KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

13
Paramudita Selvia Rengga Arbella: Kirab Temanten “Kemarau Kemarin Basah” Perspektif Peristiwa Pernikahan Volume 17 Nomor 1, Juli 2019 1 KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” PERSPEKTIF PERISTIWA PERNIKAHAN Paramudita Selvia Rengga Arbella Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta Jl. Ki Hadjar Dewantara No. 19 Kentingan, Jebres, Surakarta, 57126 E-mail: [email protected] ABSTRAK Berawal dari ketertarikan terhadap ritus pernikahan. Permasalahan yang disampaikan dalam karya ini lebih kepada makna substansi dan sudut pandang mengenai peristiwa pernikahan yang dilalui oleh pengkarya. Substansi dan sudut pandang tersebut berkaitan dengan pemaknaan setiap prosesi yang dilaksanakan menurut adat istiadat dan norma keagamaan yang berlaku di lingkungan pengkarya. Sehingga penyampaian substansi dan esensinya berakar pada budaya lokal. Sebuah pernikahan tentunya memiliki aturan-aturanya tersendiri, baik aturan dalam kepercayaan atau agama yang dianut, adat-istiadat, maupun aturan dalam negara. Sehingga menurut pengkarya perjalanan setiap prosesi yang sudah mentradisi sampai sekarang ini, seperti hanya menjalani suatu rangkaian koreografi yang dilakukan begitu saja dan kemudian selesai. Dari situ pengkarya merasa ragu, apakah prosesi tersebut dapat memberikan makna bagi pelakunya. Terlebih penjelasan-penjelasan yang bersifat mitos. Misalnya jika tidak menjalankan prosesi atau tidak memenuhi syarat tertentu akan berdampak negatif dan sebagainya. Dengan proses yang demikan, pengkarya menjadi paham bahwa ritus pernikahan mengandung banyak hal yang bisa dikritisi, digali, dan dikembangkan. Hal-hal tersebut seperti, rangkaian prosesi pernikahan, kemasan prosesi pernikahan, cara pandang terhadap pemaknaan prosesi pernikahan, dan bentuk penyampaiannya dalam dimensi seni pertunjukan. Kata kunci: tradisi, ritus pernikahan, pertunjukan, kolaborasi. ABSTRACT It is starting from an interest in marriage rite. The problems presented in this work are more about the substance meaning and point of view regarding the marriage event that is passed by the writer (creator). The substance and point of view is related to the meaning of each procession carried out according to the customs and religious norms that is applied in the writer’s society. It means that the delivery of substance and essence is rooted in local culture. A marriage certainly has its own rules, according to the beliefs or religion, customs, and rules of the country. According to the writer every procession that traditionally happens is like a series of choreography that must be done. the writer feels doubtful whether the procession can give any meaning to the brides, moreover, it is mythical explanations, for example, if the brides do not carry out the processions or do not meet the certain conditions, they will get a negative impact and others. For the reason, the writer learns that the marriage rite contains many things that can be criticized, explored, and developed. These things include, a series of wedding processions, wedding processions package, the ways of looking at the meaning of wed- ding procession, and the form of conveying to the dimensions of performing arts. Keywords: tradition, marriage rites, performances, collaboration. A. Pengantar Dalam ilmu sosiologi, yang mengkaji hubungan antara sesama manusia, aksi dan reaksi dalam hubungan antar-manusia dan kumpulan- kumpulan manusia (kelompok) dinamakan “interaksi sosial”. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang per orang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang per orang dan kelompok manusia. Segala macam bentuk interaksi yang terjadi dalam era globalisasi ini tentunya terjadi dalam lingkungan

Transcript of KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Page 1: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Paramudita Selvia Rengga Arbella: Kirab Temanten “Kemarau Kemarin Basah” Perspektif Peristiwa Pernikahan

Volume 17 Nomor 1, Juli 2019 1

KIRAB TEMANTEN“KEMARAU KEMARIN BASAH”

PERSPEKTIF PERISTIWA PERNIKAHAN

Paramudita Selvia Rengga ArbellaProgram Pascasarjana

Institut Seni Indonesia SurakartaJl. Ki Hadjar Dewantara No. 19 Kentingan, Jebres, Surakarta, 57126

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Berawal dari ketertarikan terhadap ritus pernikahan. Permasalahan yang disampaikan dalam karya ini lebihkepada makna substansi dan sudut pandang mengenai peristiwa pernikahan yang dilalui oleh pengkarya.Substansi dan sudut pandang tersebut berkaitan dengan pemaknaan setiap prosesi yang dilaksanakan menurutadat istiadat dan norma keagamaan yang berlaku di lingkungan pengkarya. Sehingga penyampaian substansidan esensinya berakar pada budaya lokal. Sebuah pernikahan tentunya memiliki aturan-aturanya tersendiri,baik aturan dalam kepercayaan atau agama yang dianut, adat-istiadat, maupun aturan dalam negara. Sehinggamenurut pengkarya perjalanan setiap prosesi yang sudah mentradisi sampai sekarang ini, seperti hanyamenjalani suatu rangkaian koreografi yang dilakukan begitu saja dan kemudian selesai. Dari situ pengkaryamerasa ragu, apakah prosesi tersebut dapat memberikan makna bagi pelakunya. Terlebih penjelasan-penjelasanyang bersifat mitos. Misalnya jika tidak menjalankan prosesi atau tidak memenuhi syarat tertentu akanberdampak negatif dan sebagainya. Dengan proses yang demikan, pengkarya menjadi paham bahwa rituspernikahan mengandung banyak hal yang bisa dikritisi, digali, dan dikembangkan. Hal-hal tersebut seperti,rangkaian prosesi pernikahan, kemasan prosesi pernikahan, cara pandang terhadap pemaknaan prosesipernikahan, dan bentuk penyampaiannya dalam dimensi seni pertunjukan.

Kata kunci: tradisi, ritus pernikahan, pertunjukan, kolaborasi.

ABSTRACT

It is starting from an interest in marriage rite. The problems presented in this work are more about thesubstance meaning and point of view regarding the marriage event that is passed by the writer (creator). Thesubstance and point of view is related to the meaning of each procession carried out according to the customsand religious norms that is applied in the writer’s society. It means that the delivery of substance and essenceis rooted in local culture. A marriage certainly has its own rules, according to the beliefs or religion, customs,and rules of the country. According to the writer every procession that traditionally happens is like a series ofchoreography that must be done. the writer feels doubtful whether the procession can give any meaning to thebrides, moreover, it is mythical explanations, for example, if the brides do not carry out the processions or donot meet the certain conditions, they will get a negative impact and others. For the reason, the writer learns thatthe marriage rite contains many things that can be criticized, explored, and developed. These things include,a series of wedding processions, wedding processions package, the ways of looking at the meaning of wed-ding procession, and the form of conveying to the dimensions of performing arts.

