Prosedur Analisis Data Penentuan pola dan kinetika laju ... · Polimerisasi dilakukan ... tahap...
Transcript of Prosedur Analisis Data Penentuan pola dan kinetika laju ... · Polimerisasi dilakukan ... tahap...
7
Prosedur Analisis Data
Penentuan pola dan kinetika laju pelepasan urea.
Hasil uji pelepasan urea dihubungkan terhadap waktu sehingga
menghasilkan pola kurva pelepasan urea. Kurva tersebut dicocokkan dengan
model matematis menggunakan perangkat lunak Curve Expert 1.4. Model
sigmodal digunakan, diantaranya Morgan–Mercer–Flodin (MMF), Logistic,
Richards, dan Gompertz relation. Penentuan kinetika laju pelepasan urea
ditentukan juga dengan model eksponensial pertumbuhan (Growth exponential
assosiation 2), sesuai dengan Persamaan 1. Model eksponensial ini sesuai dengan
model matematis pelepasan pupuk menurut Zheng et al. (2009) pada Persamaan 2.
(1)
(2)
Keterangan:
C(t) = kadar nitrogen dalam waktu tertentu (t).
C∞ = kadar nitrogen saat kesetimbangan
r = laju pelepasan urea
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyalutan
Uji pendahuluan dilakukan untuk mencari metode penyalutan. Penyalutan
dilakukan secara simultan dengan proses polimerisasi monomer dengan penaut
silang. Monomer yang akan digunakan adalah akrilamida dan asam akrilat. Penaut
silang yang digunakan adalah N,N-metilena-bis akrilamida (MBA). Kloroform
dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang dapat melarutkan pereaksi tetapi tidak
melarutkan urea. Polimerisasi dilakukan menggunakan inisiator benzoil peroksida
(BPO pada suhu 40 oC, namun tidak terbentuk agregat polimer. BPO
terdekomposisi pada suhu 38 – 80 oC (Moad et al. 2006). Oleh karena itu,
polimerisasi dengan BPO dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, dari 40 oC
sampai suhu maksimal yang bisa dicapai yaitu titik didih kloroform 61 oC.
Sejumlah besar deposit yang diduga polimer terbentuk pada titik didih kloroform
yaitu suhu 61 oC (Gambar 3). Oleh karena itu, desain sistem reaktor disusun
sedemikian rupa untuk proses refluks. Deposit yang dihasilkan dalam proses
tersebut tidak larut dalam pelarut kloroform dan air, sedangkan monomer dan
bahan lain yang dipakai bersifat larut dalam kloroform dan air. Hal ini mendukung
telah terbentuknya polimer yang cenderung terdeposit.
Polimer yang dibentuk melalui proses modifikasi taut silang akan
membentuk rantai yang berinterkoneksi (Gambar 4). Modifikasi polimer dengan
penaut silang berguna untuk menjadikan polimer lebih stabil dan membentuk
struktur mirip jaring yang berguna untuk tujuan penyalutan (Abraham 1997).
8
Polimerisasi yang terjadi adalah polimerisasi radikal. Proses polimerisasi tersebut
berlangsung secara acak atau tidak terkontrol sehingga dapat terjadi perbedaan
nyata pada keterulangan polimer yang dihasilkan. Proses ini simultan dengan
deposisi polimer pada permukaan granul urea. Proses deposisi ini perlu
dikendalikan agar terbentuk penyalutan yang efektif dan sempurna. Proses
pengendalian dilakukan pada pemberian bahan pereaksi dan pengadukkan.
Gambar 3 Deposit polimer tanpa urea
CH2 CH
COX
CO
CH2 CH
COX
CH2 CH
CO
NH
CH2
NH
H
CH2 CH
COX
CH2 CH
COX
CH2 CHH H
H
X
CH2
CH
C
O
NH
CH
2
CH
C
O
NH
CH
2C
H
C
O
CH
2
CH CH
CH C
CH CH
C
O
O
CHCH
CHC
CHCH
C
O
O
to
Monomer
M A
PO
N 2 Monomer Akrilamida O Monomer Asam akrilat
Gambar 4 Struktur polimer penyalut
Pembentukkan selubung diamati dengan pengambilan contoh granul dari
labu reaksi pada menit ke–15 , 30, 45, dan 60. Granul tersebut direndam dalam air
dan dibiarkan hingga larut. Granul yang larut meninggalkan deposit penyalut.
