Proses Pembelajaran Dalam Perubahan Belajar Agama Di Kelompok Mentoring
-
Upload
lilis-muslicha -
Category
Documents
-
view
280 -
download
6
description
Transcript of Proses Pembelajaran Dalam Perubahan Belajar Agama Di Kelompok Mentoring
PROSES PEMBELAJARAN DALAM PERUBAHAN BELAJAR AGAMA DI KELOMPOK MENTORING
Diajukan Kepada Dosen Ilmu Jiwa Belajar Untuk Memenuhi Persyaratan
Ujian Semester Genap Pada Semester IV
Oleh:
LILIS MUSLICHA
12214210410
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
17 Mei 2014 M / 17 Rajab 1435 H
HALAMAN MOTTO
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat
[49]: 10)
“Tidaklah sempurna iman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai
untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri” (HR.
Bukhari)
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur yang sangat dalam penulis
panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya turunlah segala kebaikan dan dengan taufik-Nya tercapailah
segala tujuan. Bagi Allah juga segala puji sepenuh langit dan bumi, dan
sepenuh apa saja yang dikehendaki-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan penelitian ini.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada
Rasulullah saw sebagai pendidik dan pembawa petunjuk bagi manusia
dan sebagai hujjah atas semua manusia untuk menyempurnakan akhlak
mulia, untuk mengeluarkan dunia dari kegelapan menuju cahaya dan
menunjukkan mereka ke jalan Allah yang lurus. Semoga shalawat dan
salam juga terlimpahkan kepada keluarga Nabi saw, para sahabatnya dan
orang yang mengikutinya dengan baik sampai Hari Pembalasan.
Dengan izin Allah SWT., penulis mampu menyelesaikan penelitian
ini sebagai tugas akhir semester dari perkulian Ilmu Jiwa Belajar yang
berjudul “Proses Pembelajaran dalam Perubahan Belajar Agama di
Kelompok Mentoring”.
Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ayahanda Ahmad Muslich Prasetyo dan Ibunda Daryanti
tercinta yang dengan ikhlas memberikan dukungan baik moril,
materiil, dan spiritual serta menaruh perhatian yang besar
dalam membesarkan ananda dengan penuh kasih sayang.
Semoga Allah SWT. menjadikan mereka orang-orang yang
selalu dimuliakan.
2. Saudara kembaranku, Lilis Syolicha, yang selalu memberikan
motivasi serta dukungan untuk menyelesaikan penelitian ini.
iii
3. Ibu Santi Lisnawati, selaku Dosen Ilmu Jiwa Belajar Fakultas
Agama Islam di Universitas Ibn Khaldun Bogor yang dengan
ikhlas membagikan waktu, tenaga, dan fikiran Beliau dalam
upaya memberikan bimbingan dalam penyelesaian penelitian
ini.
4. Teh Ajeng, selaku Mentor pada Mentoring, yang selalu sabar
dalam memberikan bimbingan pada Mentoring sehingga
penulisan penelitian ini dapat terselesaikan.
5. Teman-teman Mentoring, terima kasih atas dukungan dan
motivasi yang diberikan sehingga penulisan penelitian ini dapat
terselesaikan.
6. Seluruh teman-teman mahasiswa/I PAI 4B angkatan 2012 yang
telah membantu memberikan semangat dan dorongan hingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
7. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu
yang telah memberikan bantuan yang sangat bermanfaat bagi
penulis demi terselesainya penyusunan skripsi ini.
Tiada ucapan yang dapat penulis haturkan kecuali “Jazaakumullah
Ahsanal Jazaa” semoga semua amal baiknya diterima oleh Allah SWT
dan dicatat sebagai amalan yang sholeh. Aamiin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh
dari sempurna, penulis hanya berusaha atas dasar kelebihan yang sangat
kecil, penuh kesalahan dan khilaf yang telah diberikan Allah berupa akal
fikiran, hari dan juga kesempatan. Kesempurnaan semua milik Allah SWT,
untuk itu kritik dan saran dari pembaca, penulis nanti-nantikan dan
harapkan demi kesempurnaan penelitian ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan penelitian ini dan mohon maaf atas segala khilaf serta
kekurangan.
iv
Cibinong, 17 Mei 2014
Lilis Muslicha
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN MOTTO ............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 1
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI ........................................................................ 3
A. Belajar ....................................................................................... 3
1. Pengertian Belajar ............................................................... 3
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar .......................... 5
3. Pentingnya Belajar dalam Kehidupan ................................. 6
B. Agama ...................................................................................... 8
1. Pengertian Agama ............................................................... 8
2. Aspek-aspek Ajaran Agama ................................................ 10
3. Urgensi Agama dalam Kehidupan ....................................... 16
C. Mentoring .................................................................................. 18
1. Pengertian Mentoring .......................................................... 18
2. Pengertian Tarbiyah ............................................................ 19
3. Proses Belajar Agama ......................................................... 21
BAB III METODOLOGI ....................................................................... 23
A. Metode Penelitian ..................................................................... 23
vi
B. Lokasi Penelitian ....................................................................... 23
C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 24
D. Analisis Data ............................................................................. 25
BAB IV HASIL PENELITIAN .............................................................. 26
A. Deskripsi Lokasi dan Subyek Penelitian ................................... 26
1. Sejarah Mentoring pada Zaman Nabi .................................. 26
2. Struktur Organisasi Kelompok Mentoring ............................ 32
3. Kurikulum ............................................................................ 36
4. Lokasi dan Subjek Penelitian .............................................. 42
5. Sarana dan Prasarana ........................................................ 42
6. Kegiatan Kelompok Mentoring ............................................ 43
B. Deskripsi Proses Belajar Agama .............................................. 45
1. Paparan dan Analisis Data .................................................. 45
2. Metode Proses Belajar Agama ............................................ 47
BAB V PENUTUP ............................................................................... 50
A. Kesimpulan ............................................................................... 50
B. Saran ........................................................................................ 51
C. Penutup .................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 53
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangBelajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi
dari pengalaman-pengalaman dari proses memperoleh pengetahuan
yang dilakukan dalam bentuk perilaku atau latihan.
Proses pembelajaran dalam perubahan belajar agama
membutuhkan beberapa komponen untuk menunjang terciptanya
suatu keberhasilan dalam proses pembelajaran tersebut. Terutama
yang menjadi permasalahan saat ini ialah bagaimana dapat
menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan dapat dipahami
dengan baik oleh komponen-komponen yang ada di suatu Mentoring.
Dengan adanya pembinaan agama pada setiap diri manusia,
maka mereka memiliki pengetahuan agama yang lebih banyak,
menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran untuk melaksanakan
ajaran-ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang
berhubungan dengan akidah, akhlak, syariah, dan ibadah.
Dalam hal ini, proses pembelajaran agama sangat diperlukan
dan merupakan salah satu cara untuk membina dan mendidik
manusia di lembaga pendidikan formal atau informal maupun
nonformal, termasuk di kelompok Mentoring.
B. Rumusan MasalahAdapun perumusunnya adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan Belajar dan Agama? Berikan
penjelasannya!
2. Apakah yang dimaksud dengan Mentoring? Berikan
penjelasannya!
1
3. Bagaimanakah pengaruh terhadap proses pembelajaran dalam
perubahan belajar agama di kelompok Mentoring?
C. Tujuan Penelitian1. Mengetahui maksud Belajar dan Agama dengan memberikan
penjelasan secara rinci.
2. Mengetahui maksud Mentoring dengan memberikan penjelasan
secara rinci.
3. Menganalisis proses pembelajaran dalam perubahan belajar
agama pada kelompok Mentoring.
D. Manfaat Penelitian1. Bagi para peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan inspirasi guna
melakukan penelitian pada masalah serupa yang lebih mendalam.
2. Penelitian ini dilakukan dalam rangka mencari informasi tentang
pembelajaran yang diberikan di kelompok Mentoring. Selain itu,
juga menjadi bahan pertimbangan bagi pendidikan Mentoring
dalam perubahan belajar agama.
3. Sebagai acuan referensi dalam meningkatkan wawasan tentang
adanya pada proses pembelajaran dalam perubahan belajar
agama bagi praktisi pendidikan maupun bagi peneliti untuk
dijadikan bahan pertimbangan dalam pengembangan proses
pembelajaran di kelompok Mentoring lainnya.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
Kajian ini dibagi menjadi 2 (dua) fokus yaitu mengenai belajar dan
agama, jika ditinjau dari berbagai perspektif kajian maka keduanya
memiliki cakupan yang luas. Namun, pada kajian belajar mencakup;
pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, dan pentingnya
belajar dalam kehidupan. Sedangkan kajian agama mencakup tentang
pengertian, aspek-aspek ajaran agama, dan urgensi agama dalam
kehidupan.
A. Belajar1. Pengertian Belajar
Belajar, seringkali didefinisikan sebagai perubahan yang
secara relatif berlangsung lama pada masa berikutnya yang
diperoleh kemudian dari pengalaman-pengalaman. Belajar itu
sendiri merupakan satu kegiatan yang terjadi di dalam diri
seseorang, yang sukar untuk di amati secara langsung, tapi dapat
dilihat dari hasil proses belajar yang telah dialami.
Pendapat para ahli pendidikan modern yan merumuskan
perbuatan belajar sebagai berikut:
Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam
diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku
yang baru berkat pengalaman.
Beberapa definisi dari para ahli pendidikan modern.
a) Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of learning (1975)
mengemukakan, “Belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya secara berulang-ulang dalam
situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat
3
dijelaskan atau dasar kecenderungan respons pembawaan,
kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang
misalnya; kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya.”
b) Gagne, dalam buku The Condition of Learning (1977)
menyatakan bahwa: “Belajar terjadi apabila suatu situasi
stimulus bersama-sama dengan isi ingatan memengaruhi siswa
sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu
sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia
mengalami situasi tadi.”
c) Morgan, dalam buku Introduction of Psychology (1978)
mengemukakan: “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif
menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari
latihan atau pengalaman.”
d) Witherington, dalam buku Educational Psychology,
mengemukakan: “Belajar adalah suatu perubahan di dalam
kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru
daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian, atau suatu pengertian.”1
Menurut Djamarah belajar yaitu “serangkaian kegiatan jiwa
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang
menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik”2
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi dari
pengalaman-pengalaman dari proses memperoleh pengetahuan
yang dilakukan dalam bentuk perilaku atau latihan. Dan dapat
dikatakan juga bahwa dalam proses pembelajaran Mentoring,
belajar juga diperlukan karena belajar merupakan proses
transformasi dari tidak memiliki ilmu dan tidak tahu menjadi
1 Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana), 2004, Cet. Pertama, hlm. 209-2102 Djamarah, Syaiful dan Zain Aswan, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta), 2002, hal. 12
4
memiliki ilmu dan tahu; dari tidak mempunyai kehendak menjadi
memiliki kehendak; dari tidak mempunyai amal menjadi memiliki
produktivitas.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi BelajarBerhasil atau tidaknya belajar itu tergantung kepada
bermacam-macam faktor, adapun faktor-faktor tersebut dapat
dibedakan menjadi dua golongan:
a) Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut
faktor individual. Faktor yang termasuk ke dalam faktor
individual antara lain; faktor kematangan/pertumbuhan,
kecerdasan latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
1. Kematangan/Pertumbuhan
Mengajarkan sesuatu baru dapat berhasil jika
pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya dalam arti
potensi-potensi jasmani dan rohaninya telah matang untuk
itu.
2. Kecerdasan dan Intelegensi
Selain kematangan, dapat tidaknya seseorang
mempelajari sesuatu dengan baik ditentukan juga oleh taraf
kecerdasan.
3. Latihan dan Ulangan
Karena terlatih seringkali mengulangi sesuatu, maka
kecakapan dan pengetahuan yang dimilikinya dapat
menjadi makin dikuasai dan makin mendalam. Sebaliknya,
tanpa latihan pengalaman-pengalaman yang telah
dimilikinya dapat menjadi hilang atau berkurang.
4. Motivasi
Motivasi merupakan pendorong suatu organism untuk
melakukan sesuatu.
5
b) Faktor yang ada di luar individual yang disebut sosial. Faktor
yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan
rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang
dipergunakan dalam mengajar, lingkungan, dan kesempatan
yang tersedia dan motivasi sosial.
5. Keadaan Keluarga
Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-
macam juga mau tidak mau turut menentukan bagaimana
dan sampai di mana belajar dialami dan dcapai oleh anak-
anak.
6. Guru dan Cara Mengajar
Bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi
rendahnya pengetahuan cara guru mengajarkan
pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya juga turut
menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai.
7. Motivasi Sosial
Karena belajar itu suatu proses yang timbul dari
dalam, maka motivasi memegang peranan penting. Jika
guru atau orangtua dapat memberikan motivasi yang baik
pada anak-anak, maka timbullah dorongan dan hasrat untuk
belajar lebih baik.
