PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB...

59
PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK) DAN AKIBAT HUKUMNYA DALAM PERKAWINAN BEDA SUKU (Studi Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai di Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat) Skripsi FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019 Oleh ANWAR SAPUTRA

Transcript of PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB...

Page 1: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK)

DAN AKIBAT HUKUMNYA DALAM PERKAWINAN BEDA SUKU

(Studi Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga Terusan

Nunyai di Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat)

Skripsi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Oleh

ANWAR SAPUTRA

Page 2: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

ii

ABSTRAK

PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK)

DAN AKIBAT HUKUMNYA DALAM PERKAWINAN BEDA SUKU

(Studi Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai di

Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat)

Oleh

ANWAR SAPUTRA

Perkawinan adat pada Marga Terusan Nunyai masih tetap berlaku ketentuan

bahwa perkawinan itu hanya dapat dilangsungkan antara mereka yang satu suku,

dan perkawinan tidak dapat dilakukan diantara anggota masyarakat yang beda

sesuku, Hal ini berkaitan erat dengan proses dan akibat hukum pemberian gelar

(adek) yang hanya diberikan dan dipakai ketika seseorang telah menikah dan

masih di lestarikan hingga saat ini. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan

dalam penelitian ini adalah proses pemberian gelar adat (adek) pada perkawinan

adat beda suku dalam masyarakat adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai,

dan akibat hukum dari pemberian gelar adat (adek) pada perkawinan adat beda

suku dalam masyarakat adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan

adalah pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian ini menggunakan sumber data

primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

studi pustaka dan wawancara kepada pihak yang terlibat. Terkait data yang

diperoleh selanjutnya akan diolah melalui tahap-tahap identifikasi data, seleksi

data, klasifikasi data dan sistematisasi data yang kemudian dianalisis secara

kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan proses Pemberian Gelar (adek)

dalam Perkawinan Beda Suku Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga

Terusan Nunyai di Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat yang

menunjukkan bahwa memiliki beberapa tahapan untuk pelaksanaannya, yaitu

pengangkonan, Perkawinan adat (Rasan Sanak atau Rasan Tuho), Merwatin dan

ijab kabul. Adapun akibat hukum dari pemberian gelar dalam perkawinan beda

suku yaitu laki-laki dinyatakan sah memiliki kedudukan dalam adat sesuai dengan

Page 3: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

iii

kedudukan orangtua yang mengangkonya, perempuan dinyatakan sah memiliki

kedudukan dalam adat sesuai dengan kedudukan suami, berhak ikutsetra dalam

acara-acara adat, menentukan kedudukan dan tanggung jawab dalam masyarakat

adat Lampung serta mempengaruhi kehormatan, pergaulan dan status sosial, dan

tidak mendapat waris dari orang tua yang mengangkonya.

Kata Kunci : Pemberian gelar, Akibat Hukum, Perkawinan beda suku,

Marga Terusan Nunyai

Anwar Saputra

Page 4: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

iv

PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK)

DAN AKIBAT HUKUMNYA DALAM PERKAWINAN BEDA SUKU

(Studi Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai di

Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat)

Oleh

Anwar Saputra

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 5: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

v

Judul Skripsi : PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK) DAN AKIBAT

HUKUMNYA DALAM PERKAWINAN BEDA SUKU

(Studi Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun

Marga Terusan Nunyai di Kecamatan Tumijajar

Kabupaten Tulang Bawang Barat)

Nama Mahasiswa : ANWAR SAPUTRA

No. Pokok Mahasiswa : 1512011062

Bagian : HUKUM PERDATA

Fakultas : HUKUM

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Siti Nurhasanah, S.H., M.H. Kasmawati, S.H., M.Hum.

NIP.197102111998021001 NIP. 197604132009122001

2. Ketua Bagian Hukum Perdata

Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum.

NIP. 196012281989031001

Page 6: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

vi

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Siti Nurhasanah, S.H., M.H.

Sekretaris/Anggota : Kasmawati, S.H., M.Hum.

Penguji Utama : Aprilianti, S.H., M.H.

2. Dekan Fakultas Hukum

Prof. Maroni, S.H., M.H.

NIP. 19600310 198703 1 002

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 2 Mei 2019

Page 7: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

vii

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : ANWAR SAPUTRA

NPM : 1512011062

Jurusan : Perdata

Fakultas : Hukum

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PROSES

PEMBERIAN GELAR (ADEK) DAN AKIBAT HUKUMNYA DALAM

PERKAWINAN BEDA SUKU (Studi Pada Masyarakat Adat Lampung

Pepadun Marga Terusan Nunyai di Kecamatan Tumijajar Kabupaten

Tulang Bawang Barat) ” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan bukan

hasil plagiat sebagaimana telah diatur dalam Pasal 27 Peraturan Akademik

Universitas Lampung dengan Surat Keputusan Rektor Nomor

3187/H26/DT/2010.

Bandar Lampung, 2 Mei 2019

Anwar Saputra

NPM 1512011062

Page 8: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

viii

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Anwar Saputra, penulis

dilahirkan pada tanggal 08 November 1997 di

Margomulyo. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara, dari pasangan Sayuti dan Sulastri.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Dharma Wanita

pada tahun 2003, Sekolah Dasar di SDN 1 Margodadi pada tahun 2009, Sekolah

Menengah Pertama di SMPN 3 Tumijajar pada tahun 2012, dan Sekolah

Menengah Atas di SMAN 1 Tumijajar pada tahun 2015.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung

melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada

tahun 2015. Penulis juga telah mengikuti program pengabdian langsung kepada

masyarakat yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Wana, Kecamatan Melinting,

Kabupaten Lampung Timur selama 40 (empat puluh) hari pada bulan Januari

sampai Maret 2018. Kemudian pada tahun 2019 penulis menyelesaikan skripsi

sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Lampung.

Page 9: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

ix

MOTO

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan

tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semuanya

itu akan diminta pertanggungjawabannya”

(Q.S Al-Isra’ {17} : 36)

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yatim (bilama kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita

(lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak

akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang

kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”

(Q.S An-Nisa {4} : 3)

“Wanita dinikahi karena 4 hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan

agamanya. Pilihlah yang memiliki agama, maka kalian akan beruntung.”

(H.R. Bukhari)

“Sesungguhnya diantara kebaikan seorang perempuan adalah, mudah

meminangnya, ringan maharnya, dan subur rahimnya.”

(H.R. Ahmad)

Page 10: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

x

PERSEMBAHAN

Segala pujisyukur kupersembahkan kepada Allah SWT, atas segala nikmat,

rahmat, karunia dan kekuatan yang telah Allah berikan dalam hidupku. Atas

kasih sayangmu, engkau jadikan aku manusia yang senantiasa berpikir, berilmu,

beriman dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini dan kupersembahkan kepada

Nabi Muhammad SAW yang aku cintai sebagai manusia terbaik dan makhluk

paling sempurna yang telah Allah ciptakan sebagai tauladan bagi manusia dan

alam semesta yang senantiasa aku harapkan syafaatnya didunia dan dihari kiamat

kelak.

Kedua orangtuaku tercinta Bapak Sayuti dan Ibu Sulastri yang telah

membesarkan dan mendidikku dengan penuh kesabaran, cinta dan kasih sayang,

yang setia mendengarkan keluh kesah seorang pejuang, serta selalu

mendo‟akanku agar senantiasa diberikan kemudahan dan kelancaran dalam setiap

langkahku dalam menggapai mimpi-mimpiku.

Page 11: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

xi

SANWACANA

Mengucap syukur Alhamdulillah Barokallah, atas kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan segala keberkahan, nikmat, rahmat dan taufik serta hidayah-

Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul

“PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK) DAN AKIBAT HUKUMNYA

DALAM PERKAWINAN BEDA SUKU (Studi Pada Masyarakat Adat

Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai Di Kecamatan Tumijajar

Kabupaten Tulang Bawang Barat)” sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan ilmu pengetahuan,

bimbingan, dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak, maka

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang

sebesar-besarnya terhadap :

1. Bapak Prof. Maroni, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Pembimbing Akademik

yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas

Hukum Universitas Lampung.

Page 12: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

xii

3. Ibu Siti Nurhasanah, S.H., M.H., selaku Pembimbing I atas kesabaran dan

kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya, mencurahkan

segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing II yang telah sabar dan

bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap

pemikirannya, mendengar keluh kesah, memberikan bimbingan, saran, dan

kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Aprilianti, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan

kritik, saran, dan masukan yang sangat membangun terhadap skripsi ini.

6. Ibu Dwi Rimadona, S.H., M.Kn., selaku Pembahas II yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang sangat membangun

terhadap skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakutas Hukum Universitas Lampung yang

penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis,

serta segala bantuan secara teknis maupun administratif yang diberikan

kepada penulis selama menyelesaikan studi.

8. Teristimewa untuk kedua orang tuaku Ayah dan Ibu yang menjadi orang

tua terhebat dalam hidupku, yang tiada hentinya memberikan dukungan

moril maupun materil juga memberikan kasih sayang, nasihat, semangat,

dan doa yang tak pernah putus untuk kebahagiaan dan kesuksesanku.

Terimakasih atas segalanya semoga kelak dapat membahagiakan,

membanggakan, dan menjadi anak yang berbakti bagi kalian.

Page 13: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

xiii

9. Adik-adikku tercinta Khoiri Afif dan Taqiudin Fakhri, yang selalu

memberikan dukungan, motivasi, dan do‟a untuk kesuksesanku.

10. Teruntuk Frisilia Sriis Devita Sari yang telah membantu serta mendukung

penulis menyelesaikan skripsi dengan lancar, terimakasih atas segala

bantuan dan kesabaran yang sudah diberikan kepada penulis.

11. Teman-teman seperjuangan Hukum Perdata 2015 yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, terimakasih kebersemaannya, canda tawa, dan

selalu mendukung penulis dalam berbagai kondisi, semoga kelak kita akan

selalu bersama dengan telah meraih cita-cita yang kita impikan.

12. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Dengan segala

kekurangan yang ada, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

kita semua. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan selama proses

penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala

bantuan yang telah diberikan.

Bandar Lampung, 2 Mei 2019

Penulis,

Anwar Saputra

Page 14: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak i

Cover Dalam iii

Halaman Persetujuan iv

Halaman Pengesahan v

Halaman Pernyataan vi

Riwayat Hidup vii

Moto viii

Halaman Persembahan ix

Sanwacana x

Daftar Isi xiii

Daftar Gambar xv

Daftar Tabel xvi

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup 8

1. Rumusan masalah 8

2. Ruang Lingkup Penelitian 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 9

1. Tujuan Penelitian 9

2. Kegunaan Penelitian 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 10

A. Masyarakat Hukum Adat 10

1. Pengertian Masyarakat Hukum Adat 10

2. Bentuk Masyarakat Hukum Adat 11

B. Perkawinan Adat 14

1. Pengertian Perkawinan Adat 14

2. Sistem Perkawinan Adat 16

3. Bentuk Perkawinan Adat 17

C. Kekerabatan Adat 22

D. Masyarakat Adat Lampung 24

Page 15: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

xv

1. Masyarakat Adat Lampung Pepadun 25

2. Kekerabatan Masyarakat Adat Lampung Pepadun 26

3. Perkawinan Hukum Adat Lampung Pepadun 28

4. Gelar (Adek) 29

E. Kerangka Pikir 31

III. METODE PENELITIAN 33

A. Jenis Penelitian 33

B. Tipe Penelitian 34

C. Pendekatan Masalah 35

D. Data dan Sumber Data 35

E. Lokasi Penelitian 36

F. Metode Pengumpulan Data 36

G. Metode Pengolahan Data 37

H. Analisis Data 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

suku dalam masyarakat adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai 39

B. Akibat Hukum dari Pemberian Gelar Adat (adek) pada perkawinan adat beda

suku dalam masyarakat adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai 58

V. KESIMPULAN 62

A. Kesimpulan 62

DAFTAR PUSTAKA 64

39

A. Syarat dan Proses Pemberian Gelar Adat (adek) pada perkawinan adat beda

Page 16: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

xvi

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar Kerangka Pikir 31

2. Gambar Struktur lembaga adat Marga Terusan Nunyai . 40

Page 17: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

xvii

DAFTAR TABEL

1. Tabel Daftar biaya uno serano (Biaya Adat) 45

2. Tabel laki-laki suku Lampung yang menikah dengan perempuan beda suku 54

3. Tabel laki-laki beda suku yang menikah dengan perempuan suku Lampung 56

Page 18: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara besar yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa

dan adat istiadat, sehingga menimbulkan masyarakat yang beragam yang

merupakan salah satu kekayaan yang harus dilestarikan sebagai wujud

kebinekaan. Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling bergaul

atau saling berinteraksi yang didukung oleh sarana dan prasarana yang akan

memudahkan individu di dalamnya untuk saling berinteraksi.1 Masyarakat dalam

wilayah tertentu pasti memiliki tata cara bermasyarakat yang berbeda dengan

keanekaragaman adat.

Adat merupakan wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya,

norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan yang lain berkaitan menjadi

satu sistem. Budaya itu sendiri merupakan manifestasi dari kemampuan rasio

manusia sebagai makhluk istimewa yang mampu menggunakan kekuatan

rasio/akal untuk kehidupan sosialnya. Hukum adat merupakan produk budaya

sealigus produk sosial2.3 Selama manusia hidup hampir di seluruh prilakunya

1 Siti Nurhasanah, 2014, Sosiologi dan Antropologi Budaya Suatu Pengantar, Bandar

Lampung: Justice Publiseher, hlm.79 2 Dominikus Rato, 2011, Hukum Perkawinan dan waris Adat (sistem kekerabatan, bentuk

perkawinan dan pola pewarisan adat di indonesia), Surabaya: Laksbang Yustitia Surabaya, hlm.8. 3 Produk budaya berisi tentang nilai-nilai budaya sebagai hasil cipta, karsa dan rasa

manusia, sebagai manisfestasi produk akal budi manusia yang tentu dan selalu mengandung

simbol-simbol pemaknaan tertentu. Sebagai produk budaya, hukum adat lahir dari keinginan

manusia untuk hidup secara adil dan beradab, mengikuti naluri kemanusiaan yang tentu saja

memiliki kekurangan dan kelebihan, yang dapat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat.

Page 19: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

2

selalu melekat erat dengan kebudayaan itu sendiri bahkan bisa dikatakan bahwa

budaya merupakan suatu tiang penyangga bagi keberadaan suatu masyarakat.

Masyarakat adat Lampung merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia,

yang menganut sistem kekerabatan Patrilinial yaitu berdasarkan keturunan lelaki.

Dalam suatu keluarga, kedudukan adat tertinggi berada pada anak laki-laki tertua

dari keturunan tertua, yang disebut „Penyimbang‟. Gelar Penyimbang ini sangat

dihormati karena menjadi penentu dalam proses pengambilan keputusan. Status

kepemimpinan adat ini akan diturunkan kepada anak laki-laki tertua dari

Penyimbang, dan seperti itu seterusnya.4 Dilihat dari segi budaya, masyarakat

Lampung dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu masyarakat yang

menganut adat Saibatin dan masyarakat yang menganut adat Pepadun.

Masyarakat adat Pepadun dalam kewargaan adatnya terdiri dari „kepenyimbangan

marga‟ (bumi), „kepenyimbangan tiyuh‟ (ratu), „kepenyimbangan suku‟ (raja),

warga adat biasa dan keturunan budak (beduwow).5 Masyarakat adat pepadun

dalam kemargaanya terdiri dari Abung Sewo Migo, Pubiyan Telu Suku, Rarem

Mego Pak Tulang Bawang, Bunga Mayang Sungkai, dan Way Kanan Buay Lima

Kebuwaiyan serta Melinting. Masyarakat Adat Abung Sewo Mego sendiri terdiri

dari sembilan marga yaitu marga Nunyai, Unyi, Nuban, Subing, Beliyuk, Selagi,

Kunang, Anak Tuho dan Nyerupo. Masyarakat Adat Lampung dalam satu

Sebagai produk sosial, hukum adat menciptakan perubahan gagasan atau perilaku baru yang lebih

baik yang mempengaruhi gagasan sosial, praktek sosial dan suatu tujuan perubahan sosial tertentu

dalam kehidupan masyarakat. 4 Mar'atus Sholihah, “Sistem Kekerabatan Masyarakat Lampung Pepadun”,

http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/komunitas/blog-fakultas/entry/sistem-kekerabatan-

masyarakat-lampung-pepadun, diakses pada 18 Januari 2019 5 Hilman Hadikusuma, 2014, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung: Mandar

Maju, hlm. 121.

Page 20: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

3

kampung dipimpin oleh satu atau beberapa orang penyimbang bumi asal yang

merupakan cikal bakal utama dari kampung yang bersangkutan.6

Masyarakat Pesisir (peminggir) beradat saibatin dalam kewargaan adatnya

dibedakan menurut susunan „kesebatinan‟, yaitu „kesebatinan marga‟ (bandar),

„kesebatinan pekon‟ dan „kesebatinan suku‟ yang tetap tidak berubah. Jadi

kewargaan adat di daerah pesisir tidak boleh mengubah statusnya ke martabat adat

yang lebih tinggi. Dalam menjalankan pemerintahan adat kekerabatan para

penyimbang/sebatin dibantu oleh beberapa anggota „menyanak wari‟ (sanak

kerabat), yang berkedudukan sebagai „pembarap‟ (wakil) „pepang penyambut‟

(dahan pengganti), „tungkok‟ (tongkat), „penglaku‟ (petugas dan „kepala meranai‟

(kepala bujang). Pemerintahan adat dilaksanakan dengan mesyarakat prowatin

adat (tua-tua adat) yang mewakili setiap buway (keturunan) setempat.7

Masyarakat adat sai batin secara umum mereka ini berasal dari kelompok besar

kebuaian, yaitu: Buai Pernong, Buai Nyerupa, Buai Bujalan, Buai Belunguh

Masyarakat adat Lampung umumnya paham akan pepatah „urik mati di baou piil‟

yang artinya „hidup mati dibawa piil‟. Maksudnya adalah dengan adanya piil,

maka orang Lampung tersinggung ingkar, atau terdorong bersemangat untuk

maju. Piil pasenggiri adalah dasar berpendirian yang baik,8 yang lazim

diterjemahkan sebagai bentuk harga diri atau kehormatan. Kata piil berasal dari

bahasa Arab yang artinya „perbuatan atau perangai‟ dan kata pasenggiri oleh

Yamin diinterpretasikan dengan nama pahlawan rakyat Bali Utara yaitu

6 Rizani Puspawidjaja, 2006, Hukum Adat dan Tebaran Pemikiran, Bandar Lampung:

Universitas Lampung, hlm. 24 7 Hilman Hadikusuma, 2014, Op.Cit. hlm. 122.

8 Rina Martiara, 2012, Niai dan Norma Budaya Lampung dalam sudut pandang

strukturisme, Yogyakarta: ISI Yogyakarta, hlm. 95

Page 21: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

4

Pasunggiri yang melawan serangan pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Arya

Damar. Jadi piil pasenggiri diartikan sebagai perangai yang keras, yang tidak mau

mundur terhadap tindak kekerasan, terlebih yang menyangkut tersinggungnya

nama baik keturunan serta kehormatan pribadi dan kerabat.9 Nilai-nilai piil

pasenggiri sebagai falsafah hidup dapat dijabarkan lagi ke dalam nilai-nilai utama

lain yaitu (1) piil pasenggiri sebagai orang yang berjiwa besar, mempunyai rasa

malu dan menghargai diri, (2) oleh karenanya ia bernama besar dan bergelar

(bejuluk-beadek), (3) suka bersaudara dan suka memberi, terbuka tangan (nemui

nyimah), (4) karena pandai, ia ramah dan suka bergaul (nengah nyappur), (5)

mengolah bersama, berkarya besar, tolong menolong (sakay sambayan).

