proposal penelitian_penulisan karya ilmiah dan seminar proposal_amilulkhoir_off L 2011.docx

19
PROPOSAL ANALISIS KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE DI WILAYAH PESISIR DESA MLATEN KECAMATAN NGULING Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penulisan Karya Ilmiah dan Seminar Proposal yang dibimbing oleh Bapak Djoko Soelistijo Disusun Oleh Aminul Khoir 110721435029 BB/L UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN GEOGRAFI Februari 2014

Transcript of proposal penelitian_penulisan karya ilmiah dan seminar proposal_amilulkhoir_off L 2011.docx

PROPOSALANALISIS KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE DI WILAYAH PESISIR DESA MLATEN KECAMATAN NGULING Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penulisan Karya Ilmiah dan Seminar Proposal yang dibimbing oleh Bapak Djoko Soelistijo

Disusun Oleh Aminul Khoir 110721435029BB/L

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS ILMU SOSIALJURUSAN GEOGRAFI Februari 2014BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk, tidak hanya berdampak negative bagi sector ekonomi saja tetapi juga bagi lingkungan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya lingkungan bagi kehidupan manusia, membawa dampak negative bagi kelestarian kelingkungan hidup. Salah satunya kelestarian mangrove, yang merupakan penyangga bagi kehidupan lingkungan pesisir yang terus mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Hutan mangrove di Indonesia menurut (anonymous, dalam muliawan, 2007) mencapai luas kurang lebih 4,25 juta hektar dan sekitar 977.000 hektar (20,6%) di tetapkan sebagai hutan konsesi dan dimanfaatkan sebagai hutan produksi seluas 1.077.000 hektar (25%). Sedangkan kawasana hutan mangrove yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi seluas 571.406,4 hektar, yang tersebar di beberapa propinsi. Hutan Jawa Timur terdiri seluas (2.430 hektar). Jenis vegetasi mangrove yang ditemukan meliputi 7 jenis dari 4 famili, yaitu Avicenniaceae (Avicennia alba, Avicennia marina), Famili Sonneratiaceae (Sonneratia alba), Famili Combretaceae (Lumnitzera racemosa), dan Famili Rhizophoraceae (Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa).

Kecamatan Nguling merupakan wilayah yang mengalami peningkatan luasan hutan mangrove di Kabupaten Pasuruan dari 3,5 hektar di tahun 1985 meningkat menjadi 8,46 Ha di tahun 2005 (anonym, 2004 dalam sofian, dkk.2012). Dari data tersebut sebagian besar hutan mangrove berada di desa Mlaten Kecamatan Nguling Sebelumnya merupakan areal pertambakan hasil konversi hasil konversi kawasan mangrove dan jarang sekali ditumbuhi tanaman, bahkan sering terjadi abrasi yang tiap tahun semakin mendekati pemukiman. Namun pesisir Kecamatan Nguling sekarang dipenuhi hutan Mangrove terutama di Desa Malten.

Masyarakat di desa Mlaten belum menyadari bahwa kerusakan hutan mangrove membawa dampak negative bagi kelangsungan biota yang ada di dalam hutan mangrove, selain itu juga membawa dampak bagi masyarakat di di wilaya pesisir. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti mengambil kayu dari hutan mangrove untuk dijadikan kayu bakar. Menjadi alasan utama untuk memanfaatkan hutan mangrove tanpa ada upaya untuk menjaga keleatarian hutan mangrove. Kerusakan lingkungan yang terjadi baik pada ekosistem laut maupun ekosistem lainnya memang banyak dipicu oleh berbagai faktor. Namun, secara umum dua pemicu yang cukup dominan adalah kebutuhan ekonomi (economic driven) dan kegagalan kebijakan (policy failure driven) (Fauzi, 2005). Manusia memiliki tugas mulia dalam mengelola sumberdaya alam dan lingkungan supaya tetap lestari dan berkelanjutan. Menurut Al Qardhawi (2001) menjaga sumber kekayaan alam yang notabene merupakan nikmat Allah swt bagi makhluk- Nya, adalah kewajiban bagi setiap manusia. Barangsiapa yang hendak mensyukuri nikmat tersebut, harus selalu menjaganya dari pencemaran, kehancuran, serta bentuk-bentuk lain yang termasuk dalam kategori perusakan diatas muka bumi.

