Proposal Revisi Konsultasi 3

14
A. Judul Penelitian : Upacara Hang Woja(Upacara Syukuran Hasil Panen) Dalam Kehidupan Masyarakat di Desa Pacar Kecamatan Macang Pacar Kaupaten Manggarai !arat !. "atar !elakang Kebudayaan merupakan hasil dariseluruh nilai material dan spiritual yang diciptakan dalam membentuk suatu tatanan kehidupan masyarakat selama periode sejarah. Kebudayaan dipakai untuk mengartikan apa yang manusia tambahkan pad baik dalam diri maupun dalam obyek-obyek lain. Kebudayan mencakup segala ses yang merupakan bagian dari aktivitas manusia yang sadar dan bebas, namun kem yang diciptakan dalam mengembamg budaya tetap akan berakhir dan bergantung pa alam yang merupakan determinan hakiki bagi arah dan luasnya aktivitas yang d manusia dalam mempertahankan tatanan kehidupannya, maupaun dalam meme kebutuhannya. Setiap kelompok masyarakat yang menyebut dirinya masyarakat harus meghasilkan suatu kebudayaan yang merupakan hasil karya, rasa dan cipta. Keb tersebut merupakan hasil dari sekelompok masyarakat yang tentunya dapat berg warga masyarakat. Oleh karena kebudayaan melindungi diri manusia terhadap al mengatur hubungan antar manusia maupun manusia dan alam serta dapat digunaka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebergantungan tersebut membuat aktivitas manusia selalu baerkaitan dengan pencipta dari alam tersebut. Dengan demikian tuntutan untuk menjaga dengan sang pencipta tersebut membuat manusia menciptakan berbagai macam cor budaya yang akan dijaga serta dilaksanakan secara turuntemurun. Fenomena ini dirasakan pada setiap suku dan etnis di usa !enggara!imur yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya. "asyarakat "anggarai merupakan masyarakat agraris, hal ini ditandai oleh kehidupan masyarakat "anggarai yang tak dapat dipisahkan dari kegiatan bertani dan berkebun. Sehingga tidak heran daerah "anggarai terkenal dengan penghasilan atau hasil pertanian yang banyak seperti kopi, padi, cengkeh, kemiri dan sebagainya. Selain hidup bertani dan berkebun,masyarakat "anggarai juga tidak terlepas dari kehidupan beternak. #ewan ternak tersebut antara lain babi, sapi, kambing, k sebagainya. 1

description

Proposal

Transcript of Proposal Revisi Konsultasi 3

A. Judul Penelitian : Upacara Hang Woja (Upacara Syukuran Hasil Panen) Dalam Kehidupan Masyarakat di Desa Pacar Kecamatan Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat

B. Latar BelakangKebudayaan merupakan hasil dari seluruh nilai material dan spiritual yang diciptakan dalam membentuk suatu tatanan kehidupan masyarakat selama periode sejarah. Kebudayaan dipakai untuk mengartikan apa yang manusia tambahkan pada alam baik dalam diri maupun dalam obyek-obyek lain. Kebudayan mencakup segala sesuatu yang merupakan bagian dari aktivitas manusia yang sadar dan bebas, namun kemajuan yang diciptakan dalam mengembamg budaya tetap akan berakhir dan bergantung pada alam yang merupakan determinan hakiki bagi arah dan luasnya aktivitas yang dijalankan manusia dalam mempertahankan tatanan kehidupannya, maupaun dalam memenuhi kebutuhannya.Setiap kelompok masyarakat yang menyebut dirinya masyarakat harus mampu meghasilkan suatu kebudayaan yang merupakan hasil karya, rasa dan cipta. Kebudayaan tersebut merupakan hasil dari sekelompok masyarakat yang tentunya dapat berguna bagi warga masyarakat. Oleh karena kebudayaan melindungi diri manusia terhadap alam serta mengatur hubungan antar manusia maupun manusia dan alam serta dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Kebergantungan tersebut membuat aktivitas manusia selalu baerkaitan dengan pencipta dari alam tersebut. Dengan demikian tuntutan untuk menjaga keharmonisan dengan sang pencipta tersebut membuat manusia menciptakan berbagai macam corak budaya yang akan dijaga serta dilaksanakan secara turun temurun. Fenomena ini dirasakan pada setiap suku dan etnis di Nusa Tenggara Timur yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya. Masyarakat Manggarai merupakan masyarakat agraris, hal ini ditandai oleh kehidupan masyarakat Manggarai yang tak dapat dipisahkan dari kegiatan bertani dan berkebun. Sehingga tidak heran daerah Manggarai terkenal dengan penghasilan komoditi atau hasil pertanian yang banyak seperti kopi, padi, cengkeh, kemiri dan sebagainya. Selain hidup bertani dan berkebun,masyarakat Manggarai juga tidak terlepas dari kehidupan beternak. Hewan ternak tersebut antara lain babi, sapi, kambing, kerbau dan sebagainya.Tidak terlepas dari kehidupan masyarakat Manggarai yang hidup dengan bercocok tanam, maka dikenal upacara-upacara yang bisa dilaksanakan oleh masyarakat Manggarai, di antaranya upacara Bagi Lingko (upacara pembagian Lahan/tanah), Upacara Adat Lingko (upacara membuka kebun/lahan baru), Upacara Hang Woja (upacara syukuran hasil panen).Upacara adat orang Manggarai terkait erat dengan norma dan corak religius dari masyarakat Manggarai. Pelaksanaan upacara adat orang Manggarai merupakan bagian rangkaian kehidupan masyarakat Manggarai, karena semua upacara itu selain sebagai upacara adat juga berfungsi sebagai pendidikan, karena diharapkan upacara-upacara adat ini dilakukan secara turun temurun.Upacara Hang Woja merupakan salah satu upacara adat masyarakat Manggarai untuk mensyukuri atas hasil panen yang diperoleh, yang menurut masyarakat Manggarai merupakan hasil pemberian dari Mori Jari Dedek (Tuhan Sang Pencipta). Upacara adat Hang Woja yang biasa dilakukan oleh masyarakat Manggarai khususnya oleh masyarakat Desa Pacar di Kecamatan Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat, ada beberapa macam, antara lain Upacara Penti Beo (syukuran kampung), Hang Woja (syukuran atas hasil panen), Hang Rani (syukuran keluarga).Upacara adat Hang Woja dilaksanakan oleh tua-tua adat dan seluruh masyarakat desa atas dasar kesepakatan bersama dalam musyawarah adat. Bagi seluruh masyarakat di wajibkan untuk ikut serta dalam pelaksanaan upacara ini. Selain itu masyarakat diwajibkan untuk mengumpulkan bahan makanan (beras,sayuran,dan lain-lain) beserta hewan kurban yang perlu dipersiapkan dalam upacara adat ini (babi,ayam dan lain-lain) untuk dipersembahkan kepada leluhur.Secara sosiologis, nilai-nilai kebersamaan yang terkandung dalam upacara Hang Woja ini sangatlah nampak, karena selain sebagai upacara adat juga sebagai pendidikan bagi anak cucu. Namun tanda-tanda erosi cenderung muncul karena nilai-nilai itu mampu mereplikasi perubahan, jika tidak beberapa sistem nilai-nilai itu akan beradaptasi dengan perubahan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena kehidupan manusia juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.Berdasarkan uraian di atas,dan melihat arti penting dari upacara hang woja dalam kehidupan masyarakat Pacar di Desa Pacar ini, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang pelaksanaanUpacara Hang Woja dalam Kehidupan Masyarakat Desa Pacar di Kecamatan Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat.

C. Rumusan MasalahDengan mengacu pada latar belakang, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:1. Bagaimana proses pelaksanaan upacara Hang Woja dalam kehidupanan masyarakat Desa Pacar di Kecamatan Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat?2. Nilai-nilai apakah yang terkandung dalam upacara Hang Woja dalam kehidupan masyarakat Pacar Desa Pacar di Kecamatan Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat?

