Provinsi Sulawesi Utara Triwulan IV – 2008 · 2013-10-12 · KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi...
-
Upload
truongkiet -
Category
Documents
-
view
212 -
download
0
Transcript of Provinsi Sulawesi Utara Triwulan IV – 2008 · 2013-10-12 · KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi...
1
Kata Pengantar
Sesuai Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dijelaskan bahwa tujuan
Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai
tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai 3 (tiga) tugas yaitu menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
serta mengatur dan mengawasi bank.
Sejalan dengan itu dan diperkuat oleh momentum otonomi daerah, setiap Kantor Bank
Indonesia (KBI) yang berada di daerah, termasuk KBI Manado dituntut berperan sebagai
”economic intelligent and research unit” yang diharapkan mampu memberikan informasi
ekonomi dan keuangan daerah yang akurat, menyeluruh, dan terkini sebagai bahan
masukan Kantor Pusat Bank Indonesia dalam perumusan dan penetapan kebijakan moneter
yang tepat sasaran. Penyajian informasi ekonomi dan keuangan daerah tersebut, disusun
dalam bentuk Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sulawesi Utara, yang berisi kajian dan
analisis meliputi tingkat inflasi, PDRB, dan kinerja produksi kegiatan dunia usaha, perbankan
dan sistem pembayaran serta keuangan daerah secara triwulanan.
Di samping itu, dalam rangka meningkatkan akuntabilitas Bank Indonesia melalui
penyampaian informasi mengenai kondisi perekonomian dan keuangan kepada stakeholder
maka KBI perlu menyampaikan informasi dimaksud kepada stakeholder di daerah seperti
pemerintah daerah, lembaga pendidikan, institusi keuangan, dan lembaga lainnya di
daerah. Kami senantiasa mengharapkan masukan dan saran untuk meningkatkan kualitas
dan manfaat laporan di masa yang akan datang. Akhir kata, kiranya laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi yang berkepentingan dan kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan ini kami ucapkan terima kasih.
Manado, 31 Desember 2008
BANK INDONESIA MANADO
UJeffrey KairupanU
Pemimpin
2
Daftar Isi
RINGKASAN EKSEKUTITF halaman 4
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL halaman 10
Sisi Permintaan halaman 11
Sisi Penawaran halaman 19
Analisis LQ (Location Quatient) halaman 29
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH halaman 32
Inflasi Tahunan (Y.o.Y) halaman 32
Inflasi Bulanan (M.t.M) halaman 34
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH halaman 37
Fungsi Intermediasi halaman 37
Risiko Kredit halaman 48
Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat halaman 53
BOX 1. Realisasi Pembiayaan Perbankan Terhadap Komoditi Jagung, Padi,
Rumput Laut, Kelapa dan Sapi Potong Triwulan IV-2008
Halaman 55
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH halaman 57
Keuangan Daerah di Tingkat Provinsi halaman 58
Keuangan Daerah Sulawesi Utara (Kab/Kota/Provinsi) halaman 63
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN halaman 67
Perkembangan Aliran Uang Kartal halaman 67
Penemuan Uang Palsu halaman 70
Perkembangan Kliring Lokal (Tunai) halaman 71
RTGS (Real Time Gross Settlement) halaman 72
BOX 2. Perkembangan Uang Kartal di Wilayah Kerja KBI Manado Sepanjang Tahun 2008
halaman 73
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
halaman 75
Pengangguran halaman 75
Kemiskinan halaman 79
Rasio Gini halaman 81
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) halaman 81
PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI halaman 83
Prospek Pertumbuhan Ekonomi halaman 83
3
Prakiraan Inflasi halaman 88
Daftar Istilah dan Singkatan halaman 90
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Kantor Bank Indonesia Manado Jl. 17 Agustus No. 56 Ph. 0431-868102, 868103, 868108 Fax. 0431-866933 Email : [email protected]
4
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan Makro Ekonomi Regional
Kinerja perekonomian Indonesia pada Triwulan IV-2008 ditandai dengan mulai terasanya imbas memburuknya perekonomian global...
Kinerja perekonomian Indonesia pada triwulan IV - 2008 ditandai
dengan mulai terasanya imbas memburuknya perekonomian global
pada perekonomian domestik. Berlanjutnya pelemahan ekonomi
global dan turunnya harga-harga komoditi telah menekan ekspor
Indonesia yang pada gilirannya berdampak pada menurunnya
kinerja neraca pembayaran dan nilai tukar. Di pasar keuangan,
krisis keuangan global telah menyebabkan gejolak di pasar uang,
pasar valas, dan pasar obligasi. Namun, dampak krisis keuangan
AS belum terlalu berpengaruh pada perekonomian regional
Sulawesi Utara. Hal ini tercermin dari masih tingginya laju
pertumbuhan ekonomi pada trwulan IV - 2008 yang tumbuh
8,01% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya sebesar 7,25% (y.o.y). Secara agregat, laju
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di Tahun 2008 mencapai
7,55%, lebih tinggi dibandingkan Tahun 2007 sebesar 6,47%.
..laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di Tahun 2008 mencapai 7,55%, lebih tinggi dibandingkan Tahun 2007 sebesar6,47%.
Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan ekonomi terutama
didorong oleh kegiatan ekspor dan konsumsi. Namun, kinerja
ekspor selama triwulan laporan mulai memperlihatkan
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya sebagai dampak
menurunnya permintaan dunia akibat krisis ekonomi global.
Menurut komoditasnya, produk pertanian seperti bungkil serta
minyak mentah dari kopra merupakan andalan ekspor. Sementara
itu, peningkatan kegiatan konsumsi selama triwulan laporan lebih
disebabkan oleh berlangsungnya perayaan hari besar keagamaan
(lebaran dan natal) selama triwulan laporan serta persiapan
perayaan Tahun Baru 2009.
Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh kegiatan ekspor dan konsumsi...
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi disumbangkan oleh seluruh sektor yang ada ...
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV -
2008 disumbangkan oleh seluruh sektor yang ada bahkan dengan
5
kinerja yang lebih baik dibandingkan triwulan yang sama tahun
lalu kecuali sektor pertanian dan sektor industri pengolahan.
Tercatat sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran
(PHR) dan sektor pertanian memberikan andil yang dominan dalam
struktur perekonomian. Keadaan ini berbeda bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya dimana kinerja sektor pertanian
kurang menggembirakan sehingga bukan merupakan sektor
dominan penyumbang pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara.
Perkembangan Inflasi Daerah
Tekanan harga di Kota Manado selama Triwulan IV – 2008
memperlihatkan penurunan dibandingkan periode sebelumnya.
Pada Desember 2008, inflasi Kota Manado tercatat 9,71% (y.o.y)
lebih rendah dibandingkan dengan akhir triwulan lalu dan periode
yang sama tahun lalu. Demikian pula jika dibandingkan dengan
laju inflasi nasional sebesar 11,06% (y.o.y), maka laju inflasi kota
Manado masih jauh lebih rendah. Salah satu penyebab utama
penurunan angka inflasi ini adalah adanya kebijakan penurunan
harga BBM pada bulan November dan Desember. Penurunan harga
BBM ini sekaligus berdampak pada menurunnya harga bahan baku
dan biaya transportasi.
Tekanan harga di Kota Manado selama triwulan IV-2008 memperlihatkan penurunan...
Perkembangan Perbankan Daerah
Kinerja perbankan pada triwulan IV – 2008 cukup baik...
Kinerja perbankan pada triwulan IV–2008 cukup baik
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini
tercermin dari peningkatan total asset, kredit dan dana pihak
ketiga yang berhasil dihimpun, membaiknya rasio kualitas kredit
(NPL) serta diperkuat dengan peningkatan rasio fungsi intermediasi
perbankan Loan To Deposit Ratio (LDR). Peningkatan LDR ini
disebabkan oleh pertumbuhan jumlah kredit yang lebih signifikan
dibandingkan pertumbuhan dana yang berhasil dihimpun oleh
perbankan. Sementara itu, walaupun tetap tumbuh positif selama
triwulan laporan, namun pertumbuhan kredit tidak lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya. Salah satu pemicunya adalah
kenaikan BI rate menjadi 9.5% pada bulan oktober 2008 ditambah
6
lagi perlambatan perekonomian akibat dampak dari krisis global
yang direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan
kreditnya. Sedangkan membaiknya kualitas kredit lebih didorong
karena bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan
kreditnya mengingat dampak dari krisis global yang masih
menghantui perekonomian dalam negeri.
Perkembangan Keuangan Daerah (APBD)
Alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat ke kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara terus meningkat...
Alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat ke
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara terus meningkat. Secara
total, jumlah alokasi dana dari pemerintah pusat ke provinsi,
kabupaten dan kota di Sulawesi Utara pada Tahun 2008 mencapai
Rp4,33 Triliun atau naik 16,54% dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada tingkat provinsi, target penerimaan APBD-P di Tahun 2008
ditetapkan sebesar Rp924,74 milliar sedangkan target pengeluaran
sebesar Rp973,58 milliar. Sampai dengan akhir Tahun 2008,
kinerja keuangan daerah di tingkat provinsi menunjukkan hasil
yang menggembirakan tercermin dari peningkatan persentase
realisasi penerimaan dan pengeluaran dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Realisasi penerimaan daerah sampai
dengan Desember mencapai Rp965,07 milliar atau 104,36%
dibandingkan target awal Tahun 2008. Pencapaian ini lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar
97,69%. Sedangkan realisasi pengeluaran daerah mencapai jumlah
Rp973,58 milliar atau 93,76% dibandingkan target awal tahun.
Pencapaian ini juga masih lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun lalu yang hanya sebesar 92,61%.
Perkembangan Sistem Pembayaran
Aliran uang kartal di khasanah Kantor Bank Indonesia Manado selama triwulan IV – 2008 berada pada kondisi net outflow...
Aliran uang kartal di khasanah Kantor Bank Indonesia Manado
pada triwulan IV – 2008 berada pada kondisi net outflow, yang
berarti aliran uang keluar dari khasanah lebih besar dibandingkan
aliran uang masuk. Hal ini mengindikasikan pada akhir tahun 2008
kondisi perekonomian Sulut cukup bergairah. Meningkatnya
penggunaan uang kartal ini terjadi karena tingginya permintaan
7
masyarakat akan uang kartal untuk melakukan transaksi menjelang
hari raya Natal dan tahun baru. Mengacu pola aliran uang kartal
pada tahun-tahun sebelumnya, kondisi net outflow pada setiap
akhir tahun ini merupakan suatu pola musiman.
Penemuan uang palasu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia
Manado menunjukkan adanya peningkatan dibanding triwulan
sebelumnya. Total uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke
Bank Indonesia Manado selama Triwulan IV - 2008 sebanyak 136
lembar yang terdiri dari 135 lembar pecahan Rp50.000,- dan 1
lembar pecahan Rp.100.000,-. Untuk meminimalisir pergerakan
pelaku pemalsuan uang, Kantor Bank Indonesia Manado berusaha
meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian
uang rupiah melalui kegiatan sosialisasi.
Penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Manado menunjukkan adanya peningkatan...
Kegiatan kliring lokal (tunai) dan RTGS (Real Time Gross
Settlement) menunjukkan perkembangan yang menggembirakan
dari waktu ke waktu. Perkembangan kliring lokal pada triwulan IV -
2008 sebanyak 85.612 lembar dengan nilai Rp1,8 triliun atau
meningkat 1.14% dibandingkan periode yang sam tahun lalu. Hal
ini menunjukkan bahwa perekonomian Provinsi Sulawesi Utara
mengalami pertumbuhan yang positif. Sementara itu, rata-rata
penolakan lembar cek/bilyet giro kosong selama triwulan laporan
tercatat 0.98% dari total lembar warkat yang dikliringkan atau
meningkat cukup drastis dibandingkan dengan triwulan yang sama
tahun sebelumnya yang hanya 0.55%.
Kegiatan kliring lokal dan RTGS menunjukkan perkembangan yang menggembirakan...
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan
Kesejahteraan Masyarakat
Perkembangan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara pada Agustus
2008 mengalami perbaikan dibandingkan periode Agustus 2007
tercermin dari rasio TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) sebesar
10,65% atau turun dibandingkan dengan periode Agustus 2007
sebesar 12,35%. Menurut lapangan pekerjaan, pertanian masih
menjadi sektor lapangan pekerjaan utama, walaupun telah terjadi
...TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) di Sulawesi Utara pada Agustus 2008 mengalami penurunan...
8
pergeseran ke sektor lainnya, terutama sektor konstruksi.
Berdasarkan persebarannya, Manado masih menjadi daerah
dengan jumlah angkatan kerja terbesar dan angka pengangguran
tertinggi. Membaiknya angka ketenagakerjaan ini ternyata diiringi
pula oleh menurunnya angka kemiskinan untuk posisi Maret 2008
yang tercatat 10,10% atau berjumlah 223,5 ribu orang. Angka
kemiskinan ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama
tahun lalu yang tercatat 11,42%. Berdasarkan lokasinya, sebagian
besar masyarakat miskin di Provinsi Sulawesi Utara (67,51%)
berdomisili di daerah pedesaan sedangkan sisanya berada di
perkotaan. Beberapa sektor/lapangan usaha yang banyak digeluti
dan menyerap banyak tenaga kerja diantaranya adalah sektor
pertanian, perdagangan dan angkutan.
Outlook Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Utara di 2009 diprakirakan tumbuh pada
kisaran 6,7 - 7,2%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut
sangat dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global dan
nasional yang ditandai oleh resesi di negara mitra dagang utama
dan melambatnya perekonomian di negara mitra dagang. Resesi
dan perlambatan ekonomi tersebut, yang kemudian diikuti oleh
penurunan harga komoditas produk ekspor dan terbatasnya trade
financing, mengakibatkan pertumbuhan ekspor di 2009
diprakirakan jauh lebih rendah dibandingkan dengan 2008.
Menurunnya pertumbuhan ekspor diprakirakan akan memengaruhi
daya beli masyarakat dan akan berdampak pada turunnya
konsumsi rumah tangga. Dari sisi sektoral, perlambatan sektor
eksternal diprakirakan berdampak langsung ke sektor tradable
(sektor industri pengolahan, pertanian, dan pertambangan).
Perekonomian Sulawesi Utara Tahun 2009 diperkirakan tumbuh 6,7 – 7,2% (y.o.y)...
Outlook Inflasi Regional
Tekanan inflasi Kota Manado pada 2009 diprakirakan cenderung
menurun menuju kisaran 6,0% ± 1%. Secara fundamental,
penurunan tekanan inflasi didukung oleh turunnya imported
inflation sejalan dengan turunnya harga komoditi, pangan dan
Prospek inflasi Kota Manado pada 2009 cenderung menurun menuju kisaran 6,0% ± 1%...
9
energi dunia, serta terkendalinya ekspektasi inflasi. Selain itu,
produksi pangan di dalam negeri yang sangat baik dalam tahun
2008, serta adanya perlambatan permintaan agregat merupakan
faktor penunjang pencapaian inflasi yang rendah pada 2009. Dari
sisi non fundamental, penurunan inflasi tahun 2009 didukung oleh
terjaganya pasokan dan kelancar kelancaran distribusi barang
kebutuhan pokok serta minimnya administered prices.
10
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kinerja perekonomian Indonesia pada triwulan IV-2008 ditandai dengan mulai terasanya
imbas memburuknya perekonomian global pada perekonomian domestik. Berlanjutnya
pelemahan ekonomi global dan turunnya harga-harga komoditi telah menekan ekspor
Indonesia yang pada gilirannya berdampak pada menurunnya kinerja neraca pembayaran
dan nilai tukar. Di pasar keuangan, krisis keuangan global telah menyebabkan gejolak di
pasar uang, pasar valas, dan pasar obligasi. Namun, di sisi lain, melemahnya harga
komoditas dunia, serta melambatnya permintaan agregat mendorong turunnya tekanan
inflasi. Ke depan, Tahun 2009 diperkirakan prospek pertumbuhan ekonomi akan terus
melambat dan tren inflasi diperkirakan akan terus menurun sehingga diperkirakan mencapai
5-7%.
Dari sisi penawaran, meski berangsur tumbuh melambat, kontribusi sektor industri
pengolahan, perdagangan dan pengangkutan terhadap total pertumbuhan ekonomi masih
dominan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan IV-2008 diperkirakan
mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal itu dipengaruhi oleh
permintaan ekspor yang turun cukup drastis pada triwulan berjalan. Sementara itu,
pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) diperkirakan mengalami
perlambatan seiring dengan penurunan daya beli masyarakat. Di sisi lain, sektor
pengangkutan dan komunikasi pada triwulan IV-2008 diperkirakan masih tumbuh tinggi.
Meskipun diperkirakan sedikit mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode
sebelumnya, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi masih berada di atas rata-
rata tahun 2007. Berdasarkan asesmen tersebut, Produk Domestik Bruto (PDB) pada
triwulan IV-2008 diprakirakan akan tumbuh mencapai 5,7% (y.o.y).
Berbeda dengan perekonomian nasional, dampak krisis keuangan AS belum terlalu
berpengaruh pada perekonomian regional di Sulawesi Utara. Hal ini tercermin dari masih
tingginya laju pertumbuhan ekonomi pada trwulan IV-2008 yang tumbuh 8,01% (y.o.y),
lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,25% (y.o.y).
Secara agregat, laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di Tahun 2008 mencapai
7,55%, lebih tinggi dibandingkan Tahun 2007 lalu yang hanya 6,47%.
11
A. SISI PERMINTAAN
Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh kegiatan ekspor
dan konsumsi. Namun demikian, kinerja ekspor selama triwulan laporan mulai
memperlihatkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya sebagai dampak
menurunnya permintaan dunia akibat krisis ekonomi global. Menurut komoditasnya,
produk pertanian seperti bungkil serta CNO/CCO (minyak mentah dari kopra) merupakan
andalan ekspor. Sementara itu, peningkatan kegiatan konsumsi selama triwulan laporan
lebih disebabkan oleh berlangsungnya perayaan hari besar keagamaan (lebaran dan natal)
selama triwulan laporan serta persiapan perayaan Tahun Baru 2009.
Tabel 1.1. Pertumbuhan dan Kontribusi PDRB Provinsi Sulawesi Utara
Menurut Jenis Penggunaan (%)
Q4 Q3 Q4 KontribusiKonsumsi 2.40 3.95 4.27 3.01 3.33 2.18 1.46
Konsumsi Swasta 2.19 4.37 5.41 2.26 2.63 1.11 -0.02Konsumsi Pemerintah 2.80 3.20 2.01 4.60 4.60 1.07 4.51
PMTB 14.70 23.35 19.08 15.56 9.40 2.13 10.60Stok 81.72 88.02 15.35 50.24 50.24 0.55 45.79Ekspor 19.46 0.43 5.76 72.08 60.39 27.34 63.21Impor 21.54 2.14 8.55 79.29 70.34 24.19 68.68
PDRB 6.18 7.25 6.47 7.88 8.01 8.01 7.55
Jenis Penggunaan 2006 20072007
20082008
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
1. Konsumsi
Perlambatan kegiatan konsumsi swasta (konsumsi rumah tangga dan perusahaan) sebagai
dampak dari menurunnya daya beli masyarakat ternyata masih dapat terselamatkan oleh
meningkatnya permintaan masyarakat menjelang dan saat perayaan hari raya dan persiapan
Tahun Baru 2009. Selama triwulan IV-2008, kegiatan konsumsi tumbuh 3,33% (y.o.y)
dengan kontribusi 2,18% terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara umum. Berdasarkan
komponen penyusunnya, konsumsi swasta memberikan kontribusi sebesar 1,11%
sedangkan konsumsi pemerintah sebesar 1,07% terhadap laju pertumbuhan ekonomi
secara umum. Aktivitas kegiatan konsumsi pemerintah antara lain tercermin dari
meningkatnya realisasi belanja pemerintah provinsi hingga akhir Tahun 2008 yang telah
mencapai 93,76% atau berjumlah Rp912,86 milliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun lalu yang baru 92,61%. Secara tahunan, laju pertumbuhan kegiatan konsumsi
Tahun 2008 sebesar 1,46% atau turun dibandingkan Tahun 2007 lalu sebesar 4,27%.
Peningkatan kegiatan konsumsi khususnya khususnya konsumsi rumah tangga antara lain
dapat dikonfirmasi melalui hasil Survey Konsumen (SK) Kota Manado. Berdasarkan hasil
survey tersebut periode Desember 2008, sebagian besar konsumen menyatakan bahwa
12
kondisi ekonomi saat ini lebih baik dibandingkan 3-6 bulan sebelumnya dengan level indeks
113,00 (level indeks > 100 berarti optimis). Kondisi ini berbeda dibandingkan 2 (dua) bulan
sebelumnya dimana sebagian besar konsumen menilai bahwa kondisi ekonomi saat ini lebih
buruk dibandingkan 3-6 bulan yang lalu. Menurut komponen penyusunnya, indeks
penghasilan saat ini dan indeks ketersediaan lapangan kerja berada pada level optimis (lebih
baik dibandingkan 3-6 bulan yang lalu) sedangkan indeks pembelian bahan tahan lama
berada pada level pesimis.
Grafik 1.2.
Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D
2007 2008
Indeks Keyakinan Ko nsumenKondisi Eko nomi Saat IniEkspektasi Konsumen
40
60
80
100
120
140
160
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D
2007 2008
Kondisi Ekonomi Saat Ini Penghasilan Saat Ini
P embelian Barang Tahan Lama Ketersediaan Lap. Kerja
Sumber : Survey Konsumen (SK) Kota Manado Sumber : Survey Konsumen (SK) Kota Manado
2. Investasi
Di tengah krisis ekonomi global yang saat ini yang berdampak pada perekonomian nasional,
kegiatan investasi di Sulawesi Utara selama Triwulan IV-2008 masih tumbuh 9,40% (y.o.y)
dengan kontribusi sebesar 2,13% terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara umum.
Perkembangan kegiatan investasi antara lain dapat dikonfirmasi dengan data
perkembangan penjualan semen dan perkembangan indeks bahan bangunan berdasarkan
hasil Survey Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado. Penjualan semen selama triwulan IV-2008
mencapai 126 ribu ton atau meningkat 22,11% dibandingkan periode yang sama tahun
lalu. Sementara itu, perkembangan indeks bahan bangunan memperlihatkan trend
peningkatan dari 198,9 pada Desember 2007 meningkat menjadi 367,7 atau tumbuh
84,9% (y.o.y). Pertumbuhan indeks ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh 28,02%. Sementara itu, berbagai persiapan terkait dengan
penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC) di Tahun 2009 antara lain berupa
pembangunan berbagai proyek jalan, jembatan, lapangan udara dan infrastruktur lainnya
juga turut andil mendorong laju pertumbuhan kegiatan investasi selama triwulan laporan.
13
Grafik 1.3.
Perkembangan Penjualan Semen di Sulawesi Utara Grafik 1.4.
Pertumbuhan Indeks Bahan Bangunan dan Kredit
(20)
-
20
40
60
80
100
120
140
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D
2006 2007 2008
gIndeks Bahan Bangunan (y.o.y)
gKredit Konstruksi (y.o.y)
98,4
42
96,4
88
103,
769
95,1
31 128,
946
123,
142
126,
713
103,
186
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado
Melalui penyelenggaraan WOC diperkirakan Sulawesi Utara akan mampu menyerap dana ±
Rp 5 – 6 Triliun baik yang berasal dari dana APBN, APBD dan investor swasta, dengan
rincian sebagai berikut :
1. Alokasi dana APBD kabupaten/kota/provinsi bagi suksesnya penyelenggaraan WOC
yang jumlahnya ± Rp 1,2 Triliun.
2. Alokasi dana APBN melalui beberapa instansi vertikal seperti departemen pekerjaan
umum, departemen perhubungan, departemen kesehatan, dll, yang total jumlah
dananya hampir mencapai Rp 859 milliar, dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
Tabel 1.2.
Pembangunan Infrastruktur Penunjang WOC K E G I A T A N TARGET Rencana Biaya
(dlm Milliar Rp)Pekerjaan UmumPembangunan Jln Manado-Mapanget 11.8 km 66.0 Pembangunan Jembatan Soekarno 491 m 180.0 Pengembangan Air Minum 40 ltr/det 15.0 Pembangunan Jalan Boulevard II 4 km 40.0 Pembangunan Drainase dalam kota 25 km 19.5 Normalisasi dan Perkuatan Tebing Sungai 1 km 7.5 Pembangunan Jalan Ring Road II 7,7 km 146.4 Pembangunan Jembatan Sario 25 m 7.5 Saringan Sampah Hidrolik 3 lokasi 70.0 Pembangunan RS Taraf Internasional 1 unit 150.0 Perhubungan Perluasan Apron Bandara Sam Ratulangi 29.622 M2 50.0 Perluasan Terminal Penumpang Bandara 9.000 M2 73.4 Perluasan Lapangan Parkir Bandara 8.500 M2 6.7 Pengadaan Garbarata 2 unit 8.0 Pemasangan Eskalator 2 unit 3.0 Pembangunan Dermaga Penyeberangan Bunaken 6.0 Pembangunan Dermaga Penyeberangan Manado 6.0 Pengadaan Kapal Penyeberangan Manado-Bunaken 5.0
859.99 TOTAL
3. Dana yang bersumber dari masuknya investor swasta untuk berinvestasi di Provinsi
Sulawesi Utara diantaranya dengan melakukan pembangunan delapan hotel baru
dengan nilai investasi sebesar Rp 968 milliar serta proses pembangunan Grand
Kawanua International City dengan nilai investasi ± Rp1,25 trillun yang peletakan batu
pertamanya dilaksanakan pada awal Tahun 2008 dan saat ini sedang dalam proses
pengerjaan. Pembangunan Grand Kawanua International City tersebut nantinya akan
mengambil konsep hunian di tengah kota dengan berbagai sarana dan prasarana
pendukung diantaranya adalah rumah sakit internasional, gedung convention centre
yang mampu menampung lebih dari 3000 orang, lapangan golf 18 hole, pusat bisnis
serta Hotel Accord (berbintang 5). Semuanya ini diperkirakan akan memberikan nilai
tambah yang cukup besar bagi kegiatan investasi.
