repo.stkip-pgri-sumbar.ac.idrepo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/4983/1/Prosiding SNPM...

143
ISBN : 978-602-7648-43-2 Gedung PPG FKIP UNINUS Bandung, 4 November 2017 diterbitkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara 2017

Transcript of repo.stkip-pgri-sumbar.ac.idrepo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/4983/1/Prosiding SNPM...

  • ISBN : 978-602-7648-43-2

    Gedung PPG FKIP UNINUS

    Bandung, 4 November 2017

    diterbitkan oleh

    Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

    Universitas Islam Nusantara

    2017

  • SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA (SNPM)

    “MATHEMATICS EDUCATION FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT:

    PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI DIDACTIC DESIGN

    RESEARCH (DDR)”

    Gd. PPG FKIP Universitas Islam Nusantara, Bandung

    4 November 2017

    diterbitkan oleh

    Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

    Universitas Islam Nusantara

    2017

  • PROSIDING

    SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA

    “MATHEMATICS EDUCATION FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT: PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI DIDACTIC DESIGN

    RESEARCH (DDR)”

    Penanggung Jawab Ketua Panitia Wakil Ketua Reviewer Editor Layout ISBN Penerbit Redaksi

    : : : : : : : : :

    Yayu laila Sulastri, M.Pd. Nandang Arif Saefulloh, M.Pd. Dr. Usep Kosasih Dr. Heru Sujiarto, M.Pd. Surya Amami Pramuditya, M.Pd. M. Gilar Jatisunda, M.Pd. Dr. Achmad Mudrikah, M.Pd. Samnur Saputra, M.Pd. 978-602-7648-43-2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara Jl. Soekarno-Hatta No. 530 Bandung 40286 Telp. (022) 7509656. Email: [email protected]

    Hak cipta dilindungi undang-undang

    Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun

    tanpa izin tertulis dari penerbit.

    mailto:[email protected]

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur atas segala limpahan rahmat dan pertolongan Allah Subhanahu

    Wata’ala, sehingga prosiding ini dapat diterbitkan. Prosiding ini memuat karya tulis

    hasil Seminar Nasional Pendidikan Matematika, yang diselenggarakan oleh Program

    Studi Pendidikan Matematika FKIP-Uninus. Prosiding ini merupakan ke-delapan kalinya

    yang diterbitkan secara berkala satu tahun sekali. Karya tulis dalam seminar tersebut

    merupakan hasil penelitian maupun kajian pustaka dari berbagai sudut pandang

    pemerhati pendidikan matematika (Dosen, Guru, serta Mahasiswa Pendidikan

    Matematika). Para pemerhati yang memberikan kajian pada prosiding baik sebagai

    penyaji utama maupun makalah pendamping diantaranya berasal dari: Sekolah

    Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Guru Besar UPI, Unswagati Cirebon,

    Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Universitas Galuh Ciamis, Universitas

    Muhammadiyah Bengkulu, STKIP PGRI Sumatera Barat, dan Universitas Islam

    Nusantara. Makalah yang disajikan dalam prosiding ini sudah merupakan hasil seleksi

    tim review.

    Prosiding ini diharapkan dapat memberikan dalam pengembangan

    pembelajaran matematika. Berbagai temuan hasil penelitian dan kajian pustaka dapat

    memberikan gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran berdasarkan perkembangan

    pengetahuan mutakhir.

    Terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak terkait, termasuk pemakalah

    yang berkontribusi dalam prosiding ini. Saran yang membangun dapat pembaca

    sampaikan kepada kami.

    Bandung, 4 November 2017

    Panitia

  • ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR – i

    DAFTAR ISI - ii

    No Nama Penulis Institusi Judul Makalah Hal

    1

    Amelia Purnamasari Rusadi, Subali Noto, Surya Amami P.

    Unswagati, Cirebon

    DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS GAME EDUKASI PADA MATERI SEGI EMPAT UNTUK SISWA SMP KELAS VII

    1

    2

    Depi Setialesmana, Witri Nur Anisa, Linda Herawati.

    Universitas Siliwangi, Tasikmalaya

    PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI, KOMUNIKASI MATEMATIK DAN KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA MALALUI METODE INKUIRI MODEL ALBERTA

    12

    3

    Ratna Rustina, Yeni Heryani

    Universitas Siliwangi, Tasikmalaya

    EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK MAHASISWA

    20

    4

    Yeni Heryani, Ratna Rustina

    Universitas Siliwangi, Tasikmalaya

    EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN AJAR BERBASIS MASALAH PADA PERKULIAHAN KAPITA SELEKTA MATEMATIKA PENDIDIKAN DASAR

    29

    5 Hamdunah, Alfi Yunita, Anny Sovia

    STKIP PGRI Sumatera Barat

    PENGARUH PENGGUNAAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

    36

    6 Nur Eva Zakiah, Yoni Sunaryo

    Universitas Galuh, Ciamis

    SELF AWARENESS SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL BERBASIS GAYA KOGNITIF

    43

    7 Vepi Apiati Universitas Siliwangi, Tasikmalaya

    PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA BERBASIS PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA

    55

    8 Jaya Dwi Putra

    Universitas Pendidikan Indonesia

    PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA ANTARA MODEL NHT DAN MaM

    62

    9 Linda Herawati, Vepi Apiati

    Universitas Siliwangi, Tasikmalaya

    ANALISIS FAKTOR-FAKTOR INDIVIDUAL TERHADAP PERSEPSI PERILAKU ETIS MAHASISWA

    69

    10 Nunu Nurhayati

    Universitas Islam Kuningan

    PENERAPAN PERANGKAT BAHAN AJAR PMRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

    78

  • iii

    No Nama Penulis Institusi Judul Makalah Hal

    11 Winda Ramadianti

    Universitas Muhammadiyah Bengkulu

    KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPEN ENDED BERKONTEKS BUDAYA BENGKULU

    89

    12

    Oyong Siti Maryam, Rianti Cahyani.

    Universitas Islam Nusantara

    DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGTASI LEARNING OBSTACLE PESERTA DIDIK MADRASTAH TSANAWIYAH SWASTA PADA KONSEP REFLEKSI

    98

    13 Enung Elda Martina, Dinny Mardiana.

    Universitas Islam Nusantara

    PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS PESERTA DIDIK SMP

    110

    14

    Mia Sukmawati Nur, Dinny Mardiana.

    Universitas Islam Nusantara

    DESAIN DIDAKTIS MATERI PELUANG BERDASARKAN LEARNING OBSTACLE PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MTS NEGERI

    121

    15

    Mulia Suryani, Melisa, Turmudi, Elah Nurlaelah

    STKIP PGRI Sumatera Barat

    ANALISIS RESPON MAHASISWA TERHADAP PENGGUNAAN BAHAN AJAR BERBASIS WEBSITE PADA PERKULIAHAN GEOMETRI ANALITIK

    133

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 1

    DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS GAME EDUKASI PADA

    MATERI SEGI EMPAT UNTUK SISWA SMP KELAS VII

    Amelia Purnamasari Rusadi1), Subali Noto2), Surya Amami P3) 1) Mahasiswa FKIP Unswagati Cirebon, [email protected]

    2) Dosen FKIP Unswagati Cirebon, [email protected]

    3) Dosen FKIP Unswagati Cirebon [email protected]

    Abstrak

    Matematika merupakan pelajaran yang sangat penting dalam ilmu pendidikan. Salah satu materi

    yang ruang lingkupnya luas adalah geometri. Namun penguasaan pada meteri ini masih rendah

    dikarenakan masih banyak yang belum menggunakan media dalam pembelajarannya. Penelitian

    ini bertujuan untuk mendesain media pembelajaran yang valid dan praktis agar dapat digunakan

    dalam pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas pada materi segi empat untuk siswa SMP

    kelas VII. Media pembelajaran yang digunakan berupa game edukasi yang bergenre Role Playing

    Game (RPG). Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan menggunakan model

    pengembangan ADDIE yang disederhanakan menjadi ADD (Analysis, Design, Development).

    Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara, lembar validasi dan lembar praktikalitas.

    Data diperoleh melalui uji validasi, praktikalitas dan wawancara. Media pembelajaran ini diuji

    kevalidannya oleh 5 orang dan untuk kepraktisannya diuji kepada 9 orang siswa. Hasil dari

    penelitian ini adalah media pembelajaran berbasis game edukasi valid dan praktis. Presentase

    kevalidan sebesar 94,11% sehingga media pembelajaran dapat digunakan dalam proses

    pembelajaran matematika. Presentase praktikalitas sebesar 96,61% sehingga media pembelajaran

    praktis dan mudah digunakan siswa dalam proses pembelajaran. Untuk mengimplementasikan

    media pembelajaran berbasis game edukasi sebaiknya membuat lembar evaluasi berupa soal

    untuk mengetahui siswa telah menggunakan media ini atau tidak.

    Kata Kunci. media pembelajaran, game edukasi, ADDIE, segi empat

    PENDAHULUAN

    Matematika merupakan pelajaran yang penting dalam ilmu pendidikan. Kehidupan

    sehari-hari tidak terlepas dari matematika. Salah satu materi matematika yang tidak

    terlepas dari kehidupan sehari-hari adalah materi geometri. Menurut [1] salah satu cabang

    matematika disekolah yang memiliki ruang lingkup yang luas adalah geometri.

    Namun penguasaan siswa dalam memahami geometri masih rendah dan perlu

    ditingkatkan. Menurut TIMSS dalam [2] prestasi belajar geometri di Indonesia

    memperoleh urutan ke-37 dari 43 negara partisipan lainnya. Berdasarkan hasil

    wawancara yang dilakukan oleh salah satu guru SMPN di kota Cirebon, siswa kelas VII

    mengalami kesulitan pada materi segi empat terkait penentuan rumus. Rumus tersebut

    digunakan untuk menyelesaikan masalah. Hal tersebut sejalan dengan yang dungkapkan

    oleh beberapa siswa di salah satu SMPN di Kota Cirebon bahwa mereka mengalami

    kesulitan dalam menentukan rumus dan mengaplikasikan rumus kedalam soal cerita.

    Berdasarkan hasil observasi, salah satu yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan

    dalam mengerjakan soal matematika adalah siswa kurang menyukai matematika. Dari

    hasil wawancara terhadap 13 siswa SMP, sebanyak 38% siswa menyukai matematika dan

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 2

    62% tidak menyukai matematika. Hal tersebut dikarena mereka menganggap bahwa

    matematika merupakan pelajaran yang sulit dan kurang menyenangkan. Hal ini

    dikarenakan kurangnya penggunaan media dalam proses pembelajaran. Pembeajaran

    hanya menggunakan model ekspositori saja tanpa ada inovasi lain. Sehingga perlu adanya

    inovasi lain untuk membuat pembelajaran matematika menjadi menyenangkan dan

    diminati siswa.