Pembentukkan selubung ini menunjukkan penyalutan urea dengan polimer bertaut
9
silang dapat terjadi, baik pada poliakrilamida dan poliakrilat. Pembentukkan
deposit pada menit ke-15 berupa serpihan. Selubung sempurna terbentuk pada
menit ke 45, baik berbasis monomer akrilamida maupun asam akrilat, tetapi
proses dilanjutkan hingga menit ke 60 untuk menyempurnakan reaksi polimerisasi
(Gambar 5). Selubung kosong yang terbentuk dalam perendaman air terlihat
transparan dan dipegang tidak berisi. Selubung berbasis akrilamida tampak sedikit
mengembang dalam air, bila dibandingkan dengan selubung berbasis akrilat.
Proses penyalutan untuk rancangan sistem penyalutan dilakukan dalam waktu 60
menit (1 jam) dengan pelarut kloroform.
Gambar 5 Deposit polimer penyalut urea pada waktu reaksi penyalutan: (a) 15
menit, (b) 45 menit, (c) 60 menit
Metode penyalutan dilakukan secara terkendali dalam sistem reaktor yang
dirancang untuk efektifitas polimerisasi simultan penyalutan. Kendali dilakukan
oleh sistem elektronik (kontroler) yang mengatur komponen kompresor penyalur
bahan pereaksi, pengaduk, penangas air, dan reaktor-kondensor (Gambar 6).
Sistem elektronik kontroler terdiri atas mikrokontroler ATTiny 2313 AVR 8 bit
dan kontroler suhu dengan termokopel tipe K. Sistem ini digunakan untuk
mengatur waktu reaksi, pemberian pereaksi, pengadukkan, dan suhu reaksi.
Pengaduk
Kontroler suhu
Mikrokontroler Kompresor
Penangas cairan
Bahan Pereaksi
REAKTOR
(sistem refluks)
Sensor suhu
Komputer
Gambar 6 Rangkaian komponen reaktor polimerisasi-penyalutan
10
Rancangan alat reaksi atau reaktor polimerisasi-penyalutan dibuat
berintegrasi untuk mendukung program yang telah direncanakan (Gambar 7).
Rancangan reaktor tersebut dikembangkan di laboratorium (Gambar 8). Reaktor
disusun dari komponen yang tahan pelarut organik terutama menggunakan selang
teflon. Reaktor berupa labu reaksi dipanaskan dengan penangas air sehingga
diharapkan suhu lebih seragam dan stabil dibanding dengan pemanas kontak
elemen langsung. Penangas air terhubung pada kontroler suhu melalui termokopel
tipe K dengan kendali suhu melalui elemen pemanas. Penangas air juga tersusun
atas pengaduk magnet dan pompa air yang berfungsi untuk konveksi sehingga
suhu lebih merata. Pengaduk magnet yang sama juga digunakan untuk mengaduk
bahan dalam reaktor menggunakan medan magnet yang menembus hingga ke
reaktor. Pengaduk tidak hanya berputar rotasi tetapi mengalami revolusi sehingga
pengadukkan lebih efektif. Penyalur bahan reaksi disusun dari aerator yang
difungsikan sebagai kompresor untuk menekan pereaksi dalam vial menuju
reaktor melalui selang teflon. Komponen selanjutnya adalah kondensor
dihubungkan dengan mesin chiller. Sakelar pemicu reaksi dan komputer
disiagakan untuk mengendalikan program atau merubah program bila terjadi
kesalahan reaksi yang diakibatkan mikrokontroler.
