Prosedur Analisis Data Penentuan pola dan kinetika laju ... · Polimerisasi dilakukan ... tahap...

15
7 Prosedur Analisis Data Penentuan pola dan kinetika laju pelepasan urea. Hasil uji pelepasan urea dihubungkan terhadap waktu sehingga menghasilkan pola kurva pelepasan urea. Kurva tersebut dicocokkan dengan model matematis menggunakan perangkat lunak Curve Expert 1.4. Model sigmodal digunakan, diantaranya MorganMercerFlodin (MMF), Logistic, Richards, dan Gompertz relation. Penentuan kinetika laju pelepasan urea ditentukan juga dengan model eksponensial pertumbuhan (Growth exponential assosiation 2), sesuai dengan Persamaan 1. Model eksponensial ini sesuai dengan model matematis pelepasan pupuk menurut Zheng et al. (2009) pada Persamaan 2. (1) (2) Keterangan: C(t) = kadar nitrogen dalam waktu tertentu (t). C = kadar nitrogen saat kesetimbangan r = laju pelepasan urea 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Penyalutan Uji pendahuluan dilakukan untuk mencari metode penyalutan. Penyalutan dilakukan secara simultan dengan proses polimerisasi monomer dengan penaut silang. Monomer yang akan digunakan adalah akrilamida dan asam akrilat. Penaut silang yang digunakan adalah N,N-metilena-bis akrilamida (MBA). Kloroform dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang dapat melarutkan pereaksi tetapi tidak melarutkan urea. Polimerisasi dilakukan menggunakan inisiator benzoil peroksida (BPO pada suhu 40 o C, namun tidak terbentuk agregat polimer. BPO terdekomposisi pada suhu 38 80 o C (Moad et al. 2006). Oleh karena itu, polimerisasi dengan BPO dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, dari 40 o C sampai suhu maksimal yang bisa dicapai yaitu titik didih kloroform 61 o C. Sejumlah besar deposit yang diduga polimer terbentuk pada titik didih kloroform yaitu suhu 61 o C (Gambar 3). Oleh karena itu, desain sistem reaktor disusun sedemikian rupa untuk proses refluks. Deposit yang dihasilkan dalam proses tersebut tidak larut dalam pelarut kloroform dan air, sedangkan monomer dan bahan lain yang dipakai bersifat larut dalam kloroform dan air. Hal ini mendukung telah terbentuknya polimer yang cenderung terdeposit. Polimer yang dibentuk melalui proses modifikasi taut silang akan membentuk rantai yang berinterkoneksi (Gambar 4). Modifikasi polimer dengan penaut silang berguna untuk menjadikan polimer lebih stabil dan membentuk struktur mirip jaring yang berguna untuk tujuan penyalutan (Abraham 1997).

Transcript of Prosedur Analisis Data Penentuan pola dan kinetika laju ... · Polimerisasi dilakukan ... tahap...

7

Prosedur Analisis Data

Penentuan pola dan kinetika laju pelepasan urea.

Hasil uji pelepasan urea dihubungkan terhadap waktu sehingga

menghasilkan pola kurva pelepasan urea. Kurva tersebut dicocokkan dengan

model matematis menggunakan perangkat lunak Curve Expert 1.4. Model

sigmodal digunakan, diantaranya Morgan–Mercer–Flodin (MMF), Logistic,

Richards, dan Gompertz relation. Penentuan kinetika laju pelepasan urea

ditentukan juga dengan model eksponensial pertumbuhan (Growth exponential

assosiation 2), sesuai dengan Persamaan 1. Model eksponensial ini sesuai dengan

model matematis pelepasan pupuk menurut Zheng et al. (2009) pada Persamaan 2.

(1)

(2)

Keterangan:

C(t) = kadar nitrogen dalam waktu tertentu (t).

C∞ = kadar nitrogen saat kesetimbangan

r = laju pelepasan urea

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyalutan

Uji pendahuluan dilakukan untuk mencari metode penyalutan. Penyalutan

dilakukan secara simultan dengan proses polimerisasi monomer dengan penaut

silang. Monomer yang akan digunakan adalah akrilamida dan asam akrilat. Penaut

silang yang digunakan adalah N,N-metilena-bis akrilamida (MBA). Kloroform

dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang dapat melarutkan pereaksi tetapi tidak

melarutkan urea. Polimerisasi dilakukan menggunakan inisiator benzoil peroksida

(BPO pada suhu 40 oC, namun tidak terbentuk agregat polimer. BPO

terdekomposisi pada suhu 38 – 80 oC (Moad et al. 2006). Oleh karena itu,

polimerisasi dengan BPO dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, dari 40 oC

sampai suhu maksimal yang bisa dicapai yaitu titik didih kloroform 61 oC.

