih dipertanyakan karena dalam pelaksanaannya belum semua sasaran dapat dicapai dan mungkin yang dicapai hanya peredaran uang di lokasi kegiatan.

Untuk menjawab hal tersebut, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan padat karya tunai. Padat karya menurut merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat marginal/miskin yang ber-sifat produktif berdasarkan pemanfaatan sumber daya alam, tenaga kerja, dan teknologi lokal dalam rangka mengurangi kemiskinan, me-ningkatkan pendapatan dan menurunkan angka stunting (Bappenas, 2018).

Padat Karya Melalui Swakelola

Balai Bengong di PPI Cikidang

Page 14: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

26 SINERGI 27Edisi I Tahun 2018

Pemilihan kegiatan untuk di-laksanakan secara padat karya diupayakan untuk pekerjaan yang waktu penyelesaian minimal selama 6 (enam) bulan, sehingga selama itu masyarakat dapat menerima upah kerja guna mencukupi biaya hidup. Menurut Badan Pusat Statistik Tahun 2014 bahwa terdapat 14 kriteria kemiskinan, salah satunya adalah sumber penghasilan kepala rumah tangga yang bermata pencaharian sebagai petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp 600.000,00/bulan.

Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Padat KaryaSetiap pekerjaan perlu di-awali dengan perencanaan, sehingga pelaksanaannya se-

suai kebutuhan masyarakat. Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam pe-rencanaan meliputi tenaga kerja, tingkat pengangguran, kemiskinan, kondisi geografis, dan kondisi sosial. Untuk itu kegiatan identifikasi lokasi pekerjaan menjadi suatu keharusan.

Beberapa kriteria lokasi yang dapat dijadikan acuan dalam perencanaan pekerjaan antara lain merupakan kantong kemiskinan yang banyak penganggurannya, memiliki tenaga kerja, serta keterse-diaan bahan yang mencukupi untuk pekerjaan tersebut. Pe-rencanaannya harus dimulai dari masyarakat, dan untuk masyarakat, sehingga dalam pelaksanaannya harus trans-paran dan akuntabel.

Dalam perencanaan tersebut juga harus ditentukan

kriteria-kriteria kegiatan yang akan dilaksanakan. Kriteria yang dapat dipertimbangkan antara lain kegiatan tersebut harus dapat dilaksanakan oleh masyarakat tanpa harus memiliki keterampilan atau kualifikasi, serta kegiatan tersebut tidak memerlukan peralatan berat atau cukup dengan teknologi tepat guna.

Dalam pelaksanaan pekerjaan, pengawasan harus dilakukan secara terus menerus, agar dapat dipertanggungjawab-kan. Satu hal yang perlu diper-hitungkan dalam pelaksanaan padat karya adalah besaran upah, dimana upah yang harus diberikan merupakan upah yang layak atau paling rendah sama dengan upah minimum Provinsi dimana lokasi pekerjaan dilaksanakan.

SwakelolaSwakelola merupakan salah satu cara pelaksanaan peng-adaan barang/jasa selain melalui pihak ketiga, sesuai yang tertuang dalam Peratur-an Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2010 pasal 3 yang menyatakan bahwa pelaksa-naan pengadaan barang/jasa dilakukan melalui swakelola dan/atau pemilihan penyedia barang/jasa. Tindak lanjut dari kegiatan swakelola dapat mengacu kepada Perpres Nomor 70 tahun 2012 pasal 26 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 54

tahun 2010 menyatakan bahwa swakelola merupakan kegiatan pengadaan barang/jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan atau diawasi sendiri oleh Kementerian, Intansi Lain dan atau Kelompok Masyarakat. Hal ini dapat dimaknai bahwa pelaksana atau yang mengerjakan pekerjaan bisa Kementerian yang memiliki anggaran, atau juga Instansi Lain atau Kelompok Masyarakat.

Dalam Perpres Nomor 70 tahun 2012 pasal 26 ayat (2) dijelaskan bahwa suatu pekerjaan secara swakelola harus memenuhi kriteria antara lain pekerjaan yang bertujuan untuk mening-katkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumberdaya manusia, serta sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian; pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlu-kan partisipasi langsung masyarakat setempat atau dikelola oleh Kementerian; pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia; pekerjaan yang secara rinci tidak dapat ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar.

Bila merujuk pada kriteria di atas, pelaksana swakelola dapat dilakukan oleh masing-masing Satker/Direktorat di Pusat atau dilakukan oleh Kelompok Masyarakat. Namun jika dilaksanakan Satker/Direktorat di Pusat perlu dipertimbangkan keter-sediaan sumberdaya manusia yang banyak karena tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pekerjaan harus dilakukan sendiri apalagi jika pekerjaan tersebar di seluruh Indonesia. Apabila Satker/Direktorat di Pusat mampu untuk melaksanakannya, maka pembayaran upah tenaga kerja dapat dilakukan secara berkala atau dilakukan upah borongan yang berdasarkan daftar hadir.

Pelaksana swakelola dapat juga dilakukan oleh Kelom-pok Masyarakat berdasarkan perjanjian antara Pejabat Pem-buat Komitmen (PPK) dengan Kelompok Masyarakat. Ke-giatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat digolong-kan dalam kegiatan seder-hana, sehingga masyarakat mampu untuk melaksanakan-nya. Pelaksanaan swakelola

tipe ini memiliki perbedaan yakni dalam hal penyaluran dana kepada Kelompok Masyarakat dilakukan secara bertahap yaitu 40% dari keseluruhan dana apabila Kelompok Masyarakat telah siap melaksanakan swakelola, kemudian 30% apabila pekerjaan telah mencapai 30%, dan 30% lagi setelah pekerjaan telah mencapai 60%. Penggunaan atas keuangan dan kemajuan pelaksanaan pekerjaan harus dilaporkan kepada PPK secara berkala.

Pelaksanaan pekerjaan swakelola harus dipantau se-cara rutin dalam rangka pe-menuhan akuntabilitas orga-nisasi, sesuai amanat dalam Perpres Nomor 54 tahun 2010 pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa Aparat Pengawas Intern Pemerintah pada Kementerian/Lembaga Penanggung Jawab Anggaran melakukan audit terhadap pelaksanaan Swakelola. Untuk itu, Inspektorat Jenderal KKP wajib merencanakan kegiatan audit atas pelaksanaan pekerjaan swakelola dalam Program Kerja Pengawasan Tahunan 2018.

Pembangunan embung di Desa Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat

real

itara

kyat

.com

Page 15: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

28 SINERGI 29Edisi I Tahun 2018

Analisis Penulis Bila dikaitkan antara definisi dan kegiatan yang akan dikerjakan oleh KKP yakni pembangunan Bale Bengong, mungkin tidak sepenuhnya tepat. Beberapa alasannya yakni ukuran bale bengong sebesar 6 x 6 m atau 36 m2 tidak memerlukan tenaga kerja yang begitu banyak yakni cukup 3 s.d 4 orang, karena pembangunan bersifat tersebar yaitu satu desa mendapat satu unit, dan dapat diselesaikan dalam waktu dua bulan. Pekerjaan tersebut dilakukan secara menyeluruh oleh tenaga kerja yang dipilih, sehingga tidak dapat menyerap banyak tenaga kerja atau tidak mungkin merencanakan pembangunan beberapa unit bale bengong dalam satu lokasi. Berbeda dengan pekerjaan saluran tambak yang bisa menyerap banyak tenaga kerja karena pekerjaan terbagi beberapa tahapan yaitu awal, tengah, dan akhir. Dengan lingkup pekerjaan yang terbatas, maka tidak akan memberikan dampak terhadap sasaran seperti yang dijelaskan diatas.

Ada beberapa jenis pekerjaan yang dapat menjadi alternatif untuk kegiatan padat karya antara lain pekerjaan saluran tambak, pencetakan tambak, pemberdayaan masyarakat, pembuatan embung, pe-nataan dan pembangunan

saluran pemukiman warga pesisir, pembangunan jalan yang menghubungkan dengan tempat tambat kapal nelayan, penataan kampung nelayan, dan masih banyak lainnya yang tentunya dapat memberikan sasaran lebih besar terhadap tenaga kerja, dan waktu pengerjaannya.

PenutupSaran penulis, untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu seperti diurai-kan di atas sebagai program padat karya sebaiknya dilakukan secara swakelola. Adapun beberapa alasan yang mendasari pendapat tersebut yakni selain ketepatan pencapaian sasaran, juga dengan swakelola lebih efisien, dan pemeliharaan

pekerjaan lebih diperhatikan oleh masyarakat. Semoga tulisan ini dapat memberikan referensi dalam pelaksanaan program padat karya yang akan dilaksanakan oleh KKP, dan tulisan ini merupakan wujud peran penulis dalam mengatasi permasalahan pelaksanaan pekerjaan.

Daftar Pustaka :1. Perpres Nomor 54 tahun

2010 dan perubahannya;2. Perka LKPP Nomor 13 tahun

2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa;

3. https:/updesa.com;4. pedoman Umum Pelaksanaan

Padat Karya Tunai di Desa Tahun 2018. Bappenas. Wilayah pesisir merupa-

kan wilayah yang rentan mengalami

degradasi ekosistem akibat pengelolaan yang tidak terencana dengan baik dalam kurun waktu lama. Konversi lahan mangrove menjadi lahan produktif dan pemukiman, serta tekanan aktivitas yang tinggi di wilayah pesisir menyebabkan berbagai erosi/abrasi, sedimentasi, pen-cemaran, banjir pesisir (rob), penurunan produktivitas per-ikanan hingga berbagai masalah sosial yang memerlukan pe-nanganan menyeluruh lintas sektor.

Perubahan iklim yang terjadi secara global juga memberikan dampak yang luar biasa pada wilayah pesisir seperti peningkatan paras muka laut (sea level rise). Dengan bertambahnya

tinggi paras laut maka wilayah pesisir dengan kontur landai akan tergenang oleh air laut dan kondisinya akan memburuk jika wilayah pesisir telah mengalami degradasi lingkungan yang berat seperti yang terjadi di beberapa wilayah pesisir Indonesia khususnya di Pantai Utara Pulau Jawa.

Untuk melindungi masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di wilayah pesisir terhadap perubahan iklim dan kerusakan wilayah pesisir, dibutuhkan program yang komprehensif agar masing-masing dapat ber-peran sesuai tugas pokok dan fungsinya dengan satu tujuan yang sama yaitu pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang baik dengan memperhatikan aspek keselamatan lingkungan dan manusianya. Salah satu upaya

pemerintah dalam mendorong percepatan Revitalisasi Pesisir adalah dilaksanakannya kegiatan pembangunan sabuk pantai dengan menggunakan Karung Geotekstil Memanjang (KGM) untuk Adaptasi Perubahan Iklim.

Guna mendukung pencapaian kegiatan agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka diperlukan pengawasan secara berkala dan identifikasi titik- titik kritis dalam pelaksanaan di lapangan. Bantuan pemerintah berupa Revitalisasi Pesisir merupakan bantuan konservasi yang diberikan dalam bentuk barang, yaitu pembangunan sabuk pantai dengan teknologi Karung Geotekstil Memanjang (KGM). Sabuk pantai dengan teknologi KGM adalah struktur

Titik Kritis Pembangunan Sabuk Pantai Menggunakan Karung

Geotekstil Memanjang

Oleh: I.G. Made Sucipta (Auditor Utama)

Page 16: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

30 SINERGI 31Edisi I Tahun 2018

yang menggunakan material geotekstil berbentuk bulat memanjang. Material geotekstil ini diisi dengan campuran air dan pasir dan dapat ditempatkan sebagai pemecah gelombang (breakwater) maupun tembok laut (seawall) dengan tujuan untuk merangkap sedimen (sediment trap). (A.Suhendra dan Kodrat., 2012).

Prinsip dasar dari sabuk pantai dalam aplikasi penanggulangan erosi/abrasi pantai adalah dengan menahan butiran pasir yang terdapat di dalam konstruksi KGM, dan pada saat yang bersamaan air dapat mengalir keluar tanpa menghanyutkan butiran pasir (permeable flows). Oleh sebab itu sabuk pantai teknologi KGM

umumnya diisi dengan jenis material yang bersifat non kohesif seperti pasir. Selain itu bahan geotekstil yang digunakan harus mempunyai sifat lolos air (permeabilitas) serta memiliki bukaan pori yang kuat tarik dan cukup.

Implementasi sabuk pantai dapat dilakukan dengan menempat-kannya dalam kondisi :

1. Muncul di permukaan, yaitu kondisi dimana saat pasang tertinggi sebagian sabuk pantai tetap berada di atas permukaan air.

2. Tenggelam, yaitu kondisi dimana pada saat surut terendah, sabuk pantai tetap berada dibawah permukaan air.

Sabuk pantai, baik yang muncul di permukaan maupun yang tenggelam akan mengurangi energi gelombang yang menuju pantai sehingga gelombang yang sampai di pantai sudah tidak terlalu kuat dan tidak berpotensi menyebabkan erosi/abrasi.

Keunggulan penggunaan mate-rial geotekstil sebagai material utama konstruksi KGM dapat menjadi alternatif pilihan dalam melindungi pantai dari abrasi, terutama di lokasi yang mempunyai keterbatasan infra-struktur dan ketersediaan material seperti batuan besar dan beton. Konstruksi KGM juga memiliki beberapa keunggulan seperti: memanfaatkan material pengisi pasir setempat, dapat dilaksanakan dengan peralatan terbatas, waktu pelaksanaan relatif singkat, dapat menyesuaikan dengan bentuk dasar permukaan laut/fleksibel, ramah lingkungan, ekonomis, serta efisien dalam penanggulangan abrasi yang ekstrim.