    Pada hakikatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses komunikasi atau proses

    penyampaian pesan. Menurut Gagne and Briggs dalam [3] mengatakan bahwa media

    pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi

    pelajaran. Pentingnya media dalam proses pembelajaran yaitu untuk memudahkan dalam

    menyampaikan pesan. Pentingnya penggunaan media dalam proses pembelajaran terlihat

    pada diagram cone of learning yang dikemukakan oleh Dale (1946).

    Game merupakan inovasi dalam pembuatan media pembelajaran. Pada saat ini mulai

    banyak pendidik yang menciptakan game sebagai sumber belajar. Menurut [4] Game

    based learning dapat digunakan sebagai cara untuk meningkatkan keefektifan

    pembelajaran dan memungkinkan siswa untuk terlibat langsung dengan materi ajar

    dengan cara yang menyenagkan dan dinamis. Menurut penelitian Narmada [5]

    menyatakan bahwa Uji Responden Game Edukasi Tradisional Pupuh berbasis Android,

    yang dilakukan dengan melibatkan 15 siswa SMP dan 32 siswa SMA mencapai 81,9%

    berarti hasil uji respon baik. Menurut [6] Game RPG edukasi matematika menarik,

    menyenangkan dan dapat mengedukasi penggunanya. Oleh karena itu, penulis ingin

    mengangkat game edukasi sebagai inovasi media pembelajaran pada materi segi empat.

    Berdasarkan permasalahan diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan

    judul “Desain Media Pembelajaran Berbasis Game Edukasi Pada Materi Segi Empat

    untuk Siswa SMP Kelas VII”.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan model pengembangan

    ADDIE yang dibatasi menjadi ADD. Adapun langkah-langkah nya sebagai berikut: 1)

    Analysis : meliputi analisi kebutuhan belajar siswa. 2) Design : meliputi membuat

    storyboard, menentukan materi dan penyusunan soal. 3) Development: meliputi

    pembuatan produk, validasi ahli, praktikalitas.

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar validitas yang digunakan

    untuk menilai kevalidan media pembelajaran game edukasi. Instrumen lainnya adalah

    lembar praktikalitas yang digunakan untuk mengukur kepraktisan atau keterpakaian game

    kepada siswa. Terakhir adalah lembar pedoman wawancara yang digunakan untuk

    pedoman dalam melakukan wawancara yang berisi petunjuk secara garis besar atau

    pokok dari isi wawancara.

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 3

    Bagan 1

    ADD

    Keterangan : : Urutan Kegiatan

    : Garis Siklus (jika diperlukan)

    : Jenis Kegiatan

    : Hasil

    : Keputusan

    Untuk menentukan validasi media pembelajaran maka dilihat dari validasi Ahli.

    Perhitungan validasi media pembelajaran menurut [7] dirumuskan sebagai berikut.

    𝑉𝑎ℎ =𝑇𝑆𝑒

    𝑇𝑆ℎ× 100%

    Ket: Vah = Validasi ahli

    Tse = Total skor empirik yang dicapai

    Tsh = Total skor yang diharapkan

    Kriteria Validasi Media Pembelajaran

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 4

    Tabel 1

    Kriteria Validasi Media

    No Kriteria Validitas Tingkat Validitas

    1. 85% < 𝑉 ≤ 100% Sangat valid atau dapat digunakan tanpa revisi 2. 70% < 𝑉 ≤ 85% Cukup valid atau dapat digunakan namun perlu

    ada revisi kecil

    3. 50% < 𝑉 ≤ 70% Kurang valid atau disarankan tidak dipergunakan karena perlu ada revisi besar

    4. 0% < 𝑉 ≤ 50% Tidak valid atau tidak boleh dipergunakan Pemberian nilai praktikalitas dengan menggunakan rumus:

    𝑃 = ∑ 𝑓

    𝑁 × 100%

    Dimana, P = nilai akhir

    f = skor yang diperoleh

    N = Skor Maksimum

    Kriteria Praktikalitas Media Pembelajaran menurut [8] sebagai berikut:

    Tabel 2

    Kriteria Praktikalitas Media Pembelajaran

    No Kriteria Praktikalitas Tingkat Praktikalitas

    1. 80 % < 𝑃 ≤ 100% Sangat Praktis

    2. 60 % < 𝑃 ≤ 80% Praktis

    3. 40% < 𝑃 ≤ 60% Cukup Praktis

    4. 20% < 𝑃 ≤ 40% Kurang Praktis

    5. 𝑃 ≤ 20% Tidak Praktis

    HASIL PENELITIAN

    Hasil Analisi Kebutuhan Belajar

    Hasil wawancara yang dilakukan kepada guru dan siswa adalah siswa masih memiliki

    kekurangan dalam materi segi empat. Terutama dalam menentukan rumus yang akan

    digunakannya dan pengaplikasian rumus tersebut kedalam soal. Guru tidak selalu

    menggunakan media pembelajaran saat proses pembelajaran. Pembelajaran masih

    berpusat kepada guru sehingga siswa kurang aktif pada saat proses pembelajaran

    berlangsung.

    Hasil Pembuatan Game

    Tampilan awal game berisi menu awal pada game seperti: New game apabila ingin

    memulai game baru. Continous apabila ingin melanjutkan petualangan yang telah

    disimpan. Option apabila ingin mengubah pengaturan. Quit apabila ingin membatalkan

    permainan. Yang terlihat seperti gambar berikut ini.

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 5

    Gambar 1

    Tampilan Awal

    Selanjutnya terdapat Prolog yang berisi tentang cerita game secara umum. Berikut ini adalah

    contoh prolog:

    Gambar 2

    Prolog

    Kemudian pada game ini diberikan materi ringkas untuk setiap subbab segi empat.

    Gambar 3

    Pemberian Materi

    Materi disajikan dalam bentuk map. Materi yang diberikan berupa sifat-sifat dan rumus. Selain

    itu juga diberika contoh soal, seperti berikut ini

    Gambar 4

    Materi

    Lalu pada game ini diberikan soal-soal, baik itu soal latihan maupun soal tes berupa pilihan

    ganda.

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 6

    Gambar 5

    Pemberian soal

    Untuk soal latihan apabila salah menjawab maka akan dikurai poinnya. Untuk soal tes apabila

    salah menjawab maka permainan aka berakhir seperti contoh dibawah ini.

    Gambar 6

    Ketika Gagal

    Apabila dapat menjawab soal dengan benar hingga akhir dan dapat meyelesaikannya dengan

    baik maka akan muncul seperti ini

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 7

    Gambar 7

    Ketika Berhasil

    Pada akhir game di tutup dengan pemberian pesan kepada yang memainkan game seperti

    berikut ini

    Gambar 8 Penutup Game

    Hasil Validasi Media Pembelajaran Berbasis Game Edukasi

    Validator adalah 2 orang dosen, 2 orang guru di SMP, dan orang teman sejawat.

    Tabel 3

    Persentase Penilaian Hasil Validasi Media Pembelajaran

    No Komponen Skor

    Validasi

    Skor yang

    Diharapkan

    Kriteria

    Validasi Interpretasi

    1 Validasi Ahli 1 62 68 91,18% Sangat Valid

    2 Validasi Ahli 2 62 68 91,18% Sangat Valid

    3 Validasi Ahli 3 63 68 92,65% Sangat Valid

    4 Validasi Ahli 4 67 68 98,53% Sangat Valid

    5 Validasi Ahli 5 66 68 97,06% Sangat Valid

    Hasil validasi oleh lima validator didapatkan skor keseluruhan sebesar 94,11.

    Berdasarkan tabel 2 maka media pembelajaran berbasis game edukasi dapat dikatakan

    sangat valid sehingga tidak memerlukan revisi.

    Hasil Praktikalitas Media Pembelajaran Berbasis Game Edukasi

    Terdapat 15 indikator dalam praktikalitas media. Uji praktikalitas dilakukan kepada 9

    siswa yang terdiri dari 3 siswa kemampuan tinggi, 3 siswa kemampuan sedang, 3 siswa

    kemaampuan rendah.

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 8

    Tabel 4

    Persentase Penilaian Hasil Praktikalitas Media Pembelajaran

    Hasil praktikalitas media pembelajaran secara keseluruhan adalah 96,67%. Berdasarkan

    tabel kriteria praktikalitas maka media pembelajaran berbasis game edukasi dapat

    dikatakan sangat praktis sehingga tidak memerlukan revisi.

    PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

    Pembahasan Validasi

    Hasil dari uji validitas terhadap lima validator menurut kriteria validasi media

    pembelajaran adalah sangat valid dengan persentase sebesar 94,11% dengan kriteria

    sangat valid. Artinya media pembelajaran berbasis game edukasi tidak memerlukan revisi

    dan layak digunakan.

    Hasil kevalidan juga bisa dibuktikan dengan penilaian tiap aspek indikatornya. Untuk

    aspek materi mendapat penilaian 2 terendah yaitu sebesar 93,75. Hal ini dikarenakan

    masih terdapat gambar-gambar yang belum memiliki petunjuk yang jelas seperti tanda

    sejajar, siku-siku dll. Gambar tersebut sangat penting karena merupakan petunjuk pada

    gambar yang berfungsi memudahkan siswa dalam mengidentifikasi baik matateri.

    Skor terendah untuk aspek soal yaitu sebesar 90%. Hal ini dikarenakan ada 1 soal yang

    tidak ada jawabannya. Pada soal gambar ada yang perlu diperbaiki tandanya agar tidak

    adanya kesalahan tafsir terhadap soal yang diberikan. Dalam pembuatan soal ketepatan

    gambar sangat penting karena menurut Cai, Lane dan Jacabcsin [9] gambar merupakan

    salah satu jenis representasi, yakni representasi dalam bentuk visual yang sering

    digunakan untuk mengkomunikasikan matematika. Meskipun aspek soal mendapatkan

    skor terendah namun masih dalam kriteria nilai yang tinggi.

    Aspek komunikasi mendapatkan skor tertinggi yaitu sebesar 96%. Hal ini dikarenakan

    dalam segi bahasa mudah dipahami, istilah yang digunakan tepat. Namun masih ada

    kekurangan dalam ketepatan bahasa dan ejaan yaitu masih terdapat bahasa daerah yang

    dikhawatikan ada siswa yang tidak memahami apa yang dimaksud. Menurut [10] media

    pembelajaran adalah bentuk saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan, informasi

    atau bahan pelajaran kepada penerima pesan atau pembelajar atau siswa. Sehingga aspek

    Praktisi Total Skor yang

    Dicapai

    Total Skor yang

    Diharapkan

    Persentase

    Praktisi

    ST 1 60 60 100%

    ST 2 59 60 98,33%

    ST 3 60 60 100%

    SS 4 60 60 100%

    SS 5 58 60 96,67%

    SS 6 57 60 95%

    SR 7 58 60 96,67%

    SR 8 54 60 90%

    SR 9 56 60 93,33%

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 9

    komunikasi adalah aspek sangat penting dalam pembuatan media pembelajaran karena

    dengan komunikasi yang baik maka pesan yang akan disampaikan dapat diterima dengan

    baik oleh siswa.