8. Lingkungan dan Kesempatan
Pengaruh lingkungan dan kesempatan untuk belajar
juga dapat mempengaruhi belajarnya.3
3. Pentingnya Belajar dalam KehidupanBelajar itu tidak hanya melatih kematangan, menyesuaikan
diri, memperoleh pengalaman, pengertian atau latihan. Dilihat dari
sudut ilmu mendidik, belajar berarti perbaikan tingkah laku dan
3 Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana), 2004, Cet. Pertama, hlm. 224-226
6
kecakapan-kecakapan (manusia), atau memperoleh kecakapan-
kecakapan dan tingkah laku yang baru. Belajar juga diarahkan
kepada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam
mengenai proses perubahan manusia itu sendiri karena belajar.
mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi
mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan
(buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar
dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut
apa yang telah diajarkan Allah kepadamu[399]. Maka makanlah
dari apa yang ditangkapnya untukmu[400], dan sebutlah nama
Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya)[401]. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-
Nya. (QS. Al-Maidah: 4)
Maksudnya: binatang buas itu dilatih menurut kepandaian
yang diperolehnya dari pengalaman; pikiran manusia dan ilham
dari Allah tentang melatih binatang buas dan cara berburu.
Begitupun dengan manusia, harus dilatih otaknya agar pandai dan
cerdas sesuai dengan fitrahnya, yakni manusia yang berilmu.
Jadi, perubahan/perbaikan dari fungsi-fungsi psikis yang
menjadi syarat dan mendasari perbaikan tingkah laku dan
kecakapan-kecakapan, termasuk di dalamnya perubahan di dalam
pengetahuan, minat dan perhatian yang dibentuk oleh tenaga-
tenaga/fungsi psikis dalam pribadi manusia.
B. Agama1. Pengertian Agama
7
Agama atau ad-dien dalam bahasa arabnya adalah:
“Keyakinan (keimanan) tantang suatu dzat ketuhanan (Ilahiyah)
yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah”. Ini adalah
definisi secara umum. Karenanya semua keyakinan tentang dzat
ketuhanan disebut agama, walaupun itu murni hasil “kreatifitas”
otak manusia.4
Dalam bahasa Sanskerta disebutkan pula arti agama terdiri
dari dua kata, yaitu a = tidak; gama = kacau. Jadi, agama
dimaksudkan sebagai ajaran yang datang dari Tuhan untuk
diamalkan manusia supaya terhindar dari kekacauan. Ajaran
agama memang menjamin jika manusia mengamalkan ajaran
Tuhan-Nya, mereka akan aman tenteram dan sejahtera.
Adapun beberapa ahli mendefinisikan agama, sebagai
berikut:
a) Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama sebagai hubungan
yang tetap antara diri manusia dengan yang bukan manusia
yang bersifat suci dan supernatural yang berada dengan
sendirinya dan mempunnyai kekuasaan absolut yang disebut
Tuhan. Memang dalam ajaran agama menekankan hubungan
ini adalah hubungan pencipta dengan yang diciptakan, bukan
seperti hubungan manusia dengan sesamanya ataupun
dengan alam lingkungannya.
b) Dalam bahasa Al-Qur’an, agama sering disebut ad-din yang
artinya hukum, kerajaan, kekuasaan, tuntunan, pembalasan,
dan kemenangan. Dan arti ini dapat disimpulkan bahwa agama
(ad-din) adalah hukum serta I’tibar
(contoh/permasalahan/ajaran) yang berisi tuntunan cara
penyerahan mutlak dari hamba kepada Tuhan Yang maha
Pencipta melalui susunan pengetahuan dalam pikiran,
4 Kebutuhan Manusia Terhadap Agama, http://makalahzaki.blogspot.com/2011/07 /kebutuhan-manusia-terhadap-agama.html. diakses pada Sabtu, 31 Mei 2014 pukul 10.00 WIB
8
pelahiran sikap serta gerakan tingkah laku, yang di dalamnya
tercakup akhlaqul karimah (akhlak mulia) yang di dalamnya
terliput moral, susila, etika, tata karma, budi pekerti terhadap
Tuhan, serta semua ciptaan-Nya: kitab suci-Nya, malaikat-Nya,
rasul-Nya, manusia termasuk untuk dirinya sendiri, hewan,
tumbuhan, serta benda di sekitarnya atau ekologinya.
Hal ini terlihat dari ungkapan Prof. Dr. Harun Nasution
yang mengulas, bahwa ‘din’ dalam bahasa Semit berarti
undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab, kata ini
mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang,
balasan, dan kebiasaan. Agama memang membawa peraturan
yang merupakan hukum yang harus dipatuhi orang. Agama
selanjutnya memang menguasai diri seseorang dan membuat
ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dan menjalankan ajaran
agama. Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban yang jika
tidak dijalankan oleh seseorang menjadi hutang baginya.
Paham kewajiban dan kepatuhan membawa pula kepada
paham balasan. Mereka yang menjalankan kewajiban dan
patuh akan mendapat balasan baik dari tuhan dan yang tidak
menjalankan kewajiban serta tidak patuh akan mendapat
balasan tidak baik.5
Prof. Dr. Harun Nasution membentangkan sejumlah
definisi agama, sebagai berikut:
1) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan
kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2) Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai
manusia.
5 Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A., Ilmu Jiwa Agama (The Psychology of Religion), (Jakarta: Penerbit Kencana), 2014, hlm 3-5
9
3) Meningkatkan diri pada suatu bentuk hidup yang
mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di
luar diri manusia dan memengaruhi perbuatan manusia.
4) Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan
cara hidup tertentu.
5) Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal
dari suatu kekuatan gaib.
6) Pengakuan terhadap adanya kewajiban yang diyakini
bersumber pada suatu kekuatan gaib.
7) Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan
lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang
terdapat dalam alam sekitar manusia.
8) Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui
seorang Rasul.6
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan
bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Allah swt. yang
di dalamnya terdapat ketetapan-ketetapan Ilahi yang
diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup
manusia. Jadi, agama adalah “Hubungan antara makhluk dan
Khaliq-Nya”.
2. Aspek-aspek Ajaran AgamaIslam merupakan agama yang sangat diridhoi oleh Allah
SWT. Para mudjahid membagi Islam ke dalam tiga kerangka
pokok yaitu aqidah, Syariah dan akhlak. Semuanya merupakan
satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Untuk lebih jelasnya,
maka kita akan membahas lebih dalam mengenai ketiga aspek
ajaran Islam di bawah ini.
a) Aspek akidah
6 Ibid, hlm 8
10
Aqidah secara etimologi, Aqidah berasal dari kata ‘aqd
yang berarti pengikatan. Aqidah adalah apa yang diyakini oleh
seseorang. Jika dikatakan “Dia mempunyai aqidah yang benar”
berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Aqidah merupakan
perbuatan hati yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya.
Aqidah scara syara’ yaitu iman kepada Allah, para
MalaikatNya, Kitab-kitabNya, Para RasulNya dan kepada hari
akhir serta kepada qadar yang baik mupun yang buruk. Hal ini
disebut juga sebagai rukun iman.7
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam
di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun
yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya.
(Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka
sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil
pelajaran?” (QS. Yunus: 3)
Aqidah adalah pokok kepercayaan dalam agama Islam.
Aqidah Islam disebut tauhid dan merupakan inti dari
kepercayaan. Tauhid adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Dalam Islam, aqidah merupakan I’tiqad
bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat
hubungannya dengan rukun iman. Masalah aqidah ini secara
garis besar ditunjukkan oleh Rasulullah saw.
Sabda Rasulullah:
7 Salih bin fauzan bin Abdullah Al Fauzan. Kitab Tauhid I (Cet: Ke-2 Yayasan Al-Sofwa Jakarta, 2000) Hal. 3.
11
األخر واليوم ورسله وكتبه ءكته ومال باالله تؤمن أن اإليمانوثره خيره والقدر
Iman ialah engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan percaya
adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk. (HR.
Muslim)8
Dalam aspek aqidah ini bukan saja pembahasannya
tertuju pada masalah-masalah yang wajib diimani, akan tetapi
materi dakwah dalam ke-Mentoring-an juga diperlukan yang
meliputi masalah-masalah yang dlarang sebagai lawannya,
misalnya syirik (menyekutukan adanya Tuhan), ingkar dengan
adanya Tuhan dan sebagainya. Jadi, akidah adalah
kepercayaan atau keimanan seseorang yang kuat dari seorang
mukmin yang telah mengikatkan diri kepada Sang Pencipta dan
mengesampingkan penyembahan selain kepada Allah.
b) Aspek syariah
Syariah secara bahasa berarti “jalan yang harus dilalui”
sedangkan menurut istilah berarti “ketentuan hukum Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia,
manusia dengan flora dan founa serta alam sekitarnya.9
Syariah adalah seluruh hukun dan perundang-undangan
yang terdapat dalam Islam, baik yang berhubungan manusia
dengan Tuhan, maupun antar manusia sendiri.
Dalam Islam, syariat berhubungan erat dengan amal lahir
(nyata) dalam rangka menaati semua peraturan atau hukum
Allah, guna mengatur hubungan antara manusia dengan
Tuhannya dan mengatur antara sesama manusia.
Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi saw:
8 Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah0, 2009, cet. 1, hlm 90.9 http://mikowicaksono.blogspot.com/2012/11/aspek-aspek-ajaran-islam.html Diakses pada 31 Mei 2014 pukul 9:58 WIB.
12
الزكاة وتؤدي الصالة وتقيم شيءً به تشرك وال الله تعبد أن اإلسالمالبيت وتحج رمضان وتصوم المفروضة
Islam adalah bahwasanya engkau menyembah kepada Allah
swt, dan janganlah engkau mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun, mengerjakan shalat, membayar zakat-zakat yang
wajib, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan menunaikan
ibadah haji di Mekah (Baitullah). (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadits tersebut mencerminkan hubungan antara manusia
dengan Allah swt. artinya, masalah-masalah yang berhubugan
dengan syariah bukan saja terbatas pada ibadah kepada Allah,
akan tetapi masalah-masalah yang berkenaan dengan
pergaulan hidup antar sesama manusia juga diperlukan.10
Diantaranya yaitu berumah tangga, bertetangga, hukum jual
beli, warisan, dan amal-amal saleh lainnya. Demikian juga
larangan-larangan Allah seperti berzina, meminum minuman
keras, mencuri, berjudi, dan membunuh, serta masalah-
masalah yang menjadi materi dakwah Islam (nahyi an al-
munkar) pada kelompok Mentoring.
c) Aspek ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan
diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi),
ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan
maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1) Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan
perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
2) Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa
Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai
dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
10 Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah0, 2009, cet. 1, hlm 90-91.
13
3) Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa
ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia.11
Allah berfirman:
dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku. aku tidak menghendaki rezki
sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha
pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.
(QS. Adz-Dzaariyaat: 56-58)
Allah memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan
manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada
Allah. Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah
mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya.
Karena ketergantungan mereka kepada Allah , maka mereka
menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Oleh
karena itu, pada kelompok Mentoring juga membahas
mengenai ibadah yang didalamnya mencakup hal ketaatan
manusia kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya.
d) Aspek akhlak
Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut
pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal dari bahasa
Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut
11 http://anitadeka.wordpress.com/2013/07/15/hubungan-aqidah-ibadah-muamalah-dan-ahklak/ diakses pada 24 April 2014 pukul 6:56 WIB
14
logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain dengan
perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan
” Khaliq” yang berarti Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang
diciptakan.
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila
membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak.
Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti
benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam
pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan tunduk
kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah
memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari
hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan
dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan
tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian.
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-
Maidah: 8)12
12 Muhammad, Aspek Hukum dalam Muamalat, (Yogyakarta: Graha ilmu), 2007, Cet. I hlm.12
15
Akhlak dalam aktivitas dakwah pada suatu kelompok
Mentoring merupakan pelengkap, yaitu melengkapi keimanan
dan keislaman seseorang. Tetapi, akhlak ini berfungsi
penyempurna keimanan dan keislaman seseorang. Sebab
Rasulullah saw sendiri pernah bersabda, “Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Selain itu, ajaran akhlak dalam Islam termasuk ke dalam
materi dakwah suatu kelompok Mentoring yang penting untuk
disampaikan kepada anggota kelompoknya oleh seorang
Mentor. Dengan akhlak yang baik dan keyakinan agama yang
kuat maka Islam menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas dalam
kehidupan manusia. Jadi, akhlak adalah tingkah laku yang
sudah terbiasa dilakukan untuk diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari semata-mata taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
3. Urgensi Agama dalam KehidupanDalam catatan sejarah, ada tiga masalah besar yang pernah
menimpa umat manusia; kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan. Sampai sekarang pun, ketiga masalah sosial ini
masih mewarnai kehidupan sebagian besar bangsa-bangsa dunia
termasuk Indonesia.
Menghadapi kenyataan tersebut, maka Islam menaruh
perhatian pada masalah seperti ini. Dalam hal kebodohan, Allah
swt. berfirman:
Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam
dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang
mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim. (QS.
