Proposal Terapi Bermain

download Proposal Terapi Bermain

of 18

description

Proposal Terapi Bermain

Transcript of Proposal Terapi Bermain

PROPOSALKEGIATAN TERAPI BERMAIN COLOURING PLAY PADA ANAK USIA 3 TAHUN KE ATAS DI RUANG BOUGENVILLE RSD Dr. HARYOTO KABUPATEN LUMAJANGOleh Kelompok 11. Fajrin Nurrahmi, S. Kep

(082311101012)2. Dian Wahyu Pribadi, S. Kep

(082311101013)

3. Ardini Fitri Diana, S. Kep

(082311101023)4. Mahendra Pandu Negara, S. Kep(082311101032)

5. Mifta Dwi Imaniah, S. Kep

(082311101040)

6. Siwi Lutfiah Mustika Sari, S. Kep(092311101072)PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014PRAKATA

Puji syukur dan sembah sujud kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal kegiatan terapi bermain di Ruang Anak (Bougenville) Rumah Sakit Daerah dr. Haryoto Kabupaten Lumajang. Penulis menyadari bahwa penulisan proposal kegiatan ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada:

1. Pembimbing klinik yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga laporan kegiatan ini dapat tersusun dengan baik;

2. Dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan bimbingan sehingga proposal ini dapat tersusun dengan baik;

3. Jajaran perawat dan karyawan Ruang Anak (Bougenville) Rumah Sakit Daerah dr. Haryoto Kabupaten Lumajang;

4. teman-teman Program Pendidikan Profesi PSIK Unej atas semangat dan kerjasamanya.Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan proposal ini. Penulis berharap, semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.Lumajang, Juni 2014 PenulisBAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Efek hospitalisasi yang dialami anak saat dirawat di rumah sakit perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan masalah agar saat dirawat seorang anak mengetahui dan kooperatif dalam menghadapi permasalahan yang terjadi saat perawatan. Reaksi stres yang ditunjukkan anak saat dilakukan perawatan sangat bermacam-macam seperti ada anak yang bertindak agresif yaitu sebagai pertahanan diri dengan mengeluarkan kata-kata mendesis dan membentak serta menutup diri dan tidak kooperatif saat menjalani perawatan (Alifatin, 2003).

Perawat dapat membantu orangtua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anaknya di rumah sakit karena perawat berada di samping pasien selama 24 jam. Fokus intervensi keperawatan adalah meminimalkan dukungan psikologis pada anak anggota keluarga. Salah satu intervensi keperawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada anak adalah dengan memberikan terapi bermain. Terapi bermain dapat dilakukan sebelum melakukan prosedur pada anak, hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa tegang dan emosi yang dirasakan anak selama prosedur (Suparto, 2003 dikutip dari Mulyaman, 2008).Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, perlu adanya suatu kegiatan yang dapat melepaskan anak dari ketegangan dan stress yang dialaminya, salah satunya yaitu dengan terapi bermain. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial. Bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2003).

Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuatnya menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli psikolog mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.Terapi bermain diyakini mampu menghilangkan batasan, hambatan dalam diri, stres, frustasi serta mempunyai masalah emosi dengan tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang diharapkan (Nurjaman, 2006 dikutip oleh Mulyaman, 2008). Anak yang pertama kali mengalami rawat inap menunjukkan perilaku ingin ikut pada orang tuanya terus menerus, menangis ketika dilakukan tindakan medis atau tindakan perawatan, anak tidak menjawab pertanyaan perawat atau orang baru yang ditemuinya, anak terlihat takut pada perawat yang datang oleh karena trauma pada hari sebelumnya.

Dengan aktivitas bermain diharapkan dapat dijadikan salah satu cara untuk mengajak anak untuk kooperatif dalam perawatan dan dapat memperlancar pemberian pengobatan dan perawatan. Hal ini akan mempercepat proses penyembuhan penyakit anak dan dapat mencegah pengalaman yang traumatik saat anak mendapat perawatan lagi di rumah sakit.1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan UmumSetelah diajak bermain, diharapkan anak dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.