Gambar 7 Rancangan sistem reaktor polimerisasi-penyalutan
11
Gambar 8 Reaktor polimerisasi-penyalutan
Kontrol dan tahapan reaksi mengikuti algoritma program yang merupakan
fungsi waktu (Gambar 9). Program dimulai dari penyalaan berurutan semua
komponen/alat yang terintegrasi dengan mikrokontroler. Setelah itu, dilanjutkan
dengan menghidupkan kompresor untuk mendorong pereaksi berupa monomer,
penaut silang, dan inisiator sebanyak 1/3 dari total bahan digunakan dalam reaksi
(berdasarkan percobaan pendahuluan). Proses berlanjut dengan pengadukkan,
namun tidak terus menerus, tetapi dipasang berputar dengan ritme tertentu,
dengan waktu putar dan waktu henti yang sama yaitu dua detik. Dalam percobaan
pendahuluan sebelumnya, selubung penyalut terbentuk sempurna pada waktu 3 x
15 menit. Oleh karena itu, tahap sub-reaksi polimerisasi dari 1/3 bahan pereaksi
direncanakan dalam waktu 15 menit dengan perputaran pengaduk nyala-henti
berulang. Reaksi ini berulang sebanyak 3 siklus, dengan tambahan satu siklus
tanpa pereaksi sehingga total siklus ada empat. Siklus tanpa pereaksi ini untuk
menyempurnakan reaksi dan pembilasan saluran pereaksi. Total waktu yang
dibutuhkan untuk reaksi adalah 60 menit atau 1 jam.
Gambar 9 Rancangan program reaksi polimerisasi-penyalutan
12
Pengadukkan dalam reaktor berlangsung dengan perputaran sesaat dan
berhenti secara berulang. Hal ini memberikan gerak percepatan yang terbentuk
tiap saat sehingga diharapkan dapat memberikan pengadukkan efektif dan waktu
diam bagi polimer untuk terdeposisi pada urea granul. Pengadukkan
menggunakan pengaduk magnet (magnetic stirrer), bukan pengaduk mesin, agar
granul tidak rusak karena perputaran yang kuat (Abraham 1997). Pemberian
semua bahan polimerisasi di awal menyebabkan pelarut menjadi kental dan akan
terbentuk deposit dalam jumlah besar sehingga mengganggu perputaran stirrer dan
deposit polimer yang menyelubungi urea tidak merata. Polimer yang terbentuk
juga tidak efektif menyalut karena deposit polimer yang terbentuk juga menempel
pada dinding labu reaksi membentuk agregat besar (Gambar 10). Oleh karena itu,
pemberian bahan pereaksi dikendalikan secara bertahap.
a b
Gambar 10 Deposit polimer pada labu reaksi: (a) Reaksi langsung, (b) Reaksi
sistem terkendali
Setelah proses sintesis penyalutan dengan polimer, granul urea selanjutnya
dilapisi dengan parafin. Pupuk tersalut yang dihasilkan adalah pupuk urea granul
tersalut ganda dengan poliakrilamida bertaut silang MBA (PAM-MBA) dan
parafin dan juga pupuk urea granul tersalut ganda dengan poliakrilat bertaut silang
MBA (PAA-MBA) dan parafin (Gambar 11). Selain itu, pupuk urea juga disalut
dengan parafin saja untuk mempelajari pengaruh salutan parafin sendiri terhadap
pelepasan urea. Parafin digunakan untuk menutup keretakkan atau lubang pada
penyalut polimer yang tidak tertutup dengan sempurna (Abraham 1997). Parafin
bersifat hidrofobik sehingga diharapkan juga mampu menghalangi penetrasi air.
Parafin terlarut pada kloroform diuapkan dengan penguap radas putar pada
tekanan rendah, sehingga kloroform menguap meninggalkan deposit parafin pada
permukaan granul pupuk.
