psikologis sosial tugas

download psikologis sosial tugas

If you can't read please download the document

Transcript of psikologis sosial tugas

AWAS, FBR VS FORKABI BENTROK: KEAMANAN TERGANGGU JAKARTA,RIMANEWSBentrokan FBR dengan massa di Jalan Rempoa, Tangerang Selatan, Banten terus meluas. Kali ini massa FBR kembali bentrok dengan massa di jalan Kreo sampai Jalan Arteri Pondok Indah alias Forkabi.Hal itu disampaikan seorang petugas TMC Polda Metro Jaya, Sabtu (30/7). "Bentrok terjadi di Arteri Pondok Indah," ujarnya. Bentrokan bermula dari dihalau massa FBR oleh Brimob ke arah Kebayoran Lama. Namun saat dialihkan, FBR kembali beradu fisik dengan massa di Jalan Kreo hingga Jalan Arteri Pondok Indah.Akibatnya, warga sekitar mengantisipasi dengan menutup sejumlah akses jalan. Dari informasi yang dihimpun, akses Jalan Rempoa hingga Ciledug ditutup oleh warga sekitar. Sebelumnya, Jalan Rempoa, Bintaro macet total. Konvoi Forum Betawi Rempug (FBR) berujung bentrok dengan komunitas betawi Kembang Latar. Massa FBR saling berhadapan dengan masaa Kembang Latar. Informasi yang beredar kedua kubu akan mendatangkan massa lebih banyak lagi.Akibat bentrok dua kelompok komunitas betawi itu, semua kendaraan dari berbagai arah menuju Bintaro macet parah. Suasana menjadi bertambah mencekam karena di Jalan Pahlawan, tak jauh dari kawasan Bintaro, listrik dipadamkan. Petugas TMC Polda Metro Jaya baru mendapatkan informasi terjadinya kemacetan di Jalan Bintaro yang disebabkan dari konvoi massa FBR. Selanjutnya ada pengerahan personel polisi ke lokasi tersebut Meski masih belum kondusif. Usai bentrokan antara massa Forum Betawi Rempug dengan warga sekitar, kondisi di sekitar Jl Rempoa, Bintaro, Tangerang ditutup. Arus lalu lintas, baik dari Jakarta dan Tangerang pun dilaihkan.1 Mengapa organisasi seperti FBR atau Forkabi cukup ampuh menarik minat anak-anak muda (khususnya anak-anak muda lelaki perkotaan) untuk bergabung dan bahkan bersedia melakukan tindak-tindak kekerasan? Dengan menggunakan sudut pandang hegemonic masculinity (Connell, 2000) tulisan ini berusaha menilik1 http://www.rimanews.com/node/1909

daya tarik lembaga-lembaga yang rentan melakukan tindak-tindak kekerasan seperti FBR terhadap anak-anak muda laki-laki di perkotaan. Alasan ekonomi di tengah melambungnya angka pengangguran dan alasan menaikkan gengsi/prestise, kemungkinan berperan sangat besar mendorong sejumlah anak muda bergabung dalam lembaga seperti FBR. Memang belum ada penelitian mendalam yang khusus menyorot status sosial ekonomi anggota milisi seperti FBR, namun bukti-bukti anekdotal lewat liputan-liputan media cenderung menunjukkan banyak di antara mereka berasal dari kalangan menengah ke bawah di perkotaan. RaeWyn Connell, ahli sosiologi Australia yang berperan besar dalam mengembangkan dasar-dasar studi mengenai maskulinitas menyatakan bahwa maskulinitas seharusnya bukan sekadar dilihat sebagai kebalikan femininitas namun harus dikaitkan pula dengan konteks sosial-ekonomi, latar belakang ras/etnik, jender bahkan orientasi seksual. Connell mengungkapkan, anak-anak muda laki-laki dari kalangan menengah ke atas memiliki lebih banyak jalan untuk memenuhi ideal-ideal maskulintasnya lewat pendidikan dan karier/pekerjaan (meraih penghasilan besar, harga diri dan gaya hidup). Anak-anak muda laki-laki yang miskin dan mengalami keterpinggiran kronis menghadapi sangat banyak kesulitan untuk meraih ideal-ideal maskulinitas itu. Kemiskinan dan kelangkaan lapangan kerja membuat banyak di antara mereka mengalami kebosanan dan ketiadaan kebanggaan diri. Kondisi-kondisi seperti itu kemungkinan merupakan salah satu pendorong mereka bergabung dalam lembaga-lembaga yang rentan melakukan kekerasan seperti FBR. Studi Gary Barker (Dying to be Men: Youth, Masculinity and Social Exclusion, 2005) di Amerika Serikat, Amerika Latin dan Afrika menunjukkan rentannya banyak anak muda laki-laki yang miskin untuk bergabung dalam geng ataupun dalam lembaga yang mengusung politik identitas seperti ras, etnis maupun agama dan mengembangkan maskulinitas lain yang destruktif dan agresif (hypermasculinity). Barker mengingatkan, geng ataupun milisi sipil memberi suasana karnaval (carnivaluesque), suasana keramaian yang membuat mereka untuk sementara melupakan keterhimpitan hidup sehari-hari.

