Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

25
I. Judul Penelitian Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Tumbuhan Lamun (Enhalus acoroides). II. Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia yang kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna mengakibatkan keragaman jasad– jasad hidup didalamnya membentuk suatu dinamika kehidupan di laut yang saling berkesinambungan (Nybakken 1988). Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik dan biotik yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen-komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut maka akan menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Dewasa ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Laut merupakan

Transcript of Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

Page 1: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

I. Judul Penelitian

Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Tumbuhan

Lamun (Enhalus acoroides).

II. Latar Belakang

Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan,

sehingga Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia yang

kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna mengakibatkan keragaman

jasad– jasad hidup didalamnya membentuk suatu dinamika kehidupan di laut yang

saling berkesinambungan (Nybakken 1988).

Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai

komponen abiotik dan biotik yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi

membentuk suatu unit fungsional. Komponen-komponen ini secara fungsional

tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu

dari komponen-komponen tersebut maka akan menyebabkan perubahan pada

komponen lainnya. Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan

sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam

keseimbangannya.

Dewasa ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan

munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya

lautan. Laut merupakan penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai

sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan

rekreasi atau pariwisata (Bengen, 2001). Oleh karena itu, wilayah pesisir dan

lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di

masa yang akan datang.

Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial yang dapat

dimanfaatkan adalah lamun. Lamun (seagrass) merupakan tumbuhan berbunga

(angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang,

daun, bunga dan buah. Secara ekologis lamun mempunyai peranan yang penting

dalam ekosistem perairan laut. Lamun berfungsi sebagai sebagai produsen primer

Page 2: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

di perairan laut, shelter dan support secara fisik untuk crustacea, ikan dan

organisme epifit, membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring

sedimen yang terlarut dalam air dan menstabilkan dasar sedimen (Kiswara dan

Winardi, 1999). Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk

beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti tanah yang

tergenang, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang tidak stabil. Salah satu bentuk

adaptasi lamun adalah dengan menghasilkan senyawa organik yang mampu

melindungi dari kerusakan, baik karena pengaruh fisikokimia maupun biologis

(Bengen, 2001). Senyawa tersebut merupakan senyawa metabolit sekunder yang

jumlah dan jenisnya sangat bervariasi dari setiap tumbuh-tumbuhan. Senyawa-

senyawa metabolit sekunder tersebut digolongkan kedalam beberapa kelompok

senyawa berdasarkan struktur dan jalur biosintesisnya seperti terpenoid, steroid,

poliketida, alkaloid, fenil propanoid dan flavonoid (Lenny, 2006).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap lamun (Enhalus

acoroides) yang merupakan jenis lamun yang paling banyak terdapat di Indonesia

(Rifqi, 2008), telah berhasil diisolasi beberapa senyawa metabolit sekunder seperti

terpenoid, steroid, dan flavonoid. Namun, kebanyakan senyawa-senyawa tersebut

masih belum diketahui struktur kimianya.

III. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana proses isolasi senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada

tumbuhan lamun (Enhalus acoroides) ?

2. Bagaimana struktur kimia senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada

tumbuhan lamun (Enhalus acoroides) ?

Page 3: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

IV. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mempelajari proses isolasi senyawa metabolit sekunder yang

terdapat pada tumbuhan lamun (Enhalus acoroides).

2. Untuk mengetahui struktur kimia senyawa metabolit sekunder yang

terdapat pada tumbuhan lamun (Enhalus acoroides).

V. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai proses

isolasi senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan lamun (Enhalus

acoroides), sehingga dapat diketahui struktur kimia dari senyawa metabolit

sekunder tersebut.

VI. Tinjauan Pustaka

6.1 Tumbuhan Lamun (Enhalus acoroides)

6.1.1 Definisi Padang Lamun ( Enhalus acoroides )

Tumbuhan lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga

yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam dalam perairan

laut. Lamun mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah yang

dihasilkan secara seksual (Fortes, 1989). Fortes (1989) mengemukakan bahwa

lamun umumnya membentuk padang yang luas di dasar laut yang masih dapat

dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Tumbuhan

lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara

2-12 meter dengan sirkulasi air yang baik.

Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh tumbuhan

lamun sebagai vegetasi yang dominan. Secara ekologis padang lamun mempunyai

beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu: (1) produsen detritus dan zat

hara; (2) mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem

perakaran yang padat dan saling menyilang; (3) sebagai tempat berlindung,

Page 4: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

mencari makan, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut; dan (4) sebagai

tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan

matahari (Bengen, 2001).

Gambar 1. Padang Lamun

6.1.2. Taksonomi Lamun

Tanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan

menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah

berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis

memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan

dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi (Azkab, 1999).

Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana

di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1)

Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas

padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,

Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum (Arthana,

2004).

Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang

dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk

menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk

tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling

penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya

untuk melakukan polinasi di bawah air (Wimbaningrum, dkk; 2003).

Secara rinci taksonomi menurut Den Hartog (1970) adalah sebagai

berikut:

Page 5: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

Divisi : Anthophyta

Kelas : Angiospermae

Famili : Potamogetonacea

Subfamili : Cymodoceoideae

Genus : Halodule

Spesies : Enhalus acoroides

6.1.3 Kandungan Kimia Tumbuhan Lamun

6.2 Senyawa Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit sekunder merupakan suatu senyawa organik yang

dihasilkan oleh sel khusus pada tumbuhan yang tidak memiliki peran dalam

proses pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi dalam tumbuhan namun

memiliki bioaktifitas tertentu serta berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut

dari hama penyakit dan lingkungannya. Senyawa metabolit sekunder sangat

bervariasi jumlah dan jenisnya dari setiap tumbuh-tumbuhan. Beberapa dari

senyawa tersebut telah diisolasi, sebagian diantaranya memberikan efek fisiologi

dan farmakologis yang lebih dikenal sebagai senyawa kimia aktif (Copriady,

2005).

Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolit sekunder pada

tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan

senyawa bahan alam berdasarkan struktur dan jalur biosintesisnya yaitu flavonoid,

terpenoid, steroid dan alkaloid (Lenny (a), 2006).

6.2.1 Senyawa Flavonoid

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan

di alam. Senayawa flavonoid merupakan zat warna merah, ungu atau biru dan

sebgian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid

merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaanya dalam daun

dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu

banyak mengandung flavonoid (Isa, 2007).

Page 6: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

Gambar 2. Struktur Umum Flavonoid

Senyawa flavonoid terdiri dari beberapa macam dan terdapat pada tempat

yang berbeda pula. Namun, pada umumnya senyawa flavonoid banyak terdapat

pada tumbuhan khususnya buah-buahan dan sayuran. Dihidrokhalkon, khalkon,

flavon, kartamin, flavonol, antosianidin, proantosianidin banyak terdapat di alam

khususnya pada buah, bunga dan sayuran sebagai pemberi warna atau zat

pewarna. Sedangkan auron, flavan, khatekin, flavonol jarang ditemukan di alam

dan tidak lazim sebagai konstituen tanaman. Semua senyawa di atas dikenal

dengan senyawa flavonoid atau flavon karena di antara senyawa-senyawa

tersebut, senyawa flavon yang memiliki tingkat oksidasi rendah, sehingga

dianggap sebagai senyawa induk (Isa, 2007).

Gambar 3. Struktur Penggolongan Senyawa Flavonoid (Lenny (a), 2006)

Page 7: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

6.2.2 Senyawa Terpenoid

Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang

besar dalam produk alami yang diturunkan dari unit isoprena (C5) yang

bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena

diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat (Lenny (b),

2006).

Gambar 4. Isopren dan unit isoprene

Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar

yaitu (Lenny (b), 2006) :

1. Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam

mevalonat.

2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk

mono-, seskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid.

