PSIKOFARMAKA

40
TUGAS STASE ILMU KESEHATAN JIWA REFRAT PSIKOFARMAKA Dokter Pembimbing : dr. RH Budi Yulianto, Sp KJ Disusun Oleh : Radita Wijaya Sakti, S Ked J 500 050 027 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011

Transcript of PSIKOFARMAKA

Page 1: PSIKOFARMAKA

TUGAS STASE ILMU KESEHATAN JIWA

REFRAT

PSIKOFARMAKA

Dokter Pembimbing :

dr. RH Budi Yulianto, Sp KJ

Disusun Oleh :

Radita Wijaya Sakti, S Ked

J 500 050 027

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2011

Page 2: PSIKOFARMAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia dapat merupakan penyakit yang ditentukan secara genetik, tetapi

juga terdapat bukti yang menunjukkan kejadian intra uteri dan komplikasi obstetrik.

Obat neuroleptik banyak mengedalikan banyak gejala skizofrenia. Obat tersebut

mempunyai sebagian besar efek pada gejala positif seperti halusinasi dan waham.

Gejala negati f seperti menarik diri dari lingkungan sosial dan apatis emosional

kurang dipengaruhi oleh obat neuroleptik. (Profitasari, 2010)

Obat neuroleptik membtuhkan waktu beberapa minggu untuk mengendalikan gejala

skizofren dan sebagian pasien akan membutuhkan pengobatan rumatan selama

bertahun-tahun. Relaps sering terjadi bahkan pada pasien yang dipertahankan dengan

obat dan lebih dari dua pertiganya mengalami relaps dalam satu tahun bila

menghentikan terapi. Sayangnya, neuroleptik juga memblok reseptor dopamin pada

gnaglia basalis dan sering juga menyebabkan gangguan pergerakan (efek ekstra

piramidal) yang menyebabkan stres dan kecacatan. (Mansjoer, 2000)

Berbagai agen farmakologis yang digunakan untuk menerapi berbagai gangguan

psikiatrik disebut dengan tiga istilah umumyang dapat saling menggantikan: obat

psikotropik, obat psikoaktif, dan obat psikoterapuetik. Dahulu agen tersebut dibagi

dalam empat kategori :

1. Obat antipsikotik atau neuroleptik, digunakan untuk menerapi psikosis.

2. Obat anti depresan, digunakan untuk menerapi depresi.

3. Obat anti manik dan penstabil mood, digunakan untuk menerapi gangguan

bipolar.

4. Obat anti ansietas dan anti ansiolitik, digunakan untuk menerapi keadaan

ansietas.

Meskipun demikian, sekarang ini pembagian tersebut kurang sah disebabkan

berbagai alasan yang mendasari. Sedangkan pendapat lain mengemukakan klasifikasi

obat psikotropika yang baru. Berikut tabel yang menunjukkan klasifikasi obat

psikofarmaka dengan istilah dan obat acuan yang dipakai :

Page 3: PSIKOFARMAKA

Golongan Sinonim Obat acuan

Antipsikosis Neuroleptika, Major

Tranquillizer, Ataractics

Chlorpromazine

Antidepresan Thymoleptics, Psychic

energizers

Amitriptyline

Anti manik Mood modulator, mood

stabilizer, Antimanics

Lithium Carbonate

Anti ansietas Psycholeptics, Minor

Tranquillizer, Anxyolitic

Diazepam/

Chlordiazepoxide

Anti

insomnia

Hypnotics, Somnifacient,

Hipnotika

Phenobarbital

Anti obsesif

konvulsif

Drugs used in

Obsesivecompulsive

Disorder

Chlomipramin

Anti panik Drugs used in Panic

disorder

Imipramine

(Andri, 2009)

Page 4: PSIKOFARMAKA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada

Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan

perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf

kualitas hidup pasien. (Andri, 2009)

B. Klasifikasi

Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-

depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,.

Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic,

antidepressants dan psikomimetika. (Andri, 2009)

Dari masing-masing golongan mempunyai derivat beserta sediaannya masing-masing,

antaralain sebagai berikut:

I. Obat Antipsikosis

A. Derivat Fenotiazin

1. Senyawa dimetilaminopropil

Klorpromazin

Promazin

Trilupromazin

2. Senyawa piperidil

Mepazin

Tioredazin

3. Senyawa piperazin

Arsetofenazin Karfenazin Plufenazin Perfenazin Proklorperazin Trifluoperazin tiopropazat

Page 5: PSIKOFARMAKA

B. Non Fenotiazin

Klorprotiksen

C. Butirofenon

Haloperidol

II. Antiansietas

A. Benzodiazepin

Diazepam, klordiazepoksid, klorazepat

B. Golongan lain

III. Obat Antidepresi

A. Penghambat MAO

Isokarboksazid, nialamid, fenelzin

B. Senyawa Dibenzazepin

Imipramin, desmetilimipramin, amitriptilin, desmetilamitriptilin.

D. Senyawa lain

Maoksapin maprotilin, trazadon, fluoksetin, bupropion, nomifensin, mianserin.