Selain itu, geng dan lembaga kekerasan memberi suasana kebersamaan/persaudaraan (brotherhood) dengan sesama anggota. Suasana-

suasana seperti ini gampang membuat mereka merasa memiliki ilusi kekuasaan untuk melakukan tindakan kekerasan kepada pihak lain atau lawan. Kehadiran dan peran tokoh karismatik ataupun demagog dalam sebuah geng atau milisi sipil akan membuat peluang melakukan tindak kekerasan semakin besar. Apalagi, karena dugaan keterlibatan sejumlah elit militer/kepolisian/politisi untuk mendukung lembaga-lembaga kekerasan itu membuat tindak kekerasan yang mereka lakukan sering tidak mendapatkan sanksi dari penegak hokum. Menurut analisa saya perilaku kelompok yang ditampilkan oleh FBR, jika dilihat dari pendekatan belajar , Mekanisme belajar pertama adalah kita belajar berperilaku dengan asosiasi, karena FBR mengasosiasikan Ormas lain sebagai musuhnya, jika terjadi bentrok dengan forkabi walaupun itu hanya gesek-gesek kecil, maka akan menyebabkan cheos. Karena FBR mengasosiasikan ormas lain sebagai musuh. Mekanisme belajar kedua adalah orang belajar karena Reinforcement yaitu orang belajar berperilaku karena perilaku tersebut disertai dengan sesuatu yang menyenangkan dan dapat memuaskan kebutuhan. Perilaku kelompok tersebut bertujuan memperebutkan sesuatu kepentingan baik berupa kekuasaan maupun berebutan wilayah kekuasaan. Mekanisme belajar ketiga adalah imitasi, yaitu orang mempelajari sikap dan perilaku social dengan meniru sikap dan perilaku yang menjadi model. Karena anggota kelompok sering atau intensif berinteraksi dalam kelompoknya maka secara tidak langsung akan meniru sikap dan perilaku kelompoknya.jika ada individu yang dulunya penakut dan pengecut jika kelompoknya itu berani dan agresif maka individu tersebut akan berubah sikap dan perilakunya. Menurut analisa saya perilaku kelompok yang ditampilkan oleh FBR, jika dilihat dari pendekatan atau Teori Pembelajaran Sosial dalam teori Behavior. Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963), mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar melalui perilaku peniruan(imitative

behavior). Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak perilakumelalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan

terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" - pembelajaran melalui pengamatan. Contohnya, percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan bahwa ternyata orang bisa mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model, misalkan seseorang anggota FBR dengan sering mengamati perilaku agresif temannya maka lama-kelamaan perilaku yang diamati akan ditiru walaupun ia tidak menerima imbalan sekalipun.

Front Pembela Islam (FPI) kembali ramai dibicarakan dan diberitakan. Mediamedia massa beberapa hari terakhir cukup gencar menampilkan berita dan komentar mengenai pembubaran secara paksa oleh sekelompok anak muda yang diduga berasal dari FPI terhadap kegiatan sosialisasi UU Kesehatan yang dilakukan Komisi IX DPR RI di Banyuwangi, Jawa Timur (Liputan 6, 24/06). Kali ini mereka memakai label keturunan PKI pada salah seorang anggota Komisi IX, dr Ribka Tjiptaning, sebagai pembenaran terhadap tindakan kekerasan mereka. Rekam jejak tindak-tindak kekerasan FPI sudah cukup panjang. Pada 2008 lalu, sejumlah anggota FPI melakukan tindakan kekerasan terhadap aksi damai Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama di Jakarta. Beberapa waktu lalu, sejumlah anggota FPI melakukan intimidasi terhadap para waria peserta seminar hukum dan HAM di Depok (Liputan 6, 30/04). Juga masih segar dalam ingatan bagaimana FPI terkait dengan perusakan patung "tiga mojang" karya seniman Bali, Nyoman Nuarta, di Bekasi, baru-baru ini. Masih banyak lagi kasus kekerasan di mana FPI diduga kuat terlibat di dalamnya.2 Menurut analisa saya perilaku kelompok yang ditampilkan oleh FPI jika dilihat dari teori identitas, FPI Menunjukkan identitas kelompok muslim yang ingin memperjuangkan amar maruf nahi munkar. Di dalam Teori Indentitas dikemukakan oleh Sheldon Stryker (1980). Teori ini memusatkan perhatiannya pada hubungan saling mempengaruhi di antara individu dengan struktur sosial yang lebih besar