    Aspek desain game mendapatkan skor tertinggi kedua diantara semua aspek yaitu sebesar

    94,37. Meskipun begitu masih ada sedikit kekurangan yaitu masih terdapat sedikit bug

    didalam game. Berdasarkan diagram cone of learning yang di kemukakan oleh Dale

    dalam mengingat pelajaran 50% dari apa yang di dengar dan dilihat, media desain game

    termasuk aspek yang penting. Hal ini dimaksudkan agar siswa tertarik mempelajarinya

    dan mudah diingat dengan apa yang dilihatnya.

    Hasil dari kelima validator memiliki kriteria sangat valid yang artinya media

    pembelajaran berbasis game edukasi tidak memerlukan revisi dan layak digunakan.

    Meskipun media pembelajaran berbasis game android layak digunakan tanpa revisi

    namun masih terdapat beberapa masukan yang diberikan oleh validator terkait materi dan

    soal. Masih terdapat kesalahan pada redaksi kata dan juga kurangnya petunjuk yang jelas

    pada gambar seperti tanda sejajar, tanda bahwa sudut siku-siku dll. Saran tersebut dapat

    dijadikan acuan untuk digunakan dalam merevisi media pembelajaran tersebut agar

    menjadi lebih sempurna lagi. Selain itu terdapat satu saran dari salah satu validator bahwa

    harus adanya umpan balik atau tanda agar guru mengetahui apakah siswa tersebut sudah

    menggunakan media ini atau belum, tapi penulis belum bisa untuk mewujudkannya

    sehingga dijadikan saran untuk penelitian kedepannya.

    Pembahasan Praktikalitas

    Praktikalitas dilakukan untuk mengetahui apakah media yang buat ini praktis bagi siswa

    atau tidak. Berdasarkan tabel 4 media pembelajaran berupa game edukasi sangat praktis

    dengan skor sebesar 96,67%.

    Rata-rata dari tiap tingkat kemampuan baik dari kemampuan tinggi sedang dan rendah

    tidak jauh berbeda. Hal ini dapat ditunjukan dengan penilaian tiap aspek, ada 1 aspek

    yang memiliki skor maksimum dari semua tingkat kemampuan yaitu aspek kepuasan

    game. Dari keseluruhan kemampuan mendapatkan skor 100%. Pada aspek kepuasan

    game seluruh siswa menyatakan sangat puas dalam menjalankan game, terlihat dari nilai

    yang diberikan siswa dan juga kesan setelah memainkan game yang diberikan siswa

    terhadap game. Mereka memberikan pendapat bahwa game yang telah dimainkannya

    sangat menarik, dan mudah dijalankan.

    Pada aspek pengoperasian game terlihat perbedaan sangat besar antara siswa yang

    memiliki kemampuan tinggi dan rendah. Pada siswa yang berkemampuan tinggi

    mendapatkan skor 97,91% sedangkan pada siswa yang berkemampuan rendah

    mendapatkan skor 84,49% . Berdasarkan data tersebut terlihat sangat jelas perbedaannya.

    Namun skor yang diberikan siswa berkemampuan sedang lebih besar dibandingkan

    dengan siswa yang berkemampuan tinggi. Skor yang diperoleh dari siswa yang

    berkemampuan sedang adalah 100%. Hal ini berarti bahwa pada pengoperasian game

    kurang baik kaena terlihat perbedaan yang cukup signifikan antar kemampuan siswa.

    Pada aspek desain game perbedaan skor yang diberikan siswa yang berkemampuan

    rendah dan tinggi tidak begitu terlihat. Untuk siswa yang berkemampuan tinggi

    mendapatkan skor 100%, untuk siswa yang berkemampuan sedang mendapatkan skor

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 10

    sebesar 97,91% dan untuk siswa yang berkemampuan rendah mendapatkan skor sebesar

    93,75%. Berdasarkan skor yang didapat dapat diartikan desain pada game sangat baik

    karena antar kemampuan perbedaannya tidak terlalu sigifikan.

    Pada aspek komunikasi sedikit ada perbedaan antara siswa yang berkemampuan tinggi

    dan yang berkemampuaan rendah. Untuk siswa yang berkemampuan tinggi memberikan

    skor maksimal yaitu 100% namun untuk anak yang berkemampuan rendah masih ada

    yang menganggap aspek komunikasi kurang karena medapatkan skor sebesar 91,67%.

    Namun perbedaan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Itu artinya bahwa aspek

    komunikasi cukup baik. Menurut Gagne dan Briggs [3] mengatakan bahwa media

    pembelajaran merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan isi materi

    pengajaran. Sehingga aspek komunikasi adalah aspek sangat penting dalam pembuatan

    media pembelajaran karena dengan komunikasi yang baik maka pesan yang akan

    disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa

    Siswa menanggapi dengan baik apabila pembelajaran yang diberikan mengunakan media

    game ini. Hal ini terlihat dari respon mereka setelah memainkan game ini. Mereka

    menganggap game yang diberikan mudah dan sangat menyenangkan sehingga mereka

    lebih bersemangat dalam belajar matematika.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan

    Berdasarkan hasil dari analisis data penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

    1. Media pembelajaran berbasis game edukasi sangat valid. Data yang dihasilkan

    melalui proses analisis, desain, development dan menghasilkan nilai validasi

    sebesar 94,11%. Sehingga media pembelajaran berbasis game edukasi layak

    digunakan dalam proses pembelajaran.

    2. Bagi siswa media pembelajaran berbasis game edukasi sangat praktis,

    berdasarkan aspek pengoperasian game, desain game, komunikasi dan kepuasan

    game. Dimana untuk aspek kepuasan game mendapatkan skor tertinggi dan

    aspek pengoperasian game mendapatkan skor terendah. Sehingga rata-rata skor

    uji keraktisan yang didapatkan sebesar 96,67%.

    Saran

    Berdasarkan simpulan hasil analisis penelitian diatas maka dapat disarankan sebagai

    berikut:

    1. Media pembelajaran berbasis game edukasi dapat diimplementasikan didalam

    proses pembelajaran.

    2. Untuk menghindari eror perlu melakukan proses check pada coding yang terdapat

    didalam game dan check ulang dari setiap data yang digunakan pada program.

    3. Untuk mengimplementasikan media pembelajaran berbasis game edukasi,

    hendaknya membuat suatu alat evaluasi bisa berupa soal atau angket untuk

    mengetahui siswa telah menggunakan media ini atau tidak.

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 11

    Daftar Pustaka

    Akbar, S. (2013). Instrumen Peangkat Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

    Hamdunah. (2015). Praktikalitas Pengembangan Modul Kontruktivisme Dan Website

    Pada Materi Lingkaran Dan Bola. Lemma. 2, (1), hal 42-35.

    Narmada, I.N., dkk. (2015). ”Pengembangan Game Edukasi Tradisional Pupuh Berbasis

    Android”. Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika

    (KARMAPATI). 4, (5), hal 1-8.

    Nopriana, T. (2014) Berfikir Geometri melalui Model Pembelajaran Geometri Van Hiele.

    Diakses di http://www.fkip-

    unswagati.ac.id/ejournal/index.php/repository/article/download/126/123. Tanggal

    5 Juli 2017

    Pho, A and Dinscore, A. (2015). Game-Based Learning. Diakses di

    http://acrl.ala.org/IS/wp-content/uploads/2014/05/spring2015.pdf. Tanggal 8

    September 2017

    Pramuditya, dkk. (2017). Game Edukasi RPG Matematika. EduMa. 6, (1), hal 77-84.

    Putra, H.D. (2011). Pembelajaran Geometri Dengan Pendekatan Savi Berbantuan

    Wingeom Untuk Meningkatkan Kemampuan Analogi Matematis Siswa Smp.

    Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung. 1,

    hal 1-11. Bandung

    Sabirin, M. (2014). Representasi dalam Pembelajaran Matematika. JPM IAIN Antasari.

    1, (2), hal. 33-44

    Sanaky. (2013). Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif. Yogyakarta: Kaukaba

    Dipantara.

    Sundayana, R. (2014). Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika.

    Bandung: Alfabeta.

    http://www.fkip-unswagati.ac.id/ejournal/index.php/repository/article/download/126/123http://www.fkip-unswagati.ac.id/ejournal/index.php/repository/article/download/126/123http://acrl.ala.org/IS/wp-content/uploads/2014/05/spring2015.pdf

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 12

    PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI, KOMUNIKASI

    MATEMATIK DAN KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA

    MALALUI METODE INKUIRI MODEL ALBERTA

    Depi Setialesmana1, Witri Nur Anisa2, Linda Herawati3

    Program Studi Pendidikan Matematika

    Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya

    e-mail: [email protected],[email protected],[email protected]

    Abstrak

    Pendidikan matematika membantu dalam perkembangan terbentuknya individu yang

    memiliki tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk

    mengetahui peningkatan kemampuan koneksi, komunikasi matematik dan kemandirian

    belajar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan motode inkuiri

    model Alberta. Serta mengetahui asosiasi antara kemampuan koneksi matematik dengan

    kemampuan komunikasi matematik, asosiasi kemampuan koneksi dengan kemandirian

    belajar, asosiasi kemampuan komunikasi dengan kemandirian belajar mahasiswa yang

    memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta. Populasi dalam

    penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi pendidikan matematika

    Universitas Siliwangi angkatan 2015. Sampel penelitian dipilih secara purposive

    sampling yaitu mahasiswa yang sudah terdaftar dengan kelasnya masing-masing

    sebanyak dua kelas. Dari kelas tersebut akan dilihat dari kemampuan awal mahasiswa

    yaitu kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Sehingga tidak dimungkinkan untuk

    membuat kelompok baru secara acak. Satu kelompok dijadikan sebagai kelompok

    eksperimen yaitu kelas 2015 A dan satu kelompok dijadikan kelompok kontrol yaitu kelas

    2015 F. Instrumen berupa soal tes kemampuan koneksi dan komunikasi matematik, serta

    angket kemandirian. Tehnik analisis datanya perbedaan dua rata-rata, sedangkan untuk

    mengetahui asosiasi dilakukan perhitungan dengan uji kontingensi dengan bantuan

    software SPSS versi 23.32 for Windows. Peningkatan kemampuan koneksi, komunikasi

    matematik serta kemandirian belajar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan

    metode inkuiri model alberta lebih baik daripada pembelajaran konvensional, tidak

    terdapat asosiasi antara kemampuan koneksi matematik dan kemampuan komunikasi

    matematik mahasiswa, tidak terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi matematik

    dan kemandirian belajar matematika mahasiswa, tidak terdapat asosiasi antara

    kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar matematika mahasiswa.