Keywords: tradition, marriage rites, performances, collaboration.

A. Pengantar

Dalam i lmu sosiologi, yang mengkajihubungan antara sesama manusia, aksi dan reaksidalam hubungan antar-manusia dan kumpulan-kumpulan manusia (kelompok) dinamakan “interaksisosial”. Interaksi sosial merupakan syarat utama

terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosialmerupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamisyang menyangkut hubungan antara orang per orang,antara kelompok-kelompok manusia, maupun antaraorang per orang dan kelompok manusia. Segalamacam bentuk interaksi yang terjadi dalam eraglobalisasi ini tentunya terjadi dalam lingkungan

Page 2: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Jurnal Seni Budaya

2 Volume 17 Nomor 1, Juli 2019

masyarakat dari yang lingkup besar sampai lingkupkecil. Seperti diketahui ciri-ciri masyarakat padaumumnya menurut Soerjono Soekanto antara lain :1. Manusia yang hidup bersama; sekurang-

kurangnya terdiri atas dua orang.2. Bercampur atau bergaul dalam jangka waktu yang

cukup lama. Berkumpulnya manusia akanmenimbukan manusia baru. Sebagai akibat darihidup bersama, timbul sistem komunikasi danperaturan yang mengatur hubungan antar manusia.

3. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan4. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem

kehidupan bersama menimbulkan kebudayankarena mereka merasa dirinya terkait satu samalain.

Dari ciri-ciri masyarakat di atas diketahuibahwa interaksi masyarakat dalam lingkup yangpaling kecil terjadi minimal dua orang. Tidak lain bahwaanggota masyarakat itu adalah bangunan keluargaatau rumah tangga. Menurut Departemen KesatuanRI (1988), keluarga merupakan unit terkecil darimasyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan tinggaldi suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaansaling ketergantungan. Menurut Duvall dan Logan(1978) keluarga adalah sekumpulan orang denganikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yangbertujuan untuk menciptakan, mempertahankanbudaya, dan meningkatkan perkembangan fisik,mental, emosional, serta sosial dari tiap anggotakeluarga. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalamkeluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yangtergabung karena hubungan darah, hubunganperkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalamsatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dandi dalam perannya masing-masing dan menciptakanserta mempertahankan suatu kebudayaan. Keluargaadalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri darisuami dan istri.

Masyarakat Indonesia yang masih sangatmenghormati tradisi ada bermacam-macam aturan dansyarat upacara menurut adat suku masing-masing.Sebuah pernikahan tentunya memiliki aturan-aturanyatersendiri, baik aturan dalam kepercayaan atau agamayang dianut, adat-istiadat, maupun aturan dalamnegara. Di Indonesia, pernikahan yang dianggap resmiadalah pernikahan yang sesuai dengan tuntutanagama dan juga sesuai aturan negara. Sehinggapernikahan dianggap sah apabila terpenuhinya syaratagama dan syarat negara. Berkenaan dengan adat-istiadat pernikahan, tentunya disesuaikan dengan latarbelakang calon mempelai. Setiap wilayah di

Indonesia memiliki banyak sekali adat-istiadatmengenai pernikahan. Namun apabila secara agamadan negara telah memenuhi syarat, bagaimanapunadat istiadat yang berlaku di wilayah tertentu tidakakan menjadi masalah selagi tidak melanggar aturanagama dan aturan negara tersebut.

Makna penting sebuah pernikahan bukanhanya menyatukan antara laki-laki dan perempuandalam rumah tangga namun bagaimana bisa menjalanikehidupan selanjutnya dengan komitmen dankesamaan visi antara kedua pihak. Menurut Soemiyati,makna pernikahan adalah perikatan perjanjian antaraseorang laki-laki dan seorang perempuan. Perjanjianini bukan sembarang perjanjian tapi perjanjian suciuntuk membentuk keluarga antara seorang laki-lakidan seorang perempuan. Suci dari segi keagamaandalam sebuah pernikahan.

Dari pernyataan Soemiyati tersebut jelasbahwa perjanjian yang dilakukan dalam pernikahanbukan sembarangan, melainkan bagaimana seoranglaki-laki dan perempuan yang akan menikah memilikikesamaan visi dan tujuan hidup. Sehingga seharusnyaketika berumah tangga terdapat komitmen antarakeduanya. Maka dari itu perjanjian tersebut dihadapkanpada aturan agama atau keyakinan.

B. Gagasan Isi

Menurut pengkarya pernikahan adalahperistiwa personal yang dapat memberi arti mendalam.Sementara di sisi lain pernikahan sudah dibungkusoleh suatu aturan menurut adat–istiadat masing-masing tradisi. Berbagai tata cara upacara pernikahandidasarkan pada setiap prosesi-prosesinya.

Berdasarkan pengalaman menyaksikan danterlibat dalam upacara pernikahan adat Jawa,Pengkarya merasakan setiap prosesi yangdilangsungkan merupakan rangkaian-rangkaian“pertunjukan” yang dikemas menjadi sesuatu tata carayang pakem. Yang kemudian dilakukan terus-menerusmembentuk suatu tradisi. Disinilah letak keunikanpernikahan adat Jawa. Masyarakat dengan tradisibudaya Jawa yang saat ini mayoritas muslim, secaraturun-temurun menggabungkan pernikahan adattradisinya namun sekaligus memenuhi tuntutan sesuaiperaturan agama Islam.

Pernikahan yang dilakukan sesuai denganaturan Islam dan menggunakan adat istiadatJawa, masih terus dipertahankan hingga sekarang.Begitu pula yang terjadi pada lingkungan keluargapengkarya. Sebagian besar keluarga pengkaryaberagama muslim serta masih menganut adat istiadat

Page 3: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Paramudita Selvia Rengga Arbella: Kirab Temanten “Kemarau Kemarin Basah” Perspektif Peristiwa Pernikahan

Volume 17 Nomor 1, Juli 2019 3

dari budaya Jawa itu sendiri, termasuk tata cara danprosesi pernikahan.