Desa Mlaten sebelah Utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah selatan yaitu berbatasan dengan Desa Nguling, Desa Nguling ini merupakan kecamatan dari Desa Mlaten, sebelah barat berbatasan dengan Desa Kedawang, desa ini juga merupakan daerah pesisir Sebagian besar masyarakat bermasyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan.Salah satu kawasan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah adalah kawasan pesisir khususnya di desa mlaten kecamatan nguling. Sebagian penduduknya bertempat tinggal di pinggir pantai, Mata pencaharian masyarakat di desa Mlaten sebagian besar adalah sebagai nelayan dan mengandalkan dari pantai, salah satunya memanfaatkan hutan mangrove. mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut (Steenis,1978). Banyak penduduk memnafaakan mangrove mulai dari, kayunya untuk pembuatan pulp., kayu lapis dan sengaja di tebang untuk pembukaan lahan tambak. Kerusakan yang terjadi berdampak langsung pada komunitas mangrove di pantai tersebut, karena terjadi degradasi komunitas mangrove berada di desa Mlaten. Mangrove mempunyai peran yang sangat penting dalam menstabilkan ekosistem di pantai. keberadaan hutan mangrove juga penting secara ekologis karena mendukung rantai makanan di sekitarnya (Arief, 2003), melindungi pantai dari angin kencang, abrasi maupun tsunami (Suprayogo, dkk 1996). Selain itu hutan mangrove di desa Mlaten sebagian di tebang dan dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan.Selain di manfaatkan sebagai bahan bangunan hutan mangrove memang sengaja ditebang oleh masyarakat sebagai lahan untuk membuka tambak udang, ini akan berdampak populasi mangrove. Sehingga tidak jarang pada saat air laut pasang kerap terjadi abrasi laut dan air sampai ke pemukiman warga.Hutan mangrove di desa mlaten semkin berkurang dari tahun ketahun , ini di tandai oleh tingkat abrasi air laut sampai ke pemukiman warga semakin sering terjadi, terutama di musim pasang laut. Aktivitas abrasi ini salah satunya disebabkan karena hilangnya sabuk hijau pantai.Terjadinya perubahan kawasan pantai dan hutan mangrove dapat berlangsung secara alamiah (angin, arus, hujan, dan gelombang) ataupun dasar atas campur tangan manusia (pemenuhan kebutuhan hidup pemukiman, tambak ikan, dll)B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang maka dapt dibuat rumusan masalah dari penelitian ini: 1. Bagaimana tingkat kerusakan hutan mangrove di desa Mlaten ?2. Apa yang menjadi faktor penyebab rusaknya ekosistem hutan mangrove di pantai Mlaten ?

C. Tujuan Penelitian Berdasrakan rumusan masalah diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah:1. Mengetahui tingkat kerusakan hutan mangrove di pantai Mlaten 2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab rusaknya ekosisitem mangrove di pantai Mlaten?D. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarkat Penelitian ini memberikan informasi tentang faktor penyebab ruskanya hutan mangrove di kawsan pesisir Mlaten.2. Bagi peneliti Penelitian ini bermanfaat untuk menmbah ilmu pengetahuan, tentang bagimana upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan. 3. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salahsatu bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan tentang maslah-masalah pesisir dan hutan mangrove. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian fokus pada faktor penyebab rusaknya ekosistem mangrove di pesisir desa Mlaten, kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan. Mangrove di Kecamatan Nguling berada di desa Mlaten dengan luas daerah 64,7 hektar. Keberadaan mangrove di desa Mlaten pada koordinat 70 42 6,7- 70 42 19 LS dan 1130 5 39,7 -1130 5 59,8 BT dengan luasan mangrove 18,09 hektar dan memiliki panjang pantai sejajar dengan pertumbuah mangrove 1,56 km.