1.2.2 Tujuan KhususSetelah diajak bermain selama 35 menit, anak diharapkan:

1. Gerakan motorik halusnya lebih terarah2. Berkembang kognitif anak3. Dapat mewarnai gambar yang disukainya4. Dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebaya yang dirawat di ruang yang sama5. Kejenuhan selama dirawat di RS berkurang

6. Melatih kerjasama mata dan tangan.

7. Melatih daya imajinasi.BAB 2. TINJAUAN TORI

2.1 Pengertian

Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stres karena hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan karena situasi tersebut sering disertai stress berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).

Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif menurunkan stres pada anak dan penting untuk mensejahterakan mental dan emosional anak (Champbel & Glaser, 1995 dikutip oleh Supartini, 2004). Bermain dapat dijadikan sebagai suatu terapi karena berfokus pada kebutuhan anak untuk mengekspresikan diri mereka melalui penggunaan mainan dalam aktivitas bermain dan dapat juga digunakan untuk membantu anak mengerti tentang penyakitnya (Mc. Guiness, 2001). 2.2 Fungsi Bermain

Anak bermain pada dasarnya agar memperoleh kesenangan, sehingga dia tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial (Soetjiningsih, 1995). Anak dengan bermain dapat mengungkapkan konflik yang dialaminya, bermain cara yang baik untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran dan kedukaan. Anak dengan bermain dapat menyalurkan tenaganya yang berlebihan dan ini adalah kesempatan yang baik untuk bergaul dengan anak lainnya (Soetjiningsih, 1995).2.3 Macam Bermain

1) Bermain aktif

Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif meliputi :

a. Bermain mengamati/menyelidiki (Exploratory Play)

Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut, memperhatikan, mengocok-ocok apakah ada bunyi, mencium, meraba, menekan dan kadang-kadang berusaha membongkar.

b. Bermain konstruksi (Construction Play)

Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok menjadi rumah-rumahan.

c. Bermain drama (Dramatic Play)

Misal bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan teman-temannya.

d. Bermain fisik

Misalnya bermain bola, bermain tali dan lain-lain.

2) Bermain pasif

Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat dan mendengar. Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bernmain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.

Contoh: Melihat gambar di buku/majalah, mendengar cerita atau musik, menonton televisi dan sebagainya. Dalam kegiatan bermain kadang tidak dapat dicapai keseimbangan dalam bermain, yaitu apabila terdapat hal-hal seperti dibawah ini :

a. Kesehatan anak menurun. Anak yang sakit tidak mempunyai energi untuk aktif bermain.

b. Tidak ada variasi dari alat permainan.

c. Tidak ada kesempatan belajar dari alat permainannya.

d. Tidak mempunyai teman bermain.

2.4 Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Bermain

1. Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.

2. Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.

3. Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat pada keterampilan yang lebih majemuk.

4. Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin bermain.

5. Jangan memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit.2.5 Bentuk-Bentuk Permainan

Dalam penggunaan alat permainan pada anak tidaklah selalu sama dengan setiap usia tumbuh kembang melainkan berbeda, hal ini dikarenakan setiap tahap usia tumbuh kembangan anak selalu mempunyai tugas-tugas perkembangan yang berbeda sehingga dalam penggunaan alat selalu memperhatikan tugas masing-masing umur tumbuh kembang. Di bawah ini terdapat jenis alat permainan yang dapat digunakan untuk anak setiap tahap usia tumbuh kembang anak.

1. Anak usia bayi.

a) Bayi usia 0-3 bulan

Seperti disinggung pada uraian sebelumnya, karakteristik khas permainan bagi usia bayi adalah adanya interaksi sosial yang menyenangkan antara bayi dan orang tua dan atau orang dewsa sekitarnya. Selain itu perasaan senang juga menjadi ciri khas dari permainan untuk bayi usia ini. Alat permainan yang biasa digunakan, misalnya mainan gantung ang berwarna terang dengan bunyi musik yang menarik. Dari permainan tersebut, secara visual bayi diberi objek yang berwarna terang dengan tujuan dengan menstimulasi penglihatannya. Oleh karena itu bayi harus ditidurkan atau diletakkan pada posisi yang emungkinkan agar dapat memandang bebas kesekelilingnya. Secara auditori ajak bayi berbicara, beri kesempatan untuk mendengar pembicaraan, musik, dan nyanyian yang menyenangkan.

