RABU, 9 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Revolusi Biru ... fileKelautan Indonesia, di Jakarta,...

1
D IANUGERAHI sum- ber daya laut ber- limpah, setidaknya ada dua tantangan besar untuk mewujudkan basis ekonomi kelautan. Pertama, memastikan batas wilayah laut. Kedua, menjaga keamanan sumber daya laut itu. “Permasalahan batas laut dan ancaman hilangnya sum- ber daya kelautan merupakan masalah paling riil saat ini jika kita ingin membangun ekonomi kelautan,” kata mantan Menko Polkam Widodo AS dalam seminar Membangun Ekonomi Kelautan Indonesia, di Jakarta, kemarin. Batas laut, menurutnya, perlu segera dibereskan peme- rintah karena terkait dengan dua hal. Pertama, dilihat dari aspek politis, akan menjadi landasan dan payung hukum implementasi kedaulatan dan hak berdaulat. Dari segi ekonomi pun, batas laut dapat diartikan sebagai ruang eksplorasi dan eksploitasi komoditas ekonomi itu sendiri. Saat ini, batas laut Indone- sia bersinggungan dengan 10 ne gara, termasuk Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Papua Nugini, Australia, dan Timor Leste. Tidak jarang, masalah batas wilayah laut memicu konflik, seperti per- nah terjadi dengan Malaysia saat kisruh kepemilikan Blok Ambalat. Ketidakjelasan batas laut juga bisa mengakibatkan hilangnya sumber daya kelautan Indo- nesia. Contohnya, persoalan klasik bernama illegal shing. “Mengundang investor untuk berinvestasi di sektor-sektor pembangunan kelautan perlu jaminan iklim investasi yang kondusif, salah satunya adalah stabilitas keamanan di laut,” dia mengingatkan. Dalam kesempatan sama, Menteri Kelautan dan Perika- nan Fadel Muhammad me- nyatakan akan membangun tiga rencana aksi terkait pem- bangunan ekonomi kelautan Indonesia. Rencana aksi itu dinamai Revolusi Biru. Dalam Revolusi Biru, pe- merintah menyiapkan konsep ekonomi berkelanjutan secara keseluruhan, yaitu ocean eco- nomics dan ocean governance. Kedua, program ‘minapoli- tan’ alias pengembangan wilayah atau kota tertentu yang ekonominya digerakkan sektor kelautan dan perikanan. Ketiga, pemerintah juga menyentuh wilayah perdesaan dengan nama ‘minapedesaan’. “Selama ini, ekonomi hanya difokuskan di daratan. Sekarang ekonomi difokuskan ke laut. Ini- lah yang disebut Revolusi Biru, yaitu memanfaatkan potensi laut yang sangat besar,” ujar Fadel. Adapun pada 2010, produksi perikanan yang merupakan salah satu motor utama sektor kelautan, mencapai 10,83 juta ton. Jumlah itu naik 10,29% ketimbang produksi perikanan pada 2009. Pada 2011, Kementerian Ke- lautan dan Perikanan (KKP) menargetkan sasaran produksi ikan sebesar 12,26 juta ton atau meningkat 13% dari 2010. Nasib nelayan Terkait nasib nelayan, ia mengungkapkan adanya ren- cana penerbitan keputusan presiden (keppres). “Selama ini kita kenal hanya peraturan tentang petani atau pertanian. Dalam 2-3 minggu ke depan, akan keluar keppres tentang nelayan,” kata Fadel. Keppres dengan empat poin besar itu akan berorientasi kepada kesejahteraan nelayan. Pertama, nelayan miskin mendapat bantuan untuk ke- hidupan sehari-hari seperti beras. Kedua, mendongkrak pendapatan nelayan agar da- pat mengusahakan hal lain di samping menjadi nelayan. Ketiga, nelayan mendapat pos penanganan tersendiri, terutama dalam aspek hukum . Keempat, mempermudah akses permodalan bagi nelayan. Dengan adanya keppres ini, tambahnya, pemerintah men- jamin nelayan miskin serta memberi proteksi. Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir berharap pemerintah juga mengatur harga jual produk kelautan dalam keppres terse- but. Pasalnya, sampai kini harga masih dikuasai tengkulak. Tidak diaturnya harga terse- but, imbuhnya, membuat risiko nelayan tak sebanding dengan rupiah yang didapat. Terlebih, saat ini sering terjadi gelombang tinggi yang membahayakan nelayan saat melaut. (E-3) [email protected] PEMERINTAH sebaiknya mem- persiapkan badan baru yang secara langsung menangani PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Langkah itu bisa ditempuh apabila badan usaha milik negara (BUMN) tidak siap menangani. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Tampubolon menge- mukakan itu di Jakarta, ke- marin. Ia menandaskan tidak ada alasan bagi pemerintah untuk bernegosiasi melanjutkan per- janjian induk dengan pihak Jepang atau pun Nippon Asah- an Aluminium (NAA). Sesuai dengan perjanjian, kontrak NAA atas Inalum akan berakhir pada Oktober 2013. “Itu sudah selesai. Sekarang hanya soal siapa yang akan me- nangani Inalum setelah 2013. Apakah Antam, atau kalau me- mang dia tidak siap, ya, tinggal bentuk badan baru yang secara langsung tangani itu,” ujar ang- gota Fraksi Hanura itu. Badan baru tersebut, lanjut Nurdin, diharapkan secara perlahan mempersiapkan eks- pansi, peningkatan kapasitas produksi, serta menambah modal. Dengan demikian, Ina- lum bisa berjalan sesuai dengan keinginan publik. Ia menambahkan, dari segi penguasaan teknologi dan bahan baku, Indonesia sudah sangat siap. Apalagi pasar aluminium di Indonesia sangat potensial bahkan masih harus impor untuk memenuhinya. “Inalum cuma produksi 200 ribu-250 ribu ton/tahun. Ke- butuhan domestik mencapai 300 ribu ton/tahun. Kalau bisa produksi lebih, kita bisa ekspor,” tegasnya. Sebelumnya Menteri Perin- dustrian MS Hidayat mengung- kapkan tim negosiasi Inalum dijadwalkan bertemu tim dari Jepang pada 18 Februari. Sesuai dengan arahan Wakil Presiden Boediono, pemerintah mempertimbangkan untuk membuka tender terbuka pen- gelolaan Inalum. Dalam negosiasi nantinya Jepang akan menyampaikan argumentasi untuk melanjut- kan kepemilikan di Inalum. Adapun Indonesia akan me- nyampaikan keinginan un- tuk melibatkan pemerintah daerah dan mitra lokal da- lam pengelolaan perusahaan tersebut. Kepemilikan Indonesia di Inalum adalah 41%. Sisanya, 59%, dikuasai Jepang. Selama ini, hanya 40% produksi Inalum yang ditu- jukan untuk pasar domestik. Mayoritas, atau 60%, diekspor ke Jepang. (*/E-1) 18 RABU, 9 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA E KONOMI NASIONAL Revolusi Biru Ekonomi Bahari Pemerintah menjanjikan empat langkah untuk memperbaiki kesejahteraan nelayan. ASNI HARISMI Inalum Perlu Badan Pengelola Khusus KONSEP pembangunan dan produktivitas hijau yang menjadi standar masuknya produk ba- rang dan jasa ke negara anggota Uni Eropa belum sepenuhnya bisa dipenuhi produsen Indone- sia. Hal itu menyebabkan perda- gangan Indonesia dengan negara di Eropa seperti Swedia desit. “Kami mencatat beberapa re- gulasi Uni Eropa yang mengham- bat ekspor Indonesia ke Eropa, misalnya standar renewal energy directive (RED) menyebabkan turunnya ekspor minyak sawit mentah Indonesia ke Swedia,” ujar Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam konferensi pers bersama Menteri Perda- gangan Swedia Ewa Bjorling di Jakarta, kemarin. Dalam kaitan itu, di bawah payung Working Group on Trade and Investment (WGTI), Indonesia dan Uni Eropa telah membahas isu itu secara inten- sif. “Kami mencari solusi yang menguntungkan kedua pihak,” terangnya. Ketatnya standar lingkungan selama ini telah mempersulit akses ekspor produk Indonesia ke Swedia. Akibatnya, sejak 2005 Indonesia selalu mencatat defisit neraca