Proposal Pengabmas Diit Diabetes
-
Upload
nissakurnia -
Category
Documents
-
view
32 -
download
0
description
Transcript of Proposal Pengabmas Diit Diabetes
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar
gula darah melebihi normal karena tubuh tidak lagi memiliki cukup insulin atau insulin tidak
bekerja dengan baik (Soegondo dkk, 2005). DM merupakan penyakit kronis dan sering
disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan
menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala yang sangat bervariasi (Williams, &
Pickup, 2004).
Penyebab kematian banyak dikarenakan oleh penyakit kronis, di antara penyakit
kronis yang sekarang menjadi perhatian orang banyak adalah diabetes mellitus (DM).
Perhitungan secara ekonomis untuk setiap penderita diabetes mellitus adalah penting,
demikian juga terhadap efek yang ditimbulkannya, seperti depresi. Setiap penderita diabetes
mellitus yang mengalami depresi terjadi peningkatan tambahan biaya kesehatan sebesar 50-
75%. Depresi meningkatkan angka kematian penduduk dunia sebesar 30% pada penderita
diabetes mellitus (WFMH, 2010).
Diabetes Statistics (2011) memperlihatkan bahwa, Amerika Serikat telah memberikan
data berdasarkan laporan dari National Diabetes Fact Sheet tahun 2011. Laporan tersebut
terdapat data sekitar 25,8 juta (8,3%) populasi baik golongan usia remaja maupun dewasa
terkena diabetes, sehingga diperkirakan menyedot anggaran untuk berobat sebesar 174
milyar dolar Amerika. Berdasarkan jumlah tersebut, terdapat 18,8 juta penduduk yang
terdiagnosa dan 7,0 juta penduduk yang tidak terdiagnosa. Di antara jumlah tersebut terdapat
79 juta penduduk dalam status prediabetes, baik yang mengarah pada DM-1 maupun DM-2.
Data di Indonesia tidak menunjukkan jumlah yang pasti antara DM-1 dan DM-2
namun demikian, menurut Suyono (dalam Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2007) di
Indonesia kasus DM-1sangat jarang. Taylor (2006) serta WHO (2003) menjelaskan bahwa,
DM-2 mencakup 90% dari seluruh kasus diabetes di masyarakat, dan individu dengan
orangtua atau saudara yang menderita diabetes akan memiliki risiko tinggi untuk menderita
1
diabetes seperti individu dengan obesitas dan hipertensi. Oleh sebab itu perlunya melakukan
pemeriksaan gula darah untuk meningkatkan perhatian dan sebagai peringatan terhadap
bahaya diabetes.
Hasil penelitian Donsu (2014), bahwa penderita diabetes mellitus di wilayah kerja
Puskesmas Kabupaten Sleman tidak pernah dikelola secara komprehensif. Artinya,
pengelolaan diabetes mellitus tidak hanya secara biologis tapi juga psikologis, terutama
pasien diabetes dan prediabetes yang berada di masyarakat. Oleh sebab itu perawatan pasien
diabetes sebaiknya dilakukan secara komprehensif sehingga memberikan hasil yang
maksimal. Penelitian tersebut juga menyimpulkan adanya pasien yang enggan memeriksakan
diri ke dokter karena kurangnya dukungan sosial terutama keluarga. Berkaitan dengan hal ini,
pengabdian masyarakat ini dilaksanakan di dusun Semarangan, dimana pasien dan keluarga
ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
Hasil wawancara dengan kader kesehatan di Dusun Salakan, masyarakat sering
mengeluhkan tentang gejala-gejalah seperti; sering buang air kecil lebih dari 2 (dua) kali
terutama di malam hari, terjadi penurunan berat badan padahal semua aktivitas berjalan
seperti biasa dan tidak melakukan diet atau membatasi makan setiap hari. Kesimpulan
bahwa, gejala-gejala tersebut merupakan kecenderungan terhadap prediabetes yang perlu
diwaspadai.
B. Perumusan Masalah
Berbagai upaya telah dilakukan dalam mencegah komplikasi pada diabetes
mellitus salah satunya adalah secara fisik, sehingga sebagai anggota masyarakat yang
potensial mengalami diabetes mellitus dan masyarakat yang sedang menderita diabetes
mellitus, juga keluarga dapat melakukan pemeriksaan gula darah untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut. Oleh karena itu masalah dalam pengabdian masyarakat ini dapat
dirumuskan sebagai berikut ”Bagaimana peran edukator melalui pemeriksaan gula darah
pada pasien diabetes dan predabetes serta keluarga yang potensial mengalami Diabetes
Mellitus di Dusun Salakan”?
2
C. Tujuan Kegiatan
a. Tujuan Umum
Meningkatkan kewaspadaan masyarakat di bidang kesehatan melalui pemeriksaan kadar
gula darah dalam mencegah terjadinya komplikasi diabetes mellitus.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan motivasi masyarakat dalam kemampuan mengambil keputusan untuk
melakukan pemeriksaaan gula darah.