(a) (b) (c)
a b c
Gambar 11 Granul urea: (a) Tidak tersalut, (b) Tersalut PAM-MBA dan parafin,
(c) Tersalut PAA-MBA dan parafin
13
Pencirian
Pemayaran SEM
Pemayaran dengan SEM terhadap potongan melintang urea tersalut
polimer dan parafin menunjukkan morfologi lapisan penyalut tampak menyerupai
serat atau susunan jarum yang saling menyangga, baik pada lapisan penyalut
PAM-MBA dan parafin (Gambar 12) dan lapisan penyalut PAA-MBA dan parafin
(Gambar 13). Rerata tebal lapisan penyalut granul urea tersalut PAM-MBA dan
parafin adalah 243 µm, sedangkan pada penyalut granul urea tersalut PAA-MBA
dan parafin adalah 143 µm. Tebal lapisan ini berbanding terbalik dengan persen
penyalutnya, walaupun tebal lapisan penyalut PAM-MBA dan parafin lebih besar
dibandingkan penyalut PAA-MBA dan parafin tetapi persen penyalutan PAM-
MBA dan parafin lebih kecil dibandingkan dengan PAA-MBA dan parafin.
Persen penyalutan PAM-MBA dan parafin yaitu 17,81%, sedangkan persen
penyalutan dengan PAA-MBA yaitu 19,69%. Hal ini menunjukkan lapisan
penyalut PAM-MBA lebih mengembang dibandingkan PAA-MBA.
L1 = 236 µm
L2 = 210 µm
L3 = 282 µm
Laverage = 243 µm
L2 L3
L1
Mag = 50 X Mag = 750 X
Gambar 12 Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAM-
MBA dan parafin
L1 = 133 µm
L2 = 156 µm
L3 = 141 µm
Laverage = 143 µm L3 L1
L2
Mag = 750 X Mag = 50 X
Gambar 13 Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAA-
MBA dan parafin
14
Analisis Spektroskopi Inframerah
Analisis spektroskopi inframerah dilakukan untuk mencirikan spektrum
bahan dan deposit penyalut granul urea setelah polimerisasi. Spektrum inframerah
pada Gambar 14 menunjukkan perbedaan antara bahan monomer (sebelah kiri)
dan setelah dipolimerisasikan (sebelah kanan). Spektrum IR penyalut granul urea
berbeda dengan spektrum monomer sebagai bahan pereaksi terbanyak dan juga
berbeda dibandingkan dengan bahan pereaksi lainnya. Bahan penyalut ini
terpisahkan dari bahan pereaksinya melalui perlakuan pencucian sebelum
dianalisis spektroskopi IR. Oleh karena itu, spektrum IR yang tampak bukanlah
spektrum hasil pencampuran secara fisik bahan pereaksi. Hal ini menunjukkan
terjadi perubahan struktur secara kimia.
a
c d
e f
ilangan gelom ang (cm- ) ilangan gelom ang (cm- )
ilangan gelom ang (cm- ) ilangan gelom ang (cm- )
ilangan gelom ang (cm- ) ilangan gelom ang (cm- )
Gambar 14 Spektrum IR: (a) akrilamida, (b) PAM-MBA, (c) asam akrilat, (d)
PAA-MBA, (e) MBA, (f) BPO
Spektrum antara penyalut urea dibandingkan pada Gambar 15. Perbedaan
struktur asam akrilat dan akrilamida hanya pada gugus fungsi yang mengikat atom
C karbonil, pada asam akrilat atom C karbonil mengikat –OH, sedangkan
akrilamida mengikat -NH2. Spektrum deposit PAA-MBA dicirikan dengan
serapan vibrasi ulur yang lebar dan kuat dari gugus fungsi O-H pada bilangan
15
gelombang 3400-2400 cm-1
, sedangkan spektrum deposit PAM-MBA dicirikan
secara dominan dengan serapan vibrasi ulur yang kuat dari gugus fungsi N-H pada
bilangan gelombang 3500-3100 cm-1
. Spektrum deposit penyalut PAM-MBA
menunjukkan serapan kuat vibrasi ulur C=O amida pada bilangan gelombang
1662 cm-1
(vibrasi ulur), sedangkan pada spektrum deposit PAA-MBA
menunjukkan serapan kuat vibrasi ulur C=O karboksilat pada bilangan gelombang
1708 cm-1
. Spektrum deposit PAA-MBA memperlihatkan serapan kuat vibrasi
ulur C-O karboksilat pada bilangan gelombang 1227 cm-1
, serapan ini tidak
terlihat pada spektrum deposit PAM-MBA. Spektrum deposit PAM-MBA
memperlihatkan serapan medium vibrasi ulur C-N amida primer pada bilangan
gelombang 1416 cm-1
, PAA-MBA juga menunjukkan serapan tersebut pada
bilangan gelombang 1400 cm-1
yang diduga berasal dari kontaminasi urea yang
tidak tercuci bersih (Pavia 2001).