Dilatarbelakangi prinsip hidup Piil Pasenggiri, orang Belanda mengatakan bahwa

sebenarnya orang Lampung sederhana dan bersahaja dalam kehidupan

kesehariannya, namun di sisi lain mereka gemar dipuji secara berlebihan

(ijdelheid). Misalnya saja berkaitan dengan pemberian nama kampung yang besar-

besar, dan penggunaan gelar-gelar yang tinggi. Untuk itu mereka tidak segan-

segan mengeluarkan biaya yang besar guna pemenuhan akan pujian kemegahan

itu.10

Masyarakat adat Lampung dalam mencapai kemegahan tidak ragu-ragu

mengeluarkan biaya untuk mengadakan upacara-upacara adat seperi cakak

pepadun (naik tahta adat) untuk mendapatkan adek (gelar). Adek atau gelar

menurut masyarakat Lampung Pepadun lebih cenderung pada prinsip demokrasi,

dimana setiap individu dalam sebuah pranata adat bisa mengukuhkan

kedudukannya didalam adat dengan syarat-syarat tertentu dalam sebuah upacara

9 Ibid. hlm. 87

10 Ibid. hlm. 89

Page 22: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

5

Begawi Cakak Pepadun. Jika menginginkan gelar adat, masyarakat adat pepadun

Semua derajat dan gelar dapat diperoleh dengan membelinya dengan harga

tertentu dan menggelar pesta dengan memotong kerbau dalam jumlah tetentu,

Biayanya itu disebut dengan penerangan11

, Dalam proses ini siapapun dapat

melaksanakannya. Berbeda dengan masyarakat adat Saibatin untuk mendapatkan

gelar tertinggi harus murni keturunan Raja. Selain dengan membeli gelar adat,

masyarakat luar adat Lampung dapat memiliki gelar adat melaui pernikahan

campuran yang dilakukan dengan Gadis (muli) atau Bujang (Meghanai) dari luar

suku lampung. Perkawinan campuran merupakan perkawinan yang terjadi antara

Laki-laki dan Perempuan yang berbeda suku, adat istiadat, budaya, dan atau

berbeda agama yang dianutnya, sehingga akan menimbulkan masalah hukum

yaitu hukum mana yang berlaku dan hukum apa yang berlaku.12

Dahulu, pada masyarakat lampung mengenal sistem perkawinan Endogami, yaitu

mengadakan perkawinan satu sama lain di dalam clan mereka sendiri antar

keluarga, karena hal ini dipandang dari segi sudut keamanan dan pertahanan,

pemilikan tanah, kebun, sawah, serta dipandang dari segi sudut kemurnian

darah/keturunan dan lain-lain pantangan yang bersifat magis religius.13

Sesuai

dengan yang ada dalam kitab Kuntara Raja Niti Pasal 86 ayat 3 butir ke 5,

penyebab pepadun seorang penyimbang menjadi curing (tercoreng), salah satunya

dengan ngelunsa bangsa (menikahi gadis dari suku lain) mengambil istri atau

menantu dari suku lain, atau anak gadisnya diambil oleh laki-laki bukan dari suku

11

Dinas Perpustakaan dan Kearsiapan Provinsi Lampung, 2017, Penerjemahan Naskah

Bahasa Belenda, Bandar Lampung, hlm. 2. 12

Djamanat Samosir, 2014, Hukum Adat eksistensi dalam dinamika perkembangan

hukum di indonesia. Bandung: Nusa Aulia, hlm. 286 13

Bushar Muhammad, 2002, Pokok-pokok Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, hlm.

21.

Page 23: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

6

mereka sering disebut sebagai melunso bangsa atau menurunkan derajat, sehingga

perkawinan yang terjadi hanya antar sesama suku Lampung, dan menyebabkan

adanya kebiasaan yang timbul menjadi sebuah norma bahwa orang lampung harus

menikah hanya dengan orang lampung saja.14

Dilihat dari fakta yang ada pada masyarakat lampung saat ini sering terjadi

perkawinan yang berbeda suku, sekitar 70% penduduk suku lampung di Tiyuh

Margodadi dan Tiyuh Gunung Menanti Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang

Bawang Barat Marga Terusan Nunyai telah melakukan perkawinan beda suku,15

salah satu penyebabnya adalah dikarenakan adanya program trasmigrasi pada

masa pemerintahan orde baru, masyarakat pendatang seperti suku jawa, suku

sunda, dan suku-suku lainya telah masuk ke wilayah atau pemukiman suku

lampung, sehingga terjadilah pergaulan antar suku dan timbul buih-buih cinta

yang tidak dapat terbendung sehingga saat ini telah banyak Muli (gadis) Lampung

Pepadun menikah dengan Mekhanai (Bujang) yang bukan bersuku Lampung

Pepadun, dan begitu pula sebaliknya Mekhanai (Bujang) Lampung Pepadun

menikah dengan gadis yang bukan bersuku lampung.

Marga Terusan Nunyai berlaku ketentuan bahwa perkawinan itu hanya dapat

dilakukan diantara anggota masyarakat yang tidak sesuku (bilik), juga masih

berlaku ketentuan bahwa perkawinan itu hanya dapat dilangsungkan antara

mereka yang serumpun (sama-sama anggota masyarakat adat lampung), namun

pada masyarakat adat Lampung Pepadun ketentuan kini tidak menutup

kemungkinan untuk melakukan perkawinan antar suku. maka calon istri atau

14

Rina Martira, 2012, Op.Cit. hlm. 101. 15

Hasil Wawancara dengan Bapak Geran, Gelar Mendiko Tughunan, Tokoh Adat

Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai, Tanggal 2 Agustus 2018, Pukul 09.00 Wib

Page 24: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

7

calon suami yang berasal dan suku lain harus beragama Islam karena hukum adat

lampung hanya mengakui agama Islam di dalam kemasyarakatan adatnya,16

dan

juga harus melakukan pengangkonan (pengangkatan) terlebih dahulu sebelum

menikah.

Calon suami atau calon istri yang berasal dari luar suku lampung harus dijadikan

warga adat lampung dahulu, sehingga dia mempunyai hak dan kewajiban sebagai

warga adat Lampung Pepadun. Hal ini berkaitan erat dengan proses dan akibat

hukum pemberian gelar (adek) yang masih di lestarikan hingga saat ini oleh

masyarakat adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nuyai yang hanya diberikan

dan dipakai ketika seseorang telah menikah, baik melalui perkawinan beda suku

maupun pemberian gelar karena membeli gelar, hal ini dikarenakan sistem adat

pepadun lebih terbuka dan kekeluargaan terhadap orang luar adat lampung. Sifat

keterbukaan ini mengakar dan menjadi bagian hidup masyarakat Lampung

Pepadun, sesuai dengan prinsip keterbukaan masyarakat adat lampung yaitu,

pertama nengah nyappur yaitu membuka diri pada masyakat umum agar ikut

berpengetahuan luas, kedua Nemui nyimah atau bermurah hati dan ramah kepada

setiap orang.

Ketertarikan penulis mengambil judul ini adalah terdapat masyarakat adat

Lampung Pepadun khususnya dalam marga Terusan Nunyai menikah dengan

suku yang berbeda dan diberikan gelar (adek). Alasan lain tertarik pada judul

yang diambil adalah ketika masa yang akan datang mendapatkan pasangan dari

16

Toyib Setiady, 2009, Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan,

Bandung: Alfabeta, Hlm. 225.

Page 25: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

8

suku berbeda sudah mengetahui apa saja langkah yang akan dilakukan dan

dipersiapkan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik meneliti mengenai

“Proses Pemberian Gelar (Adek) dan Akibat Hukumnya dalam Perkawinan

Beda Suku (Studi Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga

Terusan Nunyai di Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang

Barat)”

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah proses pemberian gelar adat (adek) pada perkawinan adat beda

suku dalam masyarakat adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai?

b. Bagaimanakah akibat hukum dari pemberian gelar adat (adek) pada

perkawinan adat beda suku dalam masyarakat adat Lampung Pepadun Marga

Terusan Nunyai?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah hukum keperdataan dengan

spesifikasi hukum adat. Lingkup penelitian ini adalah hukum adat yang di

dalamnya membahas tentang hukum perkawinan masyarakat lampung khususnya

di Tiyuh Margodadi dan Tiyuh Gunung Menanti Kecamatan Tumijajar Kabupaten

Tulang Bawang Barat dengan objek kajian penelitian mengenai syarat, prosesdan

akibat hukum pemberian gelar adat (adek) pada perkawinan adat beda suku pada

masyarakat adat Lampung Pepadun Marga Terusan nunyai.

Page 26: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian dalam skripsi ini

adalah:

a. Mengetahui dan memahami proses pemberian gelar adat pada perkawinan

adat beda suku pada masyarakat adat Lampung Pepadun khususnya Marga

Terusan Nunyai.

b. Mengetahui dan memahami akibat hukum dari pemberian gelar adat beda

suku pada masyarakat adat Lampung Pepadun khususnya Marga Terusan

Nunyai.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:

a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis karya tulis atau skripsi ini dapat digunakan sebagai bahan

kajian dan acuan untuk mengembangkan wawasan terutama hukum adat lebih

khususnya hukum adat perkawinan masyarakat adat Lampung Pepadun.

b. Kegunaan Praktis

Hasil Penelitian yang dilakukan juga mampu memberikan sumbangan praktis

sebagai bahan tambahan informasi atau referensi bagi mahasiswa terutama

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung dan bagi masyarakat luas

secara umum.

