Terapi Bermain Nonton Video

27
PRE-PLANNING PROGRAM TERAPI BERMAIN: MENONTON VIDEO PADA KELOMPOK ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN MASALAH : UNTUK MENGURANGI TINGKAT KECEMASAN HOSPITALISASI DIRUANG ANAK RSUP DR.M.DJAMIL PADANG Oleh Kelompok 2 1. Tajri Adnan 2. Triyoga 3. Rahmat Ali 4. Istanto 5. Amin Begi 6. Wira Selvia 7. Siska Septriyani 8. Puji Rahayu 9. Rima Handayani 10. Zakiah Putriani

Transcript of Terapi Bermain Nonton Video

Page 1: Terapi Bermain Nonton Video

PRE-PLANNING

PROGRAM TERAPI BERMAIN: MENONTON VIDEO PADA

KELOMPOK ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN MASALAH :

UNTUK MENGURANGI TINGKAT KECEMASAN

HOSPITALISASI DIRUANG ANAK

RSUP DR.M.DJAMIL

PADANG

Oleh

Kelompok 2

1. Tajri Adnan

2. Triyoga

3. Rahmat Ali

4. Istanto

5. Amin Begi

6. Wira Selvia

7. Siska Septriyani

8. Puji Rahayu

9. Rima Handayani

10. Zakiah Putriani

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM

JAMBI

2013

Page 2: Terapi Bermain Nonton Video

PRE-PLANNING

PROGRAM TERAPI BERMAIN : MENONTON VIDEO PADA

KELOMPOK ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN MASALAH :

HOSPITALISASI DIRUANG ANAK

RSUP DR.M.DJAMIL

PADANG

Topik : Bersosialisasi dan menonton video

Terapis : 10 orang mahasiswa STIKBA JAMBI

Sasaran : Klien (anak) yang kooperatif ( 3-6 orang) dan klien yang sesuai dengan

kriteria usia pra sekolah.

A. Latar belakang

Kecemasan adalah satu perasaan subjektif yang dialami seseorang

terutama oleh adanya pengalaman baru, termasuk pada pasien yang akan

mengalami tindakan invasif seperti pembedahan. Dilaporkan pasien mengalami

cemas karena hospitalisasi, pemeriksaan dan prosedur tindakan medik yang

menyebabkan perasaan tidak nyaman (Rawling, 1984).

Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik dan aktivitas saraf otonom

dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik yang sering

ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Carpenito,

2000).

Tingkat Kecemasan Manusia dapat digolonkan pada empat tingkatan

kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik

Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses karena

suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di

rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke

rumah.

Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapat menjadi suatu

pengalaman yang menimbulkan trauma, baik pada anak, maupun orang tua.

Sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja

Page 3: Terapi Bermain Nonton Video

sama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit. Bila

koping yang digunakan salah dan tidak berhasil akan menimbulkan suatu krisis

yang berdampak pada anak dan keluarga. Krisis akan berperan sebagai inhibitor

dalam proses pengobatan dan perawatan yang mengalami gangguan fisik dan

mental. Faktor penyembuh itu memerlukan dukungan emosional keluarga dan

perawat perlu mengadakan pembinaan hubungan yang terapeutik dengan anak

dan keluarga, salah satunya dengan mengadakan terapi bermain.

Dari observasi yang telah dilakukan kelompok, didapatkan rata-rata

40% pasien yang dirawat di bangsal anak adalah dengan usia 3-6 tahun (pra

sekolah) yang masih terbatas dengan proses pengobatan, perawatan dan

kebutuhan bermain anak. Jumlah anak pra sekolah yang di jumpai selama

observasi adalah sebanyak 6 orang. 4 dari 6 anak mengalami stress hospitalisasi.

Oleh sebab itu kelompok memilih melakukan terapi bermain pada kelompok

anak usia pra sekolah.

Diantara intervensi keperawatan anak, terapi bermain sangat efektif

karena dapat mengetahui perkembangan fisik, mental, intelektual dan sosial anak

sebagai wadah pembinaan hubungan interpersonal antara klien dan perawat.