Tabel 1.3. Pembangunan Hotel – Hotel Baru Pendukung WOC
No. Nama Hotel Investasi Kapasitas Kamar
Ket Alamat
1 Sintesa Peninsula Rp 150 Milliar 300 * 5 Jl. Sudirman 2 Novotel Rp 98 Milliar 250 * 5 Jl. A. Maramis Kayuwatu3 Swiss Bell Maleosan Rp 91 Milliar 250 * 4 Jl. Sudirman4 Aston Hotel Rp 30 Milliar 110 * 4 Jl. Sudirman 5 Accord Ibis/Formula I Rp 360 Milliar 200 * 5 Jl. Boelevard6 Gran Central 2/Travello Rp 30 Milliar 100 * 4 Jl. Sudirman7 Sutan Radja Rp 200 Milliar 250 * 5 Kalawat Minut8 Lucky Inn Rp 9 Milliar 40 Melati Jl. Monginsidi
Rp 968 Milliar 1,500 Total
Dari sisi pembiayaan, jumlah kredit produktif yang disalurkan guna mendukung kegiatan
investasi masih relatif kecil. Namun demikian, berdasarkan trend yang ada pertumbuhan
kredit produktif menunjukkan perkembangan yang baik. Hingga akhir triwulan laporan
kredit produktif (modal kerja dan investasi) yang berhasil disalurkan mencapai Rp4,55 Triliun
atau meningkat 41,78% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan
kegiatan investasi juga tercermin dari struktur impor Sulawesi Utara dimana hampir
seluruhnya merupakan jenis barang modal antara lain dalam bentuk mesin, perkakas dan
peralatan lain. Sejak Januari s.d. Oktober 2008, nilai impor barang modal tercatat sebesar
USD 9,84 juta dengan volume sebesar 7,35 ribu ton.
Nilai TransaksiGrafik 1.5.
Pertumbuhan Kredit Produkif (%)
5
0
-
-
951
-
4,046
6,238
9,794
44
119
6
180
- 10,000 20,00
2004
2005
2006
2007
2008*)
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 910 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2006 2007 2008
(%)
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Sumber : Direktorat Statistik *) s.d. Oktober 20
Grafik 1.6. Impor Barang Modal (USD)
14
36,907
60,821
0 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000
M anufaktur / Barang M odal
Pertambangan dan Penggalian
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Moneter Bank Indonesia 08
15
3. Ekspor – Impor
Kinerja ekspor selama triwulan IV-2008 menunjukkan sedikit perlambatan dibandingkan
triwulan sebelumnya walaupun masih tetap tumbuh positif sebesar 60,39% (y.o.y). Namun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tumbuh 0,43% (y.o.y) maka kinerja
ekspor selama triwulan laporan sangat baik. Berdasarkan komponen penyusunnya, kegiatan
ekspor tersebut berasal oleh ekspor antar negara yang meningkat 86,08% (y.o.y),
sedangkan ekspor antar pulau/provinsi hanya tumbuh 13,31% (y.o.y). Total ekspor luar
negeri dari Januari – Oktober 2008 mencapai USD 591,9 Juta atau meningkat 27,94%
(y.o.y) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Ke depan, dampak krisis
ekonomi global diperkirakan akan mempengaruhi kinerja ekspor seiring dengan menurunya
permintaan dunia dan tertekannya harga komoditas.
Grafik 1.7.
Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Sulawesi Utara
-
200
400
600
800
1,000
1,200
400
1,600Vo lume (Ribu Ton)
Nilai (Juta USD) 1,
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008*-
20
600
800
1,000
1,200
Q2-07 Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08
Vo lume (Ribu Ton)
Nilai (Juta USD)
400
0
Q1-07 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d. Oktober 2008
Berdasarkan jenisnya, komoditi utama ekspor luar negeri terutama dalam bentuk kelompok
bahan makanan dan kelompok minyak nabati dan hewani (animal or vegetable fats and
oils) antara lain kopra, minyak kelapa (Virgin Coconut Oil (VCO) dan ikan dengan negara
tujuan utama adalah Belanda, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
Tabel 1.5. Komoditi Utama Ekspor Sulawesi Utara
(dalam ribu USD)
KELOMPOK 2003 2004 2005 2006 2007 2008*)
Food & Live Animals 59,488 95,367 112,762 68,547 128,552 126,191 Beverages & Tobacco - 39 - 6 - - Crude Materials, Inedible 4,757 7,624 13,127 4,280 2,107 1,514 Mineral Fuels, Lubricants, etc - - - - - - Animal & Vegetable Oils & Fats 69,520 142,611 245,181 186,296 421,595 454,233 Chemical 420 165 2,436 2,492 4,211 3,604 Manufactured Goods 500 1,999 1,094 1,611 566 302 Machinery & Transport Eqp 56 125 25 87 145 81 Misc. Manufactured Articles 253 225 378 234 182 223 Commodities & Transaction Nes - - 7,290 9,810 - 5,772
TOTAL 134,995 248,155 382,294 273,363 557,359 591,920 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
*) s.d. Oktober 2008
16
Grafik 1.8. Negara Tujuan Utama Ekspor Sulawesi Utara
Tujuan 2005 2006 2007 2008*)
Nilai Ekspor 382,294 273,363 557,359 591,920
Belanda 22.61 15.98 38.52 29.59 Amerika Serikat 25.41 17.18 14.93 17.73 China 17.91 28.61 12.98 9.16 Korea Selatan 2.00 4.68 9.52 11.89 India 3.58 5.49 4.81 8.54 Negara Lainnya 28.50 28.06 19.23 23.09
Total 100.00 100.00 100.00 100.00
Pangsa Pasar
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
*) s.d. Oktober 2008
Sementara itu, kegiatan impor tumbuh 70,34% (y.o.y) selama triwulan IV - 2008, melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 79,29% (y.o.y). Namun demikian, dibandingkan
periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 2,14% (y.o.y) maka pertumbuhan impor pada
triwulan laporan jauh lebih tinggi. Menurut komponen penyusunnya, impor antar
pulau/provinsi merupakan penyumbang utama sedangkan impor antar negara cenderung
turun bahkan kontraksi. Secara netto, neraca perdagangan berada pada kondisi surplus
yang berasal dari transaksi perdagangan luar negeri. Sedangkan untuk transaksi
perdagangan antar provinsi umumnya masih berada pada kondisi defisit. Hal ini disebabkan
karena hampir 70% barang konsumsi masih harus didatangkan dari luar provinsi terutama
dari Kota Makasar dan Kota Surabaya (seperti beras, bawang merah dan cabe).
Grafik 1.9.
Nilai dan Volume Impor Sulawesi Utara
-
10
20
30
40
50
60
70
2003 2004 2005 2006 2007 2008*)
Nilai (Juta USD)
Vo lume (Ribu Ton) Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
*) s.d. Oktober 2008
17
Menurut strukturnya, kegiatan impor sejak Januari 2006 s.d Oktober 2008 memiliki
perbedaan yang significant dibandingkan periode sebelum Tahun 2006. Pada periode
sebelum Tahun 2006 kegiatan impor lebih didominasi oleh kelompok komoditi bahan
makanan yaitu gula dan produk olahannya (sugars dan sugar confectionery) sedangkan
untuk periode awal Tahun 2006 hingga Oktober 2008 lebih didominasi oleh barang-barang
modal (mesin, perkakas, alat transportasi, dlsb-nya). Meningkatnya komposisi barang impor
dalam bentuk mesin, peralatan dan material ini mengindikasikan terus meningkatnya
kegiatan investasi di Sulawesi Utara.
Tabel 1.6.
Komoditi Utama Impor Sulawesi Utara Berdasarkan SITC (dalam USD)
KELOMPOK KOMODITI 2003 2004 2005 2006 2007 2008*)
Food and Live Animals 6,201 2,411 5,035 5,061 6,401 1,458 Beverages and Tobacco 0 - - - 1 - Crude Materials, Ineble 26 114 0 6 964 44 Mineral Fuels, Lubricants etc - - - - - - Animal & Vegetable Oil & Fats 1,194 15 160 717 - - Chemical 445 340 166 975 1,347 1,169 Manufactured Goods 1,842 297 101 7,678 349 340 Machinery & Transport Eqp 1,475 803 715 21,833 52,472 6,393 Misc. Manufactured Articles 179 185 65 643 418 435 Commodities & Transaction Nes - - - - - -
TOTAL 11,363 4,165 6,242 36,912 61,952 9,838 Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
*) s.d. Oktober 2008
Berdasarkan negara asal barangnya, impor sepanjang Tahun 2008 terutama berasal dari
negara China, Thailand dan Filipina, berbeda dibandingkan tahun sebelumnya dimana
impor lebih banyak berasal dari negara Amerika Serikat, Perancis, dan Vietnam. Secara
netto, nilai perdagangan luar negeri berada pada kondisi surplus yang berarti nilai ekspor
masih jauh lebih besar dibandingkan nilai impor. Selama periode Januari s.d. Oktober 2008,
total surplus perdagangan (net ekspor) tercatat sebesar USD 582,1 juta.
Grafik 1.10.
Negara Asal Impor Sulawesi Utara
Tahun 2008
14.60
9.69
9.40
52.7
6.3
7.2
China
Thailand
Filipina
Aust ralia
Singapore
Negara Lainnya
Tahun 2007
68.21%
12.98%
6.42%
3.89%
2.36% 6.13%
Amerika Serikat
Perancis
Vietnam
Thailand
Singapore
Negara Lainnya
Total USD 61,95 Juta Total USD 9,83 juta
‘
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d. Oktober 2008
Nilai Ekspor dan Im
-
100
200
300
400
500
600
700
2003 2004
Nilai EkspoNilai Impo r
Sumber : Direktorat Statistik, *) s.d. Oktober 2008
Perkembangan kegiatan perdagangan
dikonfirmasi dengan kegiatan eskpor-im
Bitung. Berdasarkan strukturnya, terlih
didominasi oleh kegiatan ekspor sed
Sedangkan untuk perdagangan dalam
dibandingkan dengan kegiatan muat ya
ke wilayah Sulawesi Utara dibandingk
adanya bahwa tingkat ketergantungan
luar Sulawesi Utara masih cukup tinggi.
Kegiatan Perdagangan Lua
QPerdagangan Luar Negeria. Impor Ton b. Ekspor Ton 8
8
Bongkar Ton 67 Muat Ton 26
93
Jenis Kegiatan
JumlahPerdagangan Dalam Negeri
Jumlah Sumber : PT. Pelindo IV (Persero), Bitung
*) s.d. November 2008
Sementara itu secara tahunan, laju ekspo
sebesar 63,21% (y.o.y) dan 68,68% (y
sebelumnya yang tumbuh masing-masin
Grafik 1.11.por Luar Negeri Provinsi Sulawesi
18
2005 2006 2007 2008*)-
10
20
30
40
50
60
70
r
E onomi dan Moneter Bank Indonesia k
selama triwulan laporan antara lain juga dapat
por serta bongkar-muat barang melalui pelabuhan
at bahwa untuk perdagangan luar negeri lebih
angkan kegiatan impor relatif kecil pangsanya.
negeri, intensitas kegiatan bongkar lebih tinggi
ng berarti lebih banyak barang-barang yang masuk
an barang yang keluar. Dengan demikian, benar
Sulawesi Utara terhadap daerah/provinsi lainnya di
Tabel 1.7. r dan Dalam Negeri di Pelabuhan Bitung (dalam USD)
3 Q4 Q3 Q4*) Y.o.Y
553 12,030 23,044 25,535 112.26 3,247 63,304 128,915 123,908 95.74 3,800 75,334 151,958 149,443 98.37
2,918 745,671 801,622 888,290 19.131,877 251,707 252,826 243,008 -3.464,795 997,378 1,054,448 1,131,298 13.43
2007 2008
r dan impor Sulawesi Utara masing-masing tercatat
.o.y) lebih tinggi dibandingkan pencapaian tahun
g 5,76% (y.o.y) dan 8,55%.
19
B. SISI PENAWARAN
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV - 2008 disumbangkan oleh
seluruh sektor yang ada bahkan dengan kinerja yang lebih baik dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya kecuali sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Tercatat
sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dan sektor pertanian
memberikan andil yang dominan dalam struktur perekonomian. Keadaan ini berbeda bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dimana kinerja sektor pertanian kurang
menggembirakan sehingga bukan merupakan sektor dominan penyumbang pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara.
Tabel 1.8.
Laju Pertumbuhan Masing-Masing Sektor Dalam Perekonomian Sulawesi Utara
Q4 Q3 Q4*) Kontribusi
Pertanian 4.70 7.47 6.53 0.83 4.79 1.29 4.21 Pertambangan & Penggalian 7.32 9.30 8.93 10.52 9.33 0.56 9.02 Industri Pengolahan 6.86 8.45 6.33 8.19 8.26 0.43 8.20 Listrik, Gas & Air Bersih 5.28 6.58 6.31 6.68 6.75 0.05 6.58 Bangunan 7.82 8.92 7.89 11.24 9.84 1.33 9.33 PHR 6.72 8.03 6.87 11.39 10.20 1.50 10.86 Pengangkutan & Komunikasi 5.56 6.63 6.87 13.94 9.59 1.17 10.15 Keu., Sewa & Jasa Perusahaan 10.28 6.69 6.25 6.81 6.81 0.46 6.91 Jasa-Jasa 4.31 3.79 3.68 6.39 6.52 0.67 4.73
PDRB 6.18 7.25 6.47 7.88 8.01 7.45 7.55
20082008
20072007
LAPANGAN USAHA 2006
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
1. Pertanian
Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV-2008 cukup baik berkenaan dengan
berlangsungnya masa panen di sebagian wilayah sentra beras di Sulawesi Utara. Sektor
pertanian pada triwulan laporan tumbuh 4,79% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan
yang sama tahun lalu 7,47% (y.o.y) walaupun masih lebih baik dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 0,83% (y.o.y). Pencapaian kinerja sektor pertanian tersebut
memberikan kontribusi 0,97% terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara.
Menurut sub sektornya, pertumbuhan sektor pertanian terutama disumbangkan oleh sub
sektor tanaman bahan makanan (tabama) dengan kontribusi 0,62%, disusul oleh sub sektor
peternakan dan sub sektor perikanan yang masih-masing memberikan kontribusi sebesar
0,17% dan 0,14%.
Sementara itu, untuk sub sektor lainnya yaitu sub sektor perkebunan dan sub sektor
kehutanan laju pertumbuhannya rendah sehingga kontribusinya relatif terbatas.
Terbatasnya pertumbuhan sub sektor perkebunan akibat dari hampir tidak adanya panen
komoditi cengkeh dan menurunnya produksi kelapa yang tidak sebanyak tahun lalu sebagai
20
akibat serangan hama dan kurangnya peremajaan. Sementara rendahnya pertumbuhan sub
sektor kehutanan antara lain disebabakan oleh semakin terbatasnya lahan kehutanan yang
bisa dimanfaatkan dan gencarnya proses penegakan hukum terhadap pelaku illegal logging
yang menyebabkan masyarakat dan pengusaha harus extra hati-hati dalam memanfaatkan
lahan yang ada.
Perkembangan sub sektor tabama antara lain dapat dikonfirmasi dengan data
perkembangan produksi beras dan jagung. Pada triwulan IV – 2008, jumlah produksi beras
diperkirakan mencapai 81.199 ton atau meningkat 21,41% (y.o.y) dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan untuk komoditi jagung,
perkembangannya selama triwulan laporan justru mengalami sedikit kontraksi sebesar
9,77% (y.o.y) mencapai jumlah 92.024 ton.
Tabel 1.9.
Perkembangan Luas Panen, Produksi Gabah dan Produksi Beras
2008
Q4 Q4
Luas Panen (Ha) 94,946 90,717 103,189 21,112 21,688 2.73 Produksi Gabah (Ton) 432,624 454,903 494,950 116,937 128,886 10.22
Produksi Beras (Ton) 268,227 282,038 276,604 66,880 81,199 21.41
2007 Y.o.Y2007
20062005
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 1.10.
Perkembangan Luas Panen dan Produksi Pipilan Kering Jagung
Q4 Q4
Luas Panen (Ha) 71,644 82,185 121,716 28,620 22,351 -21.90
Produksi Pipilan Kering (Ton) 195,305 242,711 403,127 101,996 92,027 -9.77
2007 20082007 Y.o.Y2005 2006
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara
Secara tahunan, kinerja sektor pertanian Tahun 2008 cukup baik walaupun lebih lambat
dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008, sektor pertanian tumbuh 4,21%, lebih
rendah dibandingkan Tahun 2007 lalu sebesar 6,53%. Perlambatan pertumbuhan ini
terutama disebabkan oleh penurunan kinerja sub sektor tanaman perkebunan khususnya
yang terjadi selama triwulan III dan IV – 2008. Dari sisi pembiayaan, peran perbankan untuk
membiayai sektor pertanian masih relatif terbatas sebesar Rp533 milliar atau hanya 5,97%
dari total kredit yang disalurkan. Belum terlalu optimalnya penyaluran kredit di sektor
pertanian antara lain disebabkan masih relatif tingginya resiko usaha di sektor tersebut.
Belum lagi ditambah dengan keketatan likuiditas yang terjadi di pasar keuangan sebagai
dampak krisis global yang menyebabkan bank cenderung sangat berhati-hati dalam
menggunakan dananya. Namun demikian, laju pertumbuhan kredit di sektor pertanian
masih cukup tinggi yaitu mencapai 72,51% (y.o.y) pada posisi akhir Tahun 2008.
21
-20
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2006 2007 2008
(%)
Grafik 1.12.Pertumbuhan Kredit Pertanian
Sumber : Lapoaran Bulanan Bank Umum (LBU)
2. Sektor Bangunan
Persiapan penyelenggaraan World Ocean Conference, CTI Summit dan Bunaken Sail pada
pertengahan Tahun 2009 mendorong peningkatan kinerja sektor bangunan secara
significant selama Tahun 2008 termasuk pada triwulan IV-2008. Sektor bangunan pada
triwulan IV-2008 tumbuh 9,84% (y.o.y) dengan kontribusi sebesar 1,57% terhadap laju
pertumbuhan secara umum (kontribusi terbesar dari seluruh sektor ekonomi yang ada).
Perkembangan sektor ini antara lain tercermin dari meningkatnya aktivitas pembangunan
sektor properti antara lain rumah toko (ruko), hotel dan komplek perumahan.
Perkembangan sektor bangunan antara lain dapat dikonfirmasi dengan pertumbuhan
indeks penjualan bahan bangunan berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Kota
Manado. Berdasarkan trendnya, pertumbuhan indeks penjualan bahan bangunan masih
terus bergerak naik walaupun sempat melambat pada Agustus 2008. Tercatat indeks
penjualan bangunan pada akhir triwulan berada pada level 367,7 atau naik sebesar 84,9%
dibandingkan akhir triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit di sektor bangunan mencapai Rp475 milliar atau
meningkat 61,45% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian,
alokasi kredit sektor bangunan ini relatif kecil bila dibandingkan dengan fakta
perkembangan sektor bangunan di Sulawesi Utara. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa pembiayaan sektor-sektor properti di Sulawesi Utara sebagian besar lebih didominasi
oleh pembiayaan di luar sektor perbankan bahkan ada diantaranya yang menggunakan
pembiayaan mandiri.
22
(20)
-
20
40
60
80
100
120
140
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D
2006 2007 2008
gIndeks Bahan Bangunan (y.o .y)
gKredit Konstruksi (y.o .y)
Grafik 1.13.Perkembangan Indeks Penjualan Bahan Bangunan
dan Pertumbuhan Kredit Konstruksi (%)
Sumber : Survei Penjualan Eceran dan Laporan Bulanan Bank Umum
3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Multiplier effect dari persiapan penyelenggaraan WOC mendorong peningkatan sektor-
sektor ekonomi lainnya diantaranya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR).
Gencarnya promosi kunjungan pariwisata ke Sulawesi Utara menyebabkan banyak
berdatangannya wisatawan domestik dan asing ke provinsi ini. Kondisi ini menyebabkan
transaksi perdagangan meningkat, tingkat hunian hotel tinggi dan bermunculannya tempat
makan/restoran baru disamping kebiasaan orang manado yang lebih senang makan di luar
dibandingkan di rumah. Sektor PHR termasuk sektor yang konsisten mencatat laju
pertumbuhan yang cukup tinggi. Pada triwulan IV - 2008, laju pertumbuhan sektor ini
tercatat sebesar 10,20% (y.o.y) dengan kontribusi 1,70% terhadap laju pertumbuhan
ekonomi secara umum (kedua terbesar setelah sumbangan sektor bangunan). Berdasarkan
sub sektornya, pertumbuhan sektor ini terutama disumbangkan oleh sub sektor
perdagangan besar dan eceran dengan kontribusi 1,24% disusul sub sektor hotel dan
restoran masing-masing dengan kontribusi 0,35% dan 0,10% terhadap laju pertumbuhan
ekonomi secara umum.
Perkembangan sub sektor perdagangan besar dan eceran, antara lain dapat dikonfirmasi
dengan indeks penjualan eceran dari hasil Survey Penjualan Eceran yang terus
memperlihatkan kenaikan indeks yaitu dari indeks 167,7 di akhir triwulan IV – 2007 naik
menjadi 189,4 di akhir triwulan IV – 2008 atau meningkat sebesar 13% (y.o.y). Berdasarkan
komponen pembentuknya seluruh kelompok mengalami kenaikan yaitu kelompok
bangunan, alat tulis, makanan dan kendaraan terkecuali kelompok rumah tangga dan
tekstil yang justru mengalami kontraksi.
23
Grafik 1.14. Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran Kota Manado
-60
-40
-20
0
20
40
60 Sumber : Survey Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado
Kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran juga dapat dikonfirmasi melalui
peningkatan aktivitas perdagangan dalam negeri berupa kegiatan bongkar muat di
pelabuhan Bitung. Tercatat, aktivitas bongkar dan muat mengalami peningkatan frekuensi
selama triwulan IV – 2008 menjadi 1,12 juta kegiatan dari sebelumnya 997 ribu kegiatan di
triwulan yang sama tahun sebelumnya atau terdapat peningkatan sebesar 13,43% (y.o.y).
Tabel 1.11.
Perkembangan Aktivitas Perdagangan Dalam Negeri Di Pelabuhan Bitung – Provinsi Sulawesi Utara
Q3 Q4 Q3 Q4*) Y.o.Y
Bongkar Ton 672,918 745,671 801,622 888,290 19.13Muat Ton 261,877 251,707 252,826 243,008 -3.46
934,795 997,378 1,054,448 1,131,298 13.43
Jenis Kegiatan2007 2008
Perdagangan Dalam Negeri
Jumlah Sumber : PT. Pelindo IV (Persero), Bitung
*) Data Sementara
Grafik 1.15. Perkembangan Kredit Sektor PHR
-
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2006 2007 2008
(%)
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
80
100
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D
2007 2008
gBangunan gTekstil
gRumah Tangga gTotal Indeks
-100
-50
0
50
100
150
200
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D
2007 2008
gAlat Tulis
gKendaraangMakanan
24
Dari segi pembiayaan, sektor PHR merupakan sektor terbesar kedua (setelah sektor
konsumsi) yang mendapat alokasi pembiayaan dari perbankan yaitu sebesar Rp2,63 triliun
atau meningkat 30,81% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa penyaluran kredit pada sektor perdagangan, hotel dan restoran
cukup berperan bagi perkembangan ekonomi Sulawesi Utara.
4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada triwulan IV - 2008 tumbuh 9,59% (y.o.y)
dengan kontribusi sebesar 1,26% terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Pencapaian ini lebih
tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu yang tumbuh 6,63% (y.o.y). Menurut
sub sektornya, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi didukung baik oleh sub
sektor pengangkutan maupun sub sektor komunikasi yang masing-masing dengan
kontribusi sebesar 1,08% dan 0,18% terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara umum.
Perkembangan sub sektor pengangkutan antara lain terindikasi dari meningkatnya
penjualan kendaraan bermotor selama triwulan laporan yang mencapai jumlah 55.600 unit
kendaraan atau meningkat 12,63% (y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
Tabel 1.12.
Perkembangan Kendaraan Bermotor di Provinsi Sulawesi Utara
Q3 Q4 Q3 Q4*)
A RODA 4
1 Milik Instansi Pemerintah 408 332 365 297 -10.54
2 Milik Pribadi/Perorangan 11,406 13,034 12,627 14,430 10.71
3 Milik Perusahaan Swasta 2,475 2,468 2,620 2,613 5.88
Jumlah Roda 4 14,289 15,834 15,612 17,340 9.51
B RODA 2 dan 3
1 Milik Instansi Pemerintah 984 722 797 585 -18.98
2 Milik Pribadi/Perorangan 33,147 32,802 38,071 37,675 14.86
3 Milik Perusahaan Swasta - 6
Jumlah Roda 2 dan 3 34,131 33,530 38,868 38,260 14.11
48,420 49,364 54,480 55,600 12.63
2008Y.o.Y
Total
RincianNo2007
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara *) Data Sementara
Perkembangan sub sektor angkutan selama triwulan laporan ditandai pula dengan mulai
beroperasinya perusahaan penerbangan Express Air di Manado pada pertengahan
November 2008 yang melayani rute Manado – Sorong – Jayapura – Ternate – Manokwari –
Fakfak dan Nabire dengan menggunakan armada Dornier 328. Melalui pembukaan jalur
penerbanngan ini diharapkan daerah yang selama ini terisolir akan terbuka sehingga
perekonomian antar wilayah semakin berkembang dan merata. Perkembangan sub sektor
angkutan antara lain dapat dikonfirmasikan melalui indeks penjualan kendaraan melalui
Survey Penjualan Eceran (SPE) dimana terjadi kenaikan indeks walaupun masih tetap dalam
25
kondisi pesimis yaitu dari 50,2 di akhir triwulan IV - 2007 naik menjadi 75 pada akhir
triwulan IV – 2008 atau mengalami kenaikan sebesar 49,5% (y.o.y).
Grafik 1.16.
