Public Private Partnership

33
KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA DAN MASYARAKAT (PUBLIC-PRIVATE-COMMUNITY- PARTNERSHIP) DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN gas III. Pembiayaan Pembangunan Penyusun : Moh. Fikri Eka S. (3609100007) Tadaki Santoso H. (3609100061) Alviano Gabriel S. (3601010025) Gede Yoga A.W. (3601100060)

description

Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) termasuk

Transcript of Public Private Partnership

Page 1: Public Private Partnership

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA DAN MASYARAKAT

(PUBLIC-PRIVATE-COMMUNITY-PARTNERSHIP) DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Tugas III. Pembiayaan Pembangunan

Penyusun : Moh. Fikri Eka S. (3609100007)Tadaki Santoso H. (3609100061)Alviano Gabriel S. (3601010025)Gede Yoga A.W. (3601100060)

Page 2: Public Private Partnership

Tujuan

Agar kita memahami prinsip-prinsip maupun prosedur pada teori/konsep yang mendasari pembiayaan

pembangunan dan mampu mengkritisi teori/konsep tersebut terhadap kondisi empiris maupun

teori-/konsep sejenis

Page 3: Public Private Partnership

Tinjauan Literatur

SistematikaLatar BelakangTelaah Kritis

Penutup

Page 4: Public Private Partnership

Latar Belakang

Pelaksanaan otonomi daerah paska 1999, telah mengubah wajah penyelengga-raan pemerintahan daerah

Pada masa Orde Baru terjepit dalam kesempitan wewenang otonomi yang tersentralisasi, melalui 2 Undang-undang Otonomi Daerah, mendapatkan keleluasaan bertindak

Studi yang telah dilakukan untuk menakar hasil pelaksanaan otonomi daerah dapat menggambarkan Kegagalan (bad practice) :

• Pajak dan retribusi • Kinerja dan orientasi birokrasi• Lembaga legeslatif• Penegakan hukum• Penanggulangan kemiskinan• Demokratisasi

Governance merupakan suatu solusi, merupakan suatu consensus untuk menjembatani perbedaan kepentingan dan membangun sinergi antar-stakeholder dalam suatu negara, wilayah, atau daerah/lokal.

Kemitraan dalam konteks pembangunan adalah kerjasama antara pemerintah (daerah) dengan swasta dan/atau masarakat dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik, dengan KPS/PPPs.

Page 5: Public Private Partnership

Latar Belakang Tuntutan Masyarakat

Peningkatan Partisipasi Dunia Usaha/Swasta Serta Masyarakat

Percepatan Pembangunan

Kapasitas Fiskal Pemerintah

Kualitas dan Kuantitas

Keterbatasan Sumber Daya

KPS atau PPPs :

Triangle Synergy

Triangle Synergy

Page 6: Public Private Partnership

Negara(Government)

Swasta (Private)

Masyarakat(Community)

Menurut United Nations Development Program (2004), United Nations Economic Commission for Europe (2008), dan Asian Development Bank

(2008) :

Triangle Synergy

Page 7: Public Private Partnership

Tinjauan Literatur

Latar BelakangTelaah Kritis

Studi Kasus

PPPs (Public Private Partnership)

Page 8: Public Private Partnership

PPPs (Public Private Partnership)

Menurut Bult-Spiering and Dewulf, 2006 :

Reformasi Manajemen dalam Interaksi AntaraPemerintah dan Manajemen Profesional (Swasta) dalam

rupa Kerjasama Sektor Publik-Privat, dengan sebuah Target tertentu untuk menghasilkan sebuah Produk atau Jasa,

Pembagian Resiko Investasi Atas Dasar Pembagian Keuntungan dan Biaya dan Ditanggung Bersama, untuk

Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas Pelaksanaan Pembangunan, Kualitas Produk, dan Pelayanan Publik