b) Bayi Usia 4-6 bulan

Untuk menstimulasi penglihatan, dapat ilakukan permainan, seperti mengajak bayi menonton TV, memberi mainan yang mudah dipegangnya dan berwarna terang, serta dapat pula dengan cara memberi cermin dan meletakkan bayi di depannya sehingga memungkinkan bayi dapat melihat bayangan di cermin. Stimulasi pendengaran dapat dilakukan denagn cara selalu membiasakan memanggil namanya, mengulangi suara yang dikeluarkannya, dan sering berbicara dengan bayi, serta meletakkan mainan yang berbunyi di dekat telinganya. Untuk stimulasi taktil, berikan mainan yang dapat igenggamnya, lembut, dan lentur, atau pada saat memandikan, biarkan bayi bermain air di dalam bak mandinya.

c) Bayi usia 7-9 bulan.

Untuk stimulasi penglihatan, dapat dialakukan dengan memberikan mainan yang berwarna terang, atau berikan kepadanya kertas dan alt tulis, biarkan ia mencoret-coret sesuai keinginannya. Stimulasi pendengaran dapat dilakukan dengan memberi bayi bonek yang berbunyi, mainan yang bisa dipeang dan berbunyi jika digerakkan. Untuk itu alat permainn yang dapat diberikan pada bayi, misalnya buku dengan warna yang terang dan mencolok, gels dan sendok yng tidak pecah, bola yang besar, berbagai macam boneka, dan atau mainan yang dapat di dorong.

Secara garis besar pada usia 0-1 tahun perkembangan bayi mulai dapat dilatih dengan adanya refleks, melatih kerja sama antara mata dan tangan, mata dan telinga dalam berkoordinasi, melatih mencari objek yang ada tetapi tidak kelihatan, melatih mengenal suara, kepekaan perabaan, keterampilan dengan gerakan yang berulang, sehingga fungsi bermain pada usia ini sudah dapat memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan. Jenis permainan yang dianjurkan pada usia ini antara lain: benda (permainan) aman yang dapat dimasukkan kedalam mulut, ambar bentuk muka, boneka orang dan binatang, alat permainan yang dapat digoyang dan menimbulkan suara, alat permainan yang berupa selimut, boneka, dan lain-lain.

2. Anak usia todler (>1 tahun sampai 3 tahun)

Anak usia todler menunjukkan karakteritik yang khas, yaitu banyak bergerak, tidak bisa diam, dan mulai mengembangkan otonomi dan kemampuannya untuk dapat mandiri. Oleh karena itu, dalam melakukan permainan, anak lebih bebas, spontan, dan menunjukkan otonomi baik dalam memilih mainan maupun dalam aktivitas bermainnya. Anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Oleh karena itu, sering kali mainannya dibongkar pasang, bahkan dirusaknya. Untuk itu harus diperhatikan keamanan dan keselamatan anak dengan cara tidak memberikan alat permainan yang tajam dan menimbulkan perlukaan.

a) Pada usia 1-2 tahun jenis permainan yang dapat digunakan pada usia 1-2 tahun pada dasarnya bertujuan untuk melatih anak melakukan gerakan mendorong atau menarik, melatih melakukan imajinasi, melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari dan memperkenalkan beberapa bunyi dan mampu membedakannya. Jenis permainan ini seperti semua alat permainan yang dapat didorong dan ditarik, berupa alat rumah tangga balok-balok, buku bergambar, kertas, pensil earna, dan lain-lain.

b) Pada usia 2-3 tahun dianjurkan untuk bermain dengan tujuan menyalurkan perasaan atau emosi anak, mengembangkan keterampilan berbahasa, melatih motorik kasar dan halus, mengembangkan kecerasan, melatih daya imajinasi dan melatih kemampuan membedakan permukaan dan warna benda. Adapun jenis permainan pada usia ini yang dapat digunakan antara lain: alat-alat untuk gambar, puzzle sederhana, manik-manik ukuran besar, berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang berbeda-beda dan lain-lain.3. Anak usia prasekolah (>3 tahun sampai 6 tahun)

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia prasekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan haus yang lebih matang dari pada anak usia todler. Anak sudah lebih aktif, kreatif, dan imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan sosial dengan temannya semakin meningkat.

