PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas...

111
PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas Pencalonan Mantan Narapidana Korupsi Sebagai Calon Legislatif di Partai Gerindra) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Nabillah Aisyah Rumi 11151120000004 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019/1440 H

Transcript of PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas...

Page 1: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER

(Studi atas Pencalonan Mantan Narapidana Korupsi

Sebagai Calon Legislatif di Partai Gerindra)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Nabillah Aisyah Rumi

11151120000004

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019/1440 H

Page 2: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan
Page 3: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan
Page 4: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan
Page 5: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

iv

ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang proses politik dalam pencalonan kader dengan

studi tentang pencalonan mantan narapidana korupsi di partai Gerindra. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui proses politik dalam pencalonan diri

menjadi calon anggota legislatif di partai Gerindra serta untuk mengetahui faktor

yang mempengaruhi partai Gerindra dalam mencalonkan kadernya yang mantan

narapidana kasus korupsi. Gerindra cukup banyak mencalonkan mantan narapidana

korupsi di tingkat DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, ada total sekitar 6

orang calon legislatif yang diusung. Melihat latar belakang kandidat tersebut,

mengindikasikan adanya kegagalan sistem rekrutmen di tubuh partai karena

mencalonkan orang yang mempunyai latar belakang yang tidak baik. Selain itu,

faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, dan faktor ketokohan dalam partai

lah yang menyebabkan mantan narapidana korupsi ini bisa maju di kancah

legislatif. Karena itu peneliti berpijak pada dua pertanyaan penelitian yakni, proses

politik pencalonan anggota legislatif partai Gerindra dan faktor yang

mempengaruhi partai Gerindra mencalonkan kader yang mantan narapidana

korupsi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui teknik

pengumpulan data, yaitu, dokumentasi, dan wawancara langsung. Penyusunan

dimulai dari tahapan analisis, sejarah pencalonan partai Gerindra di kancah

legislatif, yang ternyata Gerindra pernah mencalonkan mantan narapidana korupsi.

Sedangkan teori yang penulis jadikan bahan acuan adalah rekrutmen politik, dan

elit politik. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan teori tersebut, dapat

disimpulkan bahwa prosedur rekrutmen politik tidak berjalan sebagaimana

mestinya sesuai AD/ART partai. Partai tidak menyaring kadernya yang akan

melenggang di legislatif berdasarkan kompetensi dan rekam jejak yang dimilikinya.

Partai lebih mempertimbangkan popularitas dan elektabilitas tokoh tersebut.

Setelah itu, keluasan jaringan yang dimiliki tokoh tersebut dan kemampuan

finansial atau dana. Selain faktor tersebut, faktor elit atau petinggi-petinggi partai

yang mempunyai kuasa atas siapa saja yang berhak maju di legislatif menjadi

bagian dari tidak berfungsinya mekanisme rekrutmen politik partai.

Kata Kunci: Rekrutmen, Partai Politik, Kader, Mantan Narapidana Korupsi,

Partai Gerindra.

Page 6: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Shalawat serta salamsemoga dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, rasul yang

telah membawa umatnya dari kegelapan menuju masa yang terang benderang

hingga saat ini.

Skripsi yang berjudul “PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN

KADER (Studi atas Pencalonan Mantan Narapidana Korupsi Sebagai Calon

Legislatif di Partai Gerindra)” disusun dalam rangka memenuhi persyaratan

untukmencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Dalam proses pembuatan skripsi dari awal sampai selesai, penulis

menyadari bahwa sepenuhnya penulis mendapatkan bantuan berupa bimbingan,

dukungan, serta motivasi dari beberapa pihak. Dalam kesempatan ini izinkan

penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A, selaku Rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Dr. Ali Munhanif, M.A, beserta seluruh staff dan jajarannya.

Page 7: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

vi

3. Dr. Iding Rosyidin, M,Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik, dan

Suryani, M,Si. selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Politik.

4. Dr. A. Bakir Ihsan, M.Si selaku dosen penasihat akademik dan juga

pembimbing penulis yang telah membimbing, mengarahkan, mengajarkan,

serta meluangkan waktu dalam proses pengerjain skripsi ini sehingga dapat

diselesaikan.

5. Para doesen tercinta selama penulis menuntut ilmu di FISIP UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Dr. Agus Nugraha, M.Si, Burhanuddin Muhtadi, Dr.

Haniah Hanafie M.Si, Dr. Idris Thaha, M.Si, Chaider S. Bamualim, Gefarina

Djohan, MA, Ana Sabhana Azmy, M.I.P, serta seluruh dosen di Program

Studi Ilmu Politik yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yangtelah

memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

6. Narasumber skripsi penulis, Bapak Desmond, Bapak Helvi, Bapak Zaid

Elhabib, Bapak Yudi, dan yang lainnya yang telah bersedia meluangkan

waktu dan tenaganya untuk dimintai pendapat sekaligus diwawancarai.

7. Kedua orang tua penulis, Ayah Taufik Hidayat dan Ibu Rina Ruhamah atas

do’a yang selalu Ayah dan Ibu panjatkan kepada Allah SWT, atas segala

usaha serta kerja keras Ayah dan Ibu lakukan, atas pelajaran-pelajaran yang

selalu Ayah dan Ibu ajarkan kepada penulis. Skripsi ini hanyalah sebagian

kecil dari perwujudan rasa cinta, sayang, dan pembuktian bahwa anakmu

selalu berusaha menjadi manusia yang berguna. Semoga Allah SWT selalu

Page 8: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

vii

melindungi Ayah dan Ibu. Tidak lupa pula kepada adik penulis dan seluruh

keluarga besar.

8. Teman-teman Ilmu Politik angkatan 2015, kelas A dan kelas B.

9. Teman-teman Ilmu Politik seperjuangan (redbull), Adel, Umi, Helma, Inas,

Ii, Dapong, Pais, Acay, Andi, Japis, Dayat, Adnan, Dimas. Terima kasih

teman-teman telah membuat perkuliahan penulis terasa berwarna dengan

canda tawa dan semangat kalian, semoga kita sukses di setiap jalan yang

kita tempuh.

10. Teman-teman Ilmu Politik lainnya, Sultan, Kevin, Audy, Mbak Desi, Al,

Cherlinda, Fajar, Bos Redi, Nana, Chika, Fauziah, Alisa, Nida, Wida.

Terima kasih atas semua pengalaman yang telah diberikan dalam semua

proses belajar bersama.

11. Teman-teman HIMAPOL 2017-2018 serta adik-adik HIMAPOL 2019.

12. Junior terbaik, Viku Paoki. Terima Kasih atas do’a dan dukungannya selama

ini.

13. Teman-teman SMA yang masih selalu berkomunikasi, Nica, Nepoy, Aiseh,

Lulu, Dinda, Puti, Ade Istiqomah. Terima kasih telah menjadi teman yang

mengajarkan hal baik selama penulis menyusun penelitian ini.

14. Ka Ahmad Shidki Maulana dan Ka Tio, terima kasih atas link narasumber

yang telah kaka berikan dan juga ide-ide positif selama penulis menyusun

penelitian ini.

Page 9: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

viii

15. Teman-teman KKN 105 BERPACU, terima kasih atas dukungan dan

hubungan yang terjalin selama KKN berlangsung.

16. Dan yang paling terakhir, penulis khususkan ucapan terima kasih kepada

Habib, terima kasih banyak atas segala support serta kekuatan yang telah

diberikan selama pembuatan skripsi ini. Terima kasih selalu membantu,

memberi masukan, bahkan menguatkan penulis. Semoga kita terus

diberikan kesempatan untuk berjuang bersama dan bisa bermanfaat untuk

orang banyak.

Tanpa adanya mereka, peneliti tidak yakin penelitian ini dapat selesai

dengan baik. Peneliti berterima kasih dengan sepenuh hati, semoga Allah SWT

selalu melindungi mereka serta membalas kebaikan mereka. Namun demikian,

peneliti bertanggung jawab penuh atas segala kekurangan dalam penelitian ini,

kritik yang membangun sangat peneliti harapkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Ciputat, 05 Juli 2019

Nabillah Aisyah Rumi

Page 10: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

ix

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................................................ iii

ABSTRAK ............................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................. v

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Pernyataan Masalah .................................................................................... 1

B. Pertanyaan Masalah .................................................................................. 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 11

D. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 11

E. Metode Penelitian ..................................................................................... 17

F. Sistematika Penulisan ............................................................................... 19

BAB II KERANGKA TEORI ............................................................................... 21

A. Partai Politik .............................................................................................. 21

A.1. Pengertian Partai Politik ........................................................................ 21

A.2. Tujuan Partai Politik .............................................................................. 22

A.3. Fungsi Partai Politik .............................................................................. 23

B. Teori Rekrutmen Politik ............................................................................ 24

B.1. Pengertian Rekrutmen Politik ................................................................ 24

B.2. Bentuk-Bentuk Rekrutmen .................................................................... 27

B.3. Pengertian Kader ................................................................................... 28

B.4. Rekrutmen Partai Politik di Indonesia ................................................... 29

C. Teori Elit Politik........................................................................................ 31

C.1. Sejarah Elit Politik ................................................................................. 31

Page 11: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

x

C.2. Elit di Indonesia ..................................................................................... 33

BAB III PROFIL DAN DINAMIKA REKRUTMEN POLITIK PARTAI

GERINDRA ............................................................................................. 37

A. Partai Gerindra .......................................................................................... 37

A.1. Sejarah Partai Gerindra .......................................................................... 37

A. 2. Ideologi, Strategi, dan Program Partai Gerindra .................................. 39

A.3. Visi dan Misi Partai Gerindra ................................................................ 40

B. Rekam Jejak Partai Gerindra di Pemilihan Legislatif ............................... 42

BAB IV PROSES DAN FAKTOR PENCALONAN ANGGOTA LEGISLATIF

MANTAN KORUPTOR DI PARTAI GERINDRA ............................... 47

A. Proses Rekrutmen Keanggotaan Partai Gerindra ...................................... 48

A.1. Proses Masuk Partai Gerindra ............................................................... 48

A.2. Proses Pencalonan Anggota Legislatif Partai Gerindra ......................... 51

B. Faktor yang Melatarbelakangi Partai Gerindra dalam Mencalonkan Mantan

Narapidana Kasus Korupsi ............................................................................ 60

B.1. Pertimbangan dalam Proses Pengkaderan ............................................. 60

B.2. Pertimbangan dalam Proses Pencalonan ................................................ 62

C. Analisis Antara Idealisme dengan Pragmatisme Partai............................. 66

BAB V PENUTUP ................................................................................................. 72

A. Kesimpulan ............................................................................................... 72

B. Saran ......................................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 76

LAMPIRAN ........................................................................................................... 82

Page 12: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Calon Legislatif Mantan Narapidana Kasus Korupsi ................ 3

Page 13: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Penetapan kebijakan pelarangan mantan terpidana kasus korupsi yang dibuat

oleh KPU menuai berbagai kontroversi. Sejulmah fraksi di DPR berbeda pandangan

tentang rencana KPU tersebut yang melarang narapidana korupsi menjadi calon

legislatif. Mereka yang menentangi berdalih bahwa larangan itu bertentangan

dengan hak asasi manusia lantaran setiap orang berhak memilih dan dipilih.

Menurut Bambang Soesatyo misalnya, beliau sebagai ketua DPR menyikapi KPU

itu berlebihan dalam mengambil keputusan karena it merupakan sesuatu yang tidak

perlu, beliau berpendapat bahwa serahkan pada partai untuk memilih atau

mengusung mantan-mantan napi, dan serahkan pada masyarakat memilih atau

tidak.1

Selain itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan bahwa

PKPU 20/2018 tersebut tidak akan berlaku jika tidak diundangkan. Menurutnya,

menghilangkan hak orang itu tidak ada kaitannya dengan PKPU, dan bukan

merupakan kewenangan KPU. Kewenangan melakukan putusan tersebut ada pada

Undang-Undang dan keputusan hakim. Yasona Laoly memperkuat pendapatnya

dengan mengatakan bahwa hal tersebut sesuai dengan Pasal 87 Undang-Undang

1 Detik.com, “Pro Kontra Larangan Nyaleg Untuk eks Koruptor”, artikel ini diakses pada

14 Agustus 2019, dari https://news.detik.com/berita/d-4094865/pro-kontra-larangan-nyaleg-untuk-

eks-koruptor.

Page 14: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

2

No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang

menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai

kekuatan hukum mengikat pada tanggal diundangkan.2 Selain itu, caleg-caleg

mantan koruptor pun tidak menyetujui PKPU No. 20 tahun 2018 pasal 7 ayat (1)

huruf h tersebut karena merasa hak politik mereka direnggut.

Bawaslu menyetujui dan mengesahkan bahwa terpidana mantan korupsi boleh

maju menjadi calon anggota legislatif, tetapi berbeda dengan KPU yang

menolaknya. KPU mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.

20 tahun 2018 pasal 7 ayat (1) huruf h yang berisi melarang mantan napi korupsi,

mantan napi narkoba, dan mantan napi pelecehan seksual maju sebagai wakil

rakyat.3 Berbeda dengan Bawaslu yang mengacu pada pasal 240 ayat 1 UU No. 7

tahun 2017 yang berisi, mantan narapidana yang telah menjalankan hukuman 5

tahun atau lebih dapat menjadi calon legislatif, asalkan mereka mengumumkannya

ke publik.

Bawaslu juga menilai bahwa setiap warga negara mantan narapidana korupsi,

dan lainnya memiliki hak konstitusional untuk dipilih. Setelah itu ada beberapa

usaha dari beberapa calon anggota legislatif untuk menghapuskan peraturan

tersebut dimulai dari melaporkannya ke Bawaslu hingga menggugat peraturan KPU

tersebut ke MA yang lalu dibawa untuk dilakukan uji materi PKPU. Hasilnya

adalah bahwa MA menghapuskan PKPU No. 20 tahun 2018 pasal 7 ayat (1) huruf

2 Politik LIPI, “Problematika PKPU No. 2 Tahun 2018 tentang Mantan Koruptor menjadi

Caleg”, artikel ini diakses pada 15 Agustus 2019, dari http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-

2/politik-nasional/1225-problematika-pkpu-no-20-tahun-2018-mantan-koruptor-menjadi-caleg. 3 CNN Indonesia, “KPU resmi Taken Aturan Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg”, artikel

ini diakses pada 15 Agustus 2019, dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180701173711-

32-310583/kpu-resmi-teken-aturan-larang-eks-koruptor-jadi-caleg.

Page 15: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

3

h tadi karena sejumlah pertimbangan, salah satunya adalah sepanjang calon tersebut

mengumumkannya terhadap publik, hal tersebut tidak masalah. Upaya KPU untuk

membersihkan lembaga legislatif seperti DPR, DPRD dan DPD dari kejahatan

korupsi harus kandas di tangan Mahkamah Agung (MA). Seperti yang sudah

dijelaskan bahwa MA telah menganulir peraturan KPU yang melarang mantan

narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif di Pileg 2019.

KPU mengumumkan daftar caleg (calon legislatif) yang melenggang di pemilu

legislatif 2019 yang berlatar belakang mantan narapidana korupsi. Setelah

sebelumnya mengumumkan ada 49 caleg, kini jumlahnya bertambah menjadi 81

orang, artinya ada penambahan 32 orang caleg mantan narapidana koruptor dari

yang sebelumnya dipublikasikan KPU pada 30 Januari 2019. Dari 81 caleg, 23

orang maju untuk DPRD Provinsi, 49 caleg orang maju untuk DPRD Kab/Kota,

dan 9 lainnya merupakan caleg DPD. Berikut 81 daftar nama mantan narapidana

korupsi yang diumumkan KPU4:

Tabel 1.1 Daftar Calon Legislatif Mantan Narapidana Kasus Korupsi

No. Partai Nama Calon

Legislatif Daerah Pilih

1.

Gerindra

Mohammad Taufik DKI Jakarta

2. Herry Jones Johny

Kereh Sulawesi Utara

3. Husen Kausaha Maluku Utara

4. Alhajar Syahyan Kab. Tanggamus

5. Ferizal Kab. Belitung

Timur

6. Mirhammudin Kab. Belitung

Timur 2

7. Hanura Mudasir Jawa Tengah

4 Nasional Kompas, “Daftar Lengkap 81 Caleg Eks Koruptor”, artikel ini diakses pada 27

April 2019 dari https://nasional.kompas.com/read/2019/02/19/15075331/daftar-lengkap-81-caleg-

eks-koruptor?page=all.

Page 16: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

4

8. Welhelmus

Tahalele Maluku Utara

9. Akhmad Ibrahin Maluku Utara

10. Warsit Kab. Blora

11. Moh. Nur Hasan Kab. Rembang

12. Moh. Asril Ahmad Maluku Utara 3

13. Rachmad Santoso Kab. Kutai

Kartanegara

14. Darjis Kab. Ogan Ilir 4

15. Andi Wahyudi

Entong Kab. Pinrang

16. Hasanudin Kab. Banjarnegara

5

17. Bonar Zaitsel

Ambarita Kab. Simalungun

18.

Golkar

Hamid Usman Maluku Utara

19. Heri Baelanu Kab.Pandeglang

20. Desy Yusandi Banten

21. Agus Mulyadi R Banten

22. Edy Muldison Kab. Blitar

23. Petrus Nauw Papua Barat

24. Dede Widarso Kab. Pandeglang

25. Saiful T. Lami Kab. Tojo Una-

Una

26. Achmad Junaidi

Sunardi Lampung

27. Christofel

Wonatorei Kab. Waropen

28.

Berkarya

Meike L Nangka Sulawesi Utara

29. Arief Armain Maluku Utara

30. Yohanes Marinus

Kota Kab.Ende

31. Andi Muttamar

Mattotorang Kab. Bulukumba

32. Muhlis Sulawesi Selatan

33. Zambri Kab. Pasaman

Barat

34. Djekmon Amisi Kab. Kepulauan

Talaud

35.

PAN

Abd. Fattah Jambi

36. Masri Kab. Belitung

Timur

37. Muhamas Afrizal Kab. Lingga

38. Bahri Syamsu

Arief Kota Cilegon

Page 17: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

5

39. Bonanza Kesuma Lampung

40. Firdaus Obrini Kota Pagar Alam 2

41.

Demokrat

Jones Khan Kota Pagar Alam

42. Johny Husban Kota Cilegon

43. Syamsudin Kab. / Kota

Lombok Tengah

44. Darmawati Dareho Kab. Lombok

Tengah

45. Firdaus Djailani Bengkulu 5

46. Farit Wijaya Kab. Pesisit Barat

2

47. Imam Subandi Kab. Ogan

Komering Ilir 4

48. Syamsudin Oli Kab. Bolang

Mangondo Utara 1

49. Rahmanuddin Kab. Luwu Utara

50. Polman Kab. Simalungun

51.

Perindo

Samuel Buntuang Gorontalo

52. Zulfikri Kota Pagar Alam

53. Andi Gunawan Kab. Lampung

Timur 1

54. Ramadhan

Umasangaji Kota Pare-Pare

55. Garuda

Yulias Dakhi Kab. Nias Selatan

56. Ariston Moho Kab. Nias Selatan

57.

PKPI

Matius Tungka Kab. Poso

58. Joni Kornelius

Tondok Kab. Toraja Utara

59. Raja Zulhindra Kab. Indragiri

Hulu 1

60. Yuridis Kab. Indragiri

Hulu 3

61. PBB Nasrullah Hamka Jambi 1

62. Sahlan Sirad Bengkulu 5

63. Syaifullah Kepualaun Bangka

Belitung 1

64.

PDIP

Abner Reinal

Jitmau Papua Barat

65. Mat Muhizar Kab. Pesisir Barat

3

66. PKS

Maksum DG

Mannassa Kab. Mamuju

67. Muhammad Zen Kab. Okut Timur

68. PKB Usman Effenidi Kab. Pesawaran

Page 18: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

6

69. EU K. Lenta Kab. Morowali

Utara 1

70.

PPP

Emil Silfan Kab. Musi

Banyuasin

71. Ujang Hasan Kab. Bengkulu

Tengah 1

72. Rommy Krishna Kab.

Lubuklinggau

73.

DPD RI

Syachrial Kui

Damapolli Sulawesi Utara

74. Abdullah Puteh Aceh

75. Abdillah Sumatera Utara

76. A. Yani Mulu Sulawesi Tenggara

77. La Ode Bariun Sulawesi Tenggara

78. Masyhur Masie

Abunawas Sulawesi Tenggara

79. Hamzah Bangka Belitung

80. Lucianty Sumatera Selatan

81. Ririn Rosyana Kalimantan

Tengah

Total 81

Fenomena banyaknya partai politik yang mencalonkan mantan koruptor

memperlihatkan track record nya tidak dapat meyakinkan penulis sebagai pemilih,

pada akhirnya hal tersebut akan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap partai

politik. Hal ini menunjukan bahwa partai politik lebih merupakan “beban”

ketimbang solusi serta inisiator bagi penyelesaian persoalan rakyat. Transparency

Internasional mengasumsikan bahwa partai sebagai lembaga terkorup di Indonesia

yang diperankan oleh politikusnya.5 Bisa dilihat bahwa dibentuknya partai politik

sebagai wadah aspirasi kepentingan masyarakat, selain itu sebagai wadah

aktualisasi diri bagi warga negara yang memiliki kesadaran yang tinggi untuk ikut

5 Syamsuddin Haris, Partai, Pemilu, dan Elemen: Era Reformasi, (Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2014), hal. 67.

Page 19: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

7

serta dalam partisipasi politik.6 Namun pada kenyatannya tidak semua partai

melakukan fungsi dan tujuannya dengan benar. Banyak dari mereka mengabaikan

kepentingan warga negara dan hanya mementingkan kepentingan partai. Hal ini

berakibat terbentuknya praktik korupsi politik yang dilakukan di kalangan elit

politik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Tetapi di sisi lain, melihat realitas sosial yang ada pun tidak jarang bahwa

beberapa masyarakat yang masih memberikan ruang terhadap mantan narapidana

korupsi untuk maju menjadi calon anggota legislatif dan juga kepala daerah.

Banyak pula masyarakat yang memberikan apresiasi dan dukungan terhadap tokoh

koruptor. Terpilihnya Syahri Mulyo sebagai Bupati Tulungagung pada Pilkada

2018 adalah contohnya.7 Selain Syahri Mulyo, adapun nama-nama seperti Vonnie

Anneke Panambunan yang terpilih di Minahasa Utara dan Hamid Rizal di Natuna.

Seperti yang diketahui, pembicaraan mengenai korupsi seakan tidak ada

usainya, permasalahan tersebut menarik untuk diteliti, bahkan pada keadaan saat

ini ketika ada “sinyal” yang memperlihatkan keraguan masyarakat kepada sebuah

institusi. Partai politik berkompetisi tapi berkomplot satu sama lain, menunjukan

bahwa politik kepartaian di Indonesia yang bertentangan.8 Salah satu partai yang

mengusung bakal calon legislatif yang mantan narapidana korupsi adalah partai

Gerindra. Gerindra merupakan partai besar yang berada satu kelas dengan partai-

partai seperti PDIP dan Demokrat. Partai Gerindra sendiri termasuk banyak dalam

6 A. Rahman, Sistem Politik di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 102. 7 Tribun News, “Tahanan KPK Menang di Pilkada”, diakses pada 13 Oktober 2018 dari

http://www.tribunnews.com/ nasional/ 2018/ 06/ 29/ tahanan-kpk-menang-di-pilkada. 8 Kuskrido Ambardi, Mengungkap Politik Kartel: Studi Tentang Sistem Kepartaian di

Indonesia Era Reformasi, (Jakarta: Kepustaan Populer Gramedia, 2009), hal. 1-2.

Page 20: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

8

mencalonkan kadernya yang mantan narapidana korupsi. Penelitian ini menarik

untuk diteliti karena seperti dikatakan di awal bahwa, partai Gerindra termasuk

banyak mencalonkan kader yang mantan narapidana kasus korupsi, di tingkat

DPRD saja ada 6 orang, yakni, Mohammad Taufik (DPRD DKI), Herry Jones Kere

(DPRD Sulawesi Utara), Husan Kausaha (DPRD Maluku Utara), Alhajar Syahyan

(DPRD Kab. Tanggamus), Ferizal (DPRD Kab. Belitung Timur), Mirhammudin

(DPRD Kab. Belitung Timur). Selain itu, salah satu calon legislatif dari Gerindra

yang bernama M. Taufik mengajukan gugatan ke MA perihal statusnya yang

mantan narapidana korupsi, karena sempat tidak boleh maju di legislatif, akhirnya

setelah gugatannya yang diajukan atas nama pribadi di MA menang, maka ia dan

mantan narapidana korupsi lainnya boleh mencalonkan diri menjadi calon legislatif.

Hal lain yang juga membuat penelitian ini menarik untuk diteliti adalah proses

politik dalam pencalonan untuk menjadi calon legislatif di partai Gerindra. Semua

partai tentu mempunyai tata caranya masing-masing dalam menjaring kader atau

non kader yang ingin mencalonkan diri menjadi calon legislatif lewat partainya

masing-masing. Setiap partai mempunyai otoritas dalam menentukan orang mana

saja yang akan mempresentasikan wajah partainya di parlemen kelak apabila

terpilih. Sudah semestinya partai yang sudah mapan secara kualitas dan kuantitas

kader seperti Gerindra jadi yang terdepan dalam menjadi role model.