Indeks Penjualan Kendaraan
-100
-50
0
50
100
150
200
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F MA M J J A S O N D
2006 2007 2008
gIndeks Kendaraan (y .o.y )gKredit Angkutan (y .o.y )
Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado
Perkembangan sektor pengangkutan juga dapat dikonfirmasi dengan jumlah pemakaian
bahan bakar minyak (BBM) khususnya jenis non industri. Selama triwulan laporan, tercatat
penggunaan BBM non industri sebesar 145,84 ribu Kilo Liter (KL) meningkat sebesar 1,63%
(y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar 143,49 ribu
Kilo Liter (KL). Berdasarkan jenisnya, peningkatan konsumsi BBM tertinggi dialami oleh jenis
premium sebesar 3,27% (y.o.y) sedangkan yang terendah adalah jenis minyak tanah 0,37%
(y.o.y).
Tabel 1.13. Jumlah Pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM) Non Industri
(dalam KL)
Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Q4-08*) Y.o.Y
1 Premium 51,919 48,437 51,123 52,474 53,618 3.272 Minyak Tanah 31,219 29,098 28,817 28,325 31,336 0.373 Solar 60,356 51,102 58,296 57,594 60,885 0.88
143,494 128,637 138,236 138,393 145,839 1.63Total
Jenis
Sumber : PT. Pertamina Cabang Manado, Sulawesi Utara
Sementara itu, relatif tingginya pertumbuhan sub sektor komunikasi dalam triwulan laporan
terutama disebabkan oleh pesatnya penggunaan sarana telepon selular oleh masyarakat
yang didukung oleh semakin luasnya wilayah jangkauan. Hal ini antara lain tercermin dari
bermunculannya pemain baru dalam provider telekomunikasi yaitu Fren dan Esia serta
pesatnya pembangunan sejumlah menara BTS (Base Transceiver System) di beberapa lokasi
pada daerah yang sebelumnya terisolir hingga meningkatkan kenyamanan pelanggan dalam
berkomunikasi. Selain itu perkembangan berbagai macam fasilitas dan fitur-futur baru
semakin memudahkan dan memanjakan para pengguna jasa telekomunikasi.
26
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2006 2007 2008
(%)
Grafik 1.17.Perkembangan Kredit Sektor Transportasi
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan sektor angkutan dan telekomunikasi ternyata didukung
pula oleh penyaluran kredit di sektor tersebut. Tercatat jumlah kredit yang disalurkan pada
sektor angkutan dan telekomunikasi mencapai Rp91,12 milliar, meningkat 21,98% (y.o.y)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, jumlah ini masih relatif kecil
dibandingkan total kredit yang berhasil disalurkan sampai akhir triwulan laporan yang
mencapai jumlah Rp8,93triliun.
5. Sektor Jasa-jasa
Sektor jasa-jasa tumbuh 6,52% (y.o.y) selama triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan
triwulan yang sama tahun lalu yang tercatat 3,79% (y.o.y). Menurut komponen
pembentuknya, sub sektor jasa pemerintah tumbuh 5,95% (y.o.y) dengan kontribusi 0,58%
sedangkan sub sektor jasa swasta tumbuh 7,70% (y.o.y) dengan kontribusi 0,36%.
Perkembangan sub sektor jasa pemerintahan seiring dengan realisasi PAD hingga akhir
triwulan laporan telah melampai target sebesar 108,77% dari target awal tahun atau lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar 96,04%.
Sementara itu, pertumbuhan sub sektor jasa swasta antara lain tercermin dari meningkatnya
aktivitas hiburan dan rekreasi seiring dengan berlangsungnya musim liburan sekolah selama
triwulan laporan.
6. Sektor Lainnya
Dampak kenaikan harga minyak mentah dunia yang diikuti oleh pergerakan harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) industri di dalam negeri ternyata tidak terlalu berdampak terhadap
perkembangan sektor industri pengolahan. Selama triwulan IV–2008, sektor industri
pengolahan tumbuh 8,26% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yang tumbuh 8,45% (y.o.y). Pertumbuhan sektor industri pengolahan antara
27
lain didukung oleh berkurangnya beban pelaku usaha seiring dengan terus menurunnya
harga BBM Industri. Hal ini tercermin dari meningkatnya penggunaan Bahan Bakar Minyak
(BBM) Industri mencapai jumlah 12.595 Kilo Liter atau meningkat 3,41%.
Tabel 1.14.
Jumlah Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Industri (dalam KL)
Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Q4-08*) Y.o.Y
1 Premium 125 106 120 123 167 34.062 Minyak Tanah 145 69 164 144 164 12.903 Solar 11,910 12,041 15,042 14,066 12,265 2.98
12,179 12,216 15,326 14,333 12,595 3.41Total
Jenis
Sumber : PT. Pertamina Cabang Manado, Sulawesi Utara
Perkembangan sektor indutri pengolahan tak lepas pula dari dukungan pembiayaan oleh
perbankan. Sejak awal tahun 2007 hingga akhir triwulan laporan, penyaluran kredit pada
sektor industri memperlihatkan trend peningkatan mencapai jumlah Rp214 milliar atau
meningkat 25,17% (y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Grafik 1.18.
Perkembangan Kredit Sektor Industri
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2006 2007 2008
(%)
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Sementara itu, sektor listrik, gas dan air bersih tumbuh 6,75% (y.o.y) selama triwulan
laporan. Hal ini tak terlepas dari mulai beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
(PLTPB) Lahendong berkapasitas 20 MW pada pertengahan Desember 2007. Laju
pertumbuhan ini disumbangkan baik oleh sub sektor listrik maupun sub sektor air bersih
yang masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 6,98% (y.o.y) dan 5,86% (y.o.y).
Perkembangan sub sektor listrik, antara lain dapat dikonfirmasi melalui data konsumsi listrik
yang selama triwulan II – 2008 mencapai 178 MW (Mega Watt) atau meningkat 8,75%
(y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian, peningkatan
konsumsi ini tidak seiring dengan data perkembangan pelanggan yang justru mengalami
penurunan rata-rata sebesar 20% (y.o.y) dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya.
28
Grafik 1.19.
Konsumsi Listrik di Provinsi Sulawesi Utara (dalam Mega Watt)
135
140
145
150
155
160
165
170
175
180
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2*)2006 2007 2008
Sumber : PT. PLN Kanwil Sulutenggo
Tabel 1.15. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Provinsi Sulawesi Utara
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2*)
Sosial, RT dan Publik (dlm ribu) 1,052 1,058 1,160 1,361 1,364 1,366 1,068 1,072 1,078 1,080
Bisnis dan Industri 37,028 36,990 40,691 48,334 48,645 48,917 37,994 38,353 38,642 38,916
2006 2007 2008
Sumber : PT. PLN Kanwil Sulutenggo
Secara umum, pemenuhan kebutuhan listrik oleh masyarakat dan berbagai perusahaan/unit
bisnis belumlah mampu seluruhnya dipenuhi oleh PT. PLN Sulutenggo. Hal ini antara lain
tercermin dari tingginya daftar tunggu penyambungan dan penambahan daya aliran listrik
yang hingga akhir Desember 2007 masih tercatat sebesar 31,85 MW. Ketidakmampuan PLN
untuk memenuhi permintaan masyarakat/unit usaha tersebut disebabkan masih terbatasnya
pembangunan infrastruktur kelistrikan baru yang diperkirakan baru akan dipenuhi pada
Tahun 2009 y.a.d. Di sisi lain, rata-rata biaya pokok penyedian listrik adalah sebesar
Rp1.771/kwh (selama Tahun 2006) atau jauh lebih tinggi dibandingkan harga jualnya yang
hanya sebesar 611/kwh. Hal ini menyebabkan kurang tertariknya investor baru untuk
menanamkan modalnya khususnya di sektor kelistrikan. Selain itu, rata-rata beban puncak
yang mampu dilayani oleh PLN untuk wilayah Sulawesi Utara sebesar 80-90 MW padahal
kebutuhan yang ada melebihi jumlah tersebut sehingga menyebabkan terjadinya
pemadaman bergilir di beberapa tempat. Kondisi ini akan menyebabkan meningkatnya
biaya produksi barang akibat penggunaan mesin-mesin diesel yang relatif ongkos yang
dikeluarkan menjadi lebih tinggi.
Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 9,33% (y.o.y) selama triwulan laporan
dengan kontribusi sebesar 0,50%. Berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor ini
29
disumbangkan oleh seluruh sub sektor yang ada yaitu sub sektor minyak dan gas,
pertambangan tanpa migas dan penggalian. Khusus untuk sub sektor penggalian,
berdasarkan pelaku usahanya, sub sektor penggalian ini lebih banyak dilakukan oleh
penambangan tradisional/rakyat dan bukan industri berskala besar.
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh 6,81% (y.o.y) selama triwulan
laporan meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,69%
(y.o.y). Berdasarkan sub sektornya, percepatan pertumbuhan dialami oleh sub sektor bank
dan sub sektor sewa bangunan sedangkan sub sektor lembaga keuangan bukan bank dan
sub sektor jasa perusahaan justru mengalami perlambatan pertumbuhan walupun masih
tetap positif. Perkembangan sub sektor bank antara lain tercermin dari maraknya
pembangunan jaringan kantor dan fasilitas perbankan antara lain : pembukaan kantor
cabang baru, penambahan ATM (Anjungan Tunai Mandiri), serta penawaran produk-produk
baru yang memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada masyarakat dalam
bertransaksi.
C. Analisis LQ (Location Quatient)
Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah diantaranya dapat
dilakukan dengan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat struktur
perekonomian wilayah tersebut. Percepatan laju pertumbuhan dan penguatan struktur
perekonomian suatu wilayah pada gilirannya akan dapat dilakukan lebih efektif dengan cara
penekanan pembangunan pada sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan
kompetitif dalam wilayah tersebut. Pendekatan Analisis LQ (Location Quatient) merupakan
salah satu dari alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan sektor basis dan
kecenderungan pertumbuhan sektor basis tersebut dalam struktur perekonomian di suatu
wilayah. Sektor basis yang pendekatan perhitungannya dilakukan dengan rasio kontribusi
sektor pada salah satu bagian wilayah terhadap kontribusi sektor yang sama dalam wilayah,
pada hakekatnya tidak terlepas dari aspek kontribusi.
30
Tabel 1.16. Share Sektor dalam PDRB Sulsel, Sulut, Gorontalo dan Sulampua
Periode Tahun 2008
S E K T O RSulawesi Selatan
Sulawesi Utara
Gorontalo Sulampua
Pertanian 30.25 21.68 30.58 28.80
Pertambangan & Penggalian 10.03 5.20 0.96 17.62
Industri Pengolahan 14.10 7.60 8.80 9.13
Listrik, Gas & Air Bersih 0.96 0.75 0.59 0.68
Bangunan 4.67 15.71 7.45 6.50
Perdagangan, Hotel & Restoran 14.98 14.71 13.79 13.05
Pengangkutan & Komunikasi 7.63 11.79 10.33 7.61
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 6.01 6.59 9.90 4.76
Jasa-Jasa 11.37 15.97 17.59 11.84
T O T A L 100.00 100.00 100.00 100.00
Data yang bersumber dari Biro Pusat Statistik (BPS) se-provinsi Sulawesi, Maluku, dan Papua
(SULAMPUA) menunjukkan bahwa pada Tahun 2007, kontribusi utama PDRB SULAMPUA
berasal dari sektor pertanian (28,94%), diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian
(17,62%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (13,05%), sektor jasa-jasa (11,84%) dan
sektor-sektor lainnya. Struktur perekonomian ini tentunya akan berbeda-beda di masing-
masing wilayah sesuai dengan karakteristik masing-masing provinsi.
Tabel 1.17. Nilai LQ Sektor-Sektor Unggulan Provinsi Sulawesi Utara
Terhadap Zona Sulampua (Basis Tahun 2007)
Lapangan UsahaSulawesi Selatan
Sulawesi Utara
Gorontalo
Pertanian 1.04 0.75 1.08 Pertambangan & Penggalian 0.57 0.29 0.06 Industri Pengolahan 1.56 0.83 0.89 Listrik, Gas & Air Bersih 1.44 1.11 0.84 Bangunan 0.71 2.42 1.15 Perdagangan, Hotel & Restoran 1.15 1.16 1.06 Pengangkutan & Komunikasi 1.03 1.57 1.40 Keu, Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan 1.25 1.31 1.77 Jasa-Jasa 0.97 1.32 1.59
Selanjutnya dengan melakukan perbandingan terhadap masing-masing sektor dalam PDRB
ketiga provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Gorontalo dengan sektor-
sektor dalam PDRB Zona Sulampua sebagai acuan, maka akan diperoleh nilai koefisien LQ.
Berdasarkan hasil tersebut, diperolah hasil bahwa terdapat 5 (lima) sektor yang merupakan
sektor basis (rasio LQ>1) di Provinsi Sulawesi Utara yaitu (1) sektor bangunan, (2) sektor
pengangkutan dan komunikasi, (3) sektor jasa-jasa, (4) sektor keuangan, sewa bangunan
dan jasa perusahaan serta (5) sektor listrik, gas dan air bersih. Dari 5 (lima) sektor basis
tersebut terdapat 3 (tiga) sektor yang secara dominan lebih tinggi dibandingkan sektor basis
yang sama di provinsi lainnya yaitu Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Gorontalo yaitu
sektor bangunan, sektor PHR dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Dengan demikian,
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara diharapkan dapat
31
lebih diarahkan pada sektor-sektor tersebut yang secara umum memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif dibandingkan provinsi lainnya di Zona Sulampua.
32
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Secara umum, tekanan harga barang dan jasa di Kota Manado selama Triwulan IV – 2008
memperlihatkan adanya penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Pada Desember
2008, inflasi kota Manado tercatat 9.71% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan dengan akhir
triwulan lalu yang tercatat sebesar 13.15% (y.o.y) serta periode yang sama tahun lalu
sebesar 10.13% (y.o.y). Demikian pula jika dibandingkan dengan laju inflasi nasional
sebesar 11.06% (y.o.y), maka laju inflasi kota Manado masih jauh lebih rendah.
Grafik 2.1. Grafik 2.2. Laju Inflasi Kota Manado Laju Inflasi Nasional
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Ag
ust
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Ag
ust
Sep
Okt
No
p
Des
2007 2008
%
MTM Manado YOY Manado
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Ag
ust
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Ag
ust
Sep
Okt
No
p
Des
2007 2008
%
MTM Nasional YOY Nasional
A. INFLASI TAHUNAN (y.o.y)
Inflasi tahunan kota Manado sepanjang triwulan IV -2008 cenderung menurun jika
dibandingkan triwulan III-2008. Pada awal triwulan IV inflasi tercatat 13.09% (y.o.y) yang
terus menurun hingga 9.71%(y.o.y) di akhir periode. Kondisi ini sejalan dengan laju inflasi
nasional yang juga terus mengalami penurunan walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu
besar. Pada awal triwulan IV inflasi tercatat 11.77% (y.o.y), sementara pada bulan
Desember inflasi berada pada angka 11.06% (y.o.y) Jika dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu, terjadi kondisi yang berbeda. Laju inflasi tahunan kota Manado pada
triwulan IV -2007 cenderung meningkat, dari 7.42% (y.o.y) pada bulan Oktober menjadi
10.16% (y.o.y) pada bulan Desember. Salah satu penyebab utama penurunan angka inflasi
ini adalah adanya kebijakan penurunan harga BBM pada bulan November dan Desember.
Penurunan harga BBM ini sekaligus berdampak pada menurunnya harga bahan baku dan
biaya transportasi.
33
Laju inflasi IHK disebabkan oleh faktor non fundamental yaitu tekanan inflasi volatile food
dan administered prices, serta faktor fundamental berupa inflasi inti yang terdiri dari
ekspektasi inflasi, tekanan sisi permintaan, dan output gap. Menurunnya inflasi yang berasal
dari volatile food terjadi karena berangsur turunnya harga minyak dunia yang sudah
mencapai 40$/barrel, yang berdampak pada menurunnya harga komoditas internasional
termasuk juga komoditas dalam negeri. Sementara itu, laju inflasi yang berasal dari
administered prices, terlihat dari adanya perubahan kebijakan harga BBM yang diturunkan
beberapa kali pada periode laporan untuk mengimbangi penurunan harga minyak dunia
serta kebijakan penurunan tarif transportasi.
Adanya persiapan menjelang hari raya Natal dan tahun baru cukup berperan dalam
membentuk permintaan masyarakat. Pada bulan Desember, angka inflasi untuk kelompok
komoditas tertentu yang terkait dengan persiapan Natal cenderung meningkat jika
dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Ketersediaan pasokan bahan makanan juga turut
berperan dalam membentuk inflasi. Sepanjang periode laporan, ketersediaan kebutuhan
pokok masyarakat masih tercukupi hingga satu tahun ke depan. Selain itu adanya
dukungan infrastruktur yang berkembang selama persiapan WOC turut membantu dalam
memperlancar jalur distribusi. Faktor ekspektasi inflasi dapat terlihat dari hasil Survey
Ekspektasi Konsumen kota Manado pada bulan Desember 2008 yang menunjukkan angka
optimis, berbeda dengan dua bulan sebelumnya yang cenderung pesimis. Optimisme
masyarakat ini lebih disebabkan oleh meningkatnya pendapatan terkait rencana kenaikan
upah minimum provinsi dan ketersediaan lapangan kerja yang dipicu oleh proyek WOC.
Tabel 2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang/Jasa (y.o.y)
M ar Ju n Sep D es M ar Ju n Sep D es1 Ba ha n M a k a na n 13,33 12,89 14,05 21,14 13,58 27,35 26,69 16,952 M a k a na n Ja d i 7 ,90 6,62 7,75 4,52 2,33 3,45 5,29 7,113 P e rum a ha n 2,94 2,38 4,78 5,34 6,89 13,01 11,77 7,164 S a nda ng 3,59 2,19 3,92 7,39 10,31 9,13 8,02 6,215 K e se ha ta n 7,39 8,87 10,13 12,12 10,08 13,32 13,13 11,516 P e nd id ik a n 1,57 1,70 1,61 3,15 2,34 1,83 2,02 2,327 T ra nsporta si 0 ,90 1,16 1,17 1,18 0,52 9,91 9,95 8,83
U m um 6,98 6,43 7,79 10,13 7,68 13,18 13,15 9,71
2007 2008K e lom pokN o
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Secara umum, inflasi bulan Desember 2008 lebih rendah dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2007 inflasi Desember sebesar 10.13%(y.o.y), maka
pada tahun 2008 inflasi berada pada angka 9.71%(y.o.y). Berdasarkan kelompok barang
dan jasa, bahan makanan memiliki angka inflasi tertinggi, yaitu 16,95% (y.o.y) dengan
sumbangan 6.21%(y.o.y). Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama periode
34
sebelumnya, terlihat bahwa sebagian besar kelompok barang/jasa dalam periode laporan
mengalami penurunan dibanding periode sebelumnya. Kelompok yang mengalami
penurunan adalah kelompok bahan makanan, kelompok sandang, kelompok kesehatan,
serta kelompok pendidikan rekreasi dan olahraga. Sementara itu tiga kelompok lainnya
yaitu kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, listrik, air, gas, dan bahan bakar, serta
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami peningkatan.
Peningkatan yang tertinggi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.
Jika pada tahun lalu hanya 1.18%(y.o.y), maka satu tahun kemudian telah meningkat
menjadi 8.83% (y.o.y). Kenaikan ini terjadi karena masih terasanya dampak kenaikan harga
BBM yang cukup tinggi pada bulan Mei tahun 2008 yang berdampak pada berbagai sektor,
khususnya jasa transportasi.
B. INFLASI BULANAN (M.t.M)
Laju perkembangan inflasi bulanan pada triwulan IV – 2008 cenderung berfluktuasi, Pada
awal periode, angka inflasi bulanan Manado tercatat 0.09% (m.t.m), sementara pada bulan
November kota Manado mengalami deflasi sebesar 0.37% (m.t.m), yang kemudian kembali
meningkat di akhir periode menjadi 0.46%(m.t.m).
Penurunan inflasi pada bulan November secara umum disebabkan oleh menurunnya harga
minyak dunia yang kemudian direspon oleh pemerintah dengan melakukan beberapa kali
melakukan penurunan harga BBM sepanjang periode triwulan IV. Penurunan BBM ini
berdampak pada penurunan biaya produksi dan transportasi. Namun demikian, pada bulan
Desember 2008 tingkat inflasi kota Manado kembali meningkat yang disebabkan oleh
adanya persiapan perayaan Hari raya Natal dan Tahun Baru.
Tabel 2.2. Inflasi menurut kelompok barang/jasa (m.t..m)
Okt Nov Des Okt Nov Des1 Bahan Makanan -1,44 5,36 3,94 -0,50 -1,90 2,612 Makanan Jadi -0,42 -0,11 0,28 0,10 0,47 0,973 Perumahan 0,54 0,03 0,86 0,70 -0,24 -0,284 Sandang 1,63 1,48 0,83 0,18 1,01 0,515 Kesehatan 1,36 1,61 0,05 0,05 0,32 -0,116 Pendidikan 0,30 0,73 0,60 0,08 0,31 0,517 Transportasi 0,25 -0,26 0,04 0,05 0,12 -2,28
Umum -0,26 2,01 1,72 0,09 -0,37 0,46
KelompokNo2007 2008
Sumber : BPS Sulawesi Utara, diolah
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, angka inflasi tertinggi selama Triwulan IV 2008
adalah kelompok bahan makanan sebesar 2.61%(m.t.m) pada bulan Desember. Namun
demikian, angka ini masih lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai
35
5.36%(m.t.m) pada bulan November. Sementara itu, deflasi tertinggi tahun 2008 terjadi
pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di bulan Desember sebesar
2.28%(m.t.m). Angka ini lebih tinggi dibanding tahun lalu sebesar 1.44%(m.t.m) pada
kelompok bahan makanan di bulan Oktober. Pada bulan November 2008 terjadi deflasi di
kota Manado. Deflasi ini terjadi di sebagian besar kota secara nasional. Untuk wilayah
Sulawesi, dari pemantauan terhadap sembilan kota, hanya dua kota yang mengalami inflasi,
sementara yang lain termasuk Manado mengalami deflasi. Kebijakan pemerintah yang
kembali menurunkan harga BBM turut berperan dalam kondisi deflasi ini.
Inflasi Oktober 2008
Di awal triwulan IV -2008 ini inflasi kota Manado cenderung mengalami peningkatan
dibandingkan bulan sebelumnya. Pada bulan ini inflasi kota Manado sebesar 0.09%
(m.t.m), lebih besar daripada akhir triwulan lalu yang hanya 0.03% (m.t.m). Peningkatan
tertinggi terjadi pada kelompok perumahan, listrik, air, gas dan bahan bakar sebesar 0.7%.
Hal ini terjadi karena walaupun pada bulan ini pemerintah menerapkan kebijakan
penurunan harga BBM namun dampaknya masih belum terasa. Kenaikan angka inflasi di
kelompok ini justru terjadi akibat adanya kebijakan menaikkan harga jual gas elpiji sekitar
9.5% untuk kemasan 12 kg pada bulan September lalu. Selain itu, maraknya pembangunan
sarana dan prasarana pendukung WOC juga turut memberi andil dalam peningkatan angka
inflasi di kelompok ini, karena berdampak pada tingginya permintaan bahan bangunan
yang memicu melambungnya harga khususnya komoditi semen. Sementara itu, kelompok
yang mengalami deflasi adalah bahan makanan sebesar 0.5%. Hal ini terjadi karena
terpenuhinya ketersediaan pasokan, khususnya untuk kebutuhan pokok masyarakat berupa
gula, terigu, mentega, susu, dan daging masih tercukupi. Ketersediaan pasokan rata-rata
mampu mengcover kebutuhan hingga 3-4 bulan mendatang bahkan melewati Natal dan
Tahun Baru. Ketersediaan beraspun relatif aman, karena tersedia untuk keperluan hingga
hampir dua tahun ke depan. Kebutuhan beras ini dipenuhi dari hasil produksi lokal dan
pasokan dari daerah lain. Berdasarkan data IHK sub kelompok, komoditas yang mengalami
peningkatan harga tertinggi justru berasal dari kelompok bahan makanan, yaitu pada sub
kelompok ikan yang diawetkan dan ikan segar. Kondisi ini terjadi karena pada awal Oktober
stok komoditi ini di pasar tradisional cenderung menurun. Sementara itu, sub kelompok
yang mengalami deflasi tertinggi adalah bumbu-bumbuan.
36
Inflasi November 2008
Pada bulan November 2008 terjadi penurunan harga secara umum atau deflasi di kota
Manado hingga 0.37% (m.t.m), berbeda dengan bulan lalu yang justru mengalami inflasi
sebesar 0.09% (m.t.m). Deflasi terutama dipicu oleh penurunan harga BBM industri per 1
November 2008 sebesar 4-6% berdasarkan Perpres 55/2005 yang kemudian ditindaklanjuti
dengan penurunan tarif angkutan di beberapa kab/kota di Sulawesi Utara termasuk kota
Manado. Selain itu, ketersediaan pasokan bahan makanan pokok juga turut menyumbang
angka inflasi yang rendah. Beberapa komoditi yang ketersediaannya mencukupi adalah
gula, terigu, mentega, susu, dan daging. Berdasarkan kelompok barang dan jasa,
penurunan terbesar terjadi pada kelompok bahan makanan, yaitu sebesar 1.90%(m.t.m).
Sub kelompok ikan segar mengalami penurunan angka IHK terbesar, hal ini terjadi karena
mulai tercukupinya stok di pasar tradisional pada awal November. Selain itu, deflasi juga
terjadi pada kelompok perumahan sebesar 0.24%(m.t.m) yang berasal dari sub kelompok
biaya tempat tinggal. Walaupun secara umum pada bulan November terjadi deflasi, namun
kelompok sandang menunjukkan tingkat inflasi yang cukup tinggi sebesar 1.01%(m.t.m).
Jauh meningkat dibandingkan bulan lalu yang hanya 0.18%(m.t.m), khususnya untuk sub
kelompok sandang pribadi dan barang lain.
