proposal ptk kuw jadi.....

download proposal ptk kuw jadi.....

of 54

Transcript of proposal ptk kuw jadi.....

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar. Hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang RI, 2006). Dalam perkembangan suatu bangsa pendidikan memegang peranan penting. Dimana kemajuan suatu bangsa dan negara dapat dilihat dari kemajuan pendidikan bangsa tersebut, baik secara intelektual maupun secara ilmu pengetahuan. Untuk itu upaya peningkatan kualitas suatu pendidikan terus-menerus dilakukan oleh pemerintah. Salah satu upaya dari menteri pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah melakukan pembaharuan kurikilum

pendidikan dari Kurikulum 1994 hingga Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Adapun Pengajaran sebagai suatu proses merupakan suatu sistem yang melibatkan berbagai komponen antara lain komponen pendidik (guru), peserta didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain sebagainya. Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi antar sesama komponen. Dalam upaya meningkatkan hasil belajar yang ingin dicapai, maka baik guru maupun siswa harus terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga

1

dapat menimbulkan motivasi belajar siswa, terutama pada mata pelajaran kimia yang pada umumnya dianggap sulit dan membosankan bahkan kurang diminati oleh sebagian siswa. Dari kenyataan yang ada, maka diperlukan suatu model pengajaran yang dapat melibatkan peran aktif siswa dalam belajar dan pemilihan model

pembelajaran haruslah diperhatikan dengan materi yang akan diajarkan, kemampuan siswa, perlengkapan yang tersedia, dan kemampuan guru tersebut dalam menyampaikan ilmu yang dimiliki. Untuk menentukan pilihan model pembelajaran mengajar yang akan digunakan perlu disesuaikan dengan bahan pelajaran, khususnya tujuan pengajaran yang akan dicapai. Kesalahan dalam memilih model pembelajaran yang tidak tepat, dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran yang hendak disampaikan. Guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, dihadapkan dengan sejumlah permasalahan siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun tidak sedikit pula siswa yang mengalami berbagai kesulitan belajar. Dalam hal ini seorang guru membutuhkan model pelajaran yang tepat sehingga dapat mengatasi kesulitan belajar siswa. Dalam memilih model pembelajaran yang tepat, penting bagi guru untuk mempertimbangkan keadaan siswa, keadaan sekolah dan lingkungan, serta kekhasan pokok bahasan tersebut agar guru dapat merancang atau mendesain pengajaran secara tepat. Dewasa ini mulai diterapkan pembelajaran yang berfokus pada pembentukkan kelompok-kelompok kecil untuk bekerja sama dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu upaya untuk menghadapi problematika dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi belajar dengan jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya

2

berbeda (Isjoni, 2007). Salah satu model pembelajaran kooperatif

adalah

pembelajaran kooperatif tipe Lempar Bola Salju (Snowball Throwing). Snowball Throwing merupakan model pembelajaran yang dapat dengan mudah diterima oleh siswa, karena didalamnya ada suatu permainan yang dapat membantu siswa dalam menerima materi pembelajaran secara lebih berkesan, aktif dan terampil. Pokok Bahasan Sistem Periodik Unsur merupakan materi yang berupa teoriteori saja dan terkesan membosankan. Umumnya siswa yang tidak terlalu menyenangi pokok bahasan ini, karena materi yang terlalu banyak teori dan membosankan. Dimana guru hanya menjelaskan didepan sedangkan siswa mendengarkan dan memperhatikan guru sehingga tidak ada interaksi antara guru dan siswa. Hal ini membuat siswa tidak fokus terhadap pokok bahasan ini, sehingga banyak siswa yang mendapatkan nilai rendah. Model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing, dipercaya dapat memberikan solusi terbaik terhadap problematika yang dihadapi oleh guru khususnya pada pokok bahasan snowball throwing. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian dalam rangka

meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan sistem periodik unsur dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing (lempar bola salju). B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang diatas, masalah dalam penelitian ini adalah : "Bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing pada pokok bahasan sistem periodik unsur?

3

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan model pembelajaran tipe snowball throwing pada pokok bahasan sistem periodik unsur. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan dalam usaha perbaikan dan peningkatan proses belajar mengajar disuatu sekolah. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi seluruh pengajar khususnya guru kimia dalam menyusun strategi belajar mengajar mengingat pelajaran kimia sulit diterima oleh sebagian siswa. 3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif pembelajaran yang menarik dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Berikut adalah beberapa tentang pengertian belajar menurut para ahli :

Moh. Surya (1997) : belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Witherington (1952) : belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.

Crow dan Crow dan (1958) : belajar adalah diperolehnya kebiasaankebiasaan, pengetahuan dan sikap baru.

Hilgard (1962) : belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi

Di Vesta dan Thompson (1970) : belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman.

5

Gage dan B erliner : belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar

adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciriciri dari perubahan perilaku, yaitu : a. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional). Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan. b. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu). Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang Hakekat Belajar. Ketika dia mengikuti perkuliahan Strategi Belajar Mengajar, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang

6

Hakekat Belajar akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan Strategi Belajar Mengajar. c. Perubahan yang fungsional. Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru. d. Perubahan yang bersifat positif. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Proses Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru. e. Perubahan yang bersifat aktif. Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan.

7

f. Perubahan yang bersifat pemanen. Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut. g. Perubahan yang bertujuan dan terarah. Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. h. Perubahan perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang Teori-Teori Belajar, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang Teori-Teori Belajar, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai TeoriTeori Belajar. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan Teori-Teori Belajar.

8

2.

Ciri-ciri Belajar Menurut Eggen dan Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu: a. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan. b. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran. c. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. d. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada Siswa dalam menganalisis informasi. e. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir. f. Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.

3.

Faktor-faktor Belajar a. Faktor Internal Faktor-faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu, antara lain: a. Faktor Fisiologis Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu: pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan

9

bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Kedua, fungsi fisiologis/jasmani. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar. b. Faktor Psikologis Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat. c. Kecerdasan/Inteligensia Siswa Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun, otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ lain, karena fungsi otak adalah sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia. Semakin tinggi tingkat inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar.

10

d. Motivasi Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasi mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi Instrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Contohnya, seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya. Motivasi Ekstrinsik adalah semua faktor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orang tua, dan lain sebagainya. Kurangnya respon dari lingkungan secara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah. e. Minat Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dan

kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, minat memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Untuk membangkitkan minat belajar siswa ada banyak cara yang bisa digunakan. Salah satunya adalah dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan.

11

f. Sikap Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk memberi reaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran atau lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, guru berperan dan berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa. g. Bakat Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994)mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil. b. Faktor Eksternal Faktor-faktor ekternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu, antara lain:

12

a.