Permasalahan dan SolusiPada TA 2017, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) melaksanakan kegiatan pembangunan sabuk pantai di empat lokasi yaitu Kabupaten Indramayu (Desa Dadap), Kabu-paten Karawang (Desa Cemara Jaya), Kabupaten Kotawaringin Timur (Desa Ujung Pandaran), dan Kabupaten Bengkalis (Desa Mentayan) dengan total nilai se-besar Rp. 39.528.721.000,00.

Hasil analisis dokumen kegiatan dan pengamatan di lokasi

menunjukkan beberapa titik kritis yang harus diwaspadai oleh satker/pengelola kegiatan Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Dit. P4K) Ditjen PRL agar tujuan kegiatan pembangunan sabuk pantai dapat tercapai secara efisien dan efektif.

Titik-titik kritis yang harus diwaspadai dan dicarikan solusinya melalui aktivitas pengendalian risiko yaitu:1. Pengisian karung yang tidak

penuh (optimal);2. Volume atau panjang karung

geotekstil yang tidak sesuai ketentuan;

3. Jenis karung geotekstil yang digunakan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan.

Pengisian karung yang tidak penuh (optimal) dapat mengakibatkan sabuk pantai mudah diterjang ombak dan ber-potensi menimbulkan kebocor-an. Teknik pengisian KGM tidak dapat dilakukan seluruhnya, namun harus bertahap, yaitu 80 persen terlebih dahulu dari total volume. Hal ini bertujuan agar air yang tercampur pasir keluar dan pasir yang terperangkap memadat. Untuk itu, diperlukan pengecekan secara berkala dan pengisian kembali sewaktu proses pembangunan untuk mencegah karung tidak penuh sesuai yang dipersyaratkan. Solusi terhadap hal ini adalah pengawasan yang ketat terhadap setiap tahapan pengisian karung sehingga dapat optimal.

Untuk melihat volume dan panjang karung yang dikerjakan

apakah sesuai dengan spesifikasi teknis, maka perlu dilakukan pengukuran panjang dan volume terisi. Hal ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik ke lapangan dengan menggunakan metode perhitungan tertentu, sehingga dapat disimpulkan kekurangan volume. Antisipasi titik kritis lainnya adalah dengan memastikan setiap KGM yang akan dipakai diawasi volume dan panjangnya oleh konsultan pengawas dan Tim Teknis.

Permasalahan yang sering ditemukan dalam pekerjaan pemasangan sabuk pantai adalah jenis karung geotekstil yang digunakan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan. KGM yang tidak sesuai dengan spesifikasi akan berakibat pada kualitas pekerjaan dan berpotensi tidak berfungsi sesuai peruntukannya. Untuk mengantisipasi titik kritis ini, maka pengecekan kualitas baik oleh pengawas dan uji laboratorium sebelum dilakukan pemasangan baik yang disediakan oleh rekanan dan pengecekan pada saat pemasangan sangat penting untuk menjamin KGM yang dipasang memenuhi spesifikasi

dan memiliki kualitas sesuai yang diharapkan.

Dari permasalahan dan uraian di atas terhadap pelaksanaan kegiatan pemasangan sabuk pantai dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan pemantauan dan pemeriksaan fisik terhadap pengisian karung geotekstil, jenis dan kualitas karung yang digunakan, serta volume yang sudah ditetapkan guna mendapat hasil pemasangan sesuai dengan tujuan bantuan pemerintah.

Daftar Pustaka :1. A.Suhendra, G. Saputra, dan E.

R Kodrat.2012. Aplikasi Geotube sebagai Kostruksi Alternatif Penanggulangan Erosi Akibat gelombang Pasang Bono. Jakarta;

2. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Jasa dan perubahannya;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penye-lenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan

4. Petunjuk Teknis Penyaluran Bantuan Pemerintah Berupa Pem-bangunan Sabuk Pantai Tahun 2017, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, KKP.

Page 17: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

32 SINERGI 33Edisi I Tahun 2018

Pelayanan publik berupa pengadaan barang/jasa merupakan hal yang

penting dalam kinerja pemerintah. Dukungan teknologi informasi dalam pelayanan pengadaan barang/jasa menjadi nilai tambah tersendiri. Menurut kepala LKPP (Agus Prabowo) dalam simposium di Jogyakata, Juli 2017 (eproc.lkpp.go.id) bahwa tataran pelayanan publik berkaitan erat dengan lima siklus manajemen yang berkesinambungan yaitu perencanaan, penganggaran, pengadaan, perbendaharaan, serta pelaporan. Integrasi kelima siklus tersebut akan diwujudkan dalam Procurement Management Information System (PMIS).

Perkembangan lebih lanjut, Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) dan Millenium Challenge Account (MCA), Indonesia (yaitu lembaga wali amanat yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk mengelola hibah yang diberikan pemerintah

Amerika Serikat kepada Indonesia melalui MC Corporation di bawah Perjanjian Compact yang ditandatangani oleh kedua negara) telah mengimplementasikan pro-gram modernisasi pengadaan un-tuk mengakselerasi profesionali-sasi sistem dan operasionalisasi pengadaan barang/jasa (PBJ) di In-donesia. Tujuan program ini adalah untuk merealisasikan penghematan dan efisiensi belanja PBJ khususnya belanja modal, namun tetap menjaga kualitas barang/jasa dan memberikan pelayanan publik yang sebaik-baiknya. Penghematan ini mengarah pada proses PBJ yang lebih baik, sehingga dalam jangka panjang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang positif.

Program modernisasi pengadaan ini mengacu pada standar internasional, maka LKPP terus berupaya melakukan perbaikan pengaturan PBJ yang mencakup seluruh aspek yaitu regulasi, pelaksanaan, dan kelembagaan

yang sejalan dengan konsep modernisasi pengadaan. Per-baikan pengaturan PBJ ini diimplementasikan dalam suatu aturan yang baru pada tanggal 16 Maret 2018 yaitu Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 (Perpres Nomor 16 Tahun 2018) tentang PBJ Pemerintah sebagai pengganti Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 untuk mengatur kegiatan PBJ di Indonesia.

Perubahan Baru Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang PBJ telah terbit, namun belum dapat diimplementasikan seluruhnya mengingat masih menunggu penerbitan peraturan-peraturan turunan, khususnya peraturan teknis yang diatur oleh Kepala LKPP untuk menjalankan Perpres ini yakni paling lambat 90 hari sejak diundangkan. Aturan-aturan ini meliputi petunjuk teknis

Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Menuju Modernisasi Pengadaan

Berdasarkan Perpres Nomor 16 Tahun 2018Oleh : Tengku Sonya Nirmala (Auditor Muda)

yaitu jenis dan uraian barang/jasa, agen pengadaan, perencanaan pengadaan, konsolidasi pengadaan, persiapan dan pelaksanaan swakelola, persiapan pengadaan melalui penyedia, penetapan jenis kontrak PBJ, metode pemilihan penyedia, metode evaluasi penawaran, metode penyampaian dokumen penawaran, kualifikasi penyedia, jadwal pemilihan penyedia, dokumen pemilihan penyedia, pelaksanaan pemilihan melalui penyedia, prosedur PBJ dalam penanganan keadaan darurat, pengecualian, tender/seleksi internasional, katalog elektronik dan/atau e-purchasing, sumber daya manusia, kelembagaan, sanksi, daftar hitam, layanan penyelesaian sengketa, serta pengembangan sistem dan kebijakan dalam PBJ.

Penggunaan sistem e-katalog atau e-purchasing telah diatur sebelumnya dalam Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahannya, namun informasinya terbatas pada informasi teknis dan harga barang/jasa yang harus diselenggarakan oleh LKPP; sedangkan dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 pembahasan tentang e-purchasing yaitu tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik dijelaskan lebih rinci dalam Pasal tersendiri, meliputi jenis-jenis katalog elektronik; informasi dalam sistem katalog berupa daftar, jenis, spesifikasi teknis, TKDN, produk dalam negeri, produk SNI, produk industri hijau, negara asal, harga, penyedia, dan informasi lainnya terkait barang/jasa; metode pemilihan produk katalog elektronik melalui tender atau negosiasi; pemilihan produk yang dicantumkan dalam katalog elektronik dilaksanakan oleh K/L/PD atau LKPP; pengaturan sanksi dalam proses e-purchasing/katalog;

serta peran LKPP dan K/L/PD untuk memperluas peran serta usaha kecil dengan mencantumkan barang/jasa produksi usaha kecil dan memperbanyak pencantuman produk dalam negeri dalam katalog elektronik. Ketentuan teknis mengenai pengelolaan katalog elektronik tersebut diatur dalam Peraturan Kepala LKPP.

Hal-hal perubahan dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang belum diatur dalam Perpres sebelumnya sangat mendukung program modernisasi pengadaan, yaitu:a. Tujuan pengadaan, menambah

tiga tujuan pengadaan untuk pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) yaitu menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi dan penyedia; mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian; serta mendorong pengadaan yang berkelanjutan.

b. Pekerjaan terintegrasi, meng-atur pekerjaan integrasi yang men-cakup seluruh jenis pengadaan yaitu barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Sebagai contoh pekerjaan design dan build; pekerjaan IT solution; pekerjaan EPC (Engineering Procurement and Construction); serta pekerjaan pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan.

c. Membahas secara fokus ta-hapan perencanaan pengadaan yang meliputi identifikasi ke-butuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal, dan angga-ran Pengadaan Barang/Jasa. Perencanaan pengadaan terdi-ri atas perencanaan pengada-an melalui swakelola melipu-ti penetapan tipe Swakelola,

penyusunan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK), penyusunan perkiraan biaya/Rencana Anggaran Biaya (RAB); dan perencanaan pengadaan melalui Penyedia meliputi penyusunan spesifikasi teknis/KAK, penyusunan perkiraan biaya/RAB, pemaketan Peng-adaan Barang/Jasa, Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; dan penyusunan biaya pendukung.

d. Agen pengadaan, termasuk dalam kategori pelaku PBJ dan sesuai Perpres Nomor 16 Tahun 2018 pasal 14 ayat 2 bahwa pelaksanaan tugas Agen Pengadaan mutatis mutandis (terminologi hukum: dengan perubahan-perubahan yang di-perlukan atau penting) dengan tugas Pokja Pemilihan dan/atau PPK. Ketentuan lebih lanjut mengenai Agen Pengadaan diatur dengan Peraturan Kepala LKPP.

e. Konsolidasi pengadaan yaitu strategi PBJ yang menggabung-kan beberapa paket PBJ sejenis, dan merupakan tahapan dari perencanaan pengadaan melalui penyedia yang diatur dalam pasal tersendiri. Konsolidasi PBJ dilakukan pada tahap perenca-naan pengadaan, persiapan PBJ melalui Penyedia, dan persiapan pemilihan Penyedia; serta dilak-sanakan oleh PA/KPA/PPK dan/atau UKPBJ.

f. Penambahan tipe swakelola yaitu kegiatan swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh K/L/PD Penanggungjawab Anggaran dan dilaksanakan oleh Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

g. Permintaan berulang (repeat order) untuk penyedia jasa konsultansi melalui penunjukan langsung dalam keadaan tertentu, namun diberikan batasan paling banyak 2 (dua)

Page 18: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

34 SINERGI 35Edisi I Tahun 2018

kali penunjukannya. h. E-reserve auction merupakan

metode penawaran harga secara berulang, digunakan pada tender cepat, dan sebagai tindak lanjut tender yang hanya terdapat 2 (dua) penawaran.

i. Pengecualian dibahas pada pasal tersendiri untuk membahas terkait hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan dalam Perpes Nomor 16 Tahun 2018 yaitu PBJ pada Badan Layanan Umum, PBJ yang dilaksanakan berdasarkan tarif yang dipublikasikan secara luas, PBJ yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan; dan PBJ yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

j. Pengaturan kegiatan penelitian yang terdiri dari subjek pelaksana penelitian yaitu individu/kumpulan individu meliputi Pegawai Aparatur Sipil Negara/non-Pegawai Aparatur Sipil Negara, Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, Perguruan Tinggi, Ormas, dan Badan Usaha; pemilihan pelaksanaan penelitian ditetapkan berdasarkan hasil kompetisi (seleksi proposal penelitian) atau penugasan; serta pembayaran berdasarkan produk keluaran (output) sesuai ketentuan dalam kontrak.

k. Penegasan untuk pemanfaatan e-marketplace PBJ yaitu pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah; serta menyediakan infrastruktur teknis dan layanan dukungan transaksi bagi K/L/PD dan Penyedia berupa katalog elektronik, toko daring, dan pemilihan penyedia.

l. Layanan penyelesaian sengketa kontrak yang diselenggarakan oleh LKPP yaitu penyelesaian

sengketa kontrak antara PPK dan Penyedia dalam pelaksanaan kontrak dapat dilakukan melalui layanan penyelesaian sengketa kontrak, arbitrase, atau penyelesaian melalui pengadilan.