Page 27: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Masyarakat Hukum Adat

1. Pengertian Masyarakat Hukum Adat

Menurut Abdul Syani, bahwa kata masyarakat berasal dari kata musyarak (arab),

yang artinya bersama-sama, kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya

berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling

mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat

(Indonesia).17

Masyarakat merupakan satu bentuk kehidupan bersama untuk

jangka waktu yang cukup lama, sehingga menghasilkan kebudayaan. Maka

masyarakat merupakan suatu sistem sosial, yang menjadi wadah dari pola-pola

interaksi sosial atau hubungan interpersonal maupun hubungan antar kelompok

sosial.18

Masyarakat hukum adat disebt juga dengan istilah “masyarakat tradisional” atau

the indigenous people, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari lebih sering dan

populer disebut dengan istilah “masyarakat adat”. Masyarakat hukum adat adalah

komunitas manusia yang patuh pada peraturan atau hukum yang mengatur tingkah

laku manusia dalam hubunganya satu sama lain berupa keseluruhan dari

kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup karena diyakini dan dianut, dan

17

Suwarsono, 2011, Teori Sosiologi Sebuah Pemikiran Awal, Bandar Lampung:

Universitas Lampung, hlm. 61. 18

Soerjono Soekanto, 2001, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 91.

Page 28: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

11

jika dilanggar pelakunya mendapat sanksi dari penguasa adat. Pengertian

masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang timbul secara sepontan di

wilayah tertentu, yang berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh

penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainya, dengan rasa solidaritas yang

sangat besar diantara para angota masyarakat sebagai orang luar dan

menggunakan wilayahnya sebagai sumber kekayaan yang hanya dapat

dimanfaatkan sepenuhnya oleh angotanya.19

2. Bentuk Masyarakat Hukum Adat

a. Masyarakat Hukum Territorial

Masyarakat hukum territorial adalah masyarakat yang tetap dan teratur, yang

anggota-anggota masyarakatnya terikat pada suatu daerah kediaman tertentu, baik

dalam kaitan duniawi sebagai tempat kehidupan maupun dalam kaitan rohani

sebagai pemujaan terhadap roh-roh leluhur. Para anggota masyarakatnya

merupakan anggota-anggota yang terikat dalam kesatuan yang teratur baik ke

luar maupun ke dalam, diantara anggota yang pergi merantau untuk waktu

sementara masih tetap merupakan anggota kesatuan teritorial itu. Begitu pula

orang yang datang dari luar dapat masuk menjadi anggota kesatuan dengan

memenuhi persyaratan adat setempat. Menurut R. Van Dijk persekutuan hukum

territorial dapat dibedakan ke dalam tiga macam, yaitu:

1) Persekutuan desa, seperti desa orang jawa yang merupakan suatu tempat

kediaman bersama di dalam daerahnya sendiri termasuk beberapa

19

Laksonto Utomo, 2016, Hukum Adat, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 1

Page 29: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

12

pendukuhan yang terletak disekitarnya yang tunduk pada perangkat desa

yang berkediaman dipusat desa.

2) Persekutuan daerah, seperti kesatuan masyarakat “nagari” di Minangkabau

“marga” di Sumatera Selatan dan Lampung, “negorij” di Minahasa dan

Maluku.

3) Perserikatan dari beberapa desa, yaitu apabila di antara beberapa desa atau

marga yang terletak berdampingan yang masing-masing berdiri sendiri

mengadakan perjanjian kerja sama untuk mengatur kepentingan bersama.

b. Masyarakat Hukum Genealogis

Masyarakat atau persekutuan hukum yang bersifat genealogis adalah suatu

kesatuan masyarakat yang teratur, di mana para anggotanya terikat pada suatu

garis keturunan yang sama dari satu leluhur, baik secara langsung karena

perkawinan atau pertalian adat. Masyarakat yang genealogis itu dapat dibedakan

dalam tiga macam, yaitu bersifat patrilineal, matrilineal, dan bilateral atau

parental.

c. Masyarakat Territoral-Genealogis

Masyarakat hukum yang territorial-genealogis adalah kesatuan masyarakat yang

tetap dan teratur dimana para anggotanya bukan saja terikat pada tempat kediaman

pada suatu daerah tertentu, tetapi juga terikat pada hubungan keturunan dalam

ikatan pertalian darah dan atau kekerabatan. Kita dapat membedakan masyarakat

territorial-genealogis itu dalam bentuknya yang asli dan dalam bentuk yang

campuran.

Page 30: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

13

d. Masyarakat Adat Keagamaan

Di antara berbagai kesatuan masyarakat adat yang dikemukakan di atas akan

terdapat kesatuan masyarakat adat yang khusus bersifat keagamaan di beberapa

daerah tertentu. Jadi ada kesatuan masyarakat adat-keagamaan menurut

kepercayaan lama ada kesatuan masyarakat yang khusus beragama Hindu, Islam,

Kristen/Katholik, dan ada yang sifatnya campuran.

Di lingkungan masyarakat yang didominasi kepercayaan dan agama tertentu,

maka para anggotanya selain merupakan warga kesatuan desa menurut

perundangan, tetapi juga merupakan warga adat yang tradisional dan warga

keagamaan yang dianutnya masing-masing. Tetapi adakalanya kita melihat

adanya suatu desa atau suatu daerah kecamatan yang tidak terdiri dari satu-

kesatuan masyarakat adat atau masyarakat agama tertentu, melainkan berbeda-

beda, sehingga karena adanya perbedaan itu, maka di antara masyarakat itu di

samping sebagai anggota kemasyarakatan desa yang resmi, membentuk kesatuan

masyarakat adat kagamaan yang khusus sesuai dengan kepentingan adat

keagamaan mereka. Jadi ada masyarakat yang merupakan kesatuan masyarakat

“desa umum”, berdasarkan ketentuan perundangan dan ada “desa adat” yang

khusus.

e. Masyarakat Adat di Perantauan

Masyarakat desa adat keagamaan Sadwirama tersebut merupakan suatu bentuk

baru bagi orang-orang Bali untuk tetap mempertahankan eksistensi adat dan

agama Hindunya di daerah perantauan. Dikalangan masyarakat adat Jawa, di

daerah-daerah transmigrasi, seperti di Lampung dapat dikatakan tidak pernah

Page 31: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

14

terjadi yang membentuk masyarakat desa adat tersendiri, di samping desa yang

resmi. Masyarakat adat Jawa yang bersifat Ketatanegaraan itu mudah membaur

dengan penduduk setempat.

Lain halnya dengan masyarakat adat Melayu, seperti orang-orang Aceh, Batak,

Minangkabau, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan

lainnya yang berada di daerah perantauan cenderung untuk membentuk

kelompok-kelompok kumpulan kekeluargaan seperti “rukun kematian” atau

bahkan membentuk sebagai “kesatuan masyarakat adat” yang berfungsi sebagai

pengganti kerapatan adat di kampung asalnya.

f. Masyarakat Adat Lainnya

Selain dari adanya kesatuan-kesatuan masyarakat adat di perantauan yang

anggota-anggotanya terikat satu sama lain Karena berasal dari satu daerah yang

sama, di dalam kehidupan masyarakat kita jumpai pula bentuk-bentuk kumpulan

organisasi yang ikatan anggota-anggotanya didasarkan pada ikatan kekaryaan

sejenis yang tidak berdasarkan pada hukum adat yang sama atau daerah asal yang

sama, melainkan pada rasa kekeluargaan yang sama dan terdiri dari berbagai suku

bangsa dan berbeda agama.20

B. Perkawinan Adat

1. Pengertian Perkawinan Adat

Perkawinan adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang, dalam hal ini

perjanjian antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan material,

20

Hilman Hadikusuma, 2014, Op.Cit .hlm. 111.

Page 32: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

15

yakni membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal itu haruslah

berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai asas pertama dalam pancasila.21

Menurut hukum adat pada umumnya di indonesia perkawinan itu bukan saja

berarti sebagai perikatan perdata, tetapi juga merupakan perikatan adat dan

sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggan. Jadi terjadinya suatu

ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-

hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami-istri, harta bersama,

kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan-

hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan ketetanggan

serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagaman.22

Perkawinan dalam arti perikatan adat adalah perkawinan yang mempunyai akibat

hukum terhadap adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Akibat

hukum ini telah ada sebelum perkawinan dilaksanakan, misalnya: hubungan

diantara anak-anak, muda-mudi dan hubungan antara orang tua keluarga dari para

calon muda-mudi dan hubungan antara orang tua keluarga dari para calon suami

istri. Setelah terjadinya ikatan perkawinan maka timbul hak-hak dan kewajiban-

kewajiban orang tua (termasuk anggota keluarga/kerabat): pelaksanaan upacara

adat, selanjutnya dalam peran serta pembinaan dan pemeliharaan kerukunan,

keutuhan, dan ketetanggaan dari kehidupan anak yang terikat dalam perkawinan.23

Hukum perkawinan adat diartikan sebagai aturan-aturan hukum yang mengatur

tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara perkawinan, dan

21

Soedharyo Soimin, 2010, Hukum Orang dan Keluarga perspektif hukum perdata

barat/BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 6. 22

Hilman Hadikusuma, 2003, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan

Hukum Adat Hukum Agama, Bandung : Mandar Maju, hlm. 8. 23

Djamanat Samosir, 2014, Op.Cit. hlm. 279.