Beberapa peristiwa yang merangsangpengkarya menemukan gagasan ini adalah peristiwapernikahan Hartati dan Boy G. Sakti (lahir diBatusangkar, Sumatera Barat, 4 Agustus 1966) yangmana dalam pernikahannya pada era 1990-an,pengantin ini mengemas resepsinya dengan menarisepanjang tamu undangan datang.

Kedua ialah happening arts pernikahan antaraBagus Kodok Ibnu Sukodok dengan “Roro Setyowati”.Peristiwa itu terjadi di rumah seniman BramantyoPrijosusilo di Desa Sekalaras, Widodaren, Ngawi pada8 Oktober 2014. Peristiwa seni tersebut menggunakanprosesi Adat Jawa pernikahan seperti “Midodareni”,“Siraman” dan ‘dinikahkan’ oleh dukun manten. Pesanyang Bramantyo sampaikan adalah inginmenumbuhkan dan melestarikan lagi adat-istiadatJawa terutama mengenai pernikahan adat Jawa yangsaat ini sudah mulai tidak digunakan lagi.

Dari konsep-konsep pernikahan yang menjadirujukan ini, pengkarya menangkapnya sebagai suatuusaha untuk membuat momen-momen penting sepertipernikahan akan memberikan makna terhadap pelakusendiri. Artinya beberapa orang yang berniat untukmengonsep pernikahannya ialah orang-orang yangmenginginkan pernikahan yang dilangsungkan itudapat dikenang sebagai kenangan yang takterlupakan.

Di Jawa, khususnya Jawa Timur tempatpengkarya tinggal, persiapan dan perlengkapan untukmenyiapkan prosesi upacara pernikahan sangatkompleks. Tradisi yang ada dalam adat pernikahandilakukan terus-menerus seperti sebelum-sebelumnya.Menurut pengkarya perjalanan setiap prosesi yangsudah mentradisi sampai sekarang ini seperti hanyamenjalaninya suatu rangkaian koreografi yangdilakukan begitu saja kemudian selesai. Maksudnya,bahwa tradisi yang masih dilakukan sampai saat inisebagai tuntutan baku atau paten yang harusdilakukan. Mempelai sendiri sebagai obyeknyaterkadang tidak mengetahui dan mendapatkan maknadibalik tradisi-tradisi yang “kaku” tersebut. Dari situpengkarya merasa ragu, apakah prosesi tersebutdapat memberikan makna bagi pelakunya. Tentunyapengkarya belum bisa memastikan secara spesifikmakna apa yang didapatkan dalam setiap prosesi,karena pengkarya belum melaluinya sendiri sebagaiobyek pernikahan. Selama ini hanya mendapatkanpenjelasan dari orang-orang tua / sesepuh, tanpamengetahui dan merasakan sendiri. Terlebihpenjelasan-penjelasan yang bersifat mitos. Misalnya

jika tidak menjalankan prosesi atau tidak memenuhisyarat tertentu akan berdampak negatif dansebagainya.

Maka dari itu, sebagai seorang seniman yangmerencanakan pernikahan, pengkarya merasa wajarjika muncul ide untuk menginterpretasi ulang tradisipernikahan yang telah ada dalam lingkungan keluarga.Interpretasi yang dimaksud disini, bukan menentangatau menghilangkan tradisi yang ada, namunbagaimana setiap prosesi yang dilalui oleh pengkaryamampu memberikan makna secara personal danmenjadi inspirasi publik.

Pencapaian yang ingin diraih pengkarya adalahbagaimana sebuah pernikahan mampu memberikanarti dan makna yang mendalam secara personal bagipengkarya dan kepada masyarakat, sehingga tanpadisadari dapat memberikan inspirasi bukan sebagaiperistiwa yang datang kemudian selesai, namunmenyelinap kepada imajinasi orang-orang yang terlibatdan menyaksikannya. Terlebih j ika mampumemberikan kontribusi bagi generasi muda bagaimanamembuat dan merancang masa depannya.

Dari berbagai sumber yang telah pengkaryabaca dan pengalaman menyaksikan upacara-upacarapernikahan, tentunya pengkarya hanya merasakannyasebagai gambaran-gambaran dan formalitas tata caraprosesinya saja, belum merasakan dan mengalamisecara langsung sebagai obyek dari pernikahan itu.Namun pada kadar tertentu pengkarya merasakanbahwa prosesi yang dilakukan seperti rangkaianstruktur koreografi yang disusun oleh orang-orangterdahulu dan dilakukan terus-menerus sampaisekarang.

Bersumber pada fenomena tersebut di atasmuncul pertanyaan, apakah di era sekarang rituspernikahan masih dapat memberikan maknamendalam secara personal bagi seseorang yangmelangsungkan pernikahan atau hanya sebagaiformalitas rangkaian “koreografi” prosesinya saja ?

Maka dari itu, pengkarya mencoba mencarikemungkinan pemaknaan-pemaknaan lain terkaitsetiap prosesi dalam suatu pernikahan. Pengkaryatidak bermaksud merusak tatanan tradisi yang telahada. Pemaknaan yang dimaksud ialah munculnyadaya kritik pengkarya terhadap bingkai-bingkai yangbelum tentu dapat memberikan makna terhadappelakunya.

Maksudnya, sebagai seorang seniman yangmeraba tema dan kerangka dari suatu peristiwapernikahan, maka pengkarya tidak ingin pernikahanyang akan dilewati pengkarya hanya seperti menjalanisuatu koreografi saja. Menurut pengkarya wajar

Page 4: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Jurnal Seni Budaya

4 Volume 17 Nomor 1, Juli 2019

sebagai seniman mempunyai naluri untuk berkreasimencari cara baru, hal tersebut dilakukan agar bisamemunculkan rasa autentik sebagai insan yangmelaluinya, dengan harapan mampu memberikaninspirasi bagi orang lain.

Oleh karena itu, pada kesempatan inipengkarya ingin mengungkapkan peristiwa pernikahanini pada dimensi seni pertunjukan. Tentunya hal inimerujuk pada pengalaman menyaksikan danmengamati peristiwa pernikahan, yang menurutpengkarya seperti hanya menjalani koreografi saja.

C. Gagasan Bentuk KaryaSebelum melangkah untuk merealisasikan ide

gagasan, tentunya pengkarya menentukan terlebihdahulu bentuk pertunjukannya. Bentuk pertunjukanakan dirancang dengan konsep pertunjukanbersambung atau estafet. Terdapat beberapa venuedalam pertunjukanya (lokasi pertunjukan), sehinggapenonton akan menyesuaikan dengan lokasipertunjukan yang berlangsung.