perdagangan dengan Swedia. Pada periode Januari-November 2010 tercatat desit US$520,2 juta atau turun 2,2% ketimbang defisit pada periode yang sama 2009 sebesar US$532,1 juta. Desit tersebut dipicu penu- runan ekspor komoditas utama, seperti kelapa sawit, kayu, dan produk kayu termasuk furnitur, alas kaki, produk ban (karet), dan aksesori kendaraan. Menu- rut Mari, penurunan itu meru- pakan dampak dari regulasi yang diterapkan Uni Eropa, seperti RED, registration, eva- luation, authorization, restriction of chemical (REACH), dan forest, law, enforcement, governance, and trade (FLEGT). Ewa Bjorling menambahkan, penurunan nilai perdagangan itu berdampak cukup besar ter- hadap perekonomian Swedia. Pasalnya, Swedia memiliki kebijakan yang berorientasi ekspor. “Kami ingin mening- katkan kegiatan ekspor dan impor dan tentu saja menarik lebih banyak investasi.” Indonesia secara khusus mengajak Swedia melakukan kerja sama teknis di bidang peningkatan kapasitas dan transfer teknologi terutama di sektor industri kelapa sawit dan furnitur. (Jaz/E-2) ANIMO masyarakat mening- kat pada hari terakhir masa penawaran umum saham per- dana (initial public offering/IPO) PT Garuda Indonesia (persero), kemarin. Peningkatan ini terli- hat dari meningkatnya jumlah investor ritel yang datang ke Plaza Bapindo, Jakarta, bila dibandingkan dengan masa penawaran tiga hari sebelum- nya. “Investor yang mengantre di Plaza Bapindo lebih padat hari ini (kemarin). Target pooling (penjatahan terpusat) 5% bisa tercapai kalau melihat situasi ini,” ujar Manajer Senior Hu- mas Garuda M Ikhsan Rosan ketika dihubungi, kemarin. Pjs Direktur Keuangan Ga- ruda Elisa Lumbantoruan me- nambahkan, masa penawaran diperpanjang dari semula tiga hari menjadi empat hari untuk menjaring lebih banyak investor ritel. Adapun pihak penjamin emisi (underwriter) baru akan memberikan laporan mengenai perolehan selama empat hari pooling pada hari ini. “Kita bisa dapat laporan besok. Yang jelas, meski waktu pooling diperpanjang, jadwal listing tetap pada 11 Februari,” ujar Elisa. Dari pihak underwriter, Direk- tur Utama PT Bahana Sekuritas Eko Yuliantoro menyatakan optimistis seluruh saham Gar- uda yang dilepas akan diserap pasar. Optimisme itu didasar- kan pada laporan sementara tentang data pemesanan elek- tronik dan tidak adanya pesa- ing di sektor jasa penerbangan yang tercatat di bursa. “Apalagi yang sudah pesan sebelumnya sudah pada ba- yar,” katanya. Seperti diketahui, sejak awal pemerintah berharap seba- nyak 5% saham Garuda yang dialokasikan bagi investor ritel bisa diserap secara maksimal. Sementara itu, dalam salah satu rencana ekspansi, Garuda telah menambah frekuensi penerbangan langsung Jakarta- Seoul dari semula tiga kali men- jadi enam kali dalam sepekan. Selain itu, Garuda juga masih melayani rute penerbangan Ja- karta-Seoul via Denpasar, Bali. “Kami menambah jadwal penerbangan langsung Jakarta- Seoul lantaran tingginya per- mintaan konsumen terhadap rute ini,” ungkap Senior Man- ager Jakarta-Korea-China Sales, Dony Widojoko di Seoul, Korea Selatan, beberapa waktu lalu. (AW/Atp/Mps/E-2) K pr st ra U bi sia ga di gu ba m di tu m uj El pe ga Ja pa Tr In m si m te A ka pe da PT ke ha in Pl di pe ny Pl in (p te in Kalau memang dia (Antam) tidak siap, ya, tinggal bentuk badan baru yang secara langsung tangani itu.” Nurdin Tampubolon Wakil Ketua Komisi VI DPR Konsep Hijau Ganjal Ekspor ke Eropa Peminat Saham Garuda Meningkat SAWIT: Pekerja menaikkan sawit ke truk di perkebunan sawit Cikidang, Sukabumi, Jabar, beberapa waktu lalu. ANTARA/Jafkhairi