2) Memotivasi pasien diabetes dan prediabetes untuk memperoleh pengetahuan yang
lebih tentang diabetes serta meningkatkan dukungan keluarga dalam melakukan
pemeriksaan gula darah
D. Manfaat Kegiatan
Manfaat kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah :
1. Bagi Dosen
Dosen yang melakukan kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat melaksanakan kegiatan
Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya pengabdian kepada masyarakat sehingga dapat
mengaplikasikan hasil penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat.
2. Bagi Puskesmas Godean II
Pemeriksaan gula darah bagi masyarakat potensial diabetes mellitus dan pasien diabetes
mellitus yang berada di wilayah kerja Puskesmas Godean II akan mengurangi angka
kejadian penyakit serta meningkatkan kewaspadaan terhadap tingkat komplikasi bahkan
angka kematian akibat ulkus diabetikum, sehingga status komplikasi diabetes mellitus
akan berkurang.
3. Bagi Pasien/masyarakat
Melakukan pemeriksaan gulah darah merupakan suatu tindakan yang dapat
meningkatkan pengetahuan, sehingga dengan demikian kadar gula darah dapat terkontrol.
Artinya, apabila pasien dan masyarakat telah memahami manfaat dari terkontrolnya gula
darah maka akan mempermuda pemahaman terhadap kasus diabetes dan pengelolaannya.
3
E. Khalayak Sasaran
Sasaran dilakukannya pemeriksaan gula darah tersebut khususnya pada pasien diabetes
mellitus dan masyarakat prediabetes Dusun Semarangan terutama yang berpotensi
mengalami gangguan atau gejala-gejala seperti; sering buang air kecil pada malam hari,
adanya luka yang sulit sembuh, mengalami penurunan berat badan secara drastis, dan
perasaan haus yang sering.
4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun absolut. Diabetes
sebagai suatu gangguan metabolisme terhadap berbagai penyebab yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik, dan gangguan pada metabolisme protein, lemak serta karbohidrat
yang dihasilkan dari kerusakan sekresi insulin, aktivitas insulin atau keduanya. Jadi
abnormalitas metabolisme diabetes dihasilkan dari pergerakan insulin ke sasaran sel yang
sesungguhnya tidak tepat, menyebabkan defisiensi sekresi insulin atau ketidaksensitifan
gerak insulin, atau adanya kombinasi antara keduanya (Asdie, 2000; Shrivastav, Harris,
Kannan, Rajendran, 2015).
B. Penyebab
Penyebab Diabetes Mellitus sudah banyak dikenal di masyarakat, namun secara
teoretis terdapat beberapa penyebab yang belum lasim. Penyebab utama di era globalisasi
adalah perubahan gaya hidup. Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan
zaman, nampaknya wajah Negara Asia secara harafiah telah berubah dan salah satu aspek
yang paling menonjol adalah tingginya makanan gaya barat. Faktor lainnya seperti; faktor
keturunan 10%, infeksi/peradangan, banyak makan (manis dan berlemak), kurang
olahraga, dan penurunan insulin (Hernan, et al,. 2014).
Penyebab terjadinya ulkus atau luka kaki pada kaki penderita diabetes mellitus
yang sering dikenal dengan ulkus diabetikum menurut Suyono (2007), adalah sebagai
berikut; sirkulasi darah kaki kurang baik, indera rasa kedua kaki berkurang sehingga kaki
mudah terluka, daya tahan tubuh terhadap infeksi yang menurun.
5
C. Proses Metabolisme Tubuh
Metabolisme merupakan suatu cara bagaimana tubuh memproses makanan untuk
pertumbuhan dan memperoleh energi. Mekanisme metabolisme dan terjadinya diabetes,
sebagian besar adalah makanan yang dimakan akan dihancurkan ke dalam bentuk
glukosa (gula dalam darah). Glukosa adalah sumber utama bahan bakar untuk tubuh yang
digunakan oleh sel untuk pertumbuhan dan energi. Setelah dicerna, glukosa melewati
aliran darah. Agar glukosa dapat di up take (diambil dan digunakan) oleh sel, diperlukan
insulin. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi di pankreas. Ketika makan,
pankreas secara otomatis akan menghasilkan insulin dalam jumlah yang tepat untuk
menggerakkan glukosa dari darah ke dalam sel (Kalat, 2007). Pada individu dengan
diabetes, meskipun pankreas dapat memproduksi sedikit insulin namun sel tidak dapat
merespon dengan tepat insulin yang dihasilkan sehingga glukosa terakumulasi di dalam
darah dan akhirnya keluar dari dalam tubuh melalui urin. Jadi tubuh kehilangan sumber
utama bahan bakar meskipun darah mengandung glukosa dalam jumlah yang besar
(Williams & Pickup, 2004).
