Radikalisme Dalam Islam menurut Lovita Ivan HIdayatullah

2
Radikalisme dalam Islam Oleh: Lovita Ivan Hidayatullah (Sabtu, 01 Oktober 2016) Sebagaimana kita ketahui bahwa paham radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis, sikap ekstrim dalam aliran politik. Gerakan radikal Islam sudah ada sejak zaman dahulu, termasuk pada masa sahabat setelah peristiwa tahkim ada sebagian yang mendukung ali bin abi thalib dengan sebutan golongan syi’ah, juga yang tidak mendukung yaitu denga n sebutan golongan khawarij. Dimana masing-masing golongan merasa paling benar sendiri. Namun pada prinsip dasarnya gerakan radikal Islam, tidak berbeda dengan gerakan radikal yang lain, titik fokusnya pada gerakan Islam, diantara sifatnya adalah ekslusif dan memonopoli kebenaran. Sebab adanya radikalisme adalah (1) tidak adannya rasa keadilan (kezaliman penguasa); (2) penindasan terhadap umat beragama contoh kejadian poso; (3) kebodohan umat terhadap agama terutama dalam hal aqidah dan masalah jihad; (4) ghuluw (ekstrim) terhadap pemahaman dan pengalaman agama dari sebagian generasi muda; (5) jauh dari bimbingan ulama dalam mempelajari dan memahami agama; (6) kemungkaran meraja rela; (7) para da’i kurang matang dari segi Ilmu. Untuk meminimalisir gerakan radikal ini salah satu caranya yaitu lewat pendidikan. Peranan pendidikan sangat penting yang dimana fungsionalisasinya adalah sebagai “ Counter Radical”. Dimana pendidikan (agama) untuk memahami perbedaan dalam golongan dan agama lain, yang bisa menanamkan sifat keterbukaan dan menerima perbedaan. Untuk Muhammadiyah melalui Majelis Dikdasmen berusaha membekali materi Al-Islam dan Ke-Muhammadiyahan untuk generasi mudanya lewat pendidikan. Dalam putusan muktamar Muhammadiyah ke 46 tentang Revitalisasi pendidikan Muhammadiyah yang tertuang dalam visi pendidikan Muhammadiyah: Terbentuknya manusia pembelajar yang bertaqwa, berakhlak mulia, berkemajuan dan unggul dalam ipteks sebagai perwujudan tajdid dakwah amar ma’ruf nahi mungkar” (Buku Pedoman Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Perguruan Tinggi Muhammadiyah halaman 10).

Transcript of Radikalisme Dalam Islam menurut Lovita Ivan HIdayatullah

Page 1: Radikalisme Dalam Islam menurut Lovita Ivan HIdayatullah

Radikalisme dalam Islam

Oleh: Lovita Ivan Hidayatullah

(Sabtu, 01 Oktober 2016)

Sebagaimana kita ketahui bahwa paham radikalisme adalah paham atau aliran

yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan

atau drastis, sikap ekstrim dalam aliran politik.

Gerakan radikal Islam sudah ada sejak zaman dahulu, termasuk pada masa

sahabat setelah peristiwa tahkim ada sebagian yang mendukung ali bin abi thalib dengan

sebutan golongan syi’ah, juga yang tidak mendukung yaitu dengan sebutan golongan

khawarij. Dimana masing-masing golongan merasa paling benar sendiri. Namun pada prinsip

dasarnya gerakan radikal Islam, tidak berbeda dengan gerakan radikal yang lain, titik

fokusnya pada gerakan Islam, diantara sifatnya adalah ekslusif dan memonopoli kebenaran.

Sebab adanya radikalisme adalah (1) tidak adannya rasa keadilan (kezaliman

penguasa); (2) penindasan terhadap umat beragama contoh kejadian poso; (3) kebodohan

umat terhadap agama terutama dalam hal aqidah dan masalah jihad; (4) ghuluw (ekstrim)

terhadap pemahaman dan pengalaman agama dari sebagian generasi muda; (5) jauh dari

bimbingan ulama dalam mempelajari dan memahami agama; (6) kemungkaran meraja rela;

(7) para da’i kurang matang dari segi Ilmu.