Faktor Lingkungan Sosial Meliputi lingkungan sosial sekolah (guru, administrasi, teman-teman

sekelas), lingkungan sosial masyarakat (tempat tinggal siswa), Lingkungan sosial keluarga (Ketegangan di dalam keluarga, sifat-sifat orang tua, pengelolaan keluarga). Semuanya itu dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. b. Faktor Lingkungan NonSosial Meliputi faktor lingkungan alamiah (kondisi udara segar, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau bahkan tidak terlalu gelap.), faktor instrumental (perangkat belajar seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, kurikulum, peraturan sekolah, buku panduan.), faktor materi pelajaran (bahan yang akan diajarkan ke siswa, hendaknya sesuai dengan usia perkembangan, metode dan kondisi siswa). Semuanya itu dapat

mempengaruhi aktivitas belajar siswa. 4. Bentuk-bentuk Belajar Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke delapan tipe belajar, dengan tipe belajar yang rendah merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut: a. Belajar Isyarat (Signal Learning) Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan buat berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal) secara serempak, stimulus-stimulus tertentu secara

13

berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional, selainnya timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai. Beberapa ucapan kasar untuk mempermalukan, siswa yang gelisah pada saat pelajaran matematika mungkin karena kondisi tidak suka matematika pada orang itu. Belajar isyarat sukar dikontrol oleh siswa dan dapat mempunyai pengalaman yang pantas dipertimbangkan pada tindakannya. konsekuensinya, seorang guru matematika, seharusnya mencoba membangkitkan stimulus yang tidak dikondisikan yang akan menimbulkan perasaan senang pada siswa dan berharap mereka akan mengasosiasikan beberapa perasaan senang dengan isyarat netral pada pelajaran matematika. Apabila perlakuan yang disenangi membangkitkan hal-hal positif, stimulus yang tidak diharapkan mungkin gagal

menimbulkan asosiasi keinginan positif dengan isyarat netral, kecerobohan menimbulkan stimulus negatif, pada satu waktu akan merusak keinginan siswa untuk mempelajari pelajaran yang diajarkan. b. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning) Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah faktor penguatan (reinforcement). Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon dapat diatur dan dikuasai. Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon diperkuat dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan komponen penting dalam respon itu.

14

c.

Rantai atau Rangkaian hal (Chaining) Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan contiguity. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe balajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining. Kebanyakan aktivitas dalam matematika memerlukan manipulasi dari peralatan fisik seperti mistar, jangka, dan model geometri membutuhkan chaining. Belajar membuat garis bagi suatu sudut dengan menggunakan jangka membutuhkan penerapan keterampilan tipe stimulus respon yang telah dipelajari sebelumnya. Diantaranya kemampuan menggunakan jangka untuk menarik busur dan membuat garis lurus antara dua titik. Ada dua karakteristik dari belajar stimulus respon dan belajar rangkaian dalam pengajaran Matematika yaitu siswa tidak dapat menyempurnakan rangkaian stimulus respon apabila tidak menguasai salah satu keterampilan dari rangkaian tersebut, dan belajar stimulus respon dan rangkaian diafasilitasi dengan cara memberikan penguatan bagi tingkah laku yang diinginkan. Meskipun memberi hukuman dapat digunakan untuk meningkatkan belajar stimulus respon, tetapi hal tersebut dapat berakibat negatif terhadap emosi, sikap, dan motivasi belajar.

15

d.

Asosiasi Verbal (Verbal Association) Asosiasi verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal yang merupakan hubungan dari dua atau lebih tindakan stimulus respon verbal yang telah dipelajari sebelumnya. Tipe paling sederhana dari belajar rangkaian verbal adalah asosiasi antara suatu objek dengan namanya yang melibatkan belajar rangkaian stimulus respon dari tampilan objek dengan karakteristiknya dan stimulus respon dari pengamatan terhadap suatu objek dan memberikan tanggapan dengan menyebutkan namanya. Asosiasi verbal melibatkan proses mental yang sangat kompleks. Asosiasi verbal yang memerlukan penggunaan rangkaian mental

intervening yang berupa kode dalam bentuk verbal, auditory atau gambar visual. Kode ini biasanya terdapat dalam pikiran siswa dan bervariasi pada tiap siswa dan mengacu kepada penyimpanan kode-kode mental yang unik. Contoh seseorang mungkin menggunakan kode mental verbal y ditentukan oleh x sebagai petunjuk kata fungsi, orang lain mungkin memberi kode fungsi dengan menggunakan simbol y=f(x) dan orang yang lain lagi mungkin menggunakan visualisasi diagram panah dari dua himpunan. e. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning) Discrimination learning atau belajar menmbedakan sejumlah rangkaian, mengenal objek secara konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua peransang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respon yang dianggap sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R). Contohnya: anak

16

dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak didik serta nama masingmasing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak-anak. Terdapat dua macam diskriminasi yaitu diskriminasi tunggal dan diskriminasi ganda. Contoh mengenalkan angka 2 pada anak dengan memperlihatkan 50 angka 2 pada kertas dan menggambar angka 2. Melalui stimulus respon sederhana anak belajar mengenal (nama dua untuk konsep dua). Sedangkan untuk diskriminasi ganda anak belajar mengenal angka 0, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan membedakan angka-angka tersebut. f. Belajar konsep (Concept Learning) Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau kejadian dan mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian dalam satu kelompok. Dalam hal ini belajar konsep adalah lawan dari belajar dari diskriminasi. Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk membedakan objek-objek karena dalam karakteristik yang berbeda sedangkan belajar konsep mengelompokkan objek-objek karena dalam karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-sifat umum. Dalam belajar konsep, tipe-tipe sederhana belajar dari prasyarat harus dilibatkan. Penambahan beberapa konsep yang spesifik harus diikutkan dengan prasyarat rangkaian stimulus respon, asosiasi verbal yag cocok, dan diskriminasi dari karakteristik yang berbeda . Sebagai contoh, tahap pertama belajar konsep lingkaran mungkin belajar mengucapkan kata lingkaran sebagai suatu membangkitkan sendiri hubungan stimulus respon, sehingga siswa dapat mengulangi kata. Kemudian siswa belajar untuk mengenali beberapa objek berbeda sebagai lingkaran melalui belajar