Sejumlah besar deposit yang diduga polimer terbentuk pada titik didih kloroform

yaitu suhu 61 oC (Gambar 3). Oleh karena itu, desain sistem reaktor disusun

sedemikian rupa untuk proses refluks. Deposit yang dihasilkan dalam proses

tersebut tidak larut dalam pelarut kloroform dan air, sedangkan monomer dan

bahan lain yang dipakai bersifat larut dalam kloroform dan air. Hal ini mendukung

telah terbentuknya polimer yang cenderung terdeposit.

Polimer yang dibentuk melalui proses modifikasi taut silang akan

membentuk rantai yang berinterkoneksi (Gambar 4). Modifikasi polimer dengan

penaut silang berguna untuk menjadikan polimer lebih stabil dan membentuk

struktur mirip jaring yang berguna untuk tujuan penyalutan (Abraham 1997).

8

Polimerisasi yang terjadi adalah polimerisasi radikal. Proses polimerisasi tersebut

berlangsung secara acak atau tidak terkontrol sehingga dapat terjadi perbedaan

nyata pada keterulangan polimer yang dihasilkan. Proses ini simultan dengan

deposisi polimer pada permukaan granul urea. Proses deposisi ini perlu

dikendalikan agar terbentuk penyalutan yang efektif dan sempurna. Proses

pengendalian dilakukan pada pemberian bahan pereaksi dan pengadukkan.

Gambar 3 Deposit polimer tanpa urea

CH2 CH

COX

CO

CH2 CH

COX

CH2 CH

CO

NH

CH2

NH

H

CH2 CH

COX

CH2 CH

COX

CH2 CHH H

H

X

CH2

CH

C

O

NH

CH

2

CH

C

O

NH

CH

2C

H

C

O

CH

2

CH CH

CH C

CH CH

C

O

O

CHCH

CHC

CHCH

C

O

O

to

Monomer

M A

PO

N 2 Monomer Akrilamida O Monomer Asam akrilat

Gambar 4 Struktur polimer penyalut

Pembentukkan selubung diamati dengan pengambilan contoh granul dari

labu reaksi pada menit ke–15 , 30, 45, dan 60. Granul tersebut direndam dalam air

dan dibiarkan hingga larut. Granul yang larut meninggalkan deposit penyalut.

Pembentukkan selubung ini menunjukkan penyalutan urea dengan polimer bertaut

9

silang dapat terjadi, baik pada poliakrilamida dan poliakrilat. Pembentukkan

deposit pada menit ke-15 berupa serpihan. Selubung sempurna terbentuk pada

menit ke 45, baik berbasis monomer akrilamida maupun asam akrilat, tetapi

proses dilanjutkan hingga menit ke 60 untuk menyempurnakan reaksi polimerisasi

(Gambar 5). Selubung kosong yang terbentuk dalam perendaman air terlihat

transparan dan dipegang tidak berisi. Selubung berbasis akrilamida tampak sedikit

mengembang dalam air, bila dibandingkan dengan selubung berbasis akrilat.

Proses penyalutan untuk rancangan sistem penyalutan dilakukan dalam waktu 60

menit (1 jam) dengan pelarut kloroform.

Gambar 5 Deposit polimer penyalut urea pada waktu reaksi penyalutan: (a) 15

menit, (b) 45 menit, (c) 60 menit

Metode penyalutan dilakukan secara terkendali dalam sistem reaktor yang

dirancang untuk efektifitas polimerisasi simultan penyalutan. Kendali dilakukan

oleh sistem elektronik (kontroler) yang mengatur komponen kompresor penyalur

bahan pereaksi, pengaduk, penangas air, dan reaktor-kondensor (Gambar 6).

Sistem elektronik kontroler terdiri atas mikrokontroler ATTiny 2313 AVR 8 bit

dan kontroler suhu dengan termokopel tipe K. Sistem ini digunakan untuk

mengatur waktu reaksi, pemberian pereaksi, pengadukkan, dan suhu reaksi.