BAB IIKAJIAN PUSTAKAA. Pengertian Hutan MangroveMenurut Nyebakken (1988) Hutan Bakau (Mangrove) atau manggal adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai topic yang yang didominasi oleh bebrapa jenis spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang tumbuh di peraiaran asin. Bakau adalah tumbuhan daratan berbunga yang tumbuh di pinggir laut. Sebutan bakau di tujukan bagi seluruh komunitas yang di dominasi oleh tumbuhan spesies Rhizopora. Sp. Masyarakat pada umumnya mengartikan bakau adalah semua spesies hutan mangrove, tetapi disini di tegaskan bahwa hutan bakau adalah hutan yang di tumbuhi oleh jenis Rhizopora saja. Hutan mangrove bukan hanya hutan yang di tumbuhi oleh jenis Rhizopora, tetapi juga berbagai macam jenis lainnya, antara lain Avicemia (api-api) seperti Avicemia marin, Avecemia alba; Bruguiera cylindrical. Dari berbagai macam jenis inilah, ekosistem hutan mangrove tersusun, maka dari itu untuk menghindari kesalahpahaman tentang pengertian hutan bakau dengan hutan mangrove, maka digunakan pengertian hutan mangrove. B. Ciri Hutan Mangrove yang Banyak Tumbuh di Indonesia Hutan mangrove termasuk hutan tropis basah, tempat tumbuhan hutan mangrove memerlukan suasana mangrove yang merupakan paduan dari unsur-unsur.(Perum Perhutani, 2001)1. Curah hujan tinggi Hutan mangrove dapat tumbuh pada wilayah yang memiliki curah hujan antara 1500-3000 mm/tahun, karena sifatnya yang membutuhkan curah hujan yang tinggi, maka hutan mangrove banyak tumbuh pada daerah tropis. 2. Laut tenang Di dalam proses perkembang biakannya hutan mangrove membutuhkan laut yang memiliki arus yang kecil, karena jika berada pada laut yang memiliki arus yang kuat , bibit dari Rhizopora, Avicennia, dan Brugeria yang jatuh dari induk semangnya akan terbawa arus ke tengah laut, sehingga bibit dari jenis dari hutan mangrove tidak dapat tumbuh. Laut yang tenang dibutuhkan untuk menjaga endapan lumpur yang menjadi subtral tempat tumbuhnya hutan mangrove.

3. Ada sunber lumpur Lumpur adalah subtrat tempat tumbuhnya ekosisitem hutan mangrove, maka dari itu dibutuhkan sumber penyuplai lumpur. Tipe subtrat yang cocok untuk pertumbuahn hutan mangrove adalah lumpur lunak, yang mengandung slit, clay dan bahan-bahan organik yang lembut.Jika lihat dari persebarannya jenis Rhizopora muronata yang paling banyak menghuni kawasan mangrove di Desa Mlaten dengan ciri-ciri :a. Tinggi pohon antara 4-30 meter.b. Batang dan cabang kerapkali berakar udara atau tunjang yang bercabang.c. Daun mahkota tepi rata tidak bersambung antara yang satu dengan yang lainnya. d. Benang sari terdiri dari 8 helai e. Daun pada sisi bawah bertitik coklat Ciri hutan mangrove yang tumbuh dengan baik, memiliki kepadatan 90-100%, dimana kepadatan ini dapat dikelompokkan. Berdasarkan pedoman Pengelolaan Kawasan Lindung di Kawasan Hutan Perum Perhutani. Maka kerapatan dan kepadatan hutan mangrove dapat di lihat pada tebel 1.1 tentang presentase kerpatan dan kepadatan Hutan Mangrove. KategoriKerapatan dan kepadatan