D. Tujuan dan Kegunaan1. TujuanAdapun tujuan dari peneliti ini adalah: a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan upacara Hang Woja dalam kehidupan masyarakat Desa Pacar di Kecamatan Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat.b. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam upacara Hang Woja dalam Kehidupan Masyarakat Desa Pacar di Kecamatan Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat.

2. Kegunaan Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:a. Dengan penelitiaan ini diharapkan masyarakat Manggarai, khususnya masyarakat Desa Pacar di Kecamatan Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat sadar akan pentingnya upacara Hang Woja.b. Sebagai bahan informasi belajar bagi pihak-pihak yang belum mengetahui dan memperdalam pengetahuan tentang upacara adat Hang Woja.c. Memperkaya khasanah budaya lokal daerah Manggarai.

E. Tinjauan PustakaKonsep-konsep yang di gunakan dalam peneliti ini adalah:1. KebudayaanBudaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia. Jadi, kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakanya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu (Koentjaraningrat, 1974: 80).Kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatkannya dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat ramai, kebudayaan sering diartikan sebagai the general body of the arts, yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, ilmu pengetahuan dan filsafat, atau bagian-bagian yang indah dari kehidupan manusia (Harsojo, 1984: 93).Setelah kita melihat defenisi kebudayaan di atas, maka menurut Koentjaraningrat (1997: 186) kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni:1. Wujud ideal kebudayaan yaitu suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, hukum, peraturan, dan sebagainya.2. Wujud tindakan yaitu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.3. Wujud material yaitu berupa benda-benda hasil karya manusia.Ketiga wujud budaya sebagaimana telah diurai di atas dalam kenyataan hidup manusia atau masyarakat tertentu tidak dapat dipisahkan masyarakat satu dengan yang lainnya. Kebudayaan berupa adat istiadat seperti nilai-nilai budaya, mengatur dan menberi arah kepada perbuatan atau tingkah laku dan karya manusia melalui pikiran, ide, gagasan serta tingkah laku manusia yang menghasilkan kebudayaan fisik. Sebaliknya kebudayaan fisik itu kemudian membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alaminya sehingga mempengaruhi pula pola-pola tindakan dan cara pikiranya (Rosary, 2006: 78).Koentjaraningrat (Sujarwa, 2011: 29) mengatakan bahwa kebudayaan itu adalah kesulurahan kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang diatur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Pada hakekatnya unsur kebudayaan yang disebut religi adalah umat kompleks, dan berkembang atas berbagai tempat di dunia. Bagaimanakah untuk pertamakali timbul aktivis keagamaan itu dalam masyarakat manusia, hanya bisa menjadi obyek dari berbagai macam spekulasi, tetapi mungkin tak pernah akan dapat diketahui dengan sebenarnya. Sungguhpun demikian kalau kita tinjau bentuk religi dari banyak suku bangsa di dunia, maka akan tampak adanya empat unsur pokok dari religi pada umumnya, ialah: (a) emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia menjalankan kelakuan keagamaan; (b) sistem kepercayaan atau bayang-bayang manusia tentang bentuk dunia, alam, alam gaib, hidup, maut, dan sebagainya; (c) sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan; (d) kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengonsepsikan dan mengaktifkan religi beserta sistem upacara-upacara keagamaannya (Koentjaraningrat, 1997: 239).Menurut para ahli antropologi pada manusia terdapat dua macam prilaku dan tingkah laku yaitu prilaku instingtif atau alamiah atau naluria dan prilaku budaya. Prilaku alamiah atau naluria adalah prilaku yang didorong atau digerakkan oleh naluri atau insting. Prilaku jenis ini berupa dorongan-dorongan naluriah (drives) dan tidak diperoleh melalui proses belajar tetapi sudah terkandung dalam gen sejak manusia dilahirkan antara lain dorongan mencari makan, dorongan mempertahankan hidup, dorongan seks (libido),dorongan akan keindahan dan sebagainya. Sedangkan mengenai prilaku budaya dengan kemampuan akalnya manusia mampu menghasilkan dan mewariskan kebudayaan. Manusia adalah satu-satunya makhluk dengan kemampuan luar biasa untuk belajar, dan dengan kemampuan itulah manusia mempertahankan atau melestarikan serta mewariskan kebudayaan kepada generasi penerusnya (Rosary, 2006: 49).Dalam rangka sistem