Pada usia 3-6 tahun anak sudah mulai mampu mengembangkan kreativitasnya dan sosialisasi sehingga sangat diperlukan permainan yang dapat mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan, kemampuan berbahasa, mengembangkan kecerdasan, menumbuhkan sportifitas, mengembangkan koordinasi motorik, mengembangkan dalam mengontrol emosi, motorik kasar dan halus, memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan dan memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong. Sehingga jenis permainan yang dapat digunakan pada anak usia ini seperti benda-benda disekitar rumah, buku gambar, majalah anak-anak, alat gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting, dan air.

4. Anak usia sekolah (6 sampai 12 tahun)

Kemampuan sosial anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih mampu bekrja sama dengan teman sepermainanya. Sering kali pergulan dengan teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Denagn demikian, permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan fisik atau intelektulnya, tetapi juga dapat mengembangkan sensitivitasnya unuk terlibat alam kelompok dan bekerja sama dengan sesamanya. Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat iterima dala kelompoknya. Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia sekolah adalah mengembangkan kmampuannya unuk bersaing secara sehat. Bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan yang ditunjukkannya.

Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah diberikan menurut jenis kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang laki-laki, misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih tepat iberikan permainan yang dapat menstimulasinya untuk mengembangkan perasaan, pemikiran, dan sikapnya dalam menjalankan peran sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka.

5. Anak usia remaja (13 sampai 18 tahun)

Anak usia remaja berada dalam suatu fase peralihan, yaitu disatu sisi akan meninggalkan masa kanak-kanak dan di sisi lain masuk pada usia dewasa dan bertindak sebagai individu. Oleh karena itu, dikatakan bahwa anak remaja akan mengalami krisis identitas dan apabila tidak sukses melewatinya, anak akan mencari kompensasi pada hal berbahaya, seperti mengonsumsi obat-obat terlarang, minuman keras, dan sek bebas. Anak sering kali menyendiri, berkhayal, atau melamun, di sisi lain mereka mempunyai geng sesama anak renaja. Disini pentingnya keberadaan oran tua sebagai teman bicara, dan sebagai orang tua yang mengetahui kebutuhan meraka.

Melihat karakteristik anak remaja demikian, mereka perlu mengisi kegiatan yang konstruktif, misalnya dengan melakukan permainan berbagai macam olah raga, mendengarkan atau bermain musik serta melakukan kegiatan organisasi yang positif, seperti kelompok basket, sepak bola, karang taruna, dan lain-lain. Prinsipnya, kegiatan bermain bagi anak remaja tidak hanya sekedar mencari kesenangan dan meningkatkan perlembangan fisioemosional, tetapi juga lebih kearah menyalurkan minat, bakat, dan aspirasi serta membantu remaja untuk menemukan identitas pribadinya. Untuk itu alat permainan yang tepat bisa berupa berbagai macam alat olahraga, alat musik, dan alat gambar atau lukis.

2.6 Prinsip Bermain Pada Anak Hospitalisasi

a. Tidak membutuhkan banyak energi

b. Waktunya singkat

c. Mudah dilakukan

d. Aman

e. Kelompok umur

f. Tidak bertentangan dengan terapi

g. Melibatkan keluarga2.7 Manfaat Bermain di Rumah SakitAda banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain: a. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar. b. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol.

c. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan. d. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh.

e. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan peralatan dan prosedur medis. f. Memberi peralihan dan relaksasi. g. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing.

h. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan perasaan. i. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang positif terhadap orang lain. j. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat. k. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik.BAB 3. PELAKSANAAN KEGIATAN TERAPI BERMAIN3.1 Rancangan bermainKegiatan terapi bermain yang kelompok buat untuk mengembangkan mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap stres karena penyakit dan dirawat. Kegiatan diawali dengan penjelasan tatacara permainan dan tujuannya. Tatacara permainan dimulai dengan memberikan anak kertas yang sudah ada gambar edukasi tanpa warna. Anak diminta untuk mewarnai kertas bergambar tanpa warna yang di sesuaikan dengan warna yang sesungguhnya. Setiap anak akan di berikan dua gambar yang diharapkan anak tersebut dapat menyebutkan gambar apa dan maengembangkan pemikiran mereka tentang manfaat dari gambar yang mereka dapatkan. Kegiatan ini akan diiringi dengan musik anak-anak untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dan petugas kesehatan harus selalu memberikan penghargaan positif pada setiap keberhasilan yang dicapai sesuai kemampuan masing-masing anak. 3.2 Media dan Alata. Kertas bergambarb. Pensil warnac. Benang d. Lem