Pertunjukan bersambung menjadi pilihanpengkarya karena, pertunjukan ini dilakukan di luarruangan bukan di dalam gedung pertunjukan. Olehkarena itu respon terhadap lingkungan lebih menjadipertimbangan untuk menjadikan beberapa venuepertunjukan yang berpindah-pindah dan berkelanjutan.Dengan bentuk pertunjukan seperti ini sekaligusmeminimalisir jarak antar penampil dan penonton.

Pertunjukan yang dirancang ini banyakmenggunakan unsur-unsur tradisi baik dalam geraktari, musik maupun setting dan properti. Pada sisivisual, pengkarya lebih memil ih untukmengembangkan bekal potensi yang dimilikipengkarya dan seluruh pendukung yang terlibat. Selainitu metode-metode pencarian gerak eksperimen daneksplorati f menjadi langkah-langkah untukmewujudkan karya ini.

Pengkarya membagi beberapa nama strukturuntuk mempermudah proses penggarapan karya ini.Di dalam masing-masing struktur terdapat rangkaian-rangkaian pertunjukan yang disesuaikan dengankebutuhan. Struktur-struktur pertunjukan tersebutantara lain :1. Kemarau Kemarin Basah2. Screenning3. Tirai Ranjang4. Buwuhan

Pada karya ini pengkarya menggunakangerak sebagai media ungkap untukmengaktualisasikan gagasan isinya. Gerak yang

dimaksud antara lain gerak dalam susunan koreografimaupun gerak sederhana dan gerak alami ataunatural.

Gerak-gerak yang terdapat dalam susunankoreografi adalah gerak-gerak yang didapatkan darihasil pencarian atau eksplorasi yang telah mengalamipengembangan. Pengkarya lebih mengeksplorasi danmengembangkan bentuk-bentuk gerak Jawa Timuranyang merupakan bekal dan latar belakang pengkarya.Eksplorasi yang dilakukan dengan cara membuatgerakan-gerakan baru atau mengembangkan bentuk-bentuk yang sudah ada.

Pengkarya juga banyak menggunakan gerak-gerak keseharian. Mengingat bahwa pertunjukan inidilakukan dengan konsep pertunjukan bersambungberdasarkan peristiwa nyata, maka gerak yang terjadidalam rangkaian pertunjukkan ini cenderungsederhana dan natural.

Selain media ungkap utama berupa gerak,pengkarya menggunakan media pendukung sepertimusik gamelan, properti dan setting, kostum, danmultimedia.

D. Deskripsi Sajian

Pengkarya pertunjukan ini menampilkan dikompleks Taman Krida Budaya Malang, tepatnya diJalan Soekarno-Hatta no. 7 Kelurahan JatimulyoKecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur.Alasan pemilihan Taman Krida Budaya sebagai lokasipertunjukan karena menurut pengkarya konsepkomplek Pendhapa akan sangat membantupenyampaian gagasan dalam karya ini. Taman-tamanyang ada pada komplek Taman Krida Budaya, belumpernah dieksplor sebagai lokasi pertunjukan. Olehkarena itu pengkarya ingin memanfaatkan seluruh areaTaman Krida Budaya untuk digunakan sebagai stagepertunjukan.

Pertunjukan ini akan digelar pada Tanggal 20September 2017, dimulai pukul 15.30-22.00 WIB.Pertunjukan ini berlangsung kurang lebih selamahampir 7 jam. Hal ini karena pengkarya jugamempertontonkan segala persiapan menuju resepsimalam harinya. Persiapan itu meliputi rias pengantin,pergantian busana dan kirab.

Selain lokasi pertunjukan, pada pemutaran filmdokumenter juga menampilkan beberapa lokasi yangdigunakan untuk setiap prosesi pernikahansebelumnya. Lokasi tersebut antara lain:1. Prosesi lamaran bertempat di kediaman

pengkarya, Jalan Jaksa Agung Suprapto gang IIIno 18, Klojen, Malang.

Page 5: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Paramudita Selvia Rengga Arbella: Kirab Temanten “Kemarau Kemarin Basah” Perspektif Peristiwa Pernikahan

Volume 17 Nomor 1, Juli 2019 5

2. Prosesi pengambilan tujuh sumber mata airbertempat di Desa Jambuwer, Kromengan, danKabupaten Malang.

3. Prosesi Siraman dan Panggih bertempat di Gadanggang 10A , Kedung Kandang, Malang.

4. Prosesi Akad Nikah bertempat di Masjid Jami’,Jalan Merdeka Barat no 3, Klojen, Malang.

5. Prosesi Guwak-Temu bertempat di Mburing,Kedung Kandang, Malang.

6. Lokasi-lokasi yang pengkarya sebutkan di atasnantinya hanya akan ditampilkan dalam filmdokumenter.

Pemaparan mengenai deskripsi karya di sinitentu belum dapat memberikan gambaran konkrittentang pertunjukan yang sesungguhnya.

Pengkarya akan menjelaskan deskripsi karyaini berdasarkan struktur koreografi yang sudahpengkarya tentukan sebelumnya.

1. Kemarau Kemarin BasahPada struktur ini dimulai dengan koreografi

duet, koreografi payung, koreografi kendi, dankoreografi tong sunyi. Koreografi duet dimulai denganpenari perempuan yang tengah duduk pada suaturuangan. Pintu yang sebelumnya tertutup kemudianterbuka secara perlahan. Penari perempuan tersebutkemudian berjalan perlahan menuju teras ruangandengan adanya pembatas taburan bunga mawar.Dengan koreografi bertempo pelan kemudian satupenari laki-laki muncul dari sebelah kiri lokasi. Lantaskeduanya berkoregrafi duet sekitar lima belas menit.Pada akhir koreografi duet tersebut kemudian munculsembilan penari dari segala penjuru yang kemudianturut menjadi komposisi tari kelompok.

Musik gamelan yang menjadi ilustrasinyatersebut sesekali memberikan aksen sebagai tandakepada penari untuk melakukan komposisi yang lain.Musik i lustrasi tersebut beberapa kali jugamenggunakan vokal sebagai sumber suaranya.