ilangan gelom ang (cm- )
N-
O-
-O kar oksilat O kar oksilat
O amida
Keterangan: Spektrum deposit penyalut PAM-MBA
Spektrum deposit penyalut PAA-MBA
Gambar 15 Spektrum IR tumpuk antara deposit penyalut pupuk urea
Spektrum pada Gambar 16 memperlihatkan terjadi berkurangnya serapan
medium vibrasi ulur C=C dari spektrum akrilamida pada bilangan gelombang
1614 cm-1
ke poliakrilamida pada bilangan gelombang 1601 cm-1
. Demikian pula
hilangnya serapan C=C pada bilangan gelombang 1636 cm-1
dari spektrum akrilat
ke poliakrilat. Kedua hal ini menunjukkan polimerisasi telah terjadi. Gugus ini
akan berkurang atau hilang saat polimerisasi karena mengalami reaksi adisi.
Spektrum ini juga menunjukkan muncul serapan baru pada bilangan gelombang
1532 cm-1
pada spektrum poliakrilamida dan 1532 cm-1
pada spektrum poliakrilat,
spektrum ini menunjukkan vibrasi tekuk N-H amida primer dan sekunder. Serapan
16
ini menunjukkan taut-silang dengan telah terjadi dengan masuknya N,N-metilena-
bis akrilamida (MBA) yang mempunyai gugus fungsi N-H amida sekunder ke
dalam rantai polimer. Vibrasi tekuk N-H amida primer sulit terlihat pada
akrilamida karena saling menimpa dengan gugus C=O, sehingga serapan N-H
amida sekunder dapat digunakan untuk mengidentifikasi masuknya MBA pada
akrilamida yang mempunyai gugus N-H amida pula.
(cm- )
( )
(cm- )
(a)
(cm- )
(d)
(cm- )
(c)
a b c d
Gambar 16 Spektrum IR pada bilangan gelombang 1500-1750 cm-1
: (a) akrilami-
da, (b) poliakrilamida, (c) akrilat, (d) poliakrilat
Kandungan urea, persen penyalutan, dan daya pembengkakan polimer
Kandungan urea pada pupuk urea granul (urea tanpa penyalut) adalah
100%, sedangkan urea tersalut PAM-MBA dan parafin sebesar 82,19% % atau
persen penyalutan sebesar 17,81% b/b dan urea tersalut PAA-MBA dan parafin
sebesar 80,39% atau persen penyalutan sebesar 19,69% b/b. Komposisi penyalut
ini termasuk besar. Secara umum, bahan penyalut antara 3 sampai dengan 16%
terhadap total berat (Trenkel 2010). Daya pembengkakan (swelling) polimer
penyalut poliakrilamida sebesar 6,61 kali, sedangkan pada poliakrilat sebesar 4,28
kali. Daya pembengkakan ini merupakan ciri polimer hidrofilik bertaut silang
sebagai hidrogel (Mahdavinia et al. 2009). Daya pembengkakan penyalut lebih
kecil daripada pembengkakan polimer hidrogel pada umumnya yang rata-rata 30
kali karena jumlah penaut-silang yang tinggi. Semakin tinggi derajat penaut-
silang, maka akan menurunkan pembengkakan hidrogel (Zheng et al. 2009).
Pelepasan Urea Tersalut dan Kinetikanya
Pelepasan urea ditentukan dalam media air yang statis untuk menentukan
kinetika laju pelepasannya. Hasil analisis pelepasan urea air ditunjukkan pada
Lampiran 2. Hasil uji pelepasan urea dalam air menunjukkan urea tersalut parafin,
urea tersalut PAM-MBA dan parafin, urea tersalut PAA-MBA dan parafin
mencapai kesetimbangan maksimum atau lepas-tercuci mendekati 100% dalam
waktu 30 menit, sedangkan urea tanpa penyalut dalam 10 menit (Gambar 17).