Banyak jenis permainan yang dapat diterapikan pada anak, salah satu terapinya

adalah menonton video. Suatu kegiatan yang akan dilakukan oleh anak

menyusun puzzle, pertama puzzle diambil, diacak, terus mencocokkan ke tempat

atau bentuk gambar yang sesuai. Permainan yang dilakukan bertujuan untuk :

melatih kerjasama mata dan tangan serta melatih keterampilan dengan gerakan

berulang-ulang. Sehingga dengan adanya terapi bermain menyusun puzzle

diharapkan klien bisa bersosialisai dengan baik pada semua klien (anak) dalam

bentuk bermain berkelompok serta diharapkan bisa mengurangi trauma

hospitalisasi anak terhadap rumah sakit.

B. Tujuan

a) Tujuan Umum

Meningkatkan kemampuan dalam bersosialisai yang baik pada semua

klien (anak) dalam bentuk bermain berkelompok dan sebagai lahan untuk

Page 4: Terapi Bermain Nonton Video

tempat bermain serta mengurangi trauma hospitalisasi anak terhadap rumah

sakit.

b) Tujuan Khusus

Setelah mengikuti kegiatan terapi bermain diharapkan klien mampu:

1. Mengungkapkan perasaan tentang visualisasi

2. Mampu mengembangkan kemampuan motorik halus dan kasar

3. Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan teman sebaya

4. Mencontohkan dan menunjukkan video

5. Menyimpulkan hasil tontonan

6. Mencontohkan kepada teman yang lain

C. Pengorganisasian

1) Leader : Idris

2) Co-Leader : Siska setriyani

3) Observer :

1. Rima Handayani 9. Siska tri utami

2. Rahmat Ali 10. Renita marisa

3. Zakiah Putriyani 11. Elissa novalia

4. Amin Begi 12. Mayliza Mz.

5. Istanto 13. Gustina

6. Fuji Rahayu 14. Retno Astrini7. Aula reci 15. Marsal Wendi8. Yayanng wahyuni 16. Melisa oktavia

4) Fasilitator :

1. Trie yoga prio sismanto 6. Gezza merry Kurniati

2. Wira Selvia 7. Fauziah Akrama

3. Tajri Adnan 8. Indra Alfalah

4. Nopriandi 9. Ezi siswanti5. Agustri Afriman

Page 5: Terapi Bermain Nonton Video

D. Uraian Tugas

1) Leader

Menjelaskan tujuan bermain

Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok

Menjelaskan aturan bermain pada anak

Mengevaluasi perasaan setelah pelaksanaan

2) Co.Leader

Membantu leader dalam mengorganisasi anggota.

3) Fasilitator

Menyiapkan alat-alat permainan

Memberi motivasi kepada anak untuk mendengarkan apa yang sedang

dijelaskan.

Mempertahankan kehadiran anak

Mencegah gangguan/hambatan terhadap anak baik luar maupun dalam.

4) Observer

Mencatat dan mengamati respon klien secara verbal dan non verbal.

Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku,

Mencatat dan mengamati peserta aktif dari program bermain

E. Setting Tempat

Keterangan :

= Leader = Co-Leader

= Observer = Observer

= Klien = layar

= pembimbing

Page 6: Terapi Bermain Nonton Video

F. Kriteria Anak

Kriteria anak yang akan mengikuti kegiatan adalah :

Keadaan umum anak sedang

Anak yang kooperatif

Anak berusia 3-6 tahun

G. Proses Seleksi

1. Identifikasi klien yang masuk dalam criteria anak

2. Membuat kontrak dengan keluarga klien

Menjelaskan tujuan kegiatan

Menjelaskan waktu dan tempat kegiatan

Membuat perjanjian mengikuti peraturan dalam

bermain

Menjelaskan kepada anak dan keluarga untuk

menonton video yang telah diberikan.