2 http://berita.liputan6.com/kolom/201007/285091/Hipermaskulinitas.FPI

lagi (masyarakat). Individu dan masyarakat dipandang sebagai dua sisi dari satu mata uang. Seseorang dibentuk oleh interaksi, namun struktur sosial membentuk interaksi. Dalam hal ini Stryker tampaknya setuju dengan perspektif struktural, khususnya teori peran. Namun dia juga memberi sedikit kritik terhadap teori peran yang menurutnya terlampau tidak peka terhadap kreativitas individu. Teori Stryker mengkombinasikan konsep peran (dari teori peran) dan konsep diri/self (dari teori interaksi simbolis). Bagi setiap peran yang kita tampilkan dalam berinteraksi dengan orang lain, kita mempunyai definisi tentang diri kita sendiri yang berbeda dengan diri orang lain, yang oleh Stryker dinamakan identitas. Jika kita memiliki banyak peran, maka kita memiliki banyak identitas. Perilaku kita dalam suatu bentuk interaksi, dipengaruhi oleh harapan peran dan identitas diri kita, begitu juga perilaku pihak yang berinteraksi dengan kita. Menurut analisa saya perilaku kelompok yang ditampilkan oleh FPI jika dilihat dari pendekatan atau teori kognitif. Pendekatan ini menekankan bahwa bagian dari jiwa manusia yang kognisi mengolah

informasi,pengetahuan,pengalaman,dorongan-dorongan perasaan dan sebagainya baik yang datang dari dalam maupun dari luar sehingga terjadi simpulan-simpulan yang selanjutnya menghasilkan perilaku. Didalam kognisi terdapat persepsi, yaitu proses pencarian informasi untuk dipahami, jadi para anggota FPI maupun para pemimpin FPI Mempersepsikan bahwa kewajiban sebagai umat islam adalah Amar Maruf Nahi Munkar yaitu mengajak ke kebajikan dan mencegah kemungkaran. Maka jelas jika kelompok FPI melihat kemungkaran mereka akan bertindak dengan cara lembut maupun kekerasan. Didalam kognisi juga terdapat teori Atribusi yang dikembangkan oleh Harold Kelley dkk, terutama yang berkaitan dengan bagaimana kita menginterpretasikan kausalitas. Misalnya bagaiman FPI melakukan tindakan anarkis?, atau FPI bertindak karena demi Amar Maruf Nahi Mungkar. Proses interpretasi dan organisasi kognitif sangat penting dalam psikologi social terutama karena implikasi dari cara seseorang mengamati orang lain dan situasi social. FPI tidak mengamati bagian-bagian terpisah dari personal para waria apakah FPI melakukan kegiatannya karena dibayar untuk membela kepentingan orang lain,

peserta seminar hukum dan HAM di Depok akan tetapi FPI melihatnya sebagi Legalisasi hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh agama. FPI mengkategorisasikan kegiatan seminar itu sebagai legalisasi hal-hal yang bertentangan dengan agama islam, tidak hanya kegiatan seminar yang diikuti oleh waria. Maka FPI akan bertindak atau bereaksi kepada acara seminar itu pada umumnya sesuai dengan pandangan FPI sendiri. Teori kognitif mempunyai tekanan yang berbeda dalam dua hal teori belajar. Teori kognitif memusatkan diri pada interpretasi dan organisasi perceptual mengenai keadaan sekarang bukan keadaan masa lalu, kedua teori kognitif mencari sebab-sebab perilaku pada persepsi atau interpretasi individu terhadap individu terhadap situasi dan tidak pada realitas situasinya sendiri.

Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.3 DELEGASI Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.

3 http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Renville

GENCATAN SENJATA Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.

KESEPAKATAN Kesepakatan yang diambil dari Perjanjian Renville adalah sebagai berikut : 1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia 2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda 3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta Menurut analisa saya perilaku kelompok yang ditampilkan oleh perjanjian Renville , jika dilihat dari pendekatan Intensif melalui teori pilihan Rasional atau Rational decision-making theory. Dimana teori ini mengemukakan bahwa orang memperhitungkan kerugian dan keuntungan berbagai tindakan,serta secara rasional mengambil alternative yang paling baik. Mereka memilih mana tindakan yang memberikan keuntungan sebesar mungkin dan kerugian sekecil mungkin. Maka pihak belanda mau melakukan perundingan/mediasi dengan Negara Indonesia, karena dalam perjanjian ini belanda diuntungkan dan tidak dirugikan. LAMPIRAN-LAMPIRAN Photo FBR BERAKSI (http://my-plagiat.blogspot.com/2010/08/new-post-forum-betawi-rempug-fbrdengan.html) Photo FPI BERAKSI(http://kampungtki.com/baca/18280) Photo PERJANJIAN RENVILLE(http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Renville) http://www.rimanews.com/node/1909 http://berita.liputan6.com/kolom/201007/285091/Hipermaskulinitas.FPI

STUDI KASUS PERILAKU KELOMPOK DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI SOSIAL

Makalah ini di memenuhi mata PSIKOLOGI

ajukan untuk kuliah SOSIAL

Di susun oleh: Mochammad Iqbal (108015000099)

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010