Al-Ankabut: 49)
16
Maksud ayat di atas adalah ayat-ayat Al Quran itu
terpelihara dalam dada dengan dihapal oleh banyak kaum
muslimin turun temurun dan dipahami oleh mereka, sehingga tidak
ada seorangpun yang dapat mengubahnya. Jadi, tidak ada
manusia yang tidak memiliki ilmu, karena Allah telah menaruh
ilmu-Nya dalam dada mereka, hanya manusia yang tidak berilmu
yang akan tersesat. Dan manusia yang berilmu sajalah yang akan
memanfaatkan dan menggunakan ilmu Allah dengan sebaik-
baiknya.
Terkait dengan kemiskinan, Allah berfirman:
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia
dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan
berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". (QS. Al-Fajr: 15)
Maksud dari ayat di atas ialah setiap manusia pasti diuji oleh
Allah swt. berkaitan dengan kekayaan dan kemiskinan. Apapun
keadaan yang telah Allah berikan, wajiblah untuk disyukuri.
Sebesar ataupun sekecil kekayaan yang dimiliki, tetap dipakai dan
digunakan dalam jalan-Nya. Karena setiap manusia melakukan
sesuatu di dunia akan diminati pertanggungjawaban.
Bergerak untuk maju merupakan suatu keniscayaan bagi
kita umat Islam, terutama dalam hal-hal yang menyangkut
kebutuhan pokok hidup. Disinilah pentingnya agama dalam
kehidupan manusia. Pada prinsipnya, Allah swt mengutus para
Rasul untuk menyempurnakan akhlak manusia demi membenahi
kehidupan suatu kaum yang telah rusak, baik keyakinan maupun
tatanan kehidupan sosialnya. Sebab, manusia membutuhkan
agama karena manusia itu memiliki banyak keterbatasan dan
membutuhkan sesuatu yang dapat menguatkan iman manusia
17
yaitu Allah swt. Oleh karena itu, agama dalam kehidupan manusia
sangat penting bahkan sangat dibutuhkan.
C. Mentoring1. Pengertian Mentoring
Halaqah atau Usrah merupakan istilah yang berhubungan
dengan dunia pendidikan, khususnya pendidikan atau pengajaran
Islam (tarbiyah Islamiyah). Istilah Mentoring (lingkaran) biasanya
digunakan untuk menggambarkan sekelompok kecil Muslim yang
secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam
kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang. Mereka
mengkaji Islam dengan manhaj13 (kurikulum) tertentu. Biasanya
kurikulum tersebut berasal dari mentor/naqib yang
mendapatkannya dari jamaah (organisasi) yang menaungi
Mentoring/usrah tersebut. Di beberapa kalangan, Halaqah/usrah
disebut juga dengan Mentoring, ta’lim, pengajian kelompok,
tarbiyah atau sebutan lainnya.14 Tapi, disini penulis menyebutnya
sebagai Mentoring.
Mentoring adalah sekumpulan orang yang terdiri dari 3-12
orang yang bergabung dalam satu kelompok yang kesemuanya
ingin mempelajari dan mengamalkan Islam secara serius.
Biasanya anggota (mentee/murid) kelompok Mentoring dipimpin
oleh seorang mentor (guru/Pembina). Mentor bekerjasama dengan
peserta kelompok Mentoring untuk mencapai tujuan Mentoring,
yaitu terbentuknya Muslim yang islami dan berkarakter da’I yakni
dengan berusaha agar peserta kelompok Mentoring hadir secara
rutin dalam pertemuan Mentoring.13 Arti “manhaj” atau kurikulum dalam pendidikan Islam sebagaimana yang terdapat dalam kamus Al-Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.Dikutip dari Dictionary of Education. English-Arabis. Dar El-Ilm Lil Malayin. Bairut.tt.hlm 105 oleh Muhammad Ali Al-Khuli.14 Satria Hadi Lubis, Menggairahkan Perjalanan Mentoring, (Yogyakarta: Pro You), 2010, hlm 16.
18
2. Pengertian TarbiyahDalam pengertian etimologi, menurut muj’am (kamus)
kebahasaan, kata Al-Tarbiyat memiliki tiga akar kebahasaan, yaitu:
a) Tarbiyah, Yarbu, Rabba, yang memiliki arti tambah (Zad) dan
berkembang (Nama). Pengertian ini berdasarkan atas Q.S. Al-
Rum ayat 39.
dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia
bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang
berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).
b) Yarbi, Tarbiyah, Rabbi, yang memiliki arti tambah (Nasya’a)
dan menjadi besar (Tara’a).
c) Tarbiyah, Yarbi, Rabba, yang memiliki arti memperbaiki
(Ashalala), menguasai urusan, memelihara, merawat,
menunaikan, memperindah, memberi makan, mengasuh, tuan
memiliki, mengatur dan menjaga kelestarian dan eksistensinya.
Dalam pengertian terminology, Musthafa Al-Maraghi
membagi kegiatan Al-Tarbiyat dengan dua macam. Pertama,
Tarbiyah Kholqiyat. Yaitu, penciptaan, pembinaan dan
pengembangan jasmani pesreta didik agar dapat dijadikan sebagai
sarana bagi pengembangan jiwanya. Kedua, Tarbiyat Diniyat
Tahsiniyat. Yaitu, pembinaan jiwa manusia dan kesempurnaannya
melalui petunjuk wahyu Allah.
19
Menurut Dr. Zakiah Daradjat, pendidikan Islam secara
terminologi (istilah) adalah usaha dan kegiatan yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan seruan agama
dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh dan
menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide
pembentukan pribadi muslim.15
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan Islam atau tarbiyah adalah suatu proses edukatif yang
mengarak kepada pengembangan jiwa, penbentukan pribadi atau
akhlak dan penyampaian ajaran Islam dengan memberikan contoh
serta menciptakan lingkungan yang baik untuk membentuk
kepribadian muslim.
3. Proses Belajar AgamaPemahaman dan perilaku keagamaan umat beragama yang
inklusif, harus disesuaikan pada kondisi keberagaman masyarakat
yang serba dinamis. Dengan keinginan memperoleh hasil yang
sesuai dengan harapan yakni adanya peningkatan kualitas
kehidupan beragama, yang ditandai dengan manusia yang
rabbani.
Pada dasarnya, di lembaga pendidikan manapun, yaitu
pendidikan formal, informal, nonformal, termasuk pendididkan
Islam (Tarbiyah) di kelompok Mentoring, semuanya mengalami
pembelajaran Agama. Pembelajaran tersebut disampaikan oleh
seorang Mentor kepada Mentee-nya. Adapun materi yang
disampaikan sesuai dengan manhaj. Mentoring sekarang ini
menjadi alternative sistem pendidikan Islam yang cukup efektif
untuk membentuk Muslim berkepribadian islami. Hal ini dapat
15 Muhammad Syafari Muhammad (NPM: 03310151). Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kabupaten Jember. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 2010. SKRIPSI
20
terlihat dari hasil pembinaannya yang berhasil membentuk sekian
banyak Muslim yang serius mengamalkan Islam dengan
memulainya dari belajar dan mengalami proses belajar agama,
tadinya tidak tahu menjadi tahu.
dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS.
An-Nahl: 78)
Dengan merebaknya sistem pendidikan Islam melalui
program Mentoring, proses pembentukan umat islami (takwinul
ummah) akan mengalami akselerasi, sehingga-insyaa Allah-umat
yang benar-benar islami akan menjadi kenyataan dalam waktu
yang lebih cepat. Hal ini akan berdampak pada kehidupan
manusia secara menyeluruh yang lebih berpihak kepada nilai-nilai
kebenaran dan keadilan. Hal ini juga bermanfaat bagi
pengembangan pribadi para peserta kelompok Mentoring. Dengan
diadakan secara rutin dan peserta yang tetap biasanya
berlangsung dengan semangat kebersamaan (ukhuwah Islamiyah)
sehingga nuansa semacam itu, peserta belajar bukan hanya
tentang nilai-nilai Islam, tapi juga belajar untuk bekerjasama,
belajar disiplin terhadap aturan yang mereka buat bersama, belajar
berdiskusi dan menyampaikan ide, belajar mengambil keputusan
dan juga belajar berkomunikasi. Semua itu sangat penting bagi
kematangan pribadi seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya,
yakni sukses di dunia dan akhirat.
21
BAB III
METODOLOGI
A. Metode PenelitianBerdasarkan tujuan yang akan diteliti pada penulisan penelitian
ini, maka metode penilitian yang digunakan adalah metode penelitian
kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh
informasi mengenai bentuk pada proses pembelajaran dalam
perubahan belajar agama di kelompok Mentoring.
Penelitian kualitatif lebih memiliki perhatian pada proses
daripada hasil atau produk. Dan bersifat deskriptif, dalam arti peneliti
tertarik pada proses, makna, dan pemahaman yang diperoleh melalui
pengamatan yang dilakukan. Maka, adapun penunjang guna
mendukung penyelesaian penelitian ini ialah dengan adanya berbagai
buku, artikel, jurnal, serta laporan penelitian yang sudah ada yang
berkenaan dengan tema penelitian untuk menggali informasi sebagai
panduan pelaksanaan penelitian dimana dimensi waktu dilaksanakan
dalam kurun waktu empat kali. Oleh karena itu, metode kualitatif ini
memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi
perkembangan perubahan belajar agama di berbagai tempat.
B. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilakukan di kelompok Mentoring – Bogor, yang
letaknya di daerah Indraprasta Warung Jambu. Adapun alamat
lengkapnya yaitu Jalan Arjuna Raya No. 4 RT 02 RW 15 Indra Prasta
Bogor 16152. Meskipun demikian, waktu dan tempat penelitian
dikondisikan dengan jadwal dan keinginan subjek peserta kelompok
Mentoring.
22
C. Teknik Pengumpulan DataMetode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang
dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Pada teknik
pengumpulan data ini peneliti menggunakan teknik observasi.
Menurut Nasution menyatakan bahwa, observasi adalah dasar
semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja
berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan
bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda
yang sangat kecil (proton dan electron) maupun yang sangat jauh
(benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas.16
Metode ini yaitu mengadakan pengamatan secara sistematis
terhadap proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelompok
Mentoring untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan dalam
proses pembelajaran di kelompok Mentoring. Adapun pangamatan
langsung yang digunakan adalah pengamatan partisipasi yaitu
pengamatan dengan cara kut melibatkan diri di dalamnya kerena
peneliti juga terlibat sebagai anggota kelompok Mentoring tersebut.
Kehadiran dan keikutsertaan peneliti dalam penelitian ini mutlak
diperlukan, maka penulis berperan sebagai anggota kelompok
Mentoring. Jadi, selain melakukan pengamatan secara langsung
tentang proses pembelajaran dalam perubahan belajar agama di
kelompok Mentoring, maka penulis juga berpartisipasi dengan
anggota kelompok lainnya dalam pembinaan Mentoring.
Di samping itu, kehadiran peneliti pada beberapa pengamatan,
berbaur dengan sesama anggota tidak diketahui statusnya bahwa
peneliti sedang melakukan pengamatan. Barulah saat terakhir
pertemuan pengamatan, peneliti mengutarakan kepada Mentor dan
anggota yang lain bahwa peneliti sedang melakukan pengamatan. Hal
16 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D), (Bandung: Penerbit Alfabeta), 2012, hlm 310.
23
ini dilakukan semata-mata agar saat proses pembinaan dalam
Mentoring tidak terganggu dengan adanya pemberitahuan bahwa
peneliti sedang melakukan pengamatan. Alhamdulillah, tujuan yang
telah ditentukan tercapai. Yaitu adanya proses perubahan belajar
agama di kelompok Mentoring.
D. Analisis Data Data yang dikehendaki dalam penelitian ini pada dasarnya
bersifat deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini, data yang
dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut
berasal dari catatan observasi yang dicatat secara pribadi dan
disimpan dalam dokumen pribadi yang kemudian diambil kesimpulan
dari data tersebut.
Dengan demikian, tujuan deskriptif kualitatif adalah untuk
menggambarkan realitas yang sebenarnya sesuai dengan fenomena
yang ada secara mendalam, rinci, dan tuntas. Analisa yang dimaksud
yaitu mendeskripsikan dan menguraikan tentang pembinaan dalam
proses pemebelajaran perubahan belajar agama di kelompok
Mentoring.
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi dan Subyek Penelitian1. Sejarah Mentoring pada Zaman Nabi
Dengan menggunakan manhaj tarbiyah melalui sistem
pelaksanaan Mentoring, didapatkan kearifan, kejelian, dan
langsung di bawah asuhan seorang mentor. Karena pertama Allah
yang memerintahkan dan kedua Nabi yang mencontohkan
modelnya. Rasul membina umatnya yaitu dengan proses bentuk
pertemuan ketika Rasulullah menyebarkan Islam kepada orang-
orang terdekatnya yaitu istrinya, sahabatnya Abu Bakar ash-
Shiddiq yang kemudian menyebarkan kepada teman-teman
bisnisnya lalu merekrut Utsman bin Affan, kemudian Khadidjah
mengajak kepada keluarga terdekatnya yaitu Ali bin Abi Thalib, lalu
Ali mengajak kepada orang terdekatnya dirumah yaitu
pembantunya (khodimat) Zaid bin Haritsah kemudian kepada
teman dekatnya yang sesama budak yaitu Bilal hingga seterusnya.