Lebih lanjut Williams dan Pickup, (2004) menjelaskan tentang tubuh yang
memerlukan glukosa sebagai bahan bakar proses metabolism bahwa, glukosa apabila
terlalu banyak tersimpan dalam darah selama jangka waktu yang panjang menyebabkan
kondisi hiperglikemia (suatu tanda dari diabetes mellitus). Secara normal tubuh
mengontrol tingkat gula darah dengan hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas.
Pada pasien diabetes mellitus, tingkat abnormal glukosa terakumulasi dalam darah karena
pankreas tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang tepat.
Mekanisme metabolisme glukosa berpusat pada makanan yang dikonsumsi
seseorang. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, metabolisme
diabetes mellitus disebabkan oleh karena glukosa sebagai hasil dari bahan makanan yang
kita makan. Glukosa tersebut tidak dapat diserap oleh sel, karena kurangnya insulin yang
dihasilkan oleh pankreas, sehingga terjadi penumpukan gula dalam darah. Walaupun
tubuh memerlukan glukosa namun apabila berlebihan, maka akan terjadi penumpukan
6
dalam darah dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan hiperglikemia
(Chamillard, Hitman, Khan,Thangaratinam, 2015)..
D. Tanda dan Gejala diabetes mellitus
Taylor (2006) menjelaskan diabetes mellitus biasanya terjadi pada usia di atas 40
tahun, tanda dan gejala yang muncul pada penderita dapat bermacam-macam seperti;
sering haus, sering buang air kecil terutama pada malam hari, sering lapar dan banyak
makan, gatal-gatal, cepat lelah, penglihatan kabur hingga mengakibatkan kebutaan, luka
yang lama sembuh, kaki terasa kebas, geli atau merasa terbakar, infeksi jamur pada
saluran reproduksi perempuan dan impotensi pada pria.
E. Diabetes Mellitus berdasarkan tipenya
Selama ini masyarakat mengenal dua jenis diabetes mellitus dengan perbedaan
menyolok yakni tipe-1 yang tergantung sepenuhnya pada insulin dan tipe-2 yang masih
dapat dibantu dengan obat-obatan lain. Menurut Taylor (2006) diabetes tipe-1 hanya
mencakup 10% dari semua kasus diabetes. Sementara itu, diabetes tipe-2 mencakup 90%
dari seluruh kasus diabetes. Menurut WHO (2003) berdasarkan pembagian/klasifikasi,
diabetes mellitus dibagi menjadi 4 tipe yaitu: 1) DM-1; 2) DM-2; 3) Diabetes kehamilan
(gestational); 4) Diabetes tipe lainnya. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di
Indonesia membagi tipe diabetes mellitus dengan mengikuti penggolongan yang dibuat
oleh WHO. Berdasarkan klasifikasi tersebut, lebih jelas pada uraian berikut ini:
1) Diabetes Melitus Tipe-1.
Diabetes mellitus tipe-1 disebabkan oleh rusaknya sel yang memproduksi
insulin di pankreas (B-cell) yang mengarah pada defisiensi insulin absolut. Rusaknya
sel pankreas penghasil insulin ini disebabkan oleh adanya infeksi yang disebabkan
oleh virus sehingga menstimulasi sistem imun untuk menyerang sel pankreas. Hal
inilah yang menyebabkan pasien harus melakukan injeksi insulin untuk menghindari
komplikasi akut dan komplikasi yang sangat serius. Oleh karena itu, diabetes
mellitus tipe-1 sering disebut sebagai Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
(Chamillard, et al., 2015).
7
Diabetes tipe-1 secara khas berkembang pada masa kanak-kanak dan remaja
dan berjumlah hanya 5%-10% dari kasus diabetes. Komplikasi akut terbesar yang
terjadi tanpa insulin dalam IDDM disebut ketoacidosis yaitu tingkat asam lemak di
dalam darah yang mendorong kearah kegagalan fungsi ginjal, sehingga
menyebabkan terjadinya penumpukan asam lemak dan meracuni tubuh. Simtom
ketoacidosis secara umum di mulai dengan kehausan kronik dan buang air kecil,
diikuti dengan episode akut mual, munta, nyeri perut dan kesulitan pernapasan. Jika
tidak diobati dapat menyebabkan koma dan kematian dalam beberapa minggu
(Vries, Kolthof, Postma, Denig, Hak, (2014).
2) Diabetes Melitus Tipe-2.
Diabetes mellitus tipe-2 merupakan tipe yang paling banyak dijumpai,
ditandai dengan adanya gangguan kinerja insulin atau gangguan sekresi insulin
karena pankreas menghasilkan sedikit insulin. Hal ini menyebabkan terjadinya
resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Insulin dalam darah tidak mampu
mengambil dan menggunakan glukosa ke dalam sel secara maksimal. Faktor utama
pemicu diabetes mellitus tipe-2 adalah obesitas. Terlalu banyak makan menstimulasi
produksi insulin yang berlebihan oleh pankreas. Tingkat insulin yang meningkat
dalam darah menyebabkan terjadinya resistensi insulin dalam sel. Disamping itu sel
beta dalam pankreas dapat menjadi exhausted atau rusak karena tuntutan
memproduksi insulin yang banyak dan akhirnya menghasilkan sedikit insulin
(Chamillard, et al.,2015).