IV. Obat Antipsikogenik

Meskalin, dietilamid asam lisrgat, dan marihuana (ganja). (Metta, 2005)

A. Anti Psikosis

Obat anti psikosis mempunyai beberapa sinonim antara lain; neuroleptik dan

tranquilizer mayor. Salah satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan

pertama kali tahun 1951 sebagai premedikasi dalam anastesi akibat efeknya yang

membuat relaksasi tingkat kewaspadaan seseorang. CPZ segera dicobakan pada

penderita skizofrenia dan ternyata berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa

efek sedatif yang berlebihan. (Metta, 2005)

No Golongan Obat Sediaan Dosis Anjuran

Page 6: PSIKOFARMAKA

1 Fenotiazin Chlorpromazin Tablet 25 dan 100 mg,Injeksi 25 mg/ml

150-600mg/hari

Thioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150-600mg/hari

Trifluoperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10-15 mg/hariPerfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12-24 mg/hariFlufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10-15 mg/hari

2 Butifenon Halloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg 5 mgInjeksi 5 mg/ml

5-15 mg/hari

Droperidol Amp 2.5 mg/ ml 7,5 -15 mg/hari

3 Difenilbutil Piperidin Pimozide Tablet 1 dan 4 mg

1-4 mg/hari

4 Atypical Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2-6 mg/hari(Andri, 2009)

I. Golongan Fenotiazin

1. Farmakodinamik

CPZ mempunyai farmako dinamik yang luas. Beberapa diantanya ada pada

organ-ogan antaralain :

Susunan saraf pusat: Menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh-tak

acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi

terhadap efek sedasi. Berbeda dengan barbiturat, CPZ tidak dapat mencegah

timbulnya kejang.

Otot rangka : CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada dalam

keadaan spastik. Cara kerja relaksasi diduga bersifat sentral.

Efek endokrin : CPZ dapat menghambat ovulasi dan menstruasi. Semua

fenotiazin kecuali klozapin dapat menimbulkan hiperprolaktinemia lewat efek sentral

penghambatan dopamin.

Kardiovaskuler : dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan beberapa

mekanisme diantaranya timbulnya efek inotropik pada jantung.(Metta, 2005)

2. Farmakokinetik

Pada umumnya semua fenotiazin diabsorbsi dengan baik bila diberikan peroral

maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kdar tertinggi di paru-

paru, hati dan limfa. Sebagian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan konjugasi

Page 7: PSIKOFARMAKA

sebagian lain diubah menjadi sulfoksid yang kemudian diekskresi dalam feses

maupun urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih ditemikan ekskresi

CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan (Metta, 2005) & (Profitasari, 2010)

3. Efek Samping

Beberapa efek samping obat yang dapat ditimbulkan obat anti psikosi antara

lain :

Sedasi dan inhibisi psikomotor

Ganggua otonom( hipotensi, antikolinergik berupa mulut kering, kesulitan miksi

dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur dan tekanan intra okular meninggi

serta gangguan irama jantung)

Efeksamping lain adalah perluasan dari farmakodinamiknya. Gejala idiosinkrasi

mungkin timbul seperti, ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertai

eosinofilia dalam darah perifer.

Gangguan ekstrapiramidal (diskodia akut, akatisia dan sindrome parkinson)

Ganggua endokrin (amenore dan ginekomastia), biasanya untuk pemakaian jangka

panjang.

Dan efek samping yang ireversibel; tardive dyskinesia (gerakan involunter

berulang pada lidah, wajah, mulut / rahang dan anggota gerak dimana waktu tidur

keluhan tersebut menghilang) (Mansjoer, 2000) & (Metta, 2005)

4. Indikasi

Indikasi utama fenotiazin adalah skizofrenia gangguan psikosis yang sering

ditemukan. Gangguan yang sering diatasi oleh fenotiazin dan golongan antipsikosis

lain dalah : ketegangan, hiperaktivitas, combativennes, hostality, halusinasi, delusi

akut, anoreksia, negativisme dan menarik diri.

Pengaruhnya terhadap insight, judgement, daya ingat dan orientasi kurang. Pemberian

antipsikotik sangat memudahkan perawatan pasien.

Domperidon secara invitro merupakan antagonis dopamin, seperti CPZ. Obat ini

diindikasikan pada pasien mual dan muntah. Jadi efek obat ini mirip metoclopramid.

Walaupun antipsikosis sangat bermanfaat untuk mengatasi gejala psikosis akut,

Page 8: PSIKOFARMAKA

namun penggunaan antipsikosi saja tidak mencukupi untuk merawat pasien psikotik.

(Mansjoer, 2000)

5. Kontra Indikasi

Kontra indikasi untuk obat ini adalah penyakit hati, penyakit darah, epilepsi,

kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan alkohol, penyakit susunan saraf

pusat dan gangguan kesadaran. (Mansjoer, 2000)

II. Golongan Butirofenon

Haloperidol mampu menenangkan keadaan mania penderita psikosis yang

karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin. Reaksi ekstrapiramidal timbul pada

80% penderita yang diobati haloperidol.