Di samping butir substansi pengaturan baru yang dijelaskan sebelumnya, berikut tambahan catatan perubahan yang wajib diketahui, yaitu:a. Adanya perubahan istilah

sebagai penyesuaian dengan perkembangan dunia pengadaan, yaitu lelang menjadi tender, Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) menjadi Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ), Pokja ULP menjadi Pokja Pemilihan, sistem gugur menjadi harga terendah, pejabat/panitia penerima hasil pekerjaan menjadi pejabat/panitia pemeriksa hasil pekerjaan, dokumen pengadaan menjadi dokumen pemilihan, dan K/L/D/I menjadi K/L/PD.

b. Perubahan pengaturan antara lain:

1) batasan nilai pengadaan langsung untuk jasa konsultansi

yang bernilai paling banyak Rp100 juta;

2) menambah tanggung jawab penyedia atas: pelaksanaan kontrak, kualitas barang/jasa, ketepatan perhitungan jumlah atau volume, ketepatan waktu penyerahan, dan ketepatan tempat penyerahan;

3) dimungkinkan penyebutan merek dalam spesifikasi teknis terhadap komponen barang/jasa, suku cadang, bagian dari satu sistem yang sudah ada, barang/jasa dalam katalog elektronik, atau barang/jasa pada tender cepat;

4) penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dikecualikan untuk PBJ sampai dengan nilai Rp10 juta/paket, pengadaan melalui e-purchasing, dan tender pekerjaan terintegrasi;

5) menghidupkan kembali jamin-an penawaran dan jaminan sanggah banding untuk peng-adaan pekerjaan konstruksi dengan nilai pengadaan di atas Rp10 miliar dari sebelumnya ditiadakan;

6) perubahan kontrak yang diber-lakukan untuk semua jenis kontrak dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi

lapangan dengan gambar atau spesifikasi teknis/KAK yang ditentukan dalam dokumen Kontrak, dari sebelumnya tidak berlaku perubahan kontrak pada kontrak lumpsum; serta

7) adanya pengaturan tentang pembentukan UKPBJ berbentuk struktural yang mempunyai fungsi pengelolaan PBJ, pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik, pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kelembagaan PBJ, pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan bimbingan teknis.

Konsep Modernisasi PengadaanMenurut Bappenas (2014) kegiatan modernisasi pengadaan dapat diim-plementasilkan dengan dua cara yaitu: profesionalisasi peng-adaan (procurement profesionalization) an-tara lain melalui pembentukan struktur kelembagaan dan profe-sionalisasi ULP, dan PMIS melalui pengembangan sistem teknologi informasi (TI) untuk menciptakan pusat data; serta pengembangan kebijakan dan prosedur pengadaan (policy and procedure development) antara lain melalui penyesuaian sistem pengadaan secara elektronik dan sistem manajemen proyek PPP (public private partnership). Untuk mempercepat proyek modernisasi pengadaan ini diperlukan kerja sama melalui LKPP dalam rangka pengembangan UKPBJ dan sistem elektroniknya.

Implementasi Modernisasi Pengadaan di KKP Selama lima tahun terakhir pelaksanaan PBJ telah berjalan di masing-masing ULP tingkat Eselon I dan Layanan Pengadaan

Secara Elektronik (LPSE) terpusat di Biro Umum, namun dari hasil pengamatan penulis seringkali proses tender mengalami keter-lambatan dan berpotensi tidak dilaksanakan. Kondisi ini disebab-kan antara lain kurangnya pemahaman Pokja ULP dan PPK atas ketentuan PBJ, adanya rangkap tugas personil Pokja ULP dengan tugas fungsinya dalam organisasi, lamanya penyusunan spesifikasi teknis dan HPS, sedikitnya personil IT pada LPSE, dan kebijakan perencanaan pengadaan yang berubah-ubah.

Beberapa alasan mengapa harus membentuk ULP/UKPBJ mandiri yaitu apabila ULP/UKPBJ berada di tingkat eselon I masing-masing, maka intervensi dari atasan masih berpotensi terjadi. Hal yang sama bila personil dari perwakilan masing-masing eselon I, maka potensi intervensi juga masih bisa terjadi yaitu pada tahap perencanaan untuk menentukan spesifikasi teknis, dan pada tahap pelaksanaan tender dalam menentukan penyedia barang/jasa tertentu sebagai pemenang. Lain halnya apabila ULP/UKPBJ dibentuk unit tersendiri yang langsung bertanggung jawab kepada Menteri dan personilnya berasal dari berbagai eselon I yang telah diangkat menjadi fungsional, maka potensi inter-vensi dapat diminimalisir. Dalam kesehariannya, personil hanya melaksanakan kegiatan PBJ dan tidak dibebankan lagi dengan tugas fungsi teknis, sehingga proses tender akan sesuai prosedur dan tepat waktu.

Seiring dengan amanat dari Perpres Nomor 16 Tahun 2018 bahwa Menteri harus membentuk UKPBJ berbentuk struktural dan ditetapkan

sesuai perundang-undangan untuk menyelenggarakan dukungan PBJ pada Kementerian, maka Menteri KP telah melantik pejabat struktural Eselon III dan IV lingkup Sekretariat Jenderal KKP terutama nomenklatur baru yang menangani PBJ lingkup KKP yaitu bagian layanan pengadaan dan bagian dukungan layanan pengadaan pada tanggal 16 April 2018. Namun dengan ditetapkan nomenklatur baru ini, saat ini belum dapat menjawab penerapan modernisasi pengadaan di lingkup KKP karena SDM profesional dan sistem pengadaan secara elektronik belum berjalan semestinya. Dengan kata lain masih diperlukan waktu dalam persiapan SDM dan prasarananya. Harapannya dengan nomen-klatur baru tersebut, maka penyelenggaraan PBJ lingkup KKP dapat melalui satu pintu. Untuk itu disarankan kepada Biro Umum dan PBJ untuk berkoordinasi dengan Biro SDM Aparatur dalam penataan dan perekrutan SDM KKP yang telah bersertifikasi di bidang PBJ dan IT atau personil Pokja di masing-masing Eselon I untuk bergabung dalam UKPBJ sebagai Pokja Pemilihan dalam jabatan fungsional paling lambat bulan Juni 2018. Di masa depan jika kelembagaan UKPBJ telah berjalan dengan baik, maka dapat mengusulkan perjanjian kerja sama (MoU) dengan LKPP dalam hal peningkatan profesionalisme SDM UKPBJ lingkup KKP sehingga modernisasi pengadaan lingkup KKP dapat diwujudkan. Daftar Pustaka :1. Perpres Nomor 16 Tahun 2018.2. http://satkerhibahmcc.bappenas.

g o . i d / p a g e / m o d e r n i s a s i _pengadaan, 2014.

Page 19: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Liputan Liputan

36 SINERGI 37Edisi I Tahun 2018

Kalimat ajakan dari Dadang Gantina, S.H., M.AP, Staf Ahli

Walikota Bandung Bidang Pembangunan Ekonomi dan Keuangan ini bukanlah dituju-kan untuk penumpang kereta arah Bandung, namun dituju-kan untuk seluruh aparat dan masyarakat Kota Bandung agar maju bersama seiring laju gerbong pembangunannya.

Bak KA Argo Parahyangan yang terlihat laju meliuk indah dan cepat di atas relnya, melewati terowongan dan jembatan-jembatan baja di kaki Ciganea, Cisomang, dan Cikubang, Dadang berharap gerbong pembangunan Kota Bandung pun terlihat meliuk

Akselerasi Reformasi Birokrasi Melalui Teknologi Informasi

indah dan cepat, berkat digdaya teknologi informasi, serta partisipasi aparat dan masyarakatnya. Tidak ada lagi birokrasi yang berbelit-belit di kota bunga ini....

Kunci Sukses Pembangunan

Saat menerima kunjungan Inspektorat Jenderal KKP dalam Studi Banding Penggunaan Teknologi Informasi dalam Mendukung Implementasi Reformasi Birokrasi, Dadang menyatakan bahwa partisipasi dan dukungan teknologi informasi membuat gerbong pembangunan Kota Bandung melesat dibanding pemerintah daerah lainnya. “Kami sering menerima tamu dalam rangka studi banding tata kelola pemerintahan baik (good governance). Mereka sering menanyakan, apa kunci

sukses pembangunannya,”ujar Dadang di hadapan peserta studi banding di Ruang Tengah Balaikota Bandung, tanggal 15 Februari 2018 lalu.

Sebetulnya kunci sukses ter-sebut simpel, karena terbagi dalam tiga pilar utama yang didukung pondasi kuat teknologi informasi di dasarnya, yaitu: dekonsentrasi, inovasi dan kolaborasi. Kata “Dekonsentrasi” yang dimaksud disini adalah penyerahan wewenang pe-merintah kepada unsur kewilayahan, baik kecamatan maupun kelurahan. Dengan demikian, laju pembangunan di suatu wilayah tidak men-gandalkan pucuk pimpinan, melainkan ada peran aktif dan partisipasi dari berbagai pihak. Masyarakat dapat langsung melaporkan keluhan seperti kerusakan sarana prasarana,

“Jika mau ikut berubah, ayo ikut naik gerbong kereta....Jika tidak, tinggallah di stasiun itu saja....”

atau pelayanan publik yang kurang memuaskan untuk segera ditindaklanjuti. Dengan demikian, aparat di keca-matan dan kelurahan lebih tahu masalah yang dihadapi warganya, sehingga segera dicarikan solusi terbaik. Acara makan malam bersama secara bergiliran dan Shalat Jumat keliling kampung telah menjadi contoh kegiatan bersama yang rutin digelar di Bandung dalam rangka mendukung pilar “dekonsentrasi” tersebut.

Selanjutnya kata “Inovasi,” dimaksudkan sebagai upaya mendorong penciptaan kreasi secara terus menerus untuk pelayanan masyarakat. Dalam hal ini, Pemkot Bandung telah meluncurkan PIPPK (Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan) yang melibatkan setiap unsur wilayah seperti LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), PKK (Pembina-an Kesejahteraan Keluarga), Karang taruna, dan RW (Rukun Warga) untuk lebih berkembang, berkreasi dan menciptakan inovasi yang menarik di setiap wilayahnya, dengan pemberian pagu program masing-masing Rp100 juta per tahun.

Terakhir, kata “Kolaborasi,” yang dimaksudkan di sini adalah upaya untuk melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam melahirkan pemikiran maupun terobosan yang menghasilkan tujuan tertentu atau menghasilkan pelayanan lebih baik kepada masyarakat. Contoh nyata kola-borasi adalah menggandeng Polres dalam mewujudkan satu RW satu polisi agar lingkungan aman dan terkendali jika terjadi kegentingan, menggandeng perbankan dalam mewujudkan transportasi Bus Bandros (Bandung Tour on Bus) yang unik dan nyaman untuk wisatawan di Bandung, hingga menggandeng perguruan tinggi dalam membangun konsep smart city.

Smart City dan Command Center Dalam rangka menghela gerbong pembangunan lebih laju dan membangun pelayanan publik yang lebih modern dan mudah dan cepat diakses di Kota Bandung, Ridwan Kamil, sang arsitek dan master tata kota jebolan ITB (Institut Teknologi Bandung) ini menginisiasi buah karya bernama smart city untuk masyarakat kota Bandung. Ide

itu tercetus saat awal didapuk menjadi Walikota Bandung pada tahun 2013, ia merasakan berbagai permasalahan klasik khas kota urban yang harus segera ditangani, mulai dari kemacetan, sampah, infrastruktur hingga taman kota yang terlantar. Sistem tata kelola pemerintahan pun masih banyak yang manual dan belum mengandalkan teknologi informasi.

Konsep smart city akhirnya direalisasikan untuk men-dongkrak percepatan pem-bangunan dan reformasi birokrasi. Birokrasi haruslah transparan, akuntabel, dan profesional, untuk itu harus ada reformasi birokrasi melalui dukungan teknologi informasi. Salah satu caranya adalah melalui smart city. Konsep smart city itu kemudian diusung di segala lini dengan mengembangkan aplikasi-aplikasi berbasis teknologi infor-masi dan digitalisasi.

Selanjutnya pada tahun 2014, ratusan aplikasi dibangun Pemerintah Kota Bandung. Aplikasi tersebut tidak hanya dibangun oleh SKPD, Pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, namun juga dibangun oleh stakeholder terkait, mulai perusahaan hingga perguruan tinggi negeri maupun swasta. Aplikasi yang dibangun di tahun 2014 itu sebagian besar masih aktif sampai saat ini, namun ada juga yang non aktif karena ada update system, atau penggabungan dan integrasi dengan aplikasi lain yang sama tujuan atau layanannya.

Page 20: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Liputan Liputan

38 SINERGI 39Edisi I Tahun 2018

Namun pada intinya, semua aplikasi yang dibangun dan dikembangkan itu bertujuan untuk memudahkan seluruh SKPD dalam berkinerja dan memberikanan pelayanan publik terbaik.

Aplikasi yang sudah disiapkan dalam ranah smart city ini pun tidak seluruhnya dimanfaatkan oleh masyarakat. Meski demikian, banyak aplikasi dilirik dan direplikasi oleh pemerintah kabupaten/kota lain di Indonesia untuk menghela laju gerbong pem-bangunan dan melayani masyarakat. Replikasi aplikasi ini tidak memerlukan biaya, alias gratis. Pemerintah kabupaten/kota yang berminat dapat bersurat untuk replikasi aplikasi yang diinginkan ke Pemerintah Kota Bandung, selanjutnya kedua belah pihak dapat menandatangani perjanjian kerja sama (PKS)/Memorandum of Understanding (MoU) untuk adopsi aplikasi smart city sesuai kebutuhan. Aplikasi yang tercatat sebagai hibah ini akan diiringi dengan pelatihan sumber daya manusia (SDM) agar dapat

memanfaatkan dan memelihara aplikasi dengan baik.