Baik90-100%

Cukup50-89%

Kurang30-49%

Jelek0-29%

Sumber, Perum Perhutani, 1995

C. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Ekosistem hutan mangrove secara garis besar mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomi. Bengen (2001), menyebutkan beberapa fungsi ekologis hhutan mangrove, sebagai berikut:1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran permukaan a. Pelindung pantai dari abrasi Di Desa Mlaten terdapat jenis mangrove, Rhizopora muronata memiliki bentuk morfologi antara lain : bunga berbentuk gagang, kepala bunga berbentuk seperti cagak, bersifat biseksual dan masing-masing menempel pada gagang individu yang panjuangnya 2,5-5 cm. Letak bunga diketiak daun dengan formasi berkelompok (4-8 bunga perkelompok). Daun mahkota berjumlah empat buah dan berwarna kuning pucat. Benang sari berjumlah delapan dan tidak bertangkai. Buah membulat hingga berbentuk telur berukuran 5 7 cm, berwarna hijau kecoklatan. Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Hipokotil berukuran panjang 36 70 cm (Noor dan Suryadiputra 1999). Daun mempunyai gagang berwarna hijau dengan panjang 2,5 5,5 cm. Bentuknya elips melebar hingga bulat memanjang dengan ujung meruncing dan mempunyai ukuran 11 23 x 5 13 cm (Noor dan Suryadiputra 1999). Batang diselimuti kulit berganda (4 5 cm) dan mengandung zat penyamak. Kulit tersebut retak dan berkotak kotak tidak berlenti sel dan bagaian dalamnya berwarna kuning sampai orange (Ditjen RRL 1997). Akar berbentuk tunjang yang dapat mendukung berdirinya batang dan juga berfungsi sebagai banir pada pohon yang sudah tua. Akar tersebut berfungsi sebagai untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Akar memiliki lentisel yang berfungsi sebagai alat pernafasan (Bengen 2000).

b. Sebagai penghasil detritus Detritus mangrove berasal dari daun dan dahan yang ronto, detritus ini dapat dianfaatkan sebagai bahan bakar makanan bagi hewan pemakan detritus dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyeburan tanah. c. Penahan lumpur dan perangkap sedimen Gerakan air yang lambat menyebabkan partikel sedimen yang halus cenderung mengendap dan berkumpul di dasar. Hasilnya berupa kumpulan lumpur yang menjadi subtrat tempat tumbuhnya mangrove. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di lapangan, endapan lumpur pada bagian yang di tumbuhi oleh mangrove lebih banyak dibandingkan dengan sisi yang tidak di tumbuhi oleh mangrove. Hal ini tampak pada saat air laut surut, di daerah yang ditumbuhi oleh mangrove tidak semua air laut sampai ke daerah hutan meskipun sampai tetapi dalam debit yang kecil, sehingga endapan lupur terjaga, bahkan endapan lumpur ini terus bertambah yang disebabkan oleh sifat hutan mangrove yang menagkap lumpur dan menahan sedimen. Daerah yang tidak di tumbuhi oleh mangrove hamper tidak ada sedimen yang terperangkap meskipun air laut telah surut, daerah ini masih tetap tergenang oleh oleh air laut.2. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari mkanan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawing ground) bermacam biota perairan (iakn, udang dan kerang) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai. Fungsi ekonomi menurut Arief. A. (2001), adalah sebagai sumber bahan bakar dan bangunan. Lahan pertanian dan perikanan, obat-obatan. Saat ini hasil dari hutan mangrove, terutama kayu nya telah di usahakan sebagai bahan baku industry penghasil bubur kertas (pulp).