3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C15 atau C20 menghasilkan

triterpenoid dan steroid.

Berdasarkan mekanisme biosintesa terpenoid maka senyawa terpenoid dapat

dikelompokkan seperti yang terlihat pada Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi Senyawa Terpenoid

No. Jenis SenyawaJumlah Atom

KarbonSumber

1 Monoterpenoid 10 Minyak atsiri

2 Seskuiterpenoid 15 Minyak atsiri

3 Diterpenoid 20 Resin pinus

4 Triterpenoid 30 Damar

5 Tetraterpenoid 40 Zat warna karoten

6 Politerpenoid 40 Karet alami

Page 8: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

6.2.3 Senyawa Steroid

Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokan ini

didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing senyawa.

Kelompok-kelompok itu adalah sterol, asam-asam empedu, hormon seks, hormon

adrenokortikoid, aglikon kardiak dan sapogenin. Ditinjau dari segi struktur

molekul, perbedaan antara berbagai kelompok steroid ini ditentukan oleh jenis

substituen R1, R2 dan R3 yang terikat pada kerangka dasar karbon. Sedangkan

perbedaan antara senyawa yang satu dengan yang lain pada suatu kelompok

tertentu ditentukan oleh panjang rantai karbon R1, gugus fungsi yang terdapat

pada substituen R1, R2, dan R3, jumlah serta posisi gugus fungsi oksigen dan

ikatan rangkap dan konfigurasi dari pusat-pusat asimetris pada kerangka dasar

karbon tersebut (Lenny (b), 2006).

Gambar 5. Struktur Dasar Senyawa Steroid

Pembagian steroida berdasarkan sifat fisiologisnya adalah sebagai berikut

(Lenny (b), 2006):

1. Sterol, contohnya: ergosterol dan stigmasterol

2. Asam-asam empedu, contohnya: asam kolat dan asam litokolat

3. Hormon seks, contohnya: destron dan progesteron

4. Hormon adrenokartikoid, contohnya: kortison dan aldosteron.

6.2.4 Senyawa Alkaloid

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak

ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-

tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid

mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang bersifat basa dan dalam

Page 9: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik

(Lenny (a), 2006).

Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan

biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna

dalam pengobatan. Alkaloida dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan

seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloid umumnya ditemukan dalam

kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang

berasal dari tumbuhan (Lenny (a), 2006).

6.3 Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder

Metode ekstraksi merupakan suatu metode umum yang digunakan untuk

memperoleh ekstrak senyawa metabolit sekunder dari bagian tumbuhan seperti

bunga, buah, daun, kulit batang, dan akar. Beberapa metode yang termasuk dalam

metode ekstraksi ialah maserasi, perlokasi dan sokletasi. Namun dari beberapa

metode tersebut metode maserasi merupakan metode yang paling tepat dan efektif

dalam mengekstraksi senyawa metabolit sekunder dari tanaman dibandingkan

metode yang lain.

Proses yang dilakukan dalam maserasi ialah perendaman suatu sampel

dengan pelarut organik pada temperatur kamar. Pada proses tersebut dinding dan

membran sel tumbuhan akan mengalami pemecahan akibat adanya perbedaan

tekanan di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada di

sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik (Darwis. D, 2000)

Maserasi merupakan proses awal dalam memperoleh ekstrak sampel yang

kemudian dari ekstrak tersebut dilakukan proses fraksinasi untuk memperoleh

fraksi-fraksi dari tiap jenis senyawa dengan menggunakan metode kromatografi.

Metode kromatografi yang digunakan pada penelitian ini adalah Kromatografi

lapis tipis (KLT), Kromatografi vakum cair (KVC), dan Kromatografi kolom

tekan (KKT). Melalui proses kromatografi senyawa yang didapat akan lebih

murni, sehingga selanjutnya senyawa tersebut dapat diidentifikasi struktur

molekulnya.

Page 10: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

6.3.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi serapan, dimana sebagai fasa

tetap (diam) berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fasa gerak

adalah zat cair yang disebut larutan pengembang (Gritter, dkk ; 1991).