budaya dari tiap kebudayaan ada serangkaian konsep-konsep yang abstrak dan luas ruang lingkupnya, yang hidup dalam alam pikiran dari sebagian besar warga masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan bernilai dalam hidup. Dengan demikian, maka sistem nilai budaya itu juga berfungsi sebagai suatu pedoman orentasi bagi segala tindakan manusia dalam hidupnya. Suatu sistem nilai budaya merupakan sistem tata tindakan yang lebih tinggi daripada sistem-sistem tata tindakan yang lain, seperti sistem norma, hukum, hukum adat, aturan etika, aturan moral, aturan sopan santun, dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1997: 77). Kluckhon (Koentjaraningrat: 2002) mengenal lima masalah pokok manusia yaitu (1) hakekat dari karya manusia, (2) hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (3) hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, (4) hakekat dari hubungan manusia dan sesamanya. Khususnya mengenai masalah yang kelima ada kebudayaan-kebudayaan yang amat mementingkan hubungan vertikal manusia dengan sesamanya. Dalam pola kelakuannya, manusia yang hidup dalam satu kebudayaan serupa itu akan berpedoman pada tokoh-tokoh pemimpin. Kebudayaan lebih mementingkan hubungan horisontal antara manusia dengan sesamanya. Orang dalam suatu kebudayaan serupa itu akan amat merasa tergantung kepada sesamanya dan usaha untuk menjaga hubungan baik dengan sesamanya.Kebudayaan memiliki beberapa unsur universal yaitu (a) Sistem religi dan upacara keagamaan, (b) sistem pengetahuan, (c) Organisasi sosial, (d) sistem peralatan hidup modern, (e) Kesenian, (f) Sistem mata pencaharian, dan (g) Bahasa. Tiap-tiap unsur tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan terurai di atas, yaitu wujud berupa sistem budaya, berupa sistem sosial dan berupa unsur kebudayaan fisik. Dengan demikian sistem religi misalnya mempunyai wujudnya sebagai sistem keyakinan dan gagasan-gagasan tentang Tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus, neraka, surga dan sebagainya, namun mempunyai wujud juga berupa upacara-upacara baik yang bersifat musiman maupun yang kadangkala dan kecuali itu setiap sistem religi juga mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda religius (Koentjaraningrat, 2002: 165).Menurut Kluckhon dan Strodtbeck dalam Koentjaraningrat (2002: 78), soal-soal yang paling tinggi nilainya dalam hidup manusia dan yang ada dalam tiap kebudayaan di dunia, menyangkut paling sedikit lima hal, yaitu: (1) soal human nature atau makna hidup manusia; (2) soal man-nature atau soal makna dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya; (3) soal time atau persepsi manusia mengenai waktu; (4) soal activity atau soal makna dari pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia manusia; (5) soal reletional atau hubungan manusia dengan sesama manusia. Secara teknikal, kelima masalah tersebut sering disebut value orientantions atau orientasi nilai budaya.Ralph Linton (Rosary, 2006: 48) mengatakan bahwa masyarakat merupakan bagian kelompok manusia yang telah lama hidup dan bekerja sama, terorganisasi, dan merasakan diri sebagai suatu kesatuan. Menurutnya ada beberapa hal pokok yang terkandung dalam masyarakat: (1) adanya suatu kelompok manusia, (2) kelompok manusia ini merupakan suatu kesatuan hidup yang anggotanya saling bergaul dan berinteraksi satu sama lain secara berkelanjutan, (3) adanya suatu sistem adat istiadat tertentu yang berfungsi mengatur kehidupan bersama itu, dalam kaitanya dengan upacara hang woja itu sendiri.Upacara Hang Woja sebagai tanda syukur kepada Tuhan Sang pencipta (Mori Jari Dedek) dan kepada arwah nenek moyang atas semua hasil jerih payah yang telah diperoleh dan dinikmati, juga sebagai tanda musim berganti, tahun beralih (kelang agu cekeng) biasanya dilakukan setelah hasil panen dirampung, dan bila disanggupi dilakukan setiap tahun, tetapi sering dilakukan lima tahun sekali (Dagur, 1997: 81).Secara garis besar upacara adat yang udah mentradisi dalam kehidupan masyarakat Manggarai dapat dikelompokkan menjadi 5, ialah: (1) upacara adat yang berhubungan dengan manusia itu sendiri, seperti adat kelahiran dan kedewasaan (perkawinan); (2) upacara adat yang berhubungan dengan kematian, khususnya pada saat kematian, penguburan dan pesta kenduri; (3) upacara adat yang berhubungan dengan kegiatan pertanian, terutama sebelum atau pada saat musim tanam dan pada waktu memanen hasilnya; (4) upacara adat yang berhubungan dengan pesta adat tahun baru yang dilaksanakan setiap musim panen; (5) upacara adat yang berhubungan dengan pembangunan rumah adat (Dagur, 1997: 8).