Transcript of RABU, 9 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Revolusi Biru ... fileKelautan Indonesia, di Jakarta,...

DIANUGERAHI sum-ber daya laut ber-limpah, setidaknya ada dua tantangan

besar untuk mewujudkan basis ekonomi kelautan.

Pertama, memastikan batas wilayah laut. Kedua, menjaga keamanan sumber daya laut itu. “Permasalahan batas laut dan ancaman hilang nya sum-ber daya kelautan merupakan masalah paling riil saat ini jika kita ingin memba ngun ekonomi kelautan,” kata mantan Menko Polkam Widodo AS dalam seminar Membangun Ekonomi Kelautan Indonesia, di Jakarta, kemarin.

Batas laut, menurutnya, perlu segera dibereskan peme-rintah karena terkait dengan dua hal. Pertama, dilihat dari aspek politis, akan menjadi landasan dan payung hukum implementasi kedaulatan dan hak berdaulat.

Dari segi ekonomi pun, batas laut dapat diartikan sebagai ruang eksplorasi dan eksploitasi komoditas ekonomi itu sendiri.

Saat ini, batas laut Indone-sia bersinggungan dengan 10

ne gara, termasuk Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Papua Nugini, Australia, dan Timor Leste. Tidak jarang, masalah batas wilayah laut memicu konflik, seperti per-nah terjadi dengan Malaysia saat kisruh kepemilikan Blok Ambalat.

Ketidakjelasan batas laut juga bisa mengakibatkan hilangnya sumber daya kelautan Indo-

nesia. Contohnya, persoalan klasik bernama illegal fi shing. “Mengundang investor untuk berinvestasi di sektor-sektor pembangunan kelautan perlu jaminan iklim investasi yang kondusif, salah satunya adalah stabilitas keamanan di laut,” dia mengingatkan.

Dalam kesempatan sama, Menteri Kelautan dan Perika-nan Fadel Muhammad me-

nyatakan akan membangun tiga rencana aksi terkait pem-bangunan ekonomi kelautan Indonesia. Rencana aksi itu dinamai Revolusi Biru.

Dalam Revolusi Biru, pe-merintah menyiapkan konsep ekonomi berkelanjutan secara keseluruhan, yaitu ocean eco-nomics dan ocean governance. Kedua, program ‘minapoli-tan’ alias pengembangan

wilayah atau kota tertentu yang ekonominya digerakkan sektor kelautan dan perikanan. Ketiga, pemerintah juga menyentuh wilayah perdesaan dengan nama ‘minapedesaan’.

“Selama ini, ekonomi hanya difokuskan di daratan. Sekarang ekonomi difokuskan ke laut. Ini-lah yang disebut Revolusi Biru, yaitu memanfaatkan potensi laut yang sangat besar,” ujar Fadel.

Adapun pada 2010, produksi perikanan yang merupakan salah satu motor utama sektor kelautan, mencapai 10,83 juta ton. Jumlah itu naik 10,29% ketimbang produksi perikanan pada 2009.

Pada 2011, Kementerian Ke-lautan dan Perikanan (KKP) menargetkan sasaran produksi ikan sebesar 12,26 juta ton atau meningkat 13% dari 2010.

Nasib nelayanTerkait nasib nelayan, ia

mengungkapkan adanya ren-cana penerbitan keputusan presiden (keppres). “Selama ini kita kenal hanya peraturan tentang petani atau pertanian. Dalam 2-3 minggu ke depan, akan keluar keppres tentang nelayan,” kata Fadel.

Keppres dengan empat poin besar itu akan berorientasi kepada kesejahteraan nelayan. Pertama, nelayan miskin mendapat bantuan untuk ke-hidupan sehari-hari seperti beras. Kedua, mendongkrak pendapatan nelayan agar da-pat meng usahakan hal lain di samping menjadi nelayan.

Ketiga, nelayan mendapat pos penanganan tersendiri, terutama dalam aspek hukum . Keempat, mempermudah akses permodalan bagi nelayan.

Dengan adanya keppres ini, tambahnya, pemerintah men-jamin nelayan miskin serta memberi proteksi.

Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir berharap peme rintah juga mengatur harga jual produk kelautan dalam keppres terse-but. Pasalnya, sampai kini harga masih dikuasai tengkulak.

