Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional di Universitas PGRI Palembang
-
Upload
universitas-pgri-palembang -
Category
Education
-
view
43 -
download
1
Transcript of Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional di Universitas PGRI Palembang
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 1
APLIKASI MATERI KALKULUS UNTUK BIOLOGI
Oleh:
Allen Marga Retta, M.Pd
Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas PGRI Palembang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Artikel ini membahas tentang aplikasi materi kalkulus khususnya integral pada Program Studi Pendidikan Biologi. Materi pelajaran hakikatnya adalah pesan-pesan yang ingin disampaikan pada mahasiswa untuk dikuasai. Pesan yang disampaikan perlu dipahami oleh mahasiswa, sebab manakala tidak dipahami maka pesan tidak akan menjadi informasi yang bermakna. Agar pesan yang ingin disampaikan bermakna sebagai materi pelajaran, maka ada sejumlah kriteria yang harus diperhatikan diantaranya Novelty artinya suatu pesan akan bermakna apabila bersifat baru atau mutakhir, Proximity artinya pesan yang disampaikan harus sesuai dengan pengalaman mahasiswa, Conflict artinya pesan yang disajikan sebaiknya dikemas sedemikian rupa sehingga menggugah emosi, Humor, artinya pesan yang disampaikan sebaiknya dikemas sehingga menampilkan pesan yang menarik. Kata Kunci: materi kalkulus, Biologi
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 2
A. PENDAHULUAN
Matematika merupakan kebutuhan universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu serta
memajukan daya pikir manusia. Oleh karena itu matematika merupakan sarana
untuk menumbuhkembangkan cara berpikir logis, cermat, dan kreatif (Soedjadi,
2000:43). Memandang arti penting matematika, maka sudah selayaknya jika setiap
pembelajar harus memiliki kemampuan untuk menguasai matematika.
Adapun visi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas
Sriwijaya (Unsri) untuk dapat menyelenggarakan, membina, dan mengembangkan:
1. Pendidikan yang menghasilkan tenaga kependidikan dan tenaga ahli yang
profesional serta mampu bersaing secara global.
2. Penelitian di bidang kependidikan dan ilmu murni yang menghasilkan informasi
dan pembaharuan kependidikan.
3. Pengabdian yang berorientasi pada perbaikan mutu pendidikan sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
(FKIP Unsri, 2007: 3)
Berdasarkan visi tersebut, Program Studi Pendidikan Biologi yang berada di
bawah naungan FKIP telah menyusun kurikulumnya. Dalam kurikulumnya memuat
mata kuliah Kalkulus yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah-
masalah dalam Biologi. Namun berdasarkan silabus pada mata kuliah Kalkulus di
Program Studi Pendidikan Biologi ternyata belum tersedia sepenuhnya matematika
yang menunjang masalah-masalah dalam Biologi. Hal ini menyebabkan materi
Kalkulus belum tersusun dengan baik. Oleh karena itu perlu dilakukan penyusunan
materi Kalkulus yang dapat menyelesaikan masalah-masalah Biologi. Penyusunan
materi dimaksudkan agar dapat disesuaikan dengan pembelajaran Biologi (Retta,
2012). Adapun materi Kalkulus yang digunakan dalam Biologi yaitu integral. Dalam
artikel ini membahas materi Integral yang dikaitkan dengan menganalisis
perkembangan populasi dalam Biologi.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan materi matematika khususnya integral
agar dapat memecahkan masalah-masalah dalam Biologi. Sehingga dapat
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 3
menonjolkan bahwa matematika merupakan sarana untuk menumbuhkembangkan
cara berpikir logis, cermat, dan kreatif.
Berdasarkan uraian diatas, masalah yang akan dijawab dalam pembahasan
ini adalah bagaimana materi integral dapat digunakan di Program Studi Pendidikan
Biologi?