Urea tersalut PAA-MBA dan parafin menunjukkan pelepasan yang paling lambat.
Pelepasan urea yang telah tersalut juga dilakukan dalam media tanah berpasir
17
yang dicuci dengan air dan hasil analisis urea ditunjukkan pada Lampiran 3. Hasil
uji pelepasan urea dalam tanah menunjukkan urea tanpa penyalut sudah lepas-
tercuci mendekati 100% pada menit ke-30, urea tersalut parafin dalam satu hari,
urea tersalut PAM-MBA dan parafin dalam waktu satu jam, sedangkan pada urea
tersalut PAA-MBA dan parafin dalam satu hari (Gambar 18). Laju pelepasan urea
tersalut dengan parafin saja ternyata cukup untuk memberikan efek penghambatan
laju pelepasan urea mendekati urea tersalut PAA-MBA dan parafin. Hal ini
menunjukkan penghambatan pelepasan urea dipengaruhi terutama oleh salutan
parafin karena sifat parafin yang hidrofobik, sedangkan penyalut polimer
poliakrilamida dan poliakrilat merupakan polimer hidrofilik. Penyalut yang
digunakan adalah polimer hidrofilik yang mempunyai karakteristik
pembengkakan polimer. Penyalut pupuk lepas lambat umumnya menggunakan
polimer hidrofobik, berbeda pupuk lepas lambat dengan prinsip matriks berbasis
gel yang bersifat hidrofilik (Trenkel 2010).
Urea tanpa penyalut menunjukkan pelepasan cepat yang dikenal dengan
istilah burst release. Urea tersalut PAM-MBA juga menunjukkan pelepasan urea
lebih cepat mendekati urea tanpa penyalut. Hal ini karena polimer penyalut PAM-
MBA mempunyai daya pembengkakan (swelling) besar yang dapat menyebabkan
lapisan penyalut parafin retak karena tidak elastis dan juga pembesaran pori pada
penyalut polimer. Pelepasan urea tersalut PAM-MBA dan parafin juga lebih cepat
daripada urea tersalut PAA-MBA dan parafin walaupun mempunyai struktur yang
mirip. Hal ini disebabkan daya pembengkakan pada penyalut poliakrilamida 6,61
kali lebih besar daripada poliakrilat sebesar 4,28 kali. Sifat pembengkakan ini
merupakan karakteristik utama bahan poliakrilamida dan poliakrilat yang memang
digunakan sebagai hidrogel atau superabsorben (Mahdavinia et al. 2009). Selain
itu, pelepasan cepat tersebut disebabkan persen penyalutan PAM-MBA yang lebih
kecil, yaitu 17,81%, dibandingkan persen penyalutan dengan PAA-MBA yaitu
19,69%.
Gambar 17 Pelepasan urea dalam air
18
Gambar 18 Pelepasan urea dalam tanah
Pelepasan urea dalam air didekati dengan baik menggunakan model
pertumbuhan ekponensial jenis asosiasi tipe dua pada perangkat lunak Curve
Expert 1.4. Persamaan matematis ini untuk mempelajari kinetika laju pelepasan
urea. Pendekatan model eksponensial ini yang diadaptasikan dari pertumbuhan
populasi pada lingkungan dengan sumber daya terbatas. Model persamaannya
adalah:
(1)
Nilai y adalah interpretasi dari C(t), x interpretasi dari waktu (t), nilai
koefisien a setara dengan nilai C∞ pada persamaan berikut.
(2)
Nilai r (laju pelepasan) diperoleh melalui pendekatan nilai koefisien b, yaitu
mengalikan koefisien a dan b dengan asumsi nilai laju pelepasan tetap.