Sekitar 10 menit setelah koreografi kelompok,beberapa penari kemudian mulai mengambilpayung-payung yang sebelumnya digunakan sebagaisetting atau dekorasi. Sementara penari perempuanyang pada awalnya duet berjalan ke depan untukdijemput oleh ayah kandungnya. Ayah kandungdari penari perempuan tadi kemudian mengantarmenuju lokasi rias (paes). Sebelum menaiki panggungyang digunakan sebagai lokasi paes, mempelaiperempuan disambut oleh tembang beberapamusisi serta diiringi dengan ilustrasi permainan alatmusik rebab dan vokal.

Sementara itu penari payung yang lain tetapmelanjutkan komposisi tarinya. Pola lantai darikoreografi payung ini sengaja disebar ke seluruhpenjuru taman untuk menyiasati ruang outdoor yangluas. Koreograf i payung ini diakhiri dengandiletakkannya payung-payung tersebut di dekat lokasitempat mempelai perempuan dirias (paes). Seketikasampai pada lokasi paes, kemudian mempelaiperempuan langsung dirias sebagai persiapan untukmalam resepsi.

Pada saat mempelai perempuan tengah dirias,di tempat lain masih terdapat komposisi tari, antaralain, koreografi kendi. Koreografi ini dimulai denganberjalannya beberapa penari yang sudah membawakendi dari samping kanan dan kiri teras tempatmempelai perempuan dipaes. Setelah itu berjalanperlahan ke depan menjadi satu banjar. Koreografikendi ini berlangsung kurang lebih 10 menit. Menjelangakhir koreografi kendi, beberapa penari laki-laki masukdari segala arah untuk mendekat dan merespon air-air yang ditumpahkan penari perempuan melalui kendi.Bersamaan dengan kendi yang dijatuhkan oleh duaorang penari, seluruh penari diam sejenak, dankemudian penari perempuan berjalan ke arah lokasipaes dengan tetap mengucurkan air dari kendi.

Penari laki-laki seketika bergerak menuju tongbesi yang sudah diisi air sebelumnya. Penari tersebutbergerak loncat ke dalam air dan merespon tong besitersebut. Selagi para penari laki-laki berkoreografidengan air, kemudian datang perupa yang sudahmembawa alat lukisnya. Kemudian beberapa penaritersebut melepas baju bagian atasnya untuk dilukistubuhnya. Komposisi ini akan berlangsung sampaidengan kumandang adzan maghrib terdengar.

2. ScreeningStruktur ini diawali dengan terdengarnya adzan

maghrib yang dikumandangkan oleh salah satumusisi. Saat adzan berkumandang seluruh kegiatanberhenti sejenak. Baru kemudian setelah adzan,mempelai perempuan yang masih dirias berbalik arahmenghadap layar kain putih. Kain putih inilah yangkemudian digunakan untuk menampilkan screeningfilm dokumenter. Mempelai perempuan yang masihdirias tersebut menghadapkan pandangannya ke arahkain putih untuk turut serta menonton isi dari filmtersebut.

Berakhirnya f ilm dokumenter tersebutbersamaan dengan seleseinya mempelai perempuandirias. Bersama ayah kandungnya kemudianmempelai perempuan diarahkan pada kain putih denganmelihat ayah mempelai perempuan merobek kain

Page 6: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Jurnal Seni Budaya

6 Volume 17 Nomor 1, Juli 2019

putih, sebagai simbol dibukanya jalan sang anak olehayahnya. Mempelai perempuan beserta ayahnyamelangkah melewati kain putih yang sudah dirobektersebut kemudian disambut oleh musik vokalselanjutnya dikirab melalui sisi kanan gedung menujudepan pendhapa. Sementara itu di sisi berlawanan,mempelai laki-laki juga berjalan ke depan pendhapa.

3. Tirai RanjangDeskripsi struktur koreografi ini dimulai dengan

pemusik yang berjalan mengitari sebuah ranjang dantirai yang sudah berada di depan pendhapa. Parapemusik tersebut kemudian duduk di belakang ranjangdengan memainkan alat musik. Selanjutnya penarilaki-laki dan penari perempuan berjalan perlahan dariarah samping kanan dan kiri. Sementara penari laki-laki dan perempuan berjalan perlahan, vokal sindendari salah satu musisi mengisi ilustrai peristiwa yangterjadi. Vokal tersebut kemudian dilanjutkan dengansambutan musik dari alat musik kemanak.

Penari laki-laki dan perempuan kemudiansemakin dekat dengan ranjang dan melanjutkandengan koreografi duet. Dalam koregrafi duetnyaterdapat simbol-simbol seksualitas, namun tidakditampilkan secara vulgar. Pengkarya menyusunsedemikan rupa untuk menyamarkan kesan vulgardengan komposisi gerak yang dinamis.

Koreografi diakhiri ketika penari laki-laki danpenari perempuan berada di atas ranjang. Penari laki-laki menggoyang ranjang yang menimbulkan bunyi.Bersamaan dengan itu penari perempuan melepaslilitan stagen.

Tidak lama kemudian salah satu musisiperempuan membangunkan penari perempuan yangtergeletak di lantai, disusul oleh sebagian pemusikyang lain dan bersama-sama menuju ke salah saturuangan. Di ruangan tersebut penari perempuanberganti busana yang akan dikenakan saat resepsipernikahan.

Sementara itu penari laki-laki berganti busanadi area pertunjukan ranjang tirai. Pada setting ranjangtersebut sebelahnya sudah terpasang cermin untuktempat pengantin laki-laki berganti busana.

Setelah busana resepsi sudah dikenakanoleh mempelai laki-laki, bersamaan dengan itumempelai perempuan sudah berada di gapuraageng. Mempelai laki-laki kemudian membalikkancermin yang dibaliknya terdapat foto kedua mempelaidengan busana yang sama digunakan pada saatitu. Dibaliknya cermin tersebut sebagai tandakepada pemusik untuk memulai musik pengiringkirab.

Perjalanan kirab dimulai ketika mempelai laki-aki berjalan menjemput mempelai perempuan.Rombongan kirab terdiri dari keluarga besar keduamempelai. Diiringi musik rebana dan sholawatan, kirabberjalan menuju ke dalam pendhapa. Sebelumnya,tepat di depan pintu masuk pendhapa, musik rebanaberhenti kemudian disambut iringan gamelan denganmusik monggang dan kebo giro dari dalam pendhapa.

4. BuwuhanBersamaan dengan masuknya rombongan dari

kirab menuju pelaminan, tamu undangan mulaimemasuki pendhapa. Kemudian acara buwuhan akanberjalan sesuai dengan kebanyakan orang yangsedang berkondangan. Saat itu pula musik-musikcampursari ditampilkan sebagai hiburan.