Pengaduk

Kontroler suhu

Mikrokontroler Kompresor

Penangas cairan

Bahan Pereaksi

REAKTOR

(sistem refluks)

Sensor suhu

Komputer

Gambar 6 Rangkaian komponen reaktor polimerisasi-penyalutan

10

Rancangan alat reaksi atau reaktor polimerisasi-penyalutan dibuat

berintegrasi untuk mendukung program yang telah direncanakan (Gambar 7).

Rancangan reaktor tersebut dikembangkan di laboratorium (Gambar 8). Reaktor

disusun dari komponen yang tahan pelarut organik terutama menggunakan selang

teflon. Reaktor berupa labu reaksi dipanaskan dengan penangas air sehingga

diharapkan suhu lebih seragam dan stabil dibanding dengan pemanas kontak

elemen langsung. Penangas air terhubung pada kontroler suhu melalui termokopel

tipe K dengan kendali suhu melalui elemen pemanas. Penangas air juga tersusun

atas pengaduk magnet dan pompa air yang berfungsi untuk konveksi sehingga

suhu lebih merata. Pengaduk magnet yang sama juga digunakan untuk mengaduk

bahan dalam reaktor menggunakan medan magnet yang menembus hingga ke

reaktor. Pengaduk tidak hanya berputar rotasi tetapi mengalami revolusi sehingga

pengadukkan lebih efektif. Penyalur bahan reaksi disusun dari aerator yang

difungsikan sebagai kompresor untuk menekan pereaksi dalam vial menuju

reaktor melalui selang teflon. Komponen selanjutnya adalah kondensor

dihubungkan dengan mesin chiller. Sakelar pemicu reaksi dan komputer

disiagakan untuk mengendalikan program atau merubah program bila terjadi

kesalahan reaksi yang diakibatkan mikrokontroler.

Gambar 7 Rancangan sistem reaktor polimerisasi-penyalutan

11

Gambar 8 Reaktor polimerisasi-penyalutan

Kontrol dan tahapan reaksi mengikuti algoritma program yang merupakan

fungsi waktu (Gambar 9). Program dimulai dari penyalaan berurutan semua

komponen/alat yang terintegrasi dengan mikrokontroler. Setelah itu, dilanjutkan

dengan menghidupkan kompresor untuk mendorong pereaksi berupa monomer,

penaut silang, dan inisiator sebanyak 1/3 dari total bahan digunakan dalam reaksi

(berdasarkan percobaan pendahuluan). Proses berlanjut dengan pengadukkan,

namun tidak terus menerus, tetapi dipasang berputar dengan ritme tertentu,

dengan waktu putar dan waktu henti yang sama yaitu dua detik. Dalam percobaan

pendahuluan sebelumnya, selubung penyalut terbentuk sempurna pada waktu 3 x

15 menit. Oleh karena itu, tahap sub-reaksi polimerisasi dari 1/3 bahan pereaksi

direncanakan dalam waktu 15 menit dengan perputaran pengaduk nyala-henti

berulang. Reaksi ini berulang sebanyak 3 siklus, dengan tambahan satu siklus

tanpa pereaksi sehingga total siklus ada empat. Siklus tanpa pereaksi ini untuk

menyempurnakan reaksi dan pembilasan saluran pereaksi. Total waktu yang

dibutuhkan untuk reaksi adalah 60 menit atau 1 jam.

Gambar 9 Rancangan program reaksi polimerisasi-penyalutan

12

Pengadukkan dalam reaktor berlangsung dengan perputaran sesaat dan

berhenti secara berulang. Hal ini memberikan gerak percepatan yang terbentuk

tiap saat sehingga diharapkan dapat memberikan pengadukkan efektif dan waktu

diam bagi polimer untuk terdeposisi pada urea granul. Pengadukkan

menggunakan pengaduk magnet (magnetic stirrer), bukan pengaduk mesin, agar

granul tidak rusak karena perputaran yang kuat (Abraham 1997). Pemberian

semua bahan polimerisasi di awal menyebabkan pelarut menjadi kental dan akan

terbentuk deposit dalam jumlah besar sehingga mengganggu perputaran stirrer dan

deposit polimer yang menyelubungi urea tidak merata. Polimer yang terbentuk

juga tidak efektif menyalut karena deposit polimer yang terbentuk juga menempel

pada dinding labu reaksi membentuk agregat besar (Gambar 10). Oleh karena itu,

pemberian bahan pereaksi dikendalikan secara bertahap.