Objek Dalam PPPs

Page 9: Public Private Partnership

Faktor Keberhasilan PPPsSelain itu, menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Lembaga Administrasi Negara di Samarinda (2008) terdapat beberapa asumsi yang harus terpenuhi : • Pelayanan atau proyek kegiatan tidak bisa dilakukan sendiri karena keterbatasan finansial

atau pengalaman pemerintah. • Mitra swasta bisa memberikan manfaat dalam peningkatan kualitas atau pelayanan publik

yang lebih baik daripada yang dilakukan oleh pemerintah. • Mitra swasta memungkinkan pelayanan atau proyek kegiatan bisa dilaksanakan lebih

cepat daripada dilakukan sendiri oleh pemerintah. • Ada dukungan dari pengguna layanan publik sebagai alasan dilibatkannya swasta dalam

kegiatan tersebut. • Ada peluang kompetisi diantara mitra swasta yang prospektif. • Tidak ada aturan yang melarang pelibatan swasta dalam program kemitraan yang akan

dilakukan• Output layanan terukur dan ternilai dengan mudah• Biaya program kemitraan bisa tertutup melalui implementasi biaya pengguna layanan. • Proyek kegiatan atau pelayanan memberikan peluang berinovasi. • Ada track record kemitraan dengan swasta dan ada peluang untuk mendorong

perkembangan ekonomi.

Page 10: Public Private Partnership

Pembiayaan PPPs-Konvensional

Page 11: Public Private Partnership

Objek Dalam PPPs

KualitasEfisiensi

Mobilisasi Sumber

Daya

Pertukaran Keahlia

n

Manajemen

Scoop dan Skala

Optimalisasi Pengadaan

AksesibilitasKompetisi

Page 12: Public Private Partnership

General Project Investment Structure

Government

Kepemilikan Saham

Perjanjian PPPs

Perjanjian Pinjaman

Equity Private

SubKontrak

Sub-Kontraktor(Konstruksi)

Sub-Kontraktor(Operator)

Debt

Page 13: Public Private Partnership

Model Kerjasama Pemerintah-Swasta

Page 14: Public Private Partnership

O&M ContractPemerintah memberi wewenang kepada swasta dalam kegiatan operasional, perawatan, dan kontrak pelayanan pada infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah. Pihak swasta membuat suatu pelayanan dengan harga yang telah disetujui dan harus sesuai dengan performance standard yang telah ditentukan oleh pemerintah. Contoh : pelayanan sektor air bersih (distribusi, operasional, dan pemeliharaan pipa air).

LeasingKontrak dimana pihak swasta membayar uang sewa (fixed fee) untuk penggunaan sementara suatu fasilitas umum, dan mengelola, mengoperasikan, serta memelihara dengan menerima pembayaran dari para pengguna fasilitas (user fees). Penyewa/pihak swasta menanggung resiko komersial. Masa kontrak umumnya antara 5 -15 tahun. Contohnya adalah Leasing taman hiburan, terminal udara, armada bis dan transportasi lain.

Page 15: Public Private Partnership

BOT (Build-Operate-Transfer)Digunakan dengan melibatkan investasi swasta pada pembangunan konstruksi infrastruktur baru

Pendanaan pihak swasta akan digunakan untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas atau sistem infrastruktur berdasarkan standar-standar performane

yang disusun oleh pemerintah

Masa periode yang diberikan memiliki masa waktu yang cukup panjang untuk perusahaan swasta untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan guna membangun konstruksi beserta keuntungan yang akan didapat yaitu sekitar 10 sampai 20 tahun

Merupakan cara yang baik untuk pembangunan

infrastruktur baru dengan keterbatasan dana pemerintah

Untuk fasilitas-fasilitas infrastruktur yang lebih spesifik seperti penampungan supply air yang besar, air minum, WTP, tempat pengumpulan sampah baik sementara maupun akhir pembuangan, serta tempat pengolahan sampah

Page 16: Public Private Partnership

Cara Kerja PPPsProses Menawar

Perusahaan Pelaksana

Sponsorship

Dokumentasi

Kontraktor

Pembiayaan

Page 17: Public Private Partnership

Skema KPS

Page 18: Public Private Partnership

Perusahaan pelaksana proyek akan mendapat dana dari swasta untuk membiayai KPS. Biasanya, dana tersebut diperoleh dari percampuran dana dari berbagai sponsor (biasanya proporsi kecil dari semua tanggungan) dan pinjaman dari pemberi pinjaman luar. Pemberi pinjaman akan masuk kedalam Persetujuan Pembiayaan dan Persetujuan Keamanan.