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode kromatografi cair

yang dapat digunakan untuk memisahkan campuran senyawa, seperti senyawa

organik alam dan sintetik. Pada prinsipnya Kromatografi lapis tipis melibatkan

dua aspek dalam memisahkan campuran komponennya yang pertama adalah suatu

plat tipis yang dilapisi oleh suatu absorben (seperti silika gel, alumina, kiselgur

dan selulosa) sebagai suatu fasa diam dan kedua pelarut murni atau campuran

pelarut sebagai fasa geraknya. Dalam penerapannya untuk memisah senyawa

bahan alam yang terdapat pada suatu ekstrak Kromatografi lapis tipis digunakan

dengan tujuan sebagai uji pendahuluan dan uji pada setiap hasil proses fraksinasi

oleh kromatografi kolom (Sastrohamidjodjo, 1985).

6.3.2 Kromatografi Vakum Cair

Prinsip kerja dari kromatografi vakum cair (KVC) adalah adsorpsi atau

serapan, sedangkan pemisahannya didasarkan pada senyawa-senyawa yang akan

dipisahkan terdistribusi di antara fasa diam dan fasa gerak dalam perbandingan

yang berbeda-beda (Sastrohamidjojo,1985).

Prosedur kerja KVC menggunakan alat bantu yang berupa pompa

vakum untuk mempercepat laju alir fasa gerak selama proses pemindahan zat

terlarut. Kolom kromatografi dikemas kering (biasanya dengan penyerap

mutu KLT 10-40 µm) dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan

kemasan maksimum. Pompa vakum dihentikan danpelarut yang

kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakumkan

kembali.Kolom dihisap sampai kering dan telah siap dipakai. Cuplikan

dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimulai dengan pelar ut yang

kepolarannya rendah lalu kepolarannya ditingkatkanperlahan-lahan.

Kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi. Oleh karena itu,

kromatografi vakum cair menggunakan tekanan rendah untuk

meningkatkan laju aliran fasegerak (Hostettmann, dkk ; 1986).

Page 11: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

6.3.3 Kromatografi Kolom Gravitasi

Kromatografi kolom termasuk kromatografi serapan yang sering disebut

kromatografi elusi, karena senyawa yang akan terpisah akan terelusi dari kolom.

Kolom kromatografi dapat berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan

gelas penyaring di dalamnya. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang

akan dipisahkan. Untuk menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom dapat

digunakan glass woll atau kapas (Sastrohamidjodjo, 1985).

Kromatografi kolom gravitasi dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada

prinsipnya hampir sama. Apabila suatu cuplikan yang merupakan campuran dari

beberapa komponen dimasukkan melalui bagian atas kolom, maka komponen

yang diserap lemah oleh adsorben akan keluar lebih cepat bersama eluen,

sedangkan komponen yang diserap kuat akan keluar lebih lama.

Zat-zat aktif yang digunakan sebagai penyerap dalam kromatografi kolom

merupakan katalisator yang baik, yang perlu mendapat perhatian karena sifatnya

yang cukup berbahaya. Alumina, terutama bila bersifat alkali, sering

menyebabkan perubahan kimia dan menimbulkan reaksi-reaksi, sebagai contoh

dapat menyebabkan kondensasi dari aldehida-aldehida dan keton-keton, sehingga

bila hal ini terjadi maka harus menggunakan alumina yang bersifat netral. Silika

gel dapat menyebabkan isomerisasi dari berbagai senyawa-senyawa seperti terpen

dan sterol (Sastrohamidjodjo, 1985).