Sampai saat ini, lebih dari 70 pemerintah daerah yang melakukan replikasi dan adopsi aplikasi smart city. Beberapa aplikasi yang banyak diadopsi antara lain aplikasi Sabilulungan, aplikasi Gampil, dan aplikasi e-RK. Aplikasi Sabilulungan merupakan aplikasi untuk memfasilitasi penyaluran hibah dan Bantuan Sosial (Bansos). Aplikasi ini memungkinkan proses pemberian dana hibah dan Bansos berlangsung transparan. Pemohon hibah dapat langsung mengajukan dana sekaligus melacak proses pengajuannya, sedang masyarakat dapat secara transparan memantau hibah, mulai dari nama/kelompok penerima, lokasi, jenis/bentuk hibah, hingga jumlah dan nilai hibah.

Aplikasi Gampil (Gadget Mobile Application for Licence) merupakan aplikasi untuk memfasilitasi pengajuan per-ijinan usaha dengan modal kurang dari Rp 500 juta. Melalui aplikasi tersebut, pemohon

tidak perlu datang ke kantor pemerintah untuk mengurus perijinan karena prosesnya dapat dilakukan secara online dan transparan langsung melalui gawai mereka. Tidak perlu lagi mengambil nomor antrian dan berbasis di ruang antrian perijinan. Kondisi ini dapat mempercepat layanan, dan mencegah terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme di bidang perijinan.

Aplikasi e-RK (Electronic Remunerasi Kinerja) merupa-kan aplikasi untuk memfasilitasi pemantauan kinerja aparatur pemerintah dalam rangka pemberian Tunjangan Kinerja Dinamis (TKD) setiap bulan. Dengan aplikasi tersebut, daftar kegiatan harian dapat dilaporkan, mulai dari menghadiri studi banding, menghadiri rapat, menyiapkan konsep surat, dan lain sebagainya.

Sebagai penjaga gawang tata kelola pemerintah Bandung, Ridwan Kamil dapat memantau output aplikasi-aplikasi tersebut melalui ruangan Bandung Command Center yang berlokasi di sebelah Ruang Tengah, Balaikota Bandung. Pusat komando ini terhubung dengan ratusan aplikasi dan CCTV yang dipasang di titik-titik strategis Kota Bandung. Dengan demikian, walikota dan petugas terkait dapat memantau kemacetan lalu lintas, demo warga, ruang pelayanan publik di suatu SKPD, tindak lanjut pengaduan masyarakat, hingga data pembayaran pajak dengan cepat dan realtime.

Pengendalian Gratifikasi

Terkait dengan bidang peng-awasan dan budaya integritas, Riky Fachdiar Iskandar, Auditor Madya Inspektorat Kota Bandung, yang ditemui pada acara Studi Banding Itjen KKP 15 Februari lalu, menambahkan bahwa Pemerintah Kota Bandung merupakan salah satu pemerintahan daerah yang mempelopori Unit Pengendalian Gratifikasi dan tata cara laporan gratifikasi di Indonesia.

Pada tahun 2014 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan telah memberikan dua penghargaan sekaligus kepada Pemerintah Kota Bandung. Pertama penghargaan untuk jumlah laporan gratifikasi terbanyak dan 100 persen tepat waktu, sedang penghargaan kedua untuk UPG terbaik 2014. Penghargaan tersebut diterima oleh Walikota Bandung, M. Ridwan Kamil dan diserahkan oleh pimpinan KPK pada rangkaian acara hari anti korupsi sedunia di kampus UGM Yogyakarta.

Tahun berikutnya, tepat pada peringatan Hari Anti Korupsi Tahun 2015, Pemerintah Kota Bandung me-launching aplikasi e-gratifikasi. E-gratifikasi meru-pakan bagian dari tugas pokok dan fungsi UPG Kota Bandung yang diatur dalam Keputusan Walikota (Kepwal) Nomor 356/kep.880-inspektorat/2014. Puluhan ribu aparat sipil Kota Bandung baik di sektor pendidikan, kesehatan, hingga kecamatan dan kelurahan

dapat berperan aktif dalam pelaporan gratifikasi melalui aplikasi e-gratifikasi dan WBS (Whistle Blowing System). Pelapor tidak perlu datang ke Kantor Inspektorat Kota Bandung, namun cukup melalui ponsel atau laptop masing-masing untuk akses apli-kasi e-gratifikasi melalui laman egratifikasi.bandung.go.id, sedang WBS melalui laman wbs.bandung.go.id.

Aplikasi e-Gratifikasi merupa-kan suatu alat untuk melapor-kan penerimaan/penolakan grati-fikasi yang diterima diri sendiri dari setiap instansi pemerintahan di Kota Bandung kepada UPG (Unit Pengendali Gratifikasi). UPG bertugas untuk menerima laporan gratifikasi, baik gratifikasi suap maupun gratifikasi kedinasan (cinderamata, plakat, kenda-raan dinas maupun goodybag).

Sedang aplikasi WBS merupa-kan aplikasi untuk mewadahi orang lain mel-aporkan penerimaan grat-ifikasi suap dan gratifikasi kedinasan. Sayangnya, peng-guna aplikasi-aplikasi tersebut masih sedikit, belum semua instansi pemerintahan dan masyarakat Kota Bandung mengetahui tentang dua ap-likasi ini sehingga perlu segera dilakukan sosialisasi. “Da-lam waktu dekat, kami akan mengagendakan sosialisasi aplikasi-aplikasi ini untuk jajaran Eselon IV lingkup Pe-merintah Kota Bandung,” ujar Riki sambil berjalan diantara taman rumput hijau ke arah Bandung Command Center.

Sosialisasi terus menerus tidak hanya dilakukan pada aplikasi yang sepi peminat, keberhasilan smart city sebetulnya ditopang oleh sosialisasi berkelanjutan secara gencar kepada masyarakat. Dengan demikian mereka mengenal dan tidak gaptek akses aplikasi-aplikasi yang disediakan. Selain menemui langsung masyarakat, sosialisasi juga dapat dilakukan melalui beragam media, antara lain media sosial, cetak, radio dan elektronik. “Kami tidak akan berhenti melakukan sosialisasi dan berkolaborasi demi Smart City,” ujar Dadang bersemangat.

Bercermin pada smart city ala Paris van Java ini, Itjen KKP di masa mendatang diharapkan dapat mewujudkan reformasi birokrasi melalui smart auditing melalui integrasi aplikasi persuratan, aplikasi pengawasan/Audit Mana-gement System (AMS), aplikasi penugasan hingga aplikasi tindak lanjut hasil pengawasan. Melalui aplikasi-aplikasi tersebut basis data mitra kerja, program kerja pengawasan, kertas kerja pengawasan, hasil pengawasan hingga tindak lanjutnya dapat terintegrasi dan diketahui dengan cepat hanya dengan sentuhan lembut ujung jari di layar cerdas ponsel dan laptop Anda. Semoga!

(Tim Redaksi: Farida Farid dan Bachtiar A.S, Fotografer: Afdi Nurdiansyah)

Page 21: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

40 SINERGI 41Edisi I Tahun 2018

Diakui atau tidak, sampai dengan saat ini opini BPK-RI atas Laproan Keuangan

menjadi “sesuatu” (meminjam istilah salah satu selebritis ternama) bagi suatu Kementerian/Lembaga. Betapa tidak, opini ini seolah menggambarkan kualitas secara keseluruhan dari pertanggungjawaban keuangan suatu entitas.

Seperti diketahui, KKP bersama Badan Kemanan Laut mendapatkan predikat Tidak Memberikan Pendapat (TMP) untuk LK Tahun 2017, 80 K/L mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dan 6 K/L berpredikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Hal tersebut tentu saja menjadi pil pahit, sehingga Itjen KKP bertekad untuk mengawal dengan ketat penyusunan Laporan Keuangan, antara lain melalui probity audit, audit pengelolaan keuangan dan BMN secara reguler, reviu pengendalian intern atas pelaporan keuangan (PIPK), dan berbagai pengawasan lainnya.

Oleh: Rahayu Winarti (Auditor Muda)

Yang menjadi pertanyaan, sebenarnya apa ukuran atau patokan LK suatu entitas mendapatkan opini WTP, WDP, atau TMP alias disclaimer dan Tidak Wajar? Menurut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara BPK-RI (2017), disebutkan bahwa opini LK dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain materialitas, fraud atau kecurangan, pembatasan lingkup pemeriksaan, dan lain-lain. Tulisan ini membahas tentang materialitas temuan, dengan harapan dapat membuka wawasan kita bersama sehingga upaya-upaya pencegahan atau meminimalkan temuan yang material dapat diantisipasi. Dalam Petunjuk Teknis (Juknis) Penetapan Batas Meterialitas (2013) sebagai pengganti Juknis 2008, memang tidak ada patokan ataupun kriteria baku dalam penentuan materialitas temuan, namun menurut sifatnya, materialitas dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu Materialitas Kuantitatif (menggunakan ukuran kuantitatif tertentu seperti nilai uang, jumlah

waktu, frekuensi maupun jumlah unit), dan Materialitas Kualitatif (menggunakan ukuran kualitatif yang lebih ditentukan pada pertimbangan profesional, yang didasarkan pada cara pandang, pengetahuan, dan pengalaman pada situasi dan kondisi tertentu). Tingkat materialitas berkaitan langsung dengan nilai salah saji material pada saldo akun. Makin tinggi nilai salah saji mengindikasikan semakin tidak wajar laporan.

Selanjutnya, dalam penetapan materialtias tersebut, beberapa hal yang menjadi pertimbangan auditor adalah total pendapatan atau total belanja, nilai aset bersih/ekuitas. Praktek yang umum adalah mengambil patokan dasar materialitas saat pemeriksaan interim dan menetapkan materialitas saat pengujian substantif pada Laporan Keuangan (LK) unaudited tahun yang diperiksa, atau berdasarkan opini LK tahun sebelumnya.

Antisipasi terhadap Materialitas Temuan BPK-RI

Dari tabel diatas, jika dilihat tingkat materialitas tahun sebelumnya, dan juga opini LK 2016, maka tingkat materialitas yang kemungkinan dipakai BPK-RI untuk LK 2017 adalah 1%. Tingkat materialitas tersebut menjadi patokan untuk menghitung nilai materialitas awal yang merupakan hasil perkalian tingkat materialtias dengan nilai total belanja entitas. Dengan demikian, hitungan kasar perkiraan materialitas awal KKP untuk LK 2017 mencapai Rp61,1 miliar rupiah (1 % dari realisasi belanja total KKP Rp6,11 triliun). Selanjutnya akan ditetapkan tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi yang nilainya tergantung pada nilai masing-masing akun yang diperiksa dan nilai materialitas awal tersebut.

Terkait hal ini, perlu adanya per-hatian dari seluruh eselon I KKP atas akun-akun yang dianggap signifikan oleh pemeriksa BPK-RI (Juknis Penetapan Batas Materialitas, 2013), diantaranya :

1. Akun yang nilai nominalnya besar dalam LK; apabila dikaitkan dengan LK 2017, saldo persediaan KKP mencapai Rp851,50 miliar, dan senilai Rp33,92 miliar tidak didukung dengan penatausahaan yang memadai dan tidak dilakukan inventarisasi fisik.

2. Penyajian dan pengungkapan akun yang signifikan terhadap laporan keuangan; yang sering menjadi perhatian BPK-RI dalam hal ini adalah pengungkapan akun-akun bersaldo minus, tidak wajar, dan/atau tidak didukung dengan bukti pemeriksaan, dan akun-akun utang atau piutang. Pada LK 2017 terdapat akun aset tetap berupa Konstruksi

Dalam Pengerjaan (KDP) yang disebutkan terdapat saldo minus Rp 78,87 miliar, dan terdapat utang kepada pihak ketiga sebesar Rp 4,06 miliar atas pengadaan kapal penangkap ikan yang tidak diyakini nilainya karena menurut pemeriksaan BPK terdapat ketidaksesuaian spesifikasi teknis dan ketidaktersediaan data rincian harga satuan kapal tersebut.

3. Akun yang menjadi fokus perhatian para pemangku kepentingan (dalam hal ini akun-akun yang terkait program/kegiatan prioritas, termasuk didalamnya Bantuan Pemerintah).

4. Standar audit yang meng-haruskan pemeriksaan meyakini materialitas pada akun ter-sebut, misalnya akun PNBP, persediaan, dan sebagainya.

Dari akun-akun dan transaksi tersebut umumya dikelompokkan sebagai temuan atas Sistem Pengendalian Intern (SPI), diantaranya SPI atas belanja,

SPI atas aset lancar, dan SPI atas kewajiban.

Namun terdapat pula akun-akun dan transaksi yang menjadi perhatian karena menjadi temuan atas Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, misalnya regulasi/standar yang mengatur akun/transaksi tersebut (sebagai contoh standar pembangunan kapal), regulasi pertanggungjawaban keuangan maupun kontrak yang mengatur pekerjaan, yang temuan tersebut umumnya berakibat atau berpotensi menjadi kerugian negara, dan semakin besar tentu semakin menambah nilai materialitas. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan ini yang biasanya menjadi penentu dalam opini LK.

Terkait dengan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, beberapa penyimpangan yang sering terjadi antara lain :1. Pertanggungjawaban keuangan

atas Perjalanan Dinas, honor pelaksanaan kegiatan, uang

Opini tahunsebelumnya

Presentase Tingkat

MaterialitasAwal

Faktor-faktor kualitatifAR

Disclaimer /Adverse

WDP

WTP

1 %

3 %

5 %

0,5 % - 1 %

1,01 % - 3 %

3,01 % - 5 %

• Ekspektasi pemangku kepentingan;

• Risiko kecurangan;• Besar kecilnya anggaran;• Hasil Audit tahun lalu /

tindak lanjut• Tingkat penyelesaian tindak

lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK;

• Perubahan kebijakan pemerintah terhadap entitas ybs;

• Karakteristik entitas yang diperiksa;

• Bisnis proses entitas yang diperiksa

• Dst.