Apabila merujuk pada Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)

partai Gerindra Bab IV pasal 13 tentang ”Tugas” poin 7 yang berisi pengawasan

jalannya penyelenggaraan negara agar tercipta pemerintah yang bersih, kuat, jujur,

serta bebas dari segala korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan politik dan Bab XV

Page 21: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

9

Pasal 60 tentang “Jati Diri Partai” yang menyuarakan untuk pantang mencuri dan

berbuat korupsi9, seharusnya partai Gerindra enggan untuk mengajukan kader-

kader partai eks koruptor untuk maju di pileg 2019. Karena itulah peneliti ingin

mengetahui proses politik dalam pencalonan diri untuk menjadi calon legislatif di

partai Gerindra. Langkah partai Gerindra yang menjadi partai pengusung caleg eks

koruptor termasuk banyak, mengindikasikan bahwa partai Gerindra kekurangan

kader yang berkualitas, sehingga harus memakai jasa kader-kadernya yang sudah

berperngalaman walaupun pernah terjerat kasus korupsi.

Dengan fakta bahwa partai Gerindra adalah termasuk partai dengan

pengusung calon legislatif mantan narapidana korupsi yang termasuk banyak,

peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang penyebab hal ini. Apakah

penyebabnya berada dalam proses penjaringan kader yang mana partai

mengizinkan kader-kader mantan narapidana korupsi ini untuk maju di pemilihan

legislatif karena mereka mempunyai elektabilitas yang tinggi, dana yang besar,

dan/atau karena mereka adalah elit partai sehingga mereka dapat “memaksa” partai

untuk mengizinkan mereka maju di pemilihan legislatif ini. Bisa juga karena adanya

faktor-faktor lain yang lebih bersifat sistemik, misalnya dalam proses pengkaderan,

partai Gerindra tidak mengedepankan integritas calon yang bertumpu pada nilai-

nilai kejujurandan anti korupsi.

Masyarakat pun harus pintar mencari tahu calon anggota legislatif yang betul-

betul bisa merepresentasikan masyarakat itu sendiri, yakni dengan tidak memilih

9 Dalam AD/ART Partai Gerindra Pasal 13 Bab IV tentang ”Tugas” dan Pasal 60 Bab XV

tentang “Jati Diri Partai”, diakses pada 17 Oktober 2018 dari partaigerindra.or.id.

Page 22: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

10

calonnya yang mantan narapidana kasus korupsi. Mereka bisa melihat dari social

media, misalnya membuka halaman atau link dari ICW (Indonesia Corruption

Watch), di sana terdapat beberapa rekam jejak anggota legislatif yang bermasalah,

misalnya tersandung kasus korupsi. Sekarang, harapan agar wakil rakyat itu diisi

oleh orang-orang yang bersih dari praktik korupsi ada di tangan partai politik. Ada

banyak cara yang bisa dilakukan oleh partai politik, mereka memiliki ruang untuk

mencegah mencalonkan kadernya yang mantan narapidana kasus korupsi untuk

duduk di kursi legislatif. Otoritas partai untuk menunjuk bakal calon legislatif atau

tidak itu sepenuhnya ada di partai itu sendiri, karena itu, partai-partai seharusnya

mengambil peran dalam menyeleksi mantan narapidana kasus korupsi dari

pencalonannya.

Jika melihat dari permasalahan yanga ada, penulis tertarik untuk mengetahui

proses politik, dalam hal ini rekrutmen kader di dalam partai Gerindra dan faktor

apa yang membuat partai Gerindra mencalonkan mantan narapidana korupsi

menjadi calon legislatif dengan judul “Proses Politik dalam Pencalonan Kader:

Studi atas Pencalonan Mantan Narapidana Korupsi Sebagai Calon Legislatif

di Partai Gerindra”.

B. Pertanyaan Masalah

Berdasarkan deskripsi di atas, peneliti merumuskan pertanyaan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana proses politik pencalonan anggota legislatif di partai Gerindra?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi partai Gerindra mencalonkan kader

yang mantan narapidana kasus korupsi?

Page 23: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses politik dalam pencalonan anggota legislatif di

partai Gerindra.

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi partai Gerindra dalam

mencalonkan kadernya yang mantan narapidana kasus korupsi.

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat mengelaborasi kajian ilmu politik dalam hal

partai politik khusunya partai Gerindra.

2. Manfaat Praktis

a) Penelitian ini dapat menambah pemahaman penliti dan sekaligus

sebagai informasi akademis terkait dengan proses politik dalam

pencalonan diri menjadi calon legislatif di partai Gerindra.

b) Penelitian bermanfaat untuk menambah pemahaman penliti dan

sekaligus sebagai informasi akademis terkait dengan faktor apa yang

mendorong partai Gerindra dalam mencalokan anggota nya yang

mantan narapidana kasus korupsi.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian yang dibuat oleh peneliti, ada beberapa literatur yang penulis

jadikan bahan rujukan dan tinjauan pustaka yang bermaksud untuk mendapatkan

bagian menarik atau bahkan bagian lain dan manfaat dari penelitian ini. Beberapa

tinjauan pustaka yang penulis jadikan bahan acuan di antaranya:

Page 24: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

12

Pertama, karya Prayudi10, merupakan hasil penelitian mengenai,

penyelenggaraan pilkada dan lemahnya sirkulasi elit politik lokal.Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan

pendekatan wawancara.Penelitian ini berisi tentang proses peredaran elit lokal yang

buruk disebabkan juga oleh dominasi partai. Tercapainya kepentingan ekonomi saja

lah yang dikhtiarkan oleh partai agar tercapai. Birokrasi pemda dianggap sebagai

sumber keuangan oleh partai politik. Dalam pencalonan, kehadiran partai sangatlah

esensial. Mencuatnya jalur independen menjadi opsi masalah partai dalam

mengajukan paslon. Sisi pemilih yang semakin logis untuk menurunkan elit calon

pemimpinnya adalah efeknya selain dari sisi tokoh elit yang ingin maju. Walaupun

penentuan calon dengan jasa survei dipakai oleh sebagian partai, sejauh ini seleksi

di partai politik bersifat tidak terbuka. Besarnya anggapan akan adanya politik

transaksional dalam penentuan akhir di dalam partai diakibatkan tidak

diumumkannya hasil survei yang dilakukan. Politik uang atau yang biasa disebut

dengan “mahar politik” dengan bentuknya yang bermacam-macam sangat mungkin

adanya namun berat untuk dibuktikan. Contoh kasus lokal yang dimaksud bisa

dilihat di Pilgub, Pilwako, dan Pilbupnya Jambi, Kota Jambi dan Batanghari, atau

sama halnya dengan di Sulut, yaitu di Kota Manado dan Bitung. Ketika dalam elit

partai tengah ada disintegrasi, jalur independen muncul ke permukaan walaupun

tokoh-tokohnya mengerti akan sulitnya memenuhi syarat pendukung.

10 Prayudi, “Penyelenggaraan Pilkada Dan Lemahnya Sirkulasi Elit Politik Lokal”, (Jurnal

Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 02 Desember 2016, jurnal

.dpr.go.id), hal. 275-294.

Page 25: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

13

Kedua, karya Kholifatul Maghfiroh, dan kawan-kawan11, merupakan

penelitian tentang perkembangan putusan MA mengenai pencalonan mantan

narapidana sebagai anggota DPR, DPD, DPRD, serta sebagai kepala daerah dan

wakil kepala daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis normative.Penelitian ini berisi tentang sebuah dampak dari

dikeluarkannya Putusan MK No. 71/PUU-XIV/2016 yaitu tidak berlakunya lagi

Pasal 7 ayat (2) huruf G Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berbunyi:

Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil

Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Tidak

pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara

terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan

mantan terpidana.12

Pada pasal itu terkandung eksepsi bahwa selagi tidak diinterpretasi tidak

pernah menjadi narapidana yang berlandaskan putusan meja hijau yang mempunyai

daya hukum tetap akibat menunaikan tindak pidana yang mempunyai ancaman bui

setengah dekade atau lebih. Pilkada serentak tahun 2018 juga akan

mengimplementasikan persyaratan mengenai pengusungan mantan narapidana ini.

Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sudah mengambil langkah tindak

11 Kholifatul Maghfiroh, Lita Tyesta A.L.W., Retno Saraswati, “Perkembangan Putusan

Mahkamah Konstitusi Mengenai Pencalonan Mantan Narapidana Sebagai Anggota DPR, DPD, dan

DPRD Serta Sebagai Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah”, (eJurnal Ilmu Hukum, Volume 7,

Nomor 2, Tahun 2018, https://ejournal3.undip.ac.id), hal. 104-112. 12 Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota, diakses pada 30 November 2018 dari www.dpr.go.id.

Page 26: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

14

lanjut terkait putusan itu dengan norma pada huruf F, huruf F1, huruf G dan huruf

H Pasal 4 ayat (1) Peraturan KPU No. 15 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas

Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau

Walikota dan Wakil Walikota (PKPU 15/2017). meskipun perubahan dalam dasar

hukum tentang pilkada tentang syarat mantan narapidana masih belum ada.

Ketiga, karya Roni Tamara Saputra13, riset mengenai sistem pengaderan dan

penentuan calon anggota parlemen dalam pilkada 2009 studi pada partai golkar

Kabupaten Penajam Paser Utara. Metode yang diimplementasikan oleh partai

Golkar di Kabupaten Penajam Paser Utara periode 2004-2009 adalah musyawarah

dan pemaparan materi dan sistem pengaderan yang digunakan adalah bottom up

atau usulan dari akar rumput. Partai Golkar mengutamakan kader-kader dari tingkat

desa karena desa adalah pasukan terdepan dalam melaksanakan program-program

partai seperti pengaderan. Di Kabupaten Penajam Paser Utara pada pemilu 2009

partai Golkar mengimplementasikan sistem yang tidak terbuka yang mana dalam

mencapai putusan akhir, ketua DPD partai Golkar membangun satuan kerja yang

bertugas untuk menyaring ulang siapa-siapa saja yang akan partai Golkar calonkan

menjadi calon legislatif. Tidak seperti proses penetapan calon yang tertutup, partai

Golkar menggunaan sistem yang terbuka untuk pendaftaran. Semua orang yang

berminat untuk mencalonkan dirinya menjadi calon legislatif di Kabupaten

Penajam Paser Utara lewat partai Golkar dapat mendaftarkan dirinya.

13 Roni Tamara Saputra, “Sistem Kaderisasi dan penetapan Calon Anggota Legislatif dalam

Pemilu 2009: Studi Kasus Partai Golkar Kabupaten Penajam Paser Utara”, (eJurnal Ilmu

Pemerintahan, Volume 2, Nomor, 1, Tahun 2014, ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id), hal. 1829-1841.

Page 27: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

15

Keempat, karya Gugum Ridho Putra14, yang berisi tentang hak mantan

narapidana untuk dipilih dalam pemilihan umum kepala daerah.Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kepustakaan. Penelitian ini berisi, bahwa

secara nasional, hak politik dijaga UUD 1945 dan sebagian peraturan perundang-

undangan lainnya, seperti UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(HAM). Status eks narapidana seseorang dapat membatasi pada hak politiknya

seperti dalam hak mencalonkan diri dalam pileg atau pilkada. Dibatasinya hal

tersebut secara tegas ada dalam pasal 58 huruf F Undang-Undang Nomor 12 tahun

2008 tentang perubahan Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan

daerah. Sejumlah putusan secara konstitusional bersyarat telah dikeluarkan MK

setelah sebelumnya ada pengajuan pasal tersebut ke MK lewat judicial review.

Adanya syarat keberlakuan limitatif yang membatalkan larangan berpolitik bagi eks

narapidana adalah hasil dari putusan tersebut. Orang-orang yang pernah menjadi

narapidana yang hukumannya lebih dari setengah dekade lewat putusan pengadilan

yang berkekuatan hukum tetap adalah target yang dituju oleh putusan tersebut.

Kelima, karya Akhmad Nikhrawi Handiri15 yang penelitiannya tentang hak

eks narapidana menjadi anggota legislatif. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif/mendeskirpsikan suatu hal.Diskursus mantan

narapidana menjadi anggota parlemen dan eksekutif diawali oleh partai Golkar

yang mengusulkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dalam pembahasan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu oleh Pansus RUU di DPR. Partai yang

14 Gugum Ridho Saputra, “Hak Mantan Narapidana untuk Dipilih dalam Pemilihan Umum

Kepala Daerah”, (Skripsi Program Studi Hukum, Depok, 2012). 15 Akhmad Nikhrawi Hamdie, “Hak eks Narapidana Menjadi Anggota Legislatif”, (eJurnal

As-Siyasah, Vol. 1, No. 1, 2016, https://ojs.uniska-bjm.ac.id), hal. 26-33.

Page 28: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

16

berlambangkan pohon beringin ini mengusulkan kondisi supaya calon anggota

parlemen adalah individu yang tidak sedang dihukum pidana 5-10 tahun. PDIP juga

mengusulkan kondisi yang tak berbeda, tapi menekankan kondisi individu tersebut

tidak sedang dalam ancaman pidana. Dikarenakan setiap individu yang telah

rampung masa tahanannya akan mempunyai hak yang sama dengan warga negara

yang lain dan mendapatkan haknya untuk dapat memilih dan dipilih sebagai

anggota eksekutif dan legislatif, maka pengekangan hak politik mantan narapidana

tidak dibutuhkan karena melanggar hak asasi manusia. Jika eks narapidana tidak

diizinkan untuk maju menjadi calon anggota eksekutif atau legislatif, hal itu adalah

ketidakadilan karena yang berhak menentukan apakah eks narapidana berhak

menjadi anggota legislatif atau eksekutif adalah masyarakat.

Berbeda dengan penelitian di atas, penelitian ini lebih menitikberatkan pada

proses politik dalam hal ini rekrutmen politik, baik itu rekrutmen kader saat masuk

partai maupun penjaringan kader saat maju menjadi calon legislatif dan juga

peneliti ingin melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi partai Gerindra

mencalonkan mantan narapidana kasus korupsi di legislatif. Penelitian pertama

fokus masalahnya adalah sulitnya jalur peseorangan maju di pilkada, siapa calon

atau paslon yang diusung lebih didasarkan pada politik transaksional. Penelitian

kedua, lebih kepada kebijakan putusan MA tentang pencalonan mantan narapidana

untuk menjadi anggota DPR, DPD, DPRD. Penelitian ketiga berisi tentang sistem

kaderisasi terhadap partai Golkar dan penetapan calon legislatif nya, sama seperti

penelitian yang peneliti lakukan tetapi peneliti lebih fokus ke partai Gerindra.

Penelitian keempat fokus masalahnya lebih kepada hak mantan narapidana korupsi

Page 29: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

17

untuk maju di pemilihan umum kepala daerah, bahwa status eks terpidana

seseorang ternyata dapat menjadi hak politiknya dibatasi, hak menjadi kepala

daerah contohnya. Dan penelitian terakhir berisi tentang hak mantan narapidana

untuk maju di legislatif itu tidak masalah karena mantan narapidana punya hak

dipilih dan memilih sebagai anggota legislatif atau ekskutif.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini meliputi:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah kualitatif. Di mana penelitan

kualitatif merupakan cara pengkajian dan interpretasi yang berlandaskan pada

metodologi yang mencari suatu fakta atau peristiwa sosial dan persoalan manusia.

Penelitian ini juga merupakan riset yang bersifat deskriptif dan cenderung

menggunakan analisis pendekatan induktif.16 Di mana dalam penelitian ini,

penulis akan mendapatkan dukungan data dari wawancara yang mendalam dan

dokumentasi.

Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan

menggunakan data yang berasal dari buku, jurnal ilmiah, artikel, serta berita yang

berasal dari media internet yang berhubungan dengan tema dan masalah yang

diteliti oleh penulis.

2. Teknik Pengumpulan Data

a) Wawancara

16 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2011), hal. 34.

Page 30: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

18

Merupakan cara pengumpulan hasil yang dikerjakan melalui

bertemu muka dengan yang diwawancarai, namun dapat pula diberikan

uraian pertanyaan atau masalah sebelumnya untuk dijawab di lain

waktu.17 Wawancara yang penulis lakukan melalui sistem tanya jawab

dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada anggota partai

Gerindra, khususnya pempinan pusat dan juga calon legislatif yang

mantan narapidana kasus korupsi. Pertanyaan yang ditanyakan di

antaranya, proses rekrutmen politik, faktor yang mendorong partai

Gerindra mengusung kadernya yang mantan narapidana kasus korupsi,

dan sebagainya.

b) Dokumentasi

Cara pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan mempelajari

sumber literatur misalnya buku, jurnal, internet dan skripsi, dan

sebagainya yang berhubungan dengan objek yang sedang dikaji.

3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah

analisis deskriptif. Hal tersebut digunakan untuk mengamati permasalahan

secara urut atau sistematis dan juga secara akurat mengenai fakta dan sifat

objek tertentu. Berdasarkan teori rekrutmen dan teori elit politik penelitian

deskriptif menyediakan satu keterangan yang rincimengenai keadaan inti,

setting sosial, atau hubungan.18 Data yang berasal dari wawancara, buku,

17 Juliansyah Noor, Metode Penelitian, hal. 141. 18 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), hal. 27.

Page 31: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

19

jurnal, dan sumber lainnya dijelaskan melalui hubungan antara satu faktor

dengan faktor yang lain. Setelah data dideskripsikan, penulis melaksanakan

penjabaran terhadap hasil yang ada dalam penelitian tersebut.

F. Sistematika Penulisan

Dalam rangka penguraian masalah, peneliti membagi sistematika penulisan ke

dalam lima bagian, yakni:

Bab I, berisi pendahuluan yang di dalamnya memaparkan pernyataan

masalah yang diteliti, pertanyaan masalah, tujuan serta manfaat penelitian,

beberapa tinjauan pustaka, kerangka teori, dan metode penelitian. Metode yang

digunakan peneliti adalah kualitatif, melalui pengumpulan data wawancara dan

observasi, serta teknik analisis data deskriptif terkait.

Bab II, pada bab ini memaparkan mengenai landasan teoretis dan kerangka

berfikir yang menjelaskan pokok permasalahan penelitian ini yaitu tentang proses

politik dalam pencalonan kader. Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori

partai politik yang mencakup fungsi partai, rekrutmen politik dan teori elit politik.

Bab III, pada bab ini peneliti membahas profil partai Gerindra yang di

dalamnya terdapat kemunculan awal partai Gerindra, masalah-masalah yang terkait

pencalonan mantan narapidana kasus korupsi di partai Gerindra.

Bab IV, pada bab ini berisi jawaban dari pertanyaan penelitian.Penulis

memaparkan analisis penulis terhadap inti permasalahan penelitian yakni, proses

politik dalam pencalonan diri menjadi calon anggota legislatif di partai Gerindra

dan faktor yang menyebabkan partai Gerindra mencalonkan mantan narapidana

kasus korupsi di legislatif.

Page 32: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

20

Bab V, dalam bab ini terdapat kesimpulan sebagai inti dari penelitian yang

dilakukan. Pada bab ini juga ada saran untuk penelitian dan pengembangan

akademik lebih lanjut.

Page 33: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

21

BAB II

KERANGKA TEORI

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan pada Bab I bahwa yang

menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses rekrutmen

dalam partai Gerindra dan faktor apa yang melatarbelakangi partai Gerindra

mencalonkan mantan narapidana kasus korupsi di pemilu legislatif, maka pada bab

ini penulis menguraikan pijakan analisis terhadap masalah tersebut melalui

kerangka teori. Untuk itu, penulis mencoba mengkombinasikan antara teori partai

politik, rekrutmen politik, dan elit politik. Penulis mengawali analisis bab ini

dengan teori yang mendukung pembahasan tentang rekrutmen partai Gerindra dan

juga bagaimana petinggi-petinggi di partai Gerindra ikut andil dalam proses

penyaringan kader pada saat rekrutmen terjadi. Selain itu, penulis ini memperdalam

teori elit politik, yakni faktor apa yang melatarbelakangi partai Gerindra

mencalonkan mantan narapidana kasus korupsi pada kontestasi pemilu 2019.

A. Partai Politik

A.1. Pengertian Partai Politik

Partai politik merupakan suatu organisasi ataugrup yang terstruktur yang

kader-kadernya menjunjung tujuan yang sama yakni untuk merenggut kekuasaan

dan kedudukan politik yang didapatkan dengan cara yang sesuai dengan konstitusi

Page 34: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

22

untuk melangsungkan programnya.19 Partai politik ini beranggapan bahwa dengan

membentuk organisasi yang bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai dasar

pemikiran atau wawasan yang sama kemudian pemikiran tersebut bisa diperkuat.

Eksistensi partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi yang

mengedepankan cita-cita dan kepentingan rakyat, melangsungkan pendidikan-

pendidikan politik, sarana rekrutmen yang baik, dan penyelesaian konflik, saat ini

belum melakukan fungsi dengan maksimal. Kebanyakan partai politik yang ada

lebih memperjuangkan kepentingan partai itu sendiri dibandingan dengan

kepentingan atau cita-cita rakyat. Partai politik yang ada dibangun dalam rangka

mempertahankan sirkulasi kekuasaannya, maka dari itu, partai politik penting untuk

melangsungkan rekrutmen kepada anggota dan pimpinan politik guna menegakkan

otoritas yang mereka dapat. Partai politik yang ada sejatinya perlu melaksanakan

prosedur rekrutmen politik yang akan menciptakan aktor-aktor politik yang menjadi

panutan masyarakat, karena mereka mempunyai kualitas yang baik.

A.2. Tujuan Partai Politik

Partai politik dibentuk karena adanya keinginan untuk menjadi penghubung

antara yang memerintah (yang berkuasa) dengan yang diperintah. Adapun tujuan

dibentuknya partai adalah:20 (1) sebagai badan aktualisasi diri bagi warga negara

yang mempunyai kesadaran yang tinggi untuk berperan serta dalam partisipasi

politik; (2) sebagai wadah penyatuan keperluan warga negara; (3) sebagai wadah

berhimpun bagi masyarakat atau kelompok yang memiliki ideologi dan

19 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

2008), hal. 404. 20 A. Rahman. H.I, Sistem Politik di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 102.

Page 35: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

23

kepentingan yang sama; (4) menjunjung harapan politik dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal-hal yang demikian bisa peneliti lihat

bahwa partai politik sangat mengedepankan kepentingan masyarakat tetapi pada

kenyataannya banyak partai politik yang lebih mengedepankan kepentingan

partainya sendiri.

A.3. Fungsi Partai Politik

Menurut Undang-Undang No. 2 tahun 2008, Bab V tentang Tujuan dan

Fungsi Partai pasal 11, partai politik berfungsi sebagai: 21

1. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga

negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia

untuk kesejahteraan masyarakat

3. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam

merumuskan dan menetapkan kebijakan negara

4. Partisipasi politik warga negara Indonesia

5. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme

demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

Dalam Undang-Undang di atas, secara nyata terlihat bahwa partai politik

mempunyai andil besar dalam rangka memajukan demokasi di Indonesia. Partai

politik juga memegang peranan yang penting dalam hal kehidupan bermasyarakat

21 Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 2008, Bab V tentang Tujuan dan Fungsi

Partai Pasal 11, artikel ini dikses pada 22 Desember 2018, dari http://www.dpr.go.id/ dokjdih/

document/ uu/ UU_2008_2.pdf

Page 36: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

24

dan bernegara apabila partai tersebut mampu menerapkan fungsinya dengan

maksimal.

B. Teori Rekrutmen Politik

Mengenai fungsi partai politik yakni, rekrutmen politik, penulis akan

membahasnya lebih dalam. Partai politik juga dibuat agar mampu melaksanakan

fungsinya, salah satu fungsi dari partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen

politik. Untuk kepentingan partai, semua partai pasti menginginkan kader yang baik

dan berkualitas, karena dengan begitu partai mempunyai kesempatan yang besar

untuk mengembangkan potensi partainya. Dengan memiliki kader yang berkualitas,

partai pun akan mudah menentukan orang yang memimpin sendiri dan memiliki

harapan untuk mencalonkan kadernya ke kancah kepemimpinan nasional. Partai

juga mempunyai kewenangan untuk memperluas dan memperbanyak

keanggotaannya.22

B.1. Pengertian Rekrutmen Politik

Ramlan Surbakti dalam buku Memahami Ilmu Politik, mengatakan bahwa

rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan

seseorang bahkan sekelompok orang agar bisa melakukan berbagai kontribusi

dalam sebuah sistem politik dan pemerintahan. Fungsi rekrutmen dalam partai

politik menggambarkan kelanjutan dari fungsi mencari dan melanggengkan

kekuasaan. Peranan ini sangatlah penting bagi kesinambungan sistem politik,

22 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, hal. 408.

Page 37: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

25

karena tanpa elit yang dapat melaksanakan perannya, kelangsungan hidup sistem

politik akan terancam.23

Rekrutmen politik yang merupakan seleksi dan pemilihan atau seleksi

pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah

peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Dari

partai politik ini diharapkan ada proses kaderisasi yang kedepannya bisa

menjalankan tugasnya sesuai dengan jabatan yang mereka emban. Walaupun

seseorang di sini diberikan peluang yang sama untuk mencapai derajat tertentu,

tetapi ada wewenang bagaimana cara seseorang tersebut menggapai hal yang

demikian melalui peraturan yang ada. Dengan adanya partai politik, maka individu

tersebut akan lebih mudah untuk memperoleh keinginannya dalam bidang politik.24

Seperti fungsi partai politik, yakni, sebagai sarana rekrutmen politik, fungsi

ini erat kaitannya dengan persoalan seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan

internal partai maupun kepemimpinan nasional yang cakupannya lebih luas. Setiap

partai membutuhkan anggota yang mempunyai kemampuan yang kompeten, karena

hanya dengan kader yang demikian tersebut, ia akan menjadi partai memiliki

peluang yang besar untuk mengembangkan diri. Partai politik yang ada

berkepentingan untuk memperluas atau memperbanyak keanggotaannya. Maka ia

pun berusaha menarik sebanyak-banyaknya orang untuk ikut serta dalam

23 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Grasindo, Cet. 1 1992), hal. 150-

151. 24 Imam Yudhi Prasetya, “Pergeseran Peran Ideologi dalam Partai Politik”, (Jurnal Ilmu

Politik dan Ilmu Pemerintahan, Volume 01, Nomor 01, 2011, http://fisip.umrah.ac.id), hal. 33.