Tidak diaturnya harga terse-but, imbuhnya, membuat risiko nelayan tak sebanding dengan rupiah yang didapat. Terlebih, saat ini sering terjadi gelombang tinggi yang membahayakan nelayan saat melaut. (E-3)

[email protected]

PEMERINTAH sebaiknya mem-persiapkan badan baru yang secara langsung menanga ni PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Langkah itu bisa ditempuh apabila badan usaha milik negara (BUMN) tidak siap menangani.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Tampubolon menge-mukakan itu di Jakarta, ke-marin.

Ia menandaskan tidak ada alasan bagi pemerintah untuk bernegosiasi melanjutkan per-

janjian induk dengan pihak Jepang atau pun Nippon Asah-an Aluminium (NAA). Sesuai dengan perjanjian, kontrak NAA atas Inalum akan berakhir pada Oktober 2013.

“Itu sudah selesai. Sekarang hanya soal siapa yang akan me-nangani Inalum setelah 2013. Apakah Antam, atau kalau me-mang dia tidak siap, ya, tinggal bentuk badan baru yang secara

langsung tangani itu,” ujar ang-gota Fraksi Hanura itu.

Badan baru tersebut, lanjut Nurdin, diharapkan secara perlahan mempersiapkan eks-pansi, peningkatan kapasitas produksi, serta menambah modal. Dengan demikian, Ina-lum bisa berjalan sesuai dengan keinginan publik.

Ia menambahkan, dari segi penguasaan teknologi dan

bahan baku, Indonesia sudah sangat siap. Apalagi pasar aluminium di Indonesia sangat potensial bahkan masih harus impor untuk memenuhinya.

“Inalum cuma produksi 200 ribu-250 ribu ton/tahun. Ke-butuhan domestik mencapai 300 ribu ton/tahun. Kalau bisa produksi lebih, kita bisa ekspor,” tegasnya.

Sebelumnya Menteri Perin-

dustrian MS Hidayat mengung-kapkan tim negosiasi Inalum dijadwalkan bertemu tim dari Jepang pada 18 Februari.

Sesuai dengan arahan Wakil Presiden Boediono, pemerintah mempertimbangkan untuk membuka tender terbuka pen-gelolaan Inalum.

Dalam negosiasi nantinya Jepang akan menyampaikan argumentasi untuk melanjut-

kan kepemilikan di Inalum. Adapun Indonesia akan me-nyampaikan keinginan un-tuk melibatkan pemerintah daerah dan mitra lokal da-lam pengelolaan perusahaan tersebut.

Kepemilikan Indonesia di Inalum adalah 41%. Sisanya, 59%, dikuasai Jepang.

Selama ini , hanya 40% produksi Inalum yang ditu-jukan untuk pasar domestik. Mayoritas, atau 60%, diekspor ke Jepang. (*/E-1)

18 RABU, 9 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIAEKONOMI NASIONALRevolusi Biru Ekonomi Bahari

Pemerintah menjanjikan empat langkah untuk memperbaiki kesejahteraan nelayan.

ASNI HARISMI

Inalum Perlu Badan Pengelola Khusus

KONSEP pembangunan dan produktivitas hijau yang menjadi standar masuknya produk ba-rang dan jasa ke negara anggota Uni Eropa belum sepenuhnya bisa dipenuhi produsen Indone-sia. Hal itu menyebabkan perda-gangan Indonesia dengan negara di Eropa seperti Swedia defi sit.

“Kami mencatat beberapa re-gulasi Uni Eropa yang mengham-bat ekspor Indonesia ke Eropa, misalnya standar renewal energy directive (RED) menyebabkan turunnya ekspor minyak sawit mentah Indonesia ke Swedia,” ujar Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam konferensi pers bersama Menteri Perda-gangan Swedia Ewa Bjorling di Jakarta, kemarin.

Dalam kaitan itu, di bawah payung Working Group on Trade and Investment (WGTI), Indonesia dan Uni Eropa telah membahas isu itu secara inten-sif. “Kami mencari solusi yang menguntungkan kedua pihak,” terangnya.

Ketatnya standar lingkungan

selama ini telah mempersulit akses ekspor produk Indonesia ke Swedia. Akibatnya, sejak 2005 Indonesia selalu mencatat defisit neraca perdagangan dengan Swedia. Pada periode Januari-November 2010 tercatat defi sit US$520,2 juta atau turun 2,2% ketimbang defisit pada periode yang sama 2009 sebesar US$532,1 juta.