Jadi, begitulah Islam yang melebar atau menyebarluakan
lewat kedekatan hubungan yang seharusnya manhaj itu harus
dipertahanlan. Jika kita ingin mengajak orang kepada kebaikan
haruslah pada orang-orang terdekat kita dahulu. Dan ketika
assabiqunal awwalun masuk Islam itu melakukan proses transfer
of knowledge, ada pengajian, ada proses interaksi.17
Ketika ada 12 orang masuk Islam, strategi Nabi yaitu masuk
pada kemah-kemah. Pada musim haji tahun kesebelas dari
nubuwah, tepatnya pada bulan Juli tahun 620 M, dakwah Islam
memperoleh benih-benih yang baik, dan secepat itu pula tumbuh
17 Taujih Ust. Herry. Pada acara Mentor Schooling tema “Urgensi Membina” di Masjid At-Tarbiyah, SMAN 6 Bogor. 2014
25
menjadi pohon yang rindang. Di bawah lindungannya, orang-orang
Muslim bia melepaskan diri dari lembaran-lembaran kezhaliman
dan kesewenang-wenangan yang telah berjalan beberapa tahun.
Ada satu langkah bijaksana yang dilakukan Rasulullah
Shallallahu alaihi wa Sallam dalam menghadapi tindakan
penduduk Makkah yang selalu mendustakan dan menghalang-
halangi orang yang mengikuti jalan Allah, yaitu beliau menemui
berbagai kabilah pada malam hari, sehingga tak seorang pun dari
orang-orang musyrik Makkah yang bisa menghalang-halanginya.
Suatu malam dengan ditemani Abu Bakar dan Ali, beliau
keluar dan melewati perkampungan Dzuhl dan Syaiban bin
Tsa’labah. Beliau menyampaikan Islam kepada mereka. Abu
Bakar dan seseorang dari Dzuhl mengadakan perdebatan yang
cukup seru. Adapun Bani Syaiban memberikan jawaban yang
tuntas, namun mereka masih menunda untuk menerima Islam.
Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam melewati
Aqabah di Mina. Di sana beliau mendengar beberapa orang yang
sedang mengobrol. Maka beliau mendekati mereka. Ternyata
mereka ada enam oran dari pemuda Yastrib, yang semuanya
berasalah dari Khazraj, yaitu:
a) As’ad bin Zurarah, dari Bani An-Najjar.
b) Auf bin Al-Harits bin Rifa’ah bin Afra, dari Bani An-Najjar.
c) Rafi’ bin Malik bin Al-Ajlan, dari Bani Zuraiq.
d) Qutbah bin Amir bin Hadidah, dari Bani Zuraiq.
e) Uqbah bin Amir bin Nabi, dari Bani Ubaid bin Ka’ab.
f) Jabir bin Abdillah bin Ri’ab, dari Bani Ubaid bin Ka’ab.
Untungnya mereka sudah pernah mendengar dari sekutu-
sekutu mereka dari kalangan Yahudi Madinah, bahwa ada seorang
nabi yang diutus pada masa ini, yang akan muncul dan mereka
mengikutinya, sehingga mereka bisa memerangi Khazraj seperti
peperangan yang menghancurleburkan kaum Ad dan Iram.
26
“Siapakah kalian ini?” tanya beliau setelah saling bertemu
muka dengan mereka.
“Kami orang-orang dari Khazraj,” jawab mereka.
“Sekutu orang-orang Yahudi?” tanya beliau.
“Benar,” jawab mereka.
“Maukah kaliah duduk-duduk agar bisa berbincang-bincang
dengan kalian?”
“Baiklah.”
Mereka pun duduk-duduk bersama beliau, lalu beliau
menjelaskan hakikat Islam dan dakwahnya, mengajak mereka
kepada Allah dan membacakan Al-Qur’an. Mereka berkata, “Demi
Allah, kalian tahu sendiri bahwa memang dia benar-benar seorang
nabi seperti apa yang dikatakan orang-orang Yahudi. Janganlah
mereka mendahului kalian. Oeh karena itu segeralah memenuhi
seruannya dan masuklah Islam!”
Mereka ini termasuk pemuda pemuda Yastrib yang pandai.
Setiap saat peperangan antarpenduduk siap meluluhlantahkan,
yang saat itu pun baranya masih tetap menyala. Maka mereka
berharap dakwah beliau ini bisa menjadi sebab untuk meredakan
peperangan. Mereka berkata, “Kami tidak akan membiarkan kaum
kami dan kaum yang lain terus bermusuhan dan berbuat jahat.
Semoga Allah menyatukan mereka dengan engkau. Kami akan
menawarkan agama yang telah kami peluk ini. Jika Allah
menyatukan mereka, maka tidak ada orang yang lebih mulia selain
daripada engkau.”
Sekembalinya ke Madinah18, mereka membawa risalah Islam
dan menyebarkannya di sana. Sehingga tidak ada satu rumah pun
di Madinah melainkan sudah menyebut nama Rasulullah
Shallallahu alaihi wa Sallam.19
18 Dahulunya adalah Yastrib.19 Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar), 1997, cet. 1, hlm 149-150.
27
Sudah disebutkan di atas bahwa terdapat enam orang dari
penduduk Yastrib yang masuk Islam pada musim haji tahun
kesebelas dari nubuwah, dan mereka berjanji kepada Rasulullah
Shallallahu alaihi wa Sallam untuk menyampaikan risalah di
tengah kaumnya.
Hasilnya, ada duabelas orang yang datang ke Makkah pada
musim haji berikutnya. Lima orang di antara adalah enam orang
yang sudah berhubungan dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wa
Sallam sebelumnya. Orang yang keenam tidak ikut bergabung kali
ini adalah Jabir bin Abdillah bin Ri’ab. Adapun tujuh orang sisanya
adalah:
a) Mu’adz bin Al-Harits bin Afra’ dari Bani An-Najjar dari Khazraj.
b) Dzakwan bin Abdul-Qais dari bani Zuraiq dari Khazraj.
c) Ubadah bin Ash-Shamit, dari Bani Ghanm dari Khazraj.
d) Yazin bin Tsa’labah, dari sekutu Bani Ghanm dari Khazraj.
e) Al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah, dari Bani Salim dari Khazraj.
f) Abul-Haritsam bin At-Taihan, dari Bani Salim dari Khazraj.
g) Uwaim bin Sa’idah, dari Bani Amr bin Auf dari Aus.
Mereka bertemu Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam di
Aqabah di Mina, lalu mengucapkan baiat seperti butir-butir baiat
para wanita saat penaklukan Makkah.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamit,
bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda,
“Kemarilah dan berbaiat kalian kepadaku untuk tidak
menyekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak mencuri, tidak
berzina, tidak membunuh anak-anak sendiri, tidak akan berbuat
dusta yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, tidak
mendurhakai dalam urusan yang baik. Barang siapa di antara
kalian yang menepatinya, maka pahala ada pada Allah. Barang
siapa mengambil sesuatu dari yang demikian ini, lalu dia disiksa di
28
dunia, maka itu merupakan ampunan dosa baginya, dan barang
siapa mengambil sesuatu dari yang demikian itu lalu Allah
menutupinya, maka urusannya terserah Allah. Jika menghendaki
Dia menyiksanya dan jika menghendaki Dia akan
mengampuninya.” Lalu aku pun berbaiat kepada beliau.
Setelah baiat itu sudah terlaksana secara sempurna dan
musim haji juga sudah selesai, maka beliau mengirim duta yang
pertama ke Yastrib bersama-sama dengan mereka, untuk
mengajarkan syariat-syariat Islam dan pengetahuan agama
kepada orang-orang Muslim di sana, sekaligus menyebarkan Islam
di antara penduduk yang masih musyrik. Tugas sebagian duta ini
diserahkan kepada seorang pemuda Islam yang termasuk
pendahulu Islam, yaitu Mush’ab bin Umair al-Abdari.20
Mush’ab bin Umair inilah mentor pertama, grup Mentoring
pertama di Madinah. Jadi 12 orang yang masuk Mentoring itu pas
dengan yang sama-sama kita ketahui bahwa dalam satu grup
Mentoring itu terdiri dari 12 orang, itu karena pada zaman Nabi
juga terdiri dari 12 orang.
Dalam prosesnya selama 1 tahun, Mush’ab bin Umair
berhasil menyebarluaskan dakwah dengan luas dan mampu
mengajak orang banyak untuk masuk Islam, sehingga pada musim
haji tahun berikutnya medapatkan banyaknya 72 orang dalam 6
kelompok. Mereka berbaiat kepada Nabi dan disebut dengan Bait
Aqabah II. Kemudian, Mush’ab melapor kepada Nabi tidak ada
20 Ibid, 159-160.Dibalik kesuksesan Mush’ab bin Umair yaitu di Madinah banyak keluarga Nabi
saw dari ibu kakeknya tapi Mush’ab bukan dari keluarga Nabi saw. sehingga, penduduk Madinah menganggap dakwah Mush’ab dengan objektif; mush’ab adalah seorang pemuda kaya dan tampan serta berwibawa; Mush’ab seorang ahli diplomasi dan coaching yang handal; Mush’ab punya pengalaman hijrah ke Habasyah; dan sengaja tidak dikirim Abu Bakar atau Utsman, agar tidak muncul anggapan bahwa Islam hanya untuk orang kaya. Tidak juga dikirim Bilal agar tidak dilecehkan. Dikutip dari buku 365 Soal Jawab Sirah Nabawiyah oleh Hepi Andi Bastoni, 2014, hlm 62-63.
29
satu rumah pun di Madinah melainkan sudah menyebut nama
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam.21
Fenomena halaqah/usroh22 berawal dari berdirinya jama‘ah
Ikhwanul Muslimin pada tahun 1928 M di Mesir. Pendiri Ikhwanul
Muslimin, Hasan Al Banna –semoga Allah merahmatinya– sangat
prihatin dengan kondisi umat Islam saat itu yang jauh dari nilai-nilai
Islam. Beliau berusaha keras mengembalikan umat kepada
agamanya. Dari pengamatannya yang mendalam tentang kondisi
umat Islam, beliau sampai pada satu kesimpulan bahwa jauhnya
umat dari Islam disebabkan mereka tidak terdidik secara Islami.
Lalu beliau mengenalkan sistem pendidikan alternatif yang harus
dilakukan oleh anggota jama’ahnya. Sistem itu disebut dengan
sistem usroh. Anggota jama‘ahnya dibagi dalam kelompok-
kelompok kecil berdasarkan tingkat pemahamannya terhadap
Islam. Dengan dibimbing oleh seorang naqib23, para anggota
Ikhwanul Mulimin saat itu secara serius mempelajari Islam yang
berorientasi pada pengamalan Islam. Hasilnya, jama‘ah Ikhwanul
Muslimin saat itu dikenal oleh kawan dan lawannya sebagai
jama‘ah yang anggotanya sangat konsisten menegakkan Islam di
dalam diri dan di masyarakat. Sepeninggal Hasan Al Banna,
sistem usroh dilanjutkan oleh para pengikutnya. Sistem ini
akhirnya menyebar –dengan berbagai modifikasinya– ke berbagai
gerakan Islam lainnya.24
Dengan adanya mentor, materi yang disampaikan pun
sesuai yang dialami sebelumnya saat masuk Islam dan kemudian
mengajarkan pada kelompok Mentoringnya. Jadi, perbahan
21 Taujih oleh Ust. Pada acara Mentor Schooling tema “Urgensi Membina” di Masjid At-Tarbiyah, SMAN 6 Bogor.22 Atau disebut juga dengan Mentoring.23 Bisa disebut dengan Mentor.24 Satria Hadi Lubis, Menggairahkan Perjalanan Mentoring, (Yogyakarta: Pro You), 2010, hlm 17-18.
30
MasulahKarizma Rindu I
SekretarisFadila
BendaharaAfifah U. Karimah
Suun Qur’anWilda Kholiilaa
Suun Mutaba’ahDiar Nuricha P.
Susun TarbawiNada
Anggota
Amani Hanifah Lilis Muslicha
dakwah Nabi itu karena terjadi proses tarbiyah yang dapat
memepngaruhi orang lain dan pada fase inilah yang merupakan
satu momentum strategis untuk membentuk formasi baru dalam
pengembangan dakwah dan pendidikan Islam (tarbiyah).
2. Struktur Organisasi Kelompok Mentoring
Tugas Masing-Masing BagianUntuk menyelenggarakan pertemuan kelompok
Mentoring tiap pertemuan pekanan sebagaimana tersebut
diatas, maka tugas masing-masing bagian pada kelompok
Mentoring antara lain:
1) Masulah
Mengetahui kabar masing-masing atau kesibukan atau
aktivitas para anggota kelompok Mentoring.
31
Menjadwalkan agenda pekanan Mentoring.
Men-jarkom25 anggota kelompok Mentoring dengan
format menanyakan siapa sajakah yang bisa hadir.
Mengetahui anggota kelompoknya siapa saja yang bisa
hadir.
Mengetahui siapa saja yang tidak bisa hadir dengan
memberikan alasan yang syar’I bagi anggota
kelompoknya.