Inflasi Desember 2008
Tahun 2008 di kota Manado ditutup dengan laju inflasi sebesar 0.46% (m.t.m), meningkat
dibandingkan bulan lalu yang justru mengalami deflasi 0.37%(m.t.m). Inflasi terjadi pada
empat kelompok barang/jasa. Kelompok bahan makanan yang sebelumnya mengalami
deflasi 1.90% (m.t.m), pada bulan ini meningkat cukup tinggi hingga 2.61% (m.t.m), hal ini
terkait dengan adanya persiapan hari raya Natal dan tahun baru. Peningkatan yang cukup
tinggi juga terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,97 %
(m.t.m). Pola kebiasaan masyarakat Sulawesi Utara yang banyak mengkonsumsi minuman
beralkohol pada saat hari raya turut berperan dalam meningkatkan angka inflasi di
kelompok ini. Tingkat inflasi terendah pada bulan ini terjadi di sektor transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan yaitu deflasi sebesar 2.28%, hal ini sesuai dengan data IHK
sub kelompok yang menunjukkan bahwa angka IHK terendah pada bulan Desember 2008
terjadi pada sub kelompok transportasi. Rendahnya IHK transportasi terjadi karena adanya
kebijakan penurunan tarif angkutan yang diberlakukan pemerintah kota Manado menyusul
penurunan harga BBM.
37
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Kinerja perbankan di Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan IV–2008 secara garis besar
masih cukup baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin
dari peningkatan total asset, kredit dan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun,
membaiknya rasio kualitas kredit (NPL) serta diperkuat dengan peningkatan rasio fungsi
intermediasi perbankan Loan To Deposit Ratio (LDR). Peningkatan LDR ini disebabkan oleh
pertumbuhan jumlah kredit yang lebih signifikan dibandingkan pertumbuhan dana yang
berhasil dihimpun oleh perbankan. Sementara itu, walaupun tetap tumbuh positif selama
triwulan laporan, namun pertumbuhan kredit tidak lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Salah satu pemicunya adalah kenaikan BI rate menjadi 9.5% pada bulan
oktober 2008 ditambah lagi perlambatan perekonomian akibat dampak dari krisis global
yang direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan kreditnya. Sedangkan
membaiknya kualitas kredit lebih didorong karena bank cenderung lebih berhati-hati dalam
menyalurkan kreditnya mengingat dampak dari krisis global yang masih menghantui
perekonomian dalam negeri.
Tabel 3.1
Indikator Utama Perbankan di Sulawesi Utara
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Total Aset 8,958 9,319 9,905 10,548 10,793 11,691 12,359 13,527
Tumbuh Y.o.Y (%) 20.76 17.76 21.67 19.59 20.48 25.45 24.78 28.24 DPK (Rp Miliar) 5,985 6,436 6,504 7,070 7,189 7,765 7,929 8,860
Tumbuh Y.o.Y (%) 18.14 20.88 19.34 17.49 20.12 20.65 21.91 25.31
Kredit (Rp Miliar) 5,179 5,638 6,079 6,577 6,823 7,852 8,454 8,934
Tumbuh Y.o.Y (%) 20.25 22.04 26.85 29.70 31.74 39.27 39.08 35.84 LDR (%) 86.53 87.61 93.46 93.02 94.90 101.13 106.62 100.84
NPL (%) 5.12 4.91 6.29 3.77 4.86 4.88 3.43 2.86
Share UMKM 62.19 64.42 63.86 61.79 63.09 64.68 64.29 64.10
NPL UMKM (%) 8.23 7.62 7.11 5.67 6.01 5.69 4.91 3.78
Komponen2007 2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
A. Fungsi Intermediasi Perbankan
1. Respon Perbankan Sulawesi Utara Terhadap Kebijakan Moneter
Periode triwulan IV-2008 masih diwarnai oleh problematika yang terjadi di pasar keuangan
AS yang menyebar dan berdampak luas pada perekonomian Indonesia. Di tengah berbagai
gejolak tersebut, kondisi perbankan Indonesia secara fundamental masih dapat terjaga.
Indikator-indikator utama perbankan menunjukkan ketahanan yang tetap baik dan mantap,
seperti tercermin berbagai indikator utama perbankan seperti NPL (Non Performing Loan)
38
dan LDR (Loan To Deposit Ratio). Sementara itu, kondisi likuiditas perbankan yang sempat
mengalami keketatan, sudah mulai longgar kembali. Namun, perbankan terlihat mulai
berhati-hati dalam menyalurkan kredit seiring dengan meningkatnya risiko ke depan
sebagai dampak dari melemahnya perekonomian di sektor riil.
Tingkat suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang masih relatif tinggi sebagai efek
tunda yang baru dirasakan di tengah-tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global
berimplikasi pada penurunan akselerasi pertumbuhan kredit. Kenaikan BI Rate pada oktober
2008 masih terus ditransmisikan oleh suku bunga deposito. Bahkan setelah
dipertahankannya level BI Rate pada November 2008. Tingkat Suku Bunga deposito di
Sulawesi Utara terus menunjukkan adanya peningkatan, sampai dengan bulan Desember
2008 tingkat suku bunga deposito telah mencapai 10.13%, diatas level BI rate yang berada
pada posisi 9.25%. Peningkatan tingkat suku bunga ini dilakukan oleh perbankan ditengah-
tengah kondisi sektor keuangan yang sedang dilanda dampak dari krisis ekonomi global
yang mengharuskan perbankan untuk memperoleh dana yang likuid guna memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Sementara itu, data suku bunga kredit juga mengalami
peningkatan, berdasarkan data yang ditunjukkan pada grafik dibawah, sampai dengan
akhir bulan oktober tingkat suku bunga kredit kembali meningkat. Oleh pihak perbankan
suku bunga kredit ditingkatkan untuk menjaga spread atau margin keuntungan bank,
disamping sebagai opportunity cost atas risiko yang akan dihadapi bank ketika debitur
mengalami gagal bayar (default), dimana pada saat terjadi gejolak perekonomian seperti
kondisi saat ini probabilitas risiko debitur mengalami gagal bayar semakin terbuka lebar.
Peningkatan suku bunga kredit konsumsi, investasi dan modal kerja mulai dirasakan di awal
triwulan IV – 2008. Sampai dengan posisi bulan Desember suku bunga kredit konsumsi
mencapai 14.61% per tahun dan tingkat suku bunga kredit investasi sebesar 15.57% per
tahun. Sementara itu tingkat suku bunga kredit modal kerja mengalami penurunan tipis
menjadi sebesar 17.70% per tahun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat
sebesar 17.78% per tahun.
39
Grafik 3.1. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit 1 Bulan
Grafik 3.2. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Deposito dan BI Rate
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007 2008
%
Sk. Bunga Deposito BI Rate
12.0
13.0
14.0
15.0
16.0
17.0
18.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 102007 2008
%
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Grafik 3.3. Tingkat Suku Bunga Kredit Menurut Jenis Penggunaan
12.0
13.0
14.0
15.0
16.0
17.0
18.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008
%
Modal KerjaInvestasiKonsumsi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian dan melakukan evaluasi yang
menyeluruh terhadap perkembangan dan prospek ekonomi dan keuangan, baik domestik
maupun global, Rapat dewan Gubernur (RDG) bank Indonesia pada 4 Desember 2008
memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 9,25%. Untuk
mengatasi permasalahan segmentasi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB), Bank Indonesia juga
memutuskan penurunan tingkat bunga fasilitas pinjaman harian (overnight) perbankan
melalui transaksi repo dari BI Rate plus 100 bps menjadi BI Rate plus 50 bps, sekaligus
menyesuaikan FASBI Rate dari semula BI Rate minus 100 bps menjadi BI Rate minus 50 bps.
Selain itu, Bank Indonesia akan terus mengamankan stabilitas ekonomi melalui koordinasi
dengan Pemerintah untuk mencermati perkembangan perekonomian global, regional dan
domestik.
40
2. Penyerapan Dana Masyarakat
Kebijakan Bank Indonesia untuk menaikkan BI Rate di bulan Oktober 2008 sebesar 25 bps
menjadi 9.5%, sedikit banyak telah berdampak pada kinerja perbankan di Sulawesi Utara,
terlihat pada peningkatan dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan mencapai Rp8.860
miliar atau naik 25.31% (y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan
jenis simpanannya, kenaikan dana terutama terjadi pada jenis deposito yang meningkat
101.34% (y.o.y) dan jenis giro sebesar 25.82% (y.o.y), sementara untuk jenis tabungan
justru mengalami penurunan sebesar 18.87% (y.o.y).
Grafik 3.4.
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (Persen)
1,10
2
1,31
1
1,36
5
1,18
9
1,30
5
1,53
7
1,38
3
1,49
6
2,14
5
2,13
0
2,14
1
2,15
6
2,29
1
2,20
6
2,74
2 4,34
22,73
9
2,99
4
2,99
8
3,72
5
3,59
4
4,02
2
3,80
4 3,02
2
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
10,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Tabungan
Deposito
Giro
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Menurut pangsanya, penempatan dana dalam sistem perbankan juga didominasi oleh jenis
simpanan deposito sebesar 49% dari total keseluruhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
berhasil dihimpun, disusul kemudian tabungan (34.11%) dan giro (16.89%). Secara umum
selama triwulan laporan, preferensi masyarakat dalam menggunakan sistem perbankan jauh
lebih tinggi. Hal ini dikarenakan masyarakat lebih memilih untuk mengamankan asetnya di
sektor perbankan daripada di pasar modal yang lebih rentan terhadap dampak dari gejolak
krisis ekonomi global.
41
Grafik 3.5 Share Dana Pihak Ketiga (DPK)
17%
49%
34%
Share DPK
Giro
Deposito
Tabungan
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan kelompok banknya, bank pemerintah menyerap hampir 63.63% dari total DPK
sedangkan sisanya dihimpun oleh bank swasta (36.37%). Berdasarkan laju
pertumbuhannya, dana di bank pemerintah tumbuh 24.31% (y.o.y) sedangkan dana di
bank swasta tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 27.13% (y.o.y). Dana di bank pemerintah
mulai tumbuh seiring dengan preferensi masyarakat dalam menanamkan dananya di sektor
perbankan dimana faktor keamanan diangap penting, ditambah lagi pada saat terjadi
gejolak di pasar keuangan akibat krisis global. Namun tingginya pertumbuhan dana di bank
swasta tidak lepas dari gencarnya promosi yang dilakukan perbankan swasta di Manado
dalam menjaring nasabah baru. Berdasarkan kepemilikannya, dana yang dimiliki pemerintah
daerah baik provinsi/kota/kabupaten tercatat sebesar Rp660 miliar atau meningkat sebesar
41.29% (y.o.y) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan dana milik
swasta juga mengalami peningkatan mencapai jumlah Rp8.199 miliar atau naik sebesar
24.20% (y.o.y).
801
856
937
467
867
769
911
660
5,18
4
5,58
0
5,56
7
6,60
2
6,32
2
6,99
6
7,01
8
8,19
9
-
1,000
000
000
000
5,000
000
000
000
000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
2,
3,
4,
6,
7,
8,
9,Swasta
Pemerintah
3,74
1
4,18
6
4,15
5
4,53
5
4,57
4
4,97
2
5,09
8
5,63
8
2,24
4
2,25
0
2,34
9
2,53
4
2,61
5
2,79
3
2,83
1
3,22
2
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Bank Swasta
Bank Pemerintah
Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Bank Penghimpun Grafik 3.6
(Rp. Miliar)
Grafik 3.7 Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kepemilikan
(Rp. Miliar)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
42
Berdasarkan wilayah penghimpunan dananya, dari keseluruhan total dana pihak ketiga
yang dihimpun, sebesar 77.56% atau Rp.6.872 miliar berasal dari bank-bank yang berlokasi
di Manado, selanjutnya adalah Kabupaten Minahasa (6.61%), Kota Bitung (6.58%),
Kabupaten Bolaang Mongondow (5.06%) dan Kabupaten Sangihe Talaud (4.20%).
Tingginya penghimpunan dana masyarakat di Kota Manado terkait dengan jumlah jaringan
kantor bank yang sebagian besar terkonsentrasi di Kota Manado, disamping itu sentra
pertumbuhan ekonomi daerah berada di Manado tercermin dari maraknya aktivitas
pembangunan daerah yang terfokus di sekitar Manado.
Tabel 3.2 Perkembangan Sebaran DPK per Kabupaten/Kota
(Rp. Miliar)
Sebaran DPK Q1-07 Q2-07 Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Q4-08Share
Tw.IV-08 (%)
Minahasa 391 407 447 408 468 513 684 586 6.61Bolmong 354 380 366 387 392 427 391 448 5.06Sangihe Talaud 294 330 312 314 315 329 343 372 4.20Manado 4,494 4,827 4,883 5,427 5,371 5,862 5,959 6,872 77.56Bitung 452 492 497 534 644 635 552 583 6.58Total 5,985 6,436 6,504 7,070 7,189 7,765 7,929 8,860 100.00
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Grafik 3.8 Komposisi Dana Pihak Ketiga Berdasarkan
Kabupaten/Kota (%)
Grafik 3.9 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan
Kabupaten/Kota (%)
-1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000
10,000
Q1-07 Q2-07 Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Q4-08
Bitung Manado
Sangihe Talaud Bolmong
Minahasa
28.07
7.74
22.71
16.88
21.12
53.10
6.63
9.94
22.05
11.22
43.49
15.78
18.25
26.63
9.08
0 20 40 6
Minahasa
Bolmong
Sangihe Talaud
Manado
Bitung
0
Q4-08 Q3-08 Q4-07
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan wilayah administratifnya, pada triwulan laporan seluruh kabupaten/kota di
Provinsi Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang positif jika dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan tertinggi dialami oleh kabupaten Minahasa
sebesar 43.49% (y.o.y) mencapai jumlah Rp.586 miliar. Berikutnya adalah Kota Manado
yang tumbuh 26.63% (y.o.y) dengan jumlah Rp6.872 miliar, Kabupaten Sangihe Talaud
(18.25%) dan Kabupaten Bolaang Mangondow (15.78%). Pertumbuhan dana terendah
terjadi di kabupaten Bitung yang hanya tumbuh sebesar 9.08% (y.o.y).
43
3. Penyaluran Kredit Bank Pelapor
Fungsi intermediasi perbankan di Sulawesi Utara dari waktu ke waktu terus mencatat
kemajuan, tercermin dari terus meningkatnya kredit yang berhasil disalurkan. Walaupun
peningkatan ini tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan triwulan III – 2008. Hingga
triwulan laporan, jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp8.934 miliar atau tumbuh
35.84% (y.o.y). Berdasarkan jenis penggunaannya, perkembangan kredit paling signifikan
dialami oleh kredit modal kerja yang sejak awal tahun 2007 hingga saat ini terus mengalami
peningkatan mencapai jumlah Rp3.719 miliar atau naik lebih dari 46.41%. Hal ini seiring
pula dengan membaiknya kinerja kredit konsumsi dan kredit investasi yang masing-masing
tumbuh pada kisaran 30.17% dan 24.33% (y.o.y).
Grafik 3.10.
Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (Persen)
0
10
20
30
40
50
60
70
Jan
Feb
Mar
Apr
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar
Apr
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
2007 2008
%
gTotal Kredit gInvestasi gModal Kerja gKonsumsi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan strukturnya, pangsa kredit modal kerja baru sebesar 41.63% dari total kredit
yang disalurkan, atau masih lebih kecil dibandingkan kredit konsumtif yang pangsanya
mencapai 48.99%. Belum lagi melihat fakta kecilnya pangsa kredit investasi yang hanya
9.38% dari total kredit yang disalurkan.
Grafik 3.11.
Penyaluran Kredit di Provinsi Sulawesi Utara (Rp. Miliar)
1,88
3
2,01
4
2,24
5
2,54
0
2,73
4
3,27
4
3,46
4
3,71
9
554
601 619 67
4
669 80
2 862 838
2,74
2
3,02
4
3,21
5
3,36
3
3,42
0 3,77
7
4,12
8
4,37
7
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Konsumsi
Investasi
Modal Kerja
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
44
Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit produktif selama triwulan ini sebagian
besar ditujukan ke sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) mencapai jumlah Rp2.634
miliar dengan pangsa sebesar 29.48% dari total kredit. Disusul penyaluran kredit pada
sektor pertanian dan sektor konstruksi masing-masing dengan pangsa 5.97% dan 5.32%.
Dominasi penyaluran kredit pada sektor PHR, selain didorong oleh tingginya tingkat
konsumsi masyarakat juga meningkatnya wisatawan asing dan domestik untuk berkunjung
ke Sulawesi Utara (tercermin dari tingginya tingkat hunian hotel dan terus berlangsungnya
pembangunan hotel-hotel baru) sehingga pihak perbankan sangat tertarik untuk membiayai
sektor ini.
Sementara itu berdasarkan pencapaiannya, peningkatan kredit paling signifikan terjadi di
sektor pertambangan yang tumbuh 918.89% (y.o.y) dengan jumlah Rp35 miliar. Berikutnya
adalah sektor jasa sosial/kemasyarakatan yang tumbuh 563.05% (y.o.y) dengan outstanding
kredit sebesar Rp137 miliar. Sementara itu, penyaluran kredit di sektor PHR dan sektor
pertanian merupakan bentuk keberhasilan program revitalisasi pertanian yang dilaksanakan
pemerintah provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2007 lalu yang mendapat dukungan dari
perbankan. Tercatat hingga akhir 2007, jumlah kredit revitalisasi pertanian yang berhasil
disalurkan oleh perbankan selama tahun 2007 mencapai jumlah 11 miliar. Di samping
sektor-sektor yang mengalami peningkatan jumlah kredit, terdapat pula beberapa sektor
yang pembiayaannya justru mengalami kontraksi yaitu sektor listrik, gas dan air bersih
sebesar 76.65% (y.o.y).
Grafik 3.12. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
(Rp. Miliar)
174 199 264 309
307 402 530 533 210 250 267 294 309 397 423 475 1,50
6
1,65
5
1,81
5
2,01
3
2,12
1
2,50
7
2,59
1
2,63
4
542 501 510 584 653
756 768 900
2,74
7
3,03
3
3,22
2
3,37
6
3,43
3 3,79
1
4,14
3
4,39
3
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Lainnya (Konsumsi) Sekto oduktif Lainnyar Pr
PHR Kons sitruk Pertanian
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan kelompok bank, sampai dengan triwulan laporan, bank umum pemerintah
masih terus mendominasi penyaluran kredit dibandingkan dengan bank umum swasta
nasional. Kelompok bank pemerintah berhasil menyalurkan Rp6.603 miliar atau mencapai
45
pangsa pasar 73.90% sedangkan kelompok bank swasta menyalurkan Rp2.332 miliar
dengan pangsa pasar 26.10%. Selain itu dominasi pembiayaan oleh bank umum
pemerintah terlihat semakin kuat ditinjau dari laju pertumbuhan kreditnya yang tumbuh
sebesar 37.26% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh
kelompok bank swasta sebesar 31.97% (y.o.y).
Grafik 3.13. Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank
(Rp. Miliar) 3,
812
4,34
1
4,39
2
4,81
0
4,92
9
5,70
4
6,12
8
6,60
3 1,36
7
1,29
8
1,68
7
1,76
7
1,89
4 2,14
9
2,32
6
2,33
2
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
10,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Bank Swasta
Bank Pemerintah
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan wilayah penyaluran kredit, dari total kredit sebesar Rp.8.934 miliar, sebesar
66.76% atau sebesar Rp.5.965 miliar disalurkan di wilayah Kota Manado hal ini juga tidak
lepas dari banyaknya jaringan kantor perbankan yang berada di Kota Manado sebagai
sentra pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara. Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten
Minahasa dengan pangsa pasar sebesar 11.43% (Rp.1.021 miliar), Kabupaten Bolaang
Mongondow sebesar 9.24% (Rp.825 miliar), Kota Bitung sebesar 6.70% (Rp.599 miliar),
dan Kabupaten Sangihe Talaud sebesar 5.87% (Rp.524 miliar). Berdasarkan laju
pertumbuhan kreditnya, sebagian besar kabupaten dan kota mencatat pertumbuhan yang
lebih lambat dibandingkan posisi pertumbuhan akhir triwulan sebelumnya. Wilayah dengan
laju pertumbuhan kredit tertinggi dialami Kota Manado sebesar 40.04% (y.o.y) sedangkan
yang terendah adalah Kota Bitung sebesar 11.29% (y.o.y). Perlambatan pertumbuhan kredit
selama triwulan laporan terjadi sehubungan dengan masih terdapat efek tunda dari
peningkatan BI rate yang terjadi di bulan Oktober 2008. Perbankan mengalami keketatan
likuiditas, hal ini dibuktikan dari penurunan yang signifikan pada LDR perbankan pada
triwulan laporan.
46
Grafik 3.14. Komposisi Kredit Berdasarkan
Kabupaten/Kota (%)
Grafik 3.15. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan
Kabupaten/Kota (%)
171.1
165.8
130.6
87.2
108.4
141.9
195.2
142.4
95.6
97.3
174.3
184.3
141.0
86.8
102.8
- 50 100 150 200 250
Minahasa
Bolmong
Sangihe Talaud
Manado
Bitung Q4-08
Q3-08
Q4-07
-1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000
10,000
Q1-07 Q2-07 Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Q4-08
Bitung Manado
Sangihe Talaud Bolmong
Minahasa
27.39
24.05
23.78
30.83
35.66
33.94
33.95
27.44
45.28
11.60
33.53
35.89
28.66
40.04
11.29
- 10 20 30 40 50
Minahasa
Bolmong
Sangihe Talaud
Manado
Bitung
Q4-08
Q3-08
Q4-07
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Fungsi intermediasi perbankan berjalan baik tercermin dari rasio Loan to Deposit Ratio (LDR)
yang naik dari 93.02% di triwulan IV–2007 menjadi 100.84% di triwulan IV–2008.
Membaiknya rasio LDR ini disebabkan karena peningkatan kredit yang jauh lebih signifikan
dibandingkan pertamabahan DPK yang berhasil dihimpun bank. Berdasarkan wilayah
administratifnya, rasio LDR terendah dialami oleh Kota Manado sebesar 86.80%.
Sedangkan LDR tertinggi dicapai oleh Kabupaten Bolaang Mangondow sebesar 184.26%,
disusul kemudian berturut-turut oleh Kabupaten Minahasa sebesar 174.29%, Kabupaten
Sangihe Talaud sebesar 141.02%, dan Bitung sebesar 102.78%.
Grafik 3.16.
Loan to Deposit Ratio (LDR) Berdasarkan Kabupaten/Kota (%)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
4. Kredit UMKM
Perkembangan kredit MKM (Mikro, Kecil dan Menengah) memperlihatkan perkembangan
yang cukup baik bahkan dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan laju
pertumbuhan kredit secara umum. Sampai dengan triwulan IV – 2008, jumlah kredit MKM
47
yang berhasil disalurkan mencapai Rp5.727 miliar dengan laju pertumbuhan sebesar
40.92% (y.o.y). Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit secara umum
yang diakhir triwulan laporan tumbuh 35.84% (y.o.y).
Grafik 3.17.
Laju Pertumbuhan Kredit UMKM dan Total Kredit
05
101520253035404550
Jan
Feb
Mar Apr
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar Apr
Ma y Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
2007 2008
%
gKredit gUMKM
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Menurut pangsanya, sebagian besar atau 62.41% dari total kredit MKM merupakan jenis
kredit menengah sedangkan sisanya 31.81% merupakan jenis kredit kecil dan baru
sebagian kecil atau hanya 5.78% merupakan jenis kredit mikro. Kecilnya porsi kredit mikro
dan kecil terutama disebabkan oleh cukup tingginya rasio kredit bermasalah untuk kedua
jenis kredit tersebut yaitu masing-masing sebesar 17.98% dan 5.04%, jauh dari batas
toleransi Bank Indonesia sebesar 5% sedangkan kualitas kredit menengah relatif cukup baik
yaitu sebesar 1.82%.
Grafik 3.18.
Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Rp. Miliar)
Grafik 3.19. Non Performing Loan Kredit Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (Rp. Miliar)
216 372 237 248 261 279 283 331
1,0
26
1,1
16
1,3
55
1,3
44
1,4
45
1,6
00
1,7
25
1,8
22
1,9
79
2,1
44
2,2
89
2,4
71
2,5
99
3,2
01
3,4
27
3,5
74
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Menengah
Kecil
Mikro
47 49 50 46 48 49 37 41
112 114
222
99 119 106
98 102
106 114
105
86
106 104
95 103
-
50
100
150
200
250
300
350
400
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Menengah
Kecil
Mikro
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan penyebarannya, penyaluran kredit UMKM masih belum merata dan lebih
banyak terfokus pada daerah-daerah tertentu. Tercatat Kota Manado menyerap 68.62%
48
dari total kredit MKM yang disalurkan, diikuti oleh kota dan kabupaten lainnya yang rata-
rata memiliki pangsa pada kisaran 6.3%-9.5%. Berdasarkan laju pertumbuhannya,
perkembangan kredit MKM di Kabupaten Minahasa merupakan yang tertinggi yaitu sebesar
67.84% (y.o.y) sedangkan wilayah dengan laju pertumbuhan kredit MKM terendah adalah
Kota Bitung yang tumbuh hanya sebesar 13.5% (y.o.y).
Grafik 3.21.
Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Kabupaten/Kota (Persen)
Grafik 3.20. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan
Kabupaten/Kota (Rp. Miliar)
-
1,000
2, 0
000
000
5,000
6,000
7,000
Q1-07 Q2-07 Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Q4-08
00
3,
4,
Bitung ManadoSangihe-Talaud BolmongMinahasa
42.79
35.87
37.54
32.71
34.92
22.19
44.75
36.41
45.80
16.08
67.84
36.67
27.86
43.33
13.50
0 20 40 60 8
Minahasa
Bolmong
Sangihe Talaud
Manado
Bitung
0
Q4-08
Q3-08
Q4-07
(%)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
B. RISIKO KREDIT
1. Rasio Kelonggaran Tarik Kredit
Perkembangan rasio kelonggaran tarik kredit bank umum pada triwulan IV – 2008
memperlihatkan penurunan yang signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat
rasio kelonggaran tarik pada triwulan laporan sebesar 5.95% turun dibandingkan triwulan
lalu yang tercatat sebesar 7.94%. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan belum
menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh
dampak dari krisis ekonomi global yang mulai dirasakan oleh sektor riil membuat perbankan
lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya, selain itu juga terkait permasalahan dimana
masih terdapat beberapa peraturan daerah yang tumpang tindih dan birokrasi yang
berbelit-belit.