2. UpacaraUpacara merupakan kelakuan simbolik manusia yang mengharapkan keselamatan. Upacara adat itu sendiri merupakan tindakan yang ditata oleh adat yang berlaku dan berhubungan dengan berbagai peristiwa tetap yang terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Upacara itu timbul karena adanya dorongan perasaan manusia untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan menjalin hubungan dengan dunia gaib. Dalam hal ini manusia dihinggapi oleh suatu emosi keagamaan dan ini merupakan perbutan keramat (Anonimous, 1989: 37).Upacara ritual dapat dibagi atas dua kata yakni upacara dan ritual. Upacara adalah salah satu kegiatan yang dilaksanakan sekelompok orang serta memliki tahapan yang sudah diatur sesuai dengan tujuan acara. Sedangkan yang dimaksud dengan ritual adalah suatu hal yang berhubungan terhadap keyakinan dan kepercayaan spiritual dengan suatu tujuan tertentu (Hidayat, 1976: 175).Purba dan Pasaribu (Anonimous, 1989) menyatakan bahwa upacara dapat diartikan sebagai perayaan yang dilakukan sekelompok komunitas manusia yang merupakan pendukung suatu agama, adat istiadat, kepercayaan dan prinsip. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan ajaran atau nilai-nilai budaya dan spiritual yang diwariskan turun temurun oleh nenek moyang mereka. Lebih lanjut dalam tata kelakuan sosial tradisional upacara adalah sistem aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat dan hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan.Ada penentuan beberapa unsur dalam upacara di antaranya tempat upacara, saat upacara, benda-benda dan alat upacara, orang-orang yang melakukan upacara dan orang yang memimpin upacara. Karena upacara tersebut bersifat keramat maka juga tempat-tempat dimana upacara, benda-benda yang merupakan alat-alat dalam upacara serta orang-orang yang menjalankan upacara juga dianggap sebagai tempat, benda-benda dan orang-orang keramat.Unsur-unsur tersebut menentukan bahwa upacara yang sedang berlangsung merupakan suatu upacara yang bersifat sakral yang tidak bisa dilakukan oleh semua orang dalam sekelompok masyarakat tertentu (Hidayat, 1976: 178).