Sebagian besar individu dengan diabetes mellitus tipe-2 dapat mengelola
tingkat gula darah tanpa memakai insulin dengan mengikuti diet khusus yang hati-
hati dan melakukan meditasi. Diabetes mellitus tipe-2 dapat berkembang diberbagai
usia, biasanya muncul setelah usia 40 tahun. Pada saat didiagnosis hingga sepanjang
hidupnya, individu dengan diabetes mellitus tipe-2 menggunakan tritmen insulin
sebagai pengontrol gula darah bukan sebagai pertahanan hidup. Sebagian besar
individu dengan diabetes mellitus tipe-2 mengalami obesitas. Risiko dari diabetes
mellitus tipe-2 meningkat dengan penambahan usia, obesitas dan tidak aktif secara
fisik. Individu dengan orang tua atau saudara yang menderita diabetes juga memiliki
8
risiko tinggi untuk menderita diabetes seperti individu dengan obesitas dan
hipertensi (Sarafino, 1998).
Menurut Asdie (2000) DM-2 dahulu disebut diabetes tipe dewasa (maturity-
onset atau adult-onset diabetes). Taylor (2006) menyatakan DM-2 biasanya terjadi
pada usia di atas 40 tahun. Selanjutnya dikatakan bahwa gejala yang muncul pada
penderita antara lain penglihatan kabur hingga mengakibatkan kebutaan, luka yang
lama sembuh, kaki terasa kebas, geli atau merasa terbakar, infeksi jamur pada
saluran reproduksi perempuan dan impotensi pada pria.
3) Diabetes Kehamilan (Gestational).
Diabetes kehamilan adalah gangguan toleransi glukosa berbagai derajat yang
ditemukan pertama kali pada saat hamil, tanpa membedakan apakah penderita perlu
terapi insulin atau tidak. Pada umumnya penderita diabetes mellitus kehamilan,
menunjukkan gangguan toleransi glukosa yang relatif ringan, sehingga jarang
memerlukan pertolongan dokter (Asdie, 2000).
4) Diabetes Tipe lainnya.
Tipe-tipe diabetes lain dijumpai pada kondisi dan sindroma tertentu. Tipe
diabetes ini dapat timbul sebagai akibat kerusakan pancreas karena radang, cireda
atau adanya suatu keganasan. Kasus ini hanya mencakup 1-10% dari seluruh kasus
diabetes (Kalat, 2007 & WHO, 2003).
F. Dampak atau komplikasi yang dapat terjadi pada penderita diabetes mellitus
Sebagian besar dampak dari diabetes mellitus diakibatkan oleh berkembangnya
komplikasi. Komplikasi pada umumnya adalah penyakit mikrovaskuler
(microangiopathy, retinopathy, nephropathy dan neuropathy) dan penyakit
makrovaskuler (atherosclerosis) (Yoshida, Hirai, Suzuki, Awata, & Oka, 2009). Sebagai
keterangan bahwa komplikasi yang dapat terjadi berupa; penyakit jantung (hipertensi,
gagal jantung), fungsi mata terganggu (glaucoma, katarak, retinopati), fungsi ginjal
terganggu, fungsi saraf terganggu (neuropati, mati rasa) menyebabkan luka yang tidak
sembuh sampai menjadi gangren sehingga harus diamputasi, fungsi kulit terganggu (luka,
gangrene), hipoglikemi, dan ketoasidosis. Menurut Vries, et al., (2014) pasien diabetes
9
mellitus di negara berkembang banyak yang mengalami komplikasi bahkan sampai
menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penanganan komplikasi di negara
berkembang, juga mengalami berbagai kesulitan dalam prakteknya, seperti kurangnya
tenaga dokter, perawat dan ahli gizi bahkan kekurangan obat termasuk insulin.
G. Cara Pencegahan diabetes mellitus
Pencegahan terhadap diabetes mellitus dapat dilakukan dengan berbagai cara,
seperti; biasakan hidup sehat dengan minum air putih, olahraga secara teratur, diet
seimbang, hindari merokok, gunakan alas kaki yang lembut, periksa ke tempat-tempat
pelayanan terdekat (cek gula darah, cek berat badan, cek tekanan darah, minum obat
secara teratur) Duijzer, et al.,(2014). Mencegah komplikasi sangat penting dilakukan.
Bagaimana caranya agar penderita diabetes mellitus dapat terhindar dari komplikasi,
sebaiknya dilakukan tindakan seperti; diet yang benar, minum obat teratur, kontrol gula
darah teratur, olahraga (jalan kaki, senam, sepeda santai, dan sebagainya), bila saat
aktifitas kemudian pusing, keringat dingin maka segera minum teh manis, mencegah kulit
terluka (pakai alas kaki, lingkungan rumah tidak licin, tangga (undak-undakan tidak
tinggi), cegah kegemukan (Chamillard, Hitman, Khan, Thangaratinam, 2015).