49
Grafik 3.22. Kelonggaran Tarik Kredit Bank Umum
(Miliar)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Plafond 5,74 6,04 6,60 6,60 7,77 8,46 9,68 9,92
Outstanding 5,17 5,63 6,07 6,07 6,82 7,29 8,45 8,93
Rasio UL (%) 7.64 6.96 6.70 6.70 7.86 9.89 7.94 5.95
-
2
4
6
8
10
12
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
10,000
11,000 %Milliar
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
2. Net Interest Margin (NIM)
Net Interest Margin (NIM) didefinisikan sebagai salah satu indikator penilaian terkait
kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Berdasarkan neraca konsolidasi bank umum,
saldo bersih pendapatan bunga setelah dikurangi biaya bunga atau yang biasa disebut Net
Interest Margin (NIM) untuk triwulan IV-2008 berada dalam keadaan positif. Pada akhir
triwulan IV – 2008, total NIM tercatat sebesar Rp897 miliar atau mengalami kenaikan bila
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp700 miliar.
Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan bunga (antara lain dalam bentuk kredit dan
penempatan antar bank) lebih besar dibandigkan dengan biaya bunga (antara lain dalam
bentuk tabungan, giro dan deposito). Hal ini seiring dengan peningkatan kredit yang lebih
signifikan dibandingkan peningkatan dana sehingga berdampak pada peningkatan
pendapatan bunga. Peningkatan jumlah kredit ini salah satu pemicunya adalah kenaikan
suku bunga acuan (BI rate) hingga akhir 2008 yang lebih cepat direspon oleh perbankan
dengan menaikkan suku bunga kredit dibandingkan suku bunga simpanan sehingga beban
bunga yang ditanggung bank relatif mampu dikonversikan dari pendapatan yang diperoleh
dari tingkat suku bunga kredit. Dengan demikian, dampak kebijakan moneter lebih dahulu
dinikmati oleh bank melalui spread bunga yang tinggi.
50
Grafik 3.23 Net Interest Margin Bank Umum
254
283
310
295
72
147
232 34
5
371 41
6 469 70
0
194
413
659
897
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
NIM
Biaya Bunga
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
3. Rasio BOPO
Rasio BOPO menunjukkan tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya.
Dalam analisis ini maka rasio BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak
efisien. Pada triwulan IV – 2008 rasio BOPO menunjukkan adanya kenaikan dibandingkan
triwulan yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan akhir triwulan IV–2008, tingkat
efisiensi operasional perbankan sedikit mengalami penurunan tercermin dari rasio BOPO
bank umum yang naik menjadi 73.62% dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 71.56%. Pada triwulan laporan walaupun nilai NIM
menunjukkan adanya peningkatan namun disisi lain rasio BOPO juga menunjukkan adanya
kenaikan. Hal ini dapat disebabkan karena pada perhitungan rasio BOPO memperhitungkan
semua biaya operasional bank, sedangkan dalam NIM hanya memperhitungkan biaya
bunga. Peningkatan rasio BOPO pada triwulan laporan diduga disebabkan oleh peningkatan
pada biaya operasional non bunga (biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, dll).
Grafik 3.24. Rasio Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional Bank Umum
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
BO 210 436 637 850 231 571 776 1,087
PO 281 569 874 1,188 316 831 1,061 1,477
Rasio 74.81 76.60 72.83 71.56 73.21 68.71 73.18 73.62
64
66
68
70
72
74
76
78
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
%Miliar
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
51
4. Return on Asset (ROA)
Return on Asset (ROA) merupakan suatu rasio yang mengukur kemampuan bank untuk
menghasilkan laba dengan asset yang dimilikinya. Sampai dengan triwulan IV – 2008, rasio
ROA bank umum tercatat sebesar 2.19% meningkat tipis bila dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2.09%. Peningkatan rasio ROA ini lebih
disebabkan oleh tingginya presentase kenaikan total aset yang mampu dikelola dengan baik
oleh bank untuk menghasilkan laba. ROA pada bank akan cenderung meningkat, karena
laba pada ROA merupakan laba kotor termasuk didalamnya laba yang berasal dari kegiatan
operasional dan non-operasional. Walaupun pada triwulan laporan terjadi peningkatan rasio
BOPO dimana beban operasional lebih besar dari penapatan operasionalnya, hal ini tidak
menutup kemungkinan terjadi kenaikan rasio ROA yang berasal dari peningkatan laba non-
operasional bank.
Grafik 3.25. Return On Asset (ROA) Bank Umum
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Aset (Rp Juta) 8,958 9,319 9,905 10,548 10,793 11,691 12,359 13,527
L/R (Rp Juta) 72 132 244 221 79 174 274 297
ROA (Persen) 0.81 1.41 2.46 2.09 0.73 1.49 2.22 2.19
-50 100 150 200 250 300 350
-2,000 4,000 6,000 8,000
10,000 12,000 14,000 16,000 Aset (Rp Juta) L/R (Rp Juta) ROA (Persen)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
5. Sensitivitas Risiko Pasar
Sensitivitas terhadap risiko pasar adalah tingkat kepekaan aset (aktiva produktif seperti ABA,
Surat Berharga dan Kredit) maupun kewajiban terhadap volatilitas suku bunga. Aset dan
kewajiban dimaksud adalah aktiva maupun pasiva yang sensitif terhadap perubahan suku
bunga. Tingkat sensitivitas dipengaruhi oleh struktur on/off balance sheet antara lain: jenis,
karakteristik, jangka waktu, besaran dan rating instrumen. Tingkat sensitivitas yang tinggi
dapat dilihat dari besarnya perubahan yang diakibatkan oleh volatilitas suku bunga dan nilai
tukar. Pendekatan yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas tersebut adalah
pendekatan melalui perhitungan Net Portfolio Value (NPV), yaitu mengetahui perubahan
economic value dari suatu portfolio. Pendekatan lain yang dapat digunakan adalah
pendekatan earning, yaitu pendekatan untuk menghitung potensial profit dan loss dari sutu
portfolio. Mengingat dalam perhitungan sensitivitas terhadap risiko pasar juga menetapkan
52
potensial loss terhadap akses modal maka pendekatan yang relevan untuk mengukur
tingkat sensitivitas adalah pendekatan earning.
Dalam hal ini diperlukan identifikasi secara tepat atas aset, kewajiban dan rekening
administratif yang mengandung risiko suku bunga dan nilai tukar baik aktivitas fungsional
tertentu maupun aktivitas bank secara keseluruhan. Setelah itu dilakukan perhitungan gap
position suku bunga maupun nilai tukar. Semakin besar bank memelihara gap position
maka semakin tinggi potential profit dan loss bank. Oleh karena itu diperlukan besaran gap
yang sesuai dengan strategi yang diambil dikaitkan dengan perkiraan arah suku bunga
(interest rate forecast), tingkat keyakinan manajemen terhadap perkiraan yang dimaksud
(degree of confidential) dan preferensi tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite).
Sensitivitas aset dan kewajiban ditunjukkan oleh perubahan NIM bank akibat perubahan
suku bunga, sedangkan perubahan NIM diperngaruhi oleh posisi gap bank. Tingkat
sensitivitas NIM bank terhadap perubahan suku bunga sangat tergantung kepada
karakteristik instrumen keuangan yang membentuk portfolio bank tersebut, antara lain
jatuh tempo (maturity) dan karakteristik suku bunga bank (floating atau fixed).
Tabel 3.3 Portfolio Interest Instrument Perbankan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
1 Penempatan pada Bank Indonesia 875,527 695,867 594,361 335,133 495,073 285,011 268,989 325,866
2 Penempatan pada Bank Lain 218,982 179,788 325,513 537,735 303,272 514,885 736,439 882,820
3 Surat Berharga yang Dimiliki 9,995 21,515 20,964 20,000 9,406 47,065 30,503 26,997
4 Kredit yang Diberikan 5,178,783 5,638,381 6,078,692 6,576,952 6,572,753 7,852,343 8,454,101 8,934,226
5 Tagihan Lainnya 2,829 2,777 2,823 2,846 2,773 1,255 1,437 1,483
6,286,116 6,538,328 7,022,353 7,472,666 7,383,277 8,700,559 9,491,469 10,171,392
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
1 Giro 2,144,720 1,311,101 1,364,753 1,189,195 1,282,087 1,536,988 1,383,487 1,496,273
2 Tabungan 2,738,769 2,994,238 2,998,019 3,724,885 3,564,430 4,021,549 3,803,628 4,341,512
3 Simpanan Berjangka 2,144,720 2,130,479 2,141,467 2,156,324 2,208,649 2,206,430 2,742,030 3,022,149
4 Kewajiban kepada Bank Indonesia 4,991 5,091 5,102 4,812 4,774 4,779 4,491 4,352
5 Kewajiban kepada Bank Lain 118,066 176,283 217,312 697,268 275,456 482,334 620,490 1,096,345
6 Surat Berharga yang Diterbitkan 208,094 208,732 211,454 170,124 169,434 171,530 168,801 162,987
7 Pinjaman yang Diterima 11,621 12,265 12,062 11,242 11,329 9,430 9,589 8,555
8 Kewajiban Lainnya 66,914 62,041 54,701 67,661 50,643 70,695 87,197 74,771
9 Setoran Jaminan 11,871 9,950 10,368 13,357 10,833 10,586 12,364 16,906
7,449,766 6,910,180 7,015,238 8,034,868 7,577,635 8,514,321 8,832,077 10,223,850
-1,163,650 -371,852 7,115 -562,202 -194,358 186,238 659,392 -52,458
2007
2008
2008
2007
RSA
RSL
GAP
No. Aktiva
No. Passiva
di Sulawesi Utara
Bul BU)
Sumber: Laporan anan Bank Umum (L
Perilaku perbankan di Sulawesi Utara hingga triwulan IV – 2008 berada pada kondisi negatif
gap yang berarti RSA < RSL. Kondisi saat ini, dimana masih terlihat dampak dari keketatan
likuiditas, bank kemudian merespon dengan mengambil posisi negatif gap untuk memenuhi
kecukupan likuiditasnya. Bank memberikan tingkat suku bunga yang tinggi terhadap
53
aktivanya dengan harapan penempatan dana masyarakat pada aktiva bank dapat
memenuhi kewajiban-kewajiban bank yang jatuh tempo. Negatif gap dalam jangka pendek
merupakan risiko yang dihadapi perbankan dalam menjalankan kegiatan usahanya,
sepanjang struktur pendanaan pada bank masih dapat dikategorikan bagus, negatif gap ini
tidak akan merugikan bank.
C. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
Secara kelembagaan, jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang beroperasi di wilayah kerja
Bank Indonesia Manado sebanyak 20 BPR yang seluruhnya merupakan bank konvensional
dengan rincian sebanyak 17 BPR dengan jumlah kantor 37 unit beroperasi di Sulawesi Utara
sedangkan 4 BPR dengan jumlah kantor 9 unit beroperasi di Gorontalo.
Tabel 3.4. Indikator Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Di Sulawesi Utara (Rp Miliar)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4*)
Aset 144.7 148.8 152.3 170.6 177.2 186.6 194.5 193.1 13.2
DPK 102.4 111.2 116.0 125.9 132.8 135.5 143.1 141.5 12.3
Deposito 76.4 80.8 82.9 86.5 96.0 95.4 101.5 101.3 17.2
Tabungan 26.0 30.4 33.1 39.5 36.8 40.1 41.6 40.2 1.7
Kredit 110.6 121.7 126.9 130.8 139.8 157.8 161.6 163.3 24.8
Jenis Penggunaan
Modal Kerja 25.8 25.7 28.7 29.1 32.5 35.4 37.7 38.2 31.1
Investasi 11.1 11.8 11.7 12.0 12.2 12.4 14.5 14.2 18.6
Konsumsi 73.7 84.2 86.5 89.8 95.1 110.1 109.4 110.9 23.6
Sektoral
Pertanian 1.9 2.3 2.7 3.1 3.0 2.9 3.4 3.2 3.7
Perindustrian 0.8 0.7 0.6 0.6 0.6 0.4 0.4 0.4 -22.2
PHR 19.3 18.9 20.5 21.0 24.3 26.9 27.6 27.8 32.2
Jasa-jasa 12.8 12.5 13.1 11.5 10.8 11.3 12.7 12.5 9.4
Lain-lain 75.8 87.3 90.0 94.7 101.0 116.3 117.6 119.3 26.0
LDR (Persen) 108.0 109.4 109.3 103.9 105.3 116.5 113.0 115.4
NPL (Persen) 4.3 4.5 4.2 3.4 3.5 3.1 3.4 3.6
Y.o.YKomponen2007 2008
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Kinerja BPR selama triwulan IV – 2008 (Bulan November) secara umum jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya mengalami penurunan tercermin dari turunnya total aset,
DPK, serta memburuknya kualitas kredit. Namun jika dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya, kinerja BPR mengalami pertumbuhan yang cukup
menggembirakan. Total aset BPR tercatat Rp193.1 miliar, tumbuh 13.2% (y.o.y)
dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, DPK yang berhasil
dihimpun naik sebesar 12.3% (y.o.y) mencapai Rp141.5 miliar. Berdasarkan jenisnya,
sebagian besar DPK tersebut disimpan dalam bentuk deposito dengan pangsa 71.62% atau
sebesar Rp101.3 miliar, sedangkan sisanya dalam bentuk tabungan. Berdasarkan jenisnya,
54
kredit yang disalurkan sebagian besar merupakan kredit konsumsi dengan pangsa 67.93%,
selanjutnya kredit modal kerja dengan pangsa 23.39% dan sisanya kredit investasi sebesar
8.68%.
Terlihat dalam tabel diatas, jenis kredit modal kerja mencatat pertumbuhan tertinggi jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 31.1% (y.o.y)
kemudian disusul oleh kredit konsumsi (23.6%) dan kredit investasi (18.6%). Peningkatan
kredit modal kerja hingga akhir triwulan laporan ini sangat menggembirakan, mengingat
besarnya porsi kredit konsumsi oleh BPR selama ini. Namun demikian kenaikan kredit
konsumsi ini juga merupakan suatu konsekuensi logis dari dominannya kegiatan konsumsi
pada PDRB Provinsi Sulawesi Utara yang didukung oleh berbagai kemudahan yang diberikan
oleh BPR dalam pengajuan kredit dibandingkan bank umum walaupun bunga yang
ditawarkanrelatif lebih tinggi. Sementara itu, fungsi intermediasi yang tercermin dari rasio
LDR (Loan to Deposit Ratio) BPR yang mencapai 115.4% lebih tinggi dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 103.9%. Dalam penilaian tingkat kesehatan
BPR nilai LDR diatas 102.25% dapat dikategorikan tidak sehat. Hal ini diperkuat dengan
penurunan kualitas kredit yang dicerminkan oleh meningkatnya rasio NPL (Non Performing
Loan) dari 3.4% pada triwulan IV – 2007 menjadi 3.6% pada triwulan IV – 2008.
55
BOKS. 1 REALISASI PEMBIAYAAN PERBANKAN TERHADAP KOMODITI JAGUNG, PADI,
RUMPUT LAUT, KELAPA DAN SAPI POTONG PERIODE TRIWULAN IV-2008
Program pembiayaan perbankan terhadap beberapa komoditas potensial di Sulawesi Utara
(jagung, padi, rumput laut, kelapa dan sapi potong) merupakan bagian dari serangkaian
kegiatan program Tim Fasilitasi Percepatan Pemberdayaan Ekonomi Daerah. Bank Indonesia
berperan dalam memfasilitasi dan melakukan koordinasi antara pihak-pihak seperti
perbankan, pemda, pengusaha, akademisi serta stakeholders lainnya guna mencari solusi
atas permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan potensi ekonomi daerah agar
mendapat kesepakatan dan realisasi pembiayaan dari perbankan atas program yang dipilih.
Berdasarkan laporan perbankan yang masuk sampai dengan triwulan IV-2008 pembiayaan
perbankan untuk pemberdayaan ekonomi daerah khususnya untuk 5 komoditas potensial di
Sulawesi Utara telah dilaksanakan oleh 6 bank pelaksana antara lain: Bank Sulut, Bank
Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan Bank Panin, BRI, BNI dan BCA yang tersebar diwilayah
kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Jumlah realisasi pembiayaan dari perbankan selama
triwulan laporan mencapai Rp44.24 miliar yang tersebar untuk 5 jenis komoditas potensial.
Secara umum kondisi ini tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan kondisi pada
triwulan III-2008. Adanya efek gejolak perekonomian global yang berlanjut pada pelemahan
pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kinerja dari produsen/petani komoditi-komoditi
tersebut. Adapun jenis komoditas yang mengalami penurunan realisasi pembiayaan
dibandingkan pada triwulan sebelumnya adalah komoditas jagung dan kelapa. Sedangkan
untuk komoditas padi dan sapi potong jumlah realisasi pembiayaan masih tetap jika
dibandingkan periode triwulan sebelumnya.
Kondisi realisasi pembiayaan yang cenderung stagnan dan menurun ini terkendala oleh
beberapa hal :
1. Kendala pengembangan komoditi unggulan daerah Sulawesi Utara seperti Kelapa, Sapi
potong dan Rumput Laut masih terkendala pada kesiapan SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah) terkait untuk penyediaan bibit di lapangan dan pendampingan terhadap petani,
nelayan serta peternak / pelaku UMKM.
56
BANK Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IVBank SULUT 10,667,375,000 10,623,625,000 10,521,125,000 10,521,125,000B. Syariah Mandiri 892,000,000 892,000,000 942,000,000 942,000,000B. Bukopin 1,100,000,000 1,125,000,000 1,125,000,000 1,025,000,000B.SULUT Tondano 0 0 3,247,000,000 3,247,000,000
J A G U N G 12,659,375,000 12,640,625,000 15,835,125,000 15,735,125,000B. Panin 2,988,000,000 4,935,000,000 4,918,000,000 4,935,000,000BRI 0 14,774,000 14,774,000 14,774,000B. SULUT 510,000,000 420,000,000 510,000,000 510,000,000R U M P U T L A U T 3,498,000,000 5,369,774,000 5,442,774,000 5,459,774,000
B.Panin 235,000,000 228,000,000 220,000,000 220,000,000B.Syariah Mandiri 314,050,000 314,050,000 314,050,000 314,050,000B.Bukopin 898,363,073 3,495,000,000 3,553,775,195 3,553,775,195B.SULUT Tondano 0 0 43,000,000 43,000,000BNI 7,688,000,000 7,688,000,000 9,453,000,000 9,453,000,000
P A D I 9,135,413,073 11,725,050,000 13,583,825,195 13,583,825,195BRI 20,024,602 23,301,340 17,100,054 17,100,054B.Bukopin 500,000,000 3,997,511,060 3,997,511,060 3,997,511,060BNI Cab.Manado 40,000,000 40,000,000 75,000,000 40,000,000BRI Tahuna 0 0 1,985,098,236 1,985,098,236BCA 0 2,000,000,000 2,000,000,000 2,000,000,000
K E L A P A 560,024,602 6,060,812,400 8,074,709,350 8,039,709,350B.SULUT Amurang 0 124,000,000 124,000,000 124,000,000BNI Manado 0 0
124,1,298,000,000 1,298,000,000
S A P I P O T O N G 0 000,000 1,422,000,000 1,422,000,000
2. Dampak krisis ekonomi global akan berakibat pada perlambatan pertumbuhan
ekonomi, kemungkinan melemahnya permintaan ekspor dan turunnya harga komoditi
unggulan di daerah.
3. Perbankan akan lebih selektif dalam pemberian kredit yang berdampak pada
menurunnya pembiayaan perbankan untuk komoditi unggulan.
4. Pembinaan kemampuan usaha dari petani dan nelayan oleh SKPD terkait belum
terlaksana secara maksimal.
5. Terdapat Kabupaten/kota baru hasil pemekaran yang belum dapat dijangkau dengan
program TFPPED.
Realisasi Pembiayaan Perbankan Terhadap 5 (lima) Komoditas
di Wilayah Sulawesi Utara Periode Tahun 2008
Sumber: Laporan Perkembangan Pelaksanaan TFPPED, Bank Indonesia Manado
57
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat bagi Provinsi Sulawesi Utara dari waktu ke
waktu menunjukkan trend peningkatan. Hampir seluruh kabupaten/kota/provinsi di Tahun
2008 ini mengalami kenaikan alokasi anggaran dibandingkan tahun sebelumnya terkecuali
Kab. Minsel, Kab. Bolmong dan Kab. Sangihe. Persentase kenaikan terbesar terjadi di
tingkat provinsi yaitu sebesar 33,77% mencapai jumlah Rp604,70 milliar, sedangkan
persentase penurunan terendah dialami oleh Kab. Sangihe sebesar 20,50%. Berdasarkan
komponen pembentuknya, dana perimbangan ini meliputi Dana Alokasi Umum (DAU),
Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Secara agregat, jumlah alokasi dana
dari pemerintah pusat ke provinsi, kabupaten dan kota di Sulawesi Utara mencapai Rp4,33
Triliun atau mengalami kenaikan sebesar 16,54%.
Tabel 4.1 Dana Perimbangan ke Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008
*) D
aerah Pemekaran Tahun 2007
Total Dana Perimbangan
(J t R )
Naik/Turun (Persen)
Pemprov 608.33 33.77Manado 504.13 10.52Bitung 327.74 2.84Tomohon 293.07 16.67Minahasa 459.47 14.52Minsel 316.74 -12.94Minut 361.32 14.52Bolmong 406.96 -16.88Talaud 326.03 11.65Sangihe 297.18 -20.50Kotamobagu *) 94.66 n.a.Bolmut*) 92.74 n.a.Sitaro*) 120.89 n.a.Mitra*) 122.79 n.a.TOTAL 4,332.07 16.54
Berdasarkan alokasi dana perimbangan di masing-masing kabupaten/kota/provinsi di Tahun
2008, pangsa terbesar terjadi pada tingkat provinsi yaitu sebesar 13,97% dengan jumlah
Rp604 milliar naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 12,17%. Berikutnya
adalah Kota Manado sebesar 11,65% dan Kota Bitung sebesar 7,57%. Alokasi dana
terendah diperoleh oleh Kab. Bolmut (Bolaang Mongondow Utara) dengan pangsa 2,14%
dari total dana perimbangan di Sulawesi Utara atau sebesar Rp92 milliar.
58
Grafik 4.1. Grafik 4.2.
Alokasi Dana Perimbangan Tahun 2007 Alokasi Dana Perimbangan Tahun 2008
A. KEUANGAN DAERAH DI TINGKAT PROVINSI
Kondisi keuangan daerah provinsi Sulawesi Utara secara umum berada dalam kondisi baik
dan mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya maupun dengan triwulan sebelumnya. Pencapaian realisasi penerimaan daerah
Sulawesi Utara melebihi target yang ditetapkan dan memberikan kontribusi sebesar 3,47%
terhadap PDRB. Sedangkan pencapaian realisasi pengeluaran adalah 93,76% dari anggaran
dan memberikan kontribusi sebesar 3,28% terhadap PDRB.
Tabel 4.2.
Kinerja Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 31 Desember 2008
(Dalam Milliar Rp)
Nominal % Nominal %A. Penerimaan 791.77 773.47 97.69 924.74 965.07 104.36
Pendapatan Asli Daerah (PAD) 240.20 230.68 96.04 296.42 322.41 108.77
1. Pajak Daerah 199.79 191.78 95.99 267.55 288.21 107.72
2. Restribusi 5.31 4.91 92.50 5.13 6.14 119.60
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 26.87 26.91 100.16 12.90 12.90 100.02
4. Lain-lain 8.23 7.08 86.03 10.83 15.15 139.89
Dana Perimbangan 488.57 486.28 99.53 609.83 613.66 100.63
1. Bagi Hsl. Pajak dan Bkn Pajak 41.57 39.24 94.40 48.02 51.75 107.78
2. Dana Alokasi Umum 447.00 447.04 100.01 532.92 532.92 100.00
3. Dana Alokasi Khusus 0.00 0.00 0.00 28.08 28.08 100.00
4. Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 0.00 56.50 0.00 0.82 0.91 111.61
Lain-Lain Pendapatan yang Sah 63.00 760.36 1,206.92 18.50 29.00 156.76B. Pengeluaran 821.06 760.36 92.61 973.58 912.86 93.76
Konsumsi Pemerintah 669.27 630.73 94.24 791.34 755.52 95.471. Belanja Pegawai 311.99 286.33 91.78 386.14 366.61 94.94
2. Belanja Barang dan Jasa 205.33 194.5 94.73 196.87 184.69 93.82
3. Belanja Bantuan Sosial 64.98 64.98 100.00 59.80 58.54 97.90
4. Belanja Bagi Hasil 70.95 70.95 100.00 108.13 107.10 99.04
5. Belanja Bantuan Keuangan 11.00 11.00 100.00 29.50 29.50 100.00
6. Belanja Tidak Terduga 5.02 2.972 59.20 2.00 0.34 16.85
7. Belanja Hibah 0.00 0.00 0.00 8.90 8.75 98.30
Pembentukan Modal Tetap Bruto 151.80 129.63 85.40 182.24 157.34 86.34D. Surplus / Defisit -29.29 13.10 -48.83 52.20C. Pembiayaan Daerah 29.29 48.83 -5.05D. SILPA 0.00 13.10 0.00 47.16
U R A I A NAPBD-P
2007
Realisasi s.d. 31 Des 2008
Realisasi s.d. 31 Des 2007 APBD-P
2008
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara
59
1. Penerimaan Daerah
Sampai dengan triwulan IV – 2008 realisasi penerimaan daerah Sulawesi Utara mencapai
Rp965,07 milliar, atau 104,36% dari target tahun 2008 yaitu sebesar Rp924,74 miliar.
Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi pendapatan daerah pada
triwulan IV tahun 2008 mengalami peningkatan Rp191,6 miliar, atau meningkat sebesar
24,77% dari realisasi pendapatan triwulan IV tahun 2007 sebesar Rp773,47 miliar.