Mengikuti semua kegiatan dalam kelompok Mentoring.
Melaporkan amalan Yaumiyah atau Mutaba’ah kepada
masing-masing PJ.
Membayar infaq seikhlasnya kepada bendahara.
2) Sekretaris
Mengatur administrasi dalam kelompok Mentoring.
Merekap hasil Mutaba’ah.
Mengikuti semua kegiatan dalam kelompok Mentoring.
Melaporkan amalan Yaumiyah atau Mutaba’ah kepada
masing-masing PJ.
Membayar infaq seikhlasnya kepada bendahara.
3) Bendahara
Mengatur dan mengelola pemasukan keuangan
kelompok Mentoring yakni dengan diadakannya infaq
tiap pertemuan.
Mencatat pemasukan dan pengeluaran yang dipakai
oleh kelompok Mentoring.
Mengikuti semua kegiatan dalam kelompok Mentoring.
Melaporkan amalan Yaumiyah atau Mutaba’ah kepada
masing-masing PJ.
25 Menghubungi anggota kelompok yang lain melalui SMS atau Telepon atau Jaringan Pribadi lainnya sehingga informasi agenda Mentoring dapat diketahui oleh semua anggota.
32
Membayar infaq seikhlasnya.
4) Suun Mutaba’ah
Memantau mutaba’ah atau amalah Yaumiyah anggota
kelompok Mentoring.
Mengikuti semua kegiatan dalam kelompok Mentoring.
Melaporkan amalan Yaumiyah atau Mutaba’ah kepada
masing-masing PJ.
Membayar infaq seikhlasnya kepada bendahara.
5) Suun Tarbawi
Memantau pembagian kultum anggota kelompok
Mentoring.
Mengikuti semua kegiatan dalam kelompok Mentoring.
Melaporkan amalan Yaumiyah atau Mutaba’ah kepada
masing-masing PJ.
Membayar infaq seikhlasnya kepada bendahara.
6) Suun Qur’an
Mencatat hafalan Qur’an para anggota kelompok
Mentoring tiap pertemuan pekanan.
Mengingatkan hafalan Qur’an para anggota kelompok.
Membuat hasil sun qur’an tiap 2 bulan sekali dalam
bentuk diagram dan kemudian dilaporkan dalam forum
pertemuan kelompok Mentoring.
Mengikuti semua kegiatan dalam kelompok Mentoring.
Melaporkan amalan Yaumiyah atau Mutaba’ah kepada
masing-masing PJ.
Membayar infaq seikhlasnya kepada bendahara.
7) Anggota
Mengingatkan anggota lainnya jika ada yang kelupaan
mengenai jadwal agenda pekanan Mentoring.
Mengikuti semua kegiatan dalam kelompok Mentoring.
33
Melaporkan amalan Yaumiyah atau Mutaba’ah kepada
masing-masing PJ.
Membayar infaq seikhlasnya kepada bendahara.
34
3. Kurikulum
NoMateri
MentoringTujuan
Metode Pendekatan
Referensi
1 Amal Jama’I Peserta mengetahui
pengertian amal jama’I
Peserta memahami
pentingnya beramal jama’i
Peserta mengetahui ciri-ciri
amal jama’I
Ceramah
dan Diskusi
Mushtafa Masyhur, Amal Jama'i:
Gerakan Bersama, Al-Islahi Press
Abdurrahman bin Abdul Khaliq Al-Yusuf,
Legitimasi Amal Jama'i: Kupasan
Gamblang tentang Keharusan Beramal
Jama'i, Pustaka Tadabbur
Mushtafa Masyhur, Al-Qiyadah wal
Jundiyah, Al-Islahi Press
Dr.Yusuf Al-Qardhawi, Prioritas Gerakan
Islam Jilid I, Usamah Press
2 Makna
Syahadatain
Peserta mamahami makna
dan hakikat dua kalimat
syahadah
Peserta menngetahui
pengaruh dua kalimah
Paket BP Nurul Fikri , Syahadahmu
Syahadahku
Muh. Bin Sid bin Salim Al-Qahthany,
Loyalitas Muslim Terhadap Islam
Muh. Said Al-Qaathani, Muh. Bin Abd.
36
syahadah bagi kehidupan
seoorag mukmin
Peserta termotivasi untuk
menjalankan secara benar
syahadah uluhiyah dan
syahadah risalahnya dalam
kehidupan sehari-hari
Wahhab, Muh. Qutb, Memurnikan Laa
Ilaaha Illallah
Koleksi Bahan Tarbiyah Islamic Network
(Isnet, 1996)
Aqidah Seorang Muslim, Al Ummah
3 Karakteristik
Iman dan
Jalannya
Peserta mengetahui dan
memahami pengertian
karakteristik iman
Peserta mengetahui jalan
yang ditempuh dalam rangka
keimanan
Peserta mengetahui
konsekuensi iman
Ceramah
dan Diskusi
Dr.Ali Gharisah, Beriman yang Benar,
GIP
Abdul Majid Aziz Azzindani, Jalan
Menuju Iman
4 Islam sebagai
Sistem Hidup
Peserta memahami
karakteristik Islam sebagai
diinul haq
Peserta mengetahui
Ceramah
dan Diskusi
Materi Mentoring Islamic Study
1994-/1995
Panduan Aktivis Harokah, Pustaka Al-
Ummah, Jakarta
37
pentingnya memahami Islam
secara menyeluruh
Dr.Yusuf Al-Qaradhawi, Karakteristik
Islam: Kajian Analitik, Risalah Gusti
5 Hal-hal yang
Menguatkan
Iman
Peserta mengetahui sebab-
sebab bertambahnya iman.
Muhammad Sholih Al Munajjid, Obat
Lemahnya Iman, Darul Falah
Dr. Muhammad Na'im Yasin, Yang
menguatkan yang membatalkan Iman,
GIP
6 Hal-hal yang
Melemahkan
Iman
Peserta memahami adanya
fluktuasi keimanan
Peserta mengetahui
fenomena lemahnya iman
Peserta mengetahui
penyebab lemahnya iman
Muhammad Sholih Al Munajjid, Obat
Lemahnya Iman, Darul Falah
7 Islam:
Kemarin, Kini,
dan Esok
Peserta mengetahui
keberadaan/posisi dirinya
dalam peta perkembangan
Islam
Peserta mempunyai sikap
optimis bahwa masa depan
Ceramah
dan Diskusi
Hasan Al-Banna, Dakwah islam,
Kemarin, Kini dan Esok
Dr. Abdullah 'Azzam, Islam dan Masa
Depan Umat Manusia, Bayan Press
38
pasti di tangan Islam
Peserta mengetahui faktor-
faktor yang mendukung
kebagnkitan Islam
8 Sabar Peserta mengetahui
pengertian sabar
Peserta mengetahui macam-
macam sabar
Peserta mermahami hikmah
cobaan bagi kaum mukmin
Ceramah
dan Diskusi
Dr.Yusuf Al-Qardhawi, Al-Qur'an
Menyuruh kita sabar, GIP.
ISNET, Koleksi Bahan Tarbiyah, 1996
Ibnu Qoyyim Al-Jauuziyah, Hikmah
Cobaan, Pustaka Al-Kautsar
9 Tadabbru QS.
Ali Imran:
190-191
Peserta memahami hikmah
dan pelajaran dari QS.3:190-
191
Peserta mengetahui ciri-ciri
orang yang berakal (Ulil
Albab)
Al-Qur'an dan tafsirnya,Universitas
Islam Indonesia
Al-Qur'an dan
Terjemahannya,Departemen Agama RI
Prof. Dr.Hamka,Tafsir al-Azhar Juz IV,
Pustaka Panjimas
Majalah Nurul Fikri,Ulil Albab, Sosok
Cendekiawan Versi al-Qur'an,
No.4/II/Ramadhan 1411-Maret 1991
39
10 Wala’ dan
Bara’
Peserta memahami
pengertian Wala' dan Bara'
Peserta memahami
pentingnya Wala' dan Bara'
dalam kehidupan seorang
muslim
Peserta mengetahui kepada
siapa Wala' seorang muslim
harus diberikan dan Bara'
harus diarahkan
Ceramah
dan Diskusi
Muhammad bin Sa'id bin Salim Al-
Qahthany, Loyalitas Muslim terhadap
Islam, Ramadhani
Muhammad bin Sa'id bin Salim Al-
Qahthany,Muh. bin Abdul Wahhab dan
Muhammad Qutb, Memurnikan Laa
Ilaaha Illallah, GIP
11 Syarat
Diterimanya
Syahadat
Peserta mengetahui syarat-
syarat diterimanya syahadah
seorang muslim
Ceramah
dan Diskusi
Muhammad bin Sa'id bin Salim Al-
Qahthany, Loyalitas Muslim Terhadap
Islam, Ramadhani.
Muhammad bin Sa'id bin Salim Al-
Qahthany, Muh. Bin Abdul Wahhab dan
Muhammad Qutb, Memurnikan Laa
Ilaaha Illallah, GIP.
Dr. Ibrahim Muhammad Abdullah Al-
Buraikhan, Pengantar Studi aqidah
40
Islam, Litbang Pusat Studi Islam Al-
Manar.
12 Aqidah
Islamiyah
Peserta memahami makna
aqidah secara bahasa dan
istilah
Peserta memahami
hubungan iman kapada Allah
dengan aqidah Islam
Peserta memahami standar
nilai aqidah Islam
Peserta memahami makna
dan jenis tauhid
DR.Ibrahim Muhammad bin Abdullah al-
Buraikan, Pengantar Studi Aqidah
Islam.
Aqidah Seorang Muslim, Al-Ummah
Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, Pola Hidup
Manusia Beriman, C.V.Diponegoro.
41
4. Lokasi dan Subjek Penelitiana) Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelompok Mentoring – Bogor,
yang letaknya di daerah Indraprasta Warung Jambu. Adapun
alamat lengkapnya yaitu Jalan Arjuna Raya No. 4 RT 02 RW 15
Indra Prasta Bogor 16152. Meskipun demikian, waktu dan
tempat penelitian dikondisikan dengan jadwal dan keinginan
subjek peserta kelompok Mentoring.
Pada kelompok Mentoring ini memiliki 8 orang anggota
dan 1 orang mentor. latar belakang pendidikan yang berbeda
tidak menyurutkan semangat untuk hadir pada pertemuan tiap
pekannya.
b) Subjek PenelitianPenelitian kualitatif bertujuan untuk membuat generalisasi
hasil penelitian. Hasil penelitian lebih bersifat kontekstual. Pada
penelitian kualitatif disebut informan atau subjek penelitian,
yaitu orang-orang yang terpilih untuk diamati atau diobservasi
sesuai tujuan penelitian. Melalui metode kualitatif kita dapat
mengenal orang (subjek) secara pribadi dan melihat mereka
mengembangkan definisi mereka sendiri tentang ke-Islaman
dan komunikasi yang mereka lakukan.
Maka, subjek penelitian ini adalah anggota kelompok
Mentoring yang sedang haus akan Ilmu pengetahuan Islam.
5. Sarana dan PrasaranaDalam suatu lembaga pendidikan maupun lembaga lainnya,
termasuk kelompok Mentoring mutlak mempunyai sarana dan
prasarana sebab keberadaannya berfungsi penting di dalam
proses menjalankan program yang telah dipersiapkan oleh
lembaga atau kelompok Mentoring tersebut.
42
Sarana dan prasarana dapat berupa fisik maupun non fisik.
Fisik misalnya, berupa bangunan dan hal lainnya yang berupa
materi. Sedangkan non fisik misalnya berupa bimbingan maupun
ide-ide. Namun, yang lebih dominan adalah yang berupa non fisik,
tapi keberadaan fisik juga berarti.
Yang lebih dominan ialah berupa non fisik dikarenakan pada
kelompok Mentoring itu diajarkan Islam melalui ceramah dan
penjabaran yang terkonsep oleh mentor. Ia menjelaskan secara
detail mengenai tema yang akan dibahas tiap pertemuannya.
Contoh, pada suatu pertemuan kami membahas mengenai tema
“Persiapan Menuju Ramadhan”. Dengan dikomandoi oleh mentor,
kami diarahkan untuk mempersiapkan amalan plus plus saat
Ramadhan tahun ini. Jika pada bulan selain bulan Ramadhan kita
dapat mengkhatamkan 1 juz Al-Qur’an per harinya, maka pada
bulan Ramadhan diharapkan dapat lebih dari target awal. Lalu, jika
pada bulan selain bulan Ramadhan kita dapat menunaikan shalat
dhuha maupun qiyamul lain hanya 4 rakaat, maka pada bulan
Ramadhan harus bisa lebih dari itu.
Selain target amalan Yaumiyah yang dibahas, mengenai
akhlak yang baik pun dibahas. Kita diharapkan mampu
memperbaiki akhlak yang tadinya tidak baik menjadi baik, juga
mampu mengamalkan akhlak tersebut dalam kehidupan sehari-
hari. Amalan Yaumiyah/Mutaba’ah inilah yang mengantarkan
peserta kelompok Mentoring memiliki akhlaqul karimah yang baik
sesuai dengan tuntunan syariat Islam yang dibawakan oleh Nabi
Muhammad saw.