H. Pentingnya melakukan pemeriksaan gula darah
Gula darah atau kadar glukosa darah adalah salah satu tes laboratorium yang
paling banyak dikerjakan ataupun diinstruksikan dalam dunia kedokteran, selain
pemeriksaan darah rutin. Bahkan karena cukup banyak digunakan, tersedia juga alat
genggam yang bisa digunakan untuk memeriksa kadar gula darah secara mandiri. Banyak
kasus yang memerlukan pemeriksaan gula darah, mulai dari pemantauan kondisi gula
darah pada pasien diabetes, hingga bayi yang mengalami kejang atau pasien asing yang
kehilangan kesadaran. Sehingga tes gula darah bisa ditemukan pada kondisi harian di
banyak ruangan, mulai dari rumah pribadi hingga ruang triase unit gawat darurat dan
ambulans. Tes ini memang lebih banyak menggunakan sampel darah, sehingga biasanya
disebut “gula darah” oleh masyarakat, namun tidak jarang menggunakan sampel urine
(air seni) juga (Chishaki, 2013).10
Pentingnya melakukan tes atau pemeriksaan gula darah untuk mengetahui atau
menentukan kadar glukosa darah, apakah berada dalam rentang normal atau tidak.
Pemeriksaan ini sangat penting terutama pada pasien diabetes mellitus untuk mengetahui
dan memantau kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) atau sebaliknya kadar glukosa
yang rendah (hipoglikemia). Ada dua jenis sampel yang dites, pertama adalah glukosa
darah, di mana bisa dilakukan secara rutin pada penderita diabetes, atau pada mereka
yang menunjukkan gejala hiperglikemia ataupun hipoglikemia. Jika Anda penderita
diabetes, biasanya akan melakukan beberapa kali pemeriksaan dalam satu harinya secara
mandiri (Berg, 2014).
Sampel darah diambil dari lengan atau setetes darah dari tusukan pada ujung jari,
kadang sampel acak dari urine digunakan. Beberapa penderita diabetes mungkin akan
memerlukan pemantauan glukosa berkelanjutan, dengan memasangkan sensor kecil
berkabel di bawah permukaan kulit perut yang memantau kadar gula darah setiap 5
menit. Secara umum, disarankan untuk berpuasa, tidak makan atau minum apapun,
kecuali air putih selama 8 jam sebelum tes kadar glukosa darah. Pada pasien diabetes,
atau dicurigai memiliki diabetes, tes biasanya dilakukan baik pasca puasa dan setelah
makan. Untuk tes dengan waktu tertentu, setelah makan ataupun acak, dapat dilakukan
sesuai instruksi dokter (Chishaki, 2013).
Tes ini untuk memeriksa kadar glukosa pada darah (dan juga urine). Glukosa
adalah sumber energi primer (utama) bagi sel-sel tubuh dan satu-satunya sumber energi
bagi otak dan sistem saraf. Suplai glukosa yang tetap harus tersedia untuk digunakan, dan
kadar glukosa yang relatif konstan harus dipertahankan dalam darah. Selama pencernaan,
buah-buahan, sayur-sayuran, roti, nasi, dan sumber karbohidrat lainnya dipecah menjadi
glukosa (dan nutrisi lainnya); zat-zat ini akan diserap oleh usus kecil dan bersirkulasi ke
seluruh tubuh. Penggunaan glukosa menjadi energi bagi tubuh bergantung pada insulin,
suatu hormon yang dihasilkan oleh pankreas. Insulin memfasilitasi transpor glukosa ke
dalam sel-sel tubuh dan ke hati untuk disimpan energi selebihnya sebagai glikogen untuk
penyimpanan jangka pendek, dan/atau sebagai trigliserida dalam sel-sel adiposa (lemak).
11
Normalnya, glukosa darah sedikit meningkat pasca makan, dan insulin dijelaskan
oleh pankreas ke dalam darah sebagai respons, dengan jumlah yang disesuaikan dengan
porsi dan isi makanan kita. Saat glukosa dipindahkan ke dalam sel-sel dan
dimetabolisme, kadarnya di dalam darah akan turun dan pankreas akan merespons
dengan melambatkan lalu menghentikan pelepasan insulin (Chishaki, 2013).
Jika kadar gula darah jatuh terlalu rendah, sebagaimana yang bisa terjadi ketika
waktu antara makan, berpuasa atau bekerja keras, glukagon (hormon pankreas lainnya)
akan dilepaskan untuk membuat hati mengubah sejumlah glikogen menjadi glukosa lagi,
dan meningkatkan kadar glukosa darah, lalu tubuh akan berusaha memulihkan
kesetimbangannya, baik dengan meningkatkan produksi insulin ataupun mengeluarkan
glukosa berlebih melalui urine (Chishaki, 2013).