Page 38: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

26

keanggotannya. Rekrutmen politik menjamin kelangsungan dan kelestarian partai,

sekaligus metode untuk bisa memperoleh dan melatih calon-calon pemimpin.25

Melihat dari fungsi partai politik di atas, yakni rekrutmen politik, partai politik

diharapkan menjelma menjadi fasilitator individu-individu dalam rangka pengisian

jabatan publik karena salah satu tugas utama dalam rekrutmen politik adalah

bagaimana partai politik ini menghadirkan aktornya yang berbobot untuk duduk di

partainya dan juga dalam pemerintahan.26 Dalam setiap organisasi, seperti partai

politik, pastinya kehadiran anggota merupakan sumber dukungan yang utama.

Anggota atau elemen yang ada di partai ini nantinya akan menyebarluaskan

platform dan program partai kepada rakyat serta akan menjadi jembatan

penghubung antara rakyat dengan pemerintah, seperti salah satu fungsi partai

politik yang ada. Pola rekrutmen yang baik sangatlah penting diterapkan di dalam

partai agar kedepannya partai yang ada memiliki kader yang berkualitas yang bisa

menyuarakan aspirasi rakyat.

Mendapatkan sumber daya manusia yang baik perlu dimulai dari sistem

rekrutmen. Dalam struktur dan sistem politik, organisasi partai politiklah yang

paling berperan dan mempunyai tanggung jawab dalam memunculkan pemimpin

yang berkualitas.Untuk itu, dalam tubuh partai politik perlu dikembangkan sistem

rekrutmen, seleksi, dan kaderisasi politik. Dengan adanya hal tersebut, akan dapat

diseleksi kesesuaian antara karakteristik kandidat dengan sistem nilai dan ideologi

25 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, hal. 408-409. 26 Agus Pramono, Elit Politik yang Loyo dan Harapan Masa Depan, (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 2005), hal. 30.

Page 39: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

27

partai politiknya. Orang yang mempunyai tatanan nilai dan ideologi yang sama

serta mempunyai kemampuan untuk berkembanglah yang perlu direkrut.27

Almond dan Powel menegaskan bahwa partai politik melakukan seleksi

kepada orang-orang yang mempunyai kemampuan atau orang-orang pilihan untuk

memuat bagian tertentu dan kemudian memotivasi mereka untuk bertindak dalam

kondisi kepentingan dan ketentuan partai politik yang bersangkutan. Rekrutmen

politik merupakan hal yang sangat esensial bagi keberlangsungan sistem politik,

sebab tanpa elit yang dapat melaksanakan perananya, kelangsungan hidup sistem

politik akan terancam.28

B.2. Bentuk-Bentuk Rekrutmen

Rekrutmen politik mempunyai keserupaan yang tidak terbatas, tetapi pada

dasarnya terdapat dua macam rekrutmen yaitu penyaringan umum dan kriteria

partikularistik.Seleksi yang berperan dalam sistem politik yang didasarkan

kemampuan dan kinerja yang dibuktikan melalui tes atau prestasi adalah kriteria

seleksi umum.Sedangkan yang bersifat primordial yang didasarkan pada faktor-

faktor seperti SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan) adalah kriteria seleksi

partikularistik.29 Bahwa partai politik yang ada seharusnya bisa melaksanakan

prosedur rekrutmen politik yang berkualitas sehingga memunculkan aktor politik

yang bermutu. Melalui rekrutmen politik, akan terus ada orang-orang yang berperan

27 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di

Era Demokrasi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), hal. 70. 28 Syamsuddin Haris (editor), Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai: Proses

Nominasi dan Seleksi Calon Legislatif Pemilu 2004, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005),

hal 143-144. 29 Hesel Nogi Tangkilisan, Kebijakan Publik yang Membumi, (Yogyakarta: Yayasan

Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2003), hal. 188-189.

Page 40: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

28

melanjutkan sistem di dalam partainya. Partai politik memiliki kontribusi yang

besar dengan melakukan pemilihan secara selektif terhadap kader-kadernya yang

akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang kredibel.

B.3. Pengertian Kader

Kader dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan orang yang

diharapkan akan memegang peranan yang sangat penting dalam sebuah sistem

pemerintahan, partai, dan sebagainya.30 Kader di dalam partai juga bisa disebut

sebagai anggota. Kader-kader dari partai inilah yang nantinya menjadikan cerminan

dari partai politik. Sangat penting mengemukakan personalitas sebuah partai di

zaman modern ini. Karena, dari merekalah kebijakan tentang masa depan bangsa

terarah ke jalan yang lebih baik. Mereka yang dicalonkan oleh partai untuk

menduduki jabatan publik perlu melakukan beberapa tes kapabilitas yang nantinya

akan menentukan kualitas elit politik itu.

Dalam rangka menjalankan partai politik ke tujuan yang positif untuk

kepentingan rakyat, maka diperlukan tata cara kaderisasi yang baik di dalam partai.

Kaderisasi yang dimaksud adalah menyaring calon pemimpin yang menghuni dan

mempunyai kemampuan kebangsaan yang mapan. Mekanisme kaderisasi partai

biasanya hanya di dasarkan pada tahapan karir yang tidak mempunyai rasionalitas

yang jelas. Selanjutnya, partai dipenuhi oleh kader yang tidak menghuni. Partai

dipenuhi orang-orang yang lebih banyak mengejar posisi dan menjadikan partai

sebagai tempat “cari uang” ketimbang tempat untuk menyalurkan idealisme

30 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 02 Februari 2019 dari https://kbbi.

kemdikbud.go.id.

Page 41: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

29

kebangsaan. Tanpa sistem kaderisasi yang baik, maka bukan hanya arah

perkembangan bangsa yang akan tergadaikan oleh elite yang tidak mempunyai

kemampuan, tetapi juga moral bangsa akan runtuh. Mereka yang tidak mampu

memerikan sumbangsihnya, harus diberikan sanski dengan mengeluarkannya

secara tegas dari proses kaderisasi partai itu sendiri.31

B.4. Rekrutmen Partai Politik di Indonesia

Partai merupakan jalan masuk untuk menjadi anggota dewan. Sistem

rekrutmen dan sistem kaderisasi partai politik yang terukur mendefinisikan mutu

kader partai yang kedepannya akan dipublikasikan menjadi anggota dewan.

Kualitas anggota dewan ditentukan oleh kualitas partai politik itu sendiri. Partai

politik mempunyai tempat yang eksklusif sebagai instrumen paling penting untuk

mencetak kader yang baik dari pola rekrutmen.32

Sistem transparan yang menyediakan jalan masuk ke semua anggota yang

mempunyai potensi penting adanya dalam sistem pengaderan. Sistem persaingan

yang sehat dan transparan dalam badan partai politik penting untuk diutamakan.

Anggota partai dan calon pemimpin harus dibiasakan dengan sistem persaingan

yang sehat dan transparan, karena dengan kompetisi yang terbebas dari korupsi,

kolusi dan nepotisme ini, rekrutmen dalam partai akan melahirkan calon pemimpin

yang berkualitas tinggi.33

31 Firman Subagyo, Menata Partai Politik: Dalam Arus Demokratisasi Indonesia, (Jakarta:

RMBOOKS PT. Wahana Semesta Intermedia, 2009), hal. 108-109. 32 Valina Singka Subekti, Dinamika Konsolidasi Demokrasi: Dari Ide Pembaharuan

Sistem Politik Hingga ke Praktik Pemerintaha Demokratis, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2015), hal. 95. 33 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di

Era Demokrasi, hal. 71.

Page 42: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

30

Partai politik saat ini cenderung sulit untuk mengumpulkan dana yang berasal

dari iuran anggota partainya. Akibatnya, fungsi partai politik telah berubah yang

tadinya organisasi politik yang berfungsi dalam rekrutmen politik dan selanjutnya

mengkaderkan para politisi, sekarang berubah menjelma sebagai penyedia “tiket”

bagi aktor-aktor yang memiliki dana yang besar untuk menjadi pemimpin. Proses

rekrutmen politik belum berjalan sebagaimana mestinya yang dapat dilihat dari

pemilihan kader yang tidak objektif.34 Proses yang dilakukan pun tidak lagi

mengedepankan kebutuhan masyarakat, melainkan untuk menyanggupi kebutuhan

pribadi maupun kelompok. Hal-hal yang demikian sangat disayangkan, hal tersebut

bisa membuat prosedur seperti, penyediaan, dan penyaringan kandidat atau kader

politik berjalan tidak sebagaimana mestinya. Penentuan calon legislatif dengan

sistem pemilu harusnya tidak karena mengedepankan popularitas dan kapasitas

materi si calon, tetapi calon tersebut mempunyai track record sebagai anggota

partai yang mapan sehingga mampu menginterpretasikan perannya sebagai anggota

dewan yang terhormat.

Lemahnya pola rekrutmen politik telah mengakibatkan negeri ini sering

kecolongan dengan banyaknya pejabat dan politisi, baik di ranah pusat maupun

daerah-daerah, yang belum memehuni standar, kapabilitas, baik dalam makna

kemampuan teknis, administratf hingga ke moral. Seharusnya, partai merasa malu

terhadap para rekrutannya yang bekerja bahkan berkedudukan di bawah standar

34 Muhadam Labolo, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia: Teori,

Konsep, dan Isu Strategis, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), hal. 197-199.

Page 43: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

31

kepatutan. Ke depan, partai politik harus lebih giat lagi dalam membenahi pola

rekrutmen dan kaderisasi.35

C. Teori Elit Politik

C.1. Sejarah Elit Politik

Konsep dasar teori elit yang lahir di Eropa mengemukakan di dalam

kelompok penguasa (the rulling class) selain ada elit yang berkuasa ada juga elit

tandingan, yang mendapatkan kekuasaan melalui massa jika elit yang berkuasa

kehilangan kemampuannya untuk memerintah. Dalam hal tersebut, publik

mempunyai otoritas jarak jauh atas elit yang berkuasa, namun lantaran mereka tidak

begitu peduli atas permainan kekuasaan, maka tidak bisa diharapkan mereka akan

menggunakan pengaruhnya. Selanjutnya, apa yang mendorong elit politik untuk

ikut andil dalam politik, adalah karena elit politik (senantiasa) mempunyai “hasrat”

yang tidak dapat dihindarkan, yakni mendapatkan kekuasaan. Bahwa di belakang

teori kelompok, dan elit, kekuasaan merupakan target penting. Tujuan politiklah

yang membawa dan menggerakan individu untuk membentuk kelompok-kelompok

serta mengaktualisasikan dirinya di dalam kelompok tersebut.36

Teori elit politik awalnya hadir dari pada ilmuan sosial Amerika tahun 1950-

an, seperti, Schumpeter (ekonom), Laswell (ilmuan politik), dan C. Wright Mills

(sosiolog). Mereka melacak tulisan dari pemikir Eropa masa awal lahirnya

Fasisme, yakni Vilfredo Pareto dan Gaetano Mosca (Italia), Robert Michels

35 Firman Noor, Quo Vadis Demokrasi Kita: Sebuah Respon terhadap Konsolidasi

Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: RMBOOKS PT. Wahana Semesta Intermedia, Cet. 1 2015), hal.

160. 36 SP. Varma, Teori Politik Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 197-

199.

Page 44: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

32

(Jerman), dan Jose Ortega Y. (Spanyol). Tokoh pertama, yakni Pareto, percaya

bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang memiliki

nilai yang dibutuhkan untuk kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik

yang cukup. Pareto pun menaruh masyarakat terdiri dari dua kelas: (1) lapisan atas,

yakni elit, yang di dalamnya ada elit yang memerintah (governing elite) dan elit

yang tidak diperintah (non-governing elite). (2) lapisan yang lebih rendah, yaitu

non-elit. Ia lebih memfokuskan kajiannya terhadap elit yang memerintah, karena

mereka dapat menyatukan kekuasaan dengan kelicikan.37

Di samping Pareto, ada pula Gaetano Mosca, menurutnya, dalam setiap

masyarakat, dari yang paling giat mengembangkan diri hingga masyarakat yang

paling maju dan kuat, selalu muncul dua kelas dalam masyarakat, yakni, kelas yang

memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang mempunyai kuasa atau yang

memerintah, jumlahnya lebih sedikit, memegang semua fungsi politik, memonopoli

kekuasaan, dan menikmati keuntungan yang didapat dari kekuasaan. Sedangkan,

kelas yang diperintah, biasanya jumlahnya lebih banyak, mereka dikontrol oleh

kelas yang pertama. Kenyatannya bahwa kebijakan kelas penguasa, meskipun

dibuat sesuai kepentingannya sendiri, dikemukakan dengan cara sebaliknya, yakni

dengan maksud memberikan kepuasan dan hukum yang terkemas di dalamnya.38

Azas umum yang dianut oleh Pareto dan Mosca tentang elit mempunyai

kesamaan, yakni, elit ini mengatur sendiri kelangsungan hidupnya (self

perpetuaing) dan keanggotaannya berasal dari lapisan masyarakat yang terbatas.

37 SP. Varma, Teori Politik Modern, hal. 199-200. 38 SP. Varma, Teori Politik Modern, hal. 202-204.

Page 45: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

33

Pemimpin selalu menentukan sendiri penerusnya dari kelas istimewa yang semata-

mata terdiri dari beberapa orang. Kelompok elit juga bersifat otonom, kebal akan

gugatan dari siapapun di luar kalangannya tentang ketentuan yang dibuatnya.

Permasalahan politik sangat esensial diselesaikan berdasarkan kepentingan

kelompok.39

Dapat diambil kesimpulan bahwa, elit merupakan kelompok terorganisir yang

mempunyai otoritas politik. Bahwa konsep elit merujuk pada kelompok yang

memiliki kedudukan utama atau yang paling dominan dalam sebuah sistem yang

mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam

dinamika partai politik, elit ini memiliki kewenangandalam memutuskantujuan dan

kebijakan partai.

C.2. Elit di Indonesia

Di dalam era reformasi ini, partai politik menjadi lembaga yang sangat

dibutuhkan, mengingat partai politik diyakini sebagai perangkat yang penting bagi

kemajuan demokrasi Indonesia di masa kini. Semua pihak sepakat bahwa

demokrasi akan semakin baik apabila partai politik profesional dan akuntabel. Hal

tersebut merupakan tantangan yang cukup berat yang harus disikapi bersama oleh

semua komponen bangsa mengingat keberadaan partai politik yang demokratis,

profesional, dan akuntabel menjadi kebutuhan masyarakat saat ini.

Membahas mengenai elit, secara teoretis, hubungan pemilihan umum dengan

pergerakan elit bisa dilihat dari proses mobilitas kaum elit atau non-elit dalam

39 Mochtar Mas’oed dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2008), hal. 97

Page 46: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

34

menempuh jalan untuk menduduki elit penguasa. Jalan tersebut adalah institusi atau

lembaga politik, pemerintahan, dan lembaga masyarakat, misalnya, DPR, DPRD,

partai politik, dan lainnya yang berfungsi sebagai jalan untuk terlibat dalam

keanggotaan atau institusi nasional tadi. Dalam kaitannya, pemilu merupakan cara

langsung guna memanfaatkan jalan menuju tempat elit penguasa. Selain itu, ada

pula cara tidak langsung, yakni dengan pengangkatan. Artinya, pemilu memiliki

peran secara tidak langsung sebagai jalan yang digunakan guna menjadi elit

penguasa. Maksudnya adalah, pengangkatan digunakan sebagai jalan pelengkap

bagi pemilu. Selain itu, dikenal juga pengangkatan sebagai upaya memanfaatkan

jalan menjadi elit yang tidak berhubungan dengan pemilu.40

Dalam konteks Indonesia, kelompok elit merupakan kalangan yang

mempunyai kontrol dalam hal pembuatan keputusan politik. Mereka biasanya lebih

mudah mencapai kekuasaan serta berkompetisi dalam memperebutkan kekuasaan.

Kelompok elit adalah sekelompok individu yang mempunyai kualitas terbaik dan

mampu mencapai pusat kekuasaan sosial politik. Setiap elit yang memerintah hanya

bisa menetap jika secara kontinuitas mendapatkan dukungan dari masyarakat

bawah.41

Di dalam partai, ideologi harus dijadikan landasan dalam melakukan kerja

politik yang menyangkut berbagai hal, tetapi di banyak kasus, ideologi hanya

menjadi aksesoris dalam partai politik, ideologi yang ada dikalahkan oleh

kepentingan elit-elit politik dalam menggapai kepentingan pribadi. Hal ini dapat

40 Syamsuddin Haris, Arbi Sanit, dkk, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru: Sebuah

Bunga Rampai, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hal. 118. 41 Alim Bathoro, Perangkap Dinasti Politik dalam Konsolidasi Demokrasi, (Jurnal FISIP

Umrah, Volume 02 Nomor 02, 2011, ejournal.umrah.ac.id), hal. 117-118.

Page 47: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

35

dilihat dari banyaknya elit partai politik yang tidak mencerminkan ideologi

partainya, baik dari tindak asusila, kebijakan yang bertentangan dengan idoelogi

partai ketika ia menjadi pejabat, dan yang paling banyak adalah tindakan korupsi.42

Kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh elit politik bukan merupakan

gambaran kehendak rakyat, dan juga bukan tuntutan yang diajukan rakyat, tetapi

lebih kepada kepentingan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh golongan elit

tersebut.43 Sama seperti di Indonesia, elit politik dalam partai mempunyai pengaruh

besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Tidak adanya distribusi

kekuasaan secara merata sehingga menimbulkan orang-orang yang sama yang

mempunyai kuasa atas segala hal yang ada di dalam partai. Dalam hal ini elit partai

masuk kepada ketentuan partai dan menentukan kebijakan partai karena

mempunyai kelebihan, misalnya mempunyai kuasa akan hal-hal tertentu.

Elit partai politik juga menjadi ciri khas kehidupan politik Indonesia di era

multipartai saat ini. Dominasi kekuasaan partai politik masih sangat kental ada di

tangan segelintir orang kuat. Kewenangan partai bertumpuk pada kekuasaan elit

partai, sehingga tidak mudah untuk mengaplikasikan sistem otonomi kepartaian.

Kuatnya otoritas elit di partai politik berdampak pada proses politik internal partai

karena kebijakan strategis partai seringkali dirampung segelintir elit. Kenyataan

politik diatas sudah disinyalir Robert Michels tentang hukum besi oligarki (iron law

42 Imam Yudhi Prasetya, “Pergeseran peran Ideologi dalam Partai Politik”, (Jurnal Ilmu

Politik dan Ilmu Pemerintahan, Volume 01, Nomor 01, 2011, http://fisip.umrah.ac.id), hal. 40. 43 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik., hal. 76.

Page 48: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

36

of oligarchy), bahwasannya di dalam institusi partai politik, pada kenyatannya

semata-mata dikuasai oleh segelintir elit.44

Sumber daya yang dimiliki oleh segelintir elit dalam partai politik

memberikan dampak terhadap pemfokusan kekuasaan dan pengaruh pada elit

tersebut. Yakni, dengan adanya sumber daya yang dimiliki, mereka mempunyai

akses dan dapat dengan mudahnya melakukan tindakan sesuai yang mereka

inginkan, termasuk mendesak apabila terdapat pihak yang tidak mengikuti aturan

atau tidak sependapat dengan apa yang ia inginkan, membuat dan mengontrol

terhadap kebijakan-kebijakan yang ada. Di Indonesia sendiri, orang-orang yang

duduk di struktur atas partai memiliki posisi yang strategis dan penting dalam

menentukan arah kebijakan partai, baik itu untuk kepentingan ideologis dan visi

partai atau hanya untuk kepentingan jangka pendek, atau juga kepentingan

pribadi.45

44 Hanta Yuda, Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi, Studi tentang

Kombinasi Sistem Presidensial dan Multipartai di Indonesia Era Pemerintahan Susilo Bambang

Yudhoyono, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hal. 122. 45 Herri Junius Nge, “Oligarki Partai dalam Rekrutmrn Calon Kepala Daerah: Studi Kasus

Munculnya Calon Tunggal pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Landak Tahun 2017”, (Jurnal

Academia Praja, Volume 01 Nomor 1, 2016, ejournal.fisip.unjani.ac.id), hal. 73.

Page 49: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

37

BAB III

PROFIL DAN DINAMIKA REKRUTMEN POLITIK PARTAI GERINDRA

Berdasarkan pembahasan kerangka teori pada bab II yang meliputi teori partai

politik, rekrutmen politik, dan elit politik sebagai pijakan analisis dalam masalah

penelitian ini, maka pada bab ini menjelaskan gambaran umum tentang partai

Gerindra sebagai partai yang menjadi objek penelitian ini sebagai pintu masuk

untuk melihat secara lebih detail mekanisme rekrutmen yang ada di dalamnya.

Berdasarkan batasan masalah, penulis membatasi kajian dalam bab ini pada seputar

dinamika partai Gerindra sejak awal berdirinya sebagai partai yang selalu terlibat

dalam kontestasi presiden maupun wakil presiden.

A. Partai Gerindra

A.1. Sejarah Partai Gerindra

Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra, didirikan pada 6 Februari 2008.

Latar belakang pendirian Partai Gerindra adalah berangkat dari rasa keprihatinan,

yakni untuk mengangkat rakyat dari kemelaratan akibat permainan beberapa orang

yang acuh pada kesejahteraan. Pada November 2007, intelektual muda, yakni, Fadli

Zon dan seorang pengusana, Hashim Djojohadikusumo membahas mengenai

politik yang terjadi pada saat itu yang jauh dari nilai-nilai demokrasi yang

sesungguhnya. Demokrasi pada saat itu dikuasi oleh orang-orang yang tidak

bertanggung jawab dan memiliki modal besar. Akibatnya, masyarakat menjadi alat.

Bahkan, siapapun yang tidak mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik, mereka

akan dengan gampangnnya menjadi korban. Pembentukan partai Gerindra pun

Page 50: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

38

terbilang mendesak, karena pada saat itu berdekatan dengan waktu pendaftaran

pemilihan umum, yaitu pada 6 Februari 2008. Dalam deklarasi tersebut, tercantum

visi, misi, dan manifesto perjuangan partai, yakni, terbentuknya tatanan masyarakat

Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil, dan makmur, serta

beradab dan berketuhanan yang berlandaskan pada Pancasila sebagaimana

tercantum pada pembukaan UUD NRI tahun 1945.46

Partai Gerindra merupakan salah satu partai yang mengikuti kontestasi pemilu

di 2019. Selain itu, partai Gerindra juga mengusung salah satu calon presiden 2019,

yakni Prabowo Subianto. Memang sejak di deklarasikan tahun 2008, partai

Gerindra sulit dilepaskan dari sosok Pak Prabowo. Eksistensi politik sosok Prabowo

merupakan poros kekuatan partai yang juga ikut memutuskan posisi partai di tengah

kontestasi politik. Selain itu, Prabowo juga menempati posisi penting dalam

struktur Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Kontak Tani Nelayan

Andalan (KTNA). Dua organisasi tersebut menjadi mosal sosial politik Gerindra

yang tidak dapat diabaikan, apalagi, beberapa elit pendiri partai politik berakar dari

HKTI tadi, yakni mantan ketua HKTI DIY, Suhardi yang menjadi ketua umum

Gerindra dan mantan sekjen HKTI, Fadli Zon yang menjadi wakil ketua umum

Geindra pada saat itu.47

46 Sejarah Partai Gerindra, artikel ini diakses pada pada 19 Januari 2019 dari

http://partaigerindra.or.id/ sejarah-partai-gerindra. 47 Bestian Nainggolan, dll dalam Kompas Pedia, Partai Politik Indonesia 1999-2019:

Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2016), hal. 132.

Page 51: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

39

A. 2. Ideologi, Strategi, dan Program Partai Gerindra

Gerindra memperlihatkan figur partai yang mempunyai pandangan

kebangsaan dalam bingkai NKRI. Dalam anggaran dasar pendirian partai, Gerindra

mengemukakan jati diri partainya adalah kebangsaan, kerakyatan, religius, dan

keadilan sosial. Secara substansial, Gerindra mengembangkan pokok perjuangan

yang mencakup bidang politik, ekonomi, kesejahteraanrakyat, hukum dan HAM,

otonomi daerah, agama, dan sebagainya. Sejauh ini, dapat dikatakan platform

politik dan ekonomi lah yang paling dominan. Terkait dengan konteks demokrasi,

Gerindra mengedepankan kemakmuran rakyat alih-alih gelombang politik yang

menjurus ke arah liberalisasi. Dalam konteks tersebut, Gerindra memperkenalkan

cita-cita yang baru yang mengoreksi beberapa sistem yang terlanjut mapan, yakni

meliputi bidang politik, ekonomi, pemberantasan korupsi, politik luar negeri, serta

pertahanan dan keamanan.48

Partai Gerindra lahir untuk mencanangkan transformasi bagi kesejahteraan

rakyat Indonesia. Partai Gerindra menyosialisasikan perjuangan, yakni pro terhadap

rakyat kecil. Partai Gerindra lahir untuk mengangkat terobosan baru untuk

mengubah kekeliruan sistem ekonomi yang pada saat itu sangat kapitalistik.