H. Uraian Struktur Kegiatan

1. Hari / tanggal : Rabu / 8 Januari 2014

2. Tempat : Ruang terapi bermain anak

3. Waktu : 11.00 WIB

4. Jumlah Anggota : 3– 6 orang

5. Metoda : menonton , Tanya jawab

6. Perilaku yang diharapkan dari anggota

- Klien (anak) dapat saling memperkenalkan diri dan menyebutkan hobi

dan cita-citanya

- Klien (anak) dapat menonton dengan baik dan benar

- Klien (anak) dapat meningkatkan sosialisasi dan mengekpresikan

perasaan melalui permainan ini

- Klien (anak) dapat merasa nyaman berinteraksi dengan pasien lain dan

juga perawat

7. Perilaku yang diharapkan leader

- Menjelaskan tujuan aktivitas

Page 7: Terapi Bermain Nonton Video

- Memperkenalkan anggota terapis

- Menjelaskan aturan permainan

- Memberikan respon yang sesuai dengan perilaku anggota

- Menyimpulkan keseluruhan aktivitas anggota

8. Perilaku yang diharapkan dari Co Leader

- Menyampaikan informasi dan fasilitator kepada leader

- Membantu leader dalam melaksanakan tugasnya

9. Perilaku yang diharapkan dari fasilitator

- Mampu memfasilitasi klien yang kurang aktif

- Mampu memotivasi klien

10. Perilaku yang diharapkan dari Observer

- Mampu mengobservasi jalannya terapi bermain

- Mengamati dan mencatat jumlah anggota yang hadir

- Melaporkan tentang hasil terapi pada masing-masing anak.

- Membuat kesimpulan, evaluasi dan mendiskusikan tentang kondisi anak

kepada orang tua, untuk ditindak lanjuti oleh orang tua.

I. Kegiatan Terapi Bermain

No Waktu Kegiatan TerapisKegiatan Peserta

(Anak dan Orang Tua)

1

2

2 menit

5 menit

Pra interaksi

Mempersiapkan alat Mempersiapakan Klien

Fase orientasi

Memusatkan perhatian anak-anak

Mengucapakan Salam Memperkenalkan diri dan

pembimbing Menjelaskan tujuan, kontrak

waktu dan topik Memperkenalkan klien dan

melibatkan orang tua dalam kegiatan

Memperhatikan

Memperhatikan

Menjawab salam

Mendengarkan

Mendengarkan

Berpartisipasi

Page 8: Terapi Bermain Nonton Video

2 30 menit Fase kerja

Bersosialisasi melalui

permainan

Memandu anak untuk

menonton video

Memberi reinforcement atas

tindakan peserta

Menanyakan pendapat anak

tentang menonton video

Memberi reinforcement

Anak berpartisipasi

dengan baik

Menonton video

Mendengarkan

Menjawab

Mendengarkan

3 8 menit Fase Terminasi

Menyudahi permainan

Menanyakan perasaan anak

sesudah bermain

Mengucapkan terimakasih

pada orang tua dan anak

Memberi salam

Mendengarkan

Menjelaskan perasaannya

Mendengarkan

Menjawab salam

J. Media

- Infokus

- layar

K. Evaluasi

1. Evaluasi struktur

- Peserta 3– 5 orang

- Peserta duduk ditempat yang telah disediakan atau ditempat yang

diinginkan oleh anak

2. Evaluasi proses

- Klien tidak meninggalkan tempat selama kegiatan berlangsung.

Page 9: Terapi Bermain Nonton Video

- Klien aktif dan dapat mengikuti semua rangkaian kegiatan dengan

tertib

- Klien dapat mengikuti terapi sesuai dengan aturan permainan

3. Evaluasi hasil

- Anak mampu menggunakan daya imajinasinya sambil bermain

dengan baik : 80 %

- Anak mempunyai teman kenalan yang baru : 80%

Page 10: Terapi Bermain Nonton Video

Materi A. Kecemasan

Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai

berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi dalam berbagai situasi

kehidupan maupun gangguan sakit. Selain itu kecemasan dapat menimbulkan

reaksi tubuh yang akan terjadi secara berulang seperti rasa kosong di perut,

sesak nafas, jantung berdebar, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang

air kecil dan buang air besar. Perasaan ini disertai perasaaan ingin bergerak

untuk lari menghindari hal yang dicemaskan (Stuart and Sundeen,

1998).Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat

menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah

perawatan (Stevens, 1992).

Penyebab terjadinya kecemasan sukar untuk diperkiraan dengan tepat.

Hal ini disebabkan oleh adanya sifat subyekif dari kecemasan, yaitu : Bahwa

kejadian yang sama belum tentu dirasakan sama pula oleh setiap orang.