Ada sejumlah kecil kondisi-kondisi yang berlainan yang dapat merusakan
keseimbangan antara glukosa dan hormon-hormon pankreas, menghasilkan glukosa darah
yang tinggi atau rendah. Salah satu penyebab yang paling umum adalah diabetes.
Diabetes adalah sekelompok kelainan yang dihubungkan dengan ketidakcukupan
produksi insulin dan/atau resistensi (kekebalan) terhadap insulin. Orang-orang dengan
diabetes yang tidak diterapi tidak akan mampu memproses dan menggunakan glukosa
secara normal. Mereka yang tidak sanggup menghasilkan cukup insulin untuk memproses
glukosa didiagnosis memiliki diabetes tipe 1, sementara yang memiliki resistensi
terhadap insulin dikatakan memiliki diabetes tipe 2. Kedua tipe diabetes ini bisa
meningkatkan kadar glukosa darah secara akut dan/atau kronis (Berg, 2014).
Hipoglikemia atau hiperglikemia yang akut dan parah bisa jadi mengancam jiwa,
menyebabkan kegagalan organ, kerusakan otak, koma, dan, pada kasus yang ekstrem,
kematian. Kadar gula darah yang tinggi secara kronis dapat menyebabkan kerusakan
yang progresif terhadap organ-organ tubuh, seperti ginjal, mata, jantung, pembuluh-
pembuluh darah, dan sel-sel saraf. Beberapa wanita mungkin menjadi hiperglimia ketika
hamil, yang dikenal sebagai diabetes gestasional. Jika tidak diobati, ini dapat
menyebabkan ibu melahirkan bayi besar yang akan terancam oleh kadar glukosa yang
12
rendah setelah dilahirkan. Wanita yang pernah mengalami diabetes gestasional bisa atau
juga mungkin tidak akan berkembang menjadi diabetes (Berg, 2014).
Glukosa biasanya diperiksa sebagai bagian dari tes rutin saat pemeriksaan
kesehatan menyeluruh. Karena diabetes tidak menunjukkan gejala spesifik saat awal
kemunculannya, maka tes rutin seperti ini diperlukan untuk menjaring penderita diabetes
yang tidak kentara atau mereka yang berisiko terkena diabetes nantinya. Biasanya
digunakan tes glukosa darah sewaktu. Ibu hamil juga disarankan melakukan pemeriksaan
gula darah, biasanya dengan tes toleransi glukosa (oral glucose chalenge test). Biasanya
dilakukan pada usia kehamilan 24 hingga 28 minggu. Pemeriksaan akan bermanfaat
mengetahui kondisi kesehatan umum ibu, dan kemungkinan munculnya diabetes
gestasional yang bisa menghasilkan bayi besar yang akan mempersulit proses persalinan
dan mengancam kesehatan bayi setelah lahir (Berg, 2014).
Pemeriksaan glukosa darah dapat digunakan untuk mendiagnosis diabetes,
termasuk mungkin dengan bantuan pemeriksaan tambahan hemoglobin A1c. Ada
sejumlah prosedur dan tes, termasuk tes glukosa setidaknya dua kali dalam jangka waktu
yang berlainan untuk memastikan diagnosis dapat ditegakkan. Tes glukosa bisa dilakukan
pada orang yang sehat, tanpa gejala apapun untuk melihat kemungkinan adanya diabetes
atau pra diabetes karena pada awalnya memang tidak memiliki gejala yang tampak.
Pemeriksaan glukosa darah juga bisa disyaratkan pada keperluan umum, misalnya saat
melamar kerja, atau pemeriksaan kesehatan rutin yang disyarakatkan bagi tenaga kerja
suatu instansi atau perusahaan. Atau disarankan pada orang-orang dengan risiko yang
lebih tinggi untuk terkena diabetes, misalnya pada mereka yang kegemukan atau pada
yang sudah melewati usia 40-45 tahun. Tes glukosa juga disarankan pada seseorang yang
memiliki gejala glukosa darah tinggi (hiperglikemia), seperti (Berg, 2014); Sering haus,
biasanya diikuti dengan sering buang air kecil, kelelahan, pandangan kabur, infeksi yang
lambat sembuh; Atau gejala-gejala glukosa darah rendah (hipoglikemia), seperti:
Berkeringat, lapar, gemetar, cemas, bingung, pandangan kabur. Tes glukosa darah juga
dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan untuk menentukan apakah glukosa darah yang
tinggi atau rendah yang menyebabkan pingsan atau penurunan kesadaran.
13
Bagaimana makna hasil tes ini? Kadar glukosa tinggi biasanya selalu
mengarahkan kecurigaan pada diabetes, namun banyak kondisi dan penyakit lain yang
juga dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Informasi berikut akan memberikan
makna dari hasil tes glukosa darah yang diperoleh. Tes ini didasarkan pada Asosiasi
Diabetes Amerika (ADA).