3. AdatAdat adalah wujud ideal dari suatu kebudayaan, karena adat berfungsi sebagai pengatur tata kelakuan. Adat juga dapat dibagi atas empat tingkat yakni tingkat nilai budaya, tingkat norma-norma, tingkat hukum dan tingkat aturan khusus yang mengatur aktivitas-aktivitas dalam kehidupan masyarakat. Aktivitas hukum akan berupa satu sistem penjagaan tata tertib masyarakat dan untuk dikosongkan oleh suatu sistem alat-alat kekuasaan yang diorganisasi oleh negara. Adat yang berada pada tingkat nilai budaya yang bersifat abstrak, ia merupakan masyarakat. Seperti nilai gotong royong dalam masyarakat Indonesia (Koentjaranigrat, 2002: 19).Adat merupakan suatu kebiasaan yang sistematis dan sederhana, adat ditetapkan oleh kelompok dan memiliki kekuatan umum yang dikenakan pada individu dalam kelompok masyarakat tersebut. Berdasarkan fungsi, lembaga, memberikan pengertian adat-adat sebagai jaringan-jaringan dari proses hubungan antara manusia, kelompok yang berfungsi untuk memelihara hubungan tersebut serta pola-pola sesuai dengan kepentingan manusia dan kelompok masyarakatnya (Syahrir dalam Wolf, 1985: 79).Pengertian adat dapat disimpulkan sebagai sebuah lembaga sosial yang berfungsi mengontrol nilai-nilai dan norma-norma sosial yang ada dalam masyarakat yang berorientasi pemenuhan kebutuhan hidup.

4. FungsiBerdasarkan pemahaman teori fungsional dalam upacara, adat memiliki fungsi dan tujuan yang sangat penting dalam kehidupan petani. Masyarakat petani menggunakan pranata mangsa atau penentuan waktu sebagai pedoman untuk bercocok panen. Upacara Hang Woja ini sangat berkaitan dengan ilmu perbintangan dan perubahan iklim. Pada dasarnya upacara ini diketahui melalui tanda-tanda musim termasuk keadaan hujan pada musim itu secara umum, sehinngga dapat dijadikan pedoman bagi petani.Upacara ini digunakan oleh petani di Manggarai untuk menentukan kapan memanen dan lain-lain pada hari yang tepat dengan tujuan untuk dapat memperoleh hasil panen yang melimpah. Dengan tujuan inilah para petani tradisional menerapkan ilmu perbintangannya yang sesuai dengan upacara untuk memanen dan upacara adat yag berkaitan dengan pertanian dapat diterima baik oleh leluhur (Nggoro, 2006: 16).Bulan, bintang dan matahari mempunyai arti yang penting dalam penentuan musim dan penentuan masa panen dikemukakan juga oleh (Suharso, 1993: 52) bahwa bintang bintang tertentu sebagai tanda musim hujan dan musim kemarau.Untuk menentukan masa panen dilihat dari kedudukan matahari, bintang venus dan beruang kecil berada pada garis lurus dengan posisi matahari maka musim panen dianggap telah tiba dan dilingkari dengan cahaya maka musim hujan telah tiba.

5. MaknaMakna adalah kerangka sikap antologis manusia yang menghasilkan pengetahuan yaitu manusia merenungkan objek, peristiwa, perasaan dalam masyarakat yang diwariskan melalui tanda, rupa, gerak, dan isyarat serta perilaku (Peursen, 1988: 143). Upacara adat dalam siklus pertanian membutuhkan orang-orang yang betul-betul mempunyai rasa percaya yang kuat dan mengetahui secara betul hal-hal yang berkaitan dengan upacara serta dalam peranannya dalam pertanian.Manusia sebagai mahluk yang mengenal simbol, menggunakan simbol-simbol untuk mengungkapkan siapa dirinya. Simbol-simbol tersebut tidak memadai dalam mengungkapkan makna yang ingin disampaikannya. Hal itu karena mereka merupakan bagian dari yang diamis, ciri yang berubah hidup dari kesadaran manusia. Simbol tersebut akan memberikan satu bahasa yang merupakan kekuatan nyata (Dhavamony, 1995: 165).