6. Kegiatan Kelompok MentoringAdapun kegiatan kelompok Mentoring berupa kegiatan yang
rutin dilaksanakan tiap pekannya dengan di komandoi oleh
seorang mentor. Kegiatannya seperti dalam tabel berikut ini:
43
No Rentang Waktu
Kegiatan Keterangan
1 2 menit Pembukaan Oleh MC
2 25 menit Tilawah dan pembacaan
terjemah Al-Qur’an
Oleh masing-masing
anggota
3 15 menit Hafalan Al-Qur’an Oleh masing-masing
anggota
4 7 menit Kultum Oleh seorang anggota
dan telah ditentukan
oleh Suun Tarbawi
5 30 menit Materi Mentoring Oleh Mentor
6 15 menit Diskusi Materi Mentoring Semua terlibat
7 8 menit Pengisian form Mutaba’ah Oleh masing-masing
anggota
8 10 menit Qadhaya (Tanya jawab
mengenai kondisi masing-
masing)
Semua terlibat
9 5 menit Pembacaan Do’a Rabithah Oleh Mentor
10 3 menit Penutupan Oleh MC
Kegiatan pertemuan Mentoring jika dijumlah, menghabiskan
selama kurang lebih 2 jam penuh atau 120 menit. Tidak selamanya
kegiatan Mentoring dalam waktu 2 jam. Kadangkala, bisa kurang
dari 2 jam. Dan juga terkadang bisa lebih dari 2 jam. Hal ini
disesuaikan dengan bobot materi dan estimasi keterlambatan
datangnya para anggota kelompok Mentoring, dikarenakan
ragamnya aktivitas tiap individu, juga tidak bisa memperkirakan
lamanya perjalanan untuk sampai pada waktunya karena yang
terjadi selama dalam perjalanan –kendaraan bermotor– tidak dapat
diperkirakan.
Acuan penulis menuliskan pada tabel selama 2 jam atau 120
menit hanyalah estimasi rentang waktu yang memang idealnya
44
pertemuan kelompok seperti pada tebel tersebut. Jika ada
percepatan atau perlambatan dalam pertemuan yang lainnya, itu
disesuaikan dengan kondisi semua yang terlibat di dalamnya.
B. Deskripsi Proses Belajar Agama1. Paparan dan Analisis Data
Pada kegiatan kelompok Mentoring setiap pekannya,
diharapkan mampu untuk menumbuhkan kesadaran beragama
pada setiap anggota, mengembangkan potensi, mengokohkan
persatuan, mengangkat konsep persaudaraan dalam setiap
keadaan, dan merasakan nikmatnya ukhuwah sepanjang
perjalanan Mentoring.
Karena itu, salah satu cara yang paling efektif untuk
mengatasi kebodohan umat adalah dengan memasyarakatkan
kegiatan Mentoring dan mentarbiyahkan masyarakat, sehingga
umas terdidik secara islami. Umat yang terdidik secara islami akan
mampu mengatasi berbagai masalah yang muncul dengan solusi
yang lebih tepat yakni yang datangnya dari Allah swt.
Selain itu, untuk menjadikan kegiatan Mentoring sebagai
wadah tarbiyah (pendidikan Islam) yang efektif, maka para aktivis
dakwah (termasuk Mentor dan Mentee) harus berupaya agar
kegiatan ini dapat berjalan dengan sukses (muntijah). Dengan
demikian, kegiatan Mentoring dapat berorientasi pada kesuksesan
dalam pembangunan umat yang islami. Tercapainya kegiatan
Mentoring haruslah dinamis dan produktif. Dinamis, jalannya
kegiatan Mentoring berlangsung dengan menggairahkan dan tidak
membuat terasa jemu. Produktif, tujuan kegiatan Mentoring dapat
terwujud, yakni pada tercapainya muwashafat.
Dinamis dan produktif menjadi faktor yang penting dalam
mengukur kegiatan Mentoring yang sukses, sebab kesuksesan
harus dilihat dari dua paradigm, yaitu proses dan hasil. Kita tidak
45
bisa mengukur kesuksesan suatu sistem hanya dengan melihat
satu paradigma saja, apakah proses atau hasil. Dalam sistem
sosial seperti kegiatan Mentoring, keberhasilah tidak dapat diukur
dari proses atau hasilnya saja. Namun, kedua-duanya penting
sebagai indikator untuk mengukur keberhasilan sebuah sistem
sosial yaitu kegiatan Mentoring.
Dinamisasi kegiatan Mentoring akan mengukur sampai
sejauh mana kepuasan aktivitas yang dialami mentor maupun
mentee di dalam kegiatan Mentoring. Misalnya, nikmatnya
ukhuwah Islamiyah dalam kegiatan Mentoring tak mungkin
terwujud tanpa perhatian terhadap dinamisasi kegiatan Mentoring.
Aktivitas kegiatan Mentoring tidak cukup hanya sekedar
memberikan taujih (arahan) saja tentang ukhuwah untuk
mewujudkan nikmat ukhuwah, akan tetapi perlu dipraktikan di
dalam kegiatan Mentoring itu sendiri.
Hal ini akan terwujud dengan adanya peran Mentor dalam
mewujudkan kegiatan Mentoring yang sukses. Perannya jauh lebih
penting dan dominan dari peserta anggota kelompok Mentoring itu
sendiri, boleh dikatakan sukses atau tidaknya sebuah kegiatan
Mentoring ada di tangan Mentor, hal ini dikarenakan ia adalah
pemimpin dalam kelompok Mentoring. Ia yang memotivasi,
mengarahkan, membimbing, mendidik, mengevaluasi, dan
mengendalikan perjalanan kegiatan Mentoring. Peran peserta
dalam menyukseskan kegiatan Mentoring lebih sebagai faktor
sekunder, mereka memiliki kemauan dan kemampuan yang tinggi
untuk menyukseskan kegiatan Mentoring.
Saat ini laju dakwah bergerak lebih cepat, dibutukan
keseriusan untuk menanganinya. Dakwah yang serius hanya bisa
ditangani oleh orang yang serius pula. Tanpa keseriusan, dakwah
tidak mungkin berhasil. Oleh karena itu, pembentukan kegiatan
Mentoring yang sukses menjadi urgen adanya, yaitu meningkatkan
46
dinamisasi dan mencapai produktivitas. Kedua-duanya harus
dilakukan secara simultan untuk mencapai kesuksesan Mentoring.
Jadi, meningkatkan dinamisasi dan mencapai produktivitas
Mentoring harus dilakukan secara bersama-sama sehingga
kegiatan Mentoring dapat mencetak kader-kader yang tangguh
untuk dakwah dan umat.
2. Metode Proses Belajar Agama
Betapa pun sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan
aktualnya isu-isu yang disajikan, tetapi bila disampaikan dengan
cara yang semberono, tidak sistematis, maka akan menimbulkan
kesan yang tidak menggembirakan. Tetapi sebaliknya, walaupun
materi kurang sempurna, bahan sederhana dan isu-isu yang
disampaikan kurang aktual, namun disajikan dengan cara yang
menarik dan menggugah, maka akan menimbulkan kesan yang
menggembirakan. Untuk itu, Mentoring haruslah dikemas dengan
cara dan metode yang tepat. Mentoring harus tampil secara aktual
dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di
tengah masyarakat, faktual dalam arti konkret dan nyata, dan
konstektual dalam arti relevan dan menyangkut problema yang
sedang dihadapi oleh masyarakat.
Metode dakwah dalam Mentoring. Yaitu sudut pandang kita
terhadap proses dakwah. Umumnya, penentuan pendekatan di
dasarkan pada mentee atau penerima dakwah dan suasana yang
melingkupinya. Maka, dalam metode dakwah tersebut melibatkan
semua unsur dakwah, bukan hanya mitra dakwah (mentee) saja.
Terdapat dua pendekatan dakwah, yaitu pendekatan yang terpusat
pada pendakwah dan pendekatan dakwah yang terpusat pada
mitra dakwah (mentee).
47
Adapun metode ke-Mentoring-an yang dipakai yaitu
mendorong mentee untuk bertukar pikiran tentang suatu masalah
keagamaan sebagai pesan dakwah antar beberapa orang dalam
tempat tertentu. Biasanya, peserta terdiri antara 3 sampai 12 orang
dalam satu kelompok dan kegiatan Mentoring diadakan seminggu
sekali. Dalam Mentoring, pasti ada dialog yang tidak hanya sekadar
bertanya, tetapi memberikan sanggahan atau usulan dan dapat
dilakukan dengan komunikasi tatap muka ataupun komunikasi
kelompok.
Kelebihannya yaitu sarana dakwah akan tampak hidup
karena semua mentee dapat mencurahkan perhatiannya kepada
masalah yang sedang didiskusikan, diharapkan akan menimbulkan
sifat-sifat yang positif pada mitra dakwah seperti toleransi,
musyawarah, berpikir sistematis dan logis, serta materi akan dapat
dipahami secara mendalam.
Teknik dalam metode Mentoring antara lain mentor membuat
persiapan yang matang sebelum bertukar pikiran dengan membaca
dan memikirkan mengenai materi yang akan disampaikan dan
dibahas, memberikan suatu kisah atau cerita yang terkait dengan
materi yang akan disampaikan dan dibahas, memberitahukan tema
materi lalu dilanjut dengan membahas materi yang telah
dipersiapkan, mengajukan pertanyaan kepada menteenya jika ada
yang ingin didiskusikan, mengemukakan ikhtisar atau kesimpulan
dari keseluruhan materi, diakhiri dengan qodoya atau tanya kabar
mengenai aktivitas perminggunya, dan dilanjut dengan mengisi
form mutaba’ah.26
Adapun proses belajar agama dalam kegiatan Mentoring
yakni berbentuk pengarahan dan bimbingan. Hal ini dapat dilihat
26 Lilis Muslicha, Islam dan Dakwah, (Bogor: Universitas Ibn Khaldun Bogor), 2013, hlm 16-17, MAKALAH PENGANTAR STUDI ISLAM.
48
dalam bentuk kegiatan yang memberikan bimbingan kepada
binaannya yaitu peserta kelompok Mentoring oleh Mentor
mengenai pendidikan, penghayatan, pembentukan akhlak, dan
pengamalan agama.
Selain itu, bentuk penilaian yang dilakukan ialah ingin
mengetahui sejauh mana peserta kelompok Mentoring memahami,
menghayati, dan mengamalkan materi Mentoring yang diberikan.
Dengan adanya proses pembelajaran dalam perubahan
belajar agama di kelompok Mentoring, maka akan memberikan
dampak positif yaitu tercapainya tujuan Mentoring yakni yang
tertuang dalam muwashafat, pembentukan akhlak yang semakin
baik, dan membentuk kader-kader yang tangguh untuk dakwah dan
umat.
49
BAB V
PENUTUP
A. KesimpulanBerdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
1. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi
dari pengalaman-pengalaman dari proses memperoleh
pengetahuan yang dilakukan dalam bentuk perilaku atau latihan.
Dan dapat dikatakan juga bahwa dalam proses pembelajaran
Mentoring, belajar juga diperlukan karena belajar merupakan
proses transformasi dari tidak memiliki ilmu dan tidak tahu menjadi
memiliki ilmu dan tahu; dari tidak mempunyai kehendak menjadi
memiliki kehendak; dari tidak mempunyai amal menjadi memiliki
produktivitas.
Agama adalah ajaran yang berasal dari Allah swt. yang di
dalamnya terdapat ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyukan
kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Jadi,
agama adalah “Hubungan antara makhluk dan Khaliq-Nya”
2. Mentoring adalah sekumpulan orang yang terdiri dari 3-12 orang
yang bergabung dalam satu kelompok yang kesemuanya ingin
mempelajari dan mengamalkan Islam secara serius. Kegiatan
Mentoring ini berkaitan dengan pendidikan atau pengajaran Islam
(tabiyah Islamiyah)
3. Terdapat pengaruh pada perubahan belajar agama dalam proses
pembelajaran di kelompok Mentoring, yaitu terlihat dari hasil
pembinaannya yang berhasil membentuk sekian banyak Muslim
yang serius mengamalkan Islam dengan memulainya dari belajar
dan mengalami proses belajar agama, tadinya tidak tahu menjadi
50
tahu. Dengan merebaknya sistem pendidikan Islam melalui
program Mentoring, proses pembentukan umat islami (takwinul
ummah) akan mengalami akselerasi, sehingga-insyaa Allah-umat
yang benar-benar islami akan menjadi kenyataan dalam waktu
yang lebih cepat. Hal ini akan berdampak pada kehidupan
manusia secara menyeluruh yang lebih berpihak kepada nilai-nilai
kebenaran dan keadilan.
Oleh karena itu, pembentukan kegiatan Mentoring yang
sukses menjadi urgen adanya, yaitu meningkatkan dinamisasi dan
mencapai produktivitas. Dengan adanya proses pembelajaran
dalam perubahan belajar agama di kelompok Mentoring, maka
akan memberikan dampak positif yaitu tercapainya tujuan
Mentoring yakni yang tertuang dalam muwashafat, pembentukan
akhlak yang semakin baik, dan membentuk kader-kader yang
tangguh untuk dakwah dan umat. Sehingga kegiatan Mentoring
dapat mencetak kader-kader yang tangguh untuk dakwah dan
umat.