17

asosiasi verbal individu. Selanjutnya siswa mungkin belajar membedakan antara lingkaran dan objek lingkaran lain seperti dan lingkaran. Hal tersebut penting bagi siswa untuk menyatakan lingkaran dalam variasi yang luas. Situasi representatif sehingga mereka belajar untuk mengenal lingkaran. Ketika siswa secara spontan mengidentifikasi lingkaran dalam konteks yang lain, mereka telah memahami konsep lingkaran. Kemampuan membuat generalisasi konsep kedalam situasi yang baru merupakan Kemampuan yang membedakan belajar konsep dengan bentuk belajar lain. Ketika siswa telah mempelajari suatu konsep, siswa tidak membutuhkan waktu lama untuk mengidentifikasi dan memberikan respon terhadap hal baru dari suatu konsep, sebagai akibatnya cara untuk menunjukkan bahwa suatu konsep telah dipelajari adalah siswa dapat membuat generalisasi konsep kedalam situasi yang lain. 5. Proses Belajar Mengajar Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), tatap muka merupakan proses pembelajaran utama yang dilakukan di program studi Teknik Geologi UNDIP. Dalam proses ini, mahasiswa diberikan materi perkuliahan dan fungsi dosen disini memberikan gambaran umum dari materi kuliah yang ada. Keaktifan mahasiswa sangat diharapkan baik didalam ruangan maupun diluar ruangan misalnya mencari bahan materi dari text book atau dari sumber lain seperti internet. Selain itu, pembelajaran di kelas juga menggunakan metode ISS IT (Interactice Soft Skill based Information Technology). Dengan menggunakan metode ini mahasiswa didorong untuk mengumpulkan materi dan

mempresentasikan di hadapan teman-temannya. Hal ini memupuk kemampuan berinteraksi dengan orang lain dan kepercayaan diri mahasiswa.

18

PBM dipantau dengan menggunakan daftar kehadiran guru dan siswa, daftar bimbingan/konsultasi tugas kelompok, praktikum, ujian dan latihan soalsoal untuk penjaminan mutu pendidikan. 6. Pengajaran Pengajaran merupakan aktivitas atau proses yang berkaitan dengan penyebaran ilmu pengetahuan atau kemahiran yang tertentu. Meliputi perkaraperkara seperti aktivitas perancangan, pengelolaan, penyampaian, bimbingan dan penilaian dengan tujuan menyebarkan ilmu pengetahuan atau kemahiran kepada pelajar-pelajar dengan cara yang berkesan. Pendidikan identik dengan pengajaran yang membedakan keduanya hanya masalah waktu. Istilah pengajaran lebih dikenal dizaman dulu (pengertian lama). Pengajaran merupakan pembinaan terhadap anak didik yang hanya menyangkut segi kognitif dan psikomotor saja yaitu agar anak lebih banyak pengetahuannya, lebih cakap berfikir kritis, sistematis, objektif ,dan terampil dalam mengerjakan sesuatu. Tujuan pengajaran lebih mudah ditentukan dari tujuan pendidikan. Adapun menurut kamus besar bahasa Indonesia (1991) berasal dari kata ajar, artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut). Kata mengajar berarti memberi pelajaran. Contoh : guru itu mengajar murid matematika, sedangkan kata mengajarkan berarti memberikan pelajaran. Contoh : siapa yang mengajarkan matematika kepada murid kelas IV? Berdasarkan arti-arti ini, kemudian kamus besar bahasa Indonesia itu mengartikan pengajaran sebagai proses pembuatan, cara mengajar atau mengajarkan. Sedangkan istilah pengajaran dalam bahasa inggris disebut instruction atau teaching. Akar kata instruction adalah kata instruct, artinya to direct to do

19

something; to teach to do something; to furnish with information, yakni memberi pengarahan agar melakukan sesuatu, mengajar untuk melakukan sesuatu, memberi informasi. Istilah pengajaran menurut Reber (1998) berarti : pendidikan atau proses perbuatan mengajarkan pengetahuan. Sementara itu Tardif (1987) memberi arti pengajaran secara terperinci yaitu : A preplanned, goal directed educational process designed to facilitate learning, yaitu pengajaran adalah sebuah proses pendidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar. 7. Aktifitas Belajar 1. Pengertian Aktifitas Belajar Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa ketrampilanketrampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa ketrampilan terintegrasi. Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi,

mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan ketrampilan terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan

melaksanakan eksperimen. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar(Sardiman, 2001:93). Dalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yaitu pandangan

20

ilmu jiwa lama dan modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama, aktivitas didominasi oleh guru sedangkan menurut pandangan ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa. Kegiatan belajar / aktivitas belajar sebagi proses terdiri atas enam unsur yaitu tujuan belajar, peserta didik yang termotivasi, tingkat kesulitan belajar, stimulus dari lingkungan, pesrta didik yang memahami situasi, dan pola respons peserta didik (Sudjana,2005:105) 2. Bentuk-bentuk Aktifitas Belajar Bentuk-bentuk aktifitas belajar siswa yang baik dalam proses belajar mengajar, antara lain : o Belajar dengan mengahafal atau mengingat. o Belajar dengan mengulang-ulang sehingga timbul kebiasaan. o Belajar dengan memasukkan tanggapan sebanyak-banyaknya dan sejelasjelasnya. o Belajar yang terkadi apabila ada pengertian yaitu kejelasan arti atau makna. o Belajar merupakan reorganisasi pengalaman, berarti dalam belajar

memanfaatkan dan menyusun pengalaman yang dimiliki. o Belajar disertai aktifitas individu terkenal dengan sebutan CBSA (Cara belajar Siswa Aktif). 3. Jenis-jenis Aktifitas belajar Banyak macam- macam kegiatan (aktivitas belajar) yang dapat dilakukan anak- anak di kelas, tidak hanya mendengarkan atau mencatat. Paul B. Diedrich (dalam Nasution,2004:9), Membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan (aktifitas siswa), antara lain:

21

a.

Visual activities, seperti membaca, memperhatikan:gambar, demonstrasi, percobaab, pekerjaan orang lain dan sebagainya.

b.

Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interviu, diskusi, interupsi dan sebagainya.

c.

Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, music, pidato dan sebagainya.

d.

Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin, dan sebagainya.

e.

Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta diagram, pola, dan sebagainya.

f.

Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya.

g.

Mental activities, seperti menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.

h.

Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup, dan sebagainya. Tentu saja kegiatan itu tidak terpisah satu sama lain. Dalam suatu kegiatan motoris terkandung kegiatan mental dan disertai oleh perasaan tertentu. Dalam tiap pelajaran dapat dilakukan bermacam-macam kegiatan (Nasution, 1982:94-95).

B. Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan

22

strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang memilki tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasaibahan pelajaran. Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994): Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama. Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa ataupeserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawabterhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab diantara para anggota kelompok. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh

keterampilan bekerja sama selama belajar. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Menurut Thompson, (1995), Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu

23

sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latarbelakangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995). 2. Ciri ciri Pembelajaran Kooperatif Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif (bekerja sama). Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah (heterogen). Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).