a b

Gambar 10 Deposit polimer pada labu reaksi: (a) Reaksi langsung, (b) Reaksi

sistem terkendali

Setelah proses sintesis penyalutan dengan polimer, granul urea selanjutnya

dilapisi dengan parafin. Pupuk tersalut yang dihasilkan adalah pupuk urea granul

tersalut ganda dengan poliakrilamida bertaut silang MBA (PAM-MBA) dan

parafin dan juga pupuk urea granul tersalut ganda dengan poliakrilat bertaut silang

MBA (PAA-MBA) dan parafin (Gambar 11). Selain itu, pupuk urea juga disalut

dengan parafin saja untuk mempelajari pengaruh salutan parafin sendiri terhadap

pelepasan urea. Parafin digunakan untuk menutup keretakkan atau lubang pada

penyalut polimer yang tidak tertutup dengan sempurna (Abraham 1997). Parafin

bersifat hidrofobik sehingga diharapkan juga mampu menghalangi penetrasi air.

Parafin terlarut pada kloroform diuapkan dengan penguap radas putar pada

tekanan rendah, sehingga kloroform menguap meninggalkan deposit parafin pada

permukaan granul pupuk.

(a) (b) (c)

a b c

Gambar 11 Granul urea: (a) Tidak tersalut, (b) Tersalut PAM-MBA dan parafin,

(c) Tersalut PAA-MBA dan parafin

13

Pencirian

Pemayaran SEM

Pemayaran dengan SEM terhadap potongan melintang urea tersalut

polimer dan parafin menunjukkan morfologi lapisan penyalut tampak menyerupai

serat atau susunan jarum yang saling menyangga, baik pada lapisan penyalut

PAM-MBA dan parafin (Gambar 12) dan lapisan penyalut PAA-MBA dan parafin

(Gambar 13). Rerata tebal lapisan penyalut granul urea tersalut PAM-MBA dan

parafin adalah 243 µm, sedangkan pada penyalut granul urea tersalut PAA-MBA

dan parafin adalah 143 µm. Tebal lapisan ini berbanding terbalik dengan persen

penyalutnya, walaupun tebal lapisan penyalut PAM-MBA dan parafin lebih besar

dibandingkan penyalut PAA-MBA dan parafin tetapi persen penyalutan PAM-

MBA dan parafin lebih kecil dibandingkan dengan PAA-MBA dan parafin.

Persen penyalutan PAM-MBA dan parafin yaitu 17,81%, sedangkan persen

penyalutan dengan PAA-MBA yaitu 19,69%. Hal ini menunjukkan lapisan

penyalut PAM-MBA lebih mengembang dibandingkan PAA-MBA.

L1 = 236 µm

L2 = 210 µm

L3 = 282 µm

Laverage = 243 µm

L2 L3

L1

Mag = 50 X Mag = 750 X

Gambar 12 Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAM-

MBA dan parafin

L1 = 133 µm

L2 = 156 µm

L3 = 141 µm

Laverage = 143 µm L3 L1

L2

Mag = 750 X Mag = 50 X

Gambar 13 Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAA-

MBA dan parafin

14

Analisis Spektroskopi Inframerah

Analisis spektroskopi inframerah dilakukan untuk mencirikan spektrum

bahan dan deposit penyalut granul urea setelah polimerisasi. Spektrum inframerah

pada Gambar 14 menunjukkan perbedaan antara bahan monomer (sebelah kiri)

dan setelah dipolimerisasikan (sebelah kanan). Spektrum IR penyalut granul urea

berbeda dengan spektrum monomer sebagai bahan pereaksi terbanyak dan juga

berbeda dibandingkan dengan bahan pereaksi lainnya. Bahan penyalut ini

terpisahkan dari bahan pereaksinya melalui perlakuan pencucian sebelum

dianalisis spektroskopi IR. Oleh karena itu, spektrum IR yang tampak bukanlah

spektrum hasil pencampuran secara fisik bahan pereaksi. Hal ini menunjukkan

terjadi perubahan struktur secara kimia.

a

c d

e f

ilangan gelom ang (cm- ) ilangan gelom ang (cm- )

ilangan gelom ang (cm- ) ilangan gelom ang (cm- )

ilangan gelom ang (cm- ) ilangan gelom ang (cm- )

Gambar 14 Spektrum IR: (a) akrilamida, (b) PAM-MBA, (c) asam akrilat, (d)