6. SimbolSimbol merupakan tanda yang berupa barang atau pola yang memberikan arti dan makna tertentu bagi manusia yang melampaui arti harafiah dari tanda yang disajikan dan mempengaruhi kehidupan manusia itu sendiri. Simbol selain merangsang daya ingatan akan pola, kejadian atau arti yang sama di masa lalu, ia juga merangsang daya imajinasi.Imajinasi yang dimaksud adalah usaha menghubungkan kembali pola, kejadian atau arti dengan tanda yang muncul dengan memakai sugesti, asosiasi dan korelasi (Dilistone, 2002: 21).Tanda pengenal yang dipakai untuk menjelaskan suatu perjumpaan atau kebersamaan berdasarkan suatu kewajiban atau perjanjian bersama antara orang-orang yang mengerti simbol atau tanda pengenal tersebut. Di sini, dua bagian benda tersebut mengingatkan orang akan sesuatu yang diwakili olehnya. Dengan kata lain, benda tersebut menggambarkan atau menunjukkan kepada apa yang disimbolkan hanya dapat dimengerti oleh orang yang memiliki dan mengerti simbol tersebut. Simbol itu dapat berupa kata, objek, tindakan, pola, atau hal konkret yang mewkili atau menggambarkan sesuatu yang lebih besar akan sebuah makna, realitas, nilai, konsep, atau sesuatu keadaan tertentu (Martasudjita, 1998: 12).

F. Metode Penelitian1. Lokasi PenelitianPenelitian ini akan dilaksanakan di Desa Pacar Kecamatan Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat. Adapun pertimbangan dari peneliti memilih lokasi ini karena dalam masyarakat Desa Pacar para petani masih menjaga dan melaksanakan upacara Hang Woja ini sehingga memungkinkan peneliti untuk mendapatkan informasi dan data-data dari masyarakat sebagai pelaku dan pengguna upacara Hang Woja tersebut.

2. InformanInforman merupakan orang yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang kondisi latar penelitian, informan harus mempunyai banyak pengalaman. Memiliki banyak pengalaman tentang latar penelitian sehingga memungkinkan informan benar-benar mengetahui kondisi dan masalah yang diteliti. Informan ditentukan dengan cara Snowball Sampling, yaitu pada awalnya peneliti hanya menentukan beberapa informan kunci, setelah di lapangan informan dapat berkembang sesuai dengan pentunjuk dari informan kunci sampai mendapat data yang dianggap cukup (Djakariah, 2010: 36).

Dengan demikian yang dapat dijadikan informan dalam penelitian ini yaitu:a. Tua tua adatb. Tokoh-tokoh masyarakatc. Masyarakat.Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian ini untuk dijadikan informan yaitu:a. Sehat jasmanib. Mempunyai peran terkait masalah yang ditelitic. Mempunyai status sosiald. Memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang upacara hang woja

G. Sumber DataSumber data dalam peneliti terdiri atas dua bagian :a. Sumber Data PrimerSumber data primer yaitu informan yang mengetahui tentang obyek yang di teliti (Margono, 2005). Jadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah tua-tua adat, tokoh-tokoh masyarakat dan masyarakat yang benar-benar mengetahui tentang pelaksanaan, pelaku, bahan-bahan yang perlu dipersiapkan serta nilai-nilai dari upacara Hang Wojab. Sumber Data SkunderSumber data skunder yaitu literatur, tulisan, laporan dan sebagainya yang memiliki hubungan dengan masalah penelitian.

H. Teknik Pengumpulan DataDalam penelitian ini peneliti memilih teknik pengumpulan data :a. ObservasiObservasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian dan pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap obyek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observasi berada bersama obyek yang diselidiki (Margono, 2005: 158). Dalam kegiatan observasi ini peneliti mengadakan pengamatan secara langsung pada obyek penelitian yaitu upacara Hang Woja.

b. Wawancara Wawancara merupakan proses bertemu antara dua orang untuk bertukar pikiran melalui tanya jawab. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai masalah yang akan diteliti. Dalam hal ini wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam dilakukan dalam konteks obsevasi non partisipasi, peneliti terlibat secara langsung dan intensif dalam suasana penuh keakraban dan kekeluargaan (Jamaan Satori, 2009: 130). Untuk memudahkan peneliti dalam wawancara ini, peneliti menyiapkan alat rekam dan buku catatan untuk merekam dan mencatat hasil wawancara dengan infoman.

c. Studi PustakaStudi pustaka merupakan cara pengumpulan data melalui pustaka pustaka sebagai peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan buku-buku tentang pendapat atau teori, dalil, atau hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah penelitian (Margono, 2005: 181). Peneliti akan mengumpulkan dan mempelajari beberapa dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan Upacara Hang Woja Dalam Kehidupan Masyarakat di Desa Pacar Kecamatan Macang Pacar Kabupaten Manggarai Barat.