Perjuangan yang dibawa partai Gerindra pada intinya adalah memperbaiki

perekonomian masyarakat Indonesia.Selain berfokus pada perekonomian dan

keadilan, partai Gerindra juga berkomitmen untuk memperbaiki sistem hukum di

Indonesia. Hukum mesti dijadikan sebagai garda terdepan dalam menjalankan roda

48 Bestian Nainggolan, dll dalam Kompas Pedia, Partai Politik Indonesia 1999-2019:

Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, hal. 134-135.

Page 52: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

40

pemerintahan. Dalam penegakannya, hukum tidak boleh tebang pilih dan

penegakannya harus dilakukan secara tegas agar menciptakan keadilan dan

kepastian hukum. Selanjutnya, hukum juga perlu dilaksanakan oleh para penegak

hukum yang bersih agar tidak mengakibatkan penyelewengan hukum.49

Penegak hukum yang bersih akan menghasilkan produk hukum yang akan

menjadi penunjang keadilan dan kepastian hukum di Indonesia. Dalam konteks

legislatif, maka anggota parlemen yang bersih akan menghasilkan produk hukum

berupa undang-undang yang akan menjadi penunjangnya. Maka dari itu, penting

bagi partai Gerindra untuk mengusung kader-kadernya yang bersih untuk maju ke

parlemen agar tercapainya komitmen dalam memperbaiki sistem hukum di

Indonesia.

A.3. Visi dan Misi Partai Gerindra

Keberadaan partai Gerindra dalam pentas politik nasional mempunyai visi

“menjadi partai politik yang mampu menciptakan kesejahteraan rakyat, keadilan

sosial, dan tatanan politik negara yang melandaskan diri pada nilai-nilai

nasionalisme dan religiusitas dalam wadah negara kesatuan republik Indonesia”50,

hal tersebut mencerminkan bahwa partai Gerindra ini memimpikan sebuah negara

yang makmur dan sejahtera. Dua hal tersebut tentu saja mungkin untuk dicapai oleh

suatu negara. Ada beberapa aspek yang harus dipenuhi agar terciptanya sebuah

negara yang makmur dan sejahtera, salah satunya adalah institusi-instutusi negara

49 Inke Suharni, “Humas dalam Kampanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi

Pemilu 2009”, (Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2009), hal. 51. 50 Visi dan Misi Partai Gerindra dalam Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia

Raya, artikel ini diakses pada pada 19 Januari 2019 dari http://partaigerindra.or.id/ sejarah-partai-

gerindra.

Page 53: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

41

yang bebas dari korupsi. Dengan kata lain, salah satu indikator untuk mencapai visi

partai Gerindra adalah terciptanya pemerintahan yang bersih dari segala macam

parktik korupsi.

Selain itu, dalam mewujudkan visi tersebut, Gerindra mengemban lima misi,

yakni:51

1. Mempertahankan kedaulatan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada

tanggal 18 Agustus 1945.

2. Mendorong pembangunan nasional yang menitikberatkan pada pembangunan

ekonomi kerakyatan, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pemerataan

hasil-hasil pembangunan bagi seluruh warga bangsa dengan senantiasa berpegang

teguh pada kemampuan sendiri.

3. Membentuk tatanan sosial dan politik masyarakat yang kondusif untuk

mewujudkan kedaulatan rakyat dan kesejahteraan rakyat.

4. Menegakkan supremasi hukum dengan mengedepankan azas praduga tak bersalah

dan persamaan hak di hadapan hukum serta melindungi seluruh warga Negara

Indonesia secara berkeadilan tanpa memandang suku, agama, ras dan/atau latar

belakang golongan.

5. Merebut kekuasaan pemerintahan secara konstitusional melalui Pemilu Legislatif,

Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala Daerah untuk menciptakan lapisan

kepemimpinan nasional yang kuat dan bersih disetiap tingkat pemerintahan.

51 Bestian Nainggolan, dll dalam Kompas Pedia, Partai Politik Indonesia 1999-2019:

Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, hal. 134.

Page 54: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

42

B. Rekam Jejak Partai Gerindra di Pemilihan Legislatif

Demokrasi lahir lebih dulu dibandingkan partai politik, tetapi, dalam sebuah

sistem politik, partai politik kehadirannya sangatlah penting. Partai politik dan

pemilihan umum bagai saudara kembar yang tidak dapat dipisahkan. Partai politik

menjelma sebagai lembaga dari demokrasi itu sendiri, sedangkan pemilihan umum

adalah instrumen sah bagi pelaksanaan demokrasi.

Perkembangan partai politik di Indonesia relatif aktif, terutama setelah

reformasi. Jika pada orde baru partai politik hanya sebatas pada tiga partai, di zaman

reformasi, gelombang pendirian partai tidak bisa dihindarkan. Partai politik

merupakan bentuk hubungan antara pemerintah dengan rakyat, juga alat yang sah

bagi setiap orang maupun kelompok untuk mendapatkan kekuasaan.

Partai politik, politisi, dan korupsi nampaknya terlihat sangat dekat, melekat

erat. Bahwa korupsi biasanya merupakan penggalan berarti dari kehidupan politisi.

Tidak salah apabila ada yang beranggapan bahwa KPK tidak akan pernah berhenti

mengungkap kasus mereka, hanya saja tinggal soal waktu yang menjawabnya.

Meski sudah banyak yang menjadi tersangka, para politisi tidak sama sekali jera

dan terus melakukannya, mumpung mereka sedang mempunyai jabatan dan

mempunyai kehendak atas berbagai hal.52

Jumlah koruptor terbesar berasal dari kalangan anggota DPR RI, maupun

DPRD, di mana posisi kedua diduduki oleh aparat pejabat menengah pemerintah

daerah, dan pihak swasta berada di posisi selanjutnya. ICW merilis bahwa sebanyak

48 calon anggota legislatif tahun 2014-2019 tersangkut perkara korupsi. Dari 48

52 Nusa Putra, Politik Kekuasaan dan Korupsi, (Jakarta: Murai Kencana, 2015), hal. 11

Page 55: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

43

orang yang tersandung kasus korupsi, 26 orang akan menjabat sebagai anggota

DPRD Kabupaten/Kota, 17 orang akan menjadi anggota DPRD Provinsi, dan 5

orang yang lainnya akan dilantik sebagai anggota DPR RI. Sedangkan berdasarkan

status hukum, sebanyak 32 orang berstatus tersangka korupsi, 15 orang terdakwa

dan satu orang merupakan terpidana.53

Memasuki tahun 2019, partai Gerindra pun memasuki tahun ke sebelas

semenjak partai ini didirikan pada tahun 2008. Partai ini telah mengikuti pemilihan

legislatif sebanyak 2 masa pemilihan. Pada masa pemilihan legislatif tahun 2009,

partai Gerindra berhasil 26 kursi di parlemen. Hasil tersebut dicapai setelah

mendapatkan 4,46% suara dan menempati urutan ke 8 di antara partai lainnya.54 Di

masa pemilihan legislatif selanjutnya, partai Gerindra mengalami peningkatan yang

cukup pesat. Partai ini menempati urutan ke 3 dengan mendapatkan 11,81% suara.55

Hasil tersebut mengantarkan partai Gerindra mendapatkan 73 kursi DPR RI.

Peningkatan suara tersebut mengindikasikan peningkatan kepercayaan massa pada

partai Gerindra. Pun begitu, dalam hal pengusungan kader mantan koruptor, partai

Gerindra mempunyai beberapa catatan yang buruk. Penulis menemukan bahwa

setidaknya terdapat beberapa kader Gerindra yang diusung oleh partai ini walaupun

telah menyandang mantan narapidana korupsi di masa lalu. Mereka adalah M.

Taufik, John Ibo, dan Vonnie Anneke Panambunan.

53 Nusa Putra, Politik Kekuasaan dan Korupsi, hal. 13 54 Kompas, “Inilah Hasil Akhir Perolehan Suara Nasional Pemilu”, artikel ini diakses pada

30 Januari 2019, dari https://nasional.kompas.com/read/2009/05/09/22401496/inilah.hasil.

akhir.perolehan.suara.nasional.pemilu. 55 Kompas, “Disahkan KPU, Ini Perolehan Suara Legislatif 2014”, artikel ini diakses pada

30 Januari 2019, dari https://nasional.kompas.com /read/ 2014/ 05/ 09/ 2357075/

Disahkan.KPU.Ini.Perolehan.Suara.Pemilu.Legislatif.2014.

Page 56: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

44

Kader Gerindra pertama yang maju melalui partai Gerindra menuju parlemen

adalah M. Taufik. Beliau terjerat kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga

Pemilu 2004 yang menuntun dirinya pada vonis 18 bulan penjara pada 27 April

2004.56 Setelah bebas dari penjara, mantan ketua KPUD DKI Jakarta ini bergabung

dengan partai Gerindra pada 2008. Mantan terpidana korupsi ini lalu menjadi wakil

ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 melalui partai tersebut. Dalam

pemilihan legislatif 2019, partai Gerindra kembali mengusungkan dirinya di DPRD

DKI Jakarta. Partai yang diketuai Prabowo ini tetap mempertahankan M. Taufik

walaupun dia adalah mantan koruptor.57 Dari kasus M. Taufik, dapat nilai rekam

jejak partai Gerindra. M. Taufik masuk penjara pada 2004, maka dia telah

menyandang status mantan koruptor ketika bergabung dengan Gerindra dan maju

di Pileg 2014. Dua proses dari partai Gerindra terhitung telah meloloskan M. Taufik

yang telah menyandang label mantan koruptor, yaitu proses pengkaderan dan

penyalonan kader untuk maju di pemilihan legislatif. Hal ini mengindikasikan

bahwa partai Gerindra tidak mengindahkan nilai-nilai perjuangan partai Gerindra.

Kader kedua Gerindra yang diusung walaupun mempunyai predikat sebagai

mantan koruptor adalah John Ibo. Pada tanggal 9 Januari 2013 Ketua Dewan

Perwakilan Rakyat Papua John Ibo divonis satu tahun 10 bulan setelah didakwa

atas korupsi dana APBD tahun 2006/2007 sebesar Rp 5,2 milliar yang ia gunakan

56 Kompas, “Pernah dibui, Taufik tak Setuju Mantan Narapidana Korupsi Dilarang

Nyaleg”, artikel ini diakses pada 30 Januari 2019, dari https:// megapolitan.kompas.com/ read/

2018/ 05/ 24/ 10460441/pernah-dibui-taufik-tak-sejutu-mantan-napi-korupsi-dilarang-nyaleg. 57 Kompas, Coret Lima Bakal Calon Eks Koruptor, tetapi Pertahankan M. Taufik, Apa

Alasannya?”, artikel ini diakses pada 31 Januari 2019, dari https:// nasional.kompas.com/

read/2018/09/21/16230451/coret-5-bakal-caleg-eks-koruptor-tetapi-pertahankan-m-taufik-apa-

alasan.

Page 57: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

45

untuk membangun tiga rumah pribadi yang seharusnya dana tersebut digunakan

untuk pembangunan rumah tinggal ketua DPR Papua.58

Hal di atas membuat John Ibo dipecat sebagai ketua DPRP namun begitu,

setelah bebas, John Ibo langsung mencalonkan diri menjadi calon legislatif lagi.

Walaupun telah didakwa sebagai koruptor, partai Gerindra tidak mencoret nama

John Ibo dari kader yang mereka usung sebagai calon legislatif. Hal tersebut

terbukti ketika John Ibo terpilih menjadi anggota legislatif DPR Papua dan dilantik

pada Oktober 2014.59

Setelah John Ibo ada nama Vonnie Anneke Panambuan. Nama tersebut adalah

bupati Minahasa Utara yang sudah menjabat dari 2016 lalu. Ini adalah kali kedua

bagi Vonnie Anneke Panambuan duduk di jabatan tersebut setelah pada tahun 2005

hingga 2008 dia menjabat di jabatan yang sama. Lalu, Vonnie Anneke Panambuan

maju dalam pileg 2014 melalui partai Gerindra dengan nomor urut 3 di daerah

pemilihan Sulawesi Utara. Vonnie masuk ke dalam 36 nama calon anggota DPR

yang maju di pemilihan legislatif 2014 yang dianggap tidak mempunyai komitmen

dalam memberantas korupsi versi ICW.60 Hal tersebut disebabkan karena dirinya

pernah terjerat kasus korupsi pada Mei 2008. Mantan Non Sulawesi Utara ini

58 Tempo, “Korupsi Ketua DPRD Provinsi Papua Divonis Satu Tahun 10 Bulan”, artikel

ini dikases pada 01 Februari 2019, dari https://nasional.tempo.co/read/453324/korupsi-ketua-dpr-

papua-divonis-1-tahun-10-bulan. 59 Papua Antar News, “Anggota DPRD Papua Dilantik”, artikel ini diakses pada 01

Februari 2019, dari, https://papua.antaranews.com/berita/448034/55-anggota-dpr-papua-dilantik. 60 Merdeka, “Daftar 36 Anggota DPR Tidak Komitmen Berantas Korupsi Versi ICW”,

artikel ini diakses pada 01 Februari 2019, dari https://www.merdeka.com/politik/daftar-36-anggota-

dpr-tak-komitmen-berantas-korupsi-versi-icw.html.

Page 58: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

46

divonis 1,6 tahun penjara setelah didakwa berkolusi dengan PT Mahakam Diastar

Internasionaldan meraup kekayaan negara sejumlah Rp 4 miliar.61

Partai Gerindra mempunyai sikap yang sama dengan yang mereka lakukan

pada M. Taufik dan John Ibo, yaitu tetap mengusung kader tersebut walaupun dia

mempunyai rekam jejak korupsi di masa lalu. Kasus Vonnie Anneke Panambuan

mirip seperti kasus M. Taufik di mana sang mantan koruptor tersebut menjalani

proses pengaderan dan pengusungan kader dalam partai Gerindra setelah terlibat

kasus korupsi. Hal tersebut berarti bahwa partai Gerindra memang berniat untuk

mengusung kadernya walaupun kader tersebut adalah mantan narapidana korupsi.

61 Liputan 6 News, “Gerindra Juga Punya Eks Napi Kasus Korupsi Sebagai Caleg”, artikel

ini diakses pada 02 Februari, dari https://www.liputan6.com/news/read/570886/gerindra-juga-

punya-eks-napi-kasus-korupsi-sebagai-caleg.

Page 59: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

47

BAB IV

PROSES DAN FAKTOR PENCALONAN ANGGOTA LEGISLATIF

MANTAN KORUPTOR DI PARTAI GERINDRA

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya (bab 3), partai Gerindra

merupakan partai yang mengikuti pemilu pertama kali pada tahun 2009. Sebagai

partai yang tergolong baru, partai Gerindra memiliki magnet elektoral yang relatif

baik bahkan dibandingkan partai politik lainnya yang sudah lebih awal mengikuti

pemilu, seperti partai Hanura. Hal ini bisa dilihat dari keterlibatan partai Gerindra

yang tidak hanya berkontestasi dalam pemilu legislatif, tetapi juga dalam pemilu

presiden dengan menjadikan pendiri partainya, yaitu Prabowo Subianto sebagai

calon wakil presiden dari Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden pada

pemilu presiden 2009. Secara legal formal (anggaran dasar partai), rekrutmen

politik yang dilakukan oleh partai Gerindra menunjukkan adanya komitmen bagi

proses yang menekankan pada aspek akseptabilitas, kapasitas, kapabilitas, dan

integritas. Namun sejauh mana komitmen legal formal tersebut berkorelasi dengan

praktik rekrutmen yang dilakukan oleh partai Gerindra, maka bab ini secara lebih

detail menganalisis proses seleksi politik partai Gerindra yang diantaranya melalui

rekrutmen saat masuk partai dan seleksi pada saat ingin maju menjadi calon anggota

legislatif. Selain itu, pada bab ini penulis membahas faktor-faktor yang

melatarbelakangi partai Gerindra mencalonkan mantan narapidana korupsi di

pemilihan legislatif tahun 2019.

Page 60: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

48

A. Proses Rekrutmen Keanggotaan Partai Gerindra

A.1. Proses Masuk Partai Gerindra

A.1.1. Proses Menjadi Anggota Partai Gerindra

Partai politik mempunyai kendali atas tanggung jawabnya untuk

mempersiapkan calon pemimpin masa depan yang mempunyai integritas yang

tinggi. Untuk dapat melakukan hal tersebut, di dalam lembaga partai politik niscaya

penting mengembangkan sistem rekrutmen, seleksi, dan kaderisasi.62

Partai Gerindra sejatinya menampung setiap orang yang ingin masuk ke dunia

politik melalui partai Gerindra. Partai Gerindra mempunyai beberapa sayap partai

untuk memberikan wadah untuk orang-orang seperti itu. Untuk seseorang yang

berusia di bawah 35 tahun, Gerindra mempunyai Tunas Indonesia Raya (Tidar)

yang dapat mewadahinya dan Satuan Relawan Indonesia (Satria) untuk seseorang

yang berusia lebih dari 35 tahun. Namun, sayap-sayap partai itu tidak menjadi suatu

kewajiban untuk seseorang yang ingin menjadi anggota partai Gerindra.63 Adanya

Tidar dan Satria ini ditujukan untuk mengadakan pendidikan formal dan sebagai

wadah pendidikan informal. Adanya pendidikan politik yang bersifat formal

maupun informal ini bertujuan untuk mengembangkan jiwa dan karakter pemimpin

yang baik karena pemimpin tidak lahir dengan sendirinya, tetapi membutuhkan

proses.64

62 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di

Era Demokrasi, hal. 66. 63 Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,

Tangerang, 18 Maret 2019 64 Jainuri, “Orang Kuat Partai di Aras Lokal: Blater Versus Lora dalam Pencaturan Politik”,

diakses pada 21 Oktober 2018 dari http://pemerintahan.umm.ac.id, hal. 9.

Page 61: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

49

Seseorang yang berdomisili di Jakarta, untuk menjadi anggota partai

Gerindra, bisa mengunjungi langsung DPP Gerindra untuk membuat KTA partai

Gerindra, proses pembuatan KTA hanya memerlukan KTP, jika yang bersangkutan

berdomisili di luar Jakarta, agar datang ke kantor DPD atau DPC partai Gerindra

terdekat. Calon anggota mengisi lembar formulir yang tersedia pada setiap DPC

daerah masing-masing atau lalu mereka akan diberikan KTA yang berarti calon

kader sudah merupakan anggota dari partai Gerindra. Anggota tersebut memiliki

kriteria yang dimaksud oleh Partai Gerindra sesuai dengan UU No.40 Tahun 2009

tentang kepemudaan dijelaskan bahwa pemuda adalah warga Negara Indonesia

yang mulai berusia 17 tahun sampai 35 tahun.

Dalam halaman resmi partai Gerindra, ada beberapa persyaratan keanggotaan

partai Gerindra. Pertama, Syarat umum menjadi anggota partai Gerindra adalah:

(1) Warga Negara Indonesia, (2) Berusia minimal 17 tahun atau sudah menikah, (3)

Mampu melaksanakan AD/ART dan peraturan partai lainnya, (4) Mampu

menyatakan diri menjadi anggota. Kedua, Kewajiban anggota partai Gerindra

adalah: Setiap anggota harus melaksanakan aturan dan mengikuti semua AD/ART,

patuh dan melakukan keputusan kongres serta ketentuan partai lainnya,

memperjuangkan kebijakan partai, membela kepentingan partai dari setiap usaha

dan juga tindakan yang merugikan partai, hadir dalam kegiatan partai, ikut serta

dalam melakukan program perjuangan partai, membayar iuran anggota. Ketiga,

Hak anggota partai Gerindra adalah: Setiap anggota mempunyai hak yaitu

memperoleh perlakuan yang sama, mengungkapkan argumen (lisan dan tertulis),

Page 62: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

50

memilih dan dipilih, mendapatkan perlindungan, mendapatkan kesempatan

mengembangkan diri.65

A.1.2. Proses Menjadi Kader Partai Gerindra

Dengan adanya sistem rekrutmen akan diseleksi pantas tidaknya antara

karakteristik kandidat dengan nilai dan ideologi partai politiknya. Selain proses

rekrutmen, perlu juga membangun sistem pendidikan dan kaderisasi anggota atau

kader partai tersebut. Proses kaderisasi ini harus serius dilakukan karena perlu

adanya sharing mengenai pengetahuan politik, selain itu adanya sharing mengenai

keterampilan dan keahlian berpolitik, bukan saja perihal visi, misi, strategi partai,

melainkan hal yang berhubungan dengan persoalan bernegara.66

Apabila seseorang ingin menjadi anggota, dia hanya perlu mengunjungi

kantor partai setempat, memenuhi persyaratan, dan mengisi formulir yang ada.

Namun, untuk menjadi kader dari partai Gerindra, seseorang harus menjalani proses

yang ada. Seorang anggota bila ingin menjadi kader partai Gerindra harus

mengikuti pendidikan terlebih dahulu yang setiap tahunnya diadakan tiga kali di

kediaman Prabowo, yaitu di Hambalang.Sebelum dapat mengikuti pendidikan di

Hambalang, anggota partai diharapkan untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan partai.

Memang hal ini tidak bersifat wajib yang berarti anggota yang tidak begitu aktif

pun dapat mengikuti pendidikan di Hambalang. Hal tersebut diperbolehkan dengan

syarat setelah mengikuti pendidikan dan menjadi kader, kader tersebut harus aktif

65 Pendaftaran Anggota Partai Gerindra, artikel ini diakses pada 09 April 2019 dari

http://partaigerindra.or.id/pendaftaran-anggota-partai-gerindra-secara-online. 66 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di

Era Demokrasi, hal. 66.

Page 63: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

51

dalam setiap kegiatan partai.67 Adapun hal lain yang menjadi kriteria untuk

mengikuti pendidikan partai Gerindra, yaitu bersedia mengikuti aturan-aturan yang

berlaku di partai Gerindra dan mengabdikan diri ke partai Gerindra seperti masuk

ke struktur partai.

Dalam pendidikan partai ini, partai Gerindra mempunyai tiga tingkatan, yaitu

pratama, madya, dan utama. Untuk anggota yang ingin menjadi kader, pendidikan

yang harus ditempuhnya adalah pendidikan pratama. Pendidikan yang diadakan di

Hambalang ini ada setidaknya ada dua materi yang harus diikuti oleh calon kader.

Ideologi keindonesiaan adalah materi wajib yang pertama yang harus dipelajari

oleh calon kader. Selain itu, calon kader juga akan diberikan materi tentang ideologi

kegerindraan. Hal ini meliputi keorganisasian partai Gerindra, visi dan misi partai,

termasuk pendalaman kemampuan bakat calon kader.68

A.2. Proses Pencalonan Anggota Legislatif Partai Gerindra

A.2.1. Persyaratan Umum KPU

Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota

DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2019 adalah

sebagai berikut:69

Pasal 7

67 Wawancara dengan Bapak Zaid Elhabib, Anggota DPRD Provinsi Banten dan Wakil

Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Tangerang Selatan 13 Maret 2019. 68 Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,

Tangerang, 18 Maret 2019 69 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan

Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2019, diakses pada 23

April 2019 pada https://kpu.go.id/koleksigambar/PKPU_20_THN_2018.

Page 64: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

52

(1) Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota

adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan:

a. Sudah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih terhitung sejak

penetapan DCT.

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

c. Bertempat tinggal di wilayah Indonesia.

d. Dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia.

e. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah

aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau

sekolah lain yang sederajat.

f. Setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

g. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang diancam dengan pidana

penjara 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang

telah berkekuatan hukum tetap.

h. Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap

anak, atau korupsi.

i. Sehat jasmani, rohani, dan bebas penyalahgunaan narkotika,

psikotropika dan zat adiktif.

j. Terdaftar sebagai pemilih.

k. Bersedia bekerja penuh waktu.

l. Mengundurkan diri sebagai: (1) Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil

bupati, wali kota atau wakil wali kota. (2) Kepala desa. (3) Perangkat

Page 65: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

53

desa yang mencakup unsur staf yang membantu Kepala Desa dalam

penyusunan kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam Sekretariat

Desa, dan unsur pendukung tugas Kepala Desa dalam pelaksanaan

kebijakan yang diwadahi dalam bentuk pelaksana teknis dan unsur

kewilayahan. (4) ASN. (5) Anggota TNI dan POLRI. (6) Direksi,

komisaris, dewan pengawas dan/atau karyawan BUMN, BUMD atau

badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.

m. Mengundurkan diri sebagai Penyelenggara Pemilu, Panitia Pemilu, atau

Panitia Pengawas

n. Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris,

pejabat pembuat akta tanah, atau tidak melakukan pekerjaan penyedia

barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta

pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan

tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan

DPRD Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan

o. Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya,

direksi, komisaris, dewan pengawas dan/atau karyawan pada Badan

Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik

Desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan

negara;

p. Menjadi anggota partai politik.

q. Dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan

Page 66: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

54

r. Dicalonkan hanya oleh 1 (satu) partai politik

s. Dicalonkan hanya di 1 (satu) Dapil; dan

t. Mengundurkan diri sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, atau DPRD

Kabupaten/Kota bagi calon anggota DPR, DPRD Provinsi, atau DPRD

Kabupaten/Kota yang dicalonkan oleh Partai Politik yang berbeda

dengan Partai Politik yang diwakili pada Pemilu Terakhir.