PAA-MBA, (e) MBA, (f) BPO

Spektrum antara penyalut urea dibandingkan pada Gambar 15. Perbedaan

struktur asam akrilat dan akrilamida hanya pada gugus fungsi yang mengikat atom

C karbonil, pada asam akrilat atom C karbonil mengikat –OH, sedangkan

akrilamida mengikat -NH2. Spektrum deposit PAA-MBA dicirikan dengan

serapan vibrasi ulur yang lebar dan kuat dari gugus fungsi O-H pada bilangan

15

gelombang 3400-2400 cm-1

, sedangkan spektrum deposit PAM-MBA dicirikan

secara dominan dengan serapan vibrasi ulur yang kuat dari gugus fungsi N-H pada

bilangan gelombang 3500-3100 cm-1

. Spektrum deposit penyalut PAM-MBA

menunjukkan serapan kuat vibrasi ulur C=O amida pada bilangan gelombang

1662 cm-1

(vibrasi ulur), sedangkan pada spektrum deposit PAA-MBA

menunjukkan serapan kuat vibrasi ulur C=O karboksilat pada bilangan gelombang

1708 cm-1

. Spektrum deposit PAA-MBA memperlihatkan serapan kuat vibrasi

ulur C-O karboksilat pada bilangan gelombang 1227 cm-1

, serapan ini tidak

terlihat pada spektrum deposit PAM-MBA. Spektrum deposit PAM-MBA

memperlihatkan serapan medium vibrasi ulur C-N amida primer pada bilangan

gelombang 1416 cm-1

, PAA-MBA juga menunjukkan serapan tersebut pada

bilangan gelombang 1400 cm-1

yang diduga berasal dari kontaminasi urea yang

tidak tercuci bersih (Pavia 2001).

ilangan gelom ang (cm- )

N-

O-

-O kar oksilat O kar oksilat

O amida

Keterangan: Spektrum deposit penyalut PAM-MBA

Spektrum deposit penyalut PAA-MBA

Gambar 15 Spektrum IR tumpuk antara deposit penyalut pupuk urea

Spektrum pada Gambar 16 memperlihatkan terjadi berkurangnya serapan

medium vibrasi ulur C=C dari spektrum akrilamida pada bilangan gelombang

1614 cm-1

ke poliakrilamida pada bilangan gelombang 1601 cm-1

. Demikian pula

hilangnya serapan C=C pada bilangan gelombang 1636 cm-1

dari spektrum akrilat

ke poliakrilat. Kedua hal ini menunjukkan polimerisasi telah terjadi. Gugus ini

akan berkurang atau hilang saat polimerisasi karena mengalami reaksi adisi.

Spektrum ini juga menunjukkan muncul serapan baru pada bilangan gelombang

1532 cm-1

pada spektrum poliakrilamida dan 1532 cm-1

pada spektrum poliakrilat,

spektrum ini menunjukkan vibrasi tekuk N-H amida primer dan sekunder. Serapan

16

ini menunjukkan taut-silang dengan telah terjadi dengan masuknya N,N-metilena-

bis akrilamida (MBA) yang mempunyai gugus fungsi N-H amida sekunder ke

dalam rantai polimer. Vibrasi tekuk N-H amida primer sulit terlihat pada

akrilamida karena saling menimpa dengan gugus C=O, sehingga serapan N-H

amida sekunder dapat digunakan untuk mengidentifikasi masuknya MBA pada

akrilamida yang mempunyai gugus N-H amida pula.

(cm- )

( )

(cm- )

(a)

(cm- )

(d)

(cm- )

(c)

a b c d

Gambar 16 Spektrum IR pada bilangan gelombang 1500-1750 cm-1

: (a) akrilami-

da, (b) poliakrilamida, (c) akrilat, (d) poliakrilat

Kandungan urea, persen penyalutan, dan daya pembengkakan polimer

Kandungan urea pada pupuk urea granul (urea tanpa penyalut) adalah

100%, sedangkan urea tersalut PAM-MBA dan parafin sebesar 82,19% % atau

persen penyalutan sebesar 17,81% b/b dan urea tersalut PAA-MBA dan parafin

sebesar 80,39% atau persen penyalutan sebesar 19,69% b/b. Komposisi penyalut

ini termasuk besar. Secara umum, bahan penyalut antara 3 sampai dengan 16%

terhadap total berat (Trenkel 2010). Daya pembengkakan (swelling) polimer

penyalut poliakrilamida sebesar 6,61 kali, sedangkan pada poliakrilat sebesar 4,28

kali. Daya pembengkakan ini merupakan ciri polimer hidrofilik bertaut silang

sebagai hidrogel (Mahdavinia et al. 2009). Daya pembengkakan penyalut lebih

kecil daripada pembengkakan polimer hidrogel pada umumnya yang rata-rata 30

kali karena jumlah penaut-silang yang tinggi. Semakin tinggi derajat penaut-

silang, maka akan menurunkan pembengkakan hidrogel (Zheng et al. 2009).