1. Hakikat Materi Pembelajaran
Bahan atau materi pelajaran adalah segala sesuatu yang menjadi isi
kurikulum yang harus dikuasai oleh mahasiswa sesuai dengan kompetensi dasar
dalam rangka pencapaian standar kompetensi setiap mata kuliah dalam satuan
pendidikan tertentu. Mata kuliah merupakan bagian terpenting dalam proses
pembelajaran, bahkan dalam pengajaran yang berpusat pada materi pelajaran,
materi pelajaran merupakan inti dari kegiatan pembelajaran. Menurut materi
pelajaran keberhasilan suatu proses pembelajaran ditentukan oleh seberapa banyak
mahasiswa dapat menguasai kurikulum.
Materi pelajaran dapat dibedakan menjadi: pegetahuan (knowledge),
keterampilan (skill), dan sikap (attitude). Pengetahuan menunjuk pada informasi
yang disimpan dalam pikiran (mind) mahasiswa, dengan demikian pengetahuan
berhubungan dengan berbagai informasi yang harus di hafal dan dikuasai oleh
mahasiswa, sehingga manakala diperlukan mahasiswa dapat mengungkapkan
kembali. Keterampilan (skill) menunjuk pada tindakan-tindakan (fisik dan nonfisik)
yang dilakukan seseorang dengan cara yang kompeten untuk mencapai tujuan
tertentu. Sikap menunjuk pada kencendrungan seseorang untuk bertindak sesuai
dengan nilai dan norma yang diyakini oleh mahasiwa (Sanjaya, 2008:142).
2. Prinsip Pengemasan Materi Pembelajaran
Menurut Sanjaya (2008:149) materi pelajaran hakikatnya adalah pesan-
pesan yang ingin disampaikan pada peserta didik untuk di kuasai. Pesan adalah
informasi yang akan disampaikan baik berupa ide, data dan konsep. yang dapat
berupa kalimat, tulisan, gambar, peta, ataupun tanda. Pesan bisa disampaikan
melalui bahasa verbal atau nonverbal. Pesan yang disampaikan perlu dipahami oleh
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 4
mahasiswa, sebab manakala tidak dipahami maka pesan tidak akan menjadi
informasi yang bermakna.
Menurut Sanjaya (2008:150) agar pesan yang ingin disampaikan bermakna
sebagai materi pelajaran, maka ada sejumlah kriteria yang harus diperhatikan
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Novelty, artinya suatu pesan akan bermakna apabila bersifat baru atau
mutakhir. Pesan yang usang atau sebenarnya telah diketahui oleh mahasiswa,
maka akan mempengaruhi tingkat motivasi dan perhatian mahasiswa dalam
mempelajari materi pelajaran.
b. Proximity, artinya pesan yang disampaikan harus sesuai dengan pengalaman
mahasiswa. Pesan yang disajikan jauh dari pengalaman mahasiswa cenderung
akan kurang diperhatikan.
c. Conflict, artinya pesan yang disajikan sebaiknya dikemas sedemikian rupa
sehingga menggugah emosi. Memang hal ini tidaklah mudah sebab tidak semua
materi pelajaran bisa dikemas seperti itu. Akan tetapi, seorang perencana yang
baik mestinya berusaha ke arah itu.
d. Humor, artinya pesan yang disampaikan sebaiknya dikemas sehingga
menampilkan pesan yang menarik.
Beberapa pertimbangan teknis dalam mengemas isi atau materi pelajaran
menjadi bahan belajar diantaranya adalah:
a. Kesesuaian dengan tujuan yang harus dicapai
Kesesuaian antara pengemasan materi pelajaran dengan tujuan yang harus
dicapai, seperti yang dirumuskan dalam kurikulum secara teknis harus menjadi
pertimbangan pertama, sebab dalam pendekatan sistem tujuan adalah
komponen utama dalam proses pembelajaran. Artinya apapun yang
direncanakan termasuk pengemasan materi pelajaran diarahkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Oleh sebab itu, sebelum
dilakukan pengemasan materi pelajaran sebaiknya ditentukan terlebih dahulu
tujuan yang harus dicapai baik tujuan dalam bentuk perubahan perilaku yang
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 5
bersifat umum (goals), maupun perilaku terukur dalam bentuk indikator hasil
belajar (objectives).