Persyaratan menjadi calon legislatif bagian huruf h sempat menjadi polemik

dikarenakan banyak penolakan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan, yakni tentu

saja para calon anggota legistaltif mantan narapidana korupsi, salah satunya adalah

Muhammad Taufik yang merupakan kader dari partai Gerindra yang saat ini

mempunyai jabatan sebagai ketua DPD Gerindra DKI Jakarta. Beliau atas nama

pribadi yang sekaligus dari partai Gerindra melakukan berbagai cara agar dia tetap

bisa mencalonkan diri menjadi calon legislatif, dari mulai melaporkan ke Bawaslu

DKI, DKPP dan Polri sampai menggugat ke Mahkamah Agung. Akhirnya setelah

proses panjang, beliau dan mantan narapidana lainnya berhak maju di legislatif.70

A.2.2. Persyaratan Partai Gerindra

Jika KPU mempunyai persyaratan yang berdasarkan atas PKPU nomor 20

tahun 2018, partai Gerindra menyaratkan setiap orang yang ingin maju ke

pemilihan legislatif harus setia kepada pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945,

dan cita-cita proklamasi Agustus 1945. Setelah itu, bakal calon legislatif juga harus

terlebih dahulu menjadi kader partai Gerindra yang dibuktikan dengan mempunyai

70 Megapolitan Kompas, “Berbagai Upaya M. Taufik Lawan PKPU untuk Bisa Jadi Caleg

Lagi”, artikel ini diakses pada 09 April 2018, dari https://megapolitan.kompas.com/

read/2018/09/17/07180151/berbagai-upaya-m-taufik-lawan-pkpu-untuk-bisa-jadi-caleg-lagi.

Page 67: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

55

kartu tanda anggota dan mengikuti diklat yang diselenggarakan di Hambalang.

Apabila pelaksanaan diklat tidak memungkinkan, mereka tidak harus mengikuti

diklat sebelum mencalonkan diri ke pemilihan legislatif, namun dapat mengikuti

diklat yang diselenggarakan setelah pemilihan legislatif apapun hasil dari pemilihan

legislatif itu.

Setelah mempunyai kartu tanda anggota, hal yang harus dilakukan adalah

mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan oleh badan seleksi calon

anggota legislatif partai Gerindra di setiap tingkat tempat pendaftaran, yaitu di

kantor DPP, DPD, dan DPC setempat. Pengisian fomulir ini dibarengi juga dengan

penyerahan curriculum vitae (CV), salinan ijazah dan KTP, dan pas foto berukuran

4x6 sebanyak tiga lembar. Setelah semua berkas telah dipenuhi, individu yang ingin

maju di pemilihan legislatif melalui partai Gerindra harus terlebih dahulu mengikuti

pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh partai Gerindra sendiri.71

Untuk bakal calon legislatif non kader yang ingin mengikuti kontestasi

pemilihan legislatif melalui partai Gerindra tidak diwajibkan untuk mengikuti diklat

yang diadakan di Hambalang jika memang mendesak, namun tetap harus

mempunyai KTA.Non kader tersebut diharuskan untuk mengikuti diklat setelah

berakhirnya pemilihan legislatif.72

A.2.3. Kriteria Calon Legislatif Partai Gerindra

Dalam mengikuti kontestasi pemilu legislatif ini, partai Gerindra tentu

mempunyai kriteria yang mereka pegang untuk menyaring siapa saja kader dari

71 Pendaftaran Calon Legisatif Partai Gerindra, artikle ini diakses pada 09 April 2019, dari

http://partaigerindra.or.id/pendaftaran-caleg-partai-gerindra 72 Wawancara dengan Bapak Yudi Budi Wibowo, Sekertaris Jendral DPC partai Gerindra

Tangerang Selatan, Tangerang 16 Maret 2019.

Page 68: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

56

partai nasionalis-agamis ini yang berhak mewakili partai Gerindra. Proses

penentuan calon legislatif ini dimulai dari DPC, DPD, dan DPP yang membuka

pendaftaran untuk menjadi calon legislatif. Pada bakal calon legislatif ini harus

mendaftarkan diri mereka sesuai dengan tingkat yang ingin mereka ikuti,

pendaftaran untuk DPRD kota/kabupaten ke DPC, DPRD, provinsi ke DPD, dan

DPR RI ke DPP. Untuk pendaftaran DPRD kota/kabupaten dan provinsi, pendaftar

harus mendaftar sesuai dengan daerah pemilihan yang ingin mereka ikuti.

Menurut Yudi Budi Wibowo, DPC mempunyai fungsi penyaringan dengan

menggunakan wawancara sebagai instrumennya. Untuk nama-nama yang pada

akhirnya disetujui oleh DPC, DPC akan mengirimkan nama-nama tersebut ke DPD

setempat. Nama-nama yang dikirim oleh DPC ini mempunyai rekomendasi

tersendiri dari struktur DPC, namun rekomendasi juga dapat diberikan oleh

oraganisasi-organisasi sayap partai sebagai tambahan.73 Helvi menjelaskan bahwa

DPD dengan tim seleksinya mempunyai fungsi sendiri, yaitu melakukan

pengolahan dan verifikasi terhadap nama-nama yang dikirimkan oleh DPC. Ketika

tim seleksi DPD menemukan hal-hal yang tidak sesuai, maka mereka akan

memberikan catatan terhadap nama tersebut sebelum diserahkan kepada DPP.

Setelah itu DPP partai Gerindra akan menyaring dengan melihat rekomendasi dan

catatan yang telah dikerjakan oleh DPC dan DPD.74 Nama-nama yang terjaring oleh

DPP akan ditetapkan dengan diturunkannya SK dari partai Gerindra dan lalu

73 Wawancara dengan Bapak Yudi Budi Wibowo, Sekertaris Jendral DPC partai Gerindra

Tangerang Selatan, Tangerang 16 Maret 2019. 74 Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,

Tangerang, 18 Maret 2019.

Page 69: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

57

didaftarkan ke KPU.75 Khusus untuk bakal calon DPR RI, pemberkasan diurus oleh

panitia penyeleksi nasional yang nantinya diajukan dan diputuskan oleh Prabowo

selaku ketua umum partai Gerindra.76 Hal ini menunjukan bahwa partai Gerindra

masih terjerat dalam kekuasaan elit partai dalam hal pengambilan keputusan

strategis. Kecenderungan ini menunjukan pengambilan keputusan partai masih

bersifat tertutup dan hanya ditentukan oleh sekelompok elit partai. Masalah

prosedur internal dalam pembuatan keputusan masih ditandai dengan pemusatan

dalam pengambilan keputusan.77

Setiap tingkat partai Gerindra mempunyai kriteria yang berbeda-beda untuk

para bakal calon legislatif. Di tingkat cabang misalnya, calon legislatif yang ingin

maju lewat partai Gerindra haruslah aktif dalam kegiatan partai. Kader ataupun

non-kader yang ingin maju di pemilihan legislatif ini harus memberikan “amal

jariyah” terhadap partai Gerindra.78 Para kader Gerindra haruslah mengharumkan

nama baik partai terlebih dahulu, contohnya bisa dengan prestasi mereka ataupun

peran mereka di masyarakat.

Untuk di tingkat DPD, Desmond Mahesa mengungkapkan bahwa DPD lebih

memprioritaskan kader partai Gerindra dibanding non kader yang ingin maju lewat

partai Gerindra. Namun beliau juga mengatakan bahwa ingin partai Gerindra

75 Wawancara dengan Bapak Yudi Budi Wibowo, Sekertaris Jendral DPC partai Gerindra

Tangerang Selatan, Tangerang 16 Maret 2019. 76 Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,

Tangerang, 18 Maret 2019. 77 Lili Romli, “Masalah Kelembagaan Partai Politik di Indonesia Pasca Orde Baru”, artikel

ini diakses pada 24 April 2019, dari ejournal.lipi.go.id/index.php/jppol/article/download/494/303,

hal. 25-26. 78 Amal Jariyah yang dimaksud adalah bentuk pengabdian para anggota atau kader partai

Gerindra selama setahun sebelum dimajukan sebagai calon anggota legislatif serta aktif dalam

kegiatan partai.

Page 70: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

58

menjadi pemenang di pemilihan legislatif.79 Ia juga menambahkan bahwa kader

maupun non kader itu dilihat dari usahanya mengharumkan nama baik partai. Partai

kebanyakan lebih memperjuangkan kepentingan partainya, selain itu, berbagai

peranan seperti fungsi rekrutmen yang baik yang seharusnya dilakukan partai

politik menjadi terbengkalai. Sementara tentang memperjuangkan kepentingan

rakyat, partai politik dalam kapasitasnya sebagai lembaga ataupun melalui

anggotanya belum menunjukan performance yang memuaskan.80

Pada tingkat tertinggi, yaitu DPP, partai Gerindra mempunyai beberapa

kriteria dalam menentukan siapa yang berhak untuk mewakili partai Gerindra. Hal

ini dijelaskan oleh Helvi yang sekarang sedang menjabat sebagai wakil sekertaris

jendral DPP partai Gerindra. Menurut beliau setidaknya ada tiga kriteria mutlak

yang menjadi bahan pertimbangan. Kriteria pertama adalah ketokohan. Hal ini

menyangkut tentang popularitas dan elektabilitas tokoh tersebut. Setelah itu,

keluasan jaringan yang dimiliki tokoh tersebut dan kemampuan finansial atau dana

menjadi kriteria kedua dan ketiga yang disebut oleh beliau. Beliau menambahkan

bahwa kemampuan finansial menjadi kriteria bertujuan untuk mencegah praktik

korupsi ketika sudah terpilih menjadi anggota DPR dalam rangka mengembalikan

dana yang sudah dikeluarkan di masa kampanye. Mahalnya biaya pemilu ini lah

yang menyebabkan partai-partai menyaratkan kesiapan dana untuk kader-kadernya

yang ingin maju di pemilihan legislatif. Sebenarnya hal tersebut dapat dicegah

79 Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan

Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019. 80 Lili Romli, “Masalah Kelembagaan Partai Politik di Indonesia Pasca Orde Baru”, artikel

ini diakses pada 24 April 2019, dari ejournal.lipi.go.id/index.php/jppol/article/download/494/303,

hal. 25-26.

Page 71: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

59

dengan menyiapkan kader yang merintis dari awal untuk memperoleh dukungan

dari rakyat.

Hal ini sebenarnya sudah difasilitasi oleh Undang-Undang RI nomor 2 tahun

2011 tentang perubahan atas UU no. 2 tahun 2008 tentang partai politik, pasal 29

bagian 2.81 Dengan ketentuan ini, masyarakat tinggal mendorong dan melakukan

kontrol terhadap partai politik agar partai politik semakin jeli dalam penyaringan

daftar calon wakilnya. Kontrol yang cermat dari rakyat dipadukan dengan kejelian

partai dalam pemilahan akan mengantarkan perubahan yang signifikan dalam

keanggotaan partai itu sendiri. Perubahan tersebut berupa profesionalisme

rekrutmen yang tidak mentolerir faktor kedekatan personal, kekuatan dana, dan

juga tidak memberikan ruang bagi calon “titipan” dari atasan. Dengan cara tersebut,

sangat memungkinkan terciptanya hubungan baik antara partai politik dengan

masyarakat. Dengan rekrutmen internal partai yang demokratis pula, akan

terciptanya kompetisi yang sehat bagi antar calon untuk memperoleh dukungan dari

rakyat.82 Selain tiga kriteria itu, Bapak Helvi juga mengatakan bahwa surat

rekomendasi dari DPC dan DPD juga ikut membantu dalam penentuan calon

legislatif ini.83

81 Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui seleksi

kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan paling sedikit

30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan. 82 Muhtar Haboddin, Pemilu dan Partai Politik di Indonesia, (Malang: UB Press, 2016),

hal. 31. 83 Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,

Tangerang, 18 Maret 2019.

Page 72: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

60

B. Faktor yang Melatarbelakangi Partai Gerindra dalam Mencalonkan

Mantan Narapidana Kasus Korupsi

B.1. Pertimbangan dalam Proses Pengkaderan

Partai Gerindra yang berlabel partai nasionalis agamis tentu mempunyai

tujuan untuk dapat mencetak kader-kader yang taat hukum sebagai bentuk ketaatan

terhadap negara dan nilai-nilai agama. Salah satu bentuk kepatuhan terhadap hukum

adalah tidak melakukan praktik korupsi. Untuk menghindari terjadinya praktik

korupsi, dibutuhkan ketegasan dalam menegakkan hukum setidaknya yang berlaku

di internal partai Gerindra, dalam hal ini berarti manifesto partai. Manifesto partai

Gerindra pasal 33 yang berbunyi “pengelolaan sumber daya alam untuk digunakan

sebenar-benarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia” sangat

bertentangan dengan praktik korupsi.84 Desmond mengatakan siapa pun yang

melakukan pelanggaran terhadap korupsi, maka akan langsung diberhentikan oleh

partai. Terlebih lagi apabila ada kader yang tertangkap tangan melakukan kegiatan

korupsi, maka partai akan langsung memecatnya tanpa menunggu proses hukum.85

Singkatnya, tidak ada ampun untuk kader yang korupsi sekali pun dia adalah

anggota dewan.86

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa syarat untuk menjadi kader

Gerindra salah satunya adalah mematuhi AD/ART, dan ketentuan-ketentuan yang

telah disepakati bersama. Partai Gerindra tidak melarang seseorang yang pernah

84 Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,

Tangerang, 18 Maret 2019. 85 Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan

Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019. 86 Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,

Tangerang, 18 Maret 2019

Page 73: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

61

menjadi koruptor untuk menjadi kader partai Gerindra. Beberapa calon legislatif

yang masuk partai Gerindra ini dulunya terlibat kasus korupsi, jadi mereka korupsi

bukan pada saat menjadi kader Gerindra, tetapi sebelum masuk partai Gerindra.

Selain M. Taufik, ada beberapa caleg lainnya, yakni, Pertama, Herry Jones Kereh,

beliau terjerat kasus korupsi yakni dengan menerima gaji dari Unsrat sepanjang

April 2004 hingga Juli 2008 meski ia telah berhenti sebagai dosen sejak 2004.

Kedua, Al-Hajar Syahyan, mantan Ketua DPRD Tanggamus ini terjerat kasus

korupsi penyalahgunaan uang makan dan minum DPRD pada tahun 2010 lalu, pada

saat itu berpartai PDIP. Ketiga, Ferizal, terjerat kasus korupsi saat menjabat Plt

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung Timur. Keempat,

Mirhamuddin yang merupakan Kepala Desa Mentawak, Kecamatan Kelapa

Kampit, Belitung Timur. Ia terjerat korupsi pembukaan lahan hortikultura di Kelapa

Kampit. 87

Menurut Gerindra, orang itu boleh saja menjadi kader Gerindra dengan syarat

mematuhi kententuan yang ada, salah satunya adalah manifesto partai yang

mengharamkan korupsi. Bahwa jika seseorang itu telah memperbaiki diri dan tidak

terindikasi akan mengulangi dosa lamanya maka dia berhak bergabung dengan

partai Gerindra.88 Hal tersebut mengindikasikan proses rekrutmen dan sistem

kaderisasi partai Gerindra tidak berjalan sebagaimana mestinya yang berarti dalam

proses pengambilan keputusan internal partai, mereka tidak menyaring siapa saja

87 Kumparan.com, “Jumlah Korupsi Caleg Gerindra yang enurut Prabowo Tak Seberapa”,

artikel ini diakses pada 05 Juli 2019, dari https://kumparan.com/@kumparannews/jumlah-korupsi-

caleg-gerindra-yang-menurut-prabowo-tak-seberapa-1547802235043864873. 88 Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,

Tangerang, 18 Maret 2019.

Page 74: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

62

yang akan masuk kedalam partai Gerindra. Mantan koruptor yang ingin menjadi

kader partai Gerindra hanya diharuskan mempunyai tekad untuk berubah menjadi

individu yang terbebas dari praktik korupsi. Padahal setiap partai membutuhkan

anggota yang mempunyai kemampuan yang kompeten, karena hanya dengan kader

yang demikian tersebut, Gerindra akan menjadi partai yang memiliki peluang besar

untuk mengembangkan diri.

B.2. Pertimbangan dalam Proses Pencalonan

Seperti yang peneliti sebutkan pada latar belakang, disusunya penelitian ini

adalah dikeluarkannya PKPU pasal 7 nomor 1 huruf h yang salah satu isinya

melarang mantan narapidana untuk mencalonkan diri di pemilihan legislatif.

Anggota badan komunikasi DPP partai Gerindra, Andre Rosiade berdalih bahwa

DPP partai Gerindra selaku yang menentukan siapa saja yang berhak menjadi calon

legislatif partai Gerindra tidak dapat mendeteksi semua calon legislatif yang

mendaftar.89 Lalu, adapun Desmond yang menganggap peraturan yang dirilis KPU

tidak jelas dasar hukumnya karena berbenturan dengan UU Pasal 240 ayat (1) huruf

g UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang melarang mantan narapidana yang

dikenai hukuman penjara lima tahun atau lebih untuk maju di kontestasi pemilihan

legislatif ini. Desmond menilai KPU mengeluarkan PKPU ini karena tuntutan

popularitas dalam artian KPU ingin menarik perhatian publik karena KPU adalah

lembaga yang pastinya mendapat sorotan ketika pemilihan akan berlangsung.90

89 Kompas.com, ”Punya Bacaleg Eks Koruptor Terbanyak Gerindra Akui Tak Bisa

Deteksi”, artikel ini diakses pada 09 April 2019 dari https://nasional.kompas.com/ read/ 2018/07/27/

18010221/punya-bacaleg-eks-koruptor-terbanyak-gerindra-akui-tak-bisa-deteksi 90 Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan

Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019.

Page 75: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

63

Partai Gerindra sebagai partai nasionalis-agamis ternyata menjadi salah satu

partai yang cukup banyak mengusung mantan koruptor. Partai Gerindra sendiri

mempunyai pertimbangan-pertimbangan dalam mencalonkan nama-nama yang

pernah terjerat kasus korupsi ini. Partai Gerindra mempunyai pertimbangan untuk

tiap-tiap calonnya, karena mereka korupsi bukan pada saat jadi kader Gerindra,

sementara setelah dia bergabung dengan Gerindra, dia tidak pernah melakukan

praktik itu. Menurut Desmond, ketika seseorang telah dihukum atas perbuatannya

di masa lalu, maka nama orang tersebut sudah dipulihkan dan tidak boleh dihukum

selamanya. Desmond juga menambahkan bahwa M. Taufik misalnya, sudah terpilih

ketika pemilihan legislatif 2014 tanpa ada penolakan karena hukum yang berlaku

tidak melarang dia untuk mencalonkan diri. Dalam hal ini, menurut Desmond, KPU

ini hanya “mengada-ngada” dalam membuat peraturan karena tidak berdasar dan

berbenturan dengan UU lain.91

Satu pandangan dengan Desmond, Yudi Budi Wibobo berpendapat bahwa

PKPU yang dirilis oleh KPU terdapat ketidaksesuaian dengan UU. Beliau

berpendapat bahwa selama hak politik seseorang tidak dicabut, maka orang tersebut

berhak untuk memilih dan dipilih. “Bahkan presiden pun sempat berstatement kan

bahwa itu tidak masalah” tambahnya. Yudi Budi Wibobo mempunyai

menyampaikan bahwa partai Gerindra tetap berkomitmen untuk memberantas

korupsi. Karena itu lah ketika PKPU dirilis, partai Gerindra tidak menggugat KPU

dan menghargai keputusan tersebut.92

91 Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan

Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019. 92 Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,

Tangerang, 18 Maret 2019.

Page 76: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

64

Untuk dampak citra partai sendiri, Ahmad Muzani mengungkapkan

kemungkinan memang citra partai akan tergores, namun itu bukan salah satu

komponen utama. Pendapat Muzani, komponen utamanya adalah siapa tersangka

yang paling banyak. Menurutnya, membuktikan partai bersih itu berproses. Karena

itu yang dilakukan Gerindra, harus terus berusaha, tidak boleh berhenti jadikan

dirinya partai bersih, tapi tidak merasa paling bersih. Dan mereka-mereka ini

dianggap orang-orang yang memiliki pengetahuan pemetaan di daerahnya. Dalam

proses pencalonan para mantan napi korupsi itu sendiri, Muzani menjelaskan

Gerindra menggunakan asas praduga tak bersalah selama proses seleksi.93 Selain

itu, selama hak politik tidak dicabut secara hukum, maka kata Muzani, caleg eks

koruptor masih memiliki kesempatan dipilih. Berlandaskan itu, partai tidak

membeda-bedakan antara yang bekas koruptor atau tidak.94

Hal ini memperkuat pendapat Desmond yang mengatakan bahwa partai

Gerindra ini juga ingin menjadi pemenang dalam pemilu ini. Jadi tidak menjadi

sesuatu yang mengagetkan ketika partai Gerindra tetap mengusung mantan

narapidana korupsi sebagai calon legislatif dibanding kader-kadernya yang bersih

karena mereka mempunyai oportunisme yang tinggi. Di sinilah telah hilang arah

dan tujuan suatu partai karena partai lebih mengedepankan pragmatism partai.

Partai politik yang seharusnya merupakan instrumen mengantarkan cita-cita dari

masyarakat, malah menjadi sarana menggapai kekuasaan. Individu kuat di dalam

93 IDN Times “6 Caleg Mantan Napi Korupsi dari Gerindra, Ini Kata Sekjen Gerindra”

artikel ini diakses pada 30 Juni 2019 dari https://www.idntimes.com/news/indonesia/teatrika/6-

caleg-mantan-napi-korupsi-dari-gerindra-ini-kata-sekjen-gerindra/full. 94 CNN Indonesia, “Gerindra Akui Caleg Eks Koruptor Sedikit Gores Nama Partai”, artikel

ini diakses pada 30 Juni 2019 dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190131231913-32-

365574/gerindra-akui-caleg-eks-koruptor-sedikit-gores-citra-partai.

Page 77: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

65

partai dapat mempengaruhi dan memastikan sumber-sumber kekuasaan tersalurkan

disebabkan oleh kualitas individu yang cakap walaupun hanya sekadar pengurus

harian partai dibanding anggota lain dalam partai yang mempunyai kedudukan

tinggi di partai.95

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, partai Gerindra ingin menjadi

pemenang di pemilihan legislatif ini. Landasan pikiran seperti itu lah yang membuat

partai Gerindra membuka rekrutmen seluas-luasnya sehingga para mantan

narapidana korupsi ini tidak tersaring dan leluasa masuk partai Gerindra.96 Lalu,

dalam proses pencalonan anggota legislatif, M. Taufik adalah calon anggota

legislatif yang mempunyai keuntungan dari segi administratif. Beliau adalah calon

anggota legislatif provinsi DKI Jakarta. Hal ini membuat M. Taufik lebih mudah

dalam melewati proses di DPD DKI Jakarta karena DPD tempat beliau mendaftar

diketuai oleh dirinya sendiri. Beliau dapat memberi rekomendasi penuh untuk

dirinya sendiri agar dapat lebih dipertimbangkan lebih oleh DPP.

Menurut peneliti Perludem, Wasisto, caleg mantan narapidana narapidana

korupsi ini mempunyai posisi tinggi di partai di setiap tingkatannya.97 Pernyataan

tersebut bertentangan dengan pernyataan wakil sekertaris jendral parta Gerindra,

Helvi, yang mengatakan bahwa mereka, yakni partai Gerindra hanya berpegang

95 Jainuri, “Orang Kuat Partai di Aras Lokal: Blater Versus Lora dalam Pencaturan Politik”,

diakses pada 21 Oktober 2018 dari http://pemerintahan.umm.ac.id, hal. 9. 96 Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,

Tangerang, 18 Maret 2019. 97 Wasisto Raharjo Jati dalam CNN Indonesia, “Caleg Eks Koruptor Dipilih Karena

Unggul Materi”, diakses pada 05 Juli 2019, dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/

20180723055204-32-316155/caleg-eks-koruptor-dipilih-karena-unggul-materi

Page 78: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

66

pada tiga kriteria, yakni, ketokohan, jaringan yang luas, dan kesiapan dana. Adapun

keuntungan yang didapat oleh caleg seperti M. Taufik, yang mempunyai jabatan

sebagai ketua DPD partai Gerindra DKI Jakarta sekaligus berstatus sebagai

incumbent, yaitu berarti beliau sudah mempunyai bekal setidaknya ketokohan yang

didapat pada kampanye periode sebelumnya dan jaringan yang luas yang

didapatkan dari jabatannya tersebut. Selain itu, caleg lainnya, yakni, Al-Hajar

Syahyan, dulunya mempunyai jabatan sebagai ketua DPRD Tanggamus, yang mana

beliau sudah dikenal masyarakat di daerahnya maupun di kalangan DPRD

wilayahnya.

Hal tersebut mereka pun sudah memahami pola politik praktis dibandingkan

pemula. Sehingga, partai tidak bisa sembarangan mencoret nama-nama yang

bersangkutan. Partai tidak mempunyai mekanisme dalam melakukan penyaringan

kader. Penyaringan artinya harusnya partai punya mekanisme sebelum mengajukan

calon, semua persyaratan atau pengaturan yang tidak terpenuhi oleh calegnya.

Selain itu, keputusan final hanya terpusat di jajaran petinggi saja, yang mana berarti

elit-elit partai ini lah yang meloloskan mereka dengan tidak mengindahkan nilai-

nilai idealisme. Hal tersebut berkaitan dengan teori elit bahwa, kelompok elit inilah

yang mempunyai kontrol dalam hal pembuatan dan pelaksanaa keputusan politik.

Sumber daya yang dimiliki oleh segelintir elit di dalam partai politik ini

memberikan dampak terhadap pemfokusan kekuasaan.