6.4 Identifikasi dan Penentuan Struktur Senyawa Metabolit Sekunder

6.4.1 Spektroskopi Infra Red

Spektroskopi Infra Red (IR) digunakan untuk menentukan struktur,

khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif, seperti analisis

kuantitatif untuk pencemar udara, misalnya karbon monoksida dalam udara

dengan teknik non-dispersive. Bila dibandingkan dengan daerah UV- tampak, di

mana energy dalam daerah ini dibituhkan untuk trasnsisi elektroinik , maka radiasi

infra merah hanya terbatas pada perubahan energy setingkat molekul. Untuk

tingkat molekul, perbedaan dalam keadaan vibrasi dan rotasi digunakan untuk

mengabsorbsi sinar infra merah. Jadi untuk dapat mengabsorbsi, molekul harus

Page 12: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

memiliki perubahan momen dipole sebagai sebagai akibat dari vibrasi. Berarti

radiasi medan listrik yang berubah-ubah akan berinteraksi dengan molekul dan

akan menyebabkan perubahan amplitudo salah satu gerakan molekul (Anonim a,

2011).

Daerah radiasi spektroskopi IR berkisar pada bilangan gelombang 12800-

10 cm-4, atau panjang gelombang 0,78-1000 µm. umummya daerah radiasi IR

terbagi dalam daerah (Anonim a, 2011) :

Dekat : 12800-4000 cm-1, 3,8-1,2x1014 Hz, 0,78-2,5 µm

Tengah : 4000-200 cm-1, 0,012-6x104 Hz, 2,5-50 µm

Jauh    : 200-10 cm-1, 60-3 x 1011 Hz, 50-1000 µm

Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah

4000-690 cm-1 (12-2x1013 Hz, 2,5-1,5 µm ( disebut juga daerah IR tengah).

Senyawa-senyawa seperti O2 dan N2 tidak memiliki perubahan momen dipole

dalam vibrasi maupun rotasi, sehingga tidak dapat mengabsorpsi sinar IR.

Molekul dalam padatan dan cairan berotasi secara terbatas sedangkan dalam gas

tidak.

Spektrofotometri inframerah memungkinkan identifikasi gugus fungsional

karena gugus fungsi tersebut menunjukkkan serapan yang spesifik pada daerah

inframerah. Spektrum inframerah khas untuk senyawa tertentu, sehingga metoda

ini tepat untuk menentukan struktur senyawa yang belum dikenal yaitu dengan

cara membandingkannya terhadap senyawa yang sudah diketahui. Sangat jarang

dua senyawa organik memiliki spektrum inframerah yang identik baik dalam

posisi maupun intensitas puncak-puncaknya (Nasution, 2008).

6.4.2 Spektroskopi 1 H NMR

Spektroskopi NMR proton merupakan sarana untuk menentukan stuktur

senyawa organik dengan mengukur momen magnet atom hidrogen. Pada

kebanyakan senyawa, atom hydrogen terikat pada gugus yang berlainan ( seperti –

CH2-, -CH3-, -CHO, -NH2, -CHOH ) dan spektum NMR proton merupakan

rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam lingkungan yang berlainan.

Spektum ini tidak dapat memberikan keterangan langsung mengenai sifat

Page 13: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

kerangka karbon molekul sehingga diperlukan spektum NMR C-13 (Anonim b,

2011).

Spektrum NMR tidak hanya dapat membedakan beberapa banyak proton

yang berbeda dalam molekul, teteapi ia juga mengungkapkan berapa banyak

setiap tipe proton berbeda yang terkandung dalam molekulnya. Dalam

spektroskopi 1H NMR, pergeseran kimia diungkapkan sebagai nilai relatif

terhadap frekuensi absorpsi (0 Hz) tetrametilsilan standar (TMS) (CH3)4Si

(Anonim b, 2011).

6.4.3 GC-MS

Sejak tahun 1960, GC-MS digunakan secara luas dalam Kimia Organik.

Sejak saat itu, terjadi kenaikan penggunaan yang sangat besar dari metode ini.