    Kata Kunci : Kemampuan Koneksi, Komunikasi dan Kemandirian Belajar

    mailto:[email protected]

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 13

    PENDAHULUAN

    Pendidikan matematika membantu dalam perkembangan terbentuknya individu

    yang memiliki tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi. Untuk

    mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran

    matematika diperlukan adanya proses berpikir matematik. Dwijanto, (Rachmani,

    Nuriana Dewi, 2013: 284) menyatakan pembelajaran matematika di perguruan

    tinggi bukan hanya menghapal atau menerapkan secara sederhana rumus

    matematika yang telah diketahui saja, namun memerlukan kemampuan berpikir

    matematis tinggat tinggi yang akan bermanfaat diri mahasiswa.

    Kemampuan yang termasuk kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi

    diantaranya kemampuan koneksi dan kemampuan komunikasi. Kemampuan

    koneksi matematik adalah kemampuan mengaitkan konsep- konsep matematika

    baik antar konsep matematika itu sendiri (dalam matematika) maupun mengaitkan

    konsep matematika dengan bidang lainnya (luar matematika), yang meliputi:

    koneksi antar topik matematika, koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan dan

    koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Maka dengan itu, sangat diperlukan

    mahasiswa karena matematika merupakan satu kesatuan, dimana konsep yang

    satu berhubungan dengan konsep yang lain. Selain kemampuan koneksi

    matematik, kemampuan komunikasi matematik juga perlu diberikan, meski pada

    kenyataannya penguasaan kemampuan komunikasi belum optimal dalam

    kegiatan perkuliahan.

    Sejalan dengan pendapat Bondan, Djamilah Widjahanti dan Wahyudin (2010: 2)

    “menyikapi adanya kenyataan bahwa terdapat mahasiswa calon guru matematika

    lemah dalam komunikasi matematis, maka penelitian tentang cara-cara

    meningkatkan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru

    matematika ini menjadi penting untuk dilakukan”. Kemampuan komunikasi

    matematik perlu ditingkatkan atau dikembangkan, karena melalui kemampuan

    komunikasi mahasiswa dapat mengorganisasikan berpikir matematiknya baik

    secara lisan maupun tulisan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah

    peningkatan kemampuan koneksi matematik mahasiswa yang memperoleh

    pembelajaran dengan metode inkuiri model alberta lebih baik daripada

    pembelajaran konvensional?, apakah peningkatan kemampuan komunikasi

    matematik mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri

    model alberta lebih baik daripada pembelajaran konvensional?, apakah

    peningkatan kemandirian belajar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran

    dengan metode inkuiri model alberta lebih baik daripada pembelajaran

    konvensional?, apakah terdapat asosiasi antara kemampuan koneksi matematik

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 14

    dan kemampuan komunikasi matematik mahasiswa?, apakah terdapat asosiasi

    antara kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar matematika

    mahasiswa?, apakah terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi matematik

    dan kemandirian belajar matematika mahasiswa?

    Menurut Wahyudin (2012: 529) bahwa komunikasi bisa mendukung belajar

    siswa atas konsep-konsep matematis yang baru saat mereka memainkan peran

    dalam situasi,mengambil, menggunakan obyek-obyek, memberikan laporan dan

    penjelasan-penjelasan lisan, menggunakan diagram, menulis, dan menggunakan

    simbol-simbol matematis. Kemampuan komunikasi matematik meliputi

    komunikasi secara lisan dan tertulis. Kemampuan komunikasi secara lisan

    yaitu kemampuan dalam membaca, memahami, mendengarkan, berdiskusi dan

    menjelaskan matematika. Sedangkan kemampuan komunikasi secara tertulis

    yaitu kemampuan menyatakan suatu hal kedalam bentuk matematika yang berupa

    simbol, gambar, atau istilah dalam matematika. Menurut NCTM Program

    Standards (Bondan, Djamilah Widjajanti dan Wahyudin (2010: 4) “Seorang

    calon guru matematika haruslah mampu mengkomunikasikan pikiran

    matematisnya secara lisan dan tertulis kepada teman-temannya, para dosen,

    dan kepada yang lainnya”.

    Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri. Sumarmo, Utari (2014: 109)

    “Kemandirian belajar disebut juga dengan Self Regulated Learning (SRL)”.

    Menurut Lestari, Eka Karunia dan Mokhamad Ridwan Yudhanegara (2015: 94)

    Self-regulated Learning atau kemandirian belajar adalah kemampuan memonitor,

    meregulasi, mengontrol asfek kognisi, motivasi dan prilaku diri sendiri dalam

    belajar.

    Metode pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini adalah Metode

    Inkuiri Model Alberta menurut Donham (Alberta Learning, 2004: 10). Adapun

    langkah-langkah dalam metode inkuiri model Alberta dimulai dari proses

    refleksi dan proses untuk memecahkan suatu masalah. Refleksi dan proses

    memecahkan masalah merupakan inti dari tahap-tahap pada proses

    selanjutnya, yaitu: tahap merencanakan, mengingat, menyelesaikan, mencipta,

    berbagi dan menilai. Pada tahap merencanakan (planning) mahasiswa dengan

    bimbingan dari dosen merumuskan topik/tema yang ingin didiskusikan dari

    suatu mata kuliah. Pada tahap mengingat (retrieving) mahasiswa menggali dan

    aktif mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan topik diskusi. Pada

    tahap menyelesaikan (processing) mahasiswa mengolah informasi yang didapat

    sesuai dengan kebutuhan topik diskusi. Pada tahap mencipta (creating)

    mahasiswa membuat format presentasi dengan menyusun informasi yang

    dipilih ke dalam kata-kata sendiri. Pada tahap berbagi (sharing) dilakukan

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 15

    diskusi kelas dengan bimbingan dari dosen apabila diperlukan. Sedangkan pada

    tahap menilai (evaluating) mahasiswa bersama dengan dosen melakukan

    evaluasi terhadap proses pembelajaran.

    Selain metode inkuiri model alberta juga menggunakan model pembelajaran

    dengan konvensional, dijelaskan oleh Ruseffendi (2010: 5.2), bahwa

    pembelajaran matematika konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki

    kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian,

    menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada

    proses, dan pengajaran yang berpusat pada guru.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini akan dilaksanakan di Universitas Siliwangi pada mahasiswa

    program studi pendidikan matematika angkatan 2015. Variabel bebasnya adalah

    pembelajaran metode inkuiri model Alberta, variabel terikatnya kemampuan

    koneksi matematik, komunikasi matematik dan kemandirian belajar. Maka desain

    penelitian ini sebagai berikut.

    O X1 O

    O X2 O

    Keterangan :

    O

    X1

    X2

    = Pretes/postes kemampuan koneksi matematik, komunikasi matematik

    dan prescale/postcale kemandirian belajar mahasiswa.

    = Pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri model Alberta.

    = Pembelajaran dengan menggunakan konvensional

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi pendidikan

    matematika Universitas Siliwangi angkatan 2015. Sampel penelitian dipilih secara

    purposive sampling yaitu mahasiswa yang sudah terdaftar dengan kelasnya masing-

    masing sebanyak dua kelas. Satu kelompok dijadikan sebagai kelompok eksperimen

    ya i tu ke l as A dan satu kelompok dijadikan kelompok kontrol yaitu kelas F.

    Penelitian ini menggunakan instrumen berupa soal tes kemampuan koneksi dan

    komunikasi matematik serta angket kemandirian. Tujuannya untuk mengetahui

    kemampuan koneksi dan komunikasi matematik mahasiswa, bentuk soal yang digunakan

    adalah uraian. Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah untuk mendapatkan

    informasi yang diinginkan. Data yang telah diperoleh d a r i t e s k e m a m p u a n

    k o n e k s i d a n k o m u n i k a s i m a t e m a t i k kemudian diolah sebagai berikut

    dengan cara menghitung Gain ternormalisasi. Meltzer (2002) mengembangkan sebuah

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 16

    alternatif untuk menjelaskan gain yang disebut normalized gain (gain ternormalisasi)

    sebagai berikut:

    Gain ternormalisasi = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑒𝑠−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠

    𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil penelitian didapat data dari hasil tes kemampuan koneksi, komunikasi

    matematik dan angket kemandirian belajar mahasiswa. Data hasil gain kemampuan

    koneksi di kelompok eksperimen dengan rata-rata 0,72 memiliki perubahan yang tinggi

    dibanding dengan kelompok kontrol dengan rata-rata 0,58. Hasil analisis menunjukan

    hasil uji shapiro Wilk nilai sig > 0,05 kedua kelompok/kelas, dengan itu dikatakan

    berdistribusi normal. Uji Homogenitas dengan uji levene’s sebesar 0,159 > 0,05 berarti

    terdapat kesamaan varians antar kelompok/ kelas.Berdasarkan uji independent samples

    sebesar 0,005 < 0,05, artinya kelompok eksperimen lebih unggul dibandingkan kelompok

    kontrol, maka peningkatan kemampuan koneksi matematika yang memperoleh

    pembelajaran dengan metode shapiro Wilk inkuiri model alberta lebih baik dari pada

    pembelajaran konvensional.

    Gain kemampuan komunikasi di kelompok eksperimen dengan rata-rata 0,76 memiliki

    perubahan yang tinggi dibanding dengan kelompok kontrol dengan rata-rata 0,58. Hasil

    analisis menunjukkan hasil uji nilai sig > 0,05 kelompok eksperimen, sedangkan

    kelompok kontrol nilai sig < 0,05 dengan itu dikatakan berdistribusi tidak normal. Karena

    ada data yang tidak berdistribusi normal maka untuk menjawab rumusan masalah ke-2

    dilakukan uji Mann witney U test. Uji Homogenitas dengan uji levene’s sebesar 0,15 >

    0,05 berarti terdapat kesamaan varians antar kelompok/ kelas. Berdasarkan uji

    independent samples sebesar 0,03 < 0,05, artinya kelompok eksperimen lebih unggul

    dibandingkan kelompok kontrol, maka peningkatan kemampuan komunikasi matematika

    yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model alberta lebih baik dari pada

    pembelajaran konvensional.