Pelepasan Urea Tersalut dan Kinetikanya

Pelepasan urea ditentukan dalam media air yang statis untuk menentukan

kinetika laju pelepasannya. Hasil analisis pelepasan urea air ditunjukkan pada

Lampiran 2. Hasil uji pelepasan urea dalam air menunjukkan urea tersalut parafin,

urea tersalut PAM-MBA dan parafin, urea tersalut PAA-MBA dan parafin

mencapai kesetimbangan maksimum atau lepas-tercuci mendekati 100% dalam

waktu 30 menit, sedangkan urea tanpa penyalut dalam 10 menit (Gambar 17).

Urea tersalut PAA-MBA dan parafin menunjukkan pelepasan yang paling lambat.

Pelepasan urea yang telah tersalut juga dilakukan dalam media tanah berpasir

17

yang dicuci dengan air dan hasil analisis urea ditunjukkan pada Lampiran 3. Hasil

uji pelepasan urea dalam tanah menunjukkan urea tanpa penyalut sudah lepas-

tercuci mendekati 100% pada menit ke-30, urea tersalut parafin dalam satu hari,

urea tersalut PAM-MBA dan parafin dalam waktu satu jam, sedangkan pada urea

tersalut PAA-MBA dan parafin dalam satu hari (Gambar 18). Laju pelepasan urea

tersalut dengan parafin saja ternyata cukup untuk memberikan efek penghambatan

laju pelepasan urea mendekati urea tersalut PAA-MBA dan parafin. Hal ini

menunjukkan penghambatan pelepasan urea dipengaruhi terutama oleh salutan

parafin karena sifat parafin yang hidrofobik, sedangkan penyalut polimer

poliakrilamida dan poliakrilat merupakan polimer hidrofilik. Penyalut yang

digunakan adalah polimer hidrofilik yang mempunyai karakteristik

pembengkakan polimer. Penyalut pupuk lepas lambat umumnya menggunakan

polimer hidrofobik, berbeda pupuk lepas lambat dengan prinsip matriks berbasis

gel yang bersifat hidrofilik (Trenkel 2010).

Urea tanpa penyalut menunjukkan pelepasan cepat yang dikenal dengan

istilah burst release. Urea tersalut PAM-MBA juga menunjukkan pelepasan urea

lebih cepat mendekati urea tanpa penyalut. Hal ini karena polimer penyalut PAM-

MBA mempunyai daya pembengkakan (swelling) besar yang dapat menyebabkan

lapisan penyalut parafin retak karena tidak elastis dan juga pembesaran pori pada

penyalut polimer. Pelepasan urea tersalut PAM-MBA dan parafin juga lebih cepat

daripada urea tersalut PAA-MBA dan parafin walaupun mempunyai struktur yang

mirip. Hal ini disebabkan daya pembengkakan pada penyalut poliakrilamida 6,61

kali lebih besar daripada poliakrilat sebesar 4,28 kali. Sifat pembengkakan ini

merupakan karakteristik utama bahan poliakrilamida dan poliakrilat yang memang

digunakan sebagai hidrogel atau superabsorben (Mahdavinia et al. 2009). Selain

itu, pelepasan cepat tersebut disebabkan persen penyalutan PAM-MBA yang lebih

kecil, yaitu 17,81%, dibandingkan persen penyalutan dengan PAA-MBA yaitu

19,69%.

Gambar 17 Pelepasan urea dalam air

18

Gambar 18 Pelepasan urea dalam tanah

Pelepasan urea dalam air didekati dengan baik menggunakan model

pertumbuhan ekponensial jenis asosiasi tipe dua pada perangkat lunak Curve

Expert 1.4. Persamaan matematis ini untuk mempelajari kinetika laju pelepasan

urea. Pendekatan model eksponensial ini yang diadaptasikan dari pertumbuhan

populasi pada lingkungan dengan sumber daya terbatas. Model persamaannya

adalah:

(1)

Nilai y adalah interpretasi dari C(t), x interpretasi dari waktu (t), nilai

koefisien a setara dengan nilai C∞ pada persamaan berikut.