24

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, (2000), yaitu: a. Hasil belajar akademik Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan belajar. Di samping

mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. b. Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras,budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. c. Pengembangan keterampilan sosial Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

25

d. Elemen-elemen Pembelajaran kooperatif Pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok belum tentu mencerminkan pembelajaran kooperatif. Secara teknis memang tampak proses belajar bersama, namun terkadang hanya merupakan belajar yang dilakukan secara bersama dalam waktu yang sama, namun tidak mencerminkan kerjasama antar anggota kelompok. Untuk itu agar benar-benar mencerminkan pembelajaran kooperatif, maka perlu diperhatikan elemen-elemen pembelajaran kooperatif sebagai berikut (Jonson and Smith,1991; Anita Lie, 2004): a. Saling ketergantungan Positif Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai kerja sama ini berlanjut terus sampai dengan mereka yang di bagian percetakan dan loper surat kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, yaitu terbitnya sebuah surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan pembaca. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dalam metode Jigsaw, Aronson menyarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi.

26

Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari "sumbangan" setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbangkan poin di atas nilai rata-rata mereka. Misalnya, nilai rata-rata si A adalah 65 dan kali ini dia mendapat 72, dia akan menyumbangkan 7 poin untuk nilai kelompok mereka. Dengan demikian, setiap siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan nilai kelompok.

Selain itu beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan sumbangan. b. Tanggung jawab perseorangan Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. Dalam teknik Jigsaw yang dikembangkan Aronson misalnya, bahan bacaan dibagi menjadi empat bagian dan masingmasing siswa mendapat dan membaca satu bagian. Dengan cara demikian, siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan

27

mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya. c. Tatap Muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, meman-faatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. Sinergi tidak didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. d. Komunikasi antar anggota Unsur ini juga menghendaki agar para pembelaiar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskansiswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi . Tidak

setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling

28

mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya pembelajar perlu diberi tahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya

menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dan kurang bijaksana dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus. Sebagai contoh, ungkapan "Pendapat Anda itu agak berbeda dan unik. Tolong jelaskan lagi alasan Anda," akan lebih bijaksana daripada mengatakan, "Pendapat Anda itu aneh dan tidak masuk akal." Contoh lain, tanggapan "Hm... menarik sekali kamu bisa memberi jawaban itu. Tapi jawabanku agak berbeda...." akan lebih menghargai orang lain daripada vonis seperti, "Jawabanmu itu salah. Harusnya begini." Keterampilan

berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar serta membina perkembangan mental emosional para siswa. e. Evaluasi Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisadiadakan selang

29

beberapa waktu setelah beberapa kali pembelaiar terlibat dalam kegiatan pembelajaran Cooperative Learning. 4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Model snowball throwing adalah suatu model pembelajaran yang berkelompok dimana kelompok yang telah terbentuk akan diwakili oleh ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh. Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilemparlemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya. Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut : 1. Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan, dan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai. 2. Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. 3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.

30

4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok 5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama 15 menit. 6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian 7. Evaluasi. 8. Penutup. C. Evaluasi Pendidikan 1. Pengertian Evaluasi Pendidikan Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan. Sedangkan Rooijackers Ad mendefinisikan evaluasi sebagai "setiap usaha atau proses dalam menentukan nilai". Secara khusus evaluasi atau penilaian juga diartikan sebagai proses pemberian nilai berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan. Dan menurut Anne Anastasi (1978) mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils". Evaluasi bukan sekadar menilai suatu

31

aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan yang jelas. Evaluasi berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada umumnya diartikan tidak berbeda (indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan yang lain. Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran menjadi suatu nilai. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas yakni mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa/peserta pendidikan, pengajar maupun manajemen. Dengan adanya evaluasi, peserta didik dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang mernuaskan maka akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi. Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidlak mernuaskan maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus positif dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa. Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik untuk menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas pendidikan. 2. Bentuk- bentuk evaluasi a. Tes Tertulis Tes tertulis dalam kelompok tes verbal, adalah tes yang soal dan jawaban yang diberikan oleh siswa berupa bahasa tulisan. Tes ini kelebihannya dapat mengukur kemampuan sejumlah besar peserta didik dalam tempat yang terpisah dalam waktu yang sama.

32

Tes tertulis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu : b. Tes Subjektif Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, memberikan contoh, membandingkan, memberikan alasan dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan katakata dan bahasa sendiri. Selain itu tes uraian ini juga menuntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Kelebihannya : Mudah disiapkan dan disusun Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus Memberi kesempatan pada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diteskan. Kekurangannya : Kadar validitas dan realibitasnya rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah diketahui Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas) Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif Pemeriksaannya lebih sulit karena membutuhkan pertimbangan

individual lebih banyak dari pada penilaian33

Waktu untuk mengoreksi lama dan tidak dapat diwakilkan pada orang lain

c. Tes Objektif Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk essay. Jenis-jenis dari tes objektif meliputi : Tes benar salah Test obyektif bentuk benar-salah adalah salah satu bentuk test obyektif dimana butir-butir soal yang diajukan dalam tes hasil belajar itu berupa pernyataan (statement), pernyataanyang benar dan pernyataan yang salah. Disini, tugas testee adalah membubuhkan tanda (simbol) tertentu atau mencoret huruf B, jika menurut kenyakinan mereka pernyataan itu benar, atau membubuhkan tanda (simbol) tertentu atau mencoret huruf S, jika menurut kenyakinan mereka pernyataan tersebut adalah salah. Jadi, tes obyektif itu bentuknya adalah kalimat atau pernyataan yang mengadung dua kemungkinan jawaban; benar atau salah, dan testee diminta untuk menentukan pendapatnya mengenai pernyataanpernyataan tersebut dengan cara seperti yang telah ditentukan dalam petunjuk mengerjakan soal. Keunggulan test benar salah o o o o o Pembuatannya mudah. Dapat dipergunakan berulang kali. Dapat mencakup bahan pelajaran yang luas. Tidak terlalu banyak memerlukan lembaran kertas. Bagi testee, cara mengerjakannya mudah.

34

o

Bagi tester, cara mengoreksinya juga mudah.

Kelemahan test benar salah o Tes obyektif ini membuka peluang bagi testee untuk berspekulasi dalam memberikan jawaban. o Sifatnya amat terbatas, dalam arti tes tersebut hanya dapat mengungkapkandaya ingat dan pengenalan kembali saja. Sifatnya hanya hafalan saja. o Pada umumnya nilai reliabilitasnya rendah, kecuali apabila butir-butir soalnya dibuat dalam jumlah yang banyak sekali.