Selain itu, terdapat Persetujuan Kelangsungan. Biaya proyek menyediakan kekuatan dari cashflow sebuah perusahaan pelaksana proyek namun dengan Persetujuan Konsesi sebagai kuncinya. Pembayaran yang dilakukan oleh sektor publik adalah satu-satunya arus pendapatan dalam sebuah perusahaan pelaksana proyek, sehingga jika Persetujuan Konsesi habis akibat pemerintah memberhentikan pembayaran atau terlambat, perusahaan pelaksana proyek tidak harus membayar semua hutangnya.

Jika sebuah proyek mulai terjadi kesalahan dan hak sebuah perusahaan pelaksana proyek yang membuat sebuah kontrak dalam bahaya, yang disebabkan oleh pihak sektor publik, maka pemberi pinjaman dapat mengandalkan Persetujuan Kelangsungan yang menjamin kelangsungan dan keamanan perusahaan pelaksana proyek hingga pemberi pinjaman dapat kesempatan untuk “menyelinap” ke dalam kaki perusahaan pelaksana proyek dan memperbaiki situasi tersebut.

Skema KPS

Page 19: Public Private Partnership

Untuk melengkapi komitmen pemerintah dalam mendukung KPS di Indonesia, dibentuk beberapa lembaga yang secara spesifik berperan dalam pelaksanaan KPS, seperti Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF), yang dibentuk untuk mencegah dan mengantisipasi resiko-resiko tertentu yang terdapat pada pembangunan proyek infrastruktur. Penjaminan pemerintah ini bersifat tidak langsung (non-recourse) sehingga pola penjaminan dilakukan di luar neraca keuangan (off-balance sheet), yang berarti neraca keuangan Pemerintah tidak terekspos secara langsung. Risiko yang ditanggung adalah risiko yang tidak mungkin ditanggung oleh pihak lain selain pemerintah, seperti pembebasan lahan dan kepastian naiknya tarif secara berkala berdasarkan perjanjian konsesi.

Skema KPS

Page 20: Public Private Partnership

Peranan Pemerintah DaerahApapun yang telah dilakukan oleh Pemerintah dengan RPJP, RTRWN, belanja APBN, kerja sama dengan swasta, maupun pembentukan lembaga-lembaga pembiayaan dan pengelolaan risiko tersebut merupakan langkah-langkah yang strategis, tetapi tetap dalam kapasitas yang masih terbatas dan masih banyak kendala

Sisa Lebih Pembiayaan

Anggaran (SILPA)

APBN dan APBD

Pemanfaatan Dana Pembangunan dan

SILPA Untuk Penyertaan Modal,

Pinjaman, dan Penutup Defisit,

dalam pembiayaan Pembangunan Infrastruktur.

Pada tahun 2006 yang lalu, dari sekitar 360 kabupaten/kota, jumlah Silpa mencapai Rp 33,6 triliun dan kabarnya pada tahun 2007 sudah mencapai Rp 45 triliun. Dan bila jumlah ini ditambah dengan Silpa milik provinsi (33 provinsi), maka bisa mencapai Rp 60 triliun lebih.

Page 21: Public Private Partnership

Faktor Keberhasilan PPPs

Page 22: Public Private Partnership

Faktor Keberhasilan PPPs

Kunci motivasi utama yang disadari oleh pemerintah dalam Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) adalah kemungkinan dalam memperoleh sumber pendanaan untuk mendanai kebutuhan pelayanan dan infrastruktur publik (Barlow, 2010).

Penting untuk dipahami bahwa mekanisme utama dalam proyek infrastruktur, adalah prinsip investor dalam mengembangkan sebuah negara, sumber pendanaan, struktur pembiayaan proyek sejenis, dan isu utama yang muncul dari transaksi-transaksi proyek yang sedang berkembang (World Bank. 2012).

Page 23: Public Private Partnership

Tinjauan Literatur

Latar BelakangTelaah Kritis

Studi Kasus

Page 24: Public Private Partnership

Telaah Kritis

Dalam sebuah kasus dari pihak swasta, pemerintah yang bekerjasama dengan pihak swasta dapat menjadi kurang tepat sasaran. Hal ini didasari dengan fakta kebanyakan dari berbagai proyek pembangunan infrastruktur yang tidak efisien dan efektif akibat permasalahan yang dihadapi saat pembangunan sedang berlangsung. Permasalahan tersebut diantaranya seperti penyendatan proyek pembangunan infrastuktur akibat kondisi ekonomi nasional mengalami inflasi sehingga memicu para pekerja demo mogok kerja dan proyek terpaksa dihentikan karena pemerintah, selaku pemberi proyek, tidak mempersiapkan jaminan pengganti biaya investasi selama pekerjaan berlangsung.