Page 22: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

42 SINERGI 43Edisi I Tahun 2018

saku rapat, belanja bahan, dan sebagainya, seringkali ditemui pertanggungjawaban yang ditemukan BPK-RI tidak didukung dengan dokumen yang dapat diyakini kebenarannya, atau nilai yang dibayarkan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di antaranya PerMenkeu tentang SBM, PerMenkeu tentang Perjalanan Dinas, dsb.

2. Kekurangan volume/kelebihan pembayaran pekerjaan. Sering-kali terjadi pembayaran yang dilakukan tidak berdasarkan pada laporan cek fisik/progress pekerjaan, atau ber-dasarkan laporan cek fisik/progress pekerjaan yang tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

3. Keterlambatan pelaksanaan pe-kerjaan belum dikenakan denda. Terkait angka 2 dan 3 tersebut, pada jenis kontrak terima jadi (turnkey) seperti pengadaan kapal perikanan, seringkali terjadi adalah ketidakpahaman dalam pembayaran prestasi pekerjaan, yaitu pembayaran seharusnya didasarkan pada jumlah unit kapal yang telah selesai, bukan berdasarkan progress kemajuan fisik pem-bangunan kapal. Demikian pula untuk pengenaan besaran denda keterlambatan akan didasarkan pada jumlah unit kapal yang belum selesai (dengan catatan klausul kontrak menyebutkan pengenaan denda berdasarkan sisa pekerjaan). Sehingga dapat terjadi dari 10 unit kapal persentase kemajuan fisik telah mencapai 90%, namun karena kontrak tersebut adalah kontrak terima jadi, maka persentase

fisiknya dihitung masih 0% karena tidak 1 unit pun kapal sudah jadi.

4. Pengadaan barang/jasa yang tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak. Bisa jadi spesifikasi barang yang disusun tidak cermat sehingga barang yang diadakan berkualitas rendah dibandingkan harganya, atau sebaliknya spesifikasi yang disusun sangat detail mengarah pada merek tertentu, namun pada saat pelaksanaan ternyata barang yang diadakan tidak sesuai spesifikasi karena sudah tidak diproduksi lagi oleh pabrikan.

5. Pembayaran dan Pencairan Jaminan Pelaksanaan tidak sesuai ketentuan. Sering terjadi, ketika rekanan sudah tidak mampu menyelesaikan pekerjaan dari batas waktu yang diatur dalam kontrak/addendum kontrak, PPK tidak segera memberikan peringatan dan mengambil langkah untuk memutus kontrak, serta menyetor jaminan pelaksanaan pekerjaan tersebut, bahkan membiarkan rekanan terus menyelesaikan pekerjaan tanpa jaminan pelaksanaan.

6. PPh Final Pasal 4 ayat (2) kurang pungut, dikarenakan ketidakcermatan bendahara dalam memahami peraturan perpajakan.

7. Adanya indikasi fraud atau ke-curangan, misalnya pelaksanaan kegiatan atau pembelian barang yang diduga fiktif. Apabila ini terjadi, meski nilainya tidak besar/signifikan namun dapat menyumbang pada opini disclaimer.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa materialitas temuan adalah kewenangan mutlak dari BPK-RI, dan bentuknya tidak selalu nilai keuangan yang bersifat kerugian negara saja. Kita harus dapat meminimalisir terjadinya temuan-temuan yang berpotensi menyumbang nilai materialitas, dengan mencermati dan mengantisipasi akun-akun/transaksi sebagaimana diuraikan diatas.

Inspektorat Jenderal (Itjen), ber-komitmen untuk melaksanakan Probity Audit guna menjamin pengadaan barang/jasa telah sesuai ketentuan, serta telah efisien dan efektif. Untuk itu, kepedulian Auditan untuk segera menindaklanjuti hasil probity audit mutlak diperlukan. Itjen juga senantiasa mendorong perbaikan sistem pengendalian intern Auditan, dan memperkuat Reviu LK dengan tujuan menghasilkan LK KKP yang berkualitas. Dan kedepan, guna meminimalisir penyimpangan/fraud, Itjen akan melaksanakan audit pengelolaan keuangan dan BMN secara regular.

Daftar Pustaka :1. Keputusan Ketua BPK-RI Nomor:

5/K/I-XIII.2/10/2013, 28 Oktober 2013 tentang Juknis Penetapan Batas Meterialitas

2. LHP BPK-RI Nomor: 14.B/LHP/XVII/05/2018 (Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern KKP Tahun 2017)

3. LHP BPK-RI Nomor: 14.C/LHP/XVII/05/2018 (Pemeriksaan atas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan KKP Tahun 2017).

Mungkin masyarakat awam lebih me-ngenal istilah Bantu-

an Sosial, atau yang lebih akrab di telinga sebagai “bansos”. Pemberian bansos bertujuan antara lain untuk membantu masyarakat dalam meningkat-kan kualitas penghidupannya. Bentuk dan jenis bansos dapat berupa uang tunai maupun non tunai atau natura.

Di era pemerintahan sebelum-nya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun

Oleh: Ivy Silfia Irani (Auditor Ahli Madya)

tahun 2011 s.d 2014 pernah melaksanakan kegiatan pem-berian bantuan sosial yang ditujukan untuk meningkat-kan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan, di-antaranya adalah kegiatan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) dan Pem-berdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Bentuk kegiatannya yaitu berupa modal kerja sebagai stimulus dalam bentuk modal kerja yang dapat dipergunakan masyarakat untuk memulai

atau menambah skala usaha-nya di bidang kelautan dan perikanan, seperti pembelian sarana produksi budidaya ikan, sarana penangkapan ikan, sarana pengolahan dan pemasaran perikanan, ataupun sarana produksi garam. Kegiatan lain yang diluncurkan KKP tahun 2015 s.d saat ini adalah pengadaan dan pembangunan berbagai sarana untuk mendukung sektor kelautan dan perikanan, seperti pembangunan pabrik es, gudang beku (cold storage),

Formula agar Bantuan Pemerintah Tepat Sasaran dan Tepat Guna

Panen perdana lele bioflok di Kota Prabumulih oleh Irjen KKP

Page 23: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

44 SINERGI 45Edisi I Tahun 2018

pabrik rumput laut, mesin pellet, karamba jaring apung, excavator, dan sebagainya.

Bantuan Pemerintah

Istilah Bantuan Pemerintah (Banper) mulai terdengar sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga. Bantuan Pemerintah didefinisikan sebagai bantuan yang tidak memenuhi kriteria bantuan sosial yang diberi-kan oleh Pemerintah kepada perseorangan, kelompok masyarakat, atau lembaga pemerintah/non pemerin-tah yang meliputi pemberi-an penghargaan, beasiswa, tunjangan profesi guru dan tunjangan lainnya, bantuan operasional, bantuan sarana/prasarana, bantuan rehabilita-si/pembangunan, dan bantuan lainnya yang memiliki karak-teristik Bantuan Pemerintah yang ditetapkan oleh Penggu-na Anggaran.

Sejak tahun 2015, kebija-kan Menteri Kelautan dan Perikanan telah menyentuh masyarakat Kelautan dan Perikanan melalui struktur anggaran sebesar 80% yang diberikan kepada masyarakat berupa Banper. Oleh karena itu, adanya kebijakan tersebut disambut sangat baik oleh masyarakat untuk peningka-tan kesejahteraan.

Menindaklanjuti amanah PMK Nomor 168 Tahun 2015, sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor: 173 Ta-hun 2016, KKP telah meny-usun Petunjuk Teknis sebagai pedoman lebih lanjut penyal-uran bantuan ini, yaitu dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor: 70/PERMEN-KP/2016 tentang Pedoman Umum Dalam Rangka Penyaluran Bantuan Pemerintah di Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang kemudian di-sempurnakan dengan PerMen KP Nomor: 60/PERMEN-KP/2017. Keduanya ditujukan untuk meningkatkan

efektivitas, transparansi, dan keberlanjutan pemanfaatan bantuan pemerintah di ling-kungan KKP.

Melihat dari bentuk struktur anggaran yang dilaksanakan oleh KKP, diantaranya adalah pemberian Banper berupa bantuan sarana/prasarana, maka berdasarkan PMK Nomor 168 Tahun 2015 pada pasal 4 ayat (4), Banper dalam bentuk sarana prasarana dialokasikan pada Kelompok Akun Belanja Barang Untuk Diserahkan kepada Masyarakat/Pemda.

Efektivitas Bantuan PemerintahBerbicara mengenai efekti-vitas Banper, dikarenakan menyangkut masyarakat/pemda, maka akan sangat mungkin terkendala pada pemanfaatannya. Hal ini didukung dengan hasil eval-uasi pemanfaatan aset pada bantuan sarana prasara-na produksi perikanan oleh Inspektorat Jenderal tahun 2015 s.d 2017, bahwa tingkat

Menilai kesesuaian BP yang telah dilaksanakan dan diserahkan

kepada masyarakat

Mengidentifikasi penyebab permasalahan BP yang telah

diserahkan kepada masyarakat

Memberikan rekomendasi perbaikan terhadap kelemahan/penyimpangan yang ditemukan

Tujuan Evaluasi Banper 2017

pemanfaatan bantuan belum optimal, antara lain berupa tidak digunakannya bantuan secara kontinyu atau hanya temporer, bantuan dibiarkan rusak dan tidak ada upaya perbaikan, serta penggunaan-nya tidak sesuai dengan tujuan pengadaannya. Beberapa hal yang menjadi permasalahan pada pemanfaatan bantuan tersebut, antara lain :1. Dukungan infastruktur

dasar tidak memadai un-tuk operasional bantuan pemerintah skala besar, seperti Unit Pengolahan Ikan dan cold storage, antara lain kebutuhan daya listrik, air bersih, akses jalan, ketersediaan bahan baku, dan lain-lain.

2. Sarana prasarana yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok penerima. Hal ini disebabkan kekurangcermatan pada saat mengidentifikasi kebutuhan calon penerima bantuan.

3. Kelompok penerima tidak tepat sasaran, atau tidak memiliki keterampilan ter-kait bantuan yang akan diterima. Hal ini juga terjadi karena kelemahan pada saat identifikasi dan seleksi calon penerima yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis yang dibutuhkan.

4. Keterbatasan modal usaha dari kelompok penerima untuk menjalankan usaha secara berkelanjutan menggunakan bantuan yang diterima.

5. Pendampingan yang tidak optimal dari penyuluh maupun Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, baik administrasi maupun teknis.

6. Bantuan tidak dimanfaatkan karena tidak segera di-persiapkan calon penge-lolanya/penggunanya.

SolusiMengingat begitu besar anggaran yang digelontorkan untuk mewujudkan peningkat-an kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan melalui pemberian Banper ini, maka beberapa hal berikut perlu diupayakan agar pemberian Banper tidak menjadi sia-sia, yaitu:

1. Tingkat Pusat / Eselon I Pemberi Bantuan

a. Melakukan persiapan secara cermat pada T-1, berupa :

1) Menyusun kebutuhan Ban-tuan Pemerintah, melipu-ti jenis, jumlah, maupun calon lokasi.

2) Membuat Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Peme-rintah, yang memuat antara lain dasar hukum, tujuan, persyaratan calon penerima bantuan, bentuk dan jumlah bantuan, mekanisme pengadaan, p e r t a n g g u n g - j a w a b a n keuangan sanksi wan-prestasi, ketentuan per-pajakan, monitoring dan evaluasi, dan pelaporan.

3) Melakukan studi kelayakan atas lokasi yang dipersiapkan untuk pembangunan bantu-an pemerintah, antara lain kelayak-an lokasi secara teknis, status kepemilikian lahan, serta ketersediaan sarana pendukung seperti listrik, air bersih, serta akses jalan dan ketersediaan bahan baku.

4) Mempersiapkan mekanis-me identifikasi dan seleksi calon penerima, berupa kuesioner ataupun surat koordinasi dengan Dinas KP daerah.

Success Story dari Kelompok Penerima Bantuan pada Rakerwas Itjen 2018

Page 24: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

46 SINERGI 47Edisi I Tahun 2018

5) Berkoordinasi dengan Dinas KP daerah dalam melakukan identifikasi dan seleksi calon penerima.

6) Meyakinkan keabsahan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam men-dukung pembangunan dan pemanfaatan ban-tuan, seperti pernyataan kesanggupan penyediaan listrik dan air.

7) Melakukan perencanaan fisik kegiatan bagi Banper yang berbentuk konstruk-si/bangunan.

b. Menyusun rencana serta target waktu secara cermat, meliputi persiapan dan pelaksanaan, serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap rencana dan target tersebut, dan menyusun rencana aksi manakala target awal tidak tercapai.

c. Melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi, baik pada pelaksanaan pemberian bantuan maupun pada tahap pemanfaatannya.

d. Segera mempersiapkan do-kumen serah terima setelah pembangunan/pengadaan selesai, sehingga dapat segera dimanfaatkan oleh calon penerima.

2. Tingkat Daerah (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota)

a. Bekerja sama dengan Pusat dalam menetapkan calon

penerima yang sesuai dengan kriteria, pada T-1.

b. Melakukan pembinaan dan pendampingan, baik admin-istrasi maupun teknis kepa-da calon penerima.

c. Membantu menyediakan dokumen/hal yang diper-syaratkan dalam men-dukung pembangunan dan pemanfaatan bantuan, misalnya surat pernyataan ketersediaan listrik dari PLN maupun air dari PDAM, serta bukti-bukti kepemilikan lahan yang sah.