Berdasarkan komponennya, realisasi penerimaan daerah ini terutama berasal dari dana
perimbangan dengan pangsa 63,59%, Penerimaan Asli Daerah (PAD) dengan pangsa
33,41% serta sisanya yang merupakan penerimaan lain-lain.
Kinerja pemerintah provinsi dalam melakukan berbagai pemanfaatan aset-aset yang dimiliki
menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini tercermin dari pencapaian realisasi
Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang hingga triwulan laporan persentase realisasinya melebihi
target yang ditetapkan di Tahun 2008. Penerimaan Asli Daerah (PAD) triwulan IV tahun
2008 sebesar Rp322,41 milliar mengalami peningkatan 39,76% apabila dibandingkan
dengan kuartal yang sama tahun sebelumnya .Indikator yang juga menununjukkan
keberhasilan pemerintah dalam menggali potensi daerah yang ada adalah semakin
tumbuhnya realisasi penerimaan dari pos lain-lain PAD.
Pajak daerah masih menjadi primadona PAD daerah Sulawesi Utara. Seperti tahun-tahun
sebelumnya, pajak daerah memberikan kontribusi yang besar pada total penerimaan PAD
daerah Sulawesi Utara. Sampai dengan triwulan IV tahun 2008 pajak daerah mencapai
angka sebesar Rp288,21 miliar rupiah atau memberikan kontribusi sebesar 89,39% dari
total PAD . Sementara itu, hasil pengelolaan kekayaan daerah hanya memberikan kontribusi
sebesar 12,90% terhadap total PAD. Hal ini berarti bahwa potensi kekayaan alam yang
terdapat di daerah Sulawesi Utara belum dapat dimanfaatkan dengan baik.
60
Grafik 4.3. Komposisi Realisasi PAD
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Triwulan IV -2008
Pencapaian PAD Sulawesi Utara pada triwulan IV tahun 2008 tersebut masih relatif kecil bila
dibandingkan kebutuhan dana pembangunan tercermin dari masih relatif rendahnya rasio
kemandirian fiskal daerah atau perbandingan PAD terhadap total belanja (hanya sebesar
33,40%) yang berarti kegiatan ekonomi dan sosial sebagian besar masih digerakkan oleh
dana perimbangan yang berasal dari pusat. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
meningkatkan PAD di masa yang akan datang. Akan tetapi, upaya ini harus dilaksanakan
secara hati-hati mengingat kondisi perekonomian dan politik yang kurang menguntungkan.
Pengadaan pajak dan restribusi baru perlu dipertimbangkan agar tidak menimbulkan
distorsi pada perekonomian daerah, dan upaya peningkatan PAD lebih dikonsentrasikan
pada penerimaan dari Hasil pengelolaan kekayaan daerah dan penerimaan lain-lain.
2. Pengeluaran Daerah
Realisasi pengeluaran daerah sampai dengan triwulan IV - 2008 mencapai jumlah Rp912,86
milliar, yang mengalami peningkatan sebesar Rp152,5 miliar atau sebesar 20,06% apabila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Menurut komponen
pembentuknya, realisasi pengeluaran daerah terutama berasal dari konsumsi pemerintah
sebesar 82,76%. Walaupun secara umum kinerja pengeluaran daerah hingga triwulan
laporan masih lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu namun sama halnya
seperti periode-periode sebelumnya, pangsa belanja modal di Tahun 2008 masih relatif kecil
yaitu hanya sebesar 17,24%. Dengan demikian belanja daerah masih banyak dialokasikan
pada belanja pegawai berupa pembayaran gaji, tunjangan, dan lain sebagainya.
3. Kontribusi APBD Terhadap Sektor Riil dan Uang Beredar
Realisasi APBD di tingkat provinsi khususnya realisasi belanja daerah sedikit banyak telah
memberikan kontribusi bagi pertumbuhan perekonomian. Dengan melakukan identifikasi
61
terhadap pos-pos dalam APBD provinsi ke dalam 2 (dua) kegiatan utama berdasarkan tabel
PDRB sisi permintaan, yaitu konsumsi pemerintah dan Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) diperoleh hasil bahwa realisasi komsumsi pemerintah memberikan kontribusi
sebesar 2,72% terhadap nilai tambah PDRB Provinsi Sulawesi Utara sedangkan realisasi
belanja modal memberikan kontribusi sebesar 0,57%. Sedangkan di tingkat kabupaten dan
kota relatif sulit untuk diperoleh sehingga hanya besaran-besaran pokok saja yang dimiliki.
Secara total, realisasi anggaran belanja dan modal dalam APBD provinsi hanya memberikan
kontribusi sebesar 3,28% terhadap nilai tambah PDRB Sulawesi Utara. Sementara itu,
dampak realisasi APBD provinsi terhadap perkembangan uang beredar sampai dengan Q4 –
2008 berada pada kondisi kontraksi yang berarti jumlah penerimaan pemerintah lebih besar
dibandingkan pengeluarannya.
Tabel 4.3. Kontribusi APBD Provinsi Terhadap Sektor Riil dan Uang Beredar
s.d. 30 Desember 2008 (Dalam Milliar Rp)
Nominal % Realisasi % thd PDRB
A. PENERIMAAN RUPIAH 965.07 104.36 3.47Pendapatan Asli Daerah 322.41 108.77 1.161. Pajak Daerah 288.21 107.72 1.042. Retrebusi 6.14 119.60 0.023. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 12.90 100.02 0.054. Lain-lain 15.15 139.89 0.05Dana Perimbangan 613.66 100.63 2.211. Bagi Hsl. Pajak 51.75 107.78 0.192. Dana Alokasi Umum 532.92 100.00 1.923. Dana Alokasi Khusus 28.08 100.00 0.104. Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 0.91 111.61 0.00Lain-Lain Pendapatan Sah 29.00 156.76 0.10
B. PENGELUARAN RUPIAH 912.86 93.76 3.28Konsumsi Pemerintah 755.52 95.47 2.721. Belanja Pegawai 366.61 94.94 1.322. Belanja Barang dan Jasa 184.69 93.82 0.663. Belanja Bantuan Sosial 58.54 97.90 0.214. Belanja Bagi Hasil 107.10 99.04 0.395. Belanja Bantuan Keuangan 29.50 100.00 0.116. Belanja Tidak Terduga 0.34 16.85 0.007. Belanja Hibah 8.75 98.30 0.03Pembentukan Modal Tetap Bruto 157.34 86.34 0.57
D. SURPLUS/ (DEFISIT) 52.20C. PEMBIAYAAN DAERAH -5.05E. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 47.16
Realisasi APBD 31 Des 2008URAIAN
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara
4. Alokasi Dana Pemerimbangan ke Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2009
Alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat bagi Provinsi Sulawesi Utara di tahun
2009 mengalami kenaikan sebesar 15,02%. Namun berdasarkan wilayah administratifnya
tidak seluruh daerah yang mendapatkan tambahan anggaran bahkan justru mengalami
penurunan yaitu Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa,
62
Kabupaten Minut, Kabupaten Bolmong dan Kabupaten Talaud. Tingkat pertumbuhan
tertinggi alokasi anggaran terjadi di Kabupaten Bolmut yaitu sebesar 173,03%, sedangkan
penurunan tertinggi terjadi di Kabupaten Bolmong sebesar 19,91%. Penurunan alokasi
anggaran di Kabupaten Bolmong terjadi sehubungan dengan terbentuknya daerah
pemekaran baru dari Kabupaten Bolmong yaitu Kabupaten Boltim dan Bolsel. Berdasarkan
komponen pembentuknya, dana perimbangan ini meliputi Dana Alokasi Umum (DAU),
Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Secara agregat, jumlah alokasi dana
dari pemerintah pusat ke provinsi, kabupaten dan kota di Sulawesi Utara mencapai Rp4,98
Triliun atau mengalami kenaikan sebesar 15,02%.
Tabel 4.4.
Dana Perimbangan ke Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008 Total Dana
Perimbangan (Juta Rp) th.
2008
Total Dana Perimbangan (Juta Rp) th.
2009
Naik/Turun (Persen)
Pemprov 604.70 628.48 3.93Manado 504.13 489.24 -2.95Bitung 327.74 317.26 -3.20Tomohon 293.07 256.10 -12.61Minahasa 459.47 449.93 -2.08Minsel 316.74 337.94 6.69Minut 361.32 308.29 -14.68Bolmong 406.96 325.94 -19.91Talaud 326.03 316.08 -3.05Sangihe 297.18 386.52 30.06Kotamobagu 94.66 256.93 171.41Bolmut 92.74 253.21 173.03Sitaro 120.89 275.50 127.89Mitra 122.79 262.89 114.10Boltim*) n.a. 54.25 n.a.Bosel*) n.a. 60.02 n.a.TOTAL 4,328.44 4,978.56 15.02
*) Daerah Pemekaran Tahun 2008
Berdasarkan alokasi dana perimbangan di masing-masing kabupaten/kota/provinsi di Tahun
2009, pangsa terbesar diperolah di tingkat Provinsi dengan jumlah Rp628,48 Milyar atau
sebesar 12,62% dari total dana perimbangan yang diterima Sulawesi Utara sebesar Rp4,97
Triliun. Pangsa berikutnya adalah Kota Manado Rp489,24 miliar (9,83%), Minahasa
Rp449,93 milliar (9,03%) dan Sangihe sebesar Rp386,52 miliar (7,76%). Alokasi dana
terendah diperoleh oleh Kabupaten Boltim (Bolaang Mongondow Timur) dengan jumlah
Rp54,25 milliar atau 1,85% dari total dana perimbangan di Sulawesi Utara.
63
Grafik 4.4. Grafik 4.5. Alokasi Dana Perimbangan Tahun 2009 Alokasi Dana Perimbangan Tahun 2008
Total : Rp 4,33 Triliun Total : Rp 4,98 Triliun
B. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH SELURUH KABUPATEN/KOTA/PROVINSI
DI SULAWESI UTARA
Perkembangan kinerja keuangan daerah di seluruh kabupaten/kota/provinsi di Sulawesi
Utara mencakup 3 kotamadya, 6 kabupaten dan 1 provinsi yaitu Kota Manado, Kota
Bitung, Kota Tomohon, Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Selatan, Kab. Minahasa Utara, Kab.
Bolaang Mongondow, Kab. Kep. Talaud, Kab. Kep. Tahuna dan Provinsi Sulawesi Utara.
1. Kinerja APBD Seluruh Kabupaten/Kota/Provinsi Tahun 2006
Dari sisi penerimaan, realisasi penerimaan daerah sampai dengan akhir Tahun 2006 telah
mencapai Rp 3.643 milliar atau 99,13% terhadap target awal tahun yang ditetapkan
sebesar Rp3.675 milliar (untuk seluruh kab/kota/provinsi). Adapun target penerimaan
daerah tertinggi berasal dari Provinsi Sulawesi Utara sebesar Rp644 milliar sedangkan yang
terendah adalah Kota Tomohon sebesar Rp221 milliar. Berdasarkan pencapaiannya, dari
seluruh kab/kota/provinsi yang ada, rasio realisasi penerimaan daerah tertinggi sampai
dengan akhir Tahun 2006 dicapai oleh Kab. Minahasa yaitu sebesar 101,31% dari target
yang ditetapkan di awal tahun. Sementara itu, Kab. Bolmong tercatat sebagai daerah
dengan pencapaian penerimaan terendah yaitu hanya sebesar 88,85%.
64
Grafik 4.6. Target dan Realisasi Penerimaan dalam APBD Tahun 2006
Seluruh Kab/Kota/Provinsi di Sulawesi Utara
-100200300400
500600700800
Prov
. Sul
ut
Kot
a M
anad
o
Kot
a Bi
tung
*)
Kot
a To
moh
on *
)
Kab
. Min
ahas
a
Kab
. Min
sel *
)
Kab
. Min
ut
Kab
. Bol
mon
g
Kab
. Tal
aud
*)
Kab
. San
gihe
*)
Miliar Rp
80
85
90
95
100
105
110%Target Realisasi %
Sumber: Biro Keuangan Provinsi dan Kabupaten/Kota diSulut Dari sisi pengeluaran, jumlah realisasi sampai dengan akhir Tahun 2006 untuk seluruh
kab/kota/provinsi di Sulawesi Utara diperkirakan telah mencapai Rp 3.505 milliar atau
92,61% dari target pembelanjaan yang ditetapkan di awal tahun yaitu sebesar Rp3.785
milliar. Belanja daerah ini meliputi belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik,
belanja bagi hasil dan batuan keuangan, serta belanja tidak tersangka. Tercatat, Provinsi
Sulawesi Utara memiliki rencana belanja tertinggi yaitu sebesar Rp677 milliar sedangkan
yang terendah adalah Kota Tomohon sebesar Rp224 milliar.
Grafik 4.7.
Target dan Realisasi Pengeluaran dalam APBD Tahun 2006 Seluruh Kab/Kota/Provinsi di Sulawesi Utara
-
100200
300400
500
600700
800
Prov
. Sul
ut
Kot
a M
anad
o
Kot
a Bi
tung
*)
Kot
a To
moh
on *
)
Kab
. Min
ahas
a
Kab
. Min
sel *
)
Kab
. Min
ut
Kab
. Bol
mon
g
Kab
. Tal
aud
*)
Kab
. San
gihe
*)
Miliar Rp
-
20
40
60
80
100
120%Target Realisasi %
Sumbe
r: Biro Keuangan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulut
2. Target APBD Kabupaten/Kota/Provinsi Tahun 2007
Dari tahun ke tahun jumlah dana pembangunan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara
memperlihatkan peningkatan. Hal ini cukup menggembirakan sebab di satu sisi
mengindikasikan terus bertambahnya jumlah alokasi dana (baik yang berasal dari pusat
maupun daerah) bagi kepentingan masyarakat Sulawesi Utara. Namun di sisi yang lain
65
menuntut seluruh komponen masyarakat Sulawesi Utara untuk lebih bertanggung jawab
dalam pemanfaatan dana-dana tersebut.
Berdasarkan hasil rekapitulasi data APBD seluruh kabupaten/kota/provinsi di Sulawesi Utara,
dibandingkan Tahun 2006 yang lalu, target penerimaan dan belanja daerah untuk Tahun
2007 secara total mengalami kenaikan masing-masing sebesar 19,28% dan 18,60%.
Berdasarkan wilayah administratifnya, persentase kenaikan anggaran penerimaan tertinggi
dialami oleh Kabupaten Talaud dan Kabupaten Minahasa masing-masing sebesar 41,02%
dan 23,88%, sedangkan yang terendah dialami pada tingkat provinsi sebesar 13,82% dan
Kab. Bolmong sebesar 12,20%. Dari sisi belanja daerah, persentase kenaikan anggaran
belanja tertinggi tercatat pada kabupaten minahasa dan kabupaten Talaud masing-masing
sebesar 28,28% dan 27,37% sedangkan yang terendah dialami oleh Kabupaten Bolmong
dan Kabupaten Sangihe masing-masing sebesar 14,15% dan 14,67%. Dengan
membandingkan seluruh target penerimaan dan belanja daerah di tingkat kab/kota/provinsi
untuk Tahun 2007 dan Tahun 2006, Kabupaten Talaud dan Kabupaten Sangihe tercatat
sebagai daerah yang dengan performance APBD yang terbaik. Hal ini dilandasi oleh
besarnya laju kenaikan penerimaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan laju peningkatan
belanja daerah untuk kedua daerah tersebut. Secara gabungan (seluruh kab/kota/provinsi),
besarnya target penerimaan APBD Sulawesi Utara di Tahun 2007 mencapai Rp4,38 Triliun
dengan target belanja sebesar Rp4,49 Trilliun. Dengan demikian terdapat selisih kekurangan
sebesar Rp110 milliar yang akan dibiayai melalui pos pembiayaan daerah.
Tabel 4.5. Target Penerimaan dalam APBD Seluruh Kab/Kota/Provinsi di Sulawesi Utara
(dalam Milliar Rp)
2006 2007
1 Prov. Sulut 644.08 733.08 13.82
2 Kota Manado 468.69 546.52 16.61
3 Kota Bitung 270.42 322.29 19.18
4 Kota Tomohon 221.81 267.79 20.73
5 Kab. Minahasa 358.98 444.71 23.88
6 Kab. Minsel 339.6 407.17 19.9
7 Kab. Minut 290.47 342.7 17.98
8 Kab. Bolmong 481.59 540.35 12.2
9 Kab. Talaud 249.59 351.97 41.02
10 Kab. Sangihe 350.37 427.56 22.03
3,675.58 4,384.14 19.28
APBDPenerimaan
% Kenaikan
Total ber: Biro Keuangan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Sum
66
Tabel 4.6. Rencana Belanja dalam APBD Seluruh Kab/Kota/Provinsi di Sulawesi Utara
(dalam milliar Rp)
Sumber: Biro Keuangan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
2006 2007
1 Prov. Sulut 677.21 778.84 15.01
2 Kota Manado 470.11 546.52 16.26
3 Kota Bitung 264.77 321.23 21.33
4 Kota Tomohon 224.98 269.82 19.93
5 Kab. Minahasa 360.18 458.76 27.37
6 Kab. Minsel 340.26 407.17 19.67
7 Kab. Minut 299.37 354.96 18.57
8 Kab. Bolmong 496.98 567.33 14.15
9 Kab. Talaud 276.97 355.31 28.28
10 Kab. Sangihe 375.07 430.1 14.67
3,785.89 4,490.04 18.60Total
APBDBelanja
% Kenaikan
67
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran nasional. Sistem pembayaran tersebut terbagi dua yaitu pembayaran secara
tunai menggunakan uang kartal, serta pembayaran non tunai melalui transaksi kliring dan
RTGS. Untuk menjalankan fungsi penyelenggaraan pembayaran tunai Bank Indonesia
senantiasa berusaha untuk menyediakan sejumlah pecahan yang sesuai dengan nominal
yang mencukupi dalam kondisi tepat waktu dan layak edar. Sementara itu, untuk transaksi
non tunai, Bank Indonesia mengarahkan transaksi pembayaran yang efektif, efisien, aman
dan handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
A. Perkembangan Aliran Uang Kartal
Aliran uang kartal di khasanah Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan IV – 2008
berada pada kondisi net outflow, yang berarti aliran uang keluar dari khasanah lebih besar
dibandingkan aliran uang masuk. Hal ini mengindikasikan pada akhir tahun 2008 kondisi
perekonomian Sulut cukup bergairah. Meningkatnya penggunaan uang kartal ini terjadi
karena tingginya permintaan masyarakat akan uang kartal untuk melakukan transaksi
menjelang hari raya Natal dan tahun baru. Mengacu pola aliran uang kartal pada tahun-
tahun sebelumnya, kondisi net outflow pada setiap akhir tahun ini merupakan suatu pola
musiman.
Grafik 5.1.
Netflow Aliran Kas Uang Kartal KBI Manado (Rp Miliar)
-1.200
-1.000
-800
-600
-400
-200
0
200
400
600
800
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Inflow (+) Outflow (-) Net Flow
Sumber : Bank Indonesia Manado, diolah
Jumlah alilran uang masuk meningkatkan dibandingkan triwulan sebelumnya, namun
peningkatan tersebut masih lebih rendah daripada posisi triwulan yang sama tahun 2007.
68
Aliran uang masuk pada triwulan IV - 2008 tercatat Rp217 miliar, atau meningkat 112%
dibandingkan triwulan sebelumnya dan menurun 14% dibandingkan triwulan yang sama
tahun lalu. Secara netto, aliran uang kartal selama triwulan laporan menunjukkan adanya
peningkatan yang cukup drastis dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pada
triwulan - IV 2008 pola aliran uang tercatat berada dalam kondisi outflow sebesar Rp211
miliar, sementara pada triwulan yang sama tahun 2007 tercatat outflow Rp676 milliar. Jika
dilihat secara bulanan, selama periode laporan pola aliran kas bulan Oktober dan November
menunjukkan bahwa aliran uang masuk ke khasanah lebih besar daripada aliran uang
keluar, sehingga posisi netflow masing-masing sebesar Rp334 miliar dan Rp2 miliar.
Sementara itu, pada bulan Desember terjadi aliran uang kas keluar dari khasanah yang
sangat besar hingga mencapai Rp 790 miliar yang mengakibatkan kondisi net outflow
menjadi Rp555 miliar. Hal ini dapat dipahami karena pada akhir tahun kebutuhan uang
kartal masyarakat, khususnya di Manado cenderung meningkat karena adabya persiapan
hari raya Natal dan Tahun baru.
Grafik 5.2 Rasio Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) Terhadap Inflow
(Persen)
-
100
200
300
400
500
600
700
Miliar
-
20
40
60
80
100
120
140
160
% Inflow PTTB Rasio
Inflow 428 129 105 253 592 119 103 217
PTTB 255 118 63 4 305 169 118 428
Rasio 59,56 91,75 60,02 1,48 51,44 142,50 114,74 46,91
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
Sumber : Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
Bank Indonesia senantiasa melakukan upaya untuk memelihara kualitas uang kartal yang
diedarkan melalui Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) untuk uang yang sudah tidak
layak edar. Selama tiwulan laporan, rasio PTTB terhadap aliran uang kartal masuk tercatat
sebesar 46,91%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang
tercatat 1,48%. Namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terlihat adanya
penurunan rasio PTTB yang cukup signifikan, karena pada triwulan III-2008 rasio PTTB
mencapai 114,74%. Jika dilihat dari jumlah nominal uang yang masuk dalam kategori PTTB
selama triwulan laporan adalah sebesar Rp428 miliar, atau meningkat drastis dari periode
69
yang sama tahun sebelumnya yang hanya Rp4 miliar. Jika dibandingkan dengan pola yang
terjadi sepanjang tahun 2007 dan 2008, terlihat bahwa rasio PTTB cenderung mengalami
pola yang sama, yaitu meningkat dari triwulan I ke triwulan II kemudian mengalami
penurunan di triwulan III yang berlanjut hingga triwulan IV. Kondisi ini terjadi karena adanya
pola inflow yang cenderung mengalami peningkatan di awal tahun dan menurun di akhir
tahun.
Dalam perannya sebagai regulator di daerah yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas dan kebutuhan uang yang layak edar bagi masyarakat di wilayahnya, Kantor Bank
Indonesia Manado melakukan kegiatan kas titipan. Kegiatan kas titipan ini dilakukan
khususnya untuk daerah yang lokasinya cukup jauh dari Kantor Bank Indonesia.
Bekerjasama dengan salah satu bank umum di wilayah Gorontalo dan Tahuna, Kantor Bank
Indonesia Manado melakukan kegiatan kas titipan.
Grafik 5.3. Netflow Kas Titipan KBI Manado di Gorontalo
(Rp Miliar)
-800
-600
-400
-200
0
200
400
600
800
Inflow 366 413 437 549 533 516 702 615
Outflow -284 -404 -466 -557 -463 -672 -755 -560
Netflow 82 9 -28 -8 70 -156 -53 55
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
.
IN FLOW
OUT FLOW
Sumber : Kantor Bank Indonesia Manado
Berbeda dengan kondisi kegiatan kas di KBI Manado yang berada dalam posisi net outflow,
kegiatan kas titipan di Gorontalo sepanjang triwulan IV-2008 berada pada kondisi net
inflow sebesar Rp55 miliar yang berarti aliran uang kartal yang masuk ke dalam khasanah
kas titipan lebih besar dibandingkan dengan aliran uang keluar dari khasanah. Hal ini
merupakan dampak dari meningkatnya penyetoran uang yang dilakukan oleh masyarakat
pasca hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Oktober. Terlihat bahwa aliran uang masuk
di awal triwulan IV-2008 meningkat cukup tajam, hingga mencapai net inflow Rp165 miliar,
sementara pada bulan November menunjukkan nilai net outflow sebesar Rp10,7 miliar,
70
yang terus meningkat menjadi Rp98,65 miliar pada bulan Desember. Meningkatnya aliran
uang keluar dari khasanah Bank Indonesia ini mencerminkan menggeliatnya kegiatan
perekonomian Gorontalo di akhir tahun, disamping juga karena tingginya kebutuhan
masyarakat akan uang untuk perayaan Natal dan tahun baru.
Grafik 5.4 Netflow Kas Tititpan KBI Manado di Tahuna
(Rp Miliar)
-120
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
Inflow 48 12 28 37 51 19 23 36
Outflow -34 -74 -62 -107 -31 -67 -71 -100
Netflow 14 -62 -34 -69 20 -48 -49 -63
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2007 2008
IN FLOW
OUT FLOW
Sumber : Kantor Bank Indonesia Manado
Selain di provinsi Gorontalo, kas titipan juga terdapat di Kota Tahuna-Kabupaten Sangihe.
Keberadaan kas titipan di kota tersebut merupakan upaya Bank Indonesia untuk
melaksanakan kebijakan clean money policy, khususnya untuk wilayah yang letaknya jauh
dari jangkauan Kantor Bank Indonesia. Kondisi kas titipan Tahuna pada triwulan laporan
menunjukkan adanya aliran uang keluar yang lebih besar daripada aliran uang masuk ke
khasanah dengan nilai net outflow sebesar Rp 63 miliar. Kondisi ini lebih rendah dibanding
tiwulan yang sama tahun sebelumnya yang menunjukkan nilai net outflow sebesar Rp 69
miliar. Jika dilihat sepanjang tahun 2008, pola aliran uang kartal di Tahuna menunjukkan
adanya fluktuasi yaitu terjadi pola net inflow pada triwulan I dan triwulan III, sementara
pada tirwulan II dan IV terjadi pola alliran outflow. Kondisi ini menunjukkan bahwa
pertengahan dan akhir tahun kondisi perekonomian di wilayah Tahuna cenderung lebih
bergairah dibandingkan kondisi lainnya.
B. Penemuan Uang Palsu
Penemuan uang palasu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado menunjukkan
adanya peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Total uang palsu yang ditemukan dan
dilaporkan ke Bank Indonesia Manado pada triwulan IV - 2008 sebanyak 136 lembar yang
71
terdiri dari 135 lembar pecahan Rp50.000,- dan 1 lembar pecahan Rp.100.000,-. Untuk
meminimalisisr pergerakan pelaku pemalsuan uang, Kantor Bank Indonesia Manado
berusaha meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah
melalui kegiatan sosialisasi.