3.3 Sasarana. Kelompok usia: anak usia 3 tahun keatasb. Keadaan umum baikc. Tidak terdapat keterbatasan mobilitasd. Kooperatife. Jumlah peserta: sesuai jumlah pasien pada hari tersebut yang memenuhi persyaratan3.4 Waktu Pelaksanaana. Hari / Tanggal : Rabu, 4 Juni 2014

b. Waktu : 30 menit

c. Tempat : Ruang Bougenville 3.5 Pengorganisasian Leader: Ardini Fitri Diana, S.Kep

Co Leader: Fajrin Nurrahmi, S.Kep

Observer: Siwi Lutfia Mustikasari, S.Kep

Fasilitator: Mifta Dwi Imaniah, S.Kep

Mahendra Pandu Negara, S.Kep

Dian Wahyu Pribadi, S. Kep3.6 Pembagian Tugas1. Leader

: Ardini Fitri Diana, S.KepPeran Leadera. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi untuk mengekspresikan perasaannya

b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau mendominasi

c. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan

2. Co Leader: Fajrin Nurrahmi, S.KepPeran Co Leadera. Mengidentifikasi isu penting dalam proses

b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leaderc. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok yang akan dating

d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesi berikutnya3. Fasilitator: Mifta Dwi Imaniah, S.Kep Mahendra Pandu Negara, S.Kep Dian Wahyu Pribadi, S. Kep

Peran Fasilitatora. Mempertahankan kehadiran peserta

b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta

c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar maupun dari dalam kelompok4. Observer : Siwi Lutfia Mustikasari, S.Kep Peran Observera. Mengamati keamanan jalannya kegiatan terapi bermainb. Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan

c. Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan terapi bermaind. Menilai performa dari setiap anggota kelompok dalam melakukan terapi bermain3.7 Setting Tempat

Keterangan :

: Leader

: Klien

: Co Leader

: Observer

: Fasilitator

: Klien

Petunjuk:

Klien duduk melingkar bersama perawat

DAFTAR PUSTAKA

Alifatin. A., Irma. S. (2001). Pengaruh Terapi Bermain. 13 September 2010. Dikutip dari http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?option=com_content&do)pdf=1&id=10Harsono. Y. 2005. Pengaruh Terapi Bermain terhadap Perilaku Kooperatif Anak selama Menjalani Perawatan di RS. Dr. Sardjito. Yogyakarta: Proposal penelitian Fakultas Ilmu Keperawatan UGM.Hurlock. E. B. 1998. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.Mc. Guiness. V. A. (2001). What is Play Therapy. 15 Oktober 2010. Dikutip dari http://www.kidstherapyplace.com//Mulyaman. I. (2006). Terapi Bermain untuk Mengurangi Tingkat Kecemasan Akibat hospitalissai pada Anak Usia Sekolah. 22 Oktober 2010. Dikutip dari http://blognurse.blogspot.com.com/2010/12/terapi-bermain-untuk mengurangi-tingkat.html atau Hari dalam Kehidupan Arfianto.Rere. 2011. Terapi Bermain. http://rereners.blogspot.com/2011/02/terapi-bermain.html. [diakses 18 April 2014].Sacharin. R. M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi I. Jakarta: EGC.

Soetjiningsih. 1988. Tumbuh Kembang Anak. EGC: Jakarta.Suparto. H. (2002). Mewarnai Gambar sebagai Metoda Penyuluhan untuk Anak: Studi Pendahuluan pada Program Pemulihan Anak Sakit IRNA Anak RSUD Soetomo. Surabaya: Buleyin IKA No.VII.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik Edisi 4. EGC : Jakarta.