Tes isian Tes isian biasanya berbentuk cerita atau karangan Tes menjodohkan Tes pilihan ganda, yang meliputi : Pilihan ganda biasa Pilihan ganda kelompok Hubungan sebab akibat Membaca grafik, gambar atau diagram Asosiasi Kelebihannya : Dapat mewakili seluruh bahan pelajaran yang diteskan Pemeriksaannya tidak dipengaruhi unsur subjektif Pemeriksaannya dapat diwakilkan orang lain Dalam pemeriksaannya lebih mudah karena dapat menggunakan kunci tes

35

Kekurangannya : Persiapan penyusunannya lebih sulit daripada tes essay Banyak kesempatan bagi siswa untuk berspekulasi Kesempatan untuk bekerja sama bagi siswa dalam mengerjakan soal lebih terbuka Sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi, karena soal-soal ini cenderung mengungkapkan ingatan dan hanya pengenalan kembali saja. D. Penelitian Tindakan Kelas Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut penelitian tindakan kelas atau PTK.Penelitian tindakaN kelas sama sekali tidak mengganggu proses belajar mengajar, melainkan justru PTK dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal dan dapat memperbaiki strategi pelajaran. Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis pula. Guru memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK yang dilakukan selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran Anda, perilaku murid- murid Anda di kelas, dan/atau mengubah kerangka

36

kerja melaksanakan pembelajaran kelas Anda. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas. PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas. Di ruangan kelas, PTK dapat berfungsi sebagai (Cohen & Manion, 1980: 211): a. Alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas. b. Alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat. c. Alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif d. Alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti. e. Alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. E. Sistem Periodik Unsur Tabel periodik unsur-unsur kimia adalah tampilan unsur-unsur kimia dalam bentuk tabel. Unsur-unsur tersebut diatur berdasarkan struktur elektronnya sehingga sifat kimia unsur-unsur tersebut berubah-ubah secara teratur sepanjang tabel. Setiap unsur didaftarkan berdasarkan nomor atom dan lambang unsurnya. Tabel periodik standar memberikan informasi dasar mengenai suatu unsur. Ada juga cara lain untuk menampilkan unsur-unsur kimia dengan memuat keterangan lebih atau dari persepektif yang berbeda.

37

Penjelasan struktur tabel periodik Jumlah kulit elektron yang dimiliki sebuah atom menentukan periode atom tersebut. Setiap kulit memiliki beberapa subkulit, yang terisi menurut urutan berikut ini, seiring dengan bertambahnya nomor atom: 1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d 4p 5s 4d 5p 6s 4f 5d 6p 7s 5f 6d 7p 8s 5g 6f 7d 8p ... Berdasarkan hal inilah struktur tabel disusun. Karena elektron terluar menentukan sifat kimia suatu unsur, unsur-unsur yang segolongan umumnya mempunyai sifat kimia yang mirip. Unsur-unsur segolongan yang berdekatan mempunyai sifat fisika yang mirip, meskipun massa mereka jauh berbeda. Unsurunsur seperiode yang berdekatan mempunyai massa yang hampir sama, tetapi sifat yang berbeda. Sebagai contoh, dalam periode kedua, yang berdekatan dengan Nitrogen (N) adalah Karbon (C) dan Oksigen (O). Meskipun massa unsur-unsur tersebut hampir sama (massanya hanya selisih beberapa satuan massa atom), mereka mempunyai sifat yang jauh berbeda, sebagaimana bisa dilihat dengan melihat alotrop mereka: oksigen diatomik adalah gas yang dapat terbakar, nitrogen diatomik adalah gas yang tak dapat

38

terbakar, dan karbon adalah zat padat yang dapat terbakar (ya, berlian pun dapat terbakar). Sebaliknya, yang berdekatan dengan unsur Klorin (Cl) di tabel periodik, dalam golongan Halogen, adalah Fluorin (F) dan Bromin (Br). Meskipun massa unsur-unsur tersebut jauh berbeda, alotropnya mempunyai sifat yang sangat mirip: Semuanya bersifat sangat korosif (yakni mudah bercampur dengan logam membentuk garam logam halida); klorin dan fluorin adalah gas, sementara bromin adalah cairan bertitik didih yang rendah; sedikitnya, klorin dan bromin sangat berwarna Periodisitas Sifat Kimia Nilai utama dari tabel periodik adalah kemampuan untuk memprediksi sifat kimia dari sebuah unsur berdasarkan lokasi di tabel. Perlu dicatat bahwa sifat kimia berubah banyak jika bergerak secara vertikal di sepanjang kolom di dalam tabel dibandingkan secara horizontal sepanjang baris. Kecenderungan Periodisitas dalam Golongan

Kecenderungan periodisas dari energi ionisasi Teori struktur atom mekanika kuantum modern menjelaskan kecenderungan golongan dengan memproposisikan bahwa unsur dalam golongan yang sama memiliki konfigurasi elektron yang sama dalam kulit terluarnya, yang merupakan faktor terpenting penyebab sifat kimia yang mirip. Unsur-unsur dalam golongan yang sama juga menunjukkan pola jari-jari atom, energi ionisasi, dan elektronegativitas. Dari urutan atas ke bawah dalam golongan, jari-jari atom unsur bertambah besar. Karena39

lebih banyak susunan energi yang terisi, elektron valensi terletak lebih jauh dari inti. Dari urutan atas, setiap unsur memiliki energi ionisasi yang lebih rendah dari unsur sebelumnya karena lebih mudahnya sebuah elektron terlepas karena elektron terluarnya yang semakin jauh dari inti. Demikian pula, suatu golongan juga menampilkan penurunan elektronegativitas dari urutan atas ke bawah karena peningkatan jarak antara elektron valensi dan inti. Kecenderungan Periodisasi Periode Unsur-unsur dalam periode yang sama memiliki kecenderungan dalam jari-jari atom, energi ionisasi, afinitas elektron dan elektronegativitas. Dari kiri ke kanan, jarijari atom biasanya menurun. Hal ini terjadi karena setiap unsur mendapat tambahan proton dan elektron yang menyebabkan elektron tertarik lebih dekat ke inti. Penurunan jari-jari atom ini juga menyebabkan meningkatnya energi ionisasi jika bergerak dari urutan kiri ke kanan. Semakin rapat terikatnya suatu unsur, semakin banyak energi yang diperlukan untuk melepaskan sebuah elektron. Demikian juga elektronegativitas, yang meningkat bersamaan dengan energi ionisasi karena tarikan oleh inti pada elektron. Afinitas elektron juga mempunyai kecenderungan, walau tidak semenyolok pada sebuah periode. Logam (bagian kiri dari perioda) pada umumnya memiliki afinitas elektron yang lebih rendah dibandingkan dengan unsur nonmetal (periode sebelah kanan), dengan pengecualian gas mulia. a. Perkembangan Sistem Periodik Unsur 1. Hukum Triade Dobereiner Pada tahun 1829, Johan Wolfgang Dobereiner, seorang professor kimia di Jerman, mengemukakan bahwa massa atom relatif Strontium sangat dekat dengan massa rata-rata dari dua unsur lain yang mirip dengan strontium, yaitu Kalsium dan Barium. Dobereiner juga menemukan beberapa kelompok unsur lain