Secara keseluruhan susunan acara sebagaiberikut :

Rundown AcaraKIRAB TEMANTEN

“Kemarau Kemarin Basah”TAMAN KRIDA BUDAYA JAWA TIMUR, MALANG

Rabu, 20 September 2017

Karya Tari kirab Temanten “Kemarau KemarinBasah” ini akan melibatkan beberapa orang sebagaipanitia, penari dan pemusik. Keterlibatan banyak

NO WAKTU PERTUNJUKAN TEMPAT KETERANGAN

14.30 Stanby 1 15.00-15.20 Registrasi

Penonton Gapura wisma sayap kanan

*Penonton mengisi daftar hadir *Penari mempersilahkan duduk untuk menunggu pertunjukan dimulai

2 15.20 OPEN GATE Parkiran sayap kanan

*Simbolik tanda dibukanya pertunjukan *Penari mengantar penonton masuk sesuai area masing-masing *music ready

3 15.20-15.45 Duet Arbella &Sandhidea

Pelataran Wisma Taman Krida Budaya

*penonton yang terlambat diarahkan langsung melihat di tribun *penonton dibebaskan memilih area pertunjukan yang dikehendaki

4 15.45-16.00 Pertunjukan Tari “PAYUNG Kertas” Bella diantar ke panggung paes

Pelataran Wisma Taman Krida Budaya

5 16.00-16.20 Tubuh-tubuh lukis Pelataran Wisma Taman Krida Budaya

6 16.20-16.30 Tong Sunyi Pelataran Wisma Taman Krida Budaya

7 15.45-18.30 PAES “Open Space”

Pelataran Wisma Taman Krida Budaya

8 17.30-17.45 Adzan Maghrib Penonton yang menghendaki untuk sholat diarahkan ke musholla

9 17.45- 18.30 Screening Dokumenter “Own Journey”

Pelataran Wisma Taman Krida Budaya

10 18.30-18.40 Kirab Temanten Putri

Depan Pendhapa

Penonton diarahkan melihat ke depan pendapa melalui pintu luar

11 18.40- 19.10 Pertunjukan Tari “Tirai Ranjang” Monolog/puisi “Kemarau Kemarin Basah”

Depan Pendhapa

*Persiapan pemisahan penonton *Rombongan keluarga dipersiapkan

12 19.10-19.15 Kirab Temanten Kakung Putri

Depan Pendhapa sampai dalam Pendhapa

*Penonton keluar sesuai alur yang disediakan *Apabila ada penonton yang akan kondangan maka bisa melewati gapura Bentar.

Page 7: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Paramudita Selvia Rengga Arbella: Kirab Temanten “Kemarau Kemarin Basah” Perspektif Peristiwa Pernikahan

Volume 17 Nomor 1, Juli 2019 7

pendukung bertujuan untuk mencapai kelancarandalam pergelaran, adapun struktur kepanitiaannyasebagai berikut :- Koreografer : Paramudita Selvia R.A,

S.Pd.- Ass. Koreografer : Sandhidea Cahyo Narpati

Indri YunitasariIka Mendes

- Komposer : Joko Susilo, M.Sn.Noerman Rizky Alfarozi,S.Psi.

- Tata Rias dan Busana: Wheny Arie W, S.Pd- Penari :

1. Sandhidea Cahyo Narpati2. Paramudita Selvia Rengga Arbella3. Virduani Wimantari4. Arin Novita5. Natalia Christy Nuzulullaita6. Ailsa Maurilla7. Farida Indri Kurniawati8. Anastasia Syahidah Firdaus9. Hastina10.Alif Lintang Sayekti11. Riza Faitul Rahmi12.Aditya Danar Pramudita13.Dimas Bagas Atmandi14.Pulung Pheloee Rangga15.Hari Ghulur16.Ferry Cahyo Nugroho

- Pemusik :1. Joko Susilo, M.Sn2. Catur Fredy Wiyogo, S.Sn3. Yudan Sugma Timur, M.Sn4. Karvian Vega Alvian5. Eko Putera Pribadi6. Yudhistira Sugma7. Heri Weringkukly8. Itha Elya9. Yusuf Setiawan10.Khoirudin11. Fahmi Hafiyan12.Farhan Arifal13.Fonta Nandya14.Fariz Afrizal15.Din Masyhudin16.M. Hafidh Fadli17.M. Afkaar18.Ariel

- Penata setting dan Lampu :1. Grandong2. Fatah Hidayat3. Muchlis Rezza

4. Firdauz Zulkarnaen5. Dhoni Doyok

Tim Produksi :- Penanggung Jawab : Licin Wijaya, M.Pd.- Pimpinan Produksi : Heri Lentho, S.Pd.- Bendahara : Eka Wijayanti, S.S.- Stage Manager :

1. Bayu Kresna Murti, S.Pd.2. Firdaus Zulkarnain, S.Sn.

- Sie Transportasi :1. Aditya Dwi Arya2. Ridho Rahman Qodir

- Sie Publikasi :1. Revy Tiara Z2. Abe

- Sie Dokumentasi :1. Kembang Gula2. Rafi Rahman3. Hokhi Choriyansyah

- Sie Konsumsi :1. Indri Yunita Sari2. Dwitya Primanda

E. Proses BerkaryaLangkah=langkah dalam mewujudkan karya

ini, pengkarya melakukan studi pustaka. Langkahstudi pustaka yang dilakukan oleh pengkarya adalahdengan literasi, yakni mencari referensi mengenaiprosesi pernikahan dalam artikel, buku-buku, majalah,tesis dan makalah. Studi pustaka literasi ini bertujuanuntuk memunculkan ide-ide, imajinasi, dan tafsir yangmenjadi bekal pengkarya untuk dilanjutkan ketahapselanjutnya.

Selain studi pustaka, observasi partisipandilakukan pengkarya dengan menghadiri pernikahankeluarga, teman, atau tetangga, dengan terlibat dalampembuatan, kembar mayang, menjadi perias, pengisiacara hiburan, cucuk lampah maupun terlibat langsungdalam menejemen kepanitiaannya. Menurut pengkaryaobvervasi dengan terlibat dalam acara tentangpernikahan menjadi hal yang menarik, karena peristiwapernikahan akan terus ada sampai kapanpun.