Untuk meminimalisir gerakan radikal ini salah satu caranya yaitu lewat

pendidikan. Peranan pendidikan sangat penting yang dimana fungsionalisasinya adalah

sebagai “Counter Radical”. Dimana pendidikan (agama) untuk memahami perbedaan dalam

golongan dan agama lain, yang bisa menanamkan sifat keterbukaan dan menerima perbedaan.

Untuk Muhammadiyah melalui Majelis Dikdasmen berusaha membekali materi Al-Islam dan

Ke-Muhammadiyahan untuk generasi mudanya lewat pendidikan.

Dalam putusan muktamar Muhammadiyah ke 46 tentang Revitalisasi pendidikan

Muhammadiyah yang tertuang dalam visi pendidikan Muhammadiyah: “Terbentuknya

manusia pembelajar yang bertaqwa, berakhlak mulia, berkemajuan dan unggul dalam ipteks

sebagai perwujudan tajdid dakwah amar ma’ruf nahi mungkar” (Buku Pedoman Al-Islam

dan Kemuhammadiyahan Perguruan Tinggi Muhammadiyah halaman 10).

Page 2: Radikalisme Dalam Islam menurut Lovita Ivan HIdayatullah

Pendidikan bagi Muhammadiyah merupakan hal yang sangat penting sehingga

menjadi progam prioritas dalam melakukan pembangunan masyarakat, dan dengan

pendidikan menjadi kunci untuk memajukan bangsa dan mensejahterakan penduduknya.

Maka aktifitas pendidikan menurut Kyai dahlan bukan hanya mendirikan sekolah agama

modern, tapi juga merintis amal-amal usaha sosial lainnya. Lebih tegas lagi bahwa di

Muhammadiyah pendidikan bukan hanya sekedar dunia persekolahan, tetapi merentang jauh

seluas kehidupan itu sendiri (disertasi Muhammad Ali Halaman 1).

Menurut KH. AR Fachruddin: “Hakekat Pendidikan Islam dan Ke

Muhammadiyahan itu ialah Islam yang menggembirakan, islam yang suka memberi, Islam

yang jembar, atau berpandangan luas, Islam yang membangkitkan dan menggerakkan”. Yang

pada saat ini dalam Muhammadiyah di kenal dengan Islam Berkemajuan.

Seabagai wujud dari Islam berkemajuan adalah jalan Islam yang membebaskan,

memberdayakan, dan memajukan kehidupan dari segala bentuk keterbelakangan,

ketertindasan, kejumudan, dan ketidakadilan, hidup umat manusia”. Maka Muhammadiyah

mengembalikan pada sumber utama yaitu Al-Qur’an dan Sunnah baik dalam bidang aqidah,

ibadah, maupun IPTEK. Karena dalam al-Qur’an dan Sunnah semua itu sudah ada dan diatur

dengan lengkap.

Dengan Islam yang berkemajuan ini menjadikan muslim yang kaffah,

berpengetahuan yang luas, bisa memahami perbedaan dan berakhlakul karimah. Tidak mudah

saling menyalahkan dan mengkafirkan sesama muslim satu dengan yang lainnya.

Prof. Noeng Muhajir mendorong untuk merubah pola berpikir dari theistik

menjadi toe-humanistik. Seperti makna “Aqimussholat” bukan karena Allah minta disembah,

seperti raja-raja yang minta disembah, tetapi dengan sholat kita mendekatkan diri pada Allah,

menjadi terjaga dari perbuatan yang tidak baik. Banyak perintah dan larangan Allah, bukan

dilihat kita perlu takut pada Allah, tetapi kita perlu menjaga diridari perbuatan yang salah,

dan berteguh pada perbuatan yang baik. Itulah kata taqwa bukan berarti “takut” tetapi “teguh

hati” untuk menjalankan yang wajib, dan menghindari yang mungkar (Noeng Muhajir: 42).