(2)

Nilai r (laju pelepasan) diperoleh melalui pendekatan nilai koefisien b, yaitu

mengalikan koefisien a dan b dengan asumsi nilai laju pelepasan tetap.

Berdasarkan model persamaan di atas, pencocokan kurva (curve fitting) dilakukan

dengan model eksponensial pertumbuhan pada sumber daya terbatas (Lampiran 4

– 7) sehingga menghasilkan persamaan sesuai dengan Gambar 19. Pencocokan

kurva dengan model pertumbuhan eksponensial dapat mendekati titik hubungan

waktu-konsentrasi dengan baik, terlihat dari semua nilai koefisien korelasi yang di

atas 0,99. Nilai koefisien persamaan ini disajikan dalam Tabel 2. Pengolahan nilai

ini menghasilkan laju pelepasan urea dalam air pada urea tidak tersalut, urea

tersalut parafin, urea tersalut PAM-MBA dan parafin, dan urea tersalut PAA-

MBA dan parafin berturut-turut adalah 234,25 ppm/menit, 23,84 ppm/menit,

38,63 ppm/menit, 21,04 ppm/menit.

19

S = 14.52332512

r = 0.99615511

Waktu (menit)

Ko

ns

en

tra

si

Ure

a (

pp

m)

0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.00.00

80.00

160.00

240.00

320.00

400.00

480.00 , r = 0.996

Urea tersalut parafin

S = 5.12952931

r = 0.99955257

Waktu (menit)

Ko

ns

en

tra

si

Ure

a (

pp

m)

0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.00.00

80.00

160.00

240.00

320.00

400.00

480.00

, r = 0.999

Urea tanpa penyalut

S = 10.76042146

r = 0.99742693

Waktu (menit)

Ko

ns

en

tra

si

Ure

a (

pp

m)

0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.00.00

80.00

160.00

240.00

320.00

400.00

480.00

, r = 0.997

Urea tersalut PAM-MBA dan

parafin

S = 11.64151396

r = 0.99771002

Waktu (menit)

Ko

ns

en

tra

si

Ure

a (

pp

m)

0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.00.00

80.00

160.00

240.00

320.00

400.00

480.00, r = 0.998

Urea tersalut PAA-MBA dan

parafin

Gambar 19 Pencocokan model eksponensial terhadap pelepasan urea dalam air

Tabel 1 Parameter kinetika pelepasan urea

Koefisien

Urea

Tanpa

Penyalut Salut Parafin

Salut PAM-

MBA

Salut PAA-

MBA

a = C∞ (ppm) 486 422 395 420

b 4,82.10-1

5,65.10-2

9,78.10-2

5,01.10-2

r (ppm/menit) 234,25 23,84 38,63 21,04

Berdasarkan data di atas, pengaruh penyalutan terhadap pelepasan difusi

pupuk memberikan pelambatan 11 kali yaitu pada urea tersalut PAA-MBA dan

parafin, berbeda tipis dengan urea tersalut parafin saja, yaitu sebesar 10 kali.

Penyalutan dengan polimer hidrofilik tidak berbeda signifikan dengan parafin

pada penelitian ini. Hal ini sesuai kajian sebelumnya, salutan hidrofobik efektif

digunakan pada pupuk lepas lambat (Trenkel 2010). Kecepatan lepas urea dalam

air statis (pelepasan difusi) lebih cepat dibandingkan dengan pelepasan urea

tercuci dalam tanah (leaching). Hal ini terjadi karena ada interaksi pupuk dengan

tanah, ada proses absorbsi dan deabsorbsi berulang antara urea dan tanah sehingga

menyebabkan laju pelepasan yang lambat dalam tanah (Liang et al. 2009).