Hasil observasi berupa ide, imajinasi dan tafsiritu pengkarya renungkan untuk selanjutnya digunakanuntuk menyusun kerangka konsep pertunjukanya.Awal mula munculnya ide pertunjukan pernikahan iniialah ketertarikan pengkarya terhadap serat Centhini,oleh karena itu pada awal perkuliahan, pengkaryasedikit demi sedikit mengumpulkan data-data yangrelevan. Selain itu pada tahun 2016 yang lalu pengkaryajuga berkesempatan untuk menyusun karya tariberjudul hasrat 40 dalam rangka ujian Studio III

Page 8: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Jurnal Seni Budaya

8 Volume 17 Nomor 1, Juli 2019

semester ketiga. Kesempatan lain pada tahun yangsama, pengkarya dipercaya menjadi koreografer untukmenyusun karya tari pada acara 5th Borobudurwriters & cultural untuk memperingati 200 tahun SeratCenthini di Magelang. Pada kesempatan ini pengkaryamenjadi koreografer karya tari dengan judul CenthiniBungkus oleh sutradara Heri “Lentho” Prasetya. Karyaini kemudian dipentaskan untuk kedua kalinya setelahsatu bulan berselang, bertempat di Balai PemudaSurabaya.

Melalui kedua proses penyusunan karya tariyang mengangkat tema tentang serat Centhinitersebut, pengkarya menjadikanya sebagai embriotugas akhir. Evaluasi dan perenungan selalu pengkaryalakukan pasca penyusunan kedua karya di atas. Haltersebut dimaksudkan agar lebih mendalami lagiesensi-esensi yang terkandung dalam Serat Centhini.

Berkenaan dengan konsep pertunjukan dalampernikahan ini, pengkarya melakukan pertemuandengan keluarga dari pihak calon mempelai pria dankeluarga pengkarya sendiri. Tujuannya untukmemberikan pengertian dan pemahaman tentangkeinginan pengkarya untuk mewujudkan karya ini.Tentu hal ini menjadi tantangan, mengingat belumpernah terjadi dalam tradisi keluarga pengkarya untukmengkonsep peristiwa pernikahan dalam dimensipertunjukan. Perbincangan dan diskusi yang panjanguntuk menyampaikan kepada keluarga terutamasesepuh yang masih memegang teguh suatukepercayaan-kepercayaan tertentu.

Proses selanjutnya yang dilakukan pengkaryaadalah bertemu dengan anggota keluarga yangdipercaya mampu membantu menentukan hari baiksesuai dengan perhitungan adat tradisi dimanapengkarya tinggal. Masyarakat Jawa seringmenyebutnya dengan gethok dina. Ketika hari tanggaldan bulannya sudah dipastikan langkah selanjutnyaadalah menentukan susunan kepanitiaan. Pengkaryamengadakan rapat untuk rekruitmen penari, pembantuartistik, manajemen produksi dan semua panitia yangakan terlibat dalam karya ini. Selain membahas untukmenentukan job deskripsi masing-masing personil,pada pertemuan ini juga pengkarya paparkan konsepkarya yang akan wujudkan.

Hambatan yang terkait dengan prosespengkaryaan, pergelaran karya, dan manajemenproduksi adalah mengenai jadwal latihan dengan 16penari, 22 pemusik serta tidak adanya studio tari yangrepresentatif untuk latihan ketika situasi hujan. Solusi(pemecahan masalah) yang dilakukan oleh pengkaryabersama dengan tim dan juga pimpinan produksi danstage manager adalah memberikan pemahaman dan

pengertian kepada semua pendukung bahwa karyaini ialah karya Tugas Akhir yang mana bukanmerupakan suatu project karya tari yang bersifatkomersil.

F. KesimpulanPuji syukur pengkarya ucapkan kehadirat

Allah SWT, karena atas berkah dan rahmatnya proseskarya Kirab Temanten “Kemarau Kemarin Basah” inidapat dilalui pengkarya dengan baik. Dalam proseskarya ini tentunya terdapat banyak hal yang didapatkansehingga karya ini dapat terwujud terutama mengenairitus pernikahan. Berbagai macam peristiwa yangterjadi dalam pernikahan, ternyata mempunyai banyakhal yang dapat digali dan dikembangkan. Hal-haltersebut seperti, rangkaian prosesi, kemasan prosesi,cara pandang terhadap pemaknaan prosesi, danbentuk penyampaiannya. Dari hal-hal itu pulapengkarya menemukan interpretasi dan imajinasimengenai ritus pernikahan.

Banyak tanggapan positif pengkarya dapatkandari pihak yang menyaksikan dan mengapresiasiselain dari dewan penguji yang tentunya memberikanmasukan berupa kritik dan saran. Tanggapan positiftersebut diperoleh tidak lain karena garap bentuk karyatari ini masih berpijak pada tradisi dan kreatifitasuntuk menghasilkan kebaruan-kebaruan tanpamenghilangkan tradisi yang ada dan menjadi bekalpengkarya.

Tentunya masih terdapat banyak kelemahandalam karya ini yang masih sangat mungkin untukdibenahi. Namun dengan dibekali keyakinan untukterus berproses dan keinginan untuk maju, pasti akanmenemukan hasil yang sesuai dengan harapan.

Memantapkan diri sebagai koreografertentunya bukan hal yang mudah, karena dibutuhkankeuletan, kemauan dan semangat tinggi untuk terusmelakukan pencarian, peluang-peluang sertakemungkinan-kemungkinan yang masih bisadidapatkan selama proses kreatif dari segi teknismaupun dari segi konsep garapnya. Oleh karena itu,koreografer dituntut mampu mengatasi berbagaihambatan yang ada pada proses kekaryaannya.

Pengkarya berharap banyak, denganterseleseikannya tulisan ini dapat menjadi buktikepada masyarakat akan potensi kesenimanan danpertanggungjawaban yang dimiliki secara akademisdi institusi maupun potensi kesenimanan secaramurni. Hal ini bisa dibuktikan dengan prosespenyusunan karya tugas akhir yang wajib melaluibeberapa tahap yaitu uji kelayakan, uji penentuan, danterakhir adalah penyajian Tugas Akhir. Adanya tahap-

Page 9: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Paramudita Selvia Rengga Arbella: Kirab Temanten “Kemarau Kemarin Basah” Perspektif Peristiwa Pernikahan

Volume 17 Nomor 1, Juli 2019 9

tahap ini diharapkan mampu menjadi stimulan bagipengkarya untuk berkarya secara matang, kreatif danprofesional dalam rangka menjawab tantangan globaldewasa ini.