b. Kesederhanaan
Materi pembelajaran dikemas dengan tujuan untuk mempermudah
mahasiswa belajar. Dengan demikian, kesederhanaan pengemasan merupakan
salah-satu pertimbangan yang harus diperhatikan. Pengemasan tersebut bukan
hanya tercerminkan dari bentuk pengemasannya itu sendiri, akan tetapi juga
dilihat dari bentuk penyajiannya, misalnya bahasa yang komunikatif dan mudah
ditangkap maknanya atau mungkin kesederhanaan dalam perintah penggunaan
bahan ajar yang lebih praktis.
c. Unsur-unsur desain pesan
Dalam setiap kemasan sebaiknya terdapat unsur gambar dan caption.
Pengemasan materi yang hanya terdiri dari atas gambar atau caption saja akan
mengurangi makna penyajian informasi. Walaupun bahan pelajaran dikemas
dalam bentuk visual misalnya, unsur caption harus menjadi bagian dari teknik
penyajian, sebab salah satu kriteria keberhasilan pengemasan adalah apakah
pengemasan pesan atau informasi yang disajikan itu mudah dipahami atau
tidak. Agar mudah dipahami, maka penyajian pesan dan informasi harus
menyertakan unsur gambar dan caption.
d. Pengorganisasian bahan
Materi pelajaran sebaiknya disusun dalam bagian-bagian menuju
keseluruhan. Materi pelajaran akan lebih mudah dipahami manakala disusun
dalam bentuk unit-unit terkecil atau dalam bentuk pokok-pokok bahasan yang
dikemas secara induktif. Selesai mahasiswa mempelajari unit tertentu segera
berikan umpan balik, demikian seterusnya sampai mahasiswa menguasai
materi secara keseluruhan secara tuntas.
e. Petunjuk cara penggunaan
Dalam bentuk apapun pengemasan materi harus disusun petunjuk cara
penggunaannya. Hal ini sangat penting, apalagi seandainya bahan ajar dikemas
untuk pembelajaran mandiri seperti modul.
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 6
3. Model matematika
Menurut Chandra (2008) secara sederhana model matematika dapat
didefinisikan sebagai suatu konstruksi matematis yang didesain untuk mempelajari
suatu fenomena tertentu di dunia nyata. Konstruksi tersebut dapat berupa konstruksi
grafis, simbolik, simulasi, dan eksperimen. Model simbolik dapat merupakan suatu
rumus atau persamaan.
Selanjutnya, dengan menyajikan suatu garis besar prosedur yang menolong
dalam penyusunan model matematika.
Langkah 1. Mengidentifikasi masalah. Langkah ini merupakan langkah yang
sulit karena sering mengalami kesulitan dalam menentukan apa yang harus
dikerjakan. Dalam situasi dunia nyata tidak ada seseorang yang memberikan
kepada kita suatu problema matematika untuk diselesaikan. Biasanya kita harus
memilih di antara sejumlah besar data dan mengidentifikasi suatu aspek tertentu
yang ingin kita pelajari. Selanjutnya, kita harus secara tepat merumuskan masalah
sehingga dapat menterjemahkan pernyataan verbal yang menggambarkan masalah
dalam simbol matematika.
Langkah 2. Membuat asumsi. Ada dua kegiatan utama dalam langkah ini,
yaitu sebagai berikut.
a. Mengklasifikasikan variabel.
b. Menentukan hubungan di antara variabel-variabel yang sudah dipilih.