Defi sit tersebut dipicu penu-runan ekspor komoditas utama, seperti kelapa sawit, kayu, dan produk kayu termasuk furnitur, alas kaki, produk ban (karet), dan aksesori kendaraan. Menu-rut Mari, penurunan itu meru-pakan dampak dari regulasi yang diterapkan Uni Eropa, seperti RED, registration, eva-luation, authorization, restriction of chemical (REACH), dan forest, law, enforcement, governance, and trade (FLEGT).

Ewa Bjorling menambahkan, penurunan nilai perdagangan itu berdampak cukup besar ter-hadap perekonomian Swedia. Pasalnya, Swedia memiliki

kebijakan yang berorientasi ekspor. “Kami ingin mening-katkan kegiatan ekspor dan impor dan tentu saja menarik lebih banyak investasi.”

Indonesia secara khusus

mengajak Swedia melakukan kerja sama teknis di bidang peningkatan kapasitas dan transfer teknologi terutama di sektor industri kelapa sawit dan furnitur. (Jaz/E-2)

ANIMO masyarakat mening-kat pada hari terakhir masa penawaran umum saham per-dana (initial public offering/IPO) PT Garuda Indonesia (persero), kemarin. Peningkatan ini terli-hat dari meningkatnya jumlah investor ritel yang datang ke Plaza Bapindo, Jakarta, bila dibandingkan dengan masa penawaran tiga hari sebelum-nya.

“Investor yang mengantre di Plaza Bapindo lebih padat hari ini (kemarin). Target pooling (penjatahan terpusat) 5% bisa tercapai kalau melihat situasi ini,” ujar Manajer Senior Hu-

mas Garuda M Ikhsan Rosan ketika dihubungi, kemarin.

Pjs Direktur Keuangan Ga-ruda Elisa Lumbantoruan me-nambahkan, masa penawaran diperpanjang dari semula tiga hari menjadi empat hari untuk menjaring lebih banyak investor ritel. Adapun pihak penjamin emisi (underwriter) baru akan memberikan laporan mengenai perolehan selama empat hari pooling pada hari ini.

“Kita bisa dapat laporan besok. Yang jelas, meski waktu pooling diperpanjang, jadwal listing tetap pada 11 Februari,” ujar Elisa.

Dari pihak underwriter, Direk-

tur Utama PT Bahana Sekuritas Eko Yuliantoro menyatakan optimistis seluruh saham Gar-uda yang dilepas akan diserap pasar. Optimisme itu didasar-kan pada laporan sementara tentang data pemesanan elek-tronik dan tidak adanya pesa-ing di sektor jasa penerbangan yang tercatat di bursa.

“Apalagi yang sudah pesan sebelumnya sudah pada ba-yar,” katanya.

Seperti diketahui, sejak awal pemerintah berharap seba-nyak 5% saham Garuda yang dialokasikan bagi investor ritel bisa diserap secara maksimal.

Sementara itu, dalam salah satu rencana ekspansi, Garuda telah menambah frekuensi penerbang an langsung Jakarta-Seoul dari semula tiga kali men-jadi enam kali dalam sepekan. Selain itu, Garuda juga masih melayani rute penerbangan Ja-karta-Seoul via Denpasar, Bali.

“Kami menambah jadwal pe nerbangan langsung Jakarta-Seoul lantaran tingginya per-mintaan konsumen ter hadap rute ini,” ungkap Senior Man-ager Jakarta-Korea-China Sales, Dony Widojoko di Seoul, Korea Selatan, beberapa waktu lalu. (AW/Atp/Mps/E-2)

KprstraUbisiagadi

gubamditumujElpegaJa

paTrInmsimte

AkapedaPTkehainPldipeny

Plin(ptein

Kalau memang dia

(Antam) tidak siap, ya, tinggal bentuk badan baru yang secara langsung tangani itu.”

Nurdin TampubolonWakil Ketua Komisi VI DPR

Konsep Hijau Ganjal Ekspor ke Eropa

Peminat Saham Garuda Meningkat

SAWIT: Pekerja menaikkan sawit ke truk di perkebunan sawit Cikidang, Sukabumi, Jabar, beberapa waktu lalu.

ANTARA/Jafkhairi