I. Teknik Analisis DataMenurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2008: 246), analisis data penelitian deskriptif kualitatif dapat dilakukan melalui langkah-langkah : (1) Reduksi data,langkah ini merupakan proses pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan metode wawancara dan observasi. Kemudian meringkas, mengkodekan dan menemukan tema. Reduksi data berlangsung selama peneliti di lapangan sampai pelaporan penelitian selesai. (2) Display data atau penyajian data. Penyajian data dalam penulisan biasanya banyak, data yang didapat tidak mungkin dipaparkan secara keseluruhan oleh karena itu penyajian data penelitian dianalisis dan disusun secara sistematis sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti. (3) Mengambil kesimpulan lalu diverifikasi. Mengambil kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data dan display data sehingga data yang disimpulkan dan peneliti masih berpeluang untuk menerima masukan. Penarikan kesimpulan sementara masih dapat diuji kembali dengan data di lapangan dengan cara merefleksi kembali, peneliti dapat bertukar pikiran dengan teman sejawat, triangulasi sehingga kebenaran ilmiah dapat tercapai. Setelah hasil penelitian telah diuji kebenarannya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai laporan penelitian (Iskandar, 2008: 90). Setelah data terkumpul peneliti akan melakukan analisis hasil penelitian, dan hasil analisis tersebut nantinya akan dideskripsikan dalam sebuah laporan. Laporan ini kemudian menjadi bahan konsultasi dengan dosen pembimbing, agar dapat ditulis dalam bentuk skripsi.

DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1989. Proyek dan pencatatan kebudayaan daerah NTT. Jakarta: Proyek Investasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.Dagur,A.Bagul. 1997. Kebudayaan Manggarai Sebagai Salah Satu Kekhasan Kebudayaan Nasional. Ubhara press: Surabaya Djakriah. 2010. Bahan Ajar Metodologi Sejarah. Kupang. FKIP Jurusan sejarah UNDANADhavamony, Marsusai. 1995. Fenomenologi agama. Yogyakarta: KanisiusDilistone, F. 2002. Daya Kekuatan Simbol. Yogyakarta: KanisiusHarsojo. 1984. Pengantar Antropologi. Binacipta: BandungHidayat, 1976. Masyarakat Dan Kebudayaan Suku-Suku Bangsa di Nusa Tenggara Timur. Bandung: TarsitoIskandar, M. 2008. Metodologi Penelitan Pendidikan dan Social (Kualitatif dan Kuantitati). Jakarta: Gang Persada PressJamaan Satori. 2009. Metode penelitian Kualitatif. Bandung: AlfabetaKoentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka cipta---------------------.1997. Pengantar Antropolgi Jilid II. Jakarta: Rineka cipta---------------------.1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia PustakaMargono. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Rineka cipta: JakartaMartasudjita.1998. Memahami Simbol-Simbol. Yogyakarta: KanisiusNggoro, M. Adi. 2006. Budaya Manggarai Selayang Pandang. Ende: Nusa IndahP eursen. 1988. Strategi Kebudayaan: Tidak DiterbitkanRosary, Ipi da. 2006. Bahan Ajar Pengantar Antropologi. Kupang: FISIP UNDANASugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif). Bandung: AlfabetaSuharso. 1993. Kearifan Tradisional Dalam Upaya Pemeliharaan Lingkungan Hidup. Bandung: Depertement Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Jendral KebudayaanSujarwa. 2011. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Pustaka Pelajar: YogyakartaWolf. 1985. Petani suatu Tinjauan Antropologis. Jakarta: CV Rajawali

14