Ada dua alasan utama terjadinya hal tersebut. Pertama adalah telah ditemukannya

alat yang dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan mengionkan

uap. Kedua, fragmen yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan

struktur molekulnya.GC-MS adalah singkatan dari “Gas Chromatography-Mass

Spectrometry”. Instrumen alat ini adalah gabungan dari alat GC dan MS, hal ini

berarti sampel yang hendak diperiksa diidentifikasi dahulu dengan alat GC (Gas

Chromatography) baru, kemudian diidentifikasi dengan alat MS (Mass

Spectrometry). GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan yang simultan untuk

memisahkan dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran (Anonim c,

2011).

Adapun kegunaan alat GC-MS adalah (Anonim c, 2011):

1.     Untuk menentukan berat molekul dengan sangat teliti sampai 4 angka di

belakang desimal. Contohnya ada senyawa-senyawa: CO Massa Molekul = 28

; N2 Massa Molekul = 28 ; H2C=CH2 Massa Molekul = 28. Kalau dihitung

Massa masing-masing dengan teliti, maka masing-masing massa molekulnya

akan berbeda.

2.     Spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui rumus molekul tanpa

melalui analisis unsur. Contohnya C4H10O, biasanya memakai cara kualitatif

atau kuantitatif, mula-mula diketahui rumus empiris dulu (CxHyOz)n ,

Page 14: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

kemudian baru ditentukan BM-nya. Sekarang karena adanya komputer pada

alat GC-MS maka dapat langsung diketahui rumus molekulnya.

3.     Bila kita memasukkan senyawa dalam spektroskopi massa, maka senyawa itu

akan ditembaki oleh elektron dan molekul akan mengalami reaksi fragmentasi.

Molekul akan pecah karena tembakan elektron dalam spektrometer. Pecahnya

molekul itu tergantung pada gugus fungsi yang ada dalam molekul itu, jadi

melalui suatu corak tertentu, tidak secara random. Sebelum ini hanya

Spektrometri IR dan NMR yang bisa mengetahui gugus fungsi. Dengan

adanya fragmentasi kita juga bisa mengenali senyawa tersebut, sehingga kita

bisa mendapatkan cara tambahan untuk mengetahui apakah senyawa tersebut

termasuk golongan alkohol, amin, karboksilat, aldehid dan lain

sebagainya.GC-MS hanya dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-

senyawa yang mudah menguap.

VII. Metodologi Penelitian

7.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Program Studi Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura

Pontianak selama 5 bulan.

7.2 Alat dan Bahan

7.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah peralatan

gelas standar, mortar dan alu, nearaca analitik, seperangkat alat kromatografi lapis

tipis, kromatografi vakum cair, kromatografi kolom gravitasi, spektrofotometer

IR, spektrometer 1H NMR, dan GC-MS.

7.2.2 Bahan

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan lamun yang

diambil di sekitar pulau Randayan, Kabupaten Begkayang, Kalimantan Barat.

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah metanol, n-heksana, silika gel Si-60,

dan akuades.

Page 15: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

7.3 Prosedur Penelitian

7.3.1 Preparasi Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tumbuhan lamun

(Enhalus acoroides). Daun tumbuhan lamun tersebut dikeringkan dalam oven dan

dihaluskan menjadi serbuk sebanyak 500 gram.

7.3.2 Ekstraksi dan Fraksinasi

Sebanyak 500 gram daun tumbuhan lamun yang telah dikeringkan dan

dihaluskan dimaserasi dengan metanol pada suhu kamar selama 3 x 24 jam,

dimana setiap 24 jam ekstrak disaring dan residunya dimaserasi lagi dengan

metanol yang baru. Filtrat metanol dievaporasi pada suhu paling tinggi 400C

dengan menggunakan alat penguap vakum sehingga diperoleh ekstrak kental

metanol. Ekstrak kental metanol selanjutnya disuspensi dengan air, kemudian

dipartisi dengan n–Heksan sehingga diperoleh partisi dari fraksi tersebut. Hasil

partisi dari fraksi tersebut dievaporasi pada suhu 30-400C sampai diperoleh

ekstrak dari n-Heksan. Ekstrak n-Heksan kemudian dilanjutkan dengan uji KLT,

serta pemisahan dan pemurnian dengan cara kromatografi kolom gravitasi.