C. Analisis Antara Idealisme dengan Pragmatisme Partai

Di tengah sistem kontestasi yang biasanya mengarah kepada kepentingan

sendiri, maka peran partai politik rnenjadi semakin menurun, dan kekuatan individu

Page 79: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

67

para kandidat rnenjadi salah satu penentu kesuksesan dalarn perebutan jabatan-

jabatan politik. Demikian juga, partai politik yang harusnya bisa menyiapkan kader-

kader terbaik untuk mengisi jabatan-jabatan publik ternyata sebagian besar diisi

oleh orang-orang yang hanya memiliki modal kekuasaan dan latar belakang yang

kurang baik. Partai Gerindra pun mempunyai kebijakan yang serupa. Partai

Gerindra tetap mengusung kader-kadernya yang mana adalah mantan narapidana

korupsi dengan dalih tidak menyalahi hukum yang berlaku.98 Partai Gerindra justru

mengatakan bahwa mereka akan menutupi hak seseorang bila melarang kader-

kadernya yang mantan koruptor ini maju di pileg.99 Oleh karena itu, bukan hal yang

aneh bila sumber daya manusia di dalam kelembagaan partai bisa dibilang rendah

kualitasnya karena meritokrasi ataupun sistem career pathing tidak berjalan baik.100

Partai Gerindra sendiri sebenarnya mempunyai idealisme partai yang sangat

bagus. Hal ini terdapat pada AD/ART partai Gerindra Bab IV pasal 12 tentang

“Fungsi” poin 8 yang berisi, menyiapkan kader-kader pemimpin politik bangsa

dengan memperhatikan kompetensi, kapasitas, kapabilitas, integritas dan

akseptabilitas dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.101 Jelas tertulis dalam AD/ART tersebut bahwa salah satu tugas partai

Gerindra adalah menyiapkan kader yang berintegritas dan dapat diterima oleh

98 Nico Harjanto, “Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai Politik di Indonesia”,

(Jurnal Analisi eSIS, Volume 40, Nomor 02, http://www.academia.edu/download/36869050/

harjanto-politik-kekerabatan.pdf), hal. 141. 99 Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan

Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019. 100 Nico Harjanto, “Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai Politik di Indonesia”,

(Jurnal Analisi eSIS, Volume 40, Nomor 02, http://www.academia.edu/download/36869050/

harjanto-politik-kekerabatan.pdf), hal. 141. 101 Dalam AD/ART Partai Gerindra Pasal 12 Bab IV tentang ”Fungsi”, diakses pada 18 mei

2019 dari partaigerindra.or.id.

Page 80: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

68

masyarakat. Langkah partai Gerindra mengusung kader-kadernya yang mantan

narapidana korupsi jelas berlawanan dengan fungsi partainya yang tercantum pada

AD/ART karena korupsi menciderai integritas individu dan partainya dan membuat

dirinya sangat sulit untuk diterima oleh masyarakat.

Selain hal tersebut, idealisme partai tentang jati diri partai Gerindra yang

tercantum pada AD/ART partai Gerindra Bab XV Pasal 60 tentang “Jati Diri Partai”

yang menyuarakan bahwa kader partai Gerindra adalah Ksatria yang membela

kebenaran, kejujuran dan keadilan. Dalam hidup dan perilaku kami sehari-hari,

kami akan selalu bertindak dengan sopan, disiplin dan rendah hati. Kami pantang

berbuat curang, pantang mencuri dan pantang berbuat korupsi terhadap uang Partai,

uang rakyat ataupun uang Negara.102 AD/ART ini menunjukan sebenarnya, salah

satu jati diri partai adalah anti terhadap nilai-nilai korupsi. Ketika melakukan

perekrutan dan pengaderan, seharusnya 6 orang mantan narapidana korupsi ini

sangat dipertimbangkan karena tidak sesuai dengan jati diri partai Gerindra yang

anti terhadap korupsi sementara orang-orang tersebut adalah mantan koruptor.

Namun partai Gerindra tetap menjadikannya kader partai Gerindra, bahkan

mencalonkannya menjadi calon anggota legislatif dan bahkan pula ada yang sampai

dua periode. Hal ini menunjukan bahwa pragmatisme partai Gerindra telah

menghilangkan idealisme partai Gerindra.

Dalam pengambilan keputusan, seringkali mekanisme demokrasi berjalan

karena kuatnya peran pimpinan maupun kekuatan oligarki di partai politik. Proses

102 Dalam AD/ART Partai Gerindra Pasal 60 Bab XV tentang “Jati Diri Partai”, diakses

pada 18 Mei 2019 dari partaigerindra.or.id.

Page 81: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

69

bottom-up untuk pengembangan kebijakan maupun pilihan politik partai, apalagi

yang menyangkut masalah candidacy hampir tidak berjalan di semua partai politik.

Bahkan untuk penentuan kandidat yang akan didukung dalam pemilukada atau

pileg misalnya, peran pimpinan pusat partai politik sangat dominan. Pengambilan

keputusan di dalam partai cenderung berkiblat pada personalisasi kekuasaan, di

mana sosok yang berpengaruh atau pimpinan partai politik menjadi the only and

ultimate authority.103

Elit politik merupakan kelompok terorganisir yang mempunyai otoritas politik.

Konsep elit pun merujuk pada kelompok yang mempunyai kedaulatan dan punya

posisi yang dominan. Apalagi, dalam dinamika partai politik, elit ini yang

mempunyai kewenangan dalam memutuskan tujuan dan kebijakan partai, sama

seperti di partai Gerindra, di dalam sistem pencalonan anggota legislatif, partai

Gerindra memang membuka pendaftarannya berdasarkan jenjangnya, setiap

jenjang pun mempunyai fungsi masing-masing. Namun keputusan terakhir tetaplah

ditentukan oleh elit partai yang berada di DPP dan ketua umumnya. Hal ini

menyebabkan tidak berjalan dengan baiknya proses bottom-up yang dilakukan oleh

partai Gerindra ini.104

Keadaan bagian dalam partai politik belum dapat berpartisipasi dalam

membentuk caleg yang mempunyai karakter dan mempunyai cita-cita yang tinggi

hingga saat ini. Ada dua hal yang menyebabkan hal ini. Penyebab pertama adalah

103 Nico Harjanto, “Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai Politik di Indonesia”,

(Jurnal Analisi eSIS, Volume 40, Nomor 02, http://www.academia.edu/download/36869050/

harjanto-politik-kekerabatan.pdf), hal. 147. 104 Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,

Tangerang, 18 Maret 2019

Page 82: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

70

karena ketidakdisiplinan yang disebabkan oleh dimudahkannya sistem rekrutmen

partai. Hal tersebut menyebabkan banyaknya kader yang kurang teruji, tidak paham

atas ideologi, komitmen dasar, dan manifesto perjuangan partai. Selain itu,

penyebab lainnya adalah tidak berjalannya kaderisasi yang baik. Tidak

dilaksanakannya kaderisasi secara periodik dan sering terbentur dengan

kepentingan politik oportunis yang disetujui oleh elit partai yang menyebabkan

harus mengalahnya proses kaderisasi partai atau pun karena kepopuleran seseorang

yang menjadi prioritas dalam menentukan jenjang keberhasilan seseorang dalam

partai politik.105

Hal ini juga dilakukan oleh partai Gerindra dalam hal perekrutan, kaderisasi,

dan pencalonan anggota legislatif. Dalam proses perekrutan, partai Gerindra tidak

mempunyai saringan yang menghambat mantan-mantan koruptor ini untuk masuk

ke dalam partai Gerindra. Hal yang menyebabkan mantan-mantan koruptor ini

sangat mudah untuk masuk adalah karena partai Gerindra selalu menganggap

mantan-mantan koruptor ini berhak masuk partai Gerindra asalkan ada itidak untuk

berubah.

Di dalam mengikuti kontestasi legislatif, partai Gerindra ingin menjadi

pemenang, maka dari itu mereka sangat terbuka terhadap orang-orang yang

mempunyai kecukupan dana dan ketokohan atau kepopuleran yang tinggi walaupun

mereka bukanlah kader partai Gerindra yang sudah melewati proses penyaringan

yang mapan. Hal ini dapat menyebabkan tidak tersalurkannya paham atas ideologi,

105 Firman Noor, “Mencermati Kampanye Pileg 2009: Gradasi Peran Partai dan Gejala

Pragmatisme”, (Jurnal Penelitian Ilmu Politik, ejournal.lipi.go.id), hal. 41.

Page 83: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

71

komitmen dasar, dan manifesto perjuangan partai kepada caleg non kader

tersebut.106 Caleg non kader itu memang akan tetep mengikuti kaderisasi setelah

mengikuti pemilihan legislatif, namun tetap besar kemungkinan orang itu tidak

sesuai dengan nilai-nilai perjuangan partai. Bila itu terjadi, apalagi orang itu terpilih

sebagai anggota parlemen, maka orang itu akan sulit untuk dikontrol.

106 Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan

Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019.

Page 84: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

72

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembacaan terhadap data-data temuan baik dari dokumen

maupun wawancara dengan beberapa narasumber terkait proses rekrutmen kader

dalam pencalonan anggota legislatif yang dilakukan oleh partai Gerindra, terlihat

bahwa partai Gerindra lebih mengedepankan aspek pragmatisme dibanding

idealisme partai yang tercantum pada AD/ART partai Gerindra. Hal ini dapat dilihat

dari sikap partai Gerindra dimulai dari proses kaderisasi hingga proses pencalonan

untuk pemilihan legislatif. Pada proses rekrutmen, sistem rekrutmen yang ada di

partai Gerindra terlihat tidak berjalan dengan semestinya. Hal ini bisa dilihat dari

sangat mudahnya menerima individu-individu mantan koruptor untuk bergabung

dengan partai Gerindra walaupun di dalam AD/ART partai tercantum bahwa jati

diri partai Gerindra adalah bertentangan dengan nilai-nilai praktik korupsi. Partai

Gerindra selalu beranggapan bahwa dalam perekrutan partai, partai Gerindra tidak

membeda-bedakan satu orang dengan yang lainnya. Partai Gerindra berpandangan

bahwa mantan narapidana korupsi telah kembali bersih ketika mereka telah

menjalani masa hukumannya dan tidak boleh untuk dibeda-bedakan dengan yang

lainnya.

Lalu pada proses pencalonan calon legislatif, partai Gerindra melalui elit

partainya yang bertugas sebagai pengambil keputusan akhir tidak menahan laju

kader-kadernya yang mantan narapidana korupsi dengan beralasan bahwa tidak ada

Page 85: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

73

hukum yang melarang caleg mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri di

pemilihan legislatif. Mereka juga hanya menerapkan tiga kriteria, yaitu ketokohan,

keluasan jaringan, dan kesiapan dana. Dalam hal ini partai Gerindra tidak

mengedepankan kriteria yang bersifat menolak status mantan narapidana koruptor

tersebut. Selain itu, alasan yang membuat mantan narapidana korupsi ini lolos

mencalonkan diri melalui partai Gerindra adalah karena partai Gerindra yang terlalu

mengedepankan pragmatisme partainya sehingga ingin menjadi pemenang dan

mengenyampingkan idealisme partai. Adapun dalam pengambilan keputusan partai

dalam meloloskan kadernya, partai Gerindra menggunakan cara yang tidak

transparan di mana para elit partai yang berada di DPP bertugas untuk memutuskan

siapa saja yang berhak maju di pemilihan legislatif. Bagaimanapun peneliti

menemukan bahwa posisi para calon legislatif mantan narapidana korupsi ini tidak

disebabkan oleh posisi mereka di dalam partai Gerindra.

Partai Gerindra selalu beralasan bahwa kader-kadernya yang mantan koruptor

tidak melanggar hukum karena PKPU No. 20 tahun 2018 pasal 7 ayat (1) huruf h

yang sempat melarang mereka maju dalam pemilihan legislatif telah dihapuskan

setelah dilakukan judicial riview sehingga partai Gerindra tidak akan mengambil

posisi di mana partai ini menghalangi hak-hak kadernya yang ingin maju di

pemilihan legislatif.

Page 86: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

74

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil analisis di atas, peneliti merumuskan kelemahan

yang dapat disempurnakan melalui penelitian yang relevan pada penelitian

selanjutnya. Penulis memiliki saran untuk pihak-pihak yang akan melakkan

penelitian lebih lanjut, diantaranya:

B.1. Akademis

a) Dapat meningkatkan pengetahuan bagi pembacanya mengenai

proses pencalonan anggota legislatif di partai Gerindra dan faktor

penyebab partai Gerindra mencalonkan kadernya yang mantan

narapidana korupsi.

b) Hasil analisis yang peneliti lampirkan jauh dari kata sempurna, untuk

itu pada penelitian selanjutnya yang tertarik pada judul yang sama

diupayakan untuk dapat lebih mendalam menentukan proses

pencalonan anggota legislatif di Partai Gerindra serta faktor yang

menyebabkan partai Gerindra mencalonkan kadernya yang mantan

narapidana korupsi.

c) Penelitian ini hanya terbatas pada aspek dari proses rekrutmen calon

legislatif mantan koruptor partai Gerindra.

d) Perkaya analisis dengan menggunakan teori-teori lain yang lebih

baru.

B.2. Praktis

a) Memberikan penjelasan yang lebih mendalam untuk pembaca bahwa

partai Gerindra seharusnya tidak sekadar memilki kerangka dasar

Page 87: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

75

dalam rekrutmen politik baik dalam bentuk anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga partai, namun tidak kalah pentinya adalah

komitmennya untuk konsisten menjalankan mekanisme sesuai aturan.

Langkah memperbaiki sistem rekrutmen akan sangat berpengaruh

besar kepada kehidupan mesin partai.

b) Di dalam sistem pencalonan calon legislatifnya, seharusnya partai

Gerindra, begitu juga partai politik lainnya, menerapkan kriteria yang

sesuai dengan jati diri partai sebagai bentuk komitmen dan

konsistensinya untuk menegakkan aturan main yang ada.

c) Menggunakan Bahasa yang baik sesuai dengan kaidah penulisan dan

yang mudah dimengerti oleh pembaca.

Page 88: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

76

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ambardi, Kuskridho. Mengungkap Politik Kartel: Studi Tentang Sistem Kepartaian

di Indonesia Era Reformasi. Jakarta: Kepustaan Populer Gramedia, 2009.

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

2008.

Firmanzah. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik

di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.

Haboddin, Muhtar. Pemilu dan Partai Politik di Indonesia. Malang: UB Press,

2016.

Haris, Syamsuddin. Partai, Pemilu, dan Elemen: Era Reformasi. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2014.

Harrison, Lisa.Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana, 2009.i

Labolo, Muhadam. Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia: Teori,

Konsep, dan Isu Strategis. Jakarta: Rajawali Press, 2015.

Mas’oed, Mochtar dan Colin Mac Andrews. Perbandingan Sistem Politik.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008.

Nainggolan, Bestian. Partai Politik Indonesia 1999-2019: Konsentrasi dan

Dekonsentrasi Kuasa. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2016.

Noor, Firman. Quo Vadis Demokrasi Kita: Sebuah Respon terhadap Konsolidasi

Demokrasi di Indonesia. Jakarta: RMBOOKS PT. Wahana Semesta

Intermedia, Cet. 1 2015.

Page 89: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

77

Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Pramono, Agus. Elit Politik yang Loyo dan Harapan Masa Depan. Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 2005.

Putra, Nusa. Politik Kekuasaan dan Korupsi. Jakarta: Murai Kencana, 2015.

Rahman, Arifin. Sistem Politik di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2010.

Subagyo, Firman. Menata Partai Politik: Dalam Arus Demokratisasi Indonesia.

Jakarta: RMBOOKS PT. Wahana Semesta Intermedia, 2009.

Subekti, Valina Singa. Dinamika Konsolidasi Demokrasi: Dari Ide pembaharuan

Sisten Politik hingga ke Praktik Pemerintaha Demokratis. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2015.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo, 1992.

Tangkilisan, Hesel Nogi. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Yayasan

Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2003.

Varma, SP. Teori Politik Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Yuda, Hanta. Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi, Studi

tentang Kombinasi Sistem Presidensial dan Multipartai di Indonesia Era

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2010.

Page 90: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

78

Karya Ilmiah

Ridho Saputra, Gugum. “Hak Mantan Narapidana untuk Dipilih dalam Pemilihan

Umum Kepala Daerah”, (Skripsi Program Studi Hukum, Depok, 2012).

Suharni, Inke. “Humas dalam Kampanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi

Pemilu 2009”, (Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009).

Jurnal Online

Bathoro, Alim. Perangkap Dinasti Politik dalam Konsolidasi Demokrasi,

(JurnalFISIP Umrah, Volume 02 Nomor 02, (2011): 117-118.

Hamdie, Akhmad Nikhrawi. “Hak eks Narapidana Menjadi Anggota Legislatif”,

eJurnalAs-Siyasah, Nomor 01 Volume 01, (2016): 26-33.

Harjanto, Nico. “Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai Politik di

Indonesia”, JurnalAnalisi eSIS, Volume 40, Nomor 02, 141.

Maghfiroh, Kholifatul, Lita Tyesta A.L.W, dan Retno Saraswati. “Perkembangan

Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Pencalonan Mantan Narapidana

Sebagai Anggota DPR, DPD dan DPRD Serta Sebagai Kepala Daerah Dan

Wakil Kepala Daerah”, eJurnalIlmu Hukum, Nomor 02 Volume 07, (2018):

104-121.

Nge, Herri Junius. “Oligarki Partai dalam Rekrutmrn Calon Kepala Daerah: Studi

Kasus Munculnya Calon Tunggal pada Pemilihan Kepala Daerah

Kabupaten Landak Tahun 2017”, JurnalAcademia Praja, Nomor 1 Volume

01, (2016): 73.

Page 91: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

79

Prasetya, Imam Yudi, “Pergeseran Peran Ideologi dalam Partai Politik”,

(JurnalIlmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Volume 01, Nomor 01, (2011):

33.

Prayudi, “Penyelenggaraan Pilkada Dan Lemahnya Sirkulasi Elit Politik Lokal”,

JurnalPusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, (02 Desember 2016): 275-

294.

Saputra, Roni Tamara.“Sistem Kaderisasi dan penetapan Calon Anggota Legislatif

dalam Pemilu 2009: Studi Kasus Partai Golkar Kabupaten Penajam Paser

Utara”, eJurnalIlmu Pemerintahan,Nomor 01 Volume 02, (2014): 1829-

1841.

Artikel Internet

AD/ART Partai Gerindra Pasal 12 Bab IV tentang ”Fungsi”, dari

partaigerindra.or.id. Artikel ini diakses pada 17 Oktober 2018.

AD/ART Partai Gerindra Pasal 13 Bab IV tentang ”Tugas”, dari

partaigerindra.or.id. Artikel ini diakses pada 17 Oktober 2018.

AD/ART Partai Gerindra Pasal 60 Bab XV tentang “Jati Diri Partai”, dari

partaigerindra.or.id. Artikel ini diakses pada 17 Oktober 2018.

CNN Indonesia, “Gerindra Akui Caleg Eks Koruptor Sedikit Gores Nama Partai”,

dari https:// www.cnnindonesia.com/nasional/ 20190131231913 -32-

365574 /gerindra-akui-caleg-eks-koruptor-sedikit-gores-citra-partai.

Artikel ini diakses pada 30 Juni 2019

CNN Indonesia, “KPU Resmi Taken Aturan Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg,

dari https:// www.cnnindonesia.com /nasional/ 20180701173711 -32-

Page 92: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

80

310583/kpu-resmi-teken-aturan-larang-eks-koruptor-jadi-caleg. Artikel ini

diakses pada 15 Agustus 2019.

Detik.com, “Pro Kontra Larangan Nyaleg Untuk eks Koruptor”, dari

https://news.detik.com/berita/d-4094865/pro-kontra-larangan-nyaleg-

untuk-eks-koruptor. artikel ini diakses pada 14 Agustus 2019

Hadjar, Abdul Fickar. Dalam Kompas.com, “Putusan MA terhadap PKPU

Menjauhkan dari Hukum progresif”, dari https://nasional.kompas.com/read/

2018/09/15/11482971/pakar-putusan-ma-terhadap-terhadap-pkpu-

menjauhkan-dari-hukum-progresif. Artikel ini diakses pada 05 Oktober

2018.

IDN Times “6 Caleg Mantan Napi Korupsi dari Gerindra, Ini Kata Sekjen

Gerindra”, dari https://www.idntimes.com/news/indonesia/teatrika/6-caleg-

mantan-napi-korupsi-dari-gerindra-ini-kata-sekjen-gerindra/full. Artikel ini

diakses pada 30 Juni 2019.

Jainuri, “Orang Kuat Partai di Arus Lokal: Blater Versus Lora dalam Pencaturan

Politik”, dari http://pemerintahan.umm.ac.id. Artikel ini diakses pada 21

Oktober 2018.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dari https://kbbi. kemdikbud.go.id. artikel

ini diakses pada 02 Februari 2019.

Kompas, “Coret Lima Bakal Calon Eks Koruptor, tetapi Pertahankan M. Taufik,

Apa Alasannya?”, dari https://nasional.kompas.com/read/2018/09/21/

16230451/coret-5-bakal-caleg-eks-koruptor-tetapi-pertahankan-m-taufik-

apa-alasan. Artikel ini diakses pada 31 Januari 2019.

Page 93: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

81

Kompas, “Disahkan KPU, Ini Perolehan Suara Legislatif 2014”, dari

https://nasional.kompas.com/read/2014/05/09/2357075/Disahkan.KPU.Ini.

Perolehan.Suara.Pemilu.Legislatif.2014. Artikel ini diakses pada 30 Januari

2019.

Kompas, “Gerindra Terbanyak Ajukan Caleg Eks Napi Korupsi, Rakyat Diminta

Jangan Ragu”, dari https://nasional.kompas.com/read/2018/07/27/

18544111/terbanyak-ajukan-caleg-eks-napi-korupsi-gerindra-minta-

rakyat-tak-ragu.Artikel ini diakses pada 15 Oktober 2018.

Kompas, “Inilah Hasil Akhir Perolehan Suara Nasional Pemilu”, dari

https://nasional.kompas.com/read/2009/05/09/22401496/inilah.hasil.akhir.

perolehan.suara.nasional.pemilu.Artikel ini diakses pada 30 Januari 2019.

Kompas, “Pernah dibui, Taufik tak Setuju Mantan Narapidana Korupsi Dilarang

Nyaleg”, dari https://megapolitan.kompas.com/read/2018/05/24/10460441

/pernah-dibui-taufik-tak-sejutu-mantan-napi-korupsi-dilarang-nyaleg.

Artikel ini diakses pada 30 Januari 2019.

Kumparan.com, “Jumlah Korupsi Caleg Gerindra yang menurut Prabowo Tak

Seberapa”, dari https://kumparan.com/@kumparannews/jumlah-korupsi-

caleg-gerindra-yang-menurut-prabowo-tak-seberapa-

1547802235043864873. Artikel ini diakses pada 05 Juli 2019.

Liputan 6 News, “Gerindra Juga Punya Eks Napi Kasus Korupsi Sebagai Caleg”,

dari https://www.liputan6.com/news/read/570886/gerindra-juga-punya-

eks-napi-kasus-korupsi-sebagai-caleg.Artikel ini diakses pada 02 Februari

2019.

Page 94: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

82

Megapolitan Kompas, “Berbagai Upaya M. Taufik Lawan PKPU untuk Bisa Jadi

Caleg Lagi”, artikel ini diakses pada 09 April 2018, dari

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/17/07180151/berbagai-

upaya-m-taufik-lawan-pkpu-untuk-bisa-jadi-caleg-lagi.

Merdeka, “Daftar 36 Anggota DPR Tidak Komitmen Berantas Korupsi Versi

ICW”, dari https://www.merdeka.com/politik/daftar-36-anggota-dpr-tak-

komitmen-berantas-korupsi-versi-icw.html. Artikel ini diakses pada 01

Februari 2019.

Nasional Kompas, “Daftar Lengkap 81 Caleg Eks Koruptor”, dari

https://nasional.kompas.com/read/2019/02/19/15075331/daftar-lengkap-

81-caleg-eks-koruptor?page=all.Artikel ini diakses pada 27 Februari 2019.

Okezone News, “Gerindra Sepakat Mantan Napi Korupsi Dilarang Nyaleg”, dari

https://news.okezone.com. Artikel ini diakses pada 09 April 2019.

Papua Antar News, “Anggota DPRD Papua Dilantik”, dari, https://

papua.antaranews.com/berita/448034/55-anggota-dpr-papua-dilantik.

Artikel ini diakses pada 01 Februari 2019.

Pendaftaran Anggota Partai Gerindra, dari http://partaigerindra.or.id/pendaftaran-

anggota-partai-gerindra-secara-online.Artikel ini diakses pada 09 April

2019.

Politik LIPI, “Problematika PKPU No. 2 Tahun 2018 tentang Mantan Koruptor

menjadi Caleg”, dari http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-

Page 95: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

83

nasional/1225-problematika-pkpu-no-20-tahun-2018-mantan-koruptor-

menjadi-caleg. Artikel ini diakses pada 15 Agustus 2019.

Romli, Lili, “Masalah Kelembagaan Partai Politik di Indonesia Pasca Orde Baru”,

dari ejournal.lipi.go.id/index.php/jppol/article/download/494/303. Artikel

ini diakses pada 24 April 2019

Sejarah Partai Gerindra, dari http://partaigerindra.or.id/ sejarah-partai-

gerindra.Artikel ini diakses pada 19 Januari 2019.

Tempo, “Korupsi Ketua DPRD Provinsi Papua Divonis Satu Tahun 10 Bulan”, dari

https://nasional.tempo.co/read/453324/korupsi-ketua-dpr-papua-divonis-1-

tahun-10-bulan.Artikel ini diakses pada 01 Februari 2019.