3. Peran APIPa. Melakukan reviu perencana-

an dan penganggaran secara cermat, untuk meyakinkan bahwa rencana anggaran telah sesuai kebutuhan, Petunjuk Teknis kegiatan, serta segala hal yang dipersyaratkan pada pembangunan dan pemanfaatan bantuan.

b. Melakukan probity audit pada tahap persiapan dan perencanaan, pemilihan calon penyedia, pelaksanaan pekerjaan, dan pemanfaatan bantuan.

c. Melakukan evaluasi dan pe-mantauan terhadap pelak-sanaan Banper.

d. Melakukan pemantauan ter-hadap tindak lanjut hasil probity audit ataupun hasil pengawasan lainnya terkait Banper.

Berdasarkan uraian diatas, memang tidak dapat dipungkiri bahwa upaya tersebut memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Namun demikian, sangat perlu diperhatikan untuk merencanakan anggaran sebaik-baiknya secara efisien dan sesuai kebutuhan. Semuanya itu ditujukan untuk Banper yang bermanfaat dan berdaya guna, bukan sebuah monumen semata.

Daftar Pustaka :

1. PMK Nomor 168 Tahun 2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga

2. PMK Nomor: 173 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 168 Tahun 2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga

3. Permen KP Nomor: 70/PERMEN-KP/2016 tentang Pedoman Umum Dalam Rangka

4. Penyaluran Bantuan Pemerintah di Kementerian Kelautan dan Perikanan

5. Permen KP Nomor: 60/PERMEN-KP/2017 tentang Perubahan Atas PerMen KP Nomor 70/PERMEN-KP/2016 tentang Pedoman Umum Dalam Rangka Penyaluran Bantuan Pemerintah di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sampai dengan saat ini, untuk mengurus layanan perizinan di KKP, telah

disediakan fasillitas berupa sarana layanan publik terpadu satu pintu atau dikenal dengan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Stop Service). PTSP adalah kegiat-an penyelenggaraan perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohon-an sampai ke tahap terbitnya dokumen dilayani melalui satu pintu dan dilakukan pada satu tempat. Hal ini ditujukan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat; memperpendek proses pelayanan; mewujudkan proses pelayanan yang cepat, efektif, efisien, transparan dan pasti, serta mendekatkan pem-berian pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat.

Oleh: Noor Adram Bachtiar (Auditor Madya)

Untuk itu, jika masyarakat umum ingin mengurus layan-an perizinan di KKP, maka di-persilahkan untuk datang lang-sung ke PTSP KKP di Gedung Mina Bahari IV, Lantai 1 yang beralamat di Jalan Batu No.1 Gambir-Jakarta Pusat. Setidak-nya, dari 53 jenis layanan publik bidang kelautan dan perikanan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri KP nomor: 33/PERMEN-KP/2017, terdapat 13 jenis layanan yang diseleng-garakan pada PTSP tersebut, ya-itu: Pendaftaran Kapal Perikan-an, Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkap-an Ikan (SIPI), Surat Izin Kapal Pengankut Ikan (SIKPI), Pakan Ikan, Usaha Perikanan Budi-daya, Penyediaan atau Pereda-ran dan Pendaftaran Obat Ikan, Sertifikat Kelayakan Pengolahan, Izin Pemasukan Hasil Perikanan,

Registrasi dan Aktivasi Trans-miter Sistem Pemantauan Ka-pal Perikanan, Sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), dan Pendaftaran No-mor Registrasi Ekspor ke Negara Mitra.

Untuk mengakses berbagai informasi pelayanan tersebut, masyarakat umum dapat meng-akses secara online beberapa informasi awal tentang per-syaratan dan mekanisme yang harus ditempuh pada saat akan mengurus perizinan pada portal ptsp.kkp.go.id, dimana telah disediakan beberapa konten berupa pencantuman informasi, prosedur operasional standar, regulasi yang terkait jenis layanan, alur proses bisnis pelayanan dan informasi pernyaratan pendaftaran. Namun demikian, untuk meng-urus perizinan itu sendiri sampai dengan diterbitkannya surat izin, masyarakat umum masih harus datang ke PTSP secara langsung dan menempuh beberapa prosedur yang berlaku.

Sejak PTSP diberlakukan, maka layanan perizinan yang semula dilakukan di lingkungan kerja masing-masing unit kerja eselon I, kini telah dipindahkan pada unit PTSP dengan membuka loket-loket pelayanan perizinan. Disamping itu, dilakukan perbaikan tata kelola pelayanan

Tantangan Pelayanan Publik KKP di Era Digital

Pelayanan Terpadu Satu Pintu KKP

berit

ajak

arta

.id

Page 25: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

48 SINERGI 49Edisi I Tahun 2018

publik antara lain dengan menetapkan standar pelayanan pada setiap jenis layanan, serta melengkapi fasilitas pendukung untuk memberikan kenyamanan para pengguna jasa dan fasilitas pengaduan yang terkait dengan pelayanan oleh petugas layanan.

Akan tetapi, yang menjadi catatan adalah proses pelayanan perizinan tersebut masih membutuhkan tatap muka untuk melakukan verifikasi berkas persyaratan dan penerbitan surat izin, belum dapat dilakukan secara online. Hal ini antara lain dikarenakan masing-masing penyelenggara layanan perizinan dari unit kerja eselon masih mengelola sistem aplikasi perizinan tersendiri yang belum terintegrasi satu dengan yang lainnya dan masih belum bersifat online.

Meskipun demikian, penyeleng-garan PTSP KKP disambut baik oleh masyarakat umum sebagai sebuah “kemudahan” dalam mendapatlan produk layanan publik yang diinginkan. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil Survey Kepuasan Masyarakat (SKM) pada Tahun 2017 pada tanggal 28 Agustus s.d 5 September 2017 terhadap 270

responden yang merupakan pengguna layanan publik di PTSP KKP, yang mana diperoleh indeks PTSP sebesar 3,14 dengan nilai kepuasan masyarakat sebesat 78,49 atau kategori B (baik).

Survey dilakukan terhadap be-berapa unsur yaitu: persyara-tan, prosedur, waktu pelayan-an, biaya/tarif, produk layanan, kompetensi pelaksanaan, peri-laku pelaksana, penganganan pengaduan, dan sarana prasana, dengan indeks nilai sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Jika dilihat dari beberapa unsur yang dinilai tersebut, unsur produk layanan menjadi unsur yang paling memuskan harapan masyarakat dengan nilai 3,60 dari skala 4, yang mana dapat diinterprestasikan bahwa se-luruh produk perizinan yang diajukan telah terpenuhi dengan baik. Namun terdapat pula unsur dengan nilai yang paling rendah yaitu waktu pelayanan dengan nilai 2,90 dari skala 4. Hal tersebut menjadi indikasi bahwa ketepatan waktu dalam penyelesaian pengurusan layan-an perizinan masih memerlukan perbaikan.

Dari hasil pantauan penulis ter-hadap kondisi penyelenggara-an PTSP KKP selama 2 tahun belakangan ini sudah berjalan dengan baik, namun untuk me-ningkatkan kualitas pelayan-an publik KKP dalam rangka One Stop Service, kiranya KKP kedepan dapat melakukan perbaikan yang lebih inovatif dalam hal pelayanan perizinan menggunakan teknologi informasi yang terakses secara online. Agar seluruh stakeholders KKP di berbagai daerah dapat melakukan pengurusan perizinan secara online dengan tanpa harus melakukan tatap muka, lebih mudah dan dapat menghemat ongkos transportasi.

Daftar Pustaka :1. Peraturan Menteri KP Nomor 33

Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permen KP Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pelayanan Publik di Lingkungan KKP;

2. Laporan Survei Kepuasan Masyarakat Tahun 2017 PTSP KKP

Gerai Perizinan Usaha Penangkapan Ikan di PPN Pekalongan

djpt

.kkp

.go.

id

No

U1

U2

U3

U4

U5

U6

U7

U8

U9

Unsur Pelayanan

Persyaratan

Prosedur

Waktu Pelayanan

Biaya/Tarif

Produk Layanan

Kompetensi Pelaksanaan

Perilaku Pelaksana

Penanganan Pengaduan, saran dan Masukan

Sarana dan Prasarana

Nilai

3.16

3.10

2.48

3.04

3.60

3.14

3.27

3.16

3.23

Kementerian Pendaya-gunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

(Kemen PAN dan RB) melakukan penilaian atas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) pada kementerian dan lembaga. Penilaian dilaksanakan setiap tahun dengan menggunakan

Oleh : Srianto (Auditor Muda)

dasar hukum Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang SAKIP dan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi SAKIP. Nilai implementasi SAKIP KKP dalam delapan tahun terakhir sebagaimana Tabel 1.

Terhadap penilaian Tahun 2017, Kemen PAN dan RB memberikan 4 (empat) rekomendasi dalam rangka mengefektifkan penerap-an budaya kerja, yaitu :1. Terus menjaga kualitas imple-

mentasi sistem AKIP yang telah dicapai saat ini secara konsisten dan berkelanjutan melalui penerapan budaya

Peran Auditor dalam Peningkatan Capaian Kinerja KKP

Penilaian SAKIP

Nilai

Tingkat Akuntabilitas Kinerja

2010

53,04

CC

2011

65,52

B

2012

69,95

B

2013

75,54

A

2014

77,68

A

2015

80,76

A

2016

84,59

A

2017

82,45

A

Tahun

Tabel 1. Nilai Implementasi SAKIP KKP Tahun 2010 – 2017

Sumber: Surat MenPAN & RB nomor: B/2907/M.PANRB/08/2014, tanggal 4 Agustus 2014; B/3993/M.PANRB/12/2015, tanggal 11 Desember 2015; dan B/641/M.AA..05/2018, tanggal 26 Februari 2017

Kinerja

Page 26: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Kinerja Kinerja

50 SINERGI 51Edisi I Tahun 2018

pemanfaatan informasi kinerja dan reward and punishment serta merit system.

2. Memanfaatkan hasil peng-ukuran capaian kinerja instansi pemerintah daerah penerima dana dekonsentrasi sebagai dasar dalam penentuan lokasi dana dekonsentrasi tahun berikutnya.

3. Memantapkan pengintegrasi-an e-SAKIP dengan sistem pe-rencanaan dan penganggaran agar dapat mendorong terwu-judnya efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran.

4. Meningkatkan kualitas moni-toring dan evaluasi capaian kinerja unit kerja dan individu, evaluasi program, serta evaluasi akuntabilitas kinerja unit kerja. Memanfaatkan hasil monitoring dan evaluasi internal tersebut sebagai umpan balik dalam peningkatan akuntabiltas kinerja, efektifitas pelaksanaan program, serta budaya kinerja dilingkungan unit kerja dan individu.

Peningkatan peran Audit In-ternal sesuai hasil survei The National Association of Corporate Directors (NACD) dapat diim-plementasikan di Inspektorat Jenderal KKP (Itjen KKP), yaitu memberikan keyakinan yang memadai bahwa sistem dan tata kelola SAKIP yang dilaksanakan Unit kerja disemua level, baik di unit Eselon I, II, III, maupun eselon IV sehinga capaian kinerja organisasi dan individu mengambarkan kondisi riil dan dijadikan dasar pimpinan dalam pengambilan kebijakan strategis KKP. Untuk itu, Itjen KKP perlu melaksanakan kegiatan assurance

maupun consulting dalam rangka menjamin terlaksananya Roadmap Pembangunan Integritas KKP, khususnya bidang Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja, yaitu:1. Sistem Kinerja yang Akuntabel,

dengan target seluruh unit kerja telah menyusun Peta Strategis, Indikator Kinerja Utama/IKU, Target IKU, Cascading IKU dan target, dan Rencana Aksi Pencapaian IKU.

2. Peningkatan kapasitas SDM terkait akuntabilitas kinerja.

3. Monitoring, evaluasi, pelapor-an kinerja dan keuangan secara periodik.

4. Penetapan kebijakan pelak-sanaan SAKIP KKP.

5. Publikasi dokumen perencana-an dan pelaporan kinerja dan anggaran KKP serta diseminasi kepada publik.

Kajian yang dilaporkan the In-ternal Audit Foundation’s Com-mon Body of Knowledge (CBOK), menyarankan agar mereka mem-perkuat kegiatan yang mungkin ada dalam daftar tugas setiap Chief Audit Executive/CAE se-bagai pimpinan unit pengawasan. Dengan adanya tuntutan tentang

jaminan kesuksesan organisasi, maka setiap Audit Internal tidak hanya menggunakan keahlian dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan, namun perlu bekerja dengan menggunakan hati nurani. Terdapat empat hal yang dapat diimplementasikan oleh Auditor Itjen KKP, pertama adalah kenali proses bisnis SAKIP; kedua, Auditor harus menjadi pemimpin; ketiga, memahami dan mengelola prioritas dan tuntutan; dan keempat, menginspirasi perilaku etis.

1. Kenali Proses BisnisAuditor perlu memahami latar belakang perencanaan kegiatan oleh mitra kerja, kebutuhan anggaran dan kebijakan organi-sasi, serta tekanan/tuntutan yang dialami mitra kerja baik dari internal maupun eksternal organisasi. Selain itu, perlu memahami tujuan apa yang mendasari pemilihan kegiatan tersebut.