Dengan kata lain suatu rangsangan atau kejadian dengan kualitas den

kuantitas yang sama dapat diinterprestasikan secara berbeda antara individu

yang satu dengan yang lainnya.

Teori kognitif menyatakan bahwa reaksi kecemasan timbul karena

kesalahan mental. Kesalahan mental ini karena kesalahan menginterpetasikan

suatu situasi yang bagi individu merupakan sesuatu yang mengancam.

Melalui teori belajar sosial kognitif, Bandura menyatakan bahwa takut dan

kecemasan di hasilkan dari harapan diri yang negatif karena mereka percaya

bahwa mereka tidak dapat mengatasi dari situasi yang secara potensial

mengancam bagi mereka.

Sedangkan berdasarkan sumber timbulnya kecemasan, Freud (Dalam

Calvin S. Hall, 1993) membedakan kecemasan menjadi 3 macam, yaitu : a.

Page 11: Terapi Bermain Nonton Video

Kecemasan Neurotik (Neurotic Anxiety), yaitu kecemasan yang berhubungan

erat dengan mekanisme pembelaan diri, dan juga disebabkan oleh perasaan

bersalah atau berdosa, konflik-konflik emosional yang serius, frustasi, serta

ketegangan-ketegangan batin; b. Kecemasan Moral (Anxiety of moral

conscience/super ego), yaitu rasa takut akan suara hati, di masa lampau

pribadi pernah melanggar norma moral dan bisa di hukum lagi, misalnya

takut untuk melakukan perbuatan yang melanggar ajaran agama; c.

Kecemasan Realistik (Realistic Anxiety), yaitu rasa takut akan bahaya-bahaya

nyata di dunia luar, misalnya takut pada ular berbisa.

B. Hospitalisasi

Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang

karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk

tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai

pemulangannya kembali ke rumah. Penelitian membuktikan bahwa

hospitalisasi anak dapt menjadi suatu pengalaman yang menimbulkan trauma,

baik pada anak, maupun orang tua. Sehingga menimbulkan reaksi tertentu

yang akan sangat berdampak pada kerja sama anak dan orang tua dalam

perawatan anak selama di rumah sakit. Oleh karena itu betapa pentingnya

perawat memahami konsep hospitalisasi dan dampaknya pada anak dan orang

tua sebagai dasar dalam pemberian asuhan keperawatan (Supartini, 2002).

Tingkah laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal

menurut Stevens tahun 1992 dari :

1.     Kelemahan untuk berinisiatif.

2.     Kurang/ tak ada perhatian tentang hari depan.

3.     Tak berminat (ada daya tarik).

4.     Kurang perhatian cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat

pandangan luas.

5.     Ketergantungan dari orang-orang yang membantunya.

Page 12: Terapi Bermain Nonton Video

C. Reaksi hospitalisasi berdasarkan periode perkembangan anak

Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi,

klien (dalam hal ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari

segala macam bentuk perubahan yang ia alami, seperti perubahan lingkungan,

suasana, dan lain sebagainya. Stressor dan reaksi hospitalisasi sesuai dengan

tumbuh kembang pada anak  Menurut Novianto dkk, 2009:

1) Masa bayi (0-1 tahun)

Dampak perpisahan, usia anak > 6 bulan terjadi stanger anxiety (cemas),

menangis keras.

a) Pergerakan tubuh yang banyak.

b) Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan

2) Masa todler (2-3 tahun)

Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon

perilaku anak dengan tahapnya dengan :

a) Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain.

b) Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan

minat bermain, sedih, apatis.

c) Pengingkaran / denial.

d) Mulai menerima perpisahan.

e) Membina hubungan secara dangkal.

f) Anak mulai menyukai lingkungannya.

3) Masa prasekolah (3-6 tahun)

Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman,

sehingga menimbulkan reaksi agresif.

a)     Menolak makan

b)      Sering bertanya

c)      Menangis perlahan

d)     Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan

4) Masa sekolah (6-12 tahun)

Perawatan di rumah sakit memaksakan ;

Page 13: Terapi Bermain Nonton Video

a)      Meninggalkan lingkungan yang dicintai.

b)      Meninggalkan keluarga.

c)      Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan.