1. Farmakodinamik

Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin pada orang normal efek

haloperidol mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang

kuat dan efektif untuk fase mania penyakit manik depresif dan skizofrenia. Efek

fenotiazi piperazin dan butirofenon berbeda secara kuantitatif karena butirrofenon

selain menghambat efek dopamin juga meningkatkan turnover rate nya. Pada

beberapa organ golongan ini mempunyai efek diantaranya :

Susunan saraf pusat : haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang

yang eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibanding CPZ namun keduanya

sama-sama memperlambat gelombang teta jika dilihat dengan EEG. Keduanya juga

sama-sama kuat dalam menurunkan ambang konvulsi. Haloperidol menghambat

dopamin dan juga hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan

apomorfin. (Metta, 2005)

Sistem kardiovaskular dan respirasi : haloperidol menyebabkan hipotensi, tapi

tidak sesering dan sehebat yang diakibatkan CPZ. Halopaeridol menyebabkan

takikardi. Haloperidol dan CPZ dapat menimbulkan potensiasi dengan obat

penghambat respirasi.

Endokrin : seperti CPZ, haloperidol menyebabkan galaktore dan respon endokrin lain.

2. Farmakokinetik

Page 9: PSIKOFARMAKA

Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma

tercapai dalam 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 27 jam dan masih

ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam hati

dan 1% obat diekskresikan lewat empedu. Ekskresinya lambat melalui ginjal. Kira-

kira 40% diekskresi dalam 5 hari setelah pemberian dosis tunggal. (Metta, 2005)

3. Indikasi

Indikasi utama adalah untuk psikosis. Butirofenon merupakan obat pilihan

untuk mengobati sindrome Gilles dela tourette, suatu kelainan aneh yang ditandai

dengan kejang otot hebat grimace dan mengeluarkan kata-kata jorok. (Profitasari,

2010)

4. Efek samping

Menimbulkan rekasi ekstrapiramidal dengan insidensi yang tinggi terutama

pada penderita usia muda. Pengobatan dengan haloperidol harus dimulai dengan hati-

hati. Dapat terjadi depresi akaibat reversi keadaan mania atau sebagai efek samping

yang sebenarnya. Perubahan hematologik sering dilaporkan yaitu leukopenia dan

agranulositosis. Ikterus juga merupakan efek samping namun angka kejadiannya

rendah. Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada wanita hamil karena sifatnya yang

teratogenik.

III. Golongan Atypical

Risperidone dibandingkan dengan semua jenis antipsikotik atipikal,

risperidone merupakan yang paling banyak diteliti. Hal tersebut disebabkan efektifitas

risperidone, dapat ditoleransi pada dosis rendah (1,5-6mg/hari) dan memberikan

perbaikan yang nyata pada pasien skizofrenia usia lanjut. Rainer et al meneliti

penggunaan Risperidone dalam rentang dosis fleksibel 0,5-2mg/hari untuk mengatasi

agresi, agitasi dan gangguan psikotik pada 34 pasien demensia rawat inap dengan

rata-rata usia 76 tahun.

Hasilnya terjadi perbaikan gejala yang dinilai dari Clinical Global Impression

(CGI) pada 82% responden penelitian. Frekuensi dan keparahan halusinasi, waham,

agresi dan iritabilitas juga menurun, yang dilihat dari rating Neuropsychiatric

Inventory (NPI). Penggunaan risperidone pada kelompok tersebut juga tidak membuat

Page 10: PSIKOFARMAKA

perubahan pada fungsi kognitif pasien yang dilihat melalui skor Mini-Mental State

Examination (MMSE), Age Concentration Test [AKT] dan Brief Syndrome Test

[SKT].

Risperidone juga secara umum dapat ditoleransi dan tidak menimbulkan efek

samping ekstra piramidial yang bermakna. Penelitian yang melibatkan lebih banyak

pasien dan tempat dilakukan oleh Arriola et al pada 263 pasien dengan rata-rata usia

75,5 tahun. Dosis risperidone yang digunakan pada penelitian (rata-rata(SD)) adalah

1,4 (0,7) mg/day pada 1 bulan dan 1,5 (0,8) mg/hari pada 3 bulan. Perbaikan gejala

diukur menggunakan Neuropsychiatric Inventory (NPI) dan skala Clinical Global

Impression of Severity (CGI-S). Hasilnya terdapat penurunan skor NPI dan CGI-S

yang secara statistik bermakna. Perbaikan gejala terutama pada gejala agitasi/ agresif

dan ganguan tidur. Penelitian tersebut juga mencatat adanya perbaikan dari gejala

ekstrapiramidal.