D. Ekosisitem Hutan Mangrove Menurut Snedaker (1978) (dalam LPP Mangrove) menjelaskan bahwa ekosistem hutan mangrove merupakan suatu system yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang beriterkasi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove. Flora mangrove di kelompokkan dalam dua kategori menurut Chapman (1984) (dalam LPP Mangrove); (1) Flora inti, yakni Flora yang mempunyai peran ekologi utama dan formasi mangrove, contoh ; Rhizopora Bruguiera, Ceriops, Sonneratia dan Xylocarpu; (2) Flora mangrove pinggiran, yakni flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam ekologi berperan dalam formasi mangrove tetapi juga flora tersebut berperan penting dalam formasi hutan lain, contoh ; Excoecaria agallocha, Acrostichum auerum dan Cerbera manghas.Fauna pada ekosistem mangrove atau mangal bersifat unik, disebabkan luas vertical pohon dimana organisme daratan menempati bagian atas pohon sedangkan hewan lautan yang sebenarnya mnempati bagian bawah pohon. Organisme daratan tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan hidupnya di luar jangkauan air laut pad bagian pohon tertinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat terjadi pasang surut (begen ,2001).Kelompok hewan lautan yang dominan dalam hutan mangrove adalah moluska, udang-udang tertentu, dan beberapa ikan yang khas. Moluska diwakili oleh sejumlah siput, suatu kelompok yang umumnya hidup pada akar dan batang hutan mangrove. Kelompok kedua adalah molusca termasuk Bivalva, yang dominan dari jenis Bivalva adalah tiram, mereka melakat pada alar-akar hutan mangrove.Hutan mangrove ditempati oleh sejumlah kepipting berukuran besar dan udang. Daerah hutan mangrove juga berguna sebagai tempat pembesaran udang dan ikan-ikan seperti belanak, yang melewatkan masa awal hidupnya pada daerah ini sebelum akhirnya berpindah ke lepas pantai. Secara keseluruhan hutan mangrove merupakan suatu dari berbagai organisme, diantaranya flora itu sendiri, fauna yang hidup di dalam hutan mangrove, baik hewan hidup pada bagian atas pohon seperti burung, ular dan primata ataupun hewan yang hidup pada bagian bawah pohon seperti, ikan belanak, siput, tiram, ikan blodok, kepiting. Kesatuan organisme ini tidak bias dipisahkan yang menjadi ekosisitem hutan mangrove.

E. Definisi Wilayah Pesisir Terdapat banyak definisi Wilayah Pesisir, berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu wilayah pesisir di definisikan sebagai berikut:a. Ditemukan menurut sifat dan persoalan yang akan di kaji, umumnya batas interaksi darat-laut (keterkaitan antar ekosistem), khususnya tujuan pengelolaan.b. Batas ke laut dapat sampai batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), ke darat dapat sampai ke hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk tujuan penataan ruang. c. Bentangan mulai dari dataran pesisir sampai dengan tepi luar paparan benua untuk tujuan penelitian Secara geografis, batas ke arah darat dan wilayah pesisir adalah seharusnya kabur , karena:a. Laut dapat berdampak terhadap iklim jauh ke daratan tanpa batas yang jelas.b. Air laut dapat masuk ke perairan sungai (estuarin) dengan berbagai cakupan, tergantung dari geometrid an aliran sungai.c. Pasang surut (tides) masuk kearah hulu sungai daripada penetrasi air asin ke dalam tanah.

F. Kerusakan Hutan Mangrove Kerusakan hutan mangrove dapat berasal dari berbagai sumber, seperti bencana alam yang melanda wilayah perairan pantai paesisir serta dapat berasal dari adanya kegiatan-kegiatan manusia di sekitar hutan mangrove. Dampak yang timbul dari kegiatan manusia ini bermacam-macam bentuknya dan dapat di rasakan secara langsung serta dalam jangka waktu pendek ataupun dalam jangka panjang. Menurut Bengen (2001) dampak utama kegiatan manusia terhadap ekosistem mangrove dapat dilihat pada tabel 2.1 KegiatanDampak Potensial

Tebang habis, pemanfaatan rumah tangga Berubahnya komposisi tumbuhan mangrove Tidak berfungsinya daerah mencari makan dan pengasuhan.

Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi Peningkatan salinitas hutan mangrove Menurunnya tingkat kesuburan hutan

Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan, pemukiman, dan lain-lain. Mengancam regenerasi stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan mangrove Pendangkalan perairan pantai Erosi garis pantai dan intrusi garam.

Pembuangan sampah cair Penurunan kandungan oksigen timbul gas H2S

Pembuangan sperampah padat Kemungkinan terlapisnya pneumetafora yang mengaikbatkan matinya hutan mangrove Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat.

Pencemaran minyak tumpah Kematian hutan mangrove

Penambangan dan ekstraksi mineral, baik di dalam hutan maupun di daratan sekitar hutan mangrove. Kerusakan total ekosistem hutan mangrove, sehingga memusnahkan fungsi ekologis hutan mangrove (daerah mencari makan, asuhan) Pengendapan sedimen yang dapat mematikan pohon mangrove.

Sumber (Bengen, 2001)

Berdasarkan batasan yang telah ditetapkan bahwa limbah rumah tangga tidak hanya limbah yang berasal dari buangan rumah tangga saja, tetapi juga dari, pasar, rumah sakit, toko. Oleh sebab itu jika limbah rumah tangga dibuang ke laut maka maka dampaknya akan mencemari lingkungan bahkan dapat merusak ekosistem pantai salah satunya adlah ekosistem hutan mangrove. Menurut (Direktur Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove, Nyoto Santoso dalam Wijayanto, A. 2004) menyebutkan bahwa penyebab kerusakan mangrove adalah mannusia. Hutan mangrove di rusak dan dirubah fungsinya untuk kepentingan ekonomi. Mayoritas 90% kerusakan disebabkan oleh manusia dan 10% disebabkan oleh faktor alam. Berubahnya mangrove menjadi pemukiman, tambak, industry, pelabuhan, pertanian.

BAB IIIMETODE PENELITIANA. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah pedoman bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Rancangan penelitian sebagai suatu pengolahan sumber daya dalam mengumpulkan dan menganalisis data yang bertujuan untuk menggabungkan data-data yang relevan dengan tujuan penelitian. Rancangan penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif adalah untuk membuat keadaan suatu fenomena. Tujuan penelitian dekriptif adalah untuk membuat peelasan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Selain itu juga dapat digunakan untuk melakukan predisksi atau perhitungan (Suharmi, Arikunto, 2001).Adapun tujuan khusus yaitu untuk mengetahui faktor-faktor penebab rusaknya ekosistem hutan mabgrove di pantai Mlaten Kecamatan NgulingB. Populasi dan Sampel 1. PopulasiPopulasi merupakan keseluruhan obyek yang menjadi sumber dalam penelitian. Yang menjadi populasi dalam penelitian adalah (1) kondisi ekosistem hutan mangrove, (2) penduduk/masyarakat yang tinggal di wiayah pantai, yang berada di Desa Mlaten Kecamatan Nguling, kabupaten Pasuruan yang bermata pencaharian sebagai nelayan 2. SampelJika kita hanya akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut penelitian sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti. Dinamakan peneilitan smpel apabila kita bermaksud untuk mengeneralisasikan hasil penelitian sampel. Pada penelitian ini menggunakan dua tahapan penetuan sampel, yaitu sampel responden dan sampel daerah. a. Sampel Responden Jumlah dari populasi sebanyak 350, maka untuk menetukan sampel dari responden sebesar 25% dari 350 atau sebanyak 75 orang responden, maka digunakan Teknik Random Samplingsemua nelayan di beri kesepatan yang sama untuk dijadikan sampel penelitian. Pada penelitian ini, jumlah populasi yang cukup besar maka sampel yng di gunakan sebanyak 25% dari 350 responden . sampel ini sudah di anggap mewakili populasi yang ada. Populasi akan digunakan semua apabila, jumlah populasi tidak lebih dari 100, tetapi pada penelitian ini jumlah populasi di Desa Mlaten Sebanyak 350, maka dari itu pada peneilitian ini diambil 25% dari jumlah populasi tersebut, maka jumlah sampel yang digunakan sebanyak 75 orang. b. Sampel Daerah Sampel daerah dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja yang didasarkan atas tujuan-tujuan tertentu uang dipandang mempunyai hubungan keterkaitan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahuai sebelumnya. Adapaun kriteria pengambilan sampel daerah, adalah sebagai berikut. (1) Sampel daerah harus mewakili setiap wilayah yang terdapat dalam populasi; (2) Sampel daerah yang di pilih mempunyai sifat yang sesuai dengan sifat populasi. Sampel daerah ini peneliti mengambil satu desa yaitu Desa Mlaten merupakan desa yang berbatasan langsung dengan pantai; (2) Masyarakat di Desa Mlaten sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan, mereka berhubunagn langsung dengan pantai dan hutan mangrove yang ada di wilayah mereka; (3) Di Desa Malten, perbedaan kualitas hutan mangrove yang ada dapat terlihat langsung, antara mangrove yang tidak rusak, rusan, dan sangat rusak.