    Peningkatan kemandirian belajar di kelompok eksperimen dengan rata-rata 0,57 memiliki

    perubahan yang tipis dibanding dengan kelompok kontrol dengan rata-rata 0,55. Hasil

    analisis menunjukkan hasil uji nilai sig > 0,05 kedua kelompok eksperimen dan kontrol

    mempunyai nilai sig < 0,05 dengan itu dikatakan berdistribusi tidak normal. Uji

    Homogenitas dengan uji levene’s sebesar 0,057 > 0,05 berarti terdapat kesamaan varians

    antar kelompok/ kelas. Berdasarkan uji independent samples sebesar 0,03 < 0,05, artinya

    kelompok eksperimen lebih unggul dibandingkan kelompok kontrol, maka peningkatan

    kemandirian belajar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri

    model alberta lebih baik dari pada pembelajaran konvensional.

    Untuk mengetahui ada tidaknya asosiasi antara kemampuan pemahaman dan berpikir

    kritis matematis peserta didik digunakan asosiasi kontingensi. Perhitungan asosiasi

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 17

    kontingensi dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 23.0 for Windows, yaitu

    Chi-square (𝑋2) Test for Independence, dengan taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil

    perhitungan didapat pearson chi-square nilai sig nya 0,412 berarti > 0,05, maka dapat

    dikatakan bahwa H0 diterima artinya tidak terdapat asosiasi antara kemampuan koneksi

    dan komunikasi matematik. Berdasarkan tabel tersebut nilai kontingensi yang didapat

    adalah 0,332 termasuk kriteria rendah.

    Asosiasi kemampuan koneksi matematika dengan kemandirian belajar mahasiswa

    berdasarkan hasil perhitungan didapat pearson chi-square nilai sig nya 0,181 berarti >

    0,05, maka dapat dikatakan bahwa H0 diterima artinya tidak terdapat asosiasi antara

    kemampuan koneksi dan kemandirian belajar mahasiswa. Berdasarkan tabel tersebut nilai

    kontingensi yang didapat adalah 0,404 termasuk kriteria cukup mendekati rendah.

    Asosiasi kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar mahasiswa,

    berdasarkan hasil perhitungan didapat pearson chi-square nilai sig nya 0,181 berarti >

    0,05, maka dapat dikatakan bahwa H0 diterima artinya tidak terdapat asosiasi antara

    kemampuan komunikasi dan kemandirian belajar mahasiswa. Berdasarkan tabel tersebut

    nilai kontingensi yang didapat adalah 0,232 termasuk kriteria rendah.

    Uraian tentang tes kemampuan secara keseluruhan memberikan gambaran bahwa

    pembelajaran dengan metode inkuiri model Alberta dapat meningkatkan kemampuan

    koneksi dan komunikasi serta kemandirian belajar mahasiswa. Temuan ini sejalan dengan

    hasil penelitian yang dilakukan Gani (2007) tentang kemampuan dengan model

    pembelajaran inkuiri model Alberta menunjukkan adanya peningkatan kemampuan yang

    signifikan setelah peserta didik mengikuti pembelajaran dengan metode inkuiri model

    alberta. Hasil penelitian ini sejalan dengan Joyce (2009, dalam Sutawidjaja dan Afgani,

    2011: 3.8) yang menyatakan bahwa kesadaran-kesadaran semangat peserta didik dalam

    proses pembelajaran inkuiri dapat meningkat dan beriringan dengan itu mereka dapat

    diajarkan tentang prosedur-prosedur ilmiah secara langsung.

    Berdasarkan hasil perhitungan asosiasi bahwa terlihat ketiganya tidak terdapat asosiasi

    hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang mempunyai kemampuan koneksi tinggi

    tidak selalu mempunyai kemampuan komunikasi matematik yang tinggi pula, meskipun

    hasilnya sedikit berbeda, jika dilihat dari indikator dari masing-masing kemampuan.

    Begitu juga dengan mahasiswa yang mempunyai kemampuan koneksi rendah juga

    mempunyai kemampuan komunikasi rendah juga.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan dari hasil penelitian adalah:1).Peningkatan kemampuan koneksi matematik

    mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model alberta lebih

    baik daripada pembelajaran konvensional, 2).Peningkatan kemampuan komunikasi

    matematik mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model

    alberta lebih baik daripada pembelajaran konvensional, 3).Peningkatan kemandirian

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 18

    belajar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri model alberta

    lebih baik daripada pembelajaran konvensional, 4).Tidak terdapat asosiasi antara

    kemampuan koneksi matematik dan kemampuan komunikasi matematik mahasiswa, 5).

    Tidak terdapat asosiasi antara kemampuan koneksi matematik dan kemandirian belajar

    matematika mahasiswa, 6).Tidak terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi

    matematik dan kemandirian belajar matematika mahasiswa.

    Disarankan agar dengan model inkuiri model alberta sebagai alternatif model

    pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan matematik, mendorong mahasiswa

    agar dapat memperoleh penyelesaian yang berbeda setelah proses inkuiri suatu konsep

    dalam proses perkuliahan, supaya terlihat tingkat partisipasi, keaktifan mahasiswa dan

    gairah belajar yang dimiliki mahasiswa.

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pihak LPPM-PMP yang

    memeberi kesempatan dalam pelaksanaan penelitian yang dibiayai oleh Direktorat

    Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jendral Penguatan Riset dan

    Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sesuai

    kontrak penelitian dengan nomor 100/SP2H/LT/DRPM/IV/2017.

    DAFTAR PUSTAKA

    Alberta Learning. (2004). Focus on Inquiry: A Teacher’s Guide to Implementing

    Inquiry-Based Learning. Learning Resources Centre: Canada.

    Bondan, Djamilah Widjajanti dan Wahyudin. (2010). Mengembangkan Kemampuan

    Komunikasi Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika melalui Strategi

    Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah. Makalah KMN Universitas

    Negeri Yogyakarta.

    Lestari, Eka Karunia dan Mokhamad Ridwan Yudhanegara. (2015). Penelitian

    Pendidikan Matematika. Bandung: Refica Aditama.

    Meltzer. David E. (2002). The relationship between mathematics preparation and

    conceptual learning gains in physics: A possible ‘‘hidden variable’’ in diagnostic

    pretest scores. Am. J.Phys. 70 (2) 1259-1267. [Online]. Tersedia:

    http://www.physics.lastate.edu/per/does/Addendum_on_normalizedgain.pdf

    Sumarmo, Utari. (2014). Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematika serta

    Pembelajarannya. Makalah pada seminar Pendidikan Matematika. FPMIPA

    http://www.physics.lastate.edu/per/does/Addendum_on_normalizedgain.pdf

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 19

    Universitas Padjajaran. Bandung.

    Wahyudin. (2012). Filsafat dan Model-Model Pembelajaran Matematika. Bandung:

    Rizki Pres.

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 20

    EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

    CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) TERHADAP PENINGKATAN

    KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK MAHASISWA

    Ratna Rustina1, Yeni Heryani2

    Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

    E-mail: [email protected] , [email protected]

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran Creatif Problem

    Solving lebih efektif daripada model pembelajaran langsung dalam meningkatkan

    kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa serta bagaimanakah kemampuan

    pemecahan masalah matematik mahasiswa pada pembelajaran Creative Problem Solving

    (CPS). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi

    Pendidikan Matematika Angkatan 2016 dan peneliti mengambil 2 kelas untuk dijadikan

    sampel penelitian.Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi soal tes

    kemampuan pemecahan masalah matematik. Analisis data menggunakan uji perbedaan

    dua rata-rata. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa

    model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih efektif daripada model

    pembelajaran langsung dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik

    mahasiswa, kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa pada model

    pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berada pada kategori sedang.

    Kata Kunci: Model Pembelajaran Creative Problem Solving , Kemampuan Pemecahan

    Masalah Matematik

    PENDAHULUAN

    Matematika sebagai ilmu yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat

    menjadi dasar yang penting untuk dapat mengatasi berbagai tantangan dan tuntutan

    pada era perkembangan pengetahuan saat ini. Oleh karena itu, kemampuan

    berpikir tingkat tinggi mahasiswa seperti kemampuan memecahkan masalah,

    berargumentasi secara logis, bernalar, menjelaskan dan menjustifikasi,

    memanfaatkan sumber informasi, berkomunikasi, bekerja sama, menyimpulkan

    dari berbagai situasi, pemahaman konseptual, dan pemahaman prosedural, perlu

    dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Sumarmo, Utari (2014)

    menyatakan bahwa pembelajaran matematika sebaiknya memenuhi keempat pilar

    pendidikan masa datang, yakni (1) learning to know, (2) learning to do, (3)

    learning to be dan (4) learning to live togheter in peace and harmony. Keempat

    pilar ini bukan suatu urutan melainkan saling melengkapi satu dengan yang

    lainnya.

    Pada dasarnya kemampuan berpikir merupakan suatu karakteristik yang dianggap

    penting oleh dunia pendidikan, khususnya di lingkungan pendidikan itu sendiri.

    Menurut Sumarmo, Utari, (2013:196) “Jika ditinjau dari kekomplekan

    mailto:[email protected]

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 21

    aktivitasnya, kemampuan berpikir matematik dapat diklasifikasikan dalam dua

    tingkatan yaitu: tingkatan rendah dan tingkatan tinggi”. Kemampuan berpikir

    tingkat tinggi bersifat tidak rutin, lebih kompleks dan memerlukan kemampuan

    matematik lain untuk melaksanakannya.

    Keadaan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam

    memecahkan masalah matematik (soal cerita) masih rendah. Hal ini dapat

    diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan Supriatna, Tatang (2010)

    memberikan gambaran bahwa soal-soal pemecahan masalah matematik belum

    dikuasai oleh responden. mahasiswa STKIP di Jawa Barat yang mampu menjawab

    soal pemecahan masalah luas daerah segitiga adalah 38,4%. Hal ini menunjukkan

    bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa masih rendah.

    Sementara itu, menurut Pehkonen (Wardani, Sri., 2010:35) “…pemecahan

    masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika…”. Hal ini

    dikarenakan masalah-masalah yang merupakan soal pemecahan masalah

    umumnya dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

    Seorang dosen dituntut untuk menggunakan model pembelajaran yang melibatkan

    mahasiswa dalam belajar yang dapat mengaktifkan interaksi antara mahasiswa dan

    dosen, mahasiswa dan mahasiswa, serta mahasiswa dan bahan pelajarannya. Salah

    satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mendukung proses tersebut

    adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).

    Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

    1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa yang

    pembelajarannya menggunakan model Creative Problem Solving (CPS).

    2. Apakah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih efektif

    daripada model pembelajaran langsung dalam meningkatkan kemampuan

    pemecahan masalah matematik mahasiswa?

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

    1. Kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiwa pada model

    pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).

    2. Efektifitas model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dalam

    meningkatkan kemempuan pemecahan masalah matematik mahasiswa.

    Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) merupakan suatu model

    pembelajaran yang menekankan pada kemampuan pemecahan masalah secara

    kreatif. Dalam model pembelajaran ini, mahasiswa dapat melakukan keterampilan

    pemecahan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya, karena

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 22

    dalam pemecahan masalah diperlukan proses berpikir bukan hanya menghafal

    rumus tanpa berpikir. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Pepkin, Karen

    (Nur, Adi 2009:3) yang mengemukakan “model pembelajaran Creative Problem

    Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan

    pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreatifitas”.

    Menurut Osborn (Huda, Miftahul (2014:298)) bahwa CPS sebagai metode untuk

    menyelesaikan masalah secara kreatif. Hal ini sejalan dengan Shoimin, Aris

    (2014:56) “Model CPS adalah suatu model pembelajaran yang melakukan

    pemusaran pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti

    oleh penguatan keterampilan. Berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa model

    pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) menuntut agar mahasiswa dapat

    melakukan keterampilan pemecahan masalah untuk dapat memilih dan

    mengembangkan tanggapannya.

    Pembelajaran matematika menggunakan Model pembelajaran Creative Problem

    Solving (CPS) dapat membuat mahasiswa lebih aktif dan kreatif dalam

    menciptakan solusi dari suatu masalah yang dihadapinya.

    Dari uraian tersebut dan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan dapat

    disimpulkan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

    merupakan salah satu model pembelajaran yang mengorientasikan kreatifitas

    mahasiswa dalam menyelesaikam suatu permasalahan.

    Pembelajaran langsung menekankan pada pembelajaran yang secara aktif dan

    langsung difasilitasi oleh dosen. Pembelajaran ini juga melibatkan seluruh kelas

    dalam hal target pembelajaran pada saat pembelajaran berlangsung, sesuai dengan

    pendapat Suprijono, Agus (2013:56) menyatakan “Pembelajaran langsung atau

    direct instruction dikenal dengan sebutan active learning. Pembelajaran langsung

    juga dinamakan whole class teaching.”

    Dalam pelaksanaannya, pembelajaran langsung memiliki pola urutan kegiatan

    yang sistematis untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh

    dosen atau mahasiswa, agar pembelajaran langsung tersebut terlaksana dengan

    baik. Urutan tersebut terdapat dalam fase-fase pada model pembelajaran langsung

    menurut Depdiknas (2012:74) sebagai berikut: (1) Menyampaikan tujuan dan

    mempersiapkan siswa, (2) mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, (3)

    Membimbing Pelatihan, (4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik,

    (5) Memberikan latihan dan penerapan kosepI

    Pembelajaran langsung dapat dengan mudah dilaksanakan oleh dosen karena cara

    penyampaiannya dosen adalah sebagai pusat perhatian dan mahasiswa tinggal

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 23

    mengikuti pembelajaran, sehingga tidak membuat mahasiswa untuk lebih berperan

    aktif.

    Ruseffendi (2006:169) “Pemecahan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi

    derajatnya dan lebih kompleks daripada pembentukan aturan”. Kemampuan

    pemecahan masalah merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang

    membutuhkan pengetahuan awal untuk mendapatkan solusi lebih cepat.

    Menurut Polya (Ratnaningsih, Nani, 2008:4) mengemukakan proses yang dapat

    dilakukan pada tiap langkah pemecahan masalah melalui beberapa pertanyaan

    berikut ini:

    a. Langkah- langkah memahami masalah (understanding the problem)

    - Apa yang diketahui atau apa yang ditanyakan?

    - Data apa yang diberikan?

    - Bagaimana kondisi soal? Mungkinkah kondisi ditanyakan dalam bentuk

    permasalahan atau dalam hubungan lainnya? Apakah kondisi yang ditanyakan

    cukup untuk mencari yang ditanyakan? Apakah kondisi ini tidak cukup atau

    kondisi ini cukup berlebihan, atau kondisi itu saling bertentangan?

    - Buatlah gambar atau situasi yang sesuai!

    b. Langkah merencanakan penyelesaian (devising a plan)

    - Pernahkah ada soal itu sebelumnya? Atau pernahkah ada soal yang sama atau

    serupa dalam bentuk lain?

    - Tahukan soal yang mirip dengan soal ini? Teori mana yang dapat

    dipergunakan untuk menyelasaikan masalah ini?

    - Perhatikan yang ditanyakan! Coba pikirkan soal yang diketahui dengan

    pertanyaan yang sama atau serupa.

    - Jika ada soal yang serupa, dapatkah pengalaman yang lama digunakan dalam

    masalah sekarang? Dapatkah hasil metode yang lalu digunakan? Apakah harus

    dicari unsur lain agar memanfaatkan unsur semula? Dapatkah menyatakan

    dalam bentuk lain? Kembali pada definisi!

    - Andaikan soal baru belumdapat diselesaikan coba pikirkan soal yang serupa

    dan selesaikan!

    c. Melakukan perhitungan (carring out the plan )

    - Laksanakan rencana pemecahan, dan periksalah tiap langkahn ya! Periksalah

    bahwa tiap langkah perhtungan sudah benar! Bagaimana membuktikan bahwa

    langkah yang dipilih sudah benar?

    d. Memeriksa kembali hasil (looking back)

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 24

    - Bagaimana cara memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh? Dapatkah

    diperiksa sanggahannya? Dapatkah dicari hasil itu dengan cara lain? Dapatkah

    anda melihatnya secara sekilas?Dapatkah hasil itu atau cara itu digunakan

    untuk soal- soal lainnya.

    Langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya, yakni, ada empat langkah

    yaitu: memahami masalah (understanding the problem), membuat rencana

    pemecahan (divising a plan), melakukan perhitungan (carrying out the plan), dan

    memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif, yakni dengan melakukan

    eksperimen terhadap dua kelas. Kelas dengan menggunakan model pembelajaran Creatif

    Problem Solving sebagai kelas eksperimen dan pembelajaran langsung sebagai kelas

    kontrol untuk melihat hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik.

    Penelitian ini menggunakan instrumen berupa soal tes kemampuan pemecahan masalah

    matematik. Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah untuk mendapatkan

    informasiyang diinginkan. Data yang telah diperoleh kemudian diolah sebagai berikut

    dengan cara menghitung Gain Score, indeks gain ini dihitung dengan rumus indeks gain

    dari Meltzer, yaitu sebagai berikut.

    𝑔 =𝑆𝑃𝑜𝑠𝑡 − 𝑆𝑃𝑟𝑒𝑆𝑀𝑎𝑘𝑠 − 𝑆𝑃𝑟𝑒

    Keterangan:

    𝑆𝑃𝑜𝑠𝑡 = Skor Posttest

    𝑆𝑝𝑟𝑒= Skor pretest

    𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠= Skor maksimum

    Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematik dengan

    mengklasifikasikan data kemampuan pemecahan masalah matematik ke dalam interval

    skala 5 dengan tabel konversi modifikasi menurut Suherman, Erman (2003: 130) sebagai

    berikut:

    90%≤ 𝐴 ≤ 100% Istimewa, sangat baik 75%≤ 𝐵 < 90% Baik 55%≤ 𝐶 < 75% Sedang, Cukup 40%≤ 𝐷 < 55% Kurang 0% ≤ 𝐸 < 40% Jelek, Tidak lulus

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 25

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2017, diawali dengan pemberian

    pretes kemampuan pemecahan masalah matematik pada kelas kontrol dan kelas

    eksperimen mahasiswa angkatan 2016 pada mata kuliah kapita selekta matematika

    pendidikan dasar. Sebelum dilaksanakan penelitan, terlebih dahulu dilaksanakan

    uji coba instrumen yaitu dengan uji validitas yang diuji oleh 3 orang validator dari

    ahli pendidikan matematika,

    Setelah instrumen diketahui skor validitasnya, kemudian data dianalisis secara

    deskriptip kuantitatif, yaitu menghitung persentase validitasnya

    Instrumen dikatakan baik dan layak digunakan jika dinyatakan valid oleh

    validator. Berdasarkan hasil validasi dari 3 orang validator didapatkan kriteria

    sebesar 80% dan masuk dalam kriteria cukup valid, maka instrumen dapat

    digunakan.

    Pada pertemuan pertama, mahasiswa masih terlihat bingung dan kaku dalam

    pembelajaran dengan model Creative Problem Solving (CPS). Namun, pada

    pertemuan selanjutnya mahasiswa dapat mengikuti pembelajaran dengan lancar

    dan aktif dalam diskusi kelompok di kelas. Mahasiswa saling bertukar informasi

    dan pengetahuan selama diskusi berlangsung. Sejalan dengan pendapat Vygotsky

    (Yati, Dedeh, 2014) menyatakan bahwa pembentukan dan pengembangan ilmu

    pengetahuan terjadi melalui interaksi sosial.

    Penelitian ini dilakukan selama satu semester, dimana sebelum dilaksanakan

    pembelajaran dilakukan tes awal atau pretes. Hasil pretes menunjukan bahwa

    kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa kelas eksperimen dan

    kelas kontrol memiliki kemampuan awal yang sama. Selanjutnya, mahasiswa

    diberikan postes untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematik

    mahasiswa pada akhir pembelajaran.

    Kemampuan pemecahan masalah matematik yang pembelajarannya menggunakan

    model Cretive Problem Solving (CPS) berada pada kriteria baik. Hal ini

    disebabkan karena ketercapaian nilai kemampuan pemecahan masalah matematik

    mahasiswa sebanyak 72%.

    Berdasarkan analisis pengujian terhadap hipotesis statistik dengan uji-t pada taraf

    signifikasi 0,05 ternyata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik

    mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model Creative Problem

    Solving (CPS) lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematik

    mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran langsung. Pembelajaran dengan

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 26

    model Creative Problem Solving (CPS) lebih mengaktifkan mahasiswa dalam

    proses berpikir dibandingkan dengan pembelajaran langsung. Proses berpikir yang

    dimaksud adalah melakukan investigasi dan eksplorasi, melakukan analisis,

    mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan situasi atau masalah, jawaban-

    jawaban yang mungkin, mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan yang menjadi

    solusi terbaik.

    Hasil analisis statistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik

    mahasiswa menunjukan bahwa pembelajaran dengan model Creative Problem

    Solving (CPS) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik

    mahasiswa dibandingkan dengan pembelajaran langsung. Hal ini disebabkan

    pembelajaran dengan model Creative Problem Solving (CPS) mahasiwa berperan

    aktif dalam proses berpikir dibandingkan pembelajaran langsung. Dalam model

    Creative Problem Solving (CPS) mahasiswa berperan aktif menyelesaikan

    persoalan matematik dengan berlatih untuk memecahkan masalah, mengkontruksi

    pemahamannya sendiri, menyajikan temuan dengan mengungkapkan proses yang

    dilakukannya. Berdasarkan data tersebut diartikan bahwa model pembelajaran

    Creative Problem Solving (CPS) efektif dalam meningkatkan kemampuan

    pemecahan masalah matematik mahasiswa.