Penelitian lain melibatkan pengumpulan data dari tiga penelitian acak dengan

menggunakan plasebo (randomized, placebo-controlled trials) untuk melihat efikasi

dan keamanan risperidone dalam mengobati agitasi, afresi dan gejala psikosis pada

pasien demensia usia lanjut pada panti werdha. Dosis rata-rata yang digunakan adalah

1mg/hari. Ditemukan adanya perbaikan skor CGI, Cohen-Mansfield agitation

inventory (CMAI) dan behavioral pathology in Alzheimer’s disease (BEHAVE-AD)

pada semua responden penelitian yang menggunakan risperidone dibandingkan

plasebo.

Penelitian tersebut seperti penelitian yang lain yang menggunakan risperidone

juga tidak menemukan adanya efek samping ortostatik, antikolinergik, jatuh dan

penurunan kognitif pada penggunaan sesuai rentang dosis pada penelitian. Selain

untuk mengatasi gejala agresivitas, agitasi dan psikotik yang berkaitan dengan

demensia, risperidone juga digunakan pada pasien usia lanjut yang menderita

skizofrenia.

Kepustakaan mencatat risperidone dan olanzapine adalah dua antipsikotik

atipikal yang paling sering digunakan pada populasi pasien usia lanjut. Penelitian

tersamar berganda dilakukan selama 8 minggu terhadap 175 pasien rawat jalan, pasien

rawat inap dan panti werdha yang berusia 60 tahun ke atas menggunakan risperidone

(1 mg to 3 mg/hari) atau olanzapine (5 mg to 20 mg/hari). Hasilnya terdapat

perbaikan pada nilai skor PANSS pada kedua kelompok. Efek samping ektrapiramidal

terlihat pada 9,2% pasien kelompok risperidone dan 15,9% pasien kelompok

Page 11: PSIKOFARMAKA

olanzapine. Secara umum skor total dari Extrapyramidal Symptom Rating Scale

menurun pada kedua kelompok di akhir penelitian. Peningkatan berat badan juga

didapatkan di dua kelompok namun lebih jarang terjadi pada pasien yang

menggunakan risperidone. (Andri, 2009)

B. Anti Ansietas

Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik,

transquilizer minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang

menjadi obat racun adalah diazepam atau klordiazepoksid. (Mansjoer, 2000)

Obat ini pada umumnya memiliki sifat yang sama yaitu sebagai sedatif. Anti

ansietas yang utama adalah golongan benzodiazepin. Generik, golongan dan sediaan

serta dosis obat anti ansietas dapat dilihat pada tabel berikut :

No Generik Golongan Sediaan Dosis 1 Diazepam Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10

mg/hr2 Klordiazepoksoid Benzodiazepin Cap 5-10mg 2-3 x 5 mg / Hr

3 Lorazepam Benzodiazepin Tab0,25-0,5- 1 mg

3 x 0,25-0,5 mg/hr

4 Clobazam Benzodiazepin Tab 5 mg 2-3 x 5 mg/hr5 Brumazepin Benzodiazepin Cap 50 mg 100-200 mg/hari

6 Oksazolom Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr

7 Klorazepat Benzodiazepin Cap 5-10mg 2-3 x 5 mg / Hr

8 Alprazolam Benzodiazepin Tab0,25-0,5-1 mg

3 x 0,25-0,5 mg/hr

9 Prazepam Benzodiazepin Tab 5 mg 2-3 x 5 mg/hr10 Sulpirid Non Benzodiazepin Cap 50 mg 100-200 mg/hari

11 Buspiron Non Benzodiazepin Tab 10 mg 15-30 mg/hari(Andri, 2009)

1. Farmakodinamik

Page 12: PSIKOFARMAKA

Cara kerja obat ini adalah potensiasi inhibisi neuron dengan GABA

sebagai mediatornya. Efek farmakodinamik derivat benzodiazepin lebih luas

daripada efek mepobramat dan barbiturat. Klordiazepoksid tidak hanya bekerja

sentral, tetapi juga perifer pada susunan saraf kolinergik, adrenergik dan

triptaminergik.

2. Farmakokinetik

Setelah pemberian oral, klordiazepoksid mencapai kadar tertinggi dalam 8 jam

dan menetap tinggi sampai 24 jam. Ekskresi benzodiazepin melalui ginjal secara

lambat. Setelah pemberian satu dosis obat masih ditemukan dalam urin setelah

beberapa hari.

3. Indikasi

Derivat benzodiazepin digunakan untuk meimbulkan sedasi, menghilangkan

rasa cemas dan keadaan psikosomatik yang ada hubungannya dengan rasa cemas.

Selain sebagai anti ansietas derivat benzodiazepin juga digunakan sebagai anti

konvulsi, pelemas otot, hipnotik dan induksi anestesi general.

4. Kontra Indikasi

Derivat benzodiazepin jangan diberikan bersama alkohol, barbiturat atau

fenotiazin. Kombinasi ini akan menimbulkan efek depresi yang berlebihan.

5. Cara Pemberian

Klobazam : untuk pasien dewasa dan lanjut usia yang ingin tetap aktif

Lorazepam : untuk pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal.

Alprazolam efektif untuk anti ansietas antisipatorik, mula kerja lebih cepat

dan mempunyai efek antidepresan.