B. SaranDari hasil penelitian ini, diyakini bahwa proses pembelajaran
dalam perubahan belajar agama di kelompok Mentoring sangat
diperlukan. Untuk itu penulis memberikan saran, diantaranya;
1. Pembina atau Mentor dalam kegiatan Mentoring. Semakin
memperluas penyampaian aspek-aspek Islam. Dan tidak kenal
lelah dalam menyampaikan syiar-syiar ke-Islaman kepada
menteenya.
2. Kepada para peserta kelompok Mentoring, semakin rajin untuk
hadir dalam pertemuan pekanannya, agar memberikan dampak
positif yaitu tercapainya tujuan Mentoring yakni yang tertuang
dalam muwashafat, pembentukan akhlak yang semakin baik, dan
membentuk kader-kader yang tangguh untuk dakwah dan umat.
51
3. Kepada para pembaca yang budiman, agar mampu memanfaatkan
adanya kegiatan Mentoring untuk menciptakan kader-kader yang
tangguh untuk dakwah dan umat, yakni dengan mengajarkan ke-
Islaman pada generasi-generasi baru.
C. PenutupPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. atas berkat
taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan penelitian ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Shalawat
dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
saw, nabi akhir zaman yang telah membimbing umatnya kepada jalan
kebenaran. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih
jauh dari sempurna. Akhirnya atas segala kekurangan yang ada pada
penulis sangat berlapang dada untuk menerima kritik dan saran.
Penulis juga menghimbau kepada para pembaca, untuk
mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari dalam
rangka mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar.
52
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. Sirah Nabawiyah. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar. 1997.
Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah. 2009. Cet. 1.
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Surabaya: Kencana. 2008.
Bastoni, Hepi Andi. 365 Soal Jawab Sirah Nabawiyah. Bogor: Pustaka al-
Bustan. 2014
Djamarah, Syaiful dan Zain Aswan. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta. 2002.
http://anitadeka.wordpress.com/2013/07/15/hubungan-aqidah-ibadah-
muamalah-dan-ahklak/ Diakses pada 24 April 2014 pukul 6:56 WIB
http://makalahzaki.blogspot.com/2011/07 /kebutuhan-manusia-terhadap-
agama.html. Diakses pada Sabtu, 31 Mei 2014 pukul 10.00 WIB
http://mikowicaksono.blogspot.com/2012/11/aspek-aspek-ajaran-
islam.html Diakses pada 31 Mei 2014 pukul 9:58 WIB.
Lubis, Satria Hadi. Menggairahkan Perjalanan Mentoring. Yogyakarta: Pro
You. 2010.
Muhammad. Aspek Hukum dalam Muamalat. Yogyakarta: Graha ilmu.
Cet. I. 2007.
Muhammad, Syafari Muhammad. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kabupaten Jember.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 2010.
SKRIPSI
Muslicha, Lilis. Islam dan Dakwah. Bogor: Universitas Ibn Khaldun Bogor.
2013. MAKALAH PENGANTAR STUDI ISLAM.
Salih bin fauzan bin Abdullah Al Fauzan. Kitab Tauhid I. Jakarta: Yayasan
Al-Sofwa. Cet: Ke-2. 2000.
53
Shaleh, Abdul Rahman dan Muhbib Abdul Wahab. Psikologi Suatu
Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana. 2004. Cet.
Pertama.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D). Bandung: Penerbit Alfabeta. 2012.
Taujih Ust. Herry. Acara Mentor Schooling tema “Urgensi Membina” di
Masjid At-Tarbiyah. SMAN 6 Bogor. 2014
Tumanggo, Rusmin. Ilmu Jiwa Agama (The Psychology of Religion).
Jakarta: Penerbit Kencana. 2014.
54
LAMPIRAN
Lampiran 1. Mentoring Pertemuan Pertama
Isi materi Mentoring
Tanggal : Sabtu, 3 Mei 2014
Pukul : 13.00 – 15.30 WIB
Tema : Amal Jama’i
Catatan Observasi:
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, ialah:
Memasuki rumah Mentor, langsung diarahkan ke tempat biasanya
dipakai untuk kegiatan Mentoring dan kami semua (peserta
kelompok Mentoring) diperkenankan duduk. Peneliti duduk selama
kurang lebih 10 menit untuk menunggu teman yang lainnya.
Setelah teman yang lain datang, kegiatan Mentoring dimulai yang
oleh MC.
Selang beberapa lama, teman yang lain pun datang. Dengan
membawa wajah capai tetapi semangat yang tersimpan dibaliknya
terlihat sekali.
Setelah pembukaan kegiatan Mentoring dibuka oleh MC, yaitu
salam kemudian dilanjutkan dengan tilawah al-Qur’an dan jika
semua sudah membacanya dlanjut dengan membaca
terjemahannya.
Kemudian, dilanjut dengan hafalan Qur’an. Tiap peserta kelompok
Mentoring menyetor hafalannya kepada teman sekelompoknya.
Walaupun kami semua masih belum banyak hafalannya, tapi kami
tetap semangat untuk berusaha mnghafal al-Qur’an.
Diantara kami, ada yang mengalami percepatan dalam hafalan
Qur’annya. Oleh karena itu, kami semua semakin termotivasi untuk
menghafal al-Qur’an.
Usai setor-penyetoran hafalan, lanjut ke materi Mentoring. Kali ini
materi Mentoring bertema “Amal Jama’I” oleh Mentor yaitu teh
Ajeng.
Pengertian Amal jama'i
Amal berarti bekerja, berbuat atau menghasilkan. Bagi seorang
muslim, beramal berarti berbuat, mengerjakan dan menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat bagi dirinya, umat dan agama. Karenanya bekerja
menjadi kewajiban bagi setiap muslim.
Jama'i berasal dari kata jama'ah. Jama'ah adalah suatu
perkumpulan orang-orang untuk mencapai hal-hal tertentu.Yang disebut
dengan jama'ah sedikitnya terdiri dari dua orang. Sesuai dengan sabda
Ra-sulullah SAW: "Barangsiapa yang ingin mendapatkan pahala
berjama'ah maka shalatlah bersa-manya." [Dikeluarkan oleh Ahmad,
Daraimi, Tirmizi, Hakim, Baihaqi dan Ibnu Hazm dari hadits Abu Sa'id Al-
Khudri]. "Shalat berjama'ah itu lebih besar pahalanya 27 tingkat dari shalat
sendirian." [Muttafaq 'Alaihi dari hadits Ibnu Umar].
'Amal Jama'i atau kerja bersama adalah kegiatan yang merupakan
produk suatu keputusan jama'ah yang selaras dengan manhaj (sistem)
yang telah ditentukan bersama, untuk mencapai tujuan tertentu.
Pentingnya 'Amal Jama'i
Manusia, sepanjang zaman, secara fitrah tidak dapat hidup
sendirian. Ia selalu membutuhkan manusia lain untuk mencapai tujuan
hidupnya. Lihat kisah:
• Fir'aun [26:34-37]
• Ratu Balqis [27:32-33]
• Nabi Musa AS [20:29-32]
• Kaum kafir Makkah [8:30]
Bagi manusia muslim, Allah telah mengarahkan agar dalam
melaksanakan aktifitasnya dengan beramal jama'i [61:4, 3:104].
Realitas yang ada juga mengharuskan bahwa kerja yang sukses
harus dilakukan secara kolektif. Sebab tangan sebelah tidak bisa
bertepuk. Lidi, jika hanya sebatang, tidak dapat membersihkan daun-daun
di halaman.
Untuk menegakkan Islam di hati kaum muslimin, menghadapi ke-
mungkaran yang terjadi dan melawan tipu daya musuh, diperlukan kerja
jama'ah. Dari sini amal jama'i menjadi wajib.Karena kaidah ushul fiqh
menyatakan: "Sesuatu kewajiban yang tidak sempurna pelaksanaannya
kecuali dengannya, maka ia adalah wajib". Selain itu, Islam bukan agama
individu, melainkan agama satu umat, satu tanah air dan satu tubuh. Islam
menyerukepada kesatuan kaum muslimin. Allah berfirman: "Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah
kamu bercerai berai." [3:103]
Ciri-ciri 'Amal Jama'i
1. Aktifitas yang akan dijalankan harus bersumber dari keputusan
atau persetujuan jama'ah.
2. Jama'ah yang dimaksud harus mempunyai visi dan misi, serta
struktur organisasi yang tersusun rapi.
3. Setiap tindakan dan aktifitasnya harus sesuai dengan dasar dan
strategi atau pendekatan yang telah digariskan oleh jama'ah.
4. Seluruh tindakannya harus bertujuan untuk mencapai cita-cita yang
telah ditetapkan bersama.
Setelah materi selesai, kami semua dipersilahkan untuk bertanya
jika ada yang kurang jelas.
Kemudian, dilanjut dengan qadhaya (tanya kabar) dari tiap masing-
masing peserta kelompok Mentoring. Sementara teman sedang
qadhaya, yang lainnya mengisi form Mutaba’ah.
Pertemuan kegiatan usai, kemudian dilanjut dengan penutupan
oleh MC yaitu hamdalah, istighfar, Do’a Rabithah, penutup majelis,
salam.
Lampiran 2. Mentoring Pertemuan Kedua
Isi materi Mentoring
Tanggal : Sabtu, 3 Mei 2014
Pukul : 14.00 – 16.30 WIB
Tema : Wala’ Dan Bara’
Pengertian Wala' dan Bara'
Secara bahasa, Wala' berasal dari kata al-walayah yang artinya
nasab, pertolongan pembebasan budak, sedangkan orangnya disebut al-
Muwalat yang artinya orang yang menolong. Bara' berarti lepas atau
bebas dan jauh dari.
Secara istilah wala' berarti pertolongan, kecintaan, pemuliaan,
penghormatan, kesamaan dengan orang-orang yang dicintai baik secara
zahir maupun batin (loyalitas) [2:257].
Penjelasan lebih jauh definisi wala' dan bara', seperti yang
dikatakan Syaikhul-Islam, Ibnu Taimiyyah: "Al-walayah kebalikan dari
al-'Adawah. Asal pengertian dari al-Walayah adalah kecintaan dan
kedekatan. Sedangkan pengertian al-'Adawah adalah kebencian dan
kejauhan. Al-wali artinya yang dekat".
Pentingnya Wala' dan Bara'
Wala' dan Bara' merupakan keharusan karena merupakan bukti
kecintaan seorang mukmin kepada Allah. Syekh Hafizh al-Hikamy
berkata, "Tanda kecintaan hamba kepada Rabbnya ialah: menda-hulukan
apa yang dicintai-Nya, meskipun hawa nafsunya menentang, membenci
apa yang dibenci-Nya meskipun hawa nafsunya condong kepadanya,
mengangkat orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai
pemimpinnya, memusuhi orang yang memusuhi-Nya, mengikuti
Rasulullah, meniti jejaknya dan menerima petunjuk-Nya". At-Thabrani
meriwayatkan dalam al-Kabir, dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW
bersabda: "Tali iman yang paling kuat adalah loyalitas terhadap pemimpin
karena Allah, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah pula".
Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab,
menjelaskan perkataan Ibnu Abbas: "Perkataan Ibnu Abbas ra.: "Loyalitas
pemimpin karena Allah", menjelaskan tentang keharusan kecintaan
karena Allah yaitu loyalitas karena Allah pula. Hal ini merupakan isyarat
bahwa sikap tersebut tidak hanya terbatas pada kecintaan semata, tetapi
harus disertai loyalitas yang merupakan keharusan kecintaan. Loyalitas itu
berupa tindakan memberi pertolongan, menghormati, memuliakan, selalu
bersama orang-orang yang dicintai, zhahir dan bathin.Dan perkataannya:
"Membenci karena Allah", menjelaskan keharusan kebencian karena
Allah, yaitu berupa permusuhan. Maksudnya ialah memperlihatkan
permusuhan, langsung berupa tindakan, seperti jihad menghadapi musuh-
musuh Allah, melepaskan diri dari mereka, menjauhi mereka zhahir dan
bathin. Sikap ini tidak hanya sekadar kebencian hati tetapi harus disertai
pula dengan sikap-sikap yang harus dilakukan [61:4]".
Wala' dan bara' juga merupakan pengejawantahan dari kalimat Laa
ilaha illallah. Kalimat ini merupakan penolakan terhadap segala bentuk
ilah yang diikuti dengan mengukuhkan Allah saja sebagai satu-satunya
ilah. Jika seseorang memulai dengan menegakkan Laa ilaha dalam
dirinya maka akan tumbuh al-Bara'. Al-Bara' ditujukan kepada:
a. Arbaba, sesuatu yang dijadikan Tuhan [9:31]
b. Aaliha, tuhan-tuhan yang disembah selain Allah [25:3, 11:54]
c. Andaada, tandingan-tandingan Allah [2:165]
d. Thogut, sesuatu yang melampaui batas [2:256].