Pertama

Page 25: Public Private Partnership

Telaah KritisKedua

Selain mengenai biaya penjamin pengganti biaya investasi, peraturan dan perundangan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan infrastruktur, khususnya pengadaan lahan. Undang-undang Pengadaan Lahan telah dibuat, namun selalu terhambat di pengadilan. Hal ini menyulitkan pihak swasta untuk membangun infrastruktur secara efektif dan efisien, secara otomatis, mempengaruhi kecepatan pembangunan. Padahal program Kerjasama Pemerintah-Swasta ini digunakan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur melalui para investor yang lebih mumpuni mengembangkan infrastruktur.

Page 26: Public Private Partnership

Telaah KritisKetiga

Dalam warta berita Washington Outside (2009), terdapat beberapa kritik mengenai kerjasama pemerintah-swasta. Dalam berita tersebut, Prof. Jeffrey Sachs mengatakan bahwa terdapat kemungkinan “permainan sistem” oleh bank dengan menjual aset berharga yang penting dalam sebuah kerjasama sebuah bank atau sekutu yang telah memasuki lembaga pemerintahan. Namun, dalam kerjasama tersebut, ketika aset berharga tersebut terbukti sangat berharga, maka pemerintahan menerima kerugian yang lebih banyak daripada bank, bahkan pihak bank lebih beruntung dengan menerima sedikit kerugian dan mendapat pemasukan. Dengan demikian, pemerintah tidak berhemat melainkan malah merugi.

Page 27: Public Private Partnership

Advantages-DisadvantagesKelebihan

1. Keputusan Investasi dibawah Kerjasama Pemerintah-Swasta berdasarkan kontrak lebih berdasarkan pada perhatian terhadap pandangan jangka panjang daripada pandangan jangka pendek.

2. Resiko dan pekerjaan ditransferkan ke dalam kelompok. Hal ini merupakan hal terbaik dalam kemampuannya memanajemen, khususnya pengaturan biaya, sehingga mencapai nilai terbaik.

3. Proyek yang melalui sebuah pemberian harga yang kompetitif, hal ini bermaksud bahwa biaya pelayanan publik tidak terpengaruh oleh standar-standar pasar.

4. Pengaturan waktu dan pengeluaran lebih diterima dan menunjukkan nilai keuangan yang lebih baik. Dimana Kerjasama Pemerintah-Swasta bukanlah sebuah budget yang kaku, melainkan fleksibel dengan adanya pihak swasta yang mampu menutupi biayannya.

5. Transfer silang kemampuan, pengetahuan, dan keahlian dari sektor privat dan publik dapat menciptakan inovasi dan efisiensi.

6. Pembayaran kepada sektor privat dalam Kerjasama Pemerintah Swasta biasanya terhubung kepada bagaimana mereka bekerja (progress), menciptakan insentif dan efisiensi.

Page 28: Public Private Partnership

Advantages-DisadvantagesKekurangan

1. Jumlah anggota yang terlibat dan hubungan alami mereka ketika perencanaan jangka panjang sering berdampak pada kontrak yang rumit dan negosiasi, dan tinggi transaksi dan biaya-biaya legalisasi. Sehingga butuh waktu bertahun-tahun lamanya.

2. Terdapat resiko bahwa anggota dari sektor swasta menjadi tidak menjadi penyelesaian masalah atau membuat keuntungan besar selama berjalannya proyek. Hal ini dapat menimbulkan masalah politis bagi pihak pemerintah.