Sulpirid -50 efektif untuk meredakan gejala somatik dari sindrome

ansietas dan paling kecil menimbulkan risiko ketergantungan.

6. Efek Samping

Efek samping dapat berupa :

Page 13: PSIKOFARMAKA

1. Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor

berkurang, kemampuan kognitif melemah)

2. Relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah dll)

3. Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari narkotika oleh

karena at therapeutic dose dose they have low reinforcing propertis

4. Potensi menimbulkan ketergantungan obat dikarenakan obat yang masih

dapat dipertahankan setelah dosis terakhir berlangsung sangat singkat.

5. Penghentian obat secara mendadak akan menimbulkan gejala putus obat (

rebound phenomen); pasien menjadi iritable, bingung, gelisah, insomnia,

tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi dan lain-lain. (Mansjoer, 2000)

C. Anti Depresi

Depresi adalah gangguan yang heterogen. Ada beberapa klasifikasi depresi

menrut DSM-IIIR yang dikeluarkan oleh beberapa ahli psikiatri di Amerika. Secara

sederhana pembagian depresi adalah sebagai berikut :

1. Depresi reaktif skunder

Paling umum dijumpai sebagai respon terhadap penyebab nyata, misalkan;

penyakit dan kesedihan. Dulu dikenal sebagai depresi eksogen.

2. Depresi endogen

Merupakan gangguan biokimia yang ditentukan secara genetik, bermanifestasi

sebagai ketidakmampuan untuk mengatasi sters yang biasa.

3. Depresi yang berhubungan dengan gangguan afektif bipolar, yaitu depresi dan

mania yang terjadi bergantian.

Obat antidepresan mempunyai bebrap sinonim antaralain, timoleptik atau

psychic energizer. Yang akan dibahas dalam pustaka ini adalah obat antidepresi

golongsn penghambat MAO dan antidepresi trisiklik. Penggolongan obat, sediaan

dan dosis anjuran dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 14: PSIKOFARMAKA

(Andri, 2009)I. Penghambat Mono Amin Oksidase

A. Farmakodinamik

Penghambat mono amin oksidase digunakan sebagai antidepresi sejak 15

tahun yang lalu. MAO dalam tubuh terdapat pada intraseluler tepatnya di

mitokondria. MAO dalam tubuh berfungsi dalam meningkatkan kadar ephrineprin,

norephrineprin dan 5HT dalam otak. Sedangkan hubungannya dengan proses psikis

belum diketahui.

Page 15: PSIKOFARMAKA

MAOI bekerja di sistem saraf pusat, sistem saraf simpatik, hati dan saluran

gastrointestinal. Pada dosis diatas 60mg/ hari dapat menghambat ambilan kembali

atau meningkatkan pelepasan dopamin dan norepinephrin serta serotonin hingga pada

tingkat yang lebih sedikit. Efek utama MAOI dalam psikiatri adalah pada SSP.

Disamping efeknya pada mood depresi, MAOI dikaitkan dengan gangguan tidur dan

arsitektur tidur yang bermakna secara klinis. (Profitasari, 2010)

B. Farmakokinetik

Penhelzyn, tranylcyplomin, dan isocarboxazid mudah diabsorbsi di saluran

cerna dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2 jam. Waktu paruh dalam plasma

berkisar antara 2 sampai 3 jam; waktu paruh dalam jaringan lebih lama. Karena obat

ini menonaktifan MAO secara reversibel, efek terapuetik dosis tunggal MAOI

ireversibel dapat berlangsung selama 2minggu. Golongan penghambat reversibel

monoamin (RIMA) meclobemide cepat diabsorbsi dan memiliki waktu paruh selama

0,5-3,5 jam. Ini artinya memiliki efek yang lebih singkat daripada MAOI.

C. Indikasi

Indikasi MAOI serupa dengan obat anti depresi trisiklik dan tetrasiklik. MAOI

terutama efektif pada gangguan panik dengan agorafobia, stress pasca trauma,

gangguan makan, fobia sosial dan gangguan nyeri. Sejumlah penelitian mencatat

bahwa obat MAOI banyak digunakan sebagai pilihan untuk terapi depresi dengan

gejala hipersomnia, hiperfagia, ansietas dan tidak adanya gejala vegetatif.

D. Kontra Indikasi

MAOI harus digunaka sangat hati-hati pada orang dengan penyakit ginjal,

kardiovaskular dan hipotiroidisme. Obat ini juga dikontra indikasikan bagi pasien

dengan kehamilan walaupun sedikit sekali dilaporkan bahwa obat ini bersifat

teratogenik.

E. Efek Samping

Efek samping MAOI adalah hipotensi ortostatik, insomnia, berat badan

bertambah, edema, dan disfungsi seksual. Efek simpang MAOI yang jarang terjadi

antaralain, krisis hipertensi spontan yang dicetuskan oleh bukan tiramin, terjadi

pertama setelah pajanan dengan obat. Parestesia, mioklonus, dan nyeri otot kadang-

Page 16: PSIKOFARMAKA

kadang ditemukan pada orang yang diterapi dengan MAOI. Parestesia disebabkan

oleh adanya defisiansi piridoksin yang dicetuskan oleh MAOI yang dapat berespon

dengan penambahan piridoksin 50-150 mg per oral per hari.