Uji pelepasan urea pada penelitian ini menunjukkan pelepasan paling lambat

dalam air adalah 20 menit menurut hasil perhitungan, sedangkan dalam tanah

selama satu hari. Hasil penelitian urea granul lepas lambat Abraham (1997)

dengan penyalut ganda berupa PAM-MBA, polistirena 4%, dan parafin 4%

mempunyai akumulasi persen urea lepas hingga hari ke-14 sebesar 80,43% dan

urea tanpa penyalut sebesar 91,00%. Penelitian Jagadeeswaran et al. (2005)

membuat urea lepas lambat berupa urea terabsorbsi dalam komposit hidrogel

akrilat-carboxymethylcellulose dan montmorillonite. Pupuk tersebut mempunyai

waktu lepas urea dalam air (rilis) lebih lama dibandingkan urea tersalut hasil

penelitian ini, yaitu untuk mencapai konsentrasi kesetimbangan/maksimum dalam

20

72 menit, sedangkan dalam tanah, mencapai konsentrasi maksimum dalam 0,5

jam, dibandingkan dengan urea biasa tanpa perlakuan selama 0,17 jam.

Pelepasan urea dalam tanah diharapkan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Pola kurva kebutuhan nutrisi tanaman terhadap waktu ditunjukkan Gambar 20 (a).

Oleh karena itu, pola pelepasan urea yang sesuai adalah yang membentuk pola

sigmoidal sesuai dengan Gambar 20 (b) (Trenkel 2010).

a

b

Gambar 20 Kurva: (a) Pola kebutuhan nutrisi tanaman dan (b) pelepasan pupuk

sigmoidal

(Sumber: Lammel 2005 dan Shaviv 2005 dalam Trenkel 2010)

Pencocokan pola kurva dilakukan pada kurva pelepasan urea tercuci dalam

tanah dengan beberapa pendekatan model sigmoidal menggunakan perangkat

lunak Curve Expert 1.4 (Tabel 1). Model sigmoidal yang digunakan terdiri atas

Morgan-Mercer-Flodin (MMF), Logistic, Richards, dan Gompertz relation dengan

persamaan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Urea tanpa penyalut tidak

dapat didekati sama sekali dengan menggunakan keempat model tersebut dengan

model sigmoidal dalam perangkat lunak Curve Expert 1.4. Urea tersalut parafin

menunjukkan kecocokkan dengan model Logistic dengan koefisien korelasi

0,991. Urea tersalut PAM-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan

dua model sigmoidal, yaitu Richards dan Gompertz relation dengan koefisien

korelasi 0,999. Demikian pula dengan urea tersalut PAA-MBA dan parafin

menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu MMF dan Logistic

dengan koefisien korelasi masing-masing 0,999 dan 0,986. Pendekatan model ini

21

menunjukkan bahwa penyalutan pupuk dapat memberikan pengaruh pelepasan

urea berpola sigmoidal. Penyalutan ganda dengan polimer dan parafin

memberikan pendekatan pola sigmoidal yang lebih baik dibandingkan dengan

parafin saja.

Tabel 2 Pencocokan model sigmoidal terhadap pelepasan urea dalam tanah

Urea Model

Tanpa

penyalut

Tidak ada model sigmoidal yang cocok

Tersalut

parafin

S = 4.84969802

r = 0.99085013

X Axis (units)

Y A

xis

(u

nit

s)

0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.20.00

18.33

36.67

55.00

73.33

91.67

110.00

Logistic

Persamaan

a =96,9 r = 0,991

b =10,6

c =3,68

Tersalut

PAM-MBA

& parafin

S = 0.21709691

r = 0.99998163

X Axis (units)

Y A

xis

(u

nit

s)

0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.20.00

18.33

36.67

55.00

73.33

91.67

110.00

Richards

Persamaan

a = 99,9 r = 0,999

b = -2,47

c = 7,96

d =0,0124

S = 0.19997257

r = 0.99998219

X Axis (units)

Y A

xis

(u

nit

s)

0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.20.00

18.33

36.67

55.00

73.33

91.67

110.00

Gompertz Relation

Persamaan

a =99,9 r = 0,999

b =1,88

c =7,88

Tersalut

PAA-MBA

& parafin

S = 0.88783663

r = 0.99977222

X Axis (units)

Y A

xis

(u

nit

s)

0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.20.00

18.33

36.67

55.00

73.33

91.67

110.00

Morgan-Mercer-Flodin (MMF)

Persamaan

a = 22,2 r = 0,999

b = 1,21

c =101

d =1,6

S = 6.45376082

r = 0.98615025

X Axis (units)

Y A

xis

(u

nit

s)

0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.20.00

18.33

36.67

55.00

73.33

91.67

110.00

Logistic

Persamaan

a = 95,8 r = 0,986

b = 7,11

c = 1,53