Page 33: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

16

putusanya perkawinan. Aturan-aturan hukum adat tentang perkawinan di daerah

indonesia, sesuai dengan sifat/corak kemasyarakatan yang bersangkutan, adat-

istiadat, agama, dan kepercayaan masyarakat turut memberi warna yang

membedakan daerah dengan daerah lain berbeda-beda.24

2. Sistem Perkawinan Adat

Sistem perkawinan adat di Indonesia dibedakan menjadi 3 macam, yaitu sistem

perkawinan exsogami, endogami, dan eleutherogami.25

a. Sistem Exsogami

Dalam sistem ini, orang diharuskan menikah dengan suku lain. Menikah dengan

suku sendiri merupakan larangan, namun demikian, seiring berjalanya waktu, dan

berputarnya zaman lambat laun mengalami proses perlunakan sedemikian rupa,

sehingga larangan perkawinan itu diperlakukan sedemikian rupa, sehingga

larangan perkawinan itu diperlukan sedemikian rupa, sehingga larangan

perkawinan itu diperlukan hanya pada lingkungan kekeluargaan yang sangat kecil

saja. Sistem ini dijumpai di daerah Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatra

Selatan, Buru dan Seram.26

b. Sistem Endogami

yaitu orang hanya diperbolehkan kawin dengan seseorang dari suku keluarganya

sendiri.Sistem perkawinan ini kini jarang terjadi di Indonesia. Menurut

Vollenhoven hanya ada satu daerah saja yang secara praktis mengenal sistem

24

Ibid. hlm. 280. 25

Wilbert D. Kolkman dkk, 2012, Hukum Tentang Orang, Hukum Keluarga dan Hukum

Waris di Belanda dan Indonesia, Jakarta: Pustaka Larasan, hlm. 170. 26

Laksonto Utomo, 2016, Op.Cit. hlm. 97

Page 34: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

17

endogami ini, yaitu daerah Toraja. Tetapi sekarang, di daerah ini pun sistem ini

akan lenyap dengan sendirinya kalau hubungan daerah itu dengan daerah lainnya

akan menjadi lebih mudah, erat dan meluas. Sebab sistem tersebut di daerah ini

hanya terdapat secara praktis saja; lagi pula endogami sebetulnya tidak sesuai

dengan sifat susunan kekeluargaan yang ada di daerah itu, yaitu parental.27

c. Sistem Eleutherogami

Sistem eleutherogami berbeda dengan kedua sistem di atas, yang memiliki

larangan-larangan dan keharusan-keharusan. Eleutherogami tidak mengenal

larangan-larangan maupun keharusan-keharusan tersebut. Larangan-larangan yang

terdapat dalam sistem ini adalah larangan yang berhubungan dengan ikatan

kekeluargaan yang menyangkut nasab (keturunan), seperti kawin dengan ibu,

nenek, anak kandung, cucu, juga dengan saudara kandung, saudara bapak atau

ibu. Atau larangan kawin dengan musyahrah (per-iparan), seperti kawin dengan

ibu tiri, mertua, menantu, anak tiri. Sistem ini dapat dijumpai hampir di seluruh

masyarakat Indonesia, termasuk Jawa.

3. Bentuk Perkawinan Adat

a. Perkawinan Jujur

Perkawinan jujur atau jelasnya perkawinan dengan pemberian (pembayaran) uang

(barang) jujur, pada umumnya berlaku dilingkungan masyarakat hukum adat yang

mempertahankan garis keturunan bapak (lelaki) (Lampung, gayo, batak, nias, bali,

timor, maluku). Pemberian uang atau barang jujur (Lampung: Segreh, seroh, daw

adat) dilakukan oleh pihak kerabat (marga, suku) calon suami kepada pihak

27

Laksanto Utomo, 2016, Loc.Cit.

Page 35: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

18

kerabat calon istri, sebagai tanda pengganti pelepasan mempelai wanita keluar

dari kewargaan adat persekutuan hukum bapaknya, pindah dan masuk kedalam

persekutuan hukum suaminya.28

Perkawinan jujur adalah perkawinan yang dilakukan dengan pembayaran jujur

dari pihak pria kepada pihak wanita. Dengan diterimanya uang jujur oleh pihak

wanita maka berarti setelah perkawinan si wanita akan mengalihkan kedudukan

ke dalam keanggotaan kekerabatan suami untuk selama ia mengikat diri dalam

perkawinan itu atau selama hidupnya. Benda yang dapat dijadikan sebagai jujur

biasanya benda-benda yang memiliki kekuatan magis.Pemberian jujur diwajibkan

adalah untuk mengembalikan keseimbangan magis yang semula menjadi goyah,

oleh karena terjadinya kekosongan pada keluarga perempuan yang telah pergi

karena menikah tersebut.29

Pada umumnya dalam bentuk perkawinan jujur berlaku adat “pantang cerai” jadi

senang atau susah selama hidupnya istri di bawah kekuasaan kerabat suami. Jika

suami wafat maka istri harus melakukan perkawinan dengan saudara suami

(Lampung: semalang, nyikok, biwak). Jika istri wafat maka suami harus kawin

lagi dengan saudara istri (Lampung: nuket). Di masa sekarang apabila kawin ganti

suami, tidak dapat dilakukan, atau kawin ganti istri tidak dapat dilakukan, karena

para pihak bersangkutan tidak setuju, maka dapat diganti orang dari luar kerabat,

28

Hilman Hadikusuma, 2014, Op.Cit .hlm. 177. 29

Soerojo Wignjodipoero, 2010, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: Gunung

Agung, cet. XVI, hlm. 133.

Page 36: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

19

namun orang yang dari luar itu harus tetap menggantikan suami atau istri yang

wafat itu, dalam kedudukan hukum adatnya.30

b. Perkawinan Semanda

Perkawinan semanda pada umunya berlaku di lingkungan masyarakat adat yang

matrilinial, dalam rangka mempertahankan garis keturunan pihak ibu (wanita),

merupakan kebalikan dari bentuk perkawinan jujur. Dalam perkawinan semenda,

calon mempelai pria dan kerabatnya tidak melakukan pemberian uang jujur

kepada pihak wanita, malahan sebagaimana berlaku di minangkabau berlaku adat

pelamaran dari pihak wanita kepada pihak pria.

Perkawinan berlangsung maka suami berada di bawah kekuasaan kerabat isteri

dan kedudukan hukumnya bergantung pada bentuk perkawinan semanda yang

berlaku, apakah perkawinan semanda dalam bentuk “semanda raja-raja”,

“semanda lepas”, “semanda bebas”, “semanda nunggu”, “semanda ngangkit”,

“Semanda anak dagang,31

di daerah Lampung beradat pesisir terdapat istilah

“semenda” mati tunga mati manuk”, dimana suami mengabdi di tempat istri

sebagai karyawan (tani) mirip dengan “nyalindung ka gelung” di pasundan,

“semenda ngebabang” (menggendong) atau “semenda ngisik” (memelihara)

yang sama dengan semenda menunggu, “semenda iring beli” sama dengan

semenda mengabdi karena tidak mampu membayar uang (adat) permintaan pihak

istri. Tetapi “semenda nabuh beduk” berarti suami hanya datang pada istri ketika

beduk magrib berbunyi dan setelah beduk subuh suami pergi, bentuk semenda ini

30

Hilman Hadikusuma, 2014, Loc.Cit. 31

Ibid. hlm. 178.

Page 37: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

20

mirip dengan bentuk perkawinan “manggih kaya” di jawa, dimana suami lebih

kaya sedangkan istri miskin, dan istri menjadi istri kedua, ketiga atau keempat.32

c. Perkawinan Bebas (mandiri)

Pada umumnya bentuk perkawinan bebas atau perkawinan mandiri berlaku di

lingkungan masyarakat adat yang bersifat parental (orang tua), seperti pada

masyarakat Jawa, Sunda, Aceh, Melayu, Kalimantan dan Sulawesi. Dimana

keluarga atau kerabat tidak banyak lagi campur tangan dalam keluarga atau rumah

tangga.

Setelah perkawinan suami dan istri memisah (Jawa: mancar, mentas) dari

kekuasaan orang tua dan keluarga masing-masing, dan membangun

keluarga/rumah tangga sendiri dan hidup mandiri (neolokal). Orang tua kedua

pihak hanya memeri bekal (sangu) bagi kelanjutan hidup rumah tangga kedua

mempelai dengan harta pemberian atau warisan sebagai harta bawaan ke dalam

perkawinan mereka.33

d. Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran dalam arti hukum adat adalah perkawinan yang terjadi

antara suami dan isteri yang berbeda suku bangsa, adat budaya, dan/atau berbeda

agama yang dianut.

32

Ibid. hlm. 179. 33

Ibid. hlm. 180.

Page 38: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

21

Terjadinya perkawinan campuran ini akan menyebabkan masalah hukum antara

tata hukum adat dan/atau hukum agama, yaitu hukum mana dan hukum apa yang

akan diperlakukan dalam pelaksanaan perkawinan itu. Akan tetapi dalam

perkembangannya hukum adat setempat memberikan jalan keluar untuk

mengatasi masalah tersebut, sehingga perkawinan campuran dapat dilaksanakan.

Dalam lingkungan masyarakat adat Pepadun di Lampung, di mana sebelum

perkawinan jika yang pria dari luar maka ia lebih dahulu dijadikan warga adat dari

pihak keluarga “kelama” (kerabat pria saudara-saudara ibu) atau boleh juga

dimasukan kedalam warga adat “kenubi” (bersaudara itu). Jadi wanita yang orang

dari luar, maka si wanita diangkat dan dimasukan lebih dahulu ke dalam keluarga

“menulang” (anak kemenakan dari saudara bapak yang wanita) atau diangkat dan

dimasukan kedalam keluarga “kenubi”. Sehingga perkawinan yang berlaku itu

disebut “ngakuk menulung” (mengambil keluarga menulung) atau “kawin kenubi”

(perkawinan dengan keluarga kenubi, bersaudara ibu).34

e. Perkawinan Lari

Perkawinan lari dapat terjadi di suatu lingkungan masyarakat adat, tetapi yang

banyak berlaku adalah di kalangan masyarakat Batak, Lampung, Bali,

Bugis/Makassar, Maluku, di daerah-daerah tersebut walaupun kawin lari itu

merupakan pelanggaran adat, namun terdapat tata tertib cara menyalesaikanya.

Sesungguhnya perkawinan lari bukanlah bentuk perkawinan melainkan

merupakan sistem pelamaran, oleh karena dari kejadian perkawinan lari itu dapat

34

Ibid. hlm. 181.

Page 39: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

22

berlaku bentuk perkawinan jujur, semenda atau bebas/mandiri, tergantung pada

keadaan dan perundingan kedua pihak.