Berdasarkan model persamaan di atas, pencocokan kurva (curve fitting) dilakukan
dengan model eksponensial pertumbuhan pada sumber daya terbatas (Lampiran 4
– 7) sehingga menghasilkan persamaan sesuai dengan Gambar 19. Pencocokan
kurva dengan model pertumbuhan eksponensial dapat mendekati titik hubungan
waktu-konsentrasi dengan baik, terlihat dari semua nilai koefisien korelasi yang di
atas 0,99. Nilai koefisien persamaan ini disajikan dalam Tabel 2. Pengolahan nilai
ini menghasilkan laju pelepasan urea dalam air pada urea tidak tersalut, urea
tersalut parafin, urea tersalut PAM-MBA dan parafin, dan urea tersalut PAA-
MBA dan parafin berturut-turut adalah 234,25 ppm/menit, 23,84 ppm/menit,
38,63 ppm/menit, 21,04 ppm/menit.
19
S = 14.52332512
r = 0.99615511
Waktu (menit)
Ko
ns
en
tra
si
Ure
a (
pp
m)
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.00.00
80.00
160.00
240.00
320.00
400.00
480.00 , r = 0.996
Urea tersalut parafin
S = 5.12952931
r = 0.99955257
Waktu (menit)
Ko
ns
en
tra
si
Ure
a (
pp
m)
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.00.00
80.00
160.00
240.00
320.00
400.00
480.00
, r = 0.999
Urea tanpa penyalut
S = 10.76042146
r = 0.99742693
Waktu (menit)
Ko
ns
en
tra
si
Ure
a (
pp
m)
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.00.00
80.00
160.00
240.00
320.00
400.00
480.00
, r = 0.997
Urea tersalut PAM-MBA dan
parafin
S = 11.64151396
r = 0.99771002
Waktu (menit)
Ko
ns
en
tra
si
Ure
a (
pp
m)
0.0 40.0 80.0 120.0 160.0 200.0 240.00.00
80.00
160.00
240.00
320.00
400.00
480.00, r = 0.998
Urea tersalut PAA-MBA dan
parafin
Gambar 19 Pencocokan model eksponensial terhadap pelepasan urea dalam air
Tabel 1 Parameter kinetika pelepasan urea
Koefisien
Urea
Tanpa
Penyalut Salut Parafin
Salut PAM-
MBA
Salut PAA-
MBA
a = C∞ (ppm) 486 422 395 420
b 4,82.10-1
5,65.10-2
9,78.10-2
5,01.10-2
r (ppm/menit) 234,25 23,84 38,63 21,04
Berdasarkan data di atas, pengaruh penyalutan terhadap pelepasan difusi
pupuk memberikan pelambatan 11 kali yaitu pada urea tersalut PAA-MBA dan
parafin, berbeda tipis dengan urea tersalut parafin saja, yaitu sebesar 10 kali.
Penyalutan dengan polimer hidrofilik tidak berbeda signifikan dengan parafin
pada penelitian ini. Hal ini sesuai kajian sebelumnya, salutan hidrofobik efektif
digunakan pada pupuk lepas lambat (Trenkel 2010). Kecepatan lepas urea dalam
air statis (pelepasan difusi) lebih cepat dibandingkan dengan pelepasan urea
tercuci dalam tanah (leaching). Hal ini terjadi karena ada interaksi pupuk dengan
tanah, ada proses absorbsi dan deabsorbsi berulang antara urea dan tanah sehingga
menyebabkan laju pelepasan yang lambat dalam tanah (Liang et al. 2009).
Uji pelepasan urea pada penelitian ini menunjukkan pelepasan paling lambat
dalam air adalah 20 menit menurut hasil perhitungan, sedangkan dalam tanah
selama satu hari. Hasil penelitian urea granul lepas lambat Abraham (1997)
dengan penyalut ganda berupa PAM-MBA, polistirena 4%, dan parafin 4%
mempunyai akumulasi persen urea lepas hingga hari ke-14 sebesar 80,43% dan
urea tanpa penyalut sebesar 91,00%. Penelitian Jagadeeswaran et al. (2005)
membuat urea lepas lambat berupa urea terabsorbsi dalam komposit hidrogel
akrilat-carboxymethylcellulose dan montmorillonite. Pupuk tersebut mempunyai
waktu lepas urea dalam air (rilis) lebih lama dibandingkan urea tersalut hasil
penelitian ini, yaitu untuk mencapai konsentrasi kesetimbangan/maksimum dalam
20
72 menit, sedangkan dalam tanah, mencapai konsentrasi maksimum dalam 0,5
jam, dibandingkan dengan urea biasa tanpa perlakuan selama 0,17 jam.