Tabel 5.1
Temuan Uang Palsu di Wilayah Kerja KBI Manado (Rp Miliar)
2008 Pecahan 2003 2004 2005 2006 2007
Q1 Q2 Q3 Q4
- Rp100.000,- 3 16 529 44 36 2 1.014 14 1
- Rp50.000,- 9 73 480 87 162 17 19 16 135
- Rp20.000,- 4 6 10 74 31 6 - 1 0
- Rp10.000,- - - 4 13 15 - 2 2 0
- Rp5.000,- - - 1 2 1 - - - 0
- Rp1.000,- - - - - - - - - 0
Total 16 95 1.024 220 245 25 1.035 33 136
Kegiatan sosialisasi tidak hanya dilakukan di Kantor Bank Indonesia, serta pihak perbankan,
namun juga dilakukan di pusat perbelanjaan di kota Manado. Hal tersebut dilakukan
mengingat pusat perbelanjaan juga sangat rentan terhadap kegiatan peredaran uang palsu
karena tingginya tingkat perputaran uang yang digunakan untuk melakukan transaksi.
Selain melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman mereka
terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah, pihak Bank Indonesia juga menjalin kerjasama
dengan pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Utara dalam upaya penanganan proses hukum.
C. Perkembangan Kliring Lokal (Tunai)
Perkembangan kliring lokal pada triwulan IV - 2008 sebanyak 85.612 lembar dengan nilai
Rp1,8 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terlihat adanya
peningkatan jumlah warkat maupun nominal transaksi. Pada triwulan IV - 2007 jumlah
warkat yang dikliringkan hanya sebanyak 75.426 lembar dengan nilai Rp1,5 triliun. Tampak
adanya peningkatan jumlah sebesar 1.14%. Peningkatan jumlah dan nilai transaksi kliring
juga terlihat dari kondisi rata-rata harian, yaitu adanya peningkatan dari 1347 lembar
warkat dengan nilai Rp25,45 miliar menjadi 1451 lembar warkat dengan nilai Rp30,57
miliar. Adanya peningkatan rata-rata harian jumlah nominal kliring tersebut semakin
menegaskan bahwa perekonomian Provinsi Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang
positif. Sementara itu, rata-rata penolakan lembar cek/bilyet giro kosong selama triwulan
laporan tercatat 0.98% dari total lembar warkat yang dikliringkan atau meningkat cukup
drastis dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya 0.55%.
72
Peningkatan juga terlihat dari persentase jumlah nominal warkat yang dikliringkan. Terdapat
kenaikan dari 0.70% pada triwulan IV - 2007 menjadi 1,49% pada triwulan laporan.
Tabel 5.2
Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong di KBI Manado
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Perputaran Kliringa. Lembar 75.010 84.817 90.390 75.426 76.386 85.075 87.329 85.612b. Nominal (Rp miliar) 1.353 1.427 1.634 1.494 1.634 1.703 1.803 1.803 Rata-rata perputaran kliring per haria. Lembar 1.209 1.368 1.421 1.347 1.273 1.350 1.386 1.451b. Nominal (Rp miliar) 21,88 23,02 25,39 25,45 27,24 27,04 28,63 30,57 Persentase rata-rata penolakana. Lembar (%) 0,37 0,30 0,32 0,55 0,51 0,56 0,75 0,98 b. Nominal (%) 0,35 0,28 0,55 0,70 0,83 0,58 0,80 1,49
KETERANGAN2007 2008
Sumber : Kantor Bank Indonesia, Manado
D. RTGS (Real Time Gross Settlement)
RTGS sebagai salah satu sarana penyelesaian transaksi non tunai, menunjukkan
perkembangan yang cukup pesat sejak pertama kali diperkenalkan. Hal ini disebabkan BI -
RTGS mempunyai keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan resiko
settlement-nya dapat diperkecil. Berdasarkan data terakhir yang dimiliki, selama triwulan I -
2008, perkembangan total volume transaksi melalui RTGS (dari/ke/dalam Kota Manado)
mencapai 16.233 lembar atau meningkat 18,38% (y.o.y) bila dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Demikian pula dengan nilai nominal penyelesaian transaksi RTGS
yang secara tahunan tumbuh sebesar 29,50% mencapai jumlah Rp26,2 Triliun.
Tabel 5.3. Perkembangan Traksaksi Melalui RTGS - Real Time Gross Settlement
(Milliar)
Sumber : Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) KP Bank Indonesia
2008
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Nilai 11,738 13,437 11,565 13,433 15,976 36.10
Volume 6,770 7,478 8,731 14,251 7,225 6.72
Nilai 4,846 6,615 7,549 7,046 6,369 31.42
Volume 5,007 5,944 7,175 12,356 6,481 29.44
Nilai 3,648 4,971 5,615 4,682 3,856 5.71
Volume 1,936 2,553 3,077 7,681 2,527 30.53
NIlai 20,232 25,023 24,729 25,161 26,200 29.50
Volume 13,713 15,975 18,983 34,288 16,233 18.38
TOTAL TRANSAKSI
2007Y.o.Y
Dalam Kota
Ke Manado
Dari Manado
73
BOX 2 Perkembangan Uang Kartal di Wilayah Kerja KBI Manado
Sepanjang Tahun 2008
Sepanjang tahun 2008 terlihat bahwa perkembangan sistem pembayaran tunai yang tercermin dari aliran uang kartal melalui khasanah dan kas titipan Kantor Bank Indonesia Manado untuk wilayah Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan Tahuna berada dalam posisi net inflow total sebesar Rp823 miliar. Kondisi yang sama terjadi pada tahun 2007, namun dengan jumlah yang lebih sedkit yaitu net inflow sebesar Rp215 miliar.
Perkembangan Aliran Uang Kartal Sepanjang Tahun di Wilayah Kerja KBI Manado (Rp Juta)
Khasanah BI Manado
Kas Titipan Gorontalo
Kas Titipan Tahuna
TotalKhasanah BI Manado
Kas Titipan Gorontalo
Kas Titipan Tahuna
Total
Setoran 557,440 778,843 60,031 1,396,315 1,030,826 2,365,641 129,441 3,525,908Bayaran 481,539 687,741 107,512 1,276,792 1,222,314 1,330,650 -49,684 2,503,280Net Flow 75,902 91,103 47,481 214,486 -191,488 1,034,991 -20,149 823,354
2007 2008Ket
Khusus untuk aliran uang kartal yang melalui khasanah Bank Indonesia Manado, tercatat adanya aliran dana keluar atau net outflow Tahun 2008 sebesar Rp191 miliar, sementara pada tahun 2007 justru terjadi kondisi net inflow sebesar Rp76 miliar. Fenomena yang sama terjadi di wilayah Tahuna. Jumlah kas titipan pada tahun 2008 mengalami kondisi net outflow sebesar Rp20 miliar, sementara pada tahun 2007 justru mengalami kondisi net inflow Rp47 miliar. Berbeda dengan kedua wilayah sebelumnya, provinsi Gorontalo mencatat kondisi net inflow baik pada tahun 2007 maupun 2008 dengan nilai masing-masing Rp91 miliar dan lebih dari Rp1 triliun. Terlihat adanya peningkatan pola aliran uang kartal yang sangat signifikan di Gorontalo. Aliran uang yang terjadi sepanjang tahun umumnya memiliki pola musiman khususnya saat perayaan hari raya keagamaan. Sepanjang triwulan IV-2008 terjadi perubahan pola aliran uang yang cukup signifikan. Jika di awal triwulan (bulan Oktober) pola yang terjadi adalah aliran uang masuk atau inflow, sementara pada akhir triwulan pola aliran yang terjadi adalah pola outflow atau aliran uang keluar. Pola aliran inflow dan outflow yang cukup besar pada triwulan akhir 2008 ini dipicu oleh diselenggarakannya dua hari raya keagamaan, yaitu Idul Fitri pada awal bulan Oktober dan hari raya Natal serta persiapan tahun baru pada bulan Desember. Perkembangan Aliran Uang Kartal pada bulan Oktober
di Wilayah Kerja KBI Manado (Ro Juta)
Perkembangan Aliran Uang Kartal pada bulan Desember di Wilayah Kerja KBI Manado
(Ro Juta)
Khasanah BI Manado
Kas Titipan Gorontalo
Kas Titipan Tahuna
Total
Setoran 170,123 257,284 20,290 447,697
Bayaran -346 -92,570 -20,168 -113,084
Net Flow 169,777 164,714 122 334,613
Khasanah BI Manado
Kas Titipan Gorontalo
Kas Titipan Tahuna
Total
Setoran 18,706 187,190 8,500 214,396
Bayaran -427,422 -285,840 -56,769 -770,031
Net Flow -408,716 -98,650 -48,269 -555,635
Pola aliran uang pasca hari raya Idul Fitri baik di khasanah Bank Indonesia Manado, kas titipan Gorontalo maupun kas titipan Tahuna menunjukkan adanya pola net inflow dengan
74
jumlah total Rp.335 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa pasca hari raya, uang yang beredar di masyarakat selama persiapan menjelang hari raya kembali masuk ke khasanah Bank Indonesia. Hal ini ditegaskan kembali oleh adanya pola aliran net outflow menjelang perayaan hari Natal dan Tahun baru pada bulan Desember. Terlihat bahwa aliran uang yang terjadi adalah net outflow sebesar Rp555 miliar. Perkembangan Bayaran Bank Menjelang Natal
(Rp Juta)
2007 2008 NOMINAL %100000 195,596 134,585 (61011) -31.19%50000 363,656 286,225 (77431) -21.29%20000 2,725 2,888 163 5.99%10000 961 2,256 1295 134.73%5000 718 921 202 28.16%1000 477 548 70 14.74%
SUB JUMLAH 564,134 427,422 (136711) -24.23%
PERIODE DEVIASIPECAHAN
Kebutuhan uang masyarakat menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru pada tahun 2008 menunjukkan adanya penurunan dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkan data kebutuhan uang per pecahan terlihat bahwa pada tahun 2008 total kebutuhan uang masyarakat sebesar Rp427 miliar menurun 24,23% dibanding kondisi tahun sebelumnya yang mencapai Rp564 miliar. Kecenderungan yang terjadi menjelang hari raya adalah menurunnya jumlah kebutuhan nominal pecahan besar dan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan uang pecahan kecil. Hal ini dapat dipahami karena adanya pola kebiasaan masyarakat di Indonesia yang memiliki tradisi untuk memberi uang pecahan kecil kepada sanak keluarga pada saat hari raya. Terlihat bahwa pecahan Rp 10.000,- mengalami peningkatan cukup signifikan hingga mencapai 135%. Sementara itu, kebutuhan masyarakat akan uang pecahan besar mengalami penurunan pada tahun 2008. pecahan Rp 100.000,- menurun sebesar 31,19%, sedangkan pecahan Rp50.000,- menurun 21,29%.
75
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Secara umum perkembangan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara pada Agustus 2008
mengalami perbaikan dibandingkan periode Agustus 2007 tercermin dari rasio TPT (Tingkat
Pengangguran Terbuka) sebesar 10,65% atau turun dibandingkan dengan periode Agustus
2007 sebesar 12,35%. Menurut lapangan pekerjaan, pertanian masih menjadi sektor
lapangan pekerjaan utama, walaupun telah terjadi pergeseran ke sektor lainnya, terutama
sektor konstruksi. Berdasarkan persebarannya, Manado masih menjadi daerah dengan
jumlah angkatan kerja terbesar dan angka pengangguran tertinggi.
A. PENGANGGURAN
Struktur ketenagakerjaan pada periode Agustus 2008 tidak terlalu berbeda bila
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari seluruh penduduk usia 15+,
jumlah angkatan kerja tercatat 1.020.952 orang (61,16%) masih lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah bukan angkatan kerja sebanyak 648.361 orang. Jumlah
angkatan kerja ini turun sedikit yaitu sebesar 1,50% (y.o.y) atau sebanyak 15.547 orang
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tabel 6.1.
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Periode Agustus 2006 – Agustus 2008
Penduduk 15 Thn ke atas 1,639,282 1,654,863 1,672,655 1,658,299 1,669,313
Angkatan Kerja 970,416 1,086,281 1,036,499 1,046,665 1,020,952
Bekerja 828,550 944,635 908,503 917,363 912,198
Mencari Kerja 141,866 141,646 127,996 129,302 108,754
Bukan Angkatan Kerja 668,866 568,582 636,156 611,634 648,361
Sekolah 135,456 126,474 135,611 127,274 135,318
Mengurus Rumah Tangga 443,542 359,201 398,195 406,055 406,882
Lainnya 89,868 82,907 102,350 78,305 106,161
TPAK (persen) 59.20 65.60 61.97 63.12 61.16
TPT (persen) 14.60 13.00 12.35 12.35 10.65
Setengah Pengangguran 258,838 269,657 250,435 214,237 260,650
Setengah Pengangguran Terpaksa 114,537 125,402 120,060 124,522 128,580
Setengah Pengangguran Sukarela 144,301 144,255 130,375 89,715 132,070
Ags-06 Feb-07 Agt-07 Feb-08 Ags-08
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Menurut komponen penyusunnya, jumlah penduduk yang bekerja berdasarkan data
terakhir (Agustus 2008) mengalami peningkatan. Tercatat jumlah penduduk yang bekerja
berjumlah 912.918 orang, naik 0,41% (y.o.y) atau sebanyak 3.695 orang dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Jumlah pengangguran mengalami penurunan yaitu dari
127.966 orang pada Agustus 2007 turun 15,03% (y.o.y) menjadi 108.754 orang pada
Agustus 2008. Penurunan jumlah pengangguran ini belum menggambarkan kondisi
penyerapan tenaga kerja yang semakin membaik, karena apabila dilihat komponennya,
maka penurunan ini selain disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah penduduk yang
bekerja, juga disebabkan karena terjadinya pergeseran dari penduduk yang mencari kerja
menjadi bukan angkatan kerja (Ibu Rumah Tangga).
Menurunnya jumlah angkatan kerja selama periode Agustus 2007 – Agustus 2008
mengakibatkan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) di Provinsi Sulawesi Utara
mengalami penurunan dari 61,97% menjadi 61,16%. TPAK sebesar 61,16% tersebut dapat
diartikan bahwa sekitar 61 penduduk Provinsi Sulawesi Utara aktif bekerja dan mencari
pekerjaan dari sebanyak 100 orang penduduk yang termasuk ke dalam penduduk usia
kerja. Sementara itu, TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) pada Agustus 2008 sebesar
10,65%, merupakan angka yang terendah selama periode Agustus 2006 – Agustus 2008.
Hal ini menunjukkan bahwa dari sekitar 100 orang penduduk yang termasuk dalam
angkatan kerja hanya 10-11 orang yang menganggur, selebihnya sudah mempunyai
perkerjaan.
Penurunan tingkat pengangguran ini
terkonfirmasi dari hasil survey konsumen
yang diselenggarakan di kota Manado. Dari
hasil survey konsumen tersebut, konsumen
rumah tangga menilai ketersediaan lapangan
pekerjaan saat ini dan 6 bulan yang akan
datang menjadi lebih baik dan mencapai level
optimis di bulan Desember 2008.
Indeks Ketersediaan T
Grafik 6.1 enaga Kerja Saat Ini & 6 Bulan YAD
76
77
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Periode Agustus 2006 – Agustus 2008
Pertanian 341,347 378,631 373,329 363,771 362,615
Pertambangan 10,402 18,229 8,703 14,806 12,804
Industri 42,273 65,290 44,497 61,270 43,846
Listrik, Gas & Air Bersih 3,888 2,872 1,338 3,223 3,951
Konstruksi 65,268 54,819 61,209 56,406 67,121
Perdagangan 131,614 174,127 164,718 144,155 163,693
Angkutan 111,385 89,220 86,287 136,047 90,561
Keuangan 12,021 12,900 15,627 10,127 13,850
Jasa 110,352 148,547 152,795 127,558 153,757
TOTAL 828,550 944,635 908,503 917,363 912,198
Feb-08Ags-06 Feb-07 Agt-07 Agt-08
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Komposisi penduduk yang bekerja menurut sektor lapangan pekerjaan utama pada Agustus
2008 relatif sama bila dibandingkan Agustus 2007. Sektor lapangan pekerjaan utama
penduduk yang bekerja masih paling banyak di sektor pertanian yaitu sebanyak 362.615
orang (39,75%). Namun bila dibandingkan dengan keadaan Agustus 2007, mengalami
penurunan sebanyak 10.714 orang. Sektor lain yang mengalami penurunan adalah sektor
industri, perdagangan dan keuangan. Sedangkan sektor yang mengalami kenaikan adalah
sektor pertambangan, listrik-air-gas, konstruksi,angkutan dan jasa. Data tersebut
menggambarkan bahwa walaupun sektor utama lapangan pekerjaan penduduk Sulawesi
Utara masih paling banyak di sektor pertanian, namun telah terjadi pergeseran ke sektor
lainnya, terutama ke sektor konstruksi yang ditunjukkan pada peningkatan jumlah pekerja
yang cukup signifikan di sektor ini, yakni sebesar 5.912 orang. Pergeseran ini terjadi terkait
dengan banyaknya pembangunan infrastruktur di kota Manado dalam rangka WOC di
tahun 2009 yang membutuhkan banyak tenaga dalam sektor konstruksi.
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
Periode Agustus 2006 – Agustus 2008
Kota Desa LK PR
Berusaha Sendiri 309,039 297,042 315,364 328,437 282,696 105,465 177,231 210,496 72,200
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap - Buruh Tidak Dibayar
121,471 153,860 114,577 148,096 134,423 38,730 95,693 106,094 28,329
Berusaha Dibantu Buruh Tetap-Buruh Dibayar
34,312 35,758 33,664 27,657 31,026 10,163 20,863 27,762 3,264
Buruh/Karyawan 227,826 282,174 286,099 246,547 264,692 157,683 107,009 179,830 84,862
Pekerja Bebas Pertanian 38,801 42,346 48,666 50,688 60,824 8,706 52,118 54,540 6,284
Pekerja Bebas Non Pertanian 30,787 28,943 25,065 34,629 47,802 19,366 28,436 40,624 7,178
Pekerja Tak Dibayar 66,314 104,512 85,068 81,309 90,735 17,353 73,382 37,721 53,014
TOTAL 828,550 944,635 908,503 917,363 912,198 357,466 554,732 657,067 255,131
Ags-06 Feb-07 Agt-07 Feb-08Daerah Jenis Kelamin
Agt-08
Seperti terlihat dalam tabel, dari seluruh penduduk usia 15+ yang bekerja, terutama berada
di daerah desa dan berjenis kelamin laki-laki. Status pekerjaan penduduk masih didominasi
oleh berusaha sendiri sebanyak 282.696 orang (30,99%), dan buruh/karyawan/pegawai
sebanyak 264.692 orang (29,02%). Status pekerjaan penduduk yang bekerja terkecil adalah
berusaha dibantu buruh tetap sebanyak 31.026 orang (3,40%). Status pekerjaan penduduk
78
yang bekerja di daerah perkotaan terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai
sebesar 157.683 orang (44,11%) dan berusaha sendiri sebesar 106.465 orang (29,50 %).
Sedangkan untuk daerah perdesaan, status pekerjaan penduduk yang bekerja sebagian
besar adalah berusaha sendiri yaitu sebesar 177.231 (31,95%) dan
buruh/karyawan/pegawai sebesar 107.009 orang (19,29 %). Penduduk laki-laki yang
bekerja paling banyak berstatus berusaha sendiri yaitu sebesar 210.496 orang dan
buruh/karyawan/pegawai sebesar 179.830 orang, sedangkan penduduk perempuan yang
bekerja paling banyak berstatus buruh/karyawan/pegawai yaitu sebesar 84.862 orang dan
berusaha sendiri sebanyak 72.200 orang,
Kabupaten/Kota Bek er j a PengangguranJuml ah
Angk atan Ker j a
Bolmong 125,828 6,849 132,677
Minahasa 133,760 15,684 149,444
Sangihe 45,248 6,951 52,199
Kep. Talaud 30,758 2,933 33,691
Minsel 76,261 8,043 84,304
Minut 68,489 10,412 78,901
Bolmong Utara 32,265 2,603 34,868
Kep. Sitaro 25,345 2,343 27,688
Mitra 40,133 3,141 43,274
Manado 176,322 31,046 207,368
Bitung 67,589 10,023 77,612
Tomohon 40,935 3,776 44,711
Kotamobagu 49,265 4,950 54,215
Sul ut 912,198 108,754 1,020,952
Grafik 6.2. TPAK dan TPT di Kab/Kota Se-Sulawesi Utara
Periode Agustus 2008
Tabel 6.4. Angkatan Kerja di Kabupaten/Kota Se-Sulawesi Utara
Periode Agustus 2008
Berdasarkan persebarannya, dari jumlah sebesar 13 Kabupaten yang terdapat di Sulawesi
Utara, tercatat jumlah angkatan kerja terbanyak di kota Manado sebanyak 176.322 orang,
diikuti kabupaten Minahasa sebesar 133.760 dan Bolmong sebesar 125.828. Ratio TPAK
terbesar dimiliki oleh Tomohon, sebesar 67,18%. Hal ini berarti dari seratus orang yang
merupakan angkatan kerja di Tomohon, sebesar 67 orang bekerja dan mencari pekerjaan.
Sementara itu, tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Manado sebesar 31.046 orang
dengan nilai TPT sebesar14,97%. Tingkat Pengangguran terendah apabila dilihat dari ratio
TPT dimiliki oleh kota Bolmong. Hal ini berarti bahwa kota Bolmong memiliki tingkat
penyerapan tenaga kerja lebih baik dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Sulawesi
Utara
79
B. KEMISKINAN
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 2004 – 2008 di Provinsi Sulawesi
Utara berfluktuasi dari tahun ke tahun. Terjadi peningkatan dari periode Februari 2004 –
Maret 2007 dan terjadi penurunan dari periode Maret 2007 – Maret 2008.
Tabel 6.5. Sebaran Penduduk Miskin di Kota dan Desa
Periode Februari 2004 – Maret 2008
Kota Desa Total Kota Desa Total
Sulawesi Utara 36 156,3 192 4.37 11.76 8.93
Indonesia 11,369 24,778 36,147 12.13 20.11 16.66
Sulawesi Utara 46,6 155 202 4.96 12.70 9.34
Indonesia 13,297 23,505 36,801 12.48 20.63 16.69
Sulawesi Utara 61,2 171 233 6.52 14.01 10.76
Indonesia 13568,4 23,821 37,389 12.68 20.84 16.90
Sulawesi Utara 79 171 250 8.31 13.80 11.42
Indonesia 13559,3 23,609 37,168 12.52 20.37 16.58
Sulawesi Utara 73 151 224 7.56 12.04 10.10
Indonesia 12,769 22,195 34,963 11.65 18.93 15.42
Jumlah Penduduk Miskin (000 orang)
Persentase Penduduk MiskinTahun
Maret 2008
Februari 2004
Juli 2005
Juli 2006
Maret 2007
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2008 sebesar 223,5 ribu (10,10%). Terjadi penurunan
jumlah maupun persentase penduduk miskin baik di perkotaan maupun pedesaan.
Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 250,1 ribu
(11,42%), berarti jumlah penduduk miskin menurun sebesar 26,6 ribu orang. Selama
periode Maret 2007 – Maret 2008, penduduk miskin di daerah perkotaan terjadi penurunan
sekitar 6,3 ribu orang, sementara di daerah pedesaan terjadi penurunan sekitar 20,2 ribu
orang.
Secara nasional, juga terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 36,14 juta orang di
Tahun 2004 menjadi 34,96 juta orang pada Maret 2008. Dari periode Februari 2004 sampai
Juli 2006 terus terjadi peningkatan penduduk miskin, baik jumlah maupun persentasenya.
Namun dari periode Juli 2006 – Maret 2008 terus terjadi penurunan jumlah dan persentase
penduduk miskin. Persentase penduduk miskin di Indonesia pada Juli 2006 sebesar 16,9%
dan terus menurun hingga mencapai 15,42% pada Maret 2008.
80
Tabel 6.6. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Menurut Daerah di Provinsi Sulawesi Utara Periode Maret 2007 – Maret 2007
MakananBukan
MakananTotal
PERKOTAAN
Maret 2007 122,841 42,983 165,824 79.00 8.31
Maret 2008 131,456 44,173 175,628 72.70 7.56
PERDESAAN
Maret 2007 117,516 31,924 149,440 171.00 13.80
Maret 2008 128,498 33,935 162,433 150.90 12.04
KOTA & DESA
Maret 2007 119,827 36,723 156,550 250.10 11.42
Maret 2008 129,781 38,378 168,160 223.50 10.10
Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Penduduk Miskin
TahunGaris Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena
penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per
bulan di bawah Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak
penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Selama periode Maret 2007 – Maret
2008, garis kemiskinan naik sebesar 7,41% yaitu dari Rp.156.550,- per kapita per bulan
pada Maret 2007 menjadi Rp168.160,- per kapita per bulan pada Maret 2008. Dengan
memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan
komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan
(perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Pada Maret 2007, sumbangan GKM
terhadap GK sebesar 76,54%, tetapi pada Maret 2008, peranannya meningkat sampai
77,18%. Meningkatnya peranan GKM terhadap GK ini sebagian besar akibat naiknya harga
barang-barang kebutuhan pokok yang juga digambarkan oleh inflasi umum selama periode
Maret 2007 – Maret 2008.
Selanjutnya penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic
poor) dan miskin sementara (transient poor). Miskin kronis adalah penduduk miskin yang
berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses yang
cukup terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan miskin sementara adalah penduduk
miskin yang berada dekat garis kemiskinan. Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam
ekonomi, kondisi penduduk yang termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat
dan statusnya berubah menjadi penduduk tidak miskin.
81
C. Rasio Gini
Rasio gini merupakan ukuran kemerataan tingkat pendapatan yang dihitung dengan
membagi luas antara garis diagonal dan kurva lorent dengan luas segi tiga di bawah garis
diagonal. Nilai Rasio Gini terletak antara 0 dan 1, nilai rasio Gini yang mendekati 0 maka
tingkat ketimpangan pendapatan sangat rendah, artinya distribuso pendapatan merata dan
apabila nilainya mendekati 1 maka tingkat ketimpangan pendapatan tinggi.