40

seperti itu. Karena itu, Dobereiner mengambil kesimpulan bahwa unsur-unsur dapat dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok tiga unsur yang disebutnya Triade. Akan tetapi, Dobereiner belum berhasil menunjukkan cukup banyak triade sehingga aturan tersebut bermanfaat. Penggambaran Triade Doberainer adalah sebagai berikut : TRIADE Kalsium Stronsium Barium Ar 40 ? 137 Meskipun gagasan yang dikemukakan oleh Dobereiner selanjutnya gugur (tidak berhasil), tetapi hal tersebut merupakan upaya yang pertama kali dilakukan dalam menggolongkan unsur. 2. Hukum Oktaf Newlands Pada tahun 1866, John A.R Newlands seorang ahli kimia berkebangsaan Inggris mengemukakan bahwa unsur-unsur yang disusun berdasarkan urutan kenaikan massa atomnya mempunyai sifat yang akan berulang tiap unsur kedelapan. Artinya, unsur pertama mirip dengan unsur kedelapan, unsur kedua mirip dengan unsur kesembilan, dan seterusnya. Sifat keperiodikan unsur berdasarkan urutan kenaikan massa atom setiap kelipatan delapan dinamakan hukum oktaf. Saat itu, baru ditemukan 60 unsur. Gas mulia tidak termasuk dalam pengelompokan sistem oktaf karena belum ditemukan . Berikut ini disampaikan pengelompokan unsur berdasarkan hukum oktaf Newlands, yaitu sebagai berikut : Rata-rata Unsur ditengah

41

H Li Be B C N O

F Na Mg Al Si P S

Cl K Ca Cr Ti Mn Fe

Co/Ni Cu Zn Y In As Se

Br Rb Sr Ce/La Zr Di/Mo Ro/Ru

Pd Ag Cd U Sn Sb Te

I Cs Ba/V Ta W Nb Au

Pt Tl Pb Th Hg Bi Os

Beberapa unsur ditempatkan tidak urut sesuai massanya dan terdapat dua unsur yang ditempatkan di kolom yang sama karena kemiripan sifat. 3. Sistem Periodik Mendeleyev Pada tahun 1869, Dmitri Ivanovich Mendeleyev seorang ahli kimia berkebangsaan Rusia menyusun 65 unsur yang sudah dikenal pada waktu itu. Mendeleev mengurutkan unsur-unsur berdasarkan kenaikan massa atom dan sifat kimianya. Pada waktu yang sama, Julius Lothar Meyer membuat susunan unsur-unsur seperti yang dikernukakan oleh Mendeleyev. Hanya saja, Lothar Meyer menyusun unsur-unsur tersebut berdasarkan sifat fisiknya. Meskipun ada perbedaan, tetapi keduanya menghasilkan pengelompokan unsur yang sama. Mendeleyev menyediakan kotak kosong untuk tempat unsur-unsur yang waktu itu belum ditemukan, seperti unsur dengan nomor massa 44, 68, 72, dan 100. Mendeleyev telah meramal sifat-sifat unsur tersebut dan ternyata ramalannya terbukti setelah unsur-unsur tersebut ditemukan. Susunan unsurunsur berdasarkan hukum Mendeleev disempurnakan dan dinamakan sistem periodik Mendeleyev.

42

Sistem periodik Mendeleev terdiri atas golongan (unsur-unsur yang terletak dalam satu kolom) dan periode (unsur-unsur yang terletak dalam satu baris). Tabel sistem periodik Mendeleyev yang dibuat adalah sebagai berikut : Periode Gol.I 1 2 3 H1 Li 7 Na 23 Be 9,4 B 11 C 12 N 14 P 31 O 16 S 32 F 19 C 35,5 Fe 56, Co 4 K 39 Ca 40 ? (44) Ti 48 V 51 Cr 52 Mn 55 59 Ni 59, Cu 63 5 Cu 63 Zn 65 ? (68) ? (72) As 75 Se 78 Br 80 Ru 6 Rb 86 Sr 87 ?Yt 88 Zr 90 Nb 94 Mo 96 ? (100) Rh 104 Pd 106, 104, Gol.II Gol.III Gol.IV Gol.V Gol.VI Gol.VII Gol.VIII

Mg 24 Al 27,3 Si 28

Ag 108 7 8 9 Ag 108 Cd 112 In 115 Sn 118 Sb 122 Te 125 I 127 ? ? ? ? Os 195, Ir 10 ? ? ?Er 178 ?La 180 Ta 182 W 184 ? 197 Pt 11 Au 199 Hg 200 Tl 204 Pb 207 Bi 208 ? ? Au 199 12 ? ? ? Th 231 ? U 240 ? 198, ?

Cs 133 Ba 137 ?Di 138 ?Ce 140 ? ? ? ? ? ?

43

4. Pengelompokan Unsur Berdasarkan Sistem Periodik Modern Sistem periodik Mendeleyev dikemukakan sebelum penemuan teori struktur atom, yaitu partikel-partikel penyusun atom. Partikel penyusun inti atom yaitu proton dan neutron, sedangkan elektron mengitari inti atom. Setelah partikel-partikel penyusun atom ditemukan, ternyata ada beberapa unsur yang mempunyai jumlah partikel proton atau elektron sama, tetapi jumlah neutron berbeda. Unsur tersebut dikenal sebagai isotop. Jadi, terdapat atom yang mempunyai jumlah proton dan sifat kimia sama, tetapi massanya berbeda karena massa proton dan neutron menentukan massa atom. Dengan demikian, sifat kimia tidak ditentukan oleh massa atom, tetapi ditentukan oleh jumlah proton dalam atom tersebut. Jumlah proton digunakan sebagai nomor atom unsur dan unsur- unsur disusun berdasarkan kenaikan nomor atom. Ternyata, kenaikan nomor atom cenderung diikuti dengan kenaikan massa atomnya. Keperiodikan sifat fisika dan kimia unsur disusun berdasarkan nomor atomnya. Pernyataan tersebut disimpulkan berdasarkan hasil percobaan Henry Moseley pada tahun 1913. Sistem periodik yang telah dikemukakan berdasarkan percobaan Henry Moseley merupakan sistem periodik modern dan masih digunakan hingga sekarang. Sistem periodik unsur modern merupakan modifikasi dari sistem periodik Mendeleyev. Perubahan dan penyempumaan dilakukan terhadap sistern periodik Mendeleyev terutama setelah penemuan unsur-unsur gas mulia. Mendeleyev telah meletakan dasar-dasar yang memungkinkan untuk perkembangan sistem periodik unsur.