Pengkarya menyadari dalam penyusunantulisan ini tentunya masih terdapat banyak kelemahandan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yangbersifat membangun sangat pengkarya harapkan daripihak-pihak yang berkenan. Mudah-mudahan denganterseleseikannya tulisan dan karya ini dapatbermanfaat bagi siapa saja, khususnya bagi rekan-rekan sesama mahasiswa yang bergelut di duniakesenian khususnya tari, baik dari kampus ISISurakarta maupun dari kampus-kampus seni yanglain. Selain itu hal yang tidak kalah penting adalahbagaimana nantinya pengkarya dapat berkontribusilebih kepada masyarakat berupa ilmu khususnyadalam bidang kesenian tari.

KEPUSTAKAAN

Arta, Tuti Arwan. Bu Tien Wangsit Keprabon Soeharto.Yogyakarta: Galang Press Yogyakarta,2007.

D. Inandiak, Elizabeth. CENTHINI Kekasih yangTersembunyi. Yogyakarta: Babad Alas(Yayasan Lokaloka), 2008.

Handayani, Christina S, dan Ardhian Novianto. KuasaPerempuan Jawa. Yogyakarta: PT LkiSPelangi aksara, 2005.

Smith, Jacqueline. Komposisi Tari : Sebuah PetunjukPraktis Bagi Guru, Terjemahan BenSuharto. Yogyakarta: Ikalasti Yogyakarta,1985.

Munarsih. Serat Centhini Warisan Sastra Dunia.Yogyakarta: Kalasan Gelombang Pasang,2005.

Ramulyo, Idris. Beberapa masalah tentang Hukumacara Peradilan Agama dan hukumPerkawinan Islam. Jakarta : Ind. HillCo,1984.

Sumarsono. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa.Jakarta : Buku kita, 2007.

R. Tama dan Rusli. Perkawinan Antar Agama danMasalahnya. Bandung : Shantika Dharma.

Wahyudi, Agus. Serat Centhini 6, wejangan SyekhAmongraga tentang Ilmu Kesejatian.Yogyakarta: Cakrawala, 2015.

Wahyudi, Agus. Serat Centhini 7, wejangan SyekhAmongraga tentang Ilmu Kesejatian.Yogyakarta: Cakrawala, 2015.

Yunus, H. Mahmud. Hukum Perkawinan dalam Islam.Jakarta: Hidakarya Agung, cetakan ke-9,1981.

Foto hasil karya Tari“Kirab Temanten” Kemarau Kemarin Basah

Gambar 1. Lokasi pertunjukan pertama, duet penarilaki-laki dan perempuan (pelataran wisma Taman

Krida Budaya).(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 2. Seluruh penari perempuan masuk padalokasi pelataran teras wisma, memporak

porandakan mawar yang menjadi batas penari laki-laki dan perempuan.

(Foto : Hendri Afandy)

Page 10: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Jurnal Seni Budaya

10 Volume 17 Nomor 1, Juli 2019

Gambar 3. Lokasi pertunjukan seluruh penariperempuan (gerak rampak), pelataran wisma hingga

jalanan paving menuju bundaran lampu.(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 4. Lokasi pertunjukan tari “payung kertas”.(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 5. Lokasi mempelai perempuan dijemputoleh ayahnya dan diantar menuju tempat paes.

(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 6. Mempelai wanita diantar menuju openspace make up oleh pemusik.

(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 7. Lokasi pertunjukan PAES “open space”.(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 8. Lokasi pertunjukan seluruh penariperempuan dengan properti kendi yang di isi air.

Memecah kendi sebagai simbol “wis pecah pamore”maksudnya calon mempelai sudah siap untuk

kawin.(Foto : Hendri Afandy)

Page 11: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Paramudita Selvia Rengga Arbella: Kirab Temanten “Kemarau Kemarin Basah” Perspektif Peristiwa Pernikahan

Volume 17 Nomor 1, Juli 2019 11

Gambar 9. Kucuran air kendi yang dipergunakanuntuk wudlu para penari.(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 10. Lokasi pertunjukan PAES “openspace”.

(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 11. Lokasi pertunjukan Tubuh-tubuh lukisdan tong sunyi seluruh penari pria dan perupa.

(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 12. Lokasi pertunjukan Tubuh-tubuh lukisdan tong sunyi seluruh penari pria dan perupa.

(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 13. Penari laki-laki yang mengeksplor tongsunyi setelah dilukis.(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 14. Lokasi pertunjukan screeningdokumenter “Own Journey”.

(Foto : Hendri Afandy)

Page 12: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Jurnal Seni Budaya

12 Volume 17 Nomor 1, Juli 2019

Gambar 15. Finishing touch make up sebelum ayahmempelai wanita menjemput.

(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 16. Setelah pemutaran dokumenterperjalanan mulai dari lamaran, penentuan hari(keluarga besar), siraman, midodareni, sampai

dengan akad (Ijab Qabul).(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 17. Route penjemputan ayah mempelaiperempuan dari lokasi pertunjukan wisma belakang

menuju lokasi pertunjukan setelahnya.(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 18. Para pemusik yang juga mengikutiarak-arakan dari open space make up menuju

depan pendhapa .(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 19. Pemusik memasuki lokasi pertunjukantirai ranjang.

(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 20. Awal pertunjukan tari tirai ranjang,dengan posisi penari perempuan setelah menarikemudian perlahan berputar sembahan kepadapenari laki-laki yang masih berada didalam tirai.

(Foto : Hendri Afandy)

Page 13: KIRAB TEMANTEN “KEMARAU KEMARIN BASAH” …

Paramudita Selvia Rengga Arbella: Kirab Temanten “Kemarau Kemarin Basah” Perspektif Peristiwa Pernikahan

Volume 17 Nomor 1, Juli 2019 13

Gambar 21. Lokasi pertunjukan tari “Tirai Ranjang”Duet penari laki-laki dan perempuan.

(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 22. Penari laki-laki dan perempuanbergerak diatas ranjang.(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 23. Adegan terakhir duet tirai ranjang.(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 24. Penari perempuan diantar menujusayap kanan pendhapa mempersiapkan diri ganti

baju menuju resepsi pernikahan.(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 25. Di lokasi pertunjukan tirai ranjang,penari pria pun juga berhias diri diiringi dengan

monolog “Kemarau Kemarin Basah”.(Foto : Hendri Afandy)

Gambar 26. Kirab temanten kakung putri, dari arahgapura bentar menuju pendhapa. yang diikuti

seluruh keluarga pengantin laki-laki dan perempuan.(Foto : Hendri Afandy)