5) Masa remaja (12-18 tahun)

Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok

sebayanya. Reaksi yang muncul ;

a)      Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan.

b)      Tidak kooperatif dengan petugas.

c)      Bertanya-tanya.

d)     Menarik diri.

e)      Menolak kehadiran orang lain.

D. Fokus Terapi Aktivitas Kelompok

Pada dasarnya digunakan pada klien yang mengalami gangguan

persepsi, gangguan orientasi realita, gangguan inter personal terhadap nilai-

nilai dari pergaulan anak, maka komunikasi perlu diberikan sebagai upaya

untuk merangsang motivasi hubungan interpersonal.

Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai keinginan untuk

kesenangan dan kepuasan kepada anak-anak dan kelompoknya. Jenis

permainan anak usia pra sekolah dibagi atas; buku bergambar, majalah anak-

anak, alat gambar dan tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air dll.

E. Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi (Novianto dkk, 2009) :

1) Pendekatan Empirik

Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang

terlibat dalam hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan

strategi, yaitu ;

     Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta

didik.

     Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri

mereka sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.

Page 14: Terapi Bermain Nonton Video

2) Pendekatan melalui metode permainan.

Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk

mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang

dilakukan sesuai keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan.

F. Intervensi Perawatan Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi.

1. Fokus intervensi keperawatan adalah

a) Meminimalkan stressor.

b) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan

psikologis pada anggota keluarga.

c) Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit.

2. Pada hari pertama lakukan tindakan :

a) Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya.

b) Kenalkan pada pasien yang lain.

c) Berikan identitas pada anak.

d) Jelaskan aturan rumah sakit.

e) laksanakan pengkajian.

f) Lakukan pemeriksaan fisik.

3. Intervensi yang dapat dilakukan perawat dalam mengatasi reaksi

hospitalisasi adalah sebagai berikut :

a)      Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress dapat dilakukan

dengan cara :

1)     Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan.

2)     Mencegah perasaan kehilangan control.

3)     Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh

dan rasa nyeri.

b)      Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan

dengan cara:

1)     Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak.

2)     Modifikasi ruang perawatan.

Page 15: Terapi Bermain Nonton Video

3)     Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah.

4)     Surat menyurat, bertemu teman sekolah.

c)      Mencegah perasaan kehilangan control dapat dilakukan dengan cara :

1)     Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.

2)     Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan

3)     Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain

4)     Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan

orang tua dalam perencanaan kegiatan.

d)     Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dapat

dilakukan dengan cara :

1)     Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan

prosedur yang menimbulkan rasa nyeri.

2)    Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak.

3)    Menghadirkan orang tua bila memungkinkan.

4)    Tunjukkan sikap empati.

5)    Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan

yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian

tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini

dengan terbuka

e)      Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak dapat dilakukan dengan

cara :

1)     Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan

orang tua untuk belajar.

2)     Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang

penyakit anak.

3)     Meningkatkan kemampuan kontrol diri.

4)     Memberi kesempatan untuk sosialisasi.

5)     Memberi support kepada anggota keluarga.

f)       Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit

1)      Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak.

2)      Mengorientasikan situasi rumah sakit.

Page 16: Terapi Bermain Nonton Video

L. Penutup

Setelah kegiatan terapi aktivitas bermain ini, diharapkan anak dapat

mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu meningkatkan kemampuan klien

dalam bersosialisasi dan mengungkapkan perasaan melalui terapi bermain serta

anak dapat beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang tempat ia dirawat.

Page 17: Terapi Bermain Nonton Video

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (20). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Skala Yaumil - Mimi, Gangguan Psikologi Anak UI

Soetjiningsih dr.SpAK,Tumbuh Kembang Anak.Penerbit Buku Kedokteran

Egc,Jakarta,1995

Stevens, P.J.M. dkk (1997). Ilmu Keperawatan.2(1).Jakarta; EGC.

Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC.

Stuart and Sundeen, 1998

Calvin S. Hall, A Primer of Freudian Psychology. Plume Publisher 1993

Page 18: Terapi Bermain Nonton Video

LEMBAR OBSERVASI

No Nama Usia

Jenis

KelaminTingkat Kooperatif Ket.

L P SK K KC KK

1

2

3

4

5

6

7

8

Jumlah

Keterangan :

SK : Sangat Kooperatif

K : Kooperatif

KC : Koopertif Cukup

KK : Kooperatif Kurang