Sistem perkawinan lari dapat dibedakan antara perkawinan lari bersama dan

perkawinan lari paksaan. Perkawinan lari bersama (Lampung: Sebambungan,

metudau, nakat, cakak lakei) adalah perbuatan belarian untuk melaksanakan

perkawinan atas persetujuan si gadis (wanita). Cara melakukan belarian ialah

bujang gadis sepakat melakukan kawin lari dan pada waktu yang sudah ditentukan

melakukan lari bersama, atau si gadis secara diam-diam diambil kerabat pihak

bujang dari tempat kediamannya, atau sigadis datang sendiri ketempat kediaman

pihak bujang. Segala sesuatunya berjalan menurut tata tertib adat berlarian. 35

Perkawinan lari bersama biasanya dilakukan dengan mengikuti tata tertib adat

berlarian setempat. Masyarakat Lampung beradat Pepadun setidak-tidaknya gadis

yang pergi berlarian harus meninggalkan tanda kepergianya berupa surat dan

sejumah uang (tengepik), pergi menuju ketempat kediaman (penyimbang, kepala

adat) bujang, kemudian pihak bujang mengadakan pertemuan kerabat dan

mengirim utusan untuk menyampaikan permintaan maaf dan memohon

penyelesaia yang baik dari pihak kerabat wanita, lalu diadakan perundingan kedua

pihak.36

C. Kekerabatan Adat

Bentuk kekerabatan masyarakat saling terkait dengan hukum, sementara hukum

menentukan bentuk kekerabatan, untuk menentukan bentuk kekerabatan suatu

35

Ibid. hlm. 182. 36

Ibid. hlm. 183.

Page 40: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

23

masyarakat dapat dilihat dari bentuk apa hukum perkawinan dan kewarisan yang

mereka diterapkan. Hukum perkawinan dan kewarisan berpangkal dari garis

keturunan.

Sendi hukum adat lebih mengutamakan kepentingan bersama dari pada

kepentingan orang-seorang, maka hukum yang mengatur kedudukan perorangan

sebagai subyek hukum tidak dapat dipisahkan dari kedudukannya sebagai anggota

keluarga dan keluarga tidak terlepas dari hubungannya dengan kerabat. Jadi yang

dimaksud untuk kekerabatan adat adalah hukum yang menunjukan hubungan-

hubungan hukum dalam ikatan kekerabatan, termasuk mengenai kedudukan

orang-seorang sebagai anggota warga kerabat (warga adat kekerabatan).

Adapun bentuk keturunan yang kemudian membentuk garis kekerbatan itu ada

tiga macam.37

1. Patrilineal, yang melahirkan kesatuan-kesatuan keluarga yang

menghubungkan keturunan atas dasar garis keturunan ayah; karena itu anak-

anak mempunyai suku (clan) sama dengan suku (clan) ayahnya. Bentuk

masyarakat yang mengutamakan keturunan laki-laki, berlaku perkawinan

dengan pembayaran jujur.

2. Matrilineal, yang melahirkan kesatuan-kesatuan keluarga yang

menghubungkan keturunan atas dasar keturunan ibu; karena itu anak-anak

masuk kedalam suku (clan) ibunya.

3. Parental Bilateral, yang melahirkan kesatuan-kesatuan keluarga yang

menghubungkan keturunan kepada ayah dan ibu, sehingga ayah dan ibu

37

Yaswirman, 2011, Hukum Keluarga: Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat

Dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 177.

Page 41: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

24

sama-sama memiliki kekerabatan secara hukum dalam garis keturunan

keluarga.

Cara mempertahankan kekerabatan patrilineal dan matrilineal adalah dengan

perkawinan eksogami (keluar kelompok suku), dengan melarang laki-laki dan

perempuan kawin sekerabat/sesuku.

D. Masyarakat Adat Lampung

Di Lampung masyarakat hukum adat atasan disebut kebuayan atau marga,

sedangkan masyarakat hukum adat bawahan disebut tiyuh, anek, dan pekon.

Dalam kesatuan adat masyarakat Lampung dibagi dalam dua kelompok besar,

yaitu Pertama masyarakat yang menganut adat Pepadun yang terdiri dari Abung

Siwo Migo, Pubian Telu Suku, Rarem Migo Pak, Way Kanan Lima Kebuwaiyan

dan Bungamayang Sungkai. Pada umumnya mereka bermukim di daerah

Lampung Utara, Lampung Tengah dan Lampung Selatan (bagian tengah). Kedua,

masyarakat yang menganut adat Saibatin, yang bermukim di sepanjang pantai

selatan sampai pantai barat. (Kalianda, Penengahan, Sidomulyo, Kedukung, Kota

Agung, Cukuh Balak, Padang Cermin, Pesisir Selatan, Pesisir Utara, Pesisir

Tengah, Balik Bukit, dan Belau).38

Pada masyarakat adat Lampung, seluruh warga masyarakat di wajibkan mematuhi

ketentuan adat “Cepalo” . Adat Cepalo yaitu berupa larangan-larangan guna

membentuk akhlak yang baik sehingga menimbulkan nilai-nilai harga diri serta

38

Ibid. hlm. 115.

Page 42: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

25

norma-norma kehormatan pribadi maupun kerabat, yang dinamakan Pi-il

Pesenggiri. 39

Masyarakat adat Lampung dalam kehidupan berkelompok dibangun

dalam suatu sistem kekeluargaan yang berdasarkan genealogis. Artinya, mereka

bersatu berdasarkan ikatan keturunan (hubungan darah). Kesatuan karena

hubungnan darah ini disebut dengan buway atau kebuwayan yang dipimpin oleh

penyimbang buway. Permukiman (teritorial) masyarakat Lampung yang disebut

kampung (anek, tiyuh) adalah kelompok yang dibangun atas dasar genealogis

yang dipimpin oleh kepala kampung (penyimbang anek, tiyuh).40

1. Masyarakat Adat Lampung Pepadun

Kata Pepadun artinya adalah sebuah kursi Singgasana yang terbuat dari kayu yang

tahan lama, berbentuk meja kecil dengan kaki pendek, empat kaki berbentuk kaki

manusia, tinggi kaki dari lantai sekitar 30 cm (Tiga puluh sentimeter). Ukiran-

ukirannya berbentuk makara, kepala orang, kepala naga,41

yang digunakan ketika

melakukan upacara adat Pepadun, dengan kata lain Pepadun adalah suatu benda

berupa bangku yang terbuat dari kayu yang merupakan lambang dari tingkatan

kedudukan dalam masyarakat mengenai suatu keluarga keturunan.42

Masyarakat Adat Lampung Pepadun Masyarakat Lampung yang beradat Pepadun

terbagi dalam 4 (empat) persekutuan hukum adat, yaitu :

39

Abdullah A. Soebing, 1988, Kedatuan di Gunung-keratu di Muara, Jakarta : Karya

Uniperss, hlm. 17. 40

Rizani Puspawidjaja, 2006, Op.Cit . hlm. 114. 41

Hilman Hadikusuma, 1984, Ensiklopedia Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia,

Bandung: Alumni, hlm. 136. 42

Kiay paksi, Sayuti Ibrahim, 1995, Buku Handak II Lampung pubian, Bandar Lampung:

gunung Pesagi. hlm. 14.

Page 43: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

26

a. Abung Siwo Migo (Abung Sembilan Marga) Yang termasuk daleta

persekutuan Abung Siwo migo adalah keturunan sebagai berikut Buay

Unyai, Buay Nuban, Buaya Kunang, Buey Subing, Buay Unyi, Buay

Nyerupa, Buay selegai, Buay Beliyuk, dan Buay Anak Tuho.

b. Tulang Bawang Migo Pak (Tulang Bawang Marga Eapat) Persekutuan adat

Tulang Bawang Migo Pak, terdiri dari Buay Bulan, Buay Aji, Buay

tegamo‟an dan Suway Umpu.

c. Way Kanan Buway Lima (Lima Keturunan) dan Sungkai Persekutuan adat

Buway Lima Meliputi: Buay Pemuka, Buay Semenguk, Barasakti, Baradatu

dan Bahuga.

d. Pubiyan Telu Suku (Pubiyan Tiga Suku) Persekutuan adat telu suku antara

lain: suku Buku Jadi, Suku Tamo Pupus dan Suku Menyerakat.43

2. Kekerabatan Masyarakat Adat Lampung Pepadun

Kerabat adalah kesatuan dari beberapa keluarga menurut sendi kekeluargaannya

masing-masing. Sebagaimana rukun keluarga, demikian pula dengan rukun

kerabat dapat di bedakan dengan melihat banyak sedikitnya keanggotaan

keluarganya, jadi ada rukun kerabat yang kecil dan ada rukun kerabat yang besar.

Kehidupan kekerabatan dalam suku Lampung Pepadun disebut menyanak warei,

yaitu semua keluarga baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, baik karena

hubungan darah maupun karena akibat dari perkawinan atau bertalian adat

Mewarei. Setiap orang harus mengetahui siapa-siapa anggota kerabat pihak ayah

43

Hilman Hadikusuma, 1987, Masyarakat Adat dan Budaya Lampung, Jakarta,: Mandar

Maju, hlm. 159.

Page 44: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

27

dan pihak ibu, serta mengetahui bagaimana kedudukan dan tanggung jawabnya di

dalam kelompok kekerabatanya.

Masyarakat adat Lampung pepadun menganut prinsip garis keturunan bapak

(patrilineal), dimana anak laki-laki tertua dari keturunan tertua (penyimbang)

memegang kekuasaan adat. Setiap anak laki-laki tertua adalah penyimbang, yaitu

anak yang mewarisi kepemimpinan ayah sebagai kepala keluarga atau kepala

kerabat seketurunan.44

Hubungan kekerabatan yang positif tampak pada berlakunya adat bersakai

sambayan dalam menghadapi masalah baik dalam suasana susah maupun senang.

Misalnya, dalam keluarga yang sakit, meninggal dan mengurus, memelihara

janda dan anak-anak yatim, membantu anak kemenakan melanjutkan pendidikan,

membantu dan mengurus upacara adat, melahirkan, khitanan atau perkawinan.