Efek samping RIMA moclobemide yang paling lazim adalah mual, pusing,

dan gangguan tidur.

II. Antidepresan Trisiklik

1. Farmakodinamik

Umumnya yang digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik

(misalnya imipramin, amitriptilin, dothiepin dan lofepramin). Golongan obat ini

bekerja dengan menghambat ambilan kembali neurotransmiter di otak. Dari

beragam jenis anti depresi trisiklik terdapat perbedaan beraneka perbedaan potensi

dan selektivitas hambatan ambilan kembali berbagai neurotransmiter. Ada yang

sangat sensitiv terhadap norepinephrin dan ada yang sensitiv terhadap serotonin

dan ada pula yang dopamin.

Pada orang normal obat ini memberikan efek lelah obat tidak meningkatkan alam

perasaan (elevation of mood) dan meningkatnya rasa cemas. Pemberian jangka

lama dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan proses berfikir serupa yang

ditimbulkan oleh CPZ.

Sebaliknya, bila obat diberikan dalam jangka lama bagi penderita depresi,

terjadi peningkatan alam perasaan. Belum dapat dijelaskan mengapa hilangnya

gejala depresi baru terlihat setelah pengobatan sekitar 2-3 minggu. Tidak jelas

hubungan antara efek obat dengan kadar dalam plasma. Mekanisme anti depresi

imaparin tidak jelas, tetapi terjadinya mania, euforia dan insomnia pada penderita

psikiatri menunjukkan bahwa obat ini berefek stimulasi.

Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang

menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin.

MAOI menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps. Mianserin dan mirtazapin

memblokade reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari antidepresan

melibatkan modulasi pre atau post sinaps atau disebut respon elektrofisiologis.

(Andri, 2009)

Page 17: PSIKOFARMAKA

2. Farmakokinetik

Efek obat setelah pemberian 75-100 mg terbagi dalam beberapa kali

pemberian dalam 2 hari dan 50 mg untuk hari selanjutnya sampai dosis tercapai

200-250mg akan menimbulkan efek setelah 2-3 minggu pemberian.

3. Kontra Indikasi

Penyakit jantung koroner, glaukoma, retensi urin, hiperplasi prostat dan

gangguan fungsi hati.(Mansjoer, 2000)

4. Efek Samping

Pada susunan saraf pusat, imaparin menunjukkan efek muskarinik, sehingga

dapat terjadi efek penglihatan kabur, mulut kering, obstipasi dan retensi urin.

Imiparin sering menimbulkan ikterik ikterus kolestatik, gejala akan hilang setelah

pengobatan dihentikan. Selain itu kadang timbul eksantema dan pada keadaan

toksisk dapat terjadi hipertensi dan hiperpireksia namun juga sering menimbulkan

hipotensi ortostatik.

Page 18: PSIKOFARMAKA

D. Anti Mania

Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood modulators,

mood stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat antimania yang menjadi

acuan adalah litium karbonat. Berikut berbagai obat anti mania dengan berbagai

sediaan dan dosis anjurannya.

1. Farmakodinamik

Litium tidak bersifat sedatif, depresif atau suatu euforian. Mekanisme

kerjanya sebagai mood stabilizing agent belum diketahui dengan pasti walaupun

ada dugaan berefek terhadap membran biologik. Yang khas dari sifat litium adalah

dapat menembus membran biologik. Disini diduga litium dapat mengganti peran

natrium dalam menimbulkan potensial aksi neuron. Dalam suatu percobaan, litium

kadar rendah dapat membantu metabolisme monoamin biogenik yang berperan

dalam patofosiologi terjadinya gangguan mood. (UI)

2. Farmakokinetik

Setelah dikonsumsi, litium sepenuhnya diabsorbsi lewat saluran

gastrointestinal. Puncak kadar serum dalam 1 hingga 1,5 jam untuk sediaan

standar dan 4,5 jam untuk sediaan lepas terkendali. Litium tidak tidak terikat

Page 19: PSIKOFARMAKA

dalam protein plasma, tidak didistribusikan sama pada air tubuh. Litium tidak

melintasi sawar darah dengan cepat.