3. Proyek jangka panjang PPP secara alami berarti hutang telah dilakukan sebelum keuntungan telah dirasakan.

4. Terkadang dari pihak pemerintah dapat meminjam lebih murah daripada melalui pihak swasta. Terdapat fakta bahwa pengeluaran capital atau dana terjadi oleh pihak swasta yang terhitung merupakan pengeluaran dari pemerintah dimana pada tahap tertentu dalam siklus ekonomi akan mempersulit macam-macam pengukuran terhadap pinjaman pemerintah

Page 29: Public Private Partnership

Mengantisipasi permasalahan pemerintah swasta dalam hal investasi, maka suatu kerangka kerja diperlukan untuk berpikir strategis tentang hubungan pemerintah dan swasta, serta kebijakan kesehatan sektor swasta. Salah satu yang dianjurkan adalah Kerangka Kerja dari Harding-Montagu-Preker. Kerangka Kerja Harding-Montagu-Preker ini memberikan acuan yang memudahkan kita berpikir dalam menentukan strategi apa yang paling tepat berikut instrument kebijakannya.

Kerangka Kerja ini berawal dari goal (tujuan) apa yang ingin dicapai atau masalah apa yang ingin dipecahkan. Contohnya Dari aspek sistem kesehatan, umumnya ada 3 tujuan atau masalah yang terkait dengan distribusi, efisiensi, dan mutu pelayanan.

Pemerintah dan sektor swasta mulai berbagi peran untuk mengatasi masalah atau untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Meskipun demikian, upaya melibatkan sektor swasta tidak bisa dilakukan begitu saja. Salah satu kendala yang ada adalah kurang diketahuinya kapasitas sektor swasta oleh pemerintah. Oleh karena itu perlu dilakukan dahulu PHSA (Private Health Sector Assessment atau assessment sector swasta di bidang kesehatan).

Tujuan PHSA ini adalah untuk mendapatkan informasi, identifikasi kebutuhan tambahan, dan atau studi mendalam. Hal-hal penting yang perlu diketahui adalah apa saja kegiatannya; siapa pemiliknya; bagaimana jenis pelayanannya (formal atau informal), dan lain-lain. Salah satu kajian rinci tentang situasi kesehatan di sektor swasta di Indonesia telah dilakukan USAID (2009).

Kerangka Kerja Bersama

Page 30: Public Private Partnership

Studi Kasus

Page 31: Public Private Partnership

PenutupKesimpulan

Pelaksanaan otonomi daerah yang tersentralisasi telah memicu inovasi dalam hal perbaikan hasil kegagalannya. Bentuk-bentuk kegagalan dalam hal pajak dan retribusi yang semena-mena, kinerja dan orientasi birokrasi yang hanya memikirkan kesejahteraan anggotanya, lembaga legelatif yang kurang kuat, penegakan hukum yang lemah, penanggulangan kemiskinan yang belum mencapai tujuan, serta penggunaan azas demokrasi yang masih sangat kurang, memunculkan pemikiran-pemikiran baru melalui berbagai studi penelitian.

Diketahui bahwa terdapat solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut, yakni dengan Governance, yang merupakan suatu solusi, merupakan suatu consensus untuk menjembatani perbedaan kepentingan dan membangun sinergi antar-stakeholder dalam suatu negara, wilayah, atau daerah/lokal. Governance tersebut dapat tercapai dengan berbagai cara. Kemitraan dalam konteks pembangunan adalah kerjasama antara pemerintah (daerah) dengan swasta dan/atau masarakat dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu dengan konsep KPS/PPPs.

Page 32: Public Private Partnership

Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) atau Public-Private Partnership (PPPs) dilatarbelakangi oleh berbagai alasan selain bentuk evaluasi dari otonomi daerah tersebut diatas. Berbagai alasan tersebut Antara lain : 1. Kapasitas fiskal pemerintah yang lemah,2. Pencapaian kualitas dan kuantitas dalam pelayanan terhadap masyarakat yang masih

kurang optimal,3. Percepatan pembangunan yang kian melambat dengan berbagai permasalahannya,4. Tuntutan masyarakat akan kebutuhan infrastruktur,5. Peningkatan partisipasi dunia usaha/swasta serta masyarakat dalam pengembangan

ekonomi masyarakat lokal dan keleluasaan berusaha, 6. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah dalam hal sumber daya ahli atau

expertise dan teknologi-informasi inovatif, dan7. Untuk mencapai Triangle Synergy. Triangle synergy yang dimaksud, menurut United

Nations Development Program (2004), United Nations Economic Commission for Europe (2008), dan Asian Development Bank (2008), adalah integrasi sinergis antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.

PenutupKesimpulan (Con’t)

Page 33: Public Private Partnership