Auditor perlu menempatkan pengenalan proses bisnis sebagai prioritas tertinggi, untuk menen-

tukan bagaimana mereka bisa membantu proses implementasi SAKIP KKP. Ketajaman pe-mahaman proses bisnis dalam arti luas mencakup berbagai ket-erampilan dan pe-ngetahuan da-lam menentukan tingkat risiko kegagalan pelaksanaan Road-map Pembangunan Integritas KKP khususnya bidang Akunt-abilitas Keuangan dan Kinerja. Pemahaman Auditor dalam pengawasan mengenai hal-hal yang perlu dilakukan oleh manajemen terhadap tindak lanjut rekomendasi dalam penilaian SAKIP oleh KemenPAN dan RB, antara lain :a. Implementasi SAKIP dilak-

sanakan pada semua Satker KKP baik Kantor Pusat maupun Kantor Daerah dan Satker penerima dana dekonsentrasi (Dinas Keluatan dan Perikanan Provinsi).

b. Menyusun peta strategis, IKU, target IKU, cascading IKU dan target, serta Rencana Aksi Pencapaian IKU. Selain itu, agar akuntabel maka seluruh unit kerja melakukan perhitungan capaian kinerja triwulanan, pelaporan kinerja, dan evaluasi atas capaian kinerja.

c. Melaksanakan peningkatan kapasitas SDM terkait akuntabilitas kinerja melalui pelaksanaan Bimtek Kinerja secara periodik dan Studi Tiru/Benchmarking.

d. Monitoring, evaluasi, dan pelaporan kinerja dan ke-uangan secara periodik dengan sistem informasi berbasis teknologi informasi dengan target seluruh unit kerja/Satker penanggung jawab telah melakukan input

data secara berkala ke aplikasi Kinerjaku, SMART, dan e-Monev/e-Bappenas.

e. Mengupayakan penetapan ke-bijakan pelaksanaan SAKIP KKP melalui Peraturan Menteri KP.

f. Melakukan publikasi dokumen perencanaan dan pelaporan kinerja dan anggaran KKP serta diseminasi kepada publik melalui perbaikan struktur menu tampilan dokumen kinerja dan anggaran di website KKP menjadi user friendly.

2. Jadilah PemimpinAuditor harus memiliki visi yang kuat sebagai fungsi audit internal, terus-menerus melihat ke masa depan, mengambil pandangan strategis tentang tantangan dan isu, serta menghadapi tuntutan terhadap peran Audit Internal dengan kesigapan dan keberanian. Auditor harus menggunakan penilaian yang baik berdasarkan pemikiran kritis, analisis cepat, dan kemampuan beradaptasi.

Sebagai seorang pemimpin, Auditor harus mahir/pandai dalam membangun hubungan, tidak hanya dengan sesama Auditor, tetapi juga dengan pemimpin eselon I, II, III, dan IV, pegawai, dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini membutuhkan kemampuan Auditor untuk mendorong diskusi dan selalu membangun hubungan kerja yang baik sehingga kegiatan-kegiatan pendukung implementasi SAKIP antara lain penerapan budaya pemanfaatan informasi kinerja dan reward and punishment

serta merit system, penentuan alokasi dana dekonsentrasi berdasarkan capaian kinerja tahun sebelumnya, dan integrasi e-SAKIP. Selan itu, diperlukan monitoring dan evaluasi capaian kinerja unit kerja dan individu, evaluasi program, serta evaluasi akuntabilitas kinerja unit kerja.

3. Memahami dan Mengelola Prioritas dan Tuntutan

Auditor perlu melakukan eva-luasi tentang prioritas yang saling bertentangan harus dilakukan dalam konteks pelak-sanaan Roadmap Pembangunan Integritas KKP; apa yang paling penting bagi implementasi SAKIP KKP; apa risikonya; dan pelaporan kinerja secara transparan, objektif, dan bebas dari agenda politik.

Auditor juga harus siap untuk berkomunikasi secara seimbang dan terus terang dengan Pimpinan KKP, yang seharusnya menerima masukan dalam pelaksanaan Roadmap Pem-bangunan Integritas KKP, tidak hanya untuk mempertahankan formalitas fungsi audit internal KKP, namun Auditor berperan dalam penanganan tuntutan penyelesaian masalah dan kesuksesan dalam mengelola tindakan penanganan resiko pelaksanaan implementasi SAKIP KKP. Untuk itu, pe-rencanaan kegiatan pengawasan SAKIP harus berdasarkan manajemen resiko dan di-masukkan dalam Program Kerja Pengawasan Tahunan Inspektorat Jenderal. Kegiatan pengawasan tersebut antara lain: audit kinerja organisasi dan individu, evaluasi implementasi

Page 27: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Lintas Sinergi

53Edisi I Tahun 2018

Kinerja

52 SINERGI

SAKIP, reviu RKA K/L dan RK BMN, reviu penetapan/perjanjian kinerja, reviu laporan kinerja, dan pemantauan/monitoring capaian kinerja organisasi dan individu. Selain itu, juga diperlukan kegiatan consulting berupa sosisalisasi, asistensi, dan pendampingan terkait implementasi SAKIP.

4. Menginspirasi Perilaku EtisAuditor berada di antara jajar-an atas dan diharapkan dapat memberi contoh perilaku etis. Salah satu cara yang bisa mereka lakukan adalah dengan mempertahankan independensi dan objektivitas. Dengan begitu, Auditor dapat memberikan jaminan dan layanan konsultasi yang memberikan nilai lebih (value added) dan diharapkan menyelesaikan penanganan resiko pelaksanaan Roadmap Pembangunan Integritas KKP khususnya bidang Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja.

Kesimpulan dan SaranBerdasarkan analisa diatas, dapat disimpulkan bahwa Auditor KKP mempunyai peran terdepan dalam mendorong, mengawal dan mengevaluasi pelaksanaan Roadmap Pembangunan Inte-gritas KKP khususnya bidang Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja. Peran tersebut dapat dijalankan secara efektif dan efisien baik melalui kegiatan assurance maupun consulting untuk memastikan bahwa sistem dan tata kelola SAKIP berjalan sebagaimana mestinya. Peran audit KKP tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dengan langkah-langkah: per-

tama Auditor mengenali proses bisnis SAKIP, kedua Auditor menjadi pemimpin, selanjutnya memahami dan mengelola prioritas dan tuntutan, terakhir menginspirasi perilaku etis.

Adapun saran dalam melak-sanakan rekomendasi Kemen-terian PAN dan RB, Itjen KKP harus secara konsisten melakukan pengawasan secara periodik terhadap Roadmap Pembangunan Integritas KKP, khususnya bidang Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja, berupa audit kinerja organisasi dan individu, evaluasi implementasi SAKIP, reviu (RKA K/L, RK BMN, Penetapan / Perjanjian Kinerja, Laporan Kinerja), dan Pemantauan/monitoring capaian kinerja organisasi dan individu serta sosisalisasi, asistensi, dan pendampingan

terkait implementasi SAKIP KKP.

Daftar Pustaka :1. Peraturan Presiden Nomor:

29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

2. Peraturan Menteri Negara Pen-dayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor: 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

3. The Institute of Internal Auditors. 2017. What CAEs Should Know About Stakeholder Expectations. Issue 83. August 2017.

4. The Institute of Internal Auditors. 2017. Internal Audit’s Role in Assuring Accurate Board Information. Issue 84. October 2017.

Semangat Kepala BRPPUPP Palembang, Dr. Arif Wibowo

S.P, M.Si terpancar ketika membuka kegiatan integrasi penanganan pengaduan lingkup Sumatera yang dilaksanakan di kantornya pada 26 April 2018 silam. “Sangat terhormat dan kebanggaan tersendiri untuk membantu penyelenggaraan ke-giatan ini, selain kami semakin paham atas proses integrasi pengaduan ini, dan kami semakin mantap untuk membentuk wilayah bebas dari korupsi (WBK) di Satker kami menuju lembaga yang good goverment dan profesional”, jelasnya mantap.

Disela acara tersebut, Kepala BRPPUPP Palembang meminta arahan kepada Inspektur V dan Timnya perihal persyaratan membentuk wilayah bebas dari korupsi (WBK). Dijelaskan bahwa ruhnya adalah komit-men bersama dimulai dari Pimpinan sampai ke Staf dalam menerapkan budaya integritas

dan keterbukaan dalam pe-laksanaan kegiatan. Jika telah terimplementasi, maka predikat WBK dapat diberikan kepada unit kerja tersebut disamping harus memenuhi administrasi pada komponen pengungkit dan komponen hasil.

Visi BRPPUPP Palembang ada-lah sebagai pusat data dan kepakaran perairan umum daratan di Indonesia dan regional Asia Tenggara. Seiring dengan visi tersebut, BRPPUPP Palembang saat ini dikategorikan sebagai lembaga riset utama dan unggul versi Kemenristekdikti, sehingga pembenahan kelem-bagaan menjadi prioritas utama melalui akreditasi lembaga litbang, ISO managemen dan penambahan ruang lingkup laboratorium BRPPUPP yang telah terakreditasi, serta menjaga performa, mempertahankan reputasi dalam meningkatkan kinerja Balai dan menambah inovasi bidang perikanan umum

daratan, maka zona integritas mutlak dibutuhkan untuk memastikan semua komponen balai memiliki komitmen integritas.

BRPPUPP (Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan) adalah satu-satunya lembaga di Indonesia yang mengkhususkan diri pada Perairan Umum Daratan (PUD) dan melayani masyarakat dalam hal: menyediakan data dan informasi terkait Perikanan Perairan Umum Daratan dalam perspektif tak kenal maka tak sayang baik permintaan langsung maupun tersedia di web, menyediakan jasa analisa laboratorium dalam lab akreditasi BRPPUPP, menjadi tempat/melayani permintaan magang/penelitian mahasiswa untuk bidang perikanan PUD, melayani peminjaman alat riset terkait Perikanan PUD, menjadi narasumber terkait perikanan PUD, menjadi tempat wisata edukasi bagi pelajar/mahasiswa terkait perikanan PUD, serta menjadi koleksi referensi yang terbuka untuk masyarakat ilmiah melalui koleksi ikan PUD dari seluruh Indonesia, jaringan dan material genetik.

Saat ini, kantor Departemen Teknis Kelima SEAFDC (South-east Asian Fisheries Development Centre) berlokasi di kantor BRPPUPP Palembang. SEAFDC bertanggung jawab melakukan kegiatan dalam mendukung

Inisiasi Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi pada BRPPUPP Palembang

Page 28: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Lintas Sinergi Lintas Sinergi

54 SINERGI 55Edisi I Tahun 2018

pembangunan berkelanjutan dan pengelolaan perikanan tangkap darat di kawasan Asia Tenggara. Kegiatan IFRDMD juga mencakup pengembangan metodologi peng-umpulan data, pemantauan dan penilaian sumber daya perikanan darat untuk memberikan dasar ilmiah bagi pengembangan dan pengelolaan perikanan. Hal ini didasarkan pada potensi

perikanan khususnya PUD Sumsel memiliki potensi yang sangat besar yakni 2.505.000 ha dengan produksi sebesar 119.887,8 ton pada tahun 2016, dengan keanekaragaman hayati ikan yang cukup tinggi, lebih dari 233 jenis ikan, serta wilayah dilalui 9 sungai besar yang disebut Sungai Batang Hari Sembilan.

Dengan potensi dari BRPPUPP Palembang yang sedemikian besar, tentu tidak akan bermanfaat banyak jika wilayahnya masih terdapat korupsi. Oleh karena itu, diharapkan pembangunan zona integritas terbentuk di BRPPUPP Palembang di tahun mendatang. (sonya & rahmasari/ foto: it5).

Dalam rangka menjamin peningkatan kualitas pe-

layanan publik yang terus menerus dan berkelanjutan diperlukan manajemen penge-lolaan pengaduan dari aspek kepentingan penyelenggara (service providers) dan aspek kepentingan penerima layan-an (customers). Untuk itu, diperlukan pengelolaan pe-nanganan pengaduan secara terpadu, maka Inspektorat V

mengundang petugas pengelola pengaduan tingkat Pusat dan UPT lingkup KKP untuk terlibat dalam kegiatan integrasi sistem penanganan pengaduan ini agar diperoleh persepsi yang sama dalam mengelola pengaduan.

Rangkaian kegiatan integrasi sistem penanganan pengaduan terpadu telah dilakukan secara bertahap di empat lokasi yaitu Bogor tanggal 22 s.d. 24

November 2017 silam; dan tiga rangkaiannya dilaksanakan di tahun 2018 yaitu Bali tanggal 28 Maret 2018, Makasar 18 April 2018, dan terakhir di Palembang tanggal 26 April 2018. Kegiatan ini bertujuan untuk menyiapkan personil yang kompeten dalam mengelola pengaduan berbasis informasi teknologi khususnya website LAPOR! sebagai wujud pengintegrasian pengelolaan pengaduan secara nasional sebagaimana amanat Peraturan Menteri Pendayagunaan Apara-tur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 24 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik secara Nasional.

Integrasi Sistim Penanganan Pengaduan Lingkup KKP

“Sebagai abdi masyarakat harus dapat memaknai terkait pengaduan, masyarakat tidak mungkin mengadu jika seluruh hak telah terpenuhi, sehingga perlu adanya perbaikan atas penyelenggaraan pelayanan publik” ujar Inspektur Jenderal Dr. Muhammad Yusuf mem-buka acara di BRPPUPP Palembang sebagai salah satu tempat pelaksanaan kegiatan. Ditambahkan oleh Irjen bahwa jika tindak lanjut atas pengaduan tersebut dilakukan dan masyarakat puas, maka indikator kedepan tidak ada pengaduan lagi. Untuk itu diperlukan

kebijakan pengelolaan peng-aduan masyarakat dan Whistle Blower System lingkup KKP secara terpadu agar pelaporan dapat dengan cepat ditindaklanjuti.