Hal ini tercermin dalam sistem dan bentuk perkawinan adat serta upacara-upacara

adat yang berlaku. Kedudukan penyimbang begitu dihormati dan istimewa,

karena merupakan pusat pemerintahan kekerabatan, baik yang berasal dari satu

keturunan pertalian darah, satu pertalian adat atau karena perkawinan.

a. Kelompok kekerabatan yang bertalian darah

Hubungan kekerabatan ini berlaku diantara penyimbang dengan para anggota

kelompok keluarga warei, kelompok keluarga Apak Kemaman, kelompok warei

dan kelompok Anak.

b. Kelompok kekerabatan yang bertalian Perkawinan

44

Sabaruddin SA, 2012, Lampung Pepadun dan Saibatin/Pesisir, Jakarta : Buletin Way

Lima Manjau, hlm. 69.

Page 45: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

28

Kelompok ini berlaku diantara penyimbang dengan para anggora kelompo, yaitu

kelompok kelama, kelompok lebu, kelompok benulung dan termasuk pula

kelompok kenubi, serta ada pula kelompok pesabaian kelompok Mirul-Mengiyan

dan Merau serta Lakau.

c. Kelompok kekerabatan yang bertaian adat Mewarei

Timbulnya hubungan kekerabatan ini karena hal-hal tertentu yang tidak dapat

dihindari berkaitan dengan adat seperi karena tidak mendapatkan keturunan/anak

laki-laki atau tidak mempunyai Wari atau Saudara. 45

3. Perkawinan Hukum Adat Lampung Pepadun

Masyarakat Abung Siwo Mego (Abung sembilan Marga) dan pubian Telu Suku

(Pubian Tiga Suku), sama sekali tidak di kenal perkawinan antara seseorang laki-

laki dan seorang perempuan yang merupakan anak dari saudara sekandung laki-

laki, akan tetapi pada masyarakat Rarem Mego Pak (Rarem Empat Marga) dan

Buay Lima (Sungkai dan Way Kanan), perkawinan tersebut dapat dilangsungkan,

namun perkawinan ini bukanlah merupakan kelaziman, dan alasan yang

mendorong adalah agar harta tetap utuh atau karena keluarga yang bersangkutan

hanya mempunyai anak tunggal. Pada masyarakat Lampung, perkawinan yang

lazim (umum dilakukan) adalah perkawinan antara orang laki-laki dengan orang

peempuan yang merupakan anak dari dua saudara sekandung perempuan.

Sedangkan perkawinan antara anak dari saudara sekandung laki-laki dan

perempuan juga dapat dilangsungkan. Masyarakat di sana berpendapat bahwa

45

Cristian Heru Cahyo Saputro, 2011, Piil Pesenggiri Etos dan Semangat Kelampungan,

Bandar Lampung: Jung Foundation Lampung Heritage, hlm. 40.

Page 46: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

29

adalah tidak layak apabila setiap anak dapat lsngsungkan perkawinan pada dua

keluarga yang sama. 46

Perkawinan yang di dalam ilmu anropologi disebut dengan leviraat dan sororaat,

pada masyarakat Lampung juga dilakukan. Perkawinan leviraat (Lampung:

nyemalang-nyikok) adalah perkawinan antara seseorang perempuan (janda)

dengan seseorang laki-laki yang merupakan adik atau kakak dari suami

almarhum. Masyarakat lampung tidak lagi mengenal perkawinan anak-anak, di

mana laki-laki dan perempuan masih berstatus anak-anak (sanak). sampai dengan

saat sekarang, masih tetap berkalu ketentuan bahwa perkawinan itu hanya dapat

dilakukan diantara anggota masyarakat yang tidak sesuku (bilik), juga masih

berlaku ketentuan bahwa perkawinan itu hanya dapat dilangsungkan antara

mereka yang serumpun (sama-sama anggota masyarakat lampung). ketentuan

saat ini tidak menutup kemungkinan untuk melakukan perkawinan dengan orang

luar masyarakat itu, dengan melalui pengangkatan menjadi anggota masyarakat

itu.47

Pada masyarakat hukum adat Lampung pepadun ditentukan pula siapa dengan

siapa yang tidak dibolehkan untuk melangsungkan perkawinan, yaitu antara dua

orang yang masih mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus

keatas maupun kebawah, antara duaorang yang masih berhubungan darah garis

keturunan menyamping, yaitu antara saudara, antara saudara orag tua, antara

saudara nenek, antara dua orang yang masih berhubungan semenda, yaitu mertua,

46

Soerjono Soekanto, 2012, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 219 47

. Ibid. hlm. 220.

Page 47: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

30

anak tiri, menantu dan ibu dan bapak tiri, dan antara dua orang yang masih

berhubungan sesusuan.

4. Gelar (Adek)

Salah satu ciri khas masyarakat adat Lampung adalah adanya Juluk dan Adek yang

melekat pada warganya. Pada dasarnya semua anggota masyarakat lampung

mempunyai gelar adat (juluk adek). Pemberian gelar kepada seseorang ditetapkan

secara kesepakatan kekeluargaan seketurunan dengan pertimbangan antara lain (a)

setatus atau kedudukan yang bersangkutan dalam keluarga batih, (b) mengacu

pada adek atau nama dalam keturunan dua atau tuga tingkat keatas (secara

genealogis). Juluk adek merupakan hak bagi anggota masyarakat lampung, oleh

karena itu juluk adek merupakan identitas utama yang melekat pada pribadi yang

bersangkutan.48

Kebiasaan menggunakan Juluk dan Adek ini menunjukan juga bahwa orang

Lampung suka pada nama besar dan suka akan pujian karena dengan Juluk dan

Adek yang besar menunjukan bahwa ia menduduki strata yang tinggi dalam

masyarakat adatnya. Upamanya seperti menggunakan gelar-gelar tinggi bagi

kaum pria dan berpakaian perhiasan yang mahal-mahal bagi wanita di tempat

pesta. Ia tidak segan-segan mengeluarkan biaya yang tinggi untuk memenuhi

pujian kemegahan. Adek merupakan gelar yang diberikan pada seseorang yang

telah berumah tangga pada umumnya diberikan bersamaan dengan pernikahan

atau upacara adat lainya. Dengan pemberian adek terhadap seseorang menunjukan

48

Rizani Puspawidjaja, 2006, Op.Cit . hlm. 116

Page 48: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

31

bahwa masyarakat adat Lampung dalam kehidupannya sangat menghargai tata

sopan santun, artinya penghormatan terhadap orang lain sangat besar.

E. Kerangka Pikir

Gambar 1. Kerangka Pikir

Hukum perkawinan adat merupakan salah satu bagian dari hukum keluarga adat,

yang memiliki keberagaman hukum sesuai dengan suku, daerah, atau

latarbelakang setiap masyarakat. Perkawinan adat merupakan suatu ikatan lahir

Proses pemberian gelar adat

(adek) Pada perkawinan adat

beda suku dalam Masyarakat

Adat Lampung Pepadun pada

Marga Terusan Nuyai

Akibat hukum dari

pemberian gelar adat beda

suku pada masyarakat adat

Lampung Pepadun pada

Marga Terusan Nunyai

Pemberian Gelar (Adek)

Perkawinan

Laki-Laki/Perempuan

Beda Suku

Laki-Laki/Perempuan

Lampung Pepadun

Page 49: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

32

dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilakukan sesuai dengan

ketentuan hukum adat. misalnya perkawian beda suku antara masyarakat adat

lampung Marga Terusan Nunyai dengan suku lain di Tiyuh Margodadi, Gunung

Menanti yang berada di Kecamatan Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Meskipun perkawinan beda suku merupakan pelanggaran namun perkawinan

tersebut dapat berlangsung dengan memenuhi berbagai persyaratan adat sebelum

perkawinan yaitu dengan meminta izin kepada penyimbang dan pengangkonan

(pengangkatan) terlebih dahulu sehingga calon mempelai yang berbeda suku

harus dijadikan warga adat Lampung agar diakui keberadanya atas perkawinan

yang dilakukan dalam masyarakat adat. Setelah diakui sebagai bagian dari

masyarakat adat, calon mempelai baru dapat melakukan perkawinan dan juga

mendapatkan gelar (adek) dengan melaksanakan Begawi Cakak Pepadun yang

bertujuan untuk menigkatkan status adat seseorang dalam kekerabatan dan jika

terjadi perkawinan diluar adat, maka masyarakat adat tidak mengakui dan masih

menganggap laki-laki/wanita tersebut bujang/gadis.

Page 50: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

33

III. METODE PENELITIAN

Penelitian (research) berarti pencarian kembali terhadap pengetahuan yang benar

(ilmiah), karena hasil dari pencarian ini akan dipakai untuk menjawab

permasalahan tertentu. Penelitian (research) berangkat dari ketidaktahuan dan

berakhir pada keraguan, dan selanjutnya berangkat dari keraguan dan berakhir

pada suatu hipotesis (jawaban yang untuk sementara dapat dianggap benar

sebelum dibuktikan sebaliknya).49

Penelitian hukum adalah segala aktivitas seseorang untuk menjawab

permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktisi, baik yang bersifat asas-

asas hukum, norma-norma hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat,

maupun yang berkenaan dengan kenyataan hukum dalam masyarakat.50

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

empiris. Pengertian penelitian hukum empiris (empirical law research) adalah

penelitian hukum positif tidak tertulis mengenai perilaku (behavior) anggota

masyarakat dalam hubungan bermasyarakat. Dengan kata lain, penelitian hukum

empiris mengungkapkan hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat

melalui perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat. Penelitian empiris merupakan

49

Amirudin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:

Rajawali Pers, hlm. 19. 50

Zainuddin Ali, 2016, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 19.

Page 51: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

34

dari perilaku nyata sebagai data primer diperoleh dari data lokasi penelitian

lapangan (field research).

Penelitian hukum empiris (empirical law research) adalah penelitian hukum

positif tidak tertulis mengenai perilaku (behavior) anggota masyarakat dalam

hubungan bermasyarakat. Penelitian hukum empiris mengungkapkan hukum yang

hidup (living law) dalam masyarakat melalui perbuatan yang dilakukan oleh

masyarakat.51

Penelitian empiris merupakan perilaku nyata sebagai data primer

diperoleh dari data lokasi penelitian lapangan (field research). Penelitian ini

merupakan penelitian empiris dimana penelitian ini akan mengkaji tentang Proses

Pemberian Gelar (Adek) dan akibat hukum dalam Perkawinan Beda Suku Pada

Masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai di Kecamatan

Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif yaitu suatu

penelitian yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran

(deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan

pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Penelitian deskriptif dilakukan

dengan tujuan untuk melihat secara jelas, rinci, dan sistematis mengenai Proses

Pemberian Gelar (adek) dalam Perkawinan Beda Suku Pada Masyarakat Adat

Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai di Kecamatan Tumijajar Kabupaten

Tulang Bawang Barat.