Dengan membatalkan semua bentuk ilah dan mengecualikannya
untuk Allah maka akan tumbuh al-Wala'. Al-Wala' diberikan kepada:
a. Allah [2:257, 22:78, 66:4]
b. Islam [3:85, 5:3]
c. Rasul [3:31-33]
d. Orang-orang mukmin atau sholeh [3:28, 3:3, 4:89, 5:51, 60:1, 9:71].
Lampiran 3. Mentoring Pertemuan Ketiga
Isi materi Mentoring
Tanggal : Sabtu, 3 Mei 2014
Pukul : 14.00 – 16.00 WIB
Tema : Persiapan Menghadapi Bulan Ramadhan
PERSIAPAN MENGHADAPI BULAN RAMADHAN
Bulan Ramadhan yang insya Allah sebentar lagi akan kita masuki,
adalah bulan yang sangat mulia, bulan tarbiyah (pembinaan) untuk
mencapai derajat yang paling tinggi, paling mulia: derajat taqwa.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa,
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa.” (QS Al Baqarah: 183).
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang
paling bertaqwa.” (QS Al Hujurat: 13).
Predikat taqwa ini tidak mudah untuk diperoleh. Ia baru akan
diperoleh manakala seseorang melakukan persiapan yang cukup, dan
mengisi bulan Ramadhan itu dengan berbagai kegiatan yang baik dan
mensikapinya dengan benar.
Minimal ada tiga hal yang perlu dipersiapkan dalam menyongsong
bulan Ramadhan yang penuh berkah itu:
a. Persiapan Ruh dan Jasad
Dengan cara mengkondisikan diri agar pada bulan Sya'ban
(bulan sebelum Ramadhan) kita telah terbiasa dengan berpuasa.
Sehingga kondisi ruhiyah imaniyah meningkat, dan tubuh sudah
terlatih berpuasa Dengan kondisi seperti ini, maka ketika kita
memasuki bulan Ramadhan, kondisi ruh dan iman telah membaik,
yang selanjutnya dapat langsung menyambut bulan Ramadhan yang
mulia ini dengan amal dan kegiatan yang dianjurkan. Di sisi lain, tidak
akan terjadi lagi gejolak phisik dan proses penyesuaian yang kadang-
kadang dirasakan oleh orang-orang yang pertama kali berpuasa,
seperti: lemah badan, demam atau panas dingin dan sebagainya.
Rasulullah saw menganjurkan kepada kita agar kita
memperbanyak puasa sunnah pada bulan Sya'ban ini dengan cara
memberikan contoh langsung dan aplikatif. 'Aisyah Radhiyallahu 'anha
berkata: "Rasulullah saw berpuasa, sampai-sampai kami mengiranya
tidak pernah meninggalkannya". Demikian dalam riwayat Bukhari dan
Muslim.
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa: "Beliau melakukan puasa
sunnah bulan Sya'ban sebulan penuh, beliau sambung bulan itu
dengan Ramadhan". (Hadits shahih diriwayatkan oleh para ulama'
hadits, lihat Riyadhush-Shalihin, Fathul Bari, Sunan At-Tirmidzi dan
lain-lain).
Anjuran tersebut dikuatkan lagi dengan menyebutkan
keutamaan bulan Sya'ban. Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada
Rasulullah saw. Katanya: "Ya Rasulullah, saya tidak melihat engkau
berpuasa pada bulan-bulan yang lain sebanyak puasa di bulan
Sya'ban ini? Beliau saw menjawab: "Itulah bulan yang dilupakan
orang, antara Rajab dan Ramadhan, bulan ditingkatkannya amal
perbuatan kepada Allah swt Rabbul 'Alamin. Dan aku ingin amalku
diangkat sedang aku dalam keadaan berpuasa". (HR An-Nasa-i).
b. Persiapan Materi
Bulan Ramadhan merupakan bulan muwaasah (bulan
santunan). Sangat dianjurkan memberi santunan kepada orang lain,
betapapun kecilnya. Pahala yang sangat besar akan didapat oleh
orang yang tidak punya, manakala ia memberi kepada orang lain yang
berpuasa, sekalipun Cuma sebuah kurma, seteguk air atau sesendok
mentega.
Rasulullah saw pada bulan Ramadhan ini sangat dermawan,
sangat pemurah. Digambarkan bahwa sentuhan kebaikan dan
santunan Rasulullah saw kepada masyarakat sampai merata, lebih
merata ketimbang sentuhan angin terhadap benda-benda di
sekitarnya. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abbas
RadhiyaLlahu 'anhu.
"Sungguh, Rasulullah saw saat bertemu dengan malaikat Jibril,
lebih derma dari pada angin yang dilepaskan". (HR Muttafaqun 'alaih).
Santunan dan sikap ini sudah barang tentu tidak dapat
dilakukan dengan baik kecuali manakala jauh sebelum Ramadhan
telah ada persiapan-persiapan materi yang memadai.
c. Persiapan Fikri (Persepsi)
Minimal persiapan fikri ini meliputi dua hal, yaitu:
1. Mempunyai persepsi yang utuh tentang Ramadhan dan
keutamaan bulan Ramadhan.
2. Dapat memanfaatkan dan mengisi bulan Ramadhan dengan
kegiatan-kegiatan yang secara logis dan konkrit
mengantarkannya untuk mencapai ketaqwaan.
Lampiran 4. Form Mutaba’ah
No
AmalanBulan Mei
TanggalTangga
lTanggal Tanggal
1 Pertemuan Kelompok
2Terlambat Pertemuan
Kelompok
3 Shalat Berjamaah di Masjid
4 Tilawah
5 Al-Ma’tsurat
6 Shaum Sunnah
7 Qiyamul Lail
8 Hafalan Qur’an
9Membaca Kitab Riyadush
Shalihin
10 Dhuha
11 Berita Nasional
12 Berita Internasional
13 Berita Dunia Islam
14SKJ (Senam Kebugaran
Jasmani)
15 Jalan Kaki
16 Lari
17 Renang
18 Permainan Olahraga Khusus
19 Ziarah
20 Tukar Hadiah
21 Waktu Khusus Keluarga
Lampiran 4. Muwashafat
Daftar 10 Muwashafat peserta Mentoring
1. Salimul 'Aqidah (Selamat Aqidahnya) Tidak meruqyah kecuali dengan al-Qur’an ma’tsur.
Tidak berhubungan dengan jin.
Tidak meminta tolong kepada orang yang berlindung kepada jin.
Tidak meramal nasib dengan melihat telapak tangan.
Tidak menghadiri majelis dukun dan peramal.
Tidak meminta berkah dengan mengusap-usap kuburan.
Tidak meminta tolong kepada orang yang telah dikubur (mati).
Tidak bersumpah dengan selain Allah swt.
Tidak tasua’um (merasa sial karena melihat atau mendengar
sesuatu).
Mengikhlaskan amal untuk Allah swt.
Mengimani rukun iman.
Beriman kepada nikmat dan siksa kubur.
Mensyukuri nikmat Allah saat mendapatkan nikmat.
Menjadikan setan sebagai musuh.
Tidak mengikuti langkah-langkah setan.
Menerima dan tunduk secara penuh kepada Allah swt dan tidak
bertahkim kepada selain yang diturunkan-Nya.
2. Shahihul 'Ibadah (Benar Ibadahnya) Tidak sungkan azan.
Ihsan dalam thaharah.
Bersemangat untuk shalat berjamaah di masjid.
Ihsan dalam shalat.
Qiyamullail minimal sekali sepekan.
Membayar zakat.
Berpuasa fardhu.
Berpuasa sunnah minimal sehari dalam sebulan.
Niat melaksanakan haji.
Komitmen dengan adab tilawah.
Khusyuk dalam membaca al-Qur’an.
Hafal satu juz al-Qur’an.
Komitmen dengan wirid tilawah harian.
Berdoa pada waktu-waktu utama.
Menutup hari-harinya dengan bertaubat dan beristighfar.
Berniat pada setiap melakukan perbuatan.
Menjauhi dosa besar.
Merutinkan zikir pagi hari.
Merutinkan zikir sore hari.
Zikir kepada Allah swt. dalam setiap keadaan.
Memenuhi nazar.
Menyebarluaskan salam.
Menahan anggota tubuh dari segala yang haram.
Beriktikaf pada bulan Ramadhan, jika mungkin.
Mempergunakan siwak.
Senantiasa menjaga kondisi thaharah jika mungkin.
3. Matiinul Khuluq (Tegar Ahlaqnya) Tidak takabbur.
Tidak ima’ah (asalah ikut, tidak punya prinsip).
Tidak dusta.
Tidak mencaci maki.
Tidak mengadu domba.
Tidak ghibah.
Tidak mematikan omongan orang lain.
Tidak mencibir dengan isyarat apa pun.
Tidak menghina dan meremehkan orang lain.
Tidak menjadikan orang buruk sebagai teman/sahabat.
Menyayangi yang kecil.
Menghormati yang besar.
Memenuhi janji.
Birrul walidain (berbakti kepada orangtua).
Ghadul bashar (menundukkan pandangan).
Menyimpan rahaia.
Menutupi dosa orang lain.
Memiliki ghirah (rasa cemburu) pada keluarganya.
Memiliki ghirah (rasa cemburu) pada agamanya.
4. Qadirun'Alal Kasbi (Mampu Memenuhi Kebutuhannya) Menjauhi sumber penghasilan haram.
Menjauhi riba.
Menjauhi judi dengan segala macamnya.
Menjauhi tindak penipuan.
Membayar zakat.
Menabung, meskipun sedikit.
Tidak menunda dalam melaksanakan hak orang lain.
Menjaga fasilitas umum.
Menjaga fasilitas khusus.
5. Mutsaqaful Fikri (Luas Wawasan) Baik dalam membaca dan menulis.
Membaca satu juz tafsir al-Qur’an (juz 30).
Memerhatikan hukum-hukum tilawah.
Menhapal separuh hadis arba’in an-Nawawiyah (1-20)
Menghapalkan 20 hadis pilihan Riyadush Shalihin.
Mengkaji marhalah Makkiyah dan menguasai karakteristiknya.
Mengenal 10 shahabat yang dijamin masuk surge.
Mengetahui hukum thaharah.
Mengetahui hukum shalat.
Mengetahui hukum puasa.
Membaca sesuatu yang di luar spesialisasinya 4 jam setiap pecan.
Memperluas wawasan diri dengan sarana-sarana baru.
Menyadari adanya peperangan zionisme terhadap Islam
Mengetahui ghazwul fikri.
Mengetahui organisasi-organisasi terselubung.
Mengetahui bahaya pembatasan kelahiran.
Menjadi pendengan yang baik.
Mengemukakan pendapatnya.
Berpartisipasi dalam kerja-kerja jama’i.
Tiak menerima suara-suara miring tentang jamaah.
6. Qawiyyul Jismi (Kuat Jasmani) Bersih badan.
Bersih pakaian.
Bersih tempat tinggal.
Komitmen dengan adab makan dan minum sesuai dengan sunnah.
Tidak israf dalam melekan (jaga).
Komitmen dengan olahraga 2 jam setiap pecan.
Bangun sebelum fajar.
Memerhatikan tata car abaca yang sehat.
Mencabut diri dari merokok.
Menghindari tempat-tempat kotor dan polusi.
Menghindari tempat-tempat bencana (bila masih di luar area.
7. Mujahidu Linafsihi (Bersungguh Terhadap Dirinya) Menjauhi segala yang haram.
Menjauhi tempat-tempat bermain yang haram.
Menjauhi tempat-tempat maksiat.
8. Munazham Fii Syu'unihi (Tertata Urusannya) Memperbaiki penampilannya (performennya).
Tidak menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga yang
menentang Islam.
9. Haritsun'Ala Waqtihi (Menjaga Waktunya) Bangun pagi.
Menghabiskan waktu untuk belajar.
10. Nafi'un Lighairihi (Bermanfaat Bagi Selainya) Melaksanakan hak kedua orangtua.
Ikut berpartisipasi dalam kegembiraan.
Membantu yang membutuhkan.
Member petunjuk orang yang tersesat.
Menikah dengan pasangan yang sesuai.
CV (Curriculum Vitae)
Nama : Lilis Muslicha
Nama Panggilan : Lilis
TTL : Jakarta, 6 Maret 1994
Alamat : Nanggewer RT/RW 03/03 Kel. Nanggewer
Kec. Cibinong Kab. Bogor
Status : Belum Menikah
No HP : 0856-9510-3455
Email : [email protected]
Orangtua : Ahmad Muslich Prasetyo dan Daryanti
Anak ke- : 1 dari 2 bersaudara (kembar)
Riwayat Pendidikan : TK Uswatun Hasanah (1999-2000)
SDN Cibuluh I Bogor (2000-2006)
SMPN 8 Bogor (2006-2009)
SMAN 6 Bogor (2009-2012)
Universitas Ibn Khaldun (2012-sekarang)
Pengalaman Organisasi : Rohis Al-Hadistiyah
ILMA (Ikatan Alumni Muslim SMAN 6 Bogor)
ISY (Ilma Super Youth)