44

5. Golongan dan Periode Unsur dalam Tabel Sistem Periodik Unsur Modern Unsur-unsur dalam tabel sistem periodik modern disusun berdasarkan kenaikan nomor atom. Karena sistem periodik yang disusun berbentuk panjang, maka tabel periodik yang sekarang ini disebut tabel periodik panjang. Terkadang disebut pula tabel periodik modern, dikarenakan disusun oleh konsepkonsep yang sudah modern. Berbeda dengan tabel periodik Mendeleyev, karena berbentuk pendek, maka sering disebut sistem periodik pendek. Pada sistem periodik bentuk panjang, sifat unsurnya merupakan fungsi periodik dari nomor atomnya. Hal ini berarti bahwa sifat unsur tergantung dari nomor atomnya. Pada tabel periodik bentuk panjang, juga dikenal istilah periode dan golongan. Penyusunan unsur dengan arah mendatar ke kanan disebut periode, sedangkan penyusunan unsur dengan arah ke bawah disebut golongan. Tabel periodik bentuk panjang terdiri atas 7 periode dan 8 golongan. Adapun tampilan fisik tabel Sistem Periodik Modern, adalah sebagai berikut periode dibedakan menjadi periode pendek dan periode panjang, sedangkan golongan dibedakan menjadi golongan A (golongan utama) dan golongan B (golongan transisi). Periode pendek mencakup periode 1 (terdiri dari 2 unsur), periode 2 (terdiri dari 8 unsur) dan periode 3 (terdiri dari 8 unsur). Sedangkan periode panjang mencakup periode 4 sampai dengan periode 7. a. Golongan Golongan unsur pada sistem periodik unsur modern disusun berdasarkan jumlah elektron valensi (elektron yang terletak pada kulit terluar). Unsur dalam satu golongan mempunyai sifat yang cenderung sama dan ditempatkan dalam arah vertikal (kolom).

45

Pada sistem periodik unsur modern, golongan dibagi menjadi 18 berdasarkan aturan IUPAC. Berdasarkan aturan Amerika, sistem periodik unsur modern dibagi dua golongan yaitu golongan A dan B. Jadi, golongan unsur dari kiri ke kanan ialah IA, IIA, 11113, IVB, VB, VIB, VIIB, VIIIB, IB, 1113, IIIA, IVA, VA, VIA, VIIA, dan VIIIA. Umumnya, digunakan pembagian golongan menjadi A dan B. Golongan unsur pada sistem periodik unsur modern mempunyai nama khusus yaitu sebagai berikut : Golongan IA IIA IIIA IVA VA VIA VIIA VIIIA 1 2 13 14 15 16 17 18 Nama Khusus Alkali Alkali Tanah Boron Karbon Nitrogen Oksigen Halogen Gas Mulia Unsur-unsur Li, Na, K, Rb, Cs, dan Fr Be, Mg, Ca, Sr, Ba, dan Ra B, Al, Ga, In, dan Tl C, Si, Ge, Sn, dan Pb N, P, As, Sb, dan Bi O, S, Se, Te, dan Po F, Cl, Br, I, dan At He, Ne, Ar, Kr, Xe, dan Rn

b. Periode Periode unsur pada sistem periodik unsur modem disusun dalam arah horisontal (baris) untuk menunjukkan kelompok unsur yang mempunyai jumlah kulit sama. Sistem periodik bentuk panjang terdiri atas 7 periode sebagai berikut : 1) 2) Periode 1 = periode sangat pendek berisi 2 unsur, yaitu H dan He Periode 2 = periode pendek berisi 8 unsur46

3) 4) 5) 6) 7)

Periode 3 = periode pendek berisi 8 unsur Periode 4 = periode panjang berisi 18 unsur Periode 5 = periode panjang berisi 18 unsur Periode 6 = periode sangat panjang berisi 32 unsur Periode 7 = periode yang unsur-unsurnya belum lengkap berisi 30 unsur

Pada periode 6 termasuk periode sangat panjang, yaitu berisi 32 unsur. Golongan IIIB periode 6 berisi 14 unsur dengan sifat mirip yang dinamakan golongan lantanida. Begitu juga golongan IIIB periode 7 berisi 14 unsur dengan sifat mirip dinamakan golongan aktinida. Unsur golongan aktinida dan lantanida biasanya dituliskan terpisah di bawah. Golongan lantanida dan aktinida disebut golongan transisi dalam. c. Penetapan Golongan dan Periode Golongan dan periode dapat ditentukan dengan cara menuliskan konfigurasi elektron. Konfigurasi elektron adalah penataan elektron dalarn atom yang ditentukan berdasarkan jumlah elektron. Pada konfigurasi elektron, jumlah elektron valensi menunjukkan nomor golongan, sedangkan jumlah kulit yang sudah terisi elektron (n terbesar) menunjukkan periode.

47

BAB III METODE PENELITIAN

A. Definisi Konsepsional Beberapa definisi konsepsional dalam penelitian ini adalah : 1. Pembelajaran Kooperatif adalah model pembelajaran yang strategi belajarnya dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang memilki tingkat kemampuan yang berbeda-beda. 2. Hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai oleh seorang siswa melalui proses belajar mengajar disekolah yang dinyatakan dalam angka-angka atau nilai yang diukur dengan alat evaluasi dalam hal ini tes baik tes yang tertulis maupun tes yang tidak tertulis. 3. Snowball Throwing (Lempar Bola Salju) adalah salah satu tipe model pembelajaran dari pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa dibentuk kedalam beberapa kelompok secara heterogen dan guru memberikan kesempatan pada siswa untuk saling bertanya dan menuliskan pertanyaan pada kertas dan membuatnya menjadi bola untuk kemudian dilemparkan pada siswa lain yang akan menjawab. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di SMA N 4 Samarinda, dalam waktu 2 bulan. C. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah siswa dalam kelas X SMA N 4Samarinda yang berjumlah 1 kelas terdiri dari 35 siswa.