Langkah 3. Menyelesaikan atau mengintrepretasikan model. Pada langkah
ini, sering kali tidak dapat menemukan penyelesaian model. Dalam hal ini harus
kembali ke langkah 2 untuk membuat asumsi tambahan untuk menyederhanakan.
Atau harus kembali ke langkah 1 untuk mendefinisikan kembali masalah.
Langkah 4. Memeriksa kebenaran model. Sebelum menggunakan model,
kita harus menguji model tersebut. Ada beberapa pertanyaan yang dapat diajukan
sebelum melaksanakan pengumpulan data. Pertama, apakah model menjawab
masalah yang diidentifikasi pada langkah 1 atau model tersebut menjadi terpisah
dari isu utama pada saat kita menyusun model. Kedua, apakah model dapat
digunakan secara mudah, misalnya apakah kita dapat mengumpulkan data yang
diperlukan untuk melaksanakan model?. Ketiga, apakah model tersebut masuk
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 7
akal? Apakah kita tidak membuat kesalahan matematika dalam langkah 3 atau
membuat kesalahan asumsi pada langkah 2?
Jika pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah dijawab dengan memuaskan
maka dapat menguji model dengan menggunakan data tersebut. Kita juga harus
berhati-hati dalam menarik kesimpulan tentang hasil pengujian model.
Langkah 5. Mengimplementasikan (Melaksanakan) model. Suatu model tidak
akan berguna jika tidak dilaksanakan. Kita harus dapat menggunakan dan
menjelaskan model dengan menggunakan istilah-istilah yang dapat dimengerti oleh
pengguna model.
Langkah 6. Memperbaiki model. Ingat kembali model diturunkan dari
masalah khusus yang diidentifikasi dalam langkah 1 dan dari asumsi yang dibuat
dalam langkah 2. Oleh karena itu penting untuk dilihat kembali apakah masalah
semula mengalami perubahan, atau suatu faktor yang sebelumnya dihilangkan
sekarang menjadi faktor yang penting. Apakah salah satu dari submodel perlu
diubah? Jika hal tersebut perlu dilakukan maka kita harus memperbaiki model
tersebut.
4. Materi Integral dalam Pemodelan Mangsa-Pemangsa
Tidak ada makhluk hidup yang dapat hidup terisolasi atau hidup tersendiri.
Setiap makhluk hidup pasti akan membutuhkan makhluk hidup lainnya. Makhluk
hidup di alam merupakan suatu sistem (individu-populasi-komunitas-ekosistem).
Setiap spesies makhluk hidup saling berinteraksi antarindividu maupun
antarpopulasi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem.
Dalam ekosistem terjadi proses makan dan dimakan agar menjadikan ekosistem
tersebut tetap seimbang. Peristiwa ini memberikan ide untuk membuat model
matematika, yang dapat dipelajari dengan mudah. Salah satu ekosistem antara dua
spesies yang dimodelkan secara matematika pertama kali melibatkan antara
pemangsa dan mangsanya. Dengan menggunakan model matematika tersebut,
Anda dapat menentukan perbandingan predator (pemangsa) dengan prey (mangsa)
agar ekosistem tetap seimbang. Pada modul ini Anda akan mempelajari interaksi
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 8
ekosistem di laut antara hiu dan ikan kecil pemakan plankton. Ikan kecil tersebut
merupakan sumber makanan hiu.
Misal:
F = Populasi ikan (sumber makanan hiu) di wilayah laut tertentu.
S = Populasi hiu di wilayah yang sama.
= Kecepatan perubahan populasi ikan pemakan plankton dalam
kurun waktu tertentu.
= Kecepatan perubahan populasi hiu dalam kurun waktu tertentu.