Waktu paruh 7 jam setelah asupan. Litium hampir selurhnya diekskresi di

ginjal. Dan menurun ekskresinya jika ada kelainan ginjal. (kaplan)

3. Indikasi dan Pemberian

Kira-kira 80% pasien manik berespon terhadap litium meskipun respon litium

sendiri membuthkan waktu 1-3 minggu terapi konsentrasi terapuetik. Untuk

mengatasi periode mania dengan segera, sebelum efek tercapai diobati dulu

dengan golongan benzodiazepin (klonopin) dan lorazepam pada 1-3 minggu

pertama. Gejala pada seperlima hingga setengah pasien skizofrenia berkurang

setelah diberikan litium bersamaan dengan antipsiokotik.( kaplan)

4. Kontra Indikasi

Litium tidak boleh diberikan pada perempuan hamil pada trimester pertama

karena risiko terjadinya defek lahir. Malformasi adalah kejadian tersering

terutama anomali Eibstein pada katub trikuspid. Pada perempuan pasca

melahirkan yang diterapi dengan obat ini, mempunyai risiko toksisitas pada bayi

dan ini dapat dikurangi risikonya dengan hidrasi saat persalinan.

5. Efek Samping

a) Gejala efek samping dini pada pengobatan jangka panjang:

Mulut kering, haus, saluran cerna (mual, muntah dan diare), kelemahan

otot, poliuria, tremor.

Tidak ada gangguan sedasi maupun ekstrapiramidal.

b) Efek samping lain :

Hipotiroidisme, peningkatan berat badan, edem tungkai, gangguan daya

ingat, konsentrasi dan pikiran, serta leukositosis.

c) Gejala intoksikasi :

Gejala dini seperti, muntah, diare, tremor kasar, mengantuk dan penurunan

konsentrasi.

Page 20: PSIKOFARMAKA

Gejala semakin memberat ditandai dengan, kesadaran menurun, oliguri

dan kejang-kejang. Maka perlu diadakan pengawasan yang ketat pada

terapi ini. (Metta, 2005)

E. Anti Insomnia

Obat anti insomnia mempunyai beberapa sinonim antaralain hipnotik,

somnifacient, atau hipnotika hipnotik, somnifacient, atau hipnotika dan somnifasien.

Obat yang menjadi acuan adalah fenobarbital. Obat- obat yang dapat dipakai sebagai

golongan anti insomnia antaralain seperti berikut dalam tabel.

Page 21: PSIKOFARMAKA

1. Farmakodinamik

Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat yang

berperan dalam memperantarai proses tidur.

2. Cara penggunaan

Dosis anjuran untuk pemberian tunggal 15-30 menit sebelum tidur.

Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai

1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off untuk mencegah timbulnya rebound

dan toleransi obat.

Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-

lahan untuk menghidari oversedation dan intoksikasi.

Lama pemberian tidak lebih dari 2 minggu agar risiko ketergantungan kecil.

3. Kontra Indikasi

Sleep apnoe syndrome

Congestive heart failure

Chronic respiratory disease

Wanita hamil dan menyusui

4. Efek Samping

Supresi SSP pada saat tidur

Rebound Phenomen

Disinhibiting efect yang menyebabkan perilaku penyerangan dan ganas pada

penggunaan golongan benzodiazepine dalam waktu yang lama. (Mansjoer, 2000)

F. Anti Obsesif-Kompulsi

Page 22: PSIKOFARMAKA

Obat yang menjadi acuan adalah klompramine. Obat ini dapat digolongkan atas : obat

anti osesi kompulsi trisiklik (klompramine) dan obat anti obsesi kompulsi SSRI (sentrali

paroksin, flovokamin dan fluoksetin).

1. Farmakodinamik

Obat ini bekerja dengan menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin

sehingga gejala mereda.

2. Cara Pemberian

Sampai sekarang obat pilihan untuk gangguan obsesi kompulsi adalah

klomipramin. Terhadap meraka yang peka dapat dialihkan ke golongan SSRI dimana

efek samping relatif aman. Obat dimulai dengan dosis rendah klomopramin mulai

dengan 25-50 mg /hari (dosis tunggal malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan

penambahan 25 mg/hari sampai tercaapi dosis efektif (biasanya 200-300 mg/hari).

Dosis pemeliharan umumnya agak tinggi, meskipun bersifat individual,

klomipramin sekitar 100-200 mg/hari dan sertralin 100 mg/hari. Sebelum dihentikan

lakukan pengurangan dosis secara tappering off. Meskipun respon dapat terlihat

dalam 1-2 minggu, untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan

waktu 2- 3 bulan dengan dosis antara 75-225 mg/hari

3. Efek Samping

Page 23: PSIKOFARMAKA

1. Efek samping obat anti kompulsi trisiklik sama dengan seperti obat anti

depresan trisiklik, antaralain :

2. Efek antihistamin : sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif yang menurun.

3. Efek anti kolinergik : mulut kering, keluhan lambung, retensi urin sampai

disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual dan takikardi.

4. Efek anti adrenergik alfa : perubahan EKG dan hipotensi ortostatik.

5. Efek neurotoksik : tremor halus, kejang epileptik, agitasi dan insomnia.

G. Anti Panik

Dalam membicarakan antipanik yang menjadi obat acuan adalah imipramin.

Penggolongan obat anti panik dibagi atas :

Obat anti panik trisiklik (contoh : imipramin, klomipramin)

Obat anti panik benzodiazepin ( contoh : alprazolam)

Obat anti panik RIMA (contoh : mokoblemid)

Obat antipanik SSRI (contoh : sertalin, fluoksetin, paroksetin dan fluoksamin)

Page 24: PSIKOFARMAKA

1. Farmakodinamik

Sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonic reseptor di

SSP. Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin pada

celah sinaptik antar neuron.