48

D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini adalah penelitian secara kolaboratif sehingga data diperoleh dengan cara penulis dan pengamat secara langsung terlibat dalam proses belajar mengajar pada satu kelas penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik tes tertulis pada setiap putaran atau siklus. Keaktifan siswa diukur dengan menggunakan lembar observasi yang disediakan oleh peneliti. Pengamat dalam hal ini adalah guru bidang studi kimia yang bertugas mengamati keaktifan siswa dan keaktifan peneliti dalam mengajar dengan mengisi lembar observasi keaktifan siswa dan keaktifan guru pada setiap putaran atau siklus. Lembar observasi yang disediakan berjumlah dua lembar yaitu lembar observasi untuk mengukur aktifitas siswa dan lembar observasi untuk mengukur aktifitas guru sebagai bahan untuk refleksi. E. Indikator Peningkatan Hasil Belajar Indikator yang menyatakan bahwa pembelajaran yang berlangsung selama penelitian berhasil meningkatkan hasil belajar siswa, jika terjadi peningkatan nilai rata-rata hasil belajar pada setiap siklus setelah digunakannya model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing (lempar bola salju). Kriteria Hasil Belajar Nilai Rata-rata 80 N 100 70 N 80 60 N 70 50 N 60 0 N 50 Kriteria Baik Sekali Baik Cukup Kurang Kurang Sekali

49

F. Rancangan Penelitian PRE-TEST

PERMASALAHAN

Alternatif Pemecahan

Pelaksanaan Tindakan I (Rencana Tindakan I)

Terselesaikan

Refleksi

Analisis Data

Observasi

Post-test Belum Terselesaikan SIKLUS SELANJUTNTA

Penelitian ini berjalan dalam beberapa siklus, masing-masing siklus tingkat keberhasilannya disesuaikan dengan kompetensi yang diharapkan bisa dikuasai siswa. Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dijabarkan sebagai berikut. 1. Tahap Perancanaan Adapun kegiatan yang dibuat dalam tahap perencanaan ini adalah : a. Membuat skenario pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing pada pokok bahasan Sistem Periodik Unsur. b. Membuat rencana pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing pada pokok bahasan Sistem Periodik Unsur. c. Mempersiapkan lembar kertas berwarna untuk dipakai dikelas. d. Membuat kertas yang bertuliskan nomor absen siswa untuk dipakai pada saat pembelajaran sebagai nomor punggung. e. Membuat soal test pada setiap siklus.

50

f. Membuat lembar observasi aktifitas siswa dan guru yang mengajar untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar dikelas pada saat model pembelajaran kooperatif Snowball Throwing dilaksanakan dan sebagai bahan refleksi. 2. Tahap Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran dan rencana pembelajaran yang telah direncanakan dan dibuat oleh penulis bersama-sama obsevator. Setiap siklus yang dilakukan terdiri dari 2 kali pertemuan selama 2 jam pelajaran. Berikut rinciannya : a. Penjajagan Tindakan pejajagan ini dilakukan dengan serangkaian test (pretest). Pre-test dengan menggunakn materi sistem periodik unsur yang berguna untuk menggali masalah-masalah yang dihadapi siswa yang dikaitkan dengan kompetensi yang diinginkan. Menjelaskan kepada siswa tentang model pembelajaran snowball throwing (lempar bola salju) yang akan digunakan dalam penelitian ini. b. Rencana Perlaksanaan Pembelajaran Proses belajar mengajar dilakukan dengan model pembelajaran tipe Snowball Throwing. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan dalam penelitian ini berlangsung 2 siklus, yaitu : 1. Siklus 1 a. Pertemuan pertama (2 x 45 menit) guru memberikan per-test dengan menggunakan materi sistem periodik unsur, menjelaskan indikator pembelajaran yang ingin dicapai selanjutnya setting kelas, penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing dengan materi yang disajikan

51

adalah sistem periodik unsur. Kemudian guru memanggil perwakilan dari setiap kelompok untuk menjelaskan materi sistem periodik unsur. Kemudian setiap perwakilan kelompok menjelaskan materi kepada teman sekelompoknya. satu Selanjutnya setiap anggota kelompok dan

menuliskan

pertanyaan

dilembar

kertas

berwarna

dilemparkan kepada kelompok lain. melanjutkan pembelajaran yaitu siswa menjawab pertanyaan yang berada dikertas dapatkan berwarna kemudian

berdasarkan

pengetahuan

yang

mereka

mengemukakan hasil jawabannya didepan kelas secara bergantian dari hasil diskusi bersama-sama dengan teman sekelompoknya. Kemudian guru membuat kesimpulan bersama-sama siswa. b. Pertemuan kedua (2 x 45 menit) yaitu guru memberikan post test kepada siswa sebagai tolak ukur penelitian ini. Dalam hal ini guru akan melihat hasil belajar siswa, untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada pokok bahsan sistem periodik unsur. 2. Siklus 2 Siklus kedua dilaksanakan dengan berpijak dari hasil analisis kegiatan siklus pertama, yaitu bagaimana hasil dari siklus pertama, kekurangan langkah-langkah dari siklus pertama tersebut dan apa akibatnya bagi siswa maupun guru serta perubahan apa yang dilakukan pada tahap berikutnya. Tahap-tahap tindakan pada siklus kedua juga sama dengan tahap pada siklus pertama hanya saja permasalahan atau sub pokok bahasan yang diberikan kepada siswa merupakan masalah yang baru.

52

3.

Tahap Observasi Pada tahap ini penulis sebagai guru pengajar melakukan tindakan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Untuk mengobservasi tingkat hasil belajar siswa digunakan tes yakni pre-test berguna untuk melihat kesiapan siswa dalam menghadapi pembelajaran dan untuk mengetahui masalah yang dihadapi siswa dalam belajar yang berkenaan dengan materi yang akan diajarkan sedangkan post-test adalah test yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran untuk melihat hasil belajar siswa setelah digunakannya pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Aktifitas dan penulis diamati oleh observer yaitu guru bidang studi kimia. Tingkat aktifitas diamati dengan menggunakan lembar observasi aktifitas siswa dan guru yang sebelumnya telah disediakan oleh penulis.

4.

Tahap Refleksi Pada tahap ini, penulis bersama-sama observator merenungkan hasil

tindakan pembelajaran. Semua data hasil monitoring yang sudah diamati oleh observator dengan menggunakan lembar observasi dianalisis. Untuk mengetahui apakah rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah disiapkan mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan hasil data ini, penulis dapat mengadakan refleksi, sehingga kelemahan pada siklus ini dapat diperbaiki pada siklus berikutnya. G. Analisis Data Data yang diperoleh dari lembar observasi dan hasil belajar kimia siswa, kemudian disusun, dijelaskan dan akhirnya dianalisis dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan dengan menyajikan dalam bentuk persentase untuk setiap putaran atau siklus.

53

1. Hasil Belajar Kimia a. Ketuntasan Belajar Siswa Persentase = Ket : a = Jumlah siswa tuntas pada setiap siklus b = Jumlah seluruh siswa b. Nilai Rata-rata Tes Persentase = Ket : a1 = Nilai pre-test siswa pada setiap siklus a2 = Nilai post-test pada setiap siklus b = Nilai maksimun tes pada setiap siklus

54