51

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya

Bakti, hlm. 155.

Page 52: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

35

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara

pendekatan secara yuridis sosiologis, yaitu pendekatan dengan meneliti mengenai

hukum yang hidup dalam masyarakat melalui prilaku yang dialami masyarakat,

prilaku ini berfungsi ganda sebagai pola terapan dan sekaligus menjadi bentuk

normatif hukum dan prilaku dalam masyarakat. Subjek dan objek penelitian ini

adalah Masyarakat di Tiyuh Margodadi dan Tiyuh Gunung Menanti Kecamatan

Tumijjar Kabupaten Tulang Bawng Barat tentang Proses Pemberian Gelar (Adek)

dalam Perkawinan Beda Suku.

D. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian hukum normatif empiris, data yang digunakan adalah data

primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari lokasi penelitian, dan

Responden yang terkait dengan pemberian gelar (adek) dalam Perkawinan Beda

Suku. Sumber data yang ada di lokasi penelitian, yaitu berdasarkan wawancara.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka, sumber

hukum adat. Data sekunder pada penelitian ini adalah tentang proses pemberian

gelar (adek) dalam perkawinan beda suku pada masyarakat adat lampung

pepadun. Literatur-literatur tentang hukum dan sumber lainnya yang

berhubungan dengan perkawinan adat.

Page 53: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

36

E. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Tiyuh Margodadi dan Tiyuh Gunung Menanti

Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat.

F. Metode Pengumpulan Data

1. Studi Pustaka

Studi Pustaka adalah studi pustaka yang dilakukan untuk mengumpulkan data

sekunder, dengan cara mempelajari konsep pemberian gelar pada perkawinan

beda suku dengan cara membaca, mengutip, mencatat, dan mengidentifikasi data

yang sesuai dengan permasalahan.

2. Wawancara

wawancara dilakukan dengan menggunakan pertanyaan sesuai dengan

permasalahan yang akan dikaji. Adapun pihak-pihak yang menjadi informan dan

responden adalah:

a. Tokoh Adat : wawancara dilakukan kepada Bapak Achmad Syukri yang

bergelar Suntan Penyembang Suntan, Bapak Majid bergelar Sesunan dan

Bapak Geran gelar Mendiko sebagai Tokoh Adat.

b. Responden : Responden berjumlah 20 (Dua puluh)orang yaitu terdiri dari 10

orang pria berbeda suku dan 10 (Sepuluh) orang wanita berbeda suku yang

melakukan pemberian gelar (Adek) pada perkawinan beda suku.

Page 54: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

37

G. Metode Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul diolah melalui cara pengolahan data dengan cara-cara

sebagai berikut:

1. Identifikasi Data

Identifikasi data adalah menelaah data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan

pembahasan yang akan dilakukan

2. Seleksi Data

Seleksi data memeriksa kembali apakah data yang dipeoleh itu relevan dan sesuai

dengan bahasan, selanjutnya apabila ada kesalahan pada data akan dilakukan

perbaikan dan terhadap data yang kurang lengkap akan dilengkapi.

3. Klasifikasi Data

Klasifikasi data adalah pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan agar

memudahkan pembahasan.

4. Sistematika data

Sistematika data adalah penelusuran data berdasarkan urutan data yang telah

ditentukan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis.

H. Analisis Data

Metode analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis secara

kualitatif. kualititatif yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk

kalimat dan angka yang tersusun secara teratur, runtun, logis, tidak tumpang

Page 55: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

38

tindih dan efektif, Sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil

analisis.

Data dalam penelitian ini akan diuraikan ke dalam angka atau persentase dan

kalimat-kalimat yang tersusun secara sistematis. Sehingga diperoleh gambaran

yang jelas dan pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan secara induktif yaitu

penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata yang sifatnya khusus dan

telah diakui kebenarannya secara ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat

umum sebagai jawaban singkat dari permasalahan yang diteliti.

Page 56: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

62

V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses Pemberian Gelar Adat (adek) pada perkawinan adat beda suku dalam

masyarakat adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai harus

melaksanakan beberapa tahapan. Tahap pertama calon pengantin yang

berbeda suku harus masuk kedalam kekerabatan masyarakat adat Lampung

dengan cara melakukan pengangkonan. Tahap kedua yaitu proses pemberian

gelar dalam sidang adat Merwatin yang dilaksanakan sebelum ijab kabul,

setelah ijab kabul dilaksanakan maka gelar adat (adek) akan diumumkan

sesuai dengan hasil dari sidang adat merwatin.

2. Akibat Hukum dari Pemberian Gelar Adat (adek) pada perkawinan adat beda

suku dalam masyarakat adat Lampung Pepadun Marga Terusan Nunyai yaitu

pertama bagi pihak laki-laki atau suami (mengiyan) beda suku yang diberikan

gelar adat (adek) dinyatakan sah memiliki kedudukan dalam adat sesuai

dengan kedudukan orangtua yang mengangkonya (mengangkatnya) dan bagi

pihak perempuan dinyatakan sah memiliki kedudukan dalam adat sesuai

dengan kedudukan suami (mengiyan) yang menikahinya. Akibat hukum yang

Page 57: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

63

kedua pihak laki-laki maupun pihak perempuan berhak ikut setra dalam

acara-acara adat. Akibat hukum yang ketiga gelar yang diberikan pihak laki-

laki maupun pihak perempuan menentukan kedudukan dan tanggung jawab

dalam masyarakat adat Lampung serta mempengaruhi kehormatan, pergaulan

dan status sosial. Akibat hukum yang keempat anak dari proses

pengangkonan (pengangkatan) baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan

tidak mendapat waris dari orang tua yang mengangkonya. Akibat hukum

Masyarakat lampung yang sudah menikah namun tidak diberikan gelar (adek)

tidak memiliki kedudukan sebagai warga adat Lampung Marga Terusan

Nunyai sehingga tidak memiliki hak untuk hadir dan memberikan pendapat

dalam acara-acara adat, serta keturunanya kelak jika sudah menikah tidak

dapat diberikan gelar (adek).

Page 58: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

64

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU

A. Soebing, Abdullah. 1988, Kedatuan di Gunung-keratu di Muara, Jakarta :

Karya Uniperss

Ali, Zainuddin. 2016, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika

Amirudin dan Asikin, Zainal. 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Jakarta: Rajawali Pers,

D. Kolkman, Wilbert. dkk, 2012, Hukum Tentang Orang, Hukum Keluarga dan

Hukum Waris di Belanda dan Indonesia, Jakarta: Pustaka Larasan

Dinas Perpustakaan dan Kearsiapan Provinsi Lampung, 2017, Penerjemahan

Naskah Bahasa Belenda, Bandar Lampung

Hadikusuma, Hilman. 1984, Ensiklopedia Hukum Adat dan Adat Budaya

Indonesia, Bandung: Alumni

. 1987, Masyarakat Adat dan Budaya Lampung, Jakarta :

Mandar Maju

. 2003, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan

Hukum Adat Hukum Agama, Bandung : Mandar Maju

. 2014, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung:

Mandar Maju

Heru Cahyo Saputro, Cristian. 2011, Piil Pesenggiri Etos dan Semangat

Kelampungan, Bandar Lampung: Jung Foundation Lampung Heritage

Martiara, Rina. 2012, Niai dan Norma Budaya Lampung dalam sudut pandang

strukturisme, Yogyakarta: ISI Yogyakarta

Muhammad, Abdulkadir. 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra

Aditya Bakti

Muhammad, Bushar. 2002, Pokok-pokok Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita

Page 59: PROSES PEMBERIAN GELAR (ADEK DAN AKIBAT HUKUMNYA …digilib.unila.ac.id/56983/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019. 6. 11. · Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

65

Nurhasanah, Siti. 2014, Sosiologi dan Antropologi Budaya Suatu Pengantar,

Bandar Lampung: Justice Publiseher

Paksi, Kiay dan Ibrahim, Sayuti. 1995, Buku Handak II Lampung pubian, Bandar

Lampung: gunung Pesagi.

Puspawidjaja, Rizani. 2006, Hukum Adat dan Tebaran Pemikiran, Bandar

Lampung: Universitas Lampung

Rato, Dominikus. 2011, Hukum Perkawinan dan waris Adat (sistem kekerabatan,

bentuk perkawinan dan pola pewarisan adat di indonesia), Surabaya:

Laksbang Yustitia Surabaya

Sabaruddin SA, 2012, Lampung Pepadun dan Saibatin/Pesisir, Jakarta : Buletin

Way Lima Manjau

Samosir, Djamanat. 2014, Hukum Adat eksistensi dalam dinamika perkembangan

hukum di indonesia. Bandung: Nusa Aulia

Setiady, Toyib. 2009, Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan,

Bandung: Alfabeta

Soekanto, Soerjono. 2001, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers

. 2012, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers

Soimin, Soedharyo. 2010, Hukum Orang dan Keluarga perspektif hukum perdata

barat/BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat, Jakarta: Rajawali Pers

Suwarsono, 2011, Teori Sosiologi Sebuah Pemikiran Awal, Bandar Lampung:

Universitas Lampung

Utomo, Laksonto. 2016, Hukum Adat, Jakarta: Rajawali Pers

Wignjodipoero, Soerojo. 2010, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta:

Gunung Agung, cet. XVI

Yaswirman, 2011, Hukum Keluarga: Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam

dan Adat Dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, Jakarta:

Rajawali Pers

II. INTERNET

Https://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/komunitas/blogfakultas/entry/sistem-

kekerabatan-masyarakat-lampung-pepadun, diakses pada 18 Januari 2019