Pelepasan urea dalam tanah diharapkan sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Pola kurva kebutuhan nutrisi tanaman terhadap waktu ditunjukkan Gambar 20 (a).
Oleh karena itu, pola pelepasan urea yang sesuai adalah yang membentuk pola
sigmoidal sesuai dengan Gambar 20 (b) (Trenkel 2010).
a
b
Gambar 20 Kurva: (a) Pola kebutuhan nutrisi tanaman dan (b) pelepasan pupuk
sigmoidal
(Sumber: Lammel 2005 dan Shaviv 2005 dalam Trenkel 2010)
Pencocokan pola kurva dilakukan pada kurva pelepasan urea tercuci dalam
tanah dengan beberapa pendekatan model sigmoidal menggunakan perangkat
lunak Curve Expert 1.4 (Tabel 1). Model sigmoidal yang digunakan terdiri atas
Morgan-Mercer-Flodin (MMF), Logistic, Richards, dan Gompertz relation dengan
persamaan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Urea tanpa penyalut tidak
dapat didekati sama sekali dengan menggunakan keempat model tersebut dengan
model sigmoidal dalam perangkat lunak Curve Expert 1.4. Urea tersalut parafin
menunjukkan kecocokkan dengan model Logistic dengan koefisien korelasi
0,991. Urea tersalut PAM-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan
dua model sigmoidal, yaitu Richards dan Gompertz relation dengan koefisien
korelasi 0,999. Demikian pula dengan urea tersalut PAA-MBA dan parafin
menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu MMF dan Logistic
dengan koefisien korelasi masing-masing 0,999 dan 0,986. Pendekatan model ini
21
menunjukkan bahwa penyalutan pupuk dapat memberikan pengaruh pelepasan
urea berpola sigmoidal. Penyalutan ganda dengan polimer dan parafin
memberikan pendekatan pola sigmoidal yang lebih baik dibandingkan dengan
parafin saja.
Tabel 2 Pencocokan model sigmoidal terhadap pelepasan urea dalam tanah
Urea Model
Tanpa
penyalut
Tidak ada model sigmoidal yang cocok
Tersalut
parafin
S = 4.84969802
r = 0.99085013
X Axis (units)
Y A
xis
(u
nit
s)
0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.20.00
18.33
36.67
55.00
73.33
91.67
110.00
Logistic
Persamaan
a =96,9 r = 0,991
b =10,6
c =3,68
Tersalut
PAM-MBA
& parafin
S = 0.21709691
r = 0.99998163
X Axis (units)
Y A
xis
(u
nit
s)
0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.20.00
18.33
36.67
55.00
73.33
91.67
110.00
Richards
Persamaan
a = 99,9 r = 0,999
b = -2,47
c = 7,96
d =0,0124
S = 0.19997257
r = 0.99998219
X Axis (units)
Y A
xis
(u
nit
s)
0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.20.00
18.33
36.67
55.00
73.33
91.67
110.00
Gompertz Relation
Persamaan
a =99,9 r = 0,999
b =1,88
c =7,88
Tersalut
PAA-MBA
& parafin
S = 0.88783663
r = 0.99977222
X Axis (units)
Y A
xis
(u
nit
s)
0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.20.00
18.33
36.67
55.00
73.33
91.67
110.00
Morgan-Mercer-Flodin (MMF)
Persamaan
a = 22,2 r = 0,999
b = 1,21
c =101
d =1,6
S = 6.45376082
r = 0.98615025
X Axis (units)
Y A
xis
(u
nit
s)
0.0 13.2 26.4 39.6 52.8 66.0 79.20.00
18.33
36.67
55.00
73.33
91.67
110.00
Logistic
Persamaan
a = 95,8 r = 0,986
b = 7,11
c = 1,53