Manfaat pertama atas integrasi pengaduan yakni sesuai dengan permintaan Presiden Jokowi untuk memperoleh informasi yang cepat dan akurat. Data pengaduan baru diterima pagi hari, namun sore harus sudah selesai dan diterima. “Pak jokowi seorang yang teknologi minded yang semuanya berbasis teknologi untuk menjalankan fungsi

LAYANAN ASPIRASI DAN PENGADUAN ONLINE RAKYAT

Struktur AdminLapor

Admin Koordinator(Itjen)

Admin Penghubung (Satker/Unit Kerja)

penyelenggaraan pemerintah yang bersih untuk melayani masyarakat, maka komitmen Presiden telah membentuk Tim untuk pelaporan secara terintegrasi ke Istana” tambah Bapak Irjen penuh semangat. Manfaat lainnya dengan kegiatan integrasi ini yaitu tuntutan untuk bekerja dan melayani, dipertanggungjawabkan secara responsif, dan menimbulkan rasa peduli untuk mengetahui banyak hal.

Inspektur V, Cipto Hadi Prayitno selaku Ketua Sekretariat Penanganan Pengaduan KKP menjelaskan bahwa beberapa kondisi yang dihadapi dalam pengelolaan pengaduan diantaranya adalah data pengaduan masih terbatas pada pengaduan yang masuk ke saluran pengaduan yang dikelola Itjen; masih terdapat saluran pengaduan di unit kerja eselon I, namun tidak terdapat laporan yang disampaikan kepada Itjen; belum optimalnya koordinasi antar tim penanganan pengaduan KKP; dan belum adanya aplikasi yang memudahkan dalam per-cepatan pengelolaan data dan tindaklanjut pengaduan. Sampai tahun 2017, total pengaduan yang dapat dikelola Tim pengaduan KKP sebanyak 547.

Harapannya dengan telah ter-integrasinya pengaduan, maka perbaikan kinerja KKP dapat di-wujudkan. Untuk itu, diperlukan SDM yang peduli dan responsif dalam membenahi administra-si pengaduan yang terhubung langsung dalam saluran pe-ngaduan lingkup KKP. (sonya, dokumentasi: Tuit5).

Page 29: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Tafakur Tafakur

56 SINERGI 57Edisi I Tahun 2018

oleh perbuatan manusia yang dhalim, yang tidak jujur terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya, lebih-lebih kepada Tuhannya. Mereka lupa, tidak mau bersyukur atas nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepadanya. Allah SWT berfirman:

Pada hakekatnya kehidupan manusia yang semakin ruwet itu berpangkal pada makin gelapnya hati nurani manusia. Semakin tidak jelas arah hidupnya. Semakin jauh dari rasa syukur terhadap pemberian dari Tuhannya. Integritas dan identitas pribadinya telah hilang. Mereka telah kehilangan makna dirinya. Sifat hewaniahnya telah menguasai kehidupannya. Tidak ada rasa kasihan diantara sesama. Sifat egois atau hanya berfikir perut atau kelompoknya sendiri. Kurang, kurang dan kurang saja jadinya.

Kalau sudah demikian ini keadaan manusia, bukan hatinya yang berbicara, melainkan nafsunya yang angkara murka. Inilah yang disebut hilangnya fitrah insani. Sesungguhnya Puasa Ramadhan yang telah kita laksanakan selama satu bulan, merupakan gambaran

Di bulan Syawal ini, marilah kita muhasabah dan introspeksi sejenak.

Kita tanyakan kepada diri kita masing-masing sebuah pertanyaan, "Ramadhan ke berapakah ramadhan kemarin sejak kita menginjak dewasa?" jawabannya memang sangat bervariasi, bisa satu, dua, tiga, lima, sepuluh, belasan, bahkan yang ke sekian puluhan kali. Dan pertanyaan selanjutnya, pertanyaan yang terpenting, "Apakah kita sudah mampu menjadi produk (hasil) ramadhan? Sudahkah amalan yang kita kerjakan pada bulan ramadhan berbekas dalam diri kita pada bulan-bulan setelahnya? Apakah puasa kita telah berhasil mencapai derajat taqwa? Bisakah kita disebut berhasil dan meraih kemenangan, sementara Ramadhan yang telah kita lewati, tidak banyak

berpengaruh terhadap per-ubahan pada diri kita, terhadap penyelesaian persoalan keluarga, persoalan masyarakat dan bangsa? Apakah pantas kita disebut berhasil,sementara anak-anak kita masih berakhlak yang tidak baik, kitapun masih berlaku curang baik dalam bekerja maupun dalam bergaul, tidak mau mengeluarkan zakat apalagi mau bersodaqoh, anak-anak bangsa tetap saja hidup menderita, penguasa-penguasa di negeri ini juga masih saja tidak melindungi rakyatnya.

Dewasa ini, permasalahan hidup umat manusia semakin ruwet. Berbagai persoalan yang semakin rumit bermunculan silih berganti. Diantara masalah-masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah jeritan tangis karena kemiskinan dan kemelaratan;

Sulitnya untuk mendapatkan kesempatan kerja dan masih adanya pengangguran; Ambisi jabatan dan pangkat yang cara mendapatkannya sampai melupakan aturan dan etika; Pertikaian dan perpecahan; Penjarahan dan kerusuhan; Pembunuhan dan pemerkosaan; Penyiksaan dan perampasan; Rebutan harta dan makanan; Melangitnya harga kebutuhan pokok yang tak terkejar oleh kebanyakan masyarakat kecil; Banyaknya bunuh diri massal, karena kesulitan makan dan lilitan hutang; Dan, masih banyak lagi persoalan-persoalan besar lainnya berupa musibah dari Allah yang datang bertubi-tubi dan silih berganti.

Semua itu tidaklah berdiri sendiri, akan tetapi sangat erat hubungannya dengan hukum sebab akibat atau disebabkan

Berbekal Semangat Ramadhan Melahirkan Insan yang Jujur

Oleh: Dr. Muhammad Yusuf (Inspektur Jenderal KKP)

kehidupan kita sebelas bulan berikutnya, Ramadhan adalah ajang latihan bagi kita, agar kita mampu menerapkan pola kehidupan kita di bulan Ramadhan, pada bulan-bulan berikutnya sepanjang tahun. Dengan demikian mudah-mudahan Puasa Ramadhan yang kita lakukan dapat membentuk manusia bertaqwa atau meminjam istilah dalam ibadah haji disebut “mabrur” dalam berpuasa.

Di antara semangat yang harus kita patrikan dalam lubuk hati kita yang paling dalam dari ajaran ibadah puasa adalah sikap jujur. Ibadah puasa identik dengan pelatihan diri untuk bersikap jujur, karena puasa bukanlah ibadah raga namun ia merupakan ibadah hati, hanya mukmin yang puasa dan Allah sajalah yang tahu bahwa dirinya sedang puasa.

Apabila kita mampu bekerja/mencari nafkah dalam kehidup-an kita sehari-hari dengan menegakkan prinsip kebenaran sama seperti halnya yang kita lakukan pada bulan Ramadhan. Kita diwajibkan berpuasa, tidak makan dan minum dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Tentunya hal ini tidaklah mudah. Banyak godaan yang menghampiri kita. Salah satunya adalah godaan haus dan lapar. Jika kita tidak menegakkan prinsip kejujuran, maka bisa saja kita meminum segelas air di saat kita haus, atau memakan sepotong roti ketika kita lapar. Mungkin tidak ada seorangpun

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa- dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 70-71}

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim [14]: 7).

"Dari Ibn Mas'ud r.a, ia ber-kata: Bersabda Rasulullah SAW; wajib bagi kalian memegang teguh perkataan yang benar, karena perkataan benar membawa kebaikan, dan kebaikan itu mengajak ke surga. Seseorang yang senantiasa berkata benar, sehingga dituliskan disisi Allah sebagai orang yang berbuat benar (jujur). Dan jauhilah berkata dusta, karena dusta itu membawa kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu mengajak ke neraka”.

Page 30: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Tafakur

58 SINERGI

yang tahu ketika kita melakukan hal itu. Tetapi jika kita berbuat hal itu, berarti kita sudah melanggar prinsip kejujuran. Mungkin orang lain tidak tahu, tapi hati kecil kita dan Allah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Begitu juga dalam menegakkan prinsip kejujuran dalam bekerja/mencari nafkah. Bisa saja kita memanipulasi laporan atau mengambil yang bukan milik dan hak kita. Mungkin rekan kerja kita yang lain tidak tahu. Tapi Allah, Sang Maha Mengetahui, selalu melihat apa yang dikerjakan oleh hamba-Nya. Satu hal yang perlu kita ingat, Tidak ada gunanya kita sukses dan kaya di dunia, tapi di kehidupan berikutnya kita tidak selamat.

Ketika orang berbuat tidak jujur dalam menjalankan ibadah puasa, memang secara hukum puasanya tidak batal, akan tetapi ibadah puasanya telah rusak, artinya ia tidak akan mendapatkan pahala, malahan dosa yang diperolehnya meskipun ia merasakan lapar dan haus. Rasulullah SAW bersabda :

"Banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan haus" (HR. Bukhari).

Orang yang berpuasa dilatih menyadari kehadiran Allah SWT, dilatih untuk menyadari bahwa segala kegiatannya pasti diketahui dan diawasi Allah SWT. Maka ketika kesadaran ketuhanan telah menjelma dalam lubuk hati seorang hamba melalui pendidikan dan latihan puasa, Insya Allah akan terbangun sifat kejujuran pada dirinya.

Jika manusia jujur telah lahir, dan menempati sektor strategis dalam instansi, lembaga bisnis dan lembaga-lembaga yang ada di negeri ini, Insya Allah tidak ada lagi budaya KKN, suap-menyuap, dan penyimpangan-penyimpangan moral lainnya.

Oleh karena itu pendidikan kejujuran yang melekat pada ibadah puasa, perlu dikembang-kan sebagai bagian dari kehidup-an nyata dalam masyarakat dan bangsa ini. Apabila kejujuran telah disingkirkan, maka kondisi

masyarakat dan bangsa ini akan semakin runyam, KKN terjadi di mana-mana, pungli merajalela, kemungkaran sengaja dibeking oleh oknum-oknum tertentu demi mendapatkan uang. Perbuatan keji lainnya akan merajalela. Karena hilangnya rasa jujur, dewasa ini, banyak diantara kita umat Islam tidak memperdulikan jalan-jaian yang halal dan haram dalam mencari uang dan jabatan. Sehingga kita sering mendengar ungkapan kaum materialis "mencari yang haram saja sulit apalagi yang halal, dan kitapun mendengar ungkapan "kalau jujur akan terbujur, kalau lurus akan kurus, dan kalau ikhlas akan tergilas. Ungkapan-ungkapan seperti ini menunjukkan bahwa manusia zaman sekarang telah dilanda penyakit mental yang luar biasa, yaitu penyakit ketidakjujuran. Mungkin hal tersebut di atas belum dan atau sudah kita lakukan tapi belum sempurna.

Mari kita kobarkan api semangat Ramadhan, kita hunus pedang aqidah Islam, kita acungkan tombak syariat Islam untuk mem-bakar, menebas dan menusuk ketidakjujuran yang melanda kita, keluarga kita, masyarakat dan bangsa Indonesia. Kita tutup rumah tangga bangsa ini dengan Iman dan Islam, kita beri alat penyaring dengan ajaran Islam dan ibadah, kita marakkan untuk menyeru kepada yang hak dan mencegah kepada yang bathil, sehingga ketidakjujuran tidak mampu mendekat, apa-lagi masuk dan bercokol di dalamnya.

Bersabda Rasulullah SAW : "Wajib bagi kalian memegang teguh perkataan yang benar, karena perkataan benar membawa kebaikan, dan kebaikan itu mengajak ke surga".

59Edisi I Tahun 2018

JUARA III The IIA Indonesia’s Futsal Cup 2018

Inspektur III pada Pencanangan Zona Integritas Menuju WBK/WBMM di lingkup Balai Perikanan Budidaya Laut Lampung, 8 Mei 2018

Inspektur II pada pencanangan WBK/WBMM di Lingkup Stasiun PSDKP Pontianak (8 Mei 2018)

Sosialisasi Reformasi Birokrasi dan Penanganan Benturan Kepentingan oleh Irjen KKP dan Inspektur IV pada PPN Kejawanan dilanjutkan peninjauan sarana prasarana (23/02/2018)

Inhouse Training dalam rangka peningkatan pemahaman atas peraturan kepegawaian, di GMB 4 Lantai 15 (15/05/2018)

Assessment para auditor dalam rangka pengukuran indeks kompetensi pejabat fungsional auditor

Kilas lensa

Page 31: Rakerwas Itjen 2018 : Mewujudkan Efektivitas Bantuan KKP …kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung... · 2018-07-13 · Laporan Utama Laporan Utama 4 SINERGI Edisi I

Sela

mat H

ari R

aya

Idu

l Fitr

i 143

9 H

TAQ

ABA

LLA

HU

MIN

NA

WA

MIN

KUM

MO

HO

N M

AA

F LA

HIR

DA

N B

ATIN

Insp

ekto

rat J

ende

ral K

emen

teri

an K

elau

tan

dan

Per

ikan

an

& R

edak

si B

ulet

in S

iner

gim

eng

uca

pka

n