2. Cara Pemakaian

Semua jenis obat sama efektif dalam mengatasi panik pada taraf ringan

maupun sedang. Mulai dengan dosis rendah, tingkatkan secara perlahan dalam

beberapa minggu. Dosis efektif biasanya dicapai dalam 2-3 bulan.

Lamanya pemberian obat tergantung dari individual, umunya selama 6-12 bulan,

kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi penderita sudah

memungkinkan.

Dalam waktu 3 bulan bebas obat 75% penderita menunjukkan gejala kambuh.

Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama 2

tahun. Setelah itu dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.

Page 25: PSIKOFARMAKA

3. Kontra Indikasi

Pada penggunaan fluoksatin, kontra indikasi terhadap pasien yang telah

menggunakan MAO selama 2 minggu terakhir. Tidak dianjurkan pada anak-anak dan

ibu hamil. (Trisna, 2008)

4. Efek Samping

Efek samping obat anti panik golongan trisiklik antaralain sebagai berikut :

a) Efek samping obat anti kompulsi trisiklik sama dengan seperti obat anti

depresan trisiklik, antaralain :

b) Efek antihistamin : sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif yang menurun.

c) Efek anti kolinergik : mulut kering, keluhan lambung, retensi urin sampai

disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual dan takikardi.

d) Efek anti adrenergik alfa : perubahan EKG dan hipotensi ortostatik.

e) Efek neurotoksik : tremor halus, kejang epileptik, agitasi dan insomnia.

(Mansjoer,2000)

Page 26: PSIKOFARMAKA

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam pengobatan terhadap gangguan jiwa, dikenal terapi biologis yang

menggunakan berbagai agen farmakologis yang digunakan untuk menerapi berbagai

gangguan psikiatrik disebut dengan tiga istilah umumyang dapat saling

menggantikan: obat psikotropik, obat psikoaktif, dan obat psikoterapuetik. Dahulu

agen tersebut dibagi dalam empat kategori : Obat antipsikotik atau neuroleptik, obat

anti depresan, obat anti manik dan penstabil mood, obat anti ansietas dan anti

ansiolitik.

Pembagian obat sekarang ini mengalami perubahan menjadi Antipsikosis, anti

depresan, anti manik, anti ansietas, anti insomnia, anti obsesif kompulsif dan anti

panik. Masing-masing obat mempunyai farmako dinamik, farmako kinetik, dosis dan

cara penggunaan, indikasi dan kontra indikasi serta efek samping yang berbeda.

Dari klasifikasi tersebut, masing-masing obat terdiri dari beberapa golongan yang

mempunyai derivat atau sediaan masing-masing sebagai berikut :

I. Obat Antipsikosis

E. Derivat Fenotiazin

4. Senyawa dimetilaminopropil

Klorpromazin

Promazin

Trilupromazin

5. Senyawa piperidil

Mepazin

Tioredazin

6. Senyawa piperazin

Arsetofenazin Karfenazin Plufenazin Perfenazin Proklorperazin

Page 27: PSIKOFARMAKA

Trifluoperazin tiopropazat

F. Non Fenotiazin

Klorprotiksen

G. Butirofenon

Haloperidol

V. Antiansietas

C. Benzodiazepin

Diazepam, klordiazepoksid, klorazepat

D. Golongan lain

VI. Obat Antidepresi

C. Penghambat MAO

Isokarboksazid, nialamid, fenelzin

D. Senyawa Dibenzazepin

Imipramin, desmetilimipramin, amitriptilin, desmetilamitriptilin.

H. Senyawa lain

Maoksapin maprotilin, trazadon, fluoksetin, bupropion, nomifensin, mianserin.

VII. Obat Antipsikogenik

Meskalin, dietilamid asam lisrgat, dan marihuana (ganja).

Page 28: PSIKOFARMAKA

DAFTAR PUSTAKA

Andri. Tatalaksana Psikofarmaka dalam Manajemen Gejala Psikosis Penderita Usia Lanjut Volume 59. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. 2009. Pp 444-49.

Mansjoer, Arif dkk. Terapi Farmakologis Psikiatri dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Jakarta. 2000. Pp 237-46.

Metta, Sinta Sari & Santoso, Sarjono O. Psikotropik dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Gaya Baru. Jakarta. 2005. Pp 148-62.

Neal, Michael J. Ansiolitik dan Hipnotik dalam At a Glance Farmakologi Medis edisi 5. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2006. Pp 54-55.

Sadock, Benjamin J & Virginia A. Editor Profitasari dkk. Terapi Biologis dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. EGC. Jakarta. 2010. Pp 459-534.

Trisna, Yulia & Kosasih. Psikofarmaka dalam ISO Indinesia. ISFI. Jakarta. 2008. Pp 231-5.