C. Instrumen Penelitian Pengumpulan data primer dalam penelitian ini menggunakan wawancara bebas terpimpin, nantinya jika dibutuhkan dalam pengumpulan data primer peneliti menggunakan angket dengan alternatif jawaban semi terbuka. D. Prosedur Pengumpulan Data 1. Metode Observasi Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diselidiki. Metode ini digunakan dengan melihat hutan mangrove. Observasi dilakukan untuk mengetahui penyebab kerusakan secara umum dimana dengan melihat kemampuan fisik pada hutan mangrove. Pada pengamatan ini tampak bahwa adanya bekas penebangan pada hutan mangrove. Pada pengamatan ini tampak bahwa adanya bekas penebangan pada hutan mangrove selain itu tampak banykanya sampah padat yang tersangkut pada batang akar hutan mangrove. 2. Metode Wawancara Metode ini digunakan intuk mendapatkan informasi dari masyarakat di daerah penelitian dan para ahli dalam penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan nelayan di Desa Mlaten, adapun dalam penelitian ini menggunakan wawancara bebas terpimpin dalam melaksanakan wawancara hanya membawa garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan. Metode ini digunakan pada saat melakukan penelitian di masyarakat diman berhubungan langsung dengan hutan mangrove. E. Analisis Data Analisis data yang diguanakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif. Di dalam analisis deskriptif hasil penelitian yang diperoleh, dijabarkan dan di uraikan, sesuai dengan kenyataan atau kondisi yang sebenarnya. Kerusakan mangrove yang ada di Desa Mlaten dapat diketahui dengan cara melakukan pengukuran lapangan, setelah itu hutan mangrove dikelompokan berdasarkan kerapatan dan kepadatannya serta kenampakan fisiknya. Faktor penyebab kerusakan hutan mangrove diketahui dengan cara melakukan wawancara penduduk di Desa Mlaten yang di tabrlkan, di presentasikan ,sselain itu juga dilakukan pengamatan lapangan, dengan melihat kondisi hhutan mangrove, diantaranya dengan melihat banyaknya limbah buangan rumah tangga yang di buang ke laut oleh penduduk. Keruskan akibat tekanan dari penduduk dan pembangunan prasarana sebagai kebutuhan hidup masyarakat. Masalah yang timbul dalam pelaksanaan pengelolaan ekosistem htan mangrove sering berupa konflik kepentingan karena fungsi ganda wilayah penelitian. Pada satu sisi lain pada kepentingan untuk konservasi dan pemeliharaan fungsi ekosistem wilayah pesisir sehingga keberadaan hutan mangrove sangat dibutuhkan dalam menjaga kelestarian lingkungan pantai. Menurut Andri Wahyono (1999), secara garis besar hutan mangrove memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomi. Samakin banyak keuntungan ekonomis yang diperoleh, maka semakin berat pula beban kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Sebaliknya semakin sedikit keuntunagn ekonomis, maka semakin ringan pula kerusakan lingkunagan yang ditimbukannya. Di kota-kota besar di wilayah pesisir, masalah fungsi hutan mangrove yang ada sering kali dilupakan dalam penataan ruang wilayah kota, bahkan sering juga di abaikan, dan apanila perlu di gusur untuk memenuhi kebutuahan sarana pengembangan kota. Kebijakan pemerintah seringkali mengesampingkan kelestarian lingkunagn hutan mangrove, dampak secara langsung di raskan masyarakat yang berada di wilayah pesisir.Faktor penyebab kerusakan hutan mangrove dapat diketahui dengan melaksnakan wawancara kepada penduduk di Desa Mlaten yang kemudian ditabelkan, dipresentasikan, selain itu juga dilakukan pengamatan lapangan, dengan melihat kondisi hutan mangrove, diantaranya dengan melihat banyaknya limbah buangan rumah tangga yang dibuang ke laut oleh penduduk.