Glukosa Darah Puasa
Kadar Glukosa IndikasiDari 70 hingga 99 mg/dL (3.9 to 5.5 mmol/L) Glukosa puasa normal
Dari 100 hingga 125 mg/dL (5.6 to 6.9 mmol/L)Glukosa puasa terganggu (pra diabetes)
126 mg/dL (7.0 mmol/L) ke atas pada lebih dari sekali tes acak
Diabetes
Peningkatan kadar glukosa yang sedang mengindikasikan pra diabetes, jika
dibiarkan bisa berkembang menjadi diabetes tipe 2. Beberapa penyakit dan kondisi lain
yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah termasuk: Akromegali, stres akut
(respons terhadap trauma, serangan jantung, dan stroke), gagal ginjal kronis, sindrom
Chusing, banyak makan (konsumsi karbohidrat berlebih), hipertiroidisme, kanker
pancreas, pancreatitis (Berg, 2014).
Kadar glukosa rendah mengindikasikan hipoglikemia, kondisi di mana kadar
glukosa darah turun di mana pertama-tama menyebabkan gejala sistem saraf (berkeringat,
gemetar, palpitasi/berdebar, dan cemas/gelisah), lalu mulai mempengaruhi otak
(menyebabkan kebingungan, halusinasi, pandangan kabur, dan kadang hingga jatuh koma
atau mengakibatkan kematian). Kondisi yang bisa menyebabkan hipoglikemia antara
lain: Insufisiensi adrenal, konsumsi alkohol berlebih, penyakit hati yang parah,
hipopituitarisme, hipotiroidisme, overdosis insulin (baik karena obat oral ataupun
tambahan insulin), insulinoma, dan kelaparan (Berg, 2014).
14
BAB IIIMETODE PENGABDIAN MASYARAKAT
A. Metode Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Masyarakat
Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini berupa, melakukan pemeriksaan
gula darah pada penderita diabetes, prediabetes maupun masyarakat yang berpotensi terkena
diabetes mellitus. Pemeriksaan gula darah dilakukan sesuai standar operating prosedur
(SOP), sebagai berikut:
Pengertian
Pemeriksaan gula darah digunakan untuk mengetahui kadar gula darah seseorang.Macam- macam pemeriksaan gula darah:Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :1. Glukosa plasma sewaktu ≤ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)2. Glukosa plasma puasa ≤ 140 mg/dl (7,8 mmol/L)3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) ≤ 200 mg/dl.
Indikasi Klien yang tidak mengetahui proses penyakitnya.
Petugas1.Mahasiswa semester IV2.Perawat
Tujuan1. Untuk mengetahui kadar gula pada pasien.2. Mengungkapkan tentang proses penyakit dan pengobatannya.
Persiapan Alat
1. Glukometer 5. Lanset2. Kapas Alkohol 6. Bengkok3. Hand scone 7. Sketsel4. Stik GDA
Persiapan Lingkungan Menjaga privace klien.
Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.2. Mencuci tangan.3. Pasang sketsel.4. Memakai handscone5. Atur posisi pasien senyaman mungkin.6. Dekatkan alat di samping pasien.7. Pastikan alat bisa digunakan.8. Pasang stik GDA pada alat glukometer.9. Menusukkan lanset di jari tangan pasien.10. Menghidupkan alat glukometer yang sudah terpasang stik GDA.11. Meletakkan stik GDA dijari tangan pasien.12. Menutup bekas tusukkan lanset menggunakan kapas alkohol.13. Alat glukometer akan berbunyi dan hasil sudah bisa dibaca.14. Membereskan dan mencici alat.15. Mencuci tangan.
Evaluasi Sikap
1. Sabar2. Teliti3. Sopan-santun
15
B. Keterkaitan
Pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan berupa pemeriksaan gula darah, yang
merupakan salah satu program Puskesmas terhadap perawatan penderita diabetes mellitus.
Kegiatan tersebut akan dilakukan pada salah satu dusun wilayah kerja Puskesmas Godean
II yaitu dusun Semarangan. Pemilihan tempat sesuai saran dan penunjukkan dari
Puskesmas berdasarkan jumlah kasus diabetes terbanyak di beberapa dusun wilayah kerja
Puskesmas serta animo masyarakat yang sangat antusias dalam melakukan program
Puskesmas.
C. Rancangan Evaluasi
Kegiatan pengabdian masyarakat tersebut dilakukan secara berkala selama 4 (empat)
bulan. Evaluasi dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu evaluasi proses dan hasil. Evaluasi
proses dilakukan setiap kegiatan yaitu sebulan 2 (dua) kali. Evaluasi hasil dilakukan pada
akhir kegiatan secara keseluruhan. Evaluasi proses menjadi catatan penting pada evaluasi
hasil. Baik evaluasi proses maupun hasil mencatat jumlah peserta yang mengikuti kegiatan
perawatan kaki, dan kemampuan melakukan perawatan kaki secara mandiri di rumah.
D. Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan pengabdian masyarakat ini berlokasi di Dusun SSemarangan Desa Sidokarto
Kecamatan Godean Wilayah kerja Puskesmas Godean II. Pelaksanaan kegiatan tersebut
dilaksanakan selama 4 (empat) bulan yaitu dari bulan Juni sampai dengan bulan September
2015, berdasarkan tabel berikut :
Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Tahun 2015Aprl Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nop
Penyusunan proposal X XPengurusan perizinan XPelaksanaan Kegiatan X X X XPemantauan X X X XLaporan X X
16
E. Rencana Anggaran Belanja
Rencana Anggaran Belanja secara rinci (terlampir)
Daftar Pustaka
Asdie, A.H. (2000). Patogenesis dan Terapi Diabetes Melitus Tipe 2. Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Berg, C.A., Wiebe, D.J., Suchy, Y., Hughes, A.E., Anderson, J.H., Godbey, E.I., Butner, J., Tucker, C., Franchow, E.I., Pihlaskari, A.K., King, P.S., Murray, M.A., White, P.C. (2014). Individual differences and day-to-day fluctuations in perceived self-regulation associated with daily adherence in late adolescents with type 1 Diabetes, Journal Pediatrtic Psychology, 39: 1038-1048.
Chamillard, M., Hitman, G.A., Khan, K.S., Thangaratinam, S. (2015). Nutritional manipulation for the primary prevention of gestational diabetes mellitus: A meta-analysis of randomised studies. Juornal Plos One (pone), (10), 1371-1392.
Chishaki, H., Nakamura, C., Inoue, M., Hara, N., Ide, Y., Chishaki, A. (2013).eGFR should be understood with cautions in diabetic patients an observational study of annual health check-up results of middle aged JapaneseEuropean Heart Journal, 34: P4293-299.
Diabetes Statistics. (2011). The 2011 National Diabetes Fact Sheet. Diakses dari http://www.diabetes.org/diabetes-basics/diabetes-statistic
Donsu, J.D.T. (2014). Peranan faktor-faktor psikologis terhadap depresi pada diabetes mellitus tipe-2. Disertasi tidak diterbitkan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Duijzer, G., Haveman-Nies, A., Jansen, S., C., Beek, Jt., Hiddink, G., J., Feskens, E.J.M. (2014). SLIMMER: A randomised controlled trial of diabetes prevention in Dutch primary health care: design and methods for process, effect, and economic evaluation, BMC Public Health (14), 602-621.
Hernan, A.L., Versace, V.L., Laatikainen, T., Vartiainen, E., Janus, E.D., Dunbar, J.A. (2014). Association of weight misperception with weight loss in a diabetes prevention program. BMC Public Health,(14), 93-104.
Kalat, J.W. (2007). Biological Psychology (9th ed). Australia: Thomson Wadsworth.
Kufe, C.N., Grobusch, K.K., Leopold, F., Assah, F, Ngufor, G, Mbeh, G., Mbanya, V.N., Claude, J (2015). Risk factors of impaired fasting glucose and type 2 diabetes in Yaoundé, Cameroon: a cross sectional study. BMC Public Health, (10), 2, 1186-1197.
17
Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Sebagai Panduan Penatalaksaan Diabetes Melitus Bagi Dokter Maupun Edukator, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Suyono, S. (2007). Kecenderungan peningkatan jumlah penyandang diabetes. Dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I. Subekti, (Eds.), Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, bekerjasama dengan Departemen Kesehatan RI dan WHO.
Shrivastav, M., Harris, M., Kannan, R., Rajendran, K. (2015). Diabetes awareness among caregivers in a semi-rural community in South India. International Journal Diabetes Development Countries, 35, (1), 47–54.
Taylor, S.E. (2006). Health Psychology. Sixth Edition. Inc. Singapore: Mc Graw Hill.
Vries, F.M., Kolthof, J., Postma, M.J., Denig, P., Hak, E.H., (2014). Efficacy of standard and intensive statin treatment for the secondary prevention of cardiovascular and cerebrovascular events in Diabetes patients: A meta-analysis. Journal pone, Plos One, 9, (11), 1247-1156.
Williams, G. & Pickup, J.C. (2004). Handbook of Diabetes. Third Edition. Massachusetts: Blackwell Publishing Ltd
World Health Organization (WHO). (2003). Adherence to Long Term Therapies Evidence for Action. Switzerland: Eduardo Sabate-WHO.
World Federation for Mental Health (WFMH). (2010). Mental Health Chronic Physical Illness. WFMH.
Yoshida, S., Hirai, M., Suzuki, S., Awata, S., & Oka, Y. (2009). Neuropathy is associated with depression independently of health-related quality of life in Japanese patients with diabetes, Psychotherapy and Clinical Neurosciences, 63, 65-72.
18