Tribun News, “Soal Bakal Calon Legislatif, Gerindra Ikuti Putusan MA”, dari

http://www.tribunnews.com/ nasional/ 2018/ 06/ 29/ tahanan-kpk-menang-

di-pilkada. Artikel ini diakses pada 15 Oktober 2018.

Tribun News, “Tahanan KPK Menang di Pilkada”, dari

http://www.tribunnews.com/ nasional/ 2018/ 06/ 29/ tahanan-kpk-menang-

di-pilkada. Artikel ini diakses pada 13 Oktober 2018.

Visi dan Misi Partai Gerindra dalam Manifesto Perjuangan Partai Gerakan

Indonesia Raya, dari http://partaigerindra.or.id/ sejarah-partai-gerindra.

Artikel ini diakses pada 19 Januari 2019.

Wasisto Raharjo Jati dalam CNN Indonesia, “Caleg Eks Koruptor Dipilih Karena

Unggul Materi”, dari https:// www.cnnindonesia.com/ nasional/

Page 96: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

84

20180723055204-32-316155/caleg-eks-koruptor-dipilih-karena-unggul-

materi. Artikel ini diakses diakses pada 05 Juli 2019.

Undang-Undang dan Peraturan

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang

Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota

pada Pemilu 2019, diakses pada 23 April 2019 pada https://kpu.go.id/

koleksigambar/PKPU_20_THN_2018.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 2008, Bab V tentang Tujuan dan

Fungsi Partai Pasal 11.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU

no. 2 tahun 2008 tentang partai politik, pasal 29 bagian 2.

Page 97: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

LAMPIRAN

1. Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa (Anggota DPR RI Partai

Gerindra dan Ketua DPD Gerindra Provinsi Banten).

Pewawancara : Assalamu’alaikum Wr. Wb. Perkenalkan nama saya Nabillah

Aisyah Rumi, mahasiswi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebelumnya, saya berterimakasih kepada

Bapak yang sudah bersedia menjadi narasumber untuk skripsi saya yang berjudul,

“Proses Politik dalam Pencalonan Kader (Studi atas Pencalonan Mantan

Narapidana Kasus Korupsi pada Partai Gerindra di Pemilihan Legislatif 2019)”.

Langsung saja ke pertanyaan pertama pak, di partai Gerindra sendiri, bagaimana

proses dan persyaratan untuk menjadi anggota atau kader Gerindra?

Pak Desmond : Yang pertama, orang tersebut datang kekantor DPC, mengisi

blanko untuk mendaftar keanggotaan. Dari situ DPC atau DPC memberikan

anggaran dasar anggaran rumah tangga atau AD/ART, atau mereka-mereka ini

disuruh baca AD/ART tersebut, semantap apa orang tersebut, sesuai tidak anggaran

dasar partai Gerindra, manifesto perjuangan partai dengan apa yang dia atau orang

tersebut bayangkan. Sesuai tidak dengan apa yang ada, maunya orang tersebut.

Membaca manifesto perjuangan partai, buku-buku yang berkaitan dengan diskusi-

diskusi sebagai jalan partai Gerindra. Nah hal tersebutlah yang dijelaskan oleh

kepengurusan terhadap orang-orang yang ingin mendaftar.

Pewawancara : Baik pak, jika tadi saya bertanya proses masuk partai Gerindra itu

seperti apa, sekarang yang saya mau tanya adalah kalau persyaratan dan proses

menuju calon legislatif yang di usung partai Gerindra ini bagaima?

Pak Desmond : Ada dua hal, ada kader dan ada pendatang. Kader tentu kami

prioritaskan, tapi kami juga harus bisa melihat terhadap orang yang mendaftar ini,

ini bicara tentang elektabilitas kader, berhadapan dengan partai-partai lain. Nah

dalam konteks strategi politik pemenangan, kami pun mencari yang bukan kader,

agar pada saat pertarungan seperti pemilu ini bahwa partai Gerindra jadi pemenang.

Page 98: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

Tapi sesudah mereka calon, tentunya mereka harus belajar tentang apa yang

dimaksud dengan partai gerakan, ini kan gerakan Indonesia raya (Gerindra),

berartikan ada pula gerakan. Kamu harusnya ngerti tentang “gerak” kan? Apa yang

dilakukan oleh gerak, ini kan ada sesuatu terencana, terstruktur.

Pewawancara : Berarti persyaratannya bagaimana pak untuk nyaleg itu sendiri?

Pak Desmond : Yaa persyaratannya isi blanko sebagai keanggotaan, dia mendaftar

sebagai anggota, dia mendaftar sebgaia anggota kan dia harus memahami anggaran

dasar anggaran rumah tangga, manifasto perjuangan partai, taklimat-taklimat dari

sekian banyak pidato dan arah politik partai Gerindra. Kan itu yang harus

diperlukan.

Pewawancara : Terus kalo kader ini sendiri harus khatam tidak soal AD/ART

Pak Desmond : Karena bicara AD/RT, ini bicara tentang kemungkinan-

kemungkinan resiko kalo dia melanggar kode etik. Kan dia harus paham, harus

paham dia, masa kader tidak paham AD/ART, nanti “nabrak-nabrak” kena sanksi

seolah-olah dia ga bersalah.

Pewawancara : Terus kalo kasusnya seperti tadi pindah partai atau belum berpartai

kan prosesnya ke hambalang itu setelah mencalonkan, sesudah terpilih. Nah berarti

untuk pemahaman tentang AD/ART nya juga setelah dia terpilih?

Pak Desmond : tidak, sambil berjalan. Sesudah dia mengisi kan dia harus tau apa

AD/ART dan manifesto perjuangan partai, pada saat dia kampanye di tengah

masyarakat dia bisa menyampaikan apa visi dan misi partai Gerindra yang hari ini

dia bercalon di partai Gerindra. Jangan sampai orang dari partai lain sudah ada,

yang sudah pernah dia disana, masuk kesini (partai Gerindra) gaya nya gaya partai

yang dulunya, kan ga cocok.

Pewawancara : Kalo di dalam proses pengakderan sendiri ada penanaman nilai-

nilai anti korupsi?

Pak Desmond : Itu pasti. Pelanggaran terhadap korupsi otomatis diberhentikan

oleh partai. Nah yang dipersoal kan mantan narapidana korupsi. Kami yang bicara

tentang itu ya Cuma ada satu orang, Muhammad Taufik, ketua DPD Gerindra Prov.

Jakarta. Tapi kan dia sebelum di partai, waktu dia di KPU. Pertanyaannya, undang-

undang tidak melarang itu, gerakan Indonesia bersih, itu menganggap bahwa itu dia

tidak bersih tapi secara hukum, dia kan boleh nyalon, legal secara hukum. Jadi

bukan isu-isu yang hari ini seolah-olah Indonesia itu sangat ideal. Pertanyannya,

selama dia di Gerindra, dia korupsi tidak? Itu kan parameter kami. Yang jadi soal

kalo kami melarang sodara Taufik, misalnya, kan dia bisa gugat partai, seperti dia

gugat KPU dan dia menang, ada proses hukumnya. Apa alasan KPU melarang

orang yang tidak ada aturannya, kalo kita berbicara aspek legal. Jangan di dengar

menurut saya, ini negara hukum gitu, bukan negara-negara isu-isu karena

kepentingan sekelompok orang merasa bersih, seperti ICW, itukan lelucon yang

Page 99: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

gak lucu. Kenapa? Saya juga bagian dari ICW masa lalu, sebelum ada ICW saya

ketua MAKI, di dirikan sebelum saya diculik pada 98.

Pewawancara : Berarti kalo ada orang yang mau nyaleg lewat gerindra, misalkan

dia punya track record korupsi tapi di luar partai Gerindra, bagaimana?

Pak Desmond : Kalo di Banten, orang yang narapidana korupsi pasti saya tolak.

Mohammad Taufik itu berbeda. Dia sudah mencalon dan sudah terpilih. Berbeda

kasus dia, sebelum dia di Gerindra dan sesudah dia di Gerindra. Pada saat dia

Gerindra sudah keluar dari hukuman, mendaftar waktu 2014, tidak ada main-

mainan lucu-lucuan kaya gini (pelarangan mantan koruptor maju di pileg), lalu dia

lanjut, tiba-tiba KPU mengambil keputusan tidak ada aturannya. Apa aturannya

KPU melarang caleg, dasarnya tidak ada. Cuma karena tuntutan popularitas doang,

ini kan tidak benar kelembagannya karena popularitas. Minta dihargai

popularitasnya, seolah-olah anti korupsi. Menghukum orang, itukan tidak benar.

Yang harus dipahami caleg-caleg ini tidak terlibat dalam konteks dia korupsi di

Gerindra, tapi pada saat dia KPU dia korupsi, itu urusan masa lalu dia. Pada saat

dia mendaftar 2014, hal-hal ini kan tidak terbicarakan, tapi pada saat dia mendaftar

2019, baru diungkit lagi. Ini kan Cuma sekelompok orang cari popularitas, KPU

cari popularitas.

Pewawancara : Maksud saya kalo ada orang yang punya dosa masa lalu tapi bukan

kader gerindra pada saat itu, kaya misalkan Muhammad Taufik dan 5 caleg lainnya

itu berarti tidak masalah dari partai Gerindranya?

Pak Desmond : Itu juga salah satu yang kita akan hindari. Itu bagian dari

pembicaraan, kita pertimbangkan. Ini kan muncul pada saat 2018-2019 ini. Masa

lalu tidak ada masalah. Tapi kalo diliat sekarang ya masalahnya masalah apa? Cuma

kelembagaan KPU cari popularitas, komisionernya. ICW selalu seolah-olah bersih.

Enggaklah bermaslaah semua itu orang, sebelum Teten, masuk ke kekuasaan

Jokowi, dia teriak tentang korupsi. Sekarang? Di pemerintahan ini bersih gak? Ya

yaudah jangan melihat sesuatu yang ideal. Hidup itu perlu konsistensi, ini kan lucu-

lucuan yang tidak lucu dan melanggar hukum. Harus di kaji hukumnya.

Pewawancara : Kalo bapak sendiri melihat KPU ini yang melarang eks koruptor

nyaleg, setuju atau tidak, secara umum?

Pak Desmond : Secara hukum dia mengada-ada, tanpa dasar. Mereka cari

popularitas. Rezim ini kan juga rezim korup. Ini kan bagian dari kekuasaan. Jadi

kalo pemerintahan ini udah beres betul, tidak ada hakim yang ditangkap, tidak ada

gubernur yang ditangkap, tidak ada jaksa yang ditangkap, nah ini kan bagus. Nah

rezim yang korup tiba-tiba muncul KPU, harusnya kan ini kita lihat apa sebenarnya

yang terjadi dengan rezim ini, dan apa yang terjadi dengan KPK. Kenyatannya yang

berbau pemerintahan, rezim ini kok yang sudah jadi tersangaka, gak lanjut,

gubernur Jawa Tengah, Menteri Hukum dan HAM, Muhaimin? Ada apa dengan

republik mimpi ini kalo kalian bicara tentang saklek anti korupsinya.

Page 100: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

Pewawancara : Pertimbangan partai Gerindra dalam mencalonkan mantan

narapidana kasus korupsi ini, misalkan ada orang yang lagi bermasalah, misalkan

dia lagi jadi tersangka atau hanya saksi kasus korupsi, ada pertimbangan nya tidak

pak?

Pak Desmond : Kan harus diperhatikan, kan ada beberapa banyak contoh.

Menunggu proses hukum, menunggu hasil. Ini negara hukum atau negara lucu-

lucuan? Kalo dia ketangkap tangan, kan otomatis kita pecat, tidak menunggu proses

hukum.

Pewawancara : Misalkan dalam pengambilan keputusan terakhir itu, kan dalam

organisasi itu misalnya dalam partai, tidak mungkin diminta pendapat semua

kadernya misalkan dari ranting. Itu bagaimana pengambilan keputusan terakhirnya?

Pak Desmond : Oh enggak, kalo di partai ada namanya mahkamah partai. Kode

etik itu panduan dasar bagi mahkamah partai untuk memutuskan, salah satu tadi

disinggung, sumpah kader yang tidak korupsi. Pada saat dia korupsi disidangkan di

mahkamah partai, dia bisa apalagi? Dia udah melanggar ko, di hukum,

diberhentikan. Jadi yang memberhentikan itu adalah keputusan mahkamah partai

yang merekomendasikan kepada ketua umum untuk memberhentikan orang sebagai

misalnya anggota DPR, kader partai.

Pewawancara : Kan ada kader yang track record nya baik, masa lalu nya baik,

apakah ada kaya kecemburuan sosial terhadap kader yang track record nya mantan

koruptor?

Pak Desmond : Misalnya Muhammad Taufik ini nyalon di 2014, dia terpilih di

2014, 2014 itu tidak ada penolakan dari apapun karena tidak ada hukum yang

melarang dia nyalon. Waktu itu tidak ada warning apa-apa, ya dia berjalan ya dia

terus terpilih. Nah pada saat 2018-2019 dia nyalon ini ada warning yang lucu dari

KPU. Apakah Muhammad Taufik bekas korupsi di Gerindra? Yang dia korupsi itu

masa lalu dia pada saat dia KPU, pada saat dia di Gerindra kan enggak. Apakah ini

dikatakan kader korupsi? Kan enggak. Karena dia korupsi sebelum. Jangan kalian

tidak bisa memisahkan hukum masa lalu orang dan hukum yang ada sekarang. Pada

2014 tidak ada hukumnya melarang, 2018-2019 juga tidak ada, kalo ada ya gabisa

nyalon. Ini kan keputusan yang sepihak yang tidak punya dasar hukum dan KPU

tidak diperbolehkan secara konstitusi membuat Undang-Undang sendiri, dia

pelaksana Undang-Undang. Yang bisa membuat Undang-Undang itu DPR dan

pemerintah. KPU melarang orang itu kan melanggar Undang-Undang, berarti KPU

nya ngaco.

Pewawancara : Terus kalo rakyat ini sendiri kan banyak rakyat yang tidak “melek”

terhadap hal ini, kata bapak KPU ini kan tidak berdasar, tapi rakyat ini kan

melihatnya mereka-mereka ini mantan koruptor dan ngecap mereka pernah korupsi.

Pendapat bapak untuk rakyat yang seperti ini bagaimana pak?

Pak Desmond : Ini lah sebenarnya yang harus kita lakukan pendidikan politik yang

baik. Kasian rakyat yang tidak mengerti, orang Cuma mencari popularitas seolah-

Page 101: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

olah mereka lembaga yang bagus, tapi dasar-dasar sebagai pelaksana negara itu

tidak paham. Kalo dia paham ketatanegaraan, tentang pembuat Undang-Undang,

KPU tidak begitu. Kalo kita bicara politik hari ini, memangnnya KPU hari ini KPU

yang bagus? KPU kan sudah bagian dari rezim kekuasaan sekarang. Memang ada

demokrasi di republik ini? Tidak ada. Kalo kamu lihat hukum hari ini, tidak ada.

Karena huku, sudah milih kekuasaan sekarang, berrati negara hukum sudah gak

ada, berarti adanya negara kekuasaan. Kondisi sosial politik seperti ini, ini lebih

parah daripada zaman saya (1998).

Pewawancara : Mungkin terakhir pak, dari partai gerindra ini sendiri kan keadaan

sekarang rakyat itu belum melek politik, contohnya rakyat langsung men-cap dia

mantan koruptor. Keadaan seperti itu bagaimana pak?

Pak Desmond : Karena itu ada sesuatu hal yang tidak dipahami. Karena masyatakat

masih apa yang bahasa “wah-wah” langsung ditelaah, tidak dipikirkan. Itu kan hoax

aja sebenarnya. Hoax yang omong kosong, menyesatkan masyarakat kan. Menuduh

orang yang mantan koruptor, yang muncul Gerindra nya, bukan misalnya

Muhammad Taufik pada waktu KPU. Ini kan secara tidak langsung menggiring

opini, apalagi yang bicara Jokowi. Agak susah saya bicara, Gerindra ini sudah

disamakan dengan negara, debat pertama kan adna lihat. Ini kan tidak boleh, bicara

yang sifatnya seperti itu, debat kedua lucu juga, Prabowo melemah, ya karena

Prabowo ngapain dia melayani orang kaya gitu. Nah ini lah yang sebenarnya yang

harus dilakukan oleh kita bersama, jangan sampai masyarakat nge-cap karena

ketidaktahuan dia. Kan kasian mantan koruptor, dia udah korupsi lalu dia di hukum,

udah jalanin hukuman, masa tidak boleh nyaleg. Melanggar konstitusi loh, hukum

kaya di bunuh. Hukum di Indonesia pengayoman, lembaga permasyarakatan adalah

pembinaan, memberi ruang orang untuk taubat. Itukan lembaga permasyarakatan,

bukan lembaga penghukuman. Kan aneh, kelembagaan KPK, KPU, bikin statement

bikin hal-hal yang menurut saya melanggar hukum. Yang ga ada hukumnya mereka

karang-karang sendiri dan mereka bukan pembuat hukum dan Undang-Undang.

Kalo presiden sekarang menggunakan style kekuasaan, negara hukumnya hilang,

maka chaos republik ini.

Pewawancara : Mungkin closing statement saja pak untuk permasalahan ini

Pak Desmond : Iya pada inti dasarnya, negara ini negara hukum, bukan negara

kekuasaan. Tertib sosial, patuh pada hukum, bukan politik yang jadi main-mainnya.

Kelembagaan harus memahami topoksinya, jangan tidak paham topuksinya seperti

KPU melarang orang atau membikin aturan yang mereka itu bukan pembuat

peraturan. Mereka membuat peraturan di internal mereka sendiri, tapi perturan

mereka tidak boleh keluar untuk orang lain, misalnya mereka buat peraturan tentang

bagaimana mereka bekerja di internal KPU, tapi peraturan yang mereka buat tidak

boleh melibatkan orang laur dalam kasus pelarangan terhadap mantan narapidana

korupsi itu bukan kapasitas KPU, itu kapasitas DPR dan pemerintah membuat

aturan itu, atau kapasitas Presiden membuat Perpu dan Perpu itu juga harus disetujui

oleh parlemen.

Page 102: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

2. Wawancara dengan Bapak Helvi Y.M (Wakil Sekjend DPP Partai

Gerindra).

Pewawancara : Assalamu’alaikum Wr. Wb. Perkenalkan nama saya Nabillah

Aisyah Rumi, mahasiswi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebelumnya, saya berterimakasih kepada

Bapak yang sudah bersedia menjadi narasumber untuk skripsi saya yang berjudul,

“Proses Politik dalam Pencalonan Kader (Studi atas Pencalonan Mantan

Narapidana Kasus Korupsi pada Partai Gerindra di Pemilihan Legislatif 2019)”.

Langsung saja ke pertanyaan pertama pak, di partai Gerindra sendiri, bagaimana

proses dan persyaratan untuk menjadi anggota atau kader Gerindra?

Pak Helvi : Kalo Gerindra itu partai nasional religius, sudah jelas. Jadi otomatis

kita mengacu UUD 1945, tiap orang yang berminat dengan politik, itu kita

tampung, dan memang di Gerindra itu sendiri ada sayap yang didirkan yang

khususnya untuk memberikan pendidikan politik pada generasi yang mau masuk

politik, itu namanya Tunas Indonesia Raya (TIDAR), nah darisana kemudian ada

orang yang selama ini melakukan pergerakan sosial di masyarakat kemudian ingin

lebih kenal lebih kepada Gerindra, yaitu ada lagi, yakni sekmen di atas TIDAR, bisa

jadi pemuda, bisa jadi orang yang sudah masuk usia matang, nah itu namanya

SATRIA (Satuan Relawan Indonesia), tetapi bisa juga orang-orang yang sudah

bermain di politik tetapi dia belum mempunyai partai, tapi sudah bekerja di aktivitas

sosial, pergerakan, nah dia bisa juga masuk ke Gerindra nya langsung. Tentu saja

dalam hal ini dia paham apa itu visi dan misi Gerindra yang dituangkan dalam

manivesto partai Gerindra, kemudian melakukan pendaftaran, kemudian kalo

memang berminat masuk ke pengurus, kita lihat bakatnya seperti apa nah kemudian

kita tempatkan sesuai temapt dia atau permintaan dia dimana, kemudian kita cari

posisinya dia yang memang ketika klasifikasikan dia cocok di satu bidang ya kita

masukan.

Pak Helvi : Yang namanya kader itu sudah pasti anggota, tapi yang namanya

anggota belum tentu kader. Kenapa? Karena yang namanya kader itu dia itu sudah

melewati proses pendidikan di Gerindra, kaya contohnya kamu, masuk ya sebagai

anggota, tapi kalo kader itu jelas dia mengikuti segala latihan yang tersedia yang

Page 103: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

dia pilih, kemudian setelah itu dia ditempatkan di dalam struktur, itu otomatis

namanya kader. Karena memang sebagian hidupnya dia sudah serahkan ke

Gerindra. Kalo anggota ya dia ikut acara Gerindra.

Pewawancara : Kalo anggota sama relawan itu beda lagi atau sama saja?

Pak Helvi : Beda lagi. Kalo relawan kan sudah jelas mereka tidak berbendera, nah

di Gerindra itu disebut simpatisan. Itu yang nantinya ditarik jadi anggota, kemudian

dia merasa cocok dengan Gerindra, kemudian Gerindra juga melihat potensi dia,

itulah yang ditarik sama kader, kemudian diikutkan pada pelatihan kader di

hambalang.

Pewawancara : Kriteria dipanggil ke hambalang apa saja pak?

Pak Helvi : Kriteria secara umum, yang jelas bersedia mengikuti aturan-aturan

yang ada di Gerindra. Ketika kamu sebagai anggota, ya kamu hanya mengenal

Gerindra itu seperti apa. Tapi ketika kamu pengen mengabdikan diri sebagai kader,

otomatis kamu harus tau apasih itu Gerindra, apasih kewajiban dari kader Gerindra,

ketika kamu sudah memenugi kriteria itu, kemudian kamu juga terbuka untuk

masuk ke jajaran Gerindra (struktur), kamu diberi kesempatan latihan, dan itu

permintaannya dari kamu. Biasanya dalam satu tahun ada 3 kali, tergantung

kesempatan turtornya yang juga kan ada yang dari DPR RI, jadi pak Prabowo

misalnya sudah menentukan bulan sekian sampe sekian pelatihan. Itu juga sesuai

tingkatan, ada pratama, madya, dan hutama. Kalo pratama yang baru masuk, kalo

madya itu dia setingkat sudah pegang di atas PAC.

Pewawancara : Kalo untuk kader menjadi calon legislatif itu seperti apa

kriterianya?

Pak Helvi : Kalo dari sisi Gerindra nya, itu menempuh kebijakan yang pertama

yang diutamakan itu kader, karena percuma Gerindra mendidik orang tetapi tidak

jadi apa-apa, itu diperintahkan DPP, pak Prabowo memerintahkan menyeleksi

kader, kemudian perintah pak prabowo dilanjutkan oleh DPP partai Gerindra, pak

Prabowo dalam hal ini sebagai ketua dewan pimpinan, dilanjutkan oleh DPP partai

Gerindra untuk menginstruksikan kepada DPD melakukan perekrutan, nah caleg

ini kan ada tiga tingkatan, kalo untuk DPR RI itu dilakukan oleh DPP sendiri,

kemudian untuk DPRD (provinsi) itu DPD, untuk DPRD Kab/Kota, itu DPC.

Kemudian sebaliknya, DPD juga menerima usulan rekomendasi dari DPD maupun

DPC, ada yang misalnya tokoh masyarakat setempat yang dinilai kapabel, ada tiga

hal, pertama, ketokohan seseorang, kedua, bagaimana jaringan (kemampuan dia

dari sisi jaringan), ketiga, kemampuan finanasial dia (dana). Ya tidak mungkin

mendorong orang yang tidak punya kemampuan finansial jadi legislatif, yang ada

nanti dia jualan, bahkan ujung-ujungnnya pasti korupsi. Hal ini ketika sudah

dilakukan saringan, itu bermuara nantinya pada satu tingkatan diatasnya, semisal

pertama, DPC menyaring kader Kab./Kota dia memberika deskripsi apa yang dia

saring itu ke DPD, DPD dengan tim seleksi calegnya itu menggodok sekaligus

memverivikasi orang itu, nah ketika ditemukan hal-hal yang janggal, itu dia

melakukan notice atau catatan, kemudian deskirpsi ini beserta file nya itu

Page 104: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

diserahkan ke DPP, di DPP lah diputuskan semuanya. Khusus DPR RI setelah

dilakukan pemberkasan oleh panitia penyeleksi caleg nasional, itu diajukan ke pak

Prabowo.

Pewawancara : Terus kalo misalnya ada orang yang ingin nyaleg tapi belum

berpartai terus misalkan ingin lewat Gerindra itu bisa ga?

Pak Helvi : Ya bisa, kalo kita nilai dia mampu, tapi syaratnya, sebelum kita

memberikan dia hak untuk mencaleg, dia harus clear dulu bahwa dia tidak terlibat

di partai lain. Kemudian menurut PKPU, bukan pegawai negeri, bukan pegawai

BUMN, bukan juga aparatur negara. Ketika dia sudah clear itu baru kita lakukan

saringan.

Pewawancara : Jadi kadernya berarti setelah dia menang?

Pewawancara : Kalo bicara soal AD/ART, apa kader-kader ini harus khatam?