7.3.3 Analisis IR, 1 H NMR, dan MS

Isolat yang telah murni selanjutnya di analisis dengan IR, 1H NMR, dan

MS, sehingga diketahui struktur kimia dari senyawa metabolit sekundernya.

Analisis pada spektrofotometer inframerah sinar inframerah dilewatkan melalui

sampel dan larutan pembanding, kemudian dilewatkan pada monokromator untuk

menghilangkan sinar yang tidak diinginkan. Berkas ini kemudian didispersikan

melalui prisma atau grating. Dengan melewatkanya melalui slit, sinar tesebut

kemudian dapat difokuskan pada detektor. Spektrofotometer inframerah dapat

merekam sendiri absorbansinya secara tepat.

Analisis 1H NMR berfungsi untuk menentukan stuktur senyawa organik

dengan mengukur momen magnet atom hidrogen. Sedangkan analisis MS

berfungsi untuk mengetahui berat molekul dari senyawa yang telah diisolasi.

Page 16: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

7.4 Rencana Jadwal Penelitian

No. KegiatanBulan Ke-

1 2 3 4 5

1 Preparasi sampel

2 Ekstraksi dan Fraksinasi

3 Analisis IR, 1H NMR, dan MS

4 Analisis data

VIII. Daftar Pustaka

Anonim a. 2011. Spektroskopi IR. http://aimeay.blogspot.com/. Diakses Tanggal

21 Mei 2011.

Anonim b. 2011. Spektroskopi NMR. http://chemistry35.blogspot.com/. Diakses

Tanggal 21 Mei 2011.

Anonim c. 2011. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS).

http://bonimariska.blogspot.com/. Diakses Tanggal 21 Mei 2011.

Arthana, I., W. 2004. Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pantai Sanur Bali.

Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Bali.

Azkab, M.H. 1999. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta,

Lombok, Dalam: P3O-LIPI Dinamika komunitas Biologis pada Ekosistem

Lamun di Pulau Lombok. Balitbang Biologi Laut. Pustlibang Biologi Laut-

LIPI. Jakarta.

Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta

Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan,

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Copriady, 2005

Darwis. D, 2000

Den Hartog, C. 1970. Seagrasses of the World. North Holland Publishing co.

Amsterdam. pp.272.

Page 17: Proposal Isolasi Senyawa Metabolit dari Lamun

Fortes, M.D. 1989. Seagrasses: A Resource Unknown in the ASEAN Region.

ICLARM. Manila. 46pp.

Griter, Roy J. Bobbitt James M. Schwarting, Arthur E. 1991,. Pengantar

Kromatografi. Edisi Kedua. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Hostettmann, K. Hostettmann, M. Marston, A. 1986. Preparative

Chromatography Techniques: Applications in Natural Product Isolation.

Springer. Berlin Heidelberg New York.

Isa, Pratiwi Endah. 2007. Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada

Tumbuhan Meniran dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi

Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Kiswara dan Winardi, 1999

Lenny, Sovia (a). 2006. Senyawa Flavonoid, Fenilpropanoida dan Alkaloid.

Karya Ilmiah. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Lenny, Sovia (b).2006. Senyawa Terpenoid dan Steroida. Karya Ilmiah.

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Universitas Sumatra Utara. Medan.

Nasution, Aprila Rosa. 2008. Isolasi Senyawa Terpenoid/Steroid dari Daun

Tumbuhan Karamunting (Rhoclomyrtus tomentosa WIGHT). Fakultas

Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. Gramedia.

Jakarta.

Rifqi, 2008

Sastrohamidjojo, Hardjono . 1985 . Kromatografi . Liberty. Yogyakarta

Wimbaningrum, R., Choesin, D. N., Nganro, N. N. 2003. Komunitas Lamun di

Rataan Terumbu Pantai Bama. Taman Nasional Baluran. Jawa Timur.