    SIMPULAN DAN SARAN

    A. Simpulan

    Berdasarkan hasil yang dicapai pada penelitian ini diperoleh simpulan bahwa

    - Model Pembelajaran Creative Problem Solving lebih efektif daripada model

    pembelajaran langsung dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

    matematik mahasiswa

    - Kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa pada model

    pembelajaran Creatiive Problem Solving (CPS) termasuk pada kriteria baik.

    B. Saran

    Setelah dilaksanakannya penelitian ini, peneliti menyarankan kepada peneliti

    selanjutnya untuk menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dan

    menggali kemampuan berpikir matematik yang lainnnya.

    UCAPAN TERIMA KASIH

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 27

    Peneliti mengucapkan terimakasih kepada ketua LPPM-PMP Universitas

    Siliwangi yang telah memberikan kesempatan melaksanakan penelitian yang

    dibiayai oleh Direktorat Riset dan Pengembangan Kementrian Riset, teknologi,

    dan Pendidikan Tinggi, Serta semua pihak yang telah membantu dalam

    pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    Aris, Shoimin. (2014). Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.

    Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

    Huda, Miftahul. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran.Yogyakarta :

    Pustaka Pelajar.

    Rachmadi, Widdiharto. (2008). Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan

    Alternatif Proses Remidinya. Yogyakarta. [online]. Tersedia:

    http://p4tkmatematika.org/fasilitasi/22-diagnosis-kesulitan-belajar-maatematika-

    smp-Rachmadt.pdf. [6 Januari 2012]

    Ratnaningsih, Nani. (2008). Berbagai Keterampilan Berfikir Matematik. Makalah:

    Disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Universitas Siliwangi

    Tasikmalaya pada Tanggal 8 Maret 2008.Tidak Diterbitkan.

    Rosita, Ricca Cambera Nur. (2004). Analisis Kesulitan Siswa dalam Memecahkan

    Masalah Soal Cerita Menurut Polya. [online].

    Tersedia:http://mcdens13.files.wordpress.com/2010/03/bab-i-polya.doc. [6 Januari

    2012]

    Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

    Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

    Bandung : Tarsito.

    Seherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-Universitas

    pendidikan Indonesia (UPI)

    Sumarmo, Utari. (2006). Berpikir Matematika Tingkat Tinggi: Apa, Mengapa, dan

    Bagaimana. Dikembangkan Pada Siswa Sekolah Menegah dan MahasiswaCalon

    Guru Matematika. (Makalah). Jurusan FMIPA UNPAD.

    Sumarmo, Utari. (2013). “Kemampuan dan Disposisi Berpikir Logis, Kritis, dan Kreatif

    Matematika”. Berpikir dan Disposisi Matematika Serta

    Pembelajarannya .Bandung. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

    Supriatna, Tatang. (2010). Disain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis

    Luas Daerah Segitiga. Tesis. [online].

    http://mcdens13.files.wordpress.com/2010/03/bab-i-polya.doc.%20%5b6

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 28

    Tersedia:http://eduklinik.info/2011/12/06/disain-didaktis-bahan-ajar-pemecahan-

    masalah-matematis-luas-daerah-segitiga/. [6 Januari 2012]

    Wardani, Sri. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah, Kreativitas

    Matematik, dan Kemandirian Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Multimedia

    Interaktif. Artikel : PSPM FKIP UNSIL.

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 29

    EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN AJAR BERBASIS MASALAH PADA

    PERKULIAHAN KAPITA SELEKTA MATEMATIKA PENDIDIKAN DASAR

    Yeni Heryani1, Ratna Rustina2

    Jurusan Pendidikan Matematika

    Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

    E-mail: [email protected], [email protected]

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan bahan ajar berbasis

    masalah pada mata kuliah kapita selekta matematika pendidikan dasar, mengetahui self

    regulated learning dalam menggunakan bahan ajar berbasis masalah. Populasi dalam

    penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Angkatan

    2016 dan peneliti mengambil 1 kelas untuk dijadikan subjek penelitian. Instrumen yang

    digunakan dalam penelitian ini meliputi soal tes hasil belajar dan angket self regulated

    learning. Tes hasil belajar dan angket dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil

    analisis data diperoleh hasil bahwa penggunaan bahan ajar berbasis masalah dalam

    perkuliahan Kapita Selekta Matematika Pendidikan Dasar efektif, karena 72% mahasiswa

    memperoleh nilai paling sedikit 70 dan self regulated learning dalam menggunakan

    bahan ajar berbasis masalah berada pada kategori tinggi.

    Kata Kunci : Bahan ajar, Berbasis masalah, Self Regulated Learning.

    PENDAHULUAN

    Kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa pada mata kuliah Kapita Selekta

    Matematika Pendidikan Dasar adalah mahasiswa mampu memahami dan

    mengaplikasikan konsep-konsep yang dipelajari untuk menyelesaikan masalah

    dalam kehidupan sehari-hari. Ketercapain setiap kompetensi didukung oleh

    banyak factor, salah satunya adalah penggunaan bahan ajar. Ketidakpahaman

    mahasiswa terhadap penyajian materi menyebabkan mahasiswa kurang

    termotivasi untuk belajar mandiri untuk menyelesaikan permasalahan sehingga

    hasil belajar mahasiswa kurang maksimal, sedangkan mahasiswa dituntut untuk

    mengkonstruksikan pengetahuan dan pemahaman yang dimilikinya melalui proses

    menemukan, mempelajari dan menerapkan sendiri materi yang diperolehnya

    sehingga pembelajaran akan terasa lebih bermakna.

    Bahan ajar merupakan serangkaian materi pembelajaran yang terdiri dari

    pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajarai oleh mahasiswa dalam

    rangka mencapai kompetensi. Hamid (2009 : 212) menyatakan bahwa bahan ajar

    adalah salah satu aspek yang harus ada dalam suatu proses pembelajaran karena

    bahan ajar merupakan sumber dosen dan mahasiswa dalam melakukan suatu

    proses pembelajaran. Bahan ajar yang digunakan selama ini kurang memfasilitasi

    mailto:[email protected]

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 30

    mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran berbasis masalah, padahal dosen

    memiliki banyak ide yang belum terealisasikan dalam bentuk bahan ajar.

    Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

    1. Bagaimana efektivitas penggunaan bahan ajar berbasis masalah pada

    perkuliahan Kapita Selekta Matematika Pendidikan Dasar?

    2. Bagaimana Self Regulated Learning mahasiswa dalam menggunakan bahan ajar

    berbasis masalah?

    Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui:

    1. Efektifitas penggunaan bahan ajar berbasis masalah pada mata kuliah kapita

    selekta matematika pendidikan dasar.

    2. Self Regulated learning dalam menggunakan bahan ajar berbasis masalah.

    Manfaat Penelitian ini yaitu:

    1. Memberikan wawasan kepada mahasiswa tentang cara pelaksanaan kegiatan

    pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis masalah.

    2. Memberikan dampak perubahan pada proses pembelajaran yang dilaksanakan

    oleh dosen di dalam kelas.

    Pengelompokkan bahan ajar dilakukan dengan beberapa cara oleh beberapa ahli.

    Menurut Setiawan (2007: 1.7) bahan ajar dikelompokkan kedalam dua kelompok

    besar yaitu bahan ajar cetak dan non cetak. Bahan ajar cetak terdiri dari modul,

    hand out, dan lembar kerja. Bahan ajar non cetak yaitu video, audio, bahan ajar

    display, dan internet.

    Beberapa jenis bahan ajar di atas, masing-masing mempunyai kelebihan dan

    kekurangan. Bahan ajar cetak mempunyai kulitas penyampaian yang baik,

    misalnya dapat menyajikan kata-kata, angka-angka, gambar dan lainnya.

    Pengunaan bahan ajar cetak bersifat self-sufficient artinya dapat digunakan

    langsung atau tidak diperlukan alat lain untuk menggunakannya. Bahan ajar cetak

    juga memiliki beberapa kekurangan yaitu tidak mampu mempresentasikan

    gerakan, penyajian materi bersifat linear, dan sulit memberikan bimbingan kepada

    pembacanya.

    Bahan ajar non cetak juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Bahan

    ajar non cetak sekarang ini marak tersedia di pasaran, jadi sangat mudah untuk

    mendapatkannya, namun dalam menggunakan bahan ajar non cetak ini pengguna

    harus mempunyai alat lain untuk menunjang pemakainnya, misalnya internet,

    harus mempunyai perangkat computer yang lengkap untuk dapat mengaksesnya.

    Itulah beberapa kelebihan dan kekurangan bahan ajar cetak maupun non cetak.

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 31

    Siddiq (2008:29) menjelaskan bahwa jenis bahan ajar dibagi menjadi beberapa

    kelompok, yaitu:

    1. Bahan ajar berbentuk media visual, seperti gambar, foto, peta, globe, dsb.

    2. Bahan ajar audio, seperti radio, CD. Kaset rekaman, piringan hitam, dsb.

    3. Bahan ajar audio-visual, seperti televise, film, video, dsb.

    4. Bahan ajar dalam bentukbenda-benda nyata yang dapat diperoleh dari

    lingkungan sekitar.

    5. Bahan ajar cetak, seperti buku, modul, surat kabar, LKM (Lembar kerja

    Mahasiswa).

    Pembelajaran berbasis masalah merupakan terjemahan dari kata problem based

    learning (PBL). Stepien dan Gallagher (2003:1) mengemukakan bahwa

    pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pengembangan pembelajaran

    dan sistem pengantar yang memperkenalkan kebutuhan untuk mengembangkan

    kemampuan memecahkan masalah untuk membantu peserta didik untuk

    memperoleh pengetahuan dan kemampuan yang sedang dipelajarinya. Sedangkan

    Fogarty (2002: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah

    model pembelajaran yang didesain berdasarkan pada masalah yang ada di

    kehidupan nyata, yaitu masalah tidak terstruktur, open-ended, atau tidak rutin.

    Dalam pembelajaran berbasis masalah, mahasiswa mendapatkan kemampuan

    belajar yang tahan lama, yang meliputi kemampuan untuk menemukan dan

    menggunakan sumber belajar yang tepat. Proses pembelajaran tidak lagi

    dipandang sebagai proses dosen yang memberikan banyak informasi kepada

    mahasiswa melalui pengulangan dan penguatan. Akan tetapi, guru hanya berperan

    sebagai fasilitator. Hal itu dilakukan dengan memberikan pengarahan dan

    bimbingan kepada mahasiswa dalam proses pemecahan permasalahan yang

    mereka hadapi sehingga dapat menghasilkan dan mengembangkan kemampuan

    berdasarkan pengetahuan dan pengalaman. Tujuannya adalah agar mahasiswa

    dapat menggunakan pengetahuan yang telah ia miliki untuk memecahkan

    persoalan dan tugas baru, mendapatkan informasi baru serta membangun

    pemahaman sendiri. Ismail (2002: 18) mengemukakan bahwa pembelajaran

    berbasis masalah bertujuan untuk mengembangkan peserta didik agar dapat:

    a. Mendefinisikan masalah dengan jelas,

    b. Mengembangkan jawaban alternatif/membangun hipotesis,

    c. Menerima, mengevaluasi, dan menggunakan data dari sumber yang bervariasi,

    d. Mengubah jawaban menjadi informasi baru,

    e. Mengembangkan solusi yang jelas sesuai dengan masalah atau kondisi yang

    seharusnya berdasarkan informasi dan penjelasan dengan alasan yang jelas.

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 32

    Pernyataan atau masalah yang diberikan dalam pembelajaran berbasis masalah

    (PBM) merupakan masalah kehidupan nyata. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri dari

    pembelajaran berbasis masalah. Ibrahim dan Nur (2000: 5) mengemukakan ciri-

    ciri pembelajaran berbasis masalah antara lain adalah:

    a. Pengajuan pertanyaan masalah

    b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

    c. Penyelidikan autentik

    Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan peserta didik melakukan

    penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

    a. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya

    Pembelajaran berbasis masalah menuntut peserta didik untuk menghasilakn

    produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau alternatif dari peragaan yang

    menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka

    temui.

    b. Kerjasama

    Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh peserta didik yang bekerja

    sama satu sama lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok

    kecil.

    Pribadi yang dapat mengontrol diri sendiri dan berusaha sendiri adalah pribadi

    yang mandiri. Hal ini sejalan dengan Badura (Sumarmo, Utari, 2014:110)

    “Kemandirian belajar sebagai kemampuan memantau perilaku sendiri, dan

    merupakan kerja keras personalita manusia”. Dalam Self Regulated Learning

    terdapat langkah-langkah dalam melaksanakan kemandirian. Seperti yang

    dikemukakan Badura (Sumarmo, Utari, 2014:110) menyarankan tiga langkah

    dalam melaksanakan kemandirian belajar, yaitu: “mengamati dan mengawasi diri

    sendiri, membandingkan posisi diri dengan standar tertentu, dan memberikan

    respon sendiri (respons positif dan respons negatif)”. Dari ketiga langkah tersebut

    kita akan mengetahui sejauh mana kemandirian peserta didik dalam belajar.

    Peserta didik yang dapat mengembangkan kemampuan kemandirian belajar, akan

    terlihat perbedaannya seperti yang dikemukakan Yang (Sumarmo, Utari, 2014,

    110) bahwa Peserta didik yang memiliki SRL tinggi memiliki : cenderung belajar

    lebih baik dalam pengawasannya sendiri dari pada pengawasan program, mampu

    memantau, mengevaluasi dan mengatur belajarnya secara efektif, menghemat

    waktu dalam menyelesaikan tugasnya, dan mengatur waktu dan jadwalnya secara

    efisien. Selain memiliki karakteristik, kemandirian belajar juga memiliki indikator.

    Indikator kemandirian belajar menurut Sumarmo, Utari (2014, 112) yakni :

    Inisiatif dan motivasi belajar instrinsik; Kebiasaan mendiagnosa kebutuhan

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 33

    belajar; Menetapkan tujuan/target belajar; Memonitor, mengatur, dan mengontrol

    belajar; Memandang kesulitan sebagai tantangan; Memanfaatkan dan mencari

    sumber yang relevan; Memilih, menerapkan strategi belajar; Mengevaluasi proses

    dan hasil belajar; Self efficacy/konsep diri/ kemampuan diri.

    METODE PENELITIAN

    Metode penelitian pada penelitian ini adalah metode eksperimen untuk mengetahui

    Efektivitas penggunaan bahan ajar berbasis masalah pada mata kuliah kapita selekta

    matematika pendidikan dasar serta Self Regulated learning dalam menggunakan bahan

    ajar berbasis masalah.

    Langkah – langkah penelitian tersebut dapat disajikan dalam diagram berikut ini:

    Tahap pendefinisian (define)

    a. Mengkaji silabus

    b. Mengkaji dan mereviu buku rujukan

    c. Mempelajari karakteristik mahasiswa

    d. Melakukan diskusi dengan teman sejawat

    Tahap selanjutnya menyusun bahan ajar kemudian bahan ajar divalidasi oleh ahli,jika

    tidak valid maka diadakan revisi baik dari segi isi maupun strukturnya. Subjek Penelitian

    ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika angkatan 2016 yang

    terdaftar mengambil mata kuliah kapita selekta matematika pendidikan dasar. Data yang

    diperoleh dari tes hasil belajar dianalisis dengan menggunakan perhitungan persentase

    mahasiswa yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Pengembangan bahan ajar ini

    dikatakan efektif jika lebih dari 70% mahasiswa mendapatkan nilai 70 – 100. Angket Self

    Regulated Learning (SRL) Tahapan perhitungan angket kemandirian kategori Sangat

    Sering (SS), Sering (S), Kadang – Kadang (K),Jarang (J), dan Jarang Sekali (JS).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2017, diawali dengan menyiapkan

    instrument yang berupa bahan ajar dengan berpedoman pada silabus dan bahan ajar yang

    memiliki karakteristik berbasis masalah serta angket Self Regulated Learning. Bahan ajar

    dan angket yang sudah dibuat kemudian divalidasi oleh 2 orang ahli sebagai

    pertimbangan kelayakan bahan ajar dan angket tersebut. Instrumen dikatakan baik

    dan layak digunakan jika dinyatakan valid oleh validator. Berdasarkan hasil validasi dari

    2 orang validator didapatkan kriteria sebesar 80% dan masuk dalam kriteria cukup valid,

    maka instrumen dapat digunakan. Meskipun bahan ajar dan sudah dinyatakan layak untuk

    digunakan, tetapi masih ada sedikit perbaikan untuk menyempurnakan bahan ajar dan

    angket tersebut baik dari segi konstruk maupun isinya. Oleh karena itu peneliti melakukan

    revisi bahan ajar sesuai dengan yang didapat dari validator. Setelah selesai merevisi maka

    bahan ajar diberikan pada mahasiswa pada proses pembelajaran mata kuliah Kapita

    Selekta Pendidikan Dasar. Langkah penelitian selanjutnya pada akhir proses

    pembelajaran, peneliti menyebarkan angket Self Regulated Learning pada mahasiswa

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 34

    untuk mengetahui kemandirian mahasiswa selama pembelajaran dengan menggunakan

    bahan ajar berbasis masalah. Berdasarkan hasil analisis data angket maka diperoleh hasil

    bahwa mahasiswa memiliki kemandirian pada kriteria sedang pada pembelajaran dengan

    menggunakan bahan ajar berbasis masalah. Data perhitungan lebih lengkap terlampir.

    Efektivitas bahan ajar berbasis masalah dapat diketahui dari hasil belajar peserta didik

    melalui tes yang dilakukan pada pertemuan terakhir pembelajaran.

    Efektivitas penggunaan bahan ajar berbasis masalah dapat diketahui dari hasil belajar

    mahasiswa setelah mengalami pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis

    masalah.

    Dari hasil analisis data diperoleh hasil bahwa penggunaan bahan ajar berbasis masalah

    dalam perkuliahan Kapita Selekta Matematika Pendidikan Dasar efektif, karena 72%

    mahasiswa memperoleh nilai paling sedikit 70. Hal ini disebabkan karena bahan ajar

    mengandung ilustrasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang dapat membantu

    mahasiswa untuk lebih memahami manfaat matematika dalam kehidupan, serta

    memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk membangun pengetahuannya sendiri

    dan menemukan konsep-konsep yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil analisis data angket

    keseluruhan, diperoleh skor rata-rata Self Regulated Learning yang pembelajarannya

    menggunakan bahan ajar berbasis masalah sebesar 113,50. Artinya Self Regulated

    Learning yang pembelajarannya menggunakan bahan ajar berbasis masalah berada pada

    kategori tinggi.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Penggunaan bahan ajar berbasis

    masalah dalam perkuliahan Kapita Selekta Matematika Pendidikan Dasar efektif, karena

    72% mahasiswa memperoleh nilai paling sedikit 70. Self Regulated Learning yang

    pembelajarannya menggunakan bahan ajar berbasis masalah berada pada kategori tinggi.

    Peneliti menyarankan bahan ajar berbasis masalah yang dikembangkan baru melalui

    tahap evaluasi, sehingga disarankan pada peneliti selanjutnya yang akan

    mengimplementasikan bahan ajar berbasis masalahi untuk melakukan evaluasi lebih

    lanjut agar bahan ajar berbasis masalah ini benar-benar teruji.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Ketua LPPM-PMP Universitas Siliwangi

    yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian dosen muda yang

    dibiayai oleh Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Universitas Siliwangi

    Sesuai dengan Surat Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian Nomor:

    1329/UN58/PP/2017, Tanggal 10 April 2017, serta semua pihak yang telah membantu

    dalam pelaksanaan penelitian ini.

    DAFTAR RUJUKAN

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 35

    Fogarty, R. (2002) Problem Based Learning and Other Curriculum Models for the

    Multiple Intelligences Classroom. Australia: Hawker Brownlow Education

    Ibrahim, M. & Nur, M. (2000) Pembelajaran Berbasis Masalah. Surabaya. UNESA

    University Press

    Ismail. (2002). Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based lnstruction).Makalah

    disajikan pada pelatihan TOT pembelajaran kontekstual. Surabaya.

    Siddiq, D, dkk. (2008). Pengembangan Bahan Ajar SD. Jakarta : Depdiknas

    Sumarmo, Utari. (2014). Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematika serta

    Pembelajarannya. Makalah pada seminar Pendidikan Matematika. FPMIPA

    Universitas Padjajaran. Bandung.

  • Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPM) Uninus 2017

    pg. 36

    PENGARUH PENGGUNAAN BUKU TEKS DENGAN PENDEKATAN

    KONSTRUKTIVISME

    Hamdunah1, Alfi Yunita2, Anny Sovia3 1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sumatera Barat

    [email protected]

    Abstrak

    Matematika dasar merupakan mata kuliah wajib pada program studi pendidikan biologi

    di STKIP PGRI Sumatera Barat. Rendahnya hasil belajar matematika dasar mahasiswa,

    belum adanya buku teks yang menunjang mahasiswa untuk membangun pengetahuannya,

    dan mahsiswa belum aktif dalam pembelajaran merupakan latar belakang dilakukannya

    penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunakan buku teks

    dengan pendekatan konstruktivisme terhadap hasil be