DAFTAR PUSTAKAMaram, Nailul. 2010. Studi Kerusakan Lingkungan Pantai di Pulau Kangean Madura. Skripsi, Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Imu Sosial, Universitas Negeri Malang.Fattain, Nur. 2010. Studi Faktor Pendorong Perkembangan Dan Kerusakan Ekosistem Savana Bekol dan Hutan Mangrove Resort Bam Ataman Nasional Baluran Di Kabupaten Situbondo. Skripsi, Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Imu Sosial, Universitas Negeri Malang.Purnomo, Agus. 2010. Identifikasi dan Inventarisasi Potensi Tambak di Wilayah Pesisir Kabupaten Lumajang. Skripsi, Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Imu Sosial, Universitas Negeri Malang.Vatria.2010. Berbagai Kegiatan Manusia Yang Dapat Menyebabkan Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai Serta Dampak Yang Ditimbulkannya, Jurnal Penelitian. Vol.9/1/Januari 2010. Pontianak: Jurusan Kelautan Politeknik Negeri Pontianak. Novianti, Sukaya. 1998. Identifikasi Kerusakan Dan Upaya Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pantai Utara Kabupaten Subang. Jurnal Penelitian. Jatinangor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Tarigan, M. Salam. 2007. Perubahan Garis Pantai di Wilayah Pesisir Perairan Cisadane, Provinsi Banten. Jurnal Penelitian Vol. 11/1/April 2007, Jakarta, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia.Ratnawati, Budiman, dkk. 2010. Studi Pengembangan Kapasitas Institusional Pokmaswas Dalam Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang Di Kab. Pangkep.Jurnal Penelitian, Vol. 4/2/Mei, 2010, Sulawesi Selatan, Direktorat Jendral Kelautan dan Perikanan.Sofian, Acmad, dkk. 2012. Kondisi dan Manfaat Langsung Ekosistem Hutan Mangrove Desa Penunggul kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan. Jurnal Penelitian Vol.2/2/maret/2012. Malang, Prodi Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan dan Pembangunan, Pasca sarjana Universitas Brawijaya.Pramudji. 2000. Dampak Perilaku Manusia Pada Ekosistem Hutan Mangrove Di Indonesia. Jurnal Penelitian Vol. 25/2/Januari 2000, Jakarta, Puslitbang Oseanologi-LIPI.

Nybakken, J.W.1988.Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh H.M. Eidman et.al. Jakarta; Gramedia.