Diasumsikan disuatu wilayah laut yang terbatas menyebabkan antara ikan
pemakan plankton dan hiu tidak dapat berinteraksi. Sehingga dapat dinyatakan:
Sebelum merumuskan model yang lebih spesifik, Anda harus mengetahui
pengaruh yang akan Anda jadikan sebuah model. Karena suatu model matematika
tidak dapat diinterpretasikan dengan baik tanpa mengetahui parameter yang
terdapat pada model tersebut. Sebagai contoh, jika nelayan tidak memancing ikan
pemakan plankton selama beberapa tahun, maka populasi ikan dipastikan
meningkat. Setelah populasi ikan meningkat, maka hiu akan mendapat tambahan
makanan yang dapat membuat populasi hiu meningkat pula. Jika populasi hiu
meningkat maka populasi ikan pemakan plankton akan menurun. Akibatnya hiu tidak
bisa memakan ikan pemakan plankton dan mengharuskan untuk menurunkan
jumlah populasi hiu. Ini akan mengakibatkan populasi ikan pemakan plankton akan
menjadi seperti semula. Kemungkinan ini bisa terjadi apabila prosesnya terus
berlangsung dalam jangka waktu yang tidak terbatas antara predator (pemangsa)
dan prey (mangsa).
Dalam perkembangan sebuah model ekosistem menjelaskan interaksi antara
dua spesies. Jika dalam suatu ekosistem tersebut tidak terjadi interaksi antara dua
spesies. Maka Anda akan menanyakan persamaan apa yang tepat dari suatu
populasi hiu jika tidak ada ikan atau sebaliknya.
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 9
Diasumsikan bahwa jika hiu tidak ada, dan ikan pemakan plankton
berproduksi dalam laju yang sebanding dengan populasinya serta tidak dipengaruhi
oleh kepadatan populasinya, disimpulkan bahwa jumlah pertumbuhan ikan pemakan
plankton adalah konstan.
Jika tidak ada ikan pemakan plankton, maka sumber makanan hiu tidak ada.
Dalam hal ini, populasi hiu yang mati melebihi populasi hiu yang lahir karena tidak
ada ikan yang menjadi sumber makanannya. Maka Anda dapat mengasumsikan
bahwa:
Karena tidak ada ikan pemakan plankton, maka spesies hiu akan punah
dalam jangka waktu yang singkat. Maka Anda dapat menentukan ,
dengan h(0,S) = - kS.
Sekarang Anda akan memodelkan interaksi yang kompleks antara ikan
pemakan plankton dan hiu. Diasumsikan bahwa populasi ikan pemakan plankton
lebih banyak dari populasi hiu. Sehingga, ikan pemakan plankton dapat
menyebabkan meningkatnya jumlah pertumbuhan hiu, dalam model matematika
yang sederhana, Anda dapat mengasumsikan bahwa populasi pertumbuhan hiu
akan meningkat sebanding dengan populasi ikan pemakan plankton. Begitu pula
sebaliknya.
Maka,
Dengan,
k = Koefesien laju kematian populasi hiu.
i = Konstanta proporsi yang mengukur keuntungan dari populasi hiu
yang memangsa ikan pemakan plankton.
a = Koefesien laju pertumbuhan populasi ikan pemakan plankton.
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 10
b = Konstanta proporsi yang mengukur banyaknya interaksi hiu dan
ikan pemakan plankton yang mana ikan pemakan plankton di
mangsa.
Dalam model di atas dapat Anda lihat bahwa dalam sistem tersebut dan
dipengaruhi oleh S dan F. Perhatikan tanda (+) atau (-) dalam sistem tersebut. Oleh
karena i positif, maka suku “iFS” tak negatif, hal ini mengindikasikan peningkatan
jumlah populasi ikan pemakan plankton meningkatkan jumlah populasi hiu. Begitu
juga karena b positif, maka suku “-bSF” tak positif, hal ini mengindikasikan
peningkatan banyaknya hiu mengurangi populasi ikan pemakan plankton.