Perkembangan angka rasio gini Sulawesi Utara dalam 3 (tiga) tahun terakhir relatif tetap.
Pada Tahun 2007 indeks gini tercatat 0,32, relatif tidak berubah dibandingkan indeks gini
Tahun 2005 lalu yang juga sebesar 0,32. Namun demikian berdasarkan strukturnya,
persentase pendapatan yang dinikmati oleh 20% penduduk berpenghasilan tertinggi
menjadi semakin meningkat dari 40,70% menjadi 41,24%. Faktor yang mempengaruhi
peningkatan kesenjangan ini adalah dampak kenaikan harga BBM yang menyebabkan
kelompok 40% penduduk berpenghasilan rendah terpukul. Fenomena yang menarik adalah
terjadinya shifting dari sebagian penduduk di kelompok 40% menengah ke 40% ke bawah
dan 20% teratas.
Tabel 6.7. Rasio Gini Provinsi Sulawesi Utara
40% populasi dengan pendapatan terendah
40% populasi dengan pendapatan moderat
20% populasi dengan pendapatan tertinggi
Rasio Gini 40% populasi dengan pendapatan terendah
40% populasi dengan pendapatan moderat
20% populasi dengan pendapatan tertinggi
Rasio Gini
Sulawesi Utara 20.03 39.27 40.70 0.32 21.19 37.57 41.24 0.32
Provinsi 2005 2007
D. IPM (Indeks Pembangunan Manusia)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Utara sampai Tahun 2006 adalah
sebesar 74,4, meningkat 0,2 poin dari angka IPM 2005 yang sebesar 74,2. Peningkatan ini
ditopang oleh kenaikan angka harapan hidup dari 71,7 tahun menjadi 71,8 tahun dan rata-
rata pengeluaran riil per kapita dari Rp616.100,- menjadi Rp616.900,-. Adapun komponen
penyusun IPM terdiri dari angka harapan hidup, angka melek hurup, rata-rata lama sekolah
dan rata-rata pengeluaran riil per kapita.
Tabel 6.8. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Provinsi Sulawesi Utara
Komponen IPM 2002 2004 2005 2006
Angka Harapan Hidup 70.9 71.0 71.7 71.8
Angka Melek Huruf 98.8 99.1 99.3 99.3
Rata-Rata Lama Sekolah 8.6 8.6 8.8 8.8
Pengeluaran Riil/Kapita (000 Rp) 587.9 611.9 616.1 616.9
IPM 71.3 73.4 74.2 74.4
Peringkat Nasional 2 2 2 2
82
Berdasarkan wilayah administrasinya, perkembangan komponen IPM di kota/kabupaten di
Sulawesi Utara dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kota Manado memiliki angka harapan hidup tertinggi yaitu 72 tahun sedangkan
terendah di Kota Bitung yang tercatat 69,6 tahun.
Persentase angka melek hurup hampir merata di seluruh daerah dengan rata-rata
99,08%. Namun terdapat 3 (tiga) daerah dengan persentase melek huruf berada di
bawah rata-rata di Provinsi Sulawesi Utara yaitu Kabupaten Bolmong, Sangihe dan
Talaud.
Kabupaten Bolmong memiliki rata-rata lama sekolah terendah yaitu selama 7,3 tahun
sedangkan tertinggi di Kota Manado dengan rata-rata sekolah selama 10,5 tahun.
Rata-rata jumlah pengeluaran per kapita riil tertinggi di Kota Manado sebesar Rp623
ribu dan terendah di Minahasa Selatan sebesar Rp587 ribu.
Dibandingkan dengan daerah lainnya di tingkat nasional, IPM Provinsi Sulawesi Utara
kondisinya lebih baik khususnya pada komponen angka harapan hidup, persentase angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Selama kurun waktu 2004 – 2005, IPM Provinsi
Sulawesi Utara menduduki peringkat 2 (dua) di tingkat nasional.
Tabel 6.9.
Sebaran IPM Sulawesi Utara Tahun 2004-2005
2004 2005 2004 2005
Bolaang Mongondow 70.7 71.6 121 105
Minahasa 73.5 74.0 47 46
Minahasa Selatan 71.2 71.5 96 113
Minahasa Utara 72.7 73.7 69 57
Kepulauan Sangihe 72.8 73.4 67 64
Kepulauan Talaud 71.8 72.3 80 87
Manado 75.9 76.3 8 12
Bitung 73.2 73.6 56 59
Tomohon 72.9 73.3 63 67
Sulawesi Utara 73.4 74.2 2 2
Indonesia 68.7 69.6
KAB/KOTAIPM Ranking Nasional
83
BAB VII PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI
Perekonomian Sulawesi Utara di 2009 diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,7 - 7,2%.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut sangat dipengaruhi oleh dinamika
perekonomian global dan nasional yang ditandai oleh resesi di negara mitra dagang utama
dan melambatnya perekonomian di negara mitra dagang. Resesi dan perlambatan ekonomi
tersebut, yang kemudian diikuti oleh penurunan harga komoditas produk ekspor dan
terbatasnya trade financing, mengakibatkan pertumbuhan ekspor di 2009 diprakirakan jauh
lebih rendah dibandingkan dengan 2008. Menurunnya pertumbuhan ekspor diprakirakan
akan memengaruhi daya beli masyarakat dan akan berdampak pada turunnya konsumsi
rumah tangga. Dari sisi pembiayaan konsumsi, pertumbuhan kredit konsumsi diprakirakan
akan semakin terbatas. Namun demikian, pertumbuhan konsumsi diprakirakan masih relatif
kuat jika dibandingkan rata-rata historis, terkait dengan beberapa faktor seperti: kenaikan
upah minimum provinsi (UMP), kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS), faktor pemilihan
umum (Pemilu), dan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan serta multiplier effect dari
kebijakan pemerintah. Melambatnya pertumbuhan ekspor dan konsumsi yang diikuti
dengan terbatasnya pembiayaan investasi pada gilirannya akan menurunkan pertumbuhan
investasi dan juga impor. Dari sisi sektoral, perlambatan sektor eksternal diprakirakan
berdampak langsung ke sektor tradable (sektor industri pengolahan, pertanian, dan
pertambangan).
Tekanan inflasi Kota Manado pada 2009 diprakirakan cenderung menurun menuju kisaran
6,0% ± 1%. Secara fundamental, penurunan tekanan inflasi didukung oleh turunnya
imported inflation sejalan dengan turunnya harga komoditi, pangan dan energi dunia, serta
terkendalinya ekspektasi inflasi. Selain itu, produksi pangan di dalam negeri yang sangat
baik dalam tahun 2008, serta adanya perlambatan permintaan agregat merupakan faktor
penunjang pencapaian inflasi yang rendah pada 2009. Dari sisi non fundamental,
penurunan inflasi tahun 2009 didukung oleh terjaganya pasokan dan kelancar kelancaran
distribusi barang kebutuhan pokok serta minimnya administered prices.
A. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Prahara keuangan global diprakirakan akan berimbas ke perekonomian Indonesia termasuk
Sulawesi Utara pada tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan mengalami
perlambatan dari 7,55% (2008) menjadi 6,7-7,2% (2009). Lesunya permintaan dunia dan
84
merosotnya harga-harga komoditas akan ditransmisikan ke perekonomian domestik melalui
jalur perdagangan internasional. Pertumbuhan ekspor barang dan jasa diprakirakan akan
terpangkas sekitar separo dari pertumbuhan 2008. Di tengah kondisi eksternal yang kurang
kondusif tersebut, permintaan domestik diprakirakan akan menjadi sumber pertumbuhan
ekonomi. Perlambatan pertumbuhan konsumsi swasta yang lebih dalam pada 2009, akibat
turunnya income effect dari ekspor, diprakirakan dapat ditahan oleh pengeluaran para
kontestan Pemilu, kenaikan UMP dan gaji PNS, serta kebijakan pemerintah di bidang
pendapatan. Sementara itu, pertumbuhan investasi diprakirakan akan tumbuh melambat
akibat melemahnya permintaan dan ketidakpastian iklim usaha.
Tabel 7.1.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Q1 Q2 Q3 Q4 2007 Q1 Q2 Q3 Q4 2008
KONSUMSI 9.39 1.94 2.44 3.95 4.27 -3.34 2.33 3.01 3.33 1.46 2.0-2.5
Konsumsi Swasta 13.56 2.41 2.47 4.37 5.41 -6.91 1.44 2.26 2.63 -0.02 1.5 - 2.0Konsumsi Pemerintah 1.10 0.99 2.37 3.20 2.01 4.63 4.19 4.60 4.60 4.51 2.5 - 3.0
PMTB 10.52 15.56 24.75 23.35 19.08 7.50 9.06 15.56 9.40 10.60 13.0 - 13.5
EKSPOR 14.90 12.62 -1.14 0.43 5.76 52.61 67.15 72.08 60.39 63.21 17.0 - 17.5
IMPOR 26.63 9.89 1.71 2.14 8.55 43.03 79.31 79.29 70.34 68.68 15.5 - 16.0PDRB 5.46 6.41 6.53 7.25 6.47 6.96 7.19 7.88 8.01 7.55 6.7 - 7.2
2009*JENIS PENGGUNAAN2007 2008
*) Perkiraan Bank Indonesia Manado
PROSPEK PERMINTAAN AGREGAT
Konsumsi swasta diprakirakan akan tumbuh 1,5 – 2,0% di Tahun 2009. Rendahnya
pertumbuhan konsumsi swata tersebut disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat,
khususnya karena imbas dari turunnya kinerja ekspor (income effect) dan turunnya harga
saham/aset keuangan lainnya (wealth effect). Terpukulnya kinerja ekspor diprakirakan
berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja ataupun dirumahkan. Adanya PHK dan
pegawai yang dirumahkan tersebut diprakirakan mendorong konsumen untuk menunda
belanja konsumsinya (precautionary saving). Melemahnya konsumsi swasta juga disebabkan
oleh berkurangnya sumber pembiayaan, khususnya yang berasal dari perbankan. Pada
2009, pertumbuhan penyaluran kredit - termasuk kredit konsumsi – diprakirakan menurun
hingga ke kisaran 15-20%. Penurunan ini terkait dengan persepsi meningkatnya risiko
debitur dan kecenderungan perbankan menjaga likuiditas yang relatif tinggi di tengah
ketidakpastian. Prakiraan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kenaikan UMP
dan gaji PNS, dukungan kebijakan pemerintah di bidang fiskal, dan penyelenggaraan Pemilu
2009. Laju kenaikan UMP 2009 secara umum melebihi laju inflasi 2009. Kebijakan
pemerintah antara lain berupa kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak, penyederhanaan
tarif PPh Badan dan PPh Orang Pribadi, insentif PPh bagi perusahaan yang masuk bursa dan
UMKM, pengurangan pajak dividen perusahaan, serta kenaikan anggaran bantuan sosial.
85
Anggaran tersebut dipergunakan untuk program Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Pedesaan (PNPM), jaminan kesehatan masyarakat, dan bantuan tunai bersyarat.
Sementara itu, penyelenggaraan Pemilu 2009 diprakirakan memberikan dorongan bagi
pertumbuhan konsumsi rumah tangga, walau tidak lagi sebesar Pemilu 2004. Hal itu
disebabkan oleh berkurangnya dukungan pembiayaan partai peserta Pemilu akibat
menurunnya pendapatan ekspor dan merosotnya pendapatan dari bursa saham.
Kegiatan konsumsi pemerintah pada tahun 2009 diprakirakan tumbuh melambat pada
kisaran 2,5 - 3,0%. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh penurunan dana
perimbangan ke daerah sebagai akibat penurunan harga minyak mentah. Sementara itu,
konsumsi pemerintah tetap tumbuh meningkat. Konsumsi pemerintah antara lain didorong
oleh anggaran Pemilu dan kenaikan gaji PNS. Pada semester I - 2009 konsumsi pemerintah
diprakirakan tetap tumbuh positif dan berangsur menurun pada semester II-2009 seiring
dengan berakhirnya kegiatan Pemilu. Pada 2009 kegiatan investasi diprakirakan tumbuh
sebesar 13,0 - 13,5%. Perlambatan investasi yang signifikan terutama dialami oleh investasi
non bangunan. Pergerakan investasi jenis ini sangat tergantung pada kondisi
perekonomian. Dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi, dunia usaha cenderung menunda
ekspansi usahanya. Penundaan investasi tersebut sebagian besar disebabkan oleh kondisi
finansial yang tidak memungkinkan dan kondisi permintaan yang lemah.
Sementara itu, investasi bangunan diprakirakan mengalami perlambatan yang tidak sedalam
investasi nonbangunan. Terhambatnya pembangunan infrastruktur tersebut bersumber dari
masalah regulasi, teknis, dan pembiayaan. Di pihak lain, pendirian bangunan oleh swasta
diprakirakan menurun seiring dengan semakin terbatasnya sumber pembiayaan. Hal
tersebut terindikasi dari rencana penghentian pembangunan proyek-proyek baru oleh
pengembang dan kenaikan uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi 20-30% dari
harga rumah, naik dari sebelumnya yang berkisar 10%. Namun demikian, maraknya
pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara terkait persiapan penyelenggaraan World
Ocean Conference (WOC) diperkirakan akan tetap mendorong laju pertumbuhan sektor
bangunan di Tahun 2009.
Sementara itu, keterbatasan trade financing diprakirakan juga menghambat kinerja ekspor
ke depan. Dampak lesunya permintaan eksternal dan pembiayaan tersebut yang mulai
berimbas ke kinerja ekspor sejak triwulan IV-2008 diprakirakan akan terus berlangsung
pada 2009. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, ekspor komoditas utama Indonesia
86
sangat elastis terhadap pendapatan negara partner dagang utama, yaitu Singapura, AS, dan
Jepang. Selain itu, pengetatan skema pembiayaan ekspor diprakirakan juga memengaruhi
kinerja pembiayaan eksportir. Dari sisi impor, pertumbuhan di 2009 diprakirakan terpangkas
cukup signifikan (tumbuh pada kisaran 15,5 - 16,0%) dibandingkan tahun 2008. Lemahnya
permintaan - baik yang berasal dari kegiatan ekonomi domestik maupun ekspor -
menyebabkan rendahnya permintaan impor
Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Q1 Q2 Q3 Q4 2007 Q1 Q2 Q3 Q4 2008
PERTANIAN 4.55 8.54 5.27 7.47 6.53 5.23 6.06 0.83 4.79 4.21 7.0 - 7.5PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 8.62 8.67 9.04 9.30 8.93 6.97 8.94 10.52 9.33 9.02 11.5 - 12.0INDUSTRI PENGOLAHAN 4.51 5.45 6.59 8.45 6.33 7.95 8.38 8.19 8.26 8.20 4.5 - 5.0LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 6.23 5.95 6.43 6.58 6.31 6.26 6.62 6.68 6.75 6.58 6.5 - 7.0BANGUNAN 7.00 7.37 8.01 8.92 7.89 6.46 9.32 11.24 9.84 9.33 10.0 - 10.5PHR 5.72 5.76 7.39 8.03 6.87 13.23 9.26 11.39 10.20 10.86 6.5 - 7.0PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 6.19 5.92 8.98 6.63 6.87 8.82 8.63 13.94 9.59 10.15 7.5 - 8.0KEU. PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHA 4.96 6.52 6.69 6.69 6.25 6.90 7.14 6.81 6.81 6.91 6.5 - 7.0JASA - JASA 4.13 3.30 3.51 3.79 3.68 2.98 2.87 6.39 6.52 4.73 3.5 - 4.0
PDRB 5.46 6.41 6.53 7.25 6.47 6.96 7.19 7.88 8.01 7.55 6.7 - 7.2
LAPANGAN USAHA 2009*2007 2008
*) Perkiraan Bank Indonesia Manado
PROSPEK PENAWARAN AGREGAT
Krisis ekonomi global yang masih berlangsung menyebabkan pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara dari sisi sektoral tahun 2009 diprakirakan lebih rendah dibandingkan dengan
prakiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2008. Krisis ekonomi global tersebut berdampak
pada pada pelemahan daya serap yang lebih dalam terhadap produk-produk berbagai
sektor perekomian. Permintaan yang merosot menyebabkan penumpukan stok hasil
produksi. Kondisi ini diperburuk dengan menurunnya harga-harga berbagai komoditas yang
memaksa pengusaha untuk mengurangi produksinya, atau bahkan menunda produksinya.
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara Tahun 2009 diprakirakan sebesar 6,7-7,2%, lebih
rendah dari pertumbuhan Tahun 2008 sebesar 7,55%.
Pada tahun 2009 pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran diprakirakan
melambat menjadi sekitar 6,5 - 7,0% dibandingkan dengan tahun 2008 yang diprakirakan
mencapai 10,86%. Faktor utama yang menyebabkan melemahnya kinerja sektor ini adalah
melemahnya konsumsi swasta yang mencerminkan memburuknya daya beli masyarakat.
Sebagai akibatnya, aktivitas di subsektor perdagangan besar dan eceran melambat cukup
signifikan. Omset sektor ritel mulai dirasakan menurun sejak Oktober 2008 sebagai dampak
krisis keuangan global. Kondisi ini diprakirakan masih akan berlanjut di tahun 2009. Pasar
ritel yang diprakirakan akan terpengaruh adalah produk otomotif, elektronik, dan sepatu.
Perdagangan otomotif yang sepanjang tahun 2008 secara umum menunjukkan kinerja yang
87
baik diprakirakan akan melambat pada tahun 2009. Selain daya beli yang melemah, faktor
pembiayaan menjadi faktor penyebabnya. Persyaratan pembiayaan pembelian otomotif
yang lebih ketat, tercermin dari meningkatnya uang muka pembelian otomotif secara
kredit. Persyaratan pembiayaan yang lebih ketat dan daya beli yang menurun membuat
prakiraan penjualan otomotif di tahun 2009 mengalami perlambatan.
Namun demikian, masih ada produk lain di subsektor ritel yang diprakirakan dapat
menahan perlambatan lebih jauh lagi. Produk tersebut adalah makanan dan minuman.
Produk makanan dan minuman merupakan produk yang diprakirakan mampu bertahan di
tengah krisis. Omset makanan dan minuman pada subsektor ritel mendominasi lebih dari
50%. Sektor makanan dan minuman ini juga diprakirakan akan terdongkrak terkait dengan
kegiatan Pemilu 2009. Pasar domestik kini menjadi andalan sebagai salah satu mesin
pendorong pertumbuhan ekonomi. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.53/M-DAG/PER/12/2008 pada tanggal 12
Desember 2008. Peraturan tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan
Presiden (Perpres) No.112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Dengan peraturan tersebut pemerintah ingin
membenahi pasar, terutama pemberdayaan pasar tradisional agar dapat tumbuh serasi,
saling memperkuat dan menguntungkan dengan pusat-pusat pebelanjaan dan toko
modern. Hal-hal yang diatur antara lain pendirian bangunan pasar, pusat perbelanjaan dan
toko modern terkait dengan tata ruang dan rencana detail tata ruang wilayah. Permendag
tersebut juga diterbitkan untuk mendorong kelancaran distribusi barang serta
mengembangkan industri dan perdagangan dalam negeri. Krisis ekonomi global
diprakirakan juga ak berdampak pada subsektor hotel dan restoran. Penurunan daya beli
akan menyebabkan penurunan volume perjalanan wisatawan mancanegara ke berbagai
negara termasuk Indonesia. Seiring dengan pelemahan kegiatan ekonomi, maka perjalanan
bisnis yang dilakukan pelaku ekonomi juga akan terbatas. Dengan demikian tingkat hunian
hotel rata-rata di tahun 2009 akan lebih rendah dibanding dengan rata-rata tahun 2008.
Sektor pertanian tahun 2009 diprakirakan tumbuh sebesar 7,0 - 7,5%. Khusus untuk
Sulawesi Utara pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan diprakirakan dapat
menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2009 ditargetkan produksi beras
akan melebihi kebutuhan masyarakat Sulawesi Utara menuju provinsi berswasembada
beras. Peningkatan produksi tanaman bahan makanan ini seiring dengan penambahan area
tanam dan peningkatan produktivitas. Pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan
88
juga didukung oleh komitmen pemerintah dalam rangka ketahanan pangan nasional dan
kesinambungan swasembada pangan. Sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan
masih mampu tumbuh relatif tinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar 7,5 - 8,0% meskipun
dengan tren yang menurun.
Sektor pengangkutan dan komunikasi mampu tumbuh relatif tinggi terutama didorong oleh
kinerja subsektor komunikasi. Beberapa pelaku bisnis di subsektor telekomunikasi masih
akan melakukan investasi pada tahun 2009. Kegiatan investasi tersebut terutama ditujukan
untuk menyempurnakan kualitas jasa layanan dan perluasan jaringan agar dapat bertahan
di tengah persaingan yang semakin ketat. Investasi antara lain ditujukan untuk membangun
base transceiver station (BTC) dan pengembangan teknologi komunikasi yang lain.
Pelanggan industri seluler diprakirakan tumbuh lebih dari 30% pada tahun 2009.
Sementara itu, subsektor pengangkutan diprakirakan tumbuh melambat. Krisis ekonomi
global menyebabkan kegiatan ekspor impor menurun. Hal tersebut menyebabkan kegiatan
transportasi angkutan barang seperti usaha forwarder terpukul.
Krisis finansial global juga berdampak pada pertumbuhan sektor bangunan. Namun
demikian, gencarnya pembangunan berbagai infrastruktur terkait dengan rencana
penyelenggaraan even Internasional World Ocean Conference (WOC) Tahun 2009
diperkirakan akan mendorong laju pertumbuhan sektor bangunan sebesar 10,0 - 10,5%.
Sebagaimana sektor-sektor lainnya, kinerja sektor keuangan tahun 2009 diprakirakan juga
melambat. Sektor keuangan diprakirakan tumbuh sebesar 6,5- 7,0% pada 2009. Kegiatan
ekonomi yang lebih rendah diprakirakan akan menurunkan permintaan akan jasa
intermediasi sektor keuangan. Memburuknya kinerja ekonomi di tahun 2009 diprakirakan
akan miningkatkan rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL). NPL yang memburuk
diprakirakan berasal dari sektor korporasi, terutama di bidang manufaktur yang berorientasi
ekspor. Prospek sektor keuangan yang memburuk juga diindikasi oleh tingginya tingkat
bunga yang dibebankan lembaga keuangan nonbank kepada konsumennya. Pembiayaan
pembelian produk otomotif yang biasa dilakukan oleh lembaga keuangan nonbank tersebut
mulai menurun seiring dengan semakin terbatasnya akses pembiayaan dan menurunnya
daya beli masyarakat.
B. PRAKIRAAN INFLASI
Dalam beberapa bulan terakhir, tekanan inflasi di dalam negeri termasuk di Kota Manado
terus menurun sebagai akibat antara lain dari penurunan harga komoditi, pangan dan
89
energi dunia, produksi pangan di dalam negeri yang sangat baik dalam tahun 2008, serta
perlambatan permintaan agregat. Dalam tahun 2009 ini, laju inflasi Kota Manado
diprakirakan terus menurun menuju kisaran 6±1%, yang ditunjang oleh berlanjutnya
kondisi faktor-faktor pendukung tersebut di atas. Dari sisi komponen pembentuk inflasi,
kecenderungan penurunan tekanan inflasi sejak triwulan terakhir 2008 dan penurunan
harga BBM bersubsidi diprakirakan dapat mengarahkan ekspektasi inflasi ke tingkat yang
lebih rendah. Dari sisi interaksi permintaan dan penawaran, tekanan inflasi pada 2009
diprakirakan minimal, sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Tekanan sisi
permintaan yang minimal dikonfirmasi oleh tingkat utilisasi kapasitas yang cenderung
menurun dan masih berada dibawah 70%. Tekanan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan
minimal dengan adanya penurunan harga-harga komoditas internasional yang tercermin
dari penurunan inflasi negara mitra dagang, seperti China dan AS. Selain itu, sejalan dengan
menurunnya pertumbuhan volume perdagangan dunia, biaya angkut barang dengan
menggunakan angkutan laut (freight cost) juga menurun tajam. Tekanan inflasi dari sisi
administered diprakirakan menurun pada 2009. Ke depan, kelangkaan LPG yang terjadi
dalam beberapa waktu terakhir diprakirakan tidak akan kembali terjadi. Dampak langsung
penurunan BBM bersubsidi di bulan Desember 2008 diprakirakan masih akan terlihat di
awal 2009. Selain itu, dampak lanjutan berupa penurunan tarif angkutan diprakirakan juga
akan terjadi di awal 2009. Penurunan tarif angkutan diprakirakan rata-rata sebesar 5%,
baik untuk tarif angkutan kota maupun antar kota. Sumber tekanan inflasi administered
diprakirakan bersumber dari kelanjutan program konversi minyak tanah ke LPG dan cukai
rokok. Sementara itu, tekanan inflasi dari volatile food diprakirakan minimal dan cenderung
menurun di 2009. Hal tersebut sejalan dengan prakiraan terjaganya pasokan dan distribusi
bahan makanan di 2009. Dari dalam negeri, peningkatan pasokan terutama didorong oleh
meningkatnya produktivitas terkait penggunaan bibit hibrida, pemberian pupuk bersubsidi,
dan perbaikan infrastruktur pertanian seperti irigasi. Produksi beberapa tanaman bahan
makanan, seperti padi dan jagung, diprakirakan akan mengalami peningkatan di 2009.
Produksi padi di 2009 diprakirakan akan meningkat sebesar 5% dibandingkan tahun 2008.
Sedangkan produksi jagung diprakirakan meningkat 13%.
90
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu M.t.M Month to Month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya. Q.t.Q Quarter to Quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya. Y.o.Y Year on Year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered Price
Salah satu disagregasi inflasi , yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.
M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indicator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral.
Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs Singkatan dari non performing loan disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
91
Restrukturisasi kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikri, Kecil Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 Juta s/d Rp 5 Milyar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow Selisih antara outflow and inflow. PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik
uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalm kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.