Pak Helvi : Sudah pasti. Ancur Gerindra ini kalo dia tidak memahami AD/ART,

apalagi kalo dia mau dicantumin sebagia pengurus. Yang pertama dia harus paham

manifesto perjuangan partai (visi misi, arah perjuangan partai), kemudian dia harus

paham AD/ART partai.

Pewawancara : Kalo penanaman nilai-nilai anti korupsi gimana pak?

Pak Helvi : Bagi Gerindra, korupsi itu adalah hal yang haram, itu ada di manifesto

partai, karena yang kita perjuangkan itu adalah pasal 33 “pengelolaan sumber daya

alam untuk digunakan sebenar-benarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat Indonesia”, otomatis kita tidak bicara kekayaan individual disana. Itukan

gambaran umumnya, gambaran detailnya itu akan di dapatkan pada pelatihan kader,

bahwa kader itu tidak boleh melanggra ini itu.

Pewawancara : Apakah ada kroscek tentang latar belakang caleg pada saat ia maju

di pileg?

Pak Helvi : Sudah pati di cek, kan kita minta keterangan kelakuan baik, SKCK dan

pengadilan kan juga dilihat tidak pernah terlibat narapidana.

Pewawancara : Pendapat bapak tentang caleg mantan koruptor seperti apa pak?

Pak Helvi : Kalo di Gerindra itu jelas, orang dinyatakan tidak bisa diikuti caleg

ketika dia tidak mendapatkan surat declair dari pengadilan. Bagi Gerindra, ketika

pengadilan menyatakan bahwa itu itu sudah clear ya sudah, kan gabisa dong

misalnya kamu pernah melakukan sesuatu, tapi kamu bisa melakukan surat declair

dari pengadilan. Kita juga harus menghargai lembaga pemerintahan bahwa orang

ini sudah dipulihkan hak politiknya, kecuali kamu pernah ditahan di atas 5 tahun,

itu kan hak politik di cabut. Selama pengadilan bisa mengeluarkan surat declair,

tidak ada hak Gerindra untuk hak politik seseorang itu.

Page 105: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

Pewawancara : Jadi sikap Gerindra bagaimana dalam pencalonan caleg mantan

koruptor?

Pak Helvi : Ini bukan persoalan sikap saja, Gerindra itu taat hukum. Ketika

memang sudah ingkrah itu tidak ada ampun sekalipun dia menjadi dewan,

katakanlah dia jadi dewan, Gerindra sudah pasti men-PAW dia. Itu sudah banyak

yang kejadian seperti itu, terakhir Bali, anggota dewan, penangkapan narkoba, kita

PAW. Jadi gini, tidak ada yang bisa menjamin seseorang itu baik, tapi seseorang

juga punya hak membela diri. Ketika sudah melakukan pembuktian ke tingkat

pengadian, sampai pengadilan tinggi kamu dinaytakan bersalah, Gerindra baru bisa

mengikuti itu, karena Gerindra mematuhi Undang-Undang. Nah selama itu tidak

terjadi, istilahnya “hembusan begono begini” ya Gerindra itu tidak mau, karena

hembusan ini itu tidak ada kekuatan hukumnya. Gerindra itu adalah partai yang taat

hukum. Kalo membahas persoalan John Ibo, dia kan banding, setau saya kalo

sampai orang itu banding, masih ada keputusan di atasnya itu kita tidak bisa, tapi

ketika di eputusan terakhir, dia dinyatakan bersalah, Gerindra memanggilnya pasti

lewat mahkamah etik partai, selesai itu. Maksud saya gini, kalo mau menertibkan

hal-hal yang dituntut masyarakat itu, perangkat itu harus kuat. Contoh, untuk

pengadilan korupsi itu ketika dia sudah terhukum oleh KPK, itu harus dinyatakan

ada UU tertentu bahwa itu tidak ada hak lagi untuk banding-banding, karena itu

komisi yang khusus. Jadi tidak lagi ada upaya pembanding sehingga membuat yang

namanya semua partai pasti taat, kalo engga dia di tuntut secara HAM, makanya

Gerindra sangat setuju pemberantasan korupsi dengan penguatan KPK. Jadi

mengikuti keputusan dewan pembina.

Pewawancara : Misalkan caleg yang kabupaten atau kota kan ke DPC daftarnya,

yang menentukan itu prosesnya pengurus DPC nya?

Pak Helvi : Itu ada tim yang memerintahkan DPP lewat DPD supaya membentuk

tim seleksi celag daerah, disitulah di proses semuanya, kemudian hasil itu

dilaporkan kepada DPD, DPD memverivikasi, ketika menurut DPD saat verivikasi

wilayah, itu diteruskan ke DPP. Nah di DPP lah itu di putuskan. Putusannya tetap

di DPP. Kalo misalnya ketua DPC Tangsel yang juga sebagai caleg, kalo toh dia

memutuskan sendiri kapasitas dia mengusulkan dirinya, itulah gunanya disaring

oleh DPD, kalo dia merasa ga mampu, DPD akan memberi catatan, atau misalkan

DPD punya pertimbangan lain misalkan dia di calonkan jadi kepala daerah, gausa

caleg. Itu gunanya bertingkat.

Pewawancara : Kalo penentuan dapil dari pusat juga engga?

Pak Helvi : Ya kalo misalkan kamu caleg, ya berdasarkan kekuatan wilayah kamu

dong, gamungkin kamu misalnya kuat di Serpong ini kemudian kamu usulkan diri

kamu di Ciputat. Itulah yang di seleksi DPC, benar tidak ini orang punya suara.

Ketika diyakini oleh DPC, itu diusulkan ke DPD, lalu DPD mempelajari kira-kira

kemampuan kita dibandingkat kader yang lain kuat mana, disitulah nanti berlaku

nomor urut. Kemudian, dikaji lagi lawan-lawan kamu siapa saja. Banyak aspek

yang dikajai, tetapi tidak terlepas dari tiga garisan besar itu (ketokohan, jaringan,

kekuatan finansial). Kalo DPR RI begitu juga tetapi yang melakukannya itu DPP,

Page 106: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

makanya DPR RI itu juga semakin banyak rekomendasi dari DPC dan DPD itu

punya nilai tersendiri buat dia untuk kekuatan dia nanti.

Pewawancara : Tentang pencalonan mantan narapidana ini kan sudah booming di

media, kalo di koran, di sosial media, banyak rakyat ini yang menolak atas hal itu.

Pendapat bapak bagaimana? Dan solusi bapak seperti apa?

Pak Helvi : Kita disatu sisi tidak menyalahkan masyarakat, tapi disatu sisi,

pertarungan politik, kemudian dihembuskan oleh media itu sesuatu itu dibawa

seperti penyakit yang besar. Kalo di sisi masyarakat memang tidak menghendaki

itu, solusinya sederhana, tidak usah dipilih. Tepai secara kepartaian, Gerindra tidak

mau terjebak untuk melawan kekuatan hukum, karena hak hukum seseorang kalo

kita langgar, dia punya hak juga untuk menuntut balik, secara hak asasi dia.

Pewawancara : Tetapi ada kekhawatiran dari partai gak pak kehilangan suara

rakyat?

Pak Helvi : Kita kan punya caleg lain, dan kita juga memberikan sosialisasi bahwa

maslaah korupsi adalah masalah isu perjuangan Gerindra. Nah kita bisa

memberikan contoh beberapa orang kita yang korupsi, ketika dia sudah

mendapatkan keputusan tetap, kita PAW saja, ketika dia sudah jadi dewan. Ada hal-

hal yang khususterutama yang menyangkut pengurus partai. Jadi gini, kan

perlakuan partai terhadap orang biasa dengan pengurus partai kan beda, disatu sisi

partai membutuhkan dia, tentu kita benar-benar ini orang clear, hak politiknya, hak

hukumnya sudah clear. Karena ini wilayah politik, bisa jadi orang tidak senang

sama dia, bisa jadi yang menghajar lawan politiknya, ini kasusnya mislakan kita

bicara Pak Taufik (caleg mantan koruptor), ini kan kejadian berhembus sekiataran

akhir tahun 2018 kemarin, setelah huru hara pilkada, kemudian ditambah Gerindra

menang, bertambah kuat lagi ketika dia di nominasikan sebagai calon wakil

gubernur DKI Jakarta, jadi nuansa politiknya kental. Tapi sampai sekarang, dia bisa

declair pengadilan, dan bahkan presiden sendiri pernah bilang bahwa ya tidak apa-

apa. Statement nya saja, yang jelas Gerindra itu taat hukum, ketika saat pencaleg-

an diminta diminta declair nya caleg koruptor dari pengadilan, ada tidak hak

Gerindra mencegah mereka, kan ga ada, ya yaudah. Sedangkan umum saja kita

perlakukan saja kita perlakukan seperti itu, apalagi pengurus.

Ya bagi Gerindra, sepenuhnya tergantung pada utusan otoritas hukum, sesuai

dengan tata aturan perundang-undangan, kalo masalah korupsi, adalah isu yang

memang dikedepankan dan diperjuangkan oleh Gerindra, untuk itu statement

Gerindra jelas, penguatan KPK, Gerindra tidak mau melakukan perubahan

perundang-undangan KPK yang bersifat pelemahan terhadap kewenangan KPK, itu

saja sudah jelas bahwa Gerindra fokus pada isu pemberantasan korupsi. Jadi kalo

masalah narapidana, Gerindra mentaati aturan hukum yang berlaku, aturan hukum

yang berlaku, selama yang bersangkutan bisa membuktikan suatu pernyataan atau

declair dari institusi hukum yang diakui di republik ini, bagi Gerindra itu tidak

masalah. Jadi intinya, kita di Gerindra itu sudah dikumpulkan, bahwa tidak ada hak

kita mematikan hak politik seseorang, selama negara masih menghidupkan hak

politik dia. Kejahatan berat itu adalah dibuktikan dengan masa hukuman dia. Jadi

Page 107: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

di dalam hukum itu seseorang bisa dicabut hak politiknya ketika dia mendapat

hukuman berat diatas 5 tahun. Artinya, ketika si orang tersebut ke pengadilan, dan

berkata bahwa dia tidak masuk ke kejahatan berat yang di dakwa di atas 5 tahun,

saya bisa dong nyaleg, ya yaudah pengadilan mengeluarkan surat keterangan bahwa

yang bersangkutan berhak untuk mencaleg. Terus kalo tiba-tiba Gerindra bilang

tidak bisa, gimana? Itu kan perosoalan. Makanya kalo mau tertib, negara juga harus

konsisten. Misalkan KPK nangkep orang, hukumannya banyak juga yang dibawah

5 tahun, terus masyarakat menuntut juga. Memang secara etika moral itu udah

selesai, tapi ini persoalannya hukum. Kalo persoalan etika moral, yang namanya

etik itu konsekuensinya adalah hukum masyarakat, hukum sosial, hukum sosial

yang diharapkan partai “masyarakat, kamu menganggap ini udah melanggar etika,

gausah kami pilih”. Tapi kami secara institusi resmi, berdiri atas UU, kami harus

mengakomodai UU juga, nah itu yang dimaksud taat azas. Jadi intinya, tidak ada

hak Gerindra untuk menentukan hak politik seseorang, hak politik seseorang

dilakukan oleh institusi yang berwenang. Nah kalo dalam hal ini yang paling tinggi

MA, karena proses kasasi itu kesana, ketika MA sudah menhyatakan dia ingkrah,

itu ga ada lagi, itu hukuman akhirat aja udah.

3. Wawancara dengan Bapak Zaid Elhabib (Wakil Ketua DPD Gerindra

Provinsi Banten, Ketua Komisi I Bidang Pemerintahan DPRD Provinsi

Banten).

Pewawancara : Assalamu’alaikum Wr. Wb. Perkenalkan nama saya Nabillah

Aisyah Rumi, mahasiswi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebelumnya, saya berterimakasih kepada

Bapak yang sudah bersedia menjadi narasumber untuk skripsi saya yang berjudul,

“Proses Politik dalam Pencalonan Kader (Studi atas Pencalonan Mantan

Narapidana Kasus Korupsi pada Partai Gerindra di Pemilihan Legislatif 2019)”.

Langsung saja ke pertanyaan pertama pak, di partai Gerindra sendiri, bagaimana

proses dan persyaratan untuk menjadi anggota atau kader Gerindra?

Pak Zaid Elhabib : Proses masuk partai ya sebetulnya tidak sulit, gampang saja,

partai politik kan terbuka bagi siapa saja warga negara Indonesia yang

menginginkan demokrasi menjadi lebih baik itu melalui proses partai politik. Jadi

Page 108: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

siapa saja berhak masuk partai politik. Proses untuk masuk partai politik sendiri

sebetulnya dia cukup memiliki umur dan mempunyai KTP warga negara Indonesia,

kemudia proses di partai politik itu sendiri dia mengikuti seluruh kegiatan-kegiatan

partai, dia sudah memiliki kartu tanda anggota (KTA), diharapkan seseorang itu

aktif dalam mengikuti kegiatan partai. Simple sebenarnya, kalo memang dia ada

keinginan partai politik ya bisa masuk, siapa saja berhak masuk, tergantung orang

itu memilih partai mana yang kira-kira menurut orang tersebut bisa berperan dalam

proses demokrasi di Indonesia untuk menjadikan negara ini menjadi lebih baik.

Pewawancara : Proses dari kader lalu menjadi caleg seperti apa ?

Pak Zaid Elhabib : Persyaratannya harus aktif, mekanisme caleg persyaratannya

sesuai dengan KPU, siapa saja boleh asal dia menjadi anggota partai politik.

Sedangkan di partai politik sendiri juga punya persyaratan juga, adalah mengukur

keaktifan anggota maupun kader partai tersebut dalam rangka menaikan citra baik

partai. Kalo dia pasif, dia mau jadi caleg terus bagaimana dia bisa terkenal,

bagaimana dia bisa mengenalkan diri kepada calon-calon pemilihnya. Jadi caleg

kan tidak mudah, dia harus mempunyai tingkat popularitas dan elektabilitasnya.

Kalo dia pasif, bagaimana dia bisa dipilih karena pasif. Kalo mau dipilih menjadi

caleg dari partai, dia harus aktif kegiatan-kegiatan partai. Contohnya saya, saya

aktif di partai, saya ikut meningkatkan nama baik partai, berarti orang tau saya,

meningkatkan partai Gerindra, jadi dengan sendirinya saya akan dikenal. Kalo

persyaratan KPU itu umum, secara hukum. Kalo mekanisme dari partai nya,

melihat dan mengukurnya dari keaktifan si kader tersebut dalam menaikan nama

baik partai.

Pewawancara : Jadi semua kader belum tentu lolos menjadi caleg ?

Pak Zaid Elhabib : Belum, karena kuota kita kalo di DPRD 50 orang di Tangerang

Selatan, tapi kemarin yang daftar 100 orang, berarti kan harus ada 50 orang yang

hilang. Berarti kita harus melihat siapa anggota partai politik ini yang

kemungkinannya bisa dipilih. Itu kan ada tolak ukur juga. Kalo misalkan ingin

mendaftar menjadi anggota DPRD Provinsi ya ke DPD, sesuai dengan tingkatan,

yang screening nya pengurus. Terus kalo penentuan dapil itu sesuai dengan domisili

tempat tinggal, intinya untuk bisa mewakili tempat tinggal kita. Kalo

memungkinkan seperti itu, tapi kalo DPR RI tidak juga karena wilayah cakupan

DPR RI itu luas. Itu yang menentukan partai.

Pewawancara : Apakah kader partai dan caleg harus khatam AD/ART?

Pak Zaid Elhabib : Dia harus mematuhi apa yang menjadi ketentuan yang ada di

AD/ART dan dia wajib untuk mematuhi nya, itukan semacam kitab suci kita. Jadi

apa yang ada di AD/ART ya kita harus mematuhinya, apa yang menjadi sanksi, apa

yang menjadi hak, itu berpedoman dari AD/ART nya. Dan kalo misalkan kita

terjadi maslaah apapun kita rujukannya dari situ.

Pewawancara : Terus kalo dari kader sendiri ada penanaman nilai-nilai anti

korupsi?

Page 109: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

Pak Zaid Elhabib : Saya rasa di AD/ART sendiri nilai-nilai itu sudah dijelaskan,

bukan hanya anti korupsi, yang sifatnya melanggar hukum sudah pasti tidak boleh.

Pokoknya apapun yang melanggar hukum tidak boleh (mencuri, melakukan

kekerasan), ya namanya caleg ya apalagi anggota DPRD harus mematuhi itu,

karena dia merupakan unsur pemerintahan, yang nantinya membuat Undang-

Undang kalo ditingkat DPR RI, kalo di DPRD dia membuat peraturan daerah.

Memang sudah menjadi keharusan apabila dia sudah menjadi anggota dewan dia

harus mematuhi peraturan yang ada. Apalagi dia sebagai anggota dewan sebagai

wakil masyarakat banyak.

Pewawancara : Kalo misalkan ingin menjadi kader atau caleg dari partai politik,

itu ada diusut dulu latar belakangnnya? Ada screening nya?

Pak Zaid Elhabib : Iya. Sebetulnya secara tidak langsung, sebagai anggota partai

dan caleg, minimal dia punya kredibilitas yang baik. Kita liat doang CV nya, latar

belakang keluarga, sekolah, kemudian dari aktivitas dia sehari-hari, perlu kita

jabarkan kepada pengurus partai. Jangan sampai kita menerima anggota partai yang

dia preman, bermasalah, tetapi yang selama ini masih melakukan tindakan hukum,

kita harus menjadi hal itu, jangan sampai nama baik partai dirusak oleh orang

tersebut.

Pewawancara : Terus pendapat bapak sendiri tentang pencalonan mantan

narapidana kasus korupsi seperti apa?

Pak Zaid Elhabib : Ya begini kita lihat juga latar belakang dia mendapatkan

hukuman korupsi itu. Karena ada yang korupsi karena kesengajaan, ada yang

korupsi karena kesalahan wewenang atau kebijakan. Sebetulnya dia tidak berniat

korupsi, tetapi karena ada maslaah dari kebijakannya, proses di anak buahnya, dan

lainnya, dia harus bertanggung jawab. Itu sebetulnya hukum yang menindaklanjuti.

Jadi menurut saya jangan diambil secara umum bahwa tindakan korupsi untuk

memperkaya diri sendiri, tapi ada berbgaai macam latar belakang yang membuat

putusan vonis itu dilakukan. Yang tadi saya bilang, kita lihat juga, kalo memanh itu

karena kesalahan administrasi dan kebijakan, ya saya rasa kita harus liat juga latar

belakangnnya. Kita juga harus liat aturan dari KPU kalo memang itu ada masa

jangka waktu, mantan narapidana itu sudah selesai masa “indah” nya sudah selesai,

tidak apa-apa menurut saya. Maka kita lihat apakah dia korupsi terus menerus, atau

itu kejadian hanya sekali saja. Tapi kalo selama ini dia kerja nya baik, terus karena

kesalahan satu saja kita harus lihat latar belakangnya, apa karena kebijakannya,

kemudian kita lihat lagi setelahnya dia melakukan kebaikan, memperbaiki diri, saya

rasa itu tidak menjadi masalah. Kita harus liat latar belakangnnya intinya, berbuat

maslaah karena apa, dan kalo misalkan KPU memperbolehkan ya tidak jadi

masalah kan, kalo dia sudah selesai masa tahannya, dia sudah berbuat baik, masa

orang tertaubat kita tidak terima.

Pewawancara : Kalo sikap Gerindra terhadap anggota yang sudah menjadi

tersangka ini bagaimana?

Page 110: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

Pak Zaid Elhabib : Itu sudah pasti coret, tidak ada mapunan. Tapi kalo tindakan

korupsi itu biasanya kita lihat dulu, dia dijebak atau dia melakukan sendiri.

Makanya saya bilang lihat latar belakangnnya dulu. Kecuali narkotika, itu udah

ampun, pasti dia terlibat.

Pewawancara : Faktor pertimbangan partai Gerindra mencalonkan mantan

narapidana korupsi itu apa?

Pak Zaid Elhabib : Itu lihat latar belakangnnya, dan kita lihat kalo dia sudah

memperbaiki diri dan sudah tidak lagi melakukan kecurangan, saya rasa orang juga

butuh pengampunan dan membuktikan kalo dia seseorang yang baik, jadi itu

mungkin yang jadi latar belakang orang pusat. Itu keputusan dari pusat, tapi saya

rasa pertimbangannya seperti itu.

Pewawancara : Tapi itu juga tergantung elektabilitasnya, misalnya mohammad

taufik, kan banyak yang mendaftar menjadi caleg DPRD Provinsi DKI, itu kenapa

Mohammad Taufik yang terpilih? Dan caleg lainnya bagaimana? Kan banyak juga

yang ingin menjadi anggota DPRD Provinsi/Kab.Kota?

Pak Zaid Elhabib : Ya pasti elektabilitasnya juga, kita lihat dia keaktifan di partai

Gerindra seperti apa, kan dia ketua DPD, sejak awal berdirinya partai Gerindra, dia

sudah aktif banyak berbuat baik partai Gerindra. Jasa dia sudah banyak, hal-hal

seperti itulah yang kita pertimbangkan untuk menyalonkan di legislatif. Itu tadi saya

bilang kita lihat jasa-jasa beliau dalam meningkatkan elektabilitas partai, nama baik

dia, tanggung jawab dia juga besar, kita lihat prestasi dia juga cukup baik. Itulah

pertimbangan positifnya, tetapi ada pertimbangan negatifnya kita lihat dia dulu

mantan koruptor, tapikan itu kejadian di tahun kapan? Apakah dia mengulanginya

lagi? Kita lihat positif sama negatifnya lebih banyak mana. Ya gak ada salahnya

kan kalo banyak positifnya dia nanti bisa meningkatkan nama baik partai lagi.

Pewawancara : Kalo dari internal partai sendiri menanggapi isu KPU in, berbeda-

beda tidak satu sama lain?

Pak Zaid Elhabib : Kita ikut kata DPP, karena itu semua kita kembali pusat, pasti

mereka punya pertimbangan-pertimbangan lain, kita tinggal mengikuti apa

kebijakan pimpinan pusat.

Pewawancara : Setelah munculnya kasus mantan narapidana kasus korupsi maju

di legislatif, banyak pendapat masyarakat yang kurang setuju, solusi dan pendapat

bapak sendiri agar Gerindra tidak kehilangan suara dari rakyat yang sudah punya

stigma negatif?

Pewawancara : Solusinya kita harus membuktikan. Kalo misalnya diputuskan

sekarang, misalnya mantan koruptor sudah pasti jahat, ya saya rasa tidak adil juga.

Orang yang divonis dan sudah melakukan tahanan dan sudah selesai dan padahal

itu juga sudah lama dan dia tidak diberikan kesempatan untuk berbuat baik ya

pembuktian yang harus dibuktikan. Ya pasti kita dari pihak partai juga membuat

warning terhadap para mantan koruptor dari Gerindra agar tidak melakukan lagi.

Page 111: PROSES POLITIK DALAM PENCALONAN KADER (Studi atas ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49299/1/NABIL… · faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, ... disimpulkan

Kalo misalnya dia dulu karena kesahalahan kebijakan, dia harus melakukan

tindakan yang terpuji, istilahnya berjanji untuk hati karena posisi dan tanggung

jawab dia, dia harus lebih selektif dalam melakukan tindakan yang menjadi

keputusan dia. Dilihat lagi apakah keputusan ini dapat melanggar hukum atau tidak.

Ya itu tadi saya bilang warning, kekhawatiran pasti ada. Kalo memang dia sudah

di stempel oleh masyarakat ini mantan koruptor, buktikan bahwa sekarang dia

bukan mantan kortor lagi.

Pewawancara : Tadi bapak bilang solusinya membuktikan, nah dari partai sendiri,

misalkan dari DPRD Provinsi Banten atau dari DPP, ada tidak program-program

yang mendukung pendidikan untuk rakyat? Atau program nilai-nilai anti korupsi?

Pak Zaid Elhabib : Jadi dari AD/ART itu saja cukup sebenarnya, itu harus

dipelajari dan dibaca. Itu semua ada hal yang diperbolehkan dan tidak

diperbolehkan. Ikuti saja aturan itu, ya terhindarlah kita dari perbuatan negatif.

Untuk memantapkan kita terhadap nasionalisme kita terhadap negara, loyalitas kita

terhadap partai, itu kita ada pengkaderan di hambalang. Itu kita di gembleng, supaya

kita nasionalis, harus loyal terhadap partai, berbuat hal yang baik terhadap

masyarakat. Dari hal-hal tersebut ya otomatis menjaga untuk hal yan tidak baik.

Kalo sampai terjadi hal-hal negatif, partai tidak bertanggung jawab, karena partai

sudah mendidik, kita sudah kasih aturan-aturan yang jelas, partai tidak akan

membela siapa saja yang berbuat salah, otomatis hak politik akan kita cabut.

Pencalonan mantan koruptor saya rasa kita sebagai warga negara yang mempunyai

hak politik di Indonesia melalui jalur partai politik. Keinginan kita untuk

membangun Indonesia itu otomatis timbul dari diri kita sendiri, apabila memang

kita dulu pernah menjadi narapidana, tersangka, apalagi sudah divonis, kalo ingin

memperbaiki diri, ingin tidak dianggap mantan koruptor, ya saya rasa harus

membuktikan bahwa mereka ini benar-benar bersih dari masalah yang dulu.

Buktikanlah hal tersebut melalui jalur politik, bahwa mereka ingin berbuat baik.

Semua warga negara punya hak politiknya dan punya hak untuk memperbaiki

dirinya sendiri dan juga kebaikan terhadap bangsa negara Indonesia. Tapi memang

harus hati-hati, jangan sampai orang ini masuk malah jadi masalah.