5. JUMLAH POPULASI PEMANGSA DAN MANGSA
Dalam model matematika yang sudah dijelaskan sebelumnya. Perlu di catat
bahwa tingkat kestabilan antara populasi predator atau pemangsa dengan prey atau
mangsa bisa dihitung dengan mudah. Misal
5.1 Diasumsikan persamaan dengan waktu tertentu pada predator S,
Dibagi dengan S, maka
Jika persamaan ini diintegralkan dari waktu awal ke waktu sembarang, maka,
Misal, Anda integralkan secara periode, bahwa t = t1, dengan
t1-t0 = T
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 11
populasi predator (S)
S(t)
T t(waktu)
t0 t1
Gambar 1.
Grafik populasi pemangsa terhadap waktu.
Periode osilasi T diindikasikan dalam gambar 2.3 diatas. Maka populasi
periodiknya.
S(t1) = S(t0),
Dengan mengevaluasi persamaan diatas dimana t = t1, maka
5.2 Diasumsikan persamaan dengan waktu tertentu pada mangsa F.
Dibagi dengan F, maka
Jika persamaan ini diintegralkan dari waktu awal ke waktu sembarang, maka,
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 12
Misal, Anda integralkan secara periode, bahwa t = t1, dengan t1-t0 = T
Populasi periodiknya F(t1) = F(t0),
Dengan mengevaluasi persamaan diatas dimana t = t1, maka
Contoh Soal
Suatu kelompok tikus di Norwegia hidup dalam daerah yang tertutup, bebas dari
gangguan luar dan dengan makanan yang cukup. Yang menghambat
pertumbuhan populasinya hanyalah masalah tempat. Dari penyelidikan ternyata
terdapat angka kematian 2% per hari dari 40.000 ekor tikus. Populasi tikus
Jumlah populasi mangsa adalah , dan jika Anda hitung untuk
jumlah populasi pemangsa, maka akan diperoleh , sehingga
sistem ini benar-benar seimbang. Dengan kata lain cukup banyak
mangsa untuk menunjang kekonstanan populasi pemangsa yang .
Setiap spesies rata-rata lahir secara eksak sama dengan rata-rata kematiannya dan populasi ini bertahan untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Oleh karena itulah, sistem ini dikatakan seimbang.
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 13
berkurang dengan laju sebanding dengan jumlah populasi saat itu. Tentukan
populasi tikus dalam 3 hari?
Penyelesaian:
Diketahui bahwa jika laju kematian tikus sebanding dengan jumlah tikus yang
ada, dan terjadi kematian yang konstan terhadap tikus, maka dapat dibuat
model matematika menjadi . Dengan laju kematian tikus
, maka persamaan tersebut dapat ditulis:
Jadi diperoleh jumlah tikus dalam 3 hari adalah 37.600.
B. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa materi integral
dapat diaplikasikan ke pembelajaran lain khususnya di Program Studi Pendidikan
Biologi dengan mengemas materi integral sesuai dengan deskripsi mata kuliah
kalkulus di Program Studi Pendidikan Biologi. Diharapkan agar dapat memanfaatkan
materi integral sebagai sumber belajar alternatif dalam proses pembelajaran di
Program Studi Pendidikan Biologi. Sehingga dapat melatih mahasiswa untuk dapat
Prosiding pada Seminar Pendidikan Nasional dengan tema " Peluang dan Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Universitas PGRI Palembang, 7 Maret 2015 (ISBN 978-602-95793-6-9) " 14
memecahkan masalah-masalah di Biologi dengan menggunakan pemodelan
matematika yang lebih baik dan sekaligus memotivasi untuk menumbuhkan rasa
percaya diri dalam belajar matematika.
C. DAFTAR PUSTAKA
-----------.(2007). Buku pedoman Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Indralaya.
Chandra, T.D. dan Rustanto Rahardi. 2008. Metode dan Model Matematika. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Retta, Allen Marga. (2012). Pengembangan Materi Integral Berbasis Modul dalam
Pembelajaran Matematika di Program Studi Pendidikan Biologi. Prosiding
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, M.T. 1-10.
Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.
Sanjaya, Wina. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas.