Proposal Isi
-
Upload
saefulambari -
Category
Documents
-
view
246 -
download
8
description
Transcript of Proposal Isi
PERBANDINGAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG
(Penelitian Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Ajaran 2009/2010)
A. Latar Belakang Masalah
Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menuntut
semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan, dan strategisnya
agar sesuai dengan kebutuhan dan tidak ketinggalan zaman. Sistem pendidikan
harus senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang
terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun global, karena melalui pendidikan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) akan semakin unggul dan kompetitif.
Mengingat peran pendidikan begitu besar, sudah seharusnya bidang ini
menjadi perhatian pemerintah dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia
Indonesia yang berkualitas. Banyak faktor yang saling mempengaruhi dan saling
menunjang dalam pendidikan, diantaranya adalah faktor guru, siswa, sekolah,
pemerintah, masyarakat, dan kurikulum. Pendidikan dapat dilaksanakan secara
formal maupun non formal, kegiatan utama dari pendidikan adalah proses belajar
dan mengajar.
Keberhasilan kegiatan belajar mengajar di sekolah harus ditunjang oleh
berbagai aspek, tidak terkecuali oleh peran guru yang harus bisa mengkondisikan
proses pembelajaran sebaik mungkin. Pembelajaran juga harus ditunjang oleh
model, metode, teknik, pendekatan pembelajaran yang digunakan sesuai dengan
1
mata pelajarannya. Hal tersebut harus diterapkan pada setiap mata pelajaran
termasuk matematika.
Dalam proses belajar mengajar guru sangat berpengaruh bagi siswa untuk
memperoleh pengetahuan. Disamping pola struktur kurikulum yang baik
keberhasilan pembelajaran matematika diperlukan pula keahlian guru dalam
memilih metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk mencapai
kegiatan belajar mengajar yang efektif.
Menurut Suherman, Erman (2003 : 58), “pada umumnya masyarakat
berpandangan bahwa citra pengajaran matematika itu kurang baik. Kebanyakan
dari mereka mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan terhadap
pembelajaran matematika baik terhadap gurunya maupun materinya”. Sama
halnya dengan anggapan siswa terhadap pembelajaran matematika itu bervariasi,
ada yang menganggap matematika itu mudah tetapi sebagian besar siswa
menganggap matematika itu sulit. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran
yang terjadi, tidak semua siswa dapat memahami secara keseluruhan materi yang
telah disampaikan oleh guru. Kondisi tersebut berdampak pada rendahnya
pemahaman matematik siswa.
Menurut Sudjana, Nana (2009 : 24) “tipe hasil belajar yang lebih tinggi
daripada pengetahuan adalah pemahaman”. Dengan demikian ketika siswa belajar
matematika, ia harus mencapai pemahaman yang mendalam dan bermakna akan
matematika. Salah satu sasaran yang perlu dicapai siswa untuk memperoleh
pemahaman yang mendalam dan bermakna adalah memahami matematika yang
2
dipelajarinya melalui pengkonstruksian pemahaman pengetahuan yang
dipelajarinya.
Menurut Kurniawan, Rudi (2009 : 19), “Pemahaman matematik dapat
dipandang sebagai proses dan tujuan dari suatu pembelajaran matematika”.
Pemahaman matematik sebagai proses berarti pemahaman matematik adalah
suatu proses pengamatan kognisi yang tak langsung dalam menyerap pengertian
dari konsep/teori yang akan dipahami. Sedangkan sebagai tujuan, pemahaman
matematik berarti suatu kemampuan memahami konsep, membedakan sejumlah
konsep-konsep yang saling terpisah, serta kemampuan melakukan perhitungan
secara bermakna pada situasi atau permasalahan-permasalahan yang lebih luas.
Untuk mencapai pemahaman matematik siswa, dapat digunakan
berbagai model pembelajaran, salah-satunya adalah pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif yaitu merupakan model pembelajaran yang lebih
menekankan pada proses pembelajaran dengan mengutamakan bekerja sama
dalam kelompok. Sesuai dengan pendapat Slavin, Robert E. (2009:4)
“pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran
dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling
membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”. Model ini
tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep matematika tetapi
juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja
sama dan membantu teman.
3
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang diterapkan adalah model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Menurut Lie, Anita (2005:69) “Dalam
teknik jigsaw siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong
dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
keterampilan berkomunikasi”. Model pembelajaran ini merupakan model yang
baik untuk digunakan dalam setiap pembelajaran di kelas, karena dalam
pembelajaran ini siswa dapat memperkaya pengalaman dalam menyelesaikan
permasalahan yang sedang dihadapi secara bersama-sama dan dapat
meningkatkan pemahaman matematik.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini diharapkan
dapat memberi rangsangan belajar yang lebih terarah bagi siswa dalam
meningkatkan pemahaman matematik siswa. Selain itu siswa dapat meningkatkan
sikap positif dan membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk
menyelesaikan masalah-masalah matematika dan akan mengurangi rasa takut
terhadap pelajaran matematika.
Selain model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, untuk mencapai
pemahaman matematik siswa dapat juga digunakan model pembelajaran
langsung. Arends (Trianto. 2007:29) mengemukakan, “model pembelajaran
langsung adalah salah satu pendekatan belajar yang dirancang khusus untuk
menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif
dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan
dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah”.
4
Kedua tipe model pembelajaran ini dipilih untuk mengetahui
perbandingan pemahaman matematik siswa, karena memiliki strategi
pembelajaran yang sangat berbeda. Model pembelajaran kooperatif lebih
menekankan pada aktivitas siswa secara kelompok dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahannya, serta mengembangkan rasa sosial siswa, seperti
bekerja dalam kelompok kecil, aktif dalam mengemukakan pendapat, serta saling
menghargai pendapat yang dikemukakan siswa yang lain. Adanya keinginan
yang timbul dari diri siswa akan melahirkan motivasi dan komunikasi yang baik
dalam kelompok sehingga seluruh siswa dapat mengatasi permasalahan dan
kesulitan siswa dalam memecahkan masalah. Sedangkan model pembelajaran
langsung tidak terlalu menuntut keaktifan siswa dan kendali dalam kegiatan
belajar ada pada guru.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada materi Lingkaran semester 2 kelas
VIII SMP Negeri 4 Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Ajaran 2009/2010 dengan
judul “Perbandingan Pemahaman Matematik Siswa antara yang
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Model
Pembelajaran Langsung. (Penelitian Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri
4 Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Ajaran 2009/2010).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah manakah yang lebih baik pemahaman matematik siswa
5
antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan
yang menggunakan model pembelajaran langsung ?
C. Definisi Operasional
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang didalamnya terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mendorong siswa
aktif dan saling bekerja sama di dalam penguasaan materi pelajaran untuk
mencapai prestasi yang maksimal. Langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw yang dilaksanakan pada penelitian ini meliputi :
pembagian kelompok (kelompok asal), penugasan kelompok (yang kemudian
membentuk kelompok ahli), diskusi kelompok ahli, transfer ilmu (anggota
kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan hasil diskusi),
tes individu dan penghargaan kelompok
2. Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang
selama kegiatannya banyak dilakukan oleh guru serta guru mengajar secara
klasikal. Fase-fase pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
langsung yaitu a) Fase menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, b)
Fase mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, c) Fase
membimbing pelatihan, d) Fase mengecek pemahaman dan memberikan
umpan balik, dan e) Fase memberikan latihan dan penerapan konsep.
6
3. Pemahaman Matematik
Pemahaman adalah tingkat pengetahuan siswa tentang konsep –
konsep algoritma dan kemahiran siswa menggunakan strategi penyelesaian
terhadap soal atau masalah yang disajikan. Pemahaman matematik siswa
dalam penelitian ini meliputi pemahaman instrumental dan pemahaman
relasional. Pemahaman instrumental yaitu siswa hafal konsep atau prinsip
tanpa kaitan dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam
perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.
Sedangkan pemahaman relasional yaitu siswa dapat mengaitkan satu konsep
atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah yang lebih baik pemahaman
matematik siswa antara yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dengan model pembelajaran langsung.
E. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Sebagai gambaran sejauh mana pemahaman matematik siswa setelah
diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model
pembelajaran langsung.
7
2. Sebagai bahan masukan kepada guru untuk dijadikan pertimbangan dalam
menentukan model pembelajaran yang akan digunakan sehari-hari.
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat lebih kreatif dan dapat
menciptakan suasana belajar kelompok yang kondusif dan efektif.
4. Sebagai masukan bagi para pembaca, dan memberikan sumbangan pemikiran
bagi dunia pendidikan.
F. Landasan Teoretis
1. Kajian Teori
a. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara siswa
dengan lingkungannya sehingga terjadi proses perubahan tingkah laku ke
arah yang lebih baik. Fontana (Tim MKPBM, 2001:8) mengemukakan,
“Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi
nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang optimal”. Ruang
kelas merupakan tempat yang sangat baik untuk kegiatan pembelajaran
kooperatif. Siswa sebagai individu yang memiliki potensi, kecakapan,
latar belakang dan harapan masa depan yang berbeda-beda diberi
kesempatan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk
menyelesaikan masalah bersama-sama. Para siswa dalam penyelesaian
masalah diberikan kesempatan untuk berdiskusi, bekerja sama dan
menentukan strategi yang digunakan.
8
Model kooperatif menekankan pada aspek sosial antara siswa
dalam satu kelompok yang heterogen. Model cooperatif learning yaitu
suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang
untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama
berlangsungnya proses pembelajaran.
Menurut Slavin, Robert E. (2009:4), “pembelajaran kooperatif
merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu
sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”. Dalam kelas yang
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif siswa
diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan saling
berargumen untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai.
Keberhasilan bekerja dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya
dipengaruhi oleh keterlibatan siswa sebagai anggota dari kelompok itu
sendiri secara utuh dan bukan pula diperoleh dari guru, melainkan teman
sebaya yang saling bekerja sama dalam kelompok kecil yang terstruktur
dengan baik. Masih menurut Slavin, Robert E. (2009:10) menyatakan
“Semua metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa
siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap
teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya”.
Dengan demikian, siswa mempunyai kesempatan untuk
mendapatkan perannya, bergaul dengan orang lain, dan bahkan
9
mendapatkan pengetahuan serta pengalaman dalam menyelesaikan
permasalahan.
Agar pembelajaran kooperatif lebih efektif, perlu diutamakan
unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif. Unsur-unsur dasar
pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim, Muslimin, et.al (2000:6) adalah
sebagai berikut :
1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.
2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
5) Siswa yang dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7) Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif ada langkah-langkah yang harus
diperhatikan oleh guru sehingga pembelajaran kooperatif tersebut berjalan
dengan baik. Menurut Ibrahim, Muslimin, et.al. (2000:10), langkah-
langkah dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
10
Tabel. 1Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku guru
Fase-1Menyampaikan tujuan dan memotivasi
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase-2Menyajikan Informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase-4Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase-5Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar atau masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya ataupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber : Ibrahim, Muslimin, et.a.l ( 2000:10 )
Roger dan Johnson (Lie, Anita, 2005:31) menyatakan ada lima
unsur model pembelajaran kerja sama yang harus diterapkan yaitu :
1) Saling ketergantungan positif. Dalam interaksi kooperatif ini, guru memberikan motivasi kepada siswa untuk menciptakan
11
suasana belajar yang saling membutuhkan. Adanya interaksi yang saling membutuhkan ini disebut saling ketergantungan positif.
2) Tanggung Jawab Perseorangan. Jika setiap tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajaran yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri-sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3) Tatap Muka. Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
4) Komunikasi antara anggota. Tidak setiap siswa memiliki keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga tergantung pada kesediaan antara anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
5) Evaluasi proses kelompok. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Untuk memudahkan guru dalam pembentukan kelompok
kooperatif Lie, Anita (2005 : 41) menjelaskan tentang prosedur pembagian
kelompok, yakni:
Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang, sosio-ekonomi, dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran Cooperative Learning biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok akademis kurang.
12
Di bawah ini merupakan contoh dalam pengelompokkan
heterogenitas yang disusun berdasarkan kemampuan akademis.
Sumber: Lie, Anita (2007:42)Slavin (Widaningsih, Dedeh, 2008 : 4) memberikan petunjuk
perhitungan skor perkembangan individu seperti pada tabel berikut ini.
Sumber: Lie, Anita (2005:42)
Diagram 1Pengelompokan Heterogenitas Berdasarkan Kemampuan
Slavin, Robert E. (2009 : 159) memberikan petunjuk perhitungan
skor perkembangan individu seperti pada tabel berikut ini.
13
Langkah I Langkah II Langkah IIIMengurutkan siswa Membentukkelompok Membentuk kelompokberdasarkan kemampuan pertama keduaakademis
1. Ani 1. Ani 1. Ani2. David 2. David 2. David3. 3. 3.4. 4. Citra Ani 4.5. 5. 5. Yusuf David6. 6. 6.7. 7. Dian Rini 7.8. 8. 8. Slamet Basuki9. 9. 9.10. 10. 10.11. Yusuf 11. Yusuf 11. Yusuf12. Citra 12. Citra 12. Citra13. Rini 13. Rini 13. Rini14. Basuki 14. Basuki 14. Basuki15. 15. 15.16. 16. 16.17. 17. 17.18. 18. 18.19. 19. 19.20. 20. 20.21. 21. 21.22. 22. 22.23. 23. 23.24. Slamet 24. Slamet 24. Slamet25. Dian 25. Dian 24. Dian
Prosedur Pengelompokan Heterogenitas Akademis
Sumber : Lie (2003 : 41)
Tabel 2Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
Skor Kuis Skor KemajuanLebih dari 10 poin di bawah skor awal 510 hingga 1 poin di bawah skor awal 10 Skor awal sampai 10 poin di atasnya 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)
40
Selanjutnya untuk lebih memotivasi siswa dalam setiap
pembelajaran, maka dalam pembelajaran kooperatif setelah guru memberi
penilaian kepada setiap siswa dalam kelompok kooperatif, guru
hendaknya memberikan penghargaan kepada kelompok-kelompok yang
memiliki nilai sumbangan kelompoknya memenuhi kriteria. Kriteria yang
digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok
dikemukakan oleh Slavin, Robert E. (2009 : 160) adalah sebagai berikut :
”(1) Kelompok dengan skor rata-rata 15, sebagai kelompok baik (2)
Kelompok dengan skor rata-rata 20 sebagai kelompok sangat baik (3)
Kelompok dengan skor rata-rata 25, sebagai kelompok super”.
b. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw
Tipe dari model pembelajaran kooperatif yang sering digunakan
dalam pembelajaran matematika diantaranya : Student Teams
Achievement Division (STAD), Teams Games Tournaments (TGT),
Teams Assisted Individualization (TAI), Cooperatif Integrated Reading
and Composition (CIRC), jigsaw dan Group Investigation (GI). Model
14
pembelajaran kooperatif yang akan dikaji lebih dalam hanya model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model
pembelajaran yang merangsang siswa supaya lebih aktif dan bekerja sama
antara yang satu dengan yang lainnya serta mempunyai rasa tanggung
jawab yang sama, sangat tepat diterapkan untuk memotivasi siswa supaya
berani mengungkapkan pendapat, menghargai pendapat orang lain, dan
saling memberikan pendapat karena dalam pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw siswa dituntut untuk dapat saling bekerja sama dan saling tolong
menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Selain itu, model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sangat membantu siswa dalam
memahami konsep matematika sehingga berguna untuk meningkatkan
pemahaman matematik siswa.
Menurut Aronson (Wardani, Sri, 2006 : 10), terdapat lima tahap
dalam pemyelenggaraan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw,
yaitu:
1) Pembentukan kelompok siswaJumlah yang tepat adalah sekitar 4-6 orang. Menurut hasil penelitian Slavin kelompok yang beranggotakan 4-6 orang lebih sepaham dalam menyelesaikan suatu permasalahan dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan 2-3 orang.
2) Kegiatan kelompokSetiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari suatu materi matematika tertentu. Kemudian siswa-siswa
15
atau perwakilan dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dari kelompok lain yang mempelajari amteri yang sama
3) Siswa diberi tes/kuis4) Perhitungan skor perkembangan individu
Skor pekembangan individu dihitung berdasarkan skor awal. Perhitungan skor perkembangan individu ini dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi yang terbaik menurut kemampuannya.
5) Penghargaan kelompokPenghitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu dan hasil dibagi sesuai jumlah anggota kelompok. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata , yang dikategorikan menjadi kelompok baik, sangat baik, dan super.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan oleh
Elliot Aronson dan kawan-kawan dari Universitas Texas, kemudian
diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan. Widaningsih, Dedeh ( 2009 : 5)
menyatakan :
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dapat melibatkan secara aktif dalam pengetahuan, sikap dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis. Selain itu siswa dilatih untuk saling bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa dalam memahami dan menyelesaikan secara kelompok.
Kegiatan kooperatif tipe jigsaw diungkapkan oleh Lie, Anita
(2005:69) yang menyatakan “Teknik mengajar Cooperatif Learning tipe
Jigsaw menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan
16
ataupun berbicara”. Hal tersebut dijelaskan pula oleh Slavin, Robert E.
(2009 : 241) aktivitas-aktivitas Jigsaw meliputi :
1) Membaca. Para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi.
2) Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompok (kelompok ahli) untuk mendiskusikan topik permasalahan tersebut.
3) Laporan tim. Para ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan hasil diskusinya kepada anggota kelompoknya masing-masing.
4) Kuis, siswa memperoleh kuis individu/perorangan yang mencakup semua topik permasalahan.
5) Perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa didorong
untuk lebih aktif dan setiap pembelajaran yang dilakukannya pun akan
lebih bermakna. Hal ini juga dikemukakan oleh Lie, Anita (2005:69)
Dalam teknik mengajar jigsaw, memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Berdasarkan uraian di atas, secara umum pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana
belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis. Selain itu siswa
17
dilatih untuk saling bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga mampu
menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa dalam memahami dan
menyelesaikannya secara kelompok.
Keterlibatan guru sebagai pusat kegiatan kelas dalam proses
belajar mengajar dengan model kooperatif tipe Jigsaw ini semakin
berkurang. Guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan dan
memotivasi siswa untuk belajar mandiri dan mengembangkan potensi
yang dimilikinya sendiri, karena dalam kegiatan pembelajaran siswa tidak
hanya sebagai objek belajar, melainkan juga sebagai subjek belajar
sehingga setiap siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
Menurut Widaningsih, Dedeh, (2009:6) ilustrasi model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai berikut:
A1 B1 C1 D1 A2 B2 C2 D2
A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2
A3 A4 B3 B4 C3 C4 D3 D4
A3 B3 C3 D3 A4 B4 C4 D4
Widaningsih, Dedeh, (2009:6) mengemukakan kelebihan dan
kelemahan dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai
berikut :
18
1) Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsawa) Memberikan kemampuan kepada siswa untuk
berkembang dan berlatih komunikasi.b) Adanya interaksi sosial yang baik dalam kelompok.c) Membuat siswa lebih aktif dan kreatif.d) Dengan adanya penghargaan yang diberikan pada
kelompok mencapai prestasi yang baik.2) Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
a) Terdapat kelompok yang siswanya kurang untuk berani mengungkapkan pendapat atau bertanya.
b) Memerlukan waktu yang cukup lama dan persiapan yang matang dalam pembuatan bahan ajar.
c) Membutuhkan biaya yang sangat besar.
Untuk menciptakan suasana belajar kelompok yang efektif, perlu
diadakan pembentukan kelompok heterogenitas. Tipe Jigsaw yang
merupakan contoh dari modelpembelajaran kooperatif, jelas harus
memperhatikan hal tersebut, seperti halnya yang diungkapkan oleh
Aronson (Lie, Anita, 2005:32) yaitu :
Jumlah anggota dalam teknik jigsaw dibatasi dengan empat orang saja dan ke empat orang anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi, selanjutnya pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil
Dari berbagai pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan potensi dalam
diri siswa, sehingga muncul sifat positif dan keterampilan diri melalui
interaksi antara siswa satu dengan yang lainnya.
c. Model Pembelajaran Langsung
19
Salah satu model pembelajaran yang biasa diterapkan guru
dalam pengajaran matematika di sekolah adalah model pembelajaran
langsung. Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan
pelaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif,
pembelajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi
didefinisikan secara seksama. Demonstrasi dan jadwal juga harus
direncanakan dan dilaksanakan secara seksama.
Dalam kegiatan pembelajarannya, model pembelajaran langsung
lebih berpusat pada guru. Namun, sistem pengelolaan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa,
terutama melalui memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (tanya
jawab) yang terencana.
Ciri-ciri model pembelajaran langsung menurut Depdiknas
(Trianto, 2007:29) adalah sebagai berikut:
1) Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar.
2) Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
3) Sistem pengelolaan dari lingkungan pembelajaran yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pembelajaran.
Pembelajaran ini dinamakan pembelajaran langsung bukan
berarti segala sesuatu yang dipersiapkan untuk pelaksanaannya,
direncanakan langsung pada saat akan dilaksanakannya pembelajaran
tersebut. Tetapi harus tetap memerlukan perencanaan yang rinci, agar
20
pelaksanaannya berlangsung dengan baik. Menurut Kardi dan Nur
(Trianto. 2007 : 32) :
Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara seksama dan demonstrasi serta jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara seksama.
Untuk mengetahui perencanaan yang dimaksud, terdapat
langkah-langkah dalam pembelajaran langsung. Seperti yang
dikemukakan oleh Kardi dan Nur (Trianto. 2007 : 32):
Langkah-langkah pembelajaran langsung pada dasarnya mengikuti pola-pola pembelajaran secara umum, diantaranya :1) Menyampaikan Tujuan
Siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa mereka berpartispasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan mereka perlu mengetahui apa yang harus mereka lakukan setelah selesai berperan serta dalam pelajaran itu.
2) Menyiapkan SiswaKegiatan ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa, memusatkan perhatian siswa pada materi pokok pembicaraan, dan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah dimilikinya, yang relevan dengan pokok pembicaraan yang telah dipelajari.
3) Presentasi dan DemonstrasiFase kedua pengajaran langsung adalah melakukan presentase atau demonstrasi pengetahuan dan keterampilan. Kunci untuk berhasil ialah mempresentasikan informasi sejelas mungkin dan mengikuti langkah-langkah demonstrasi yang efektif.
4) Mencapai KejelasanKemampuan guru untuk memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada siswa, mempunayai dampak positif terhadap proses belajar siswa.
5) Mencapi Pemahaman dan PenguasaanGuru perlu benar-benar memperhatikan apa yang terjadi pada setiap tahap demonstrasi, ini berarti bahwa jika guru menghendaki agar siswa-siswanya dapat melakukan sesuatu
21
yang benar, guru perlu berupaya agar segala sesuatu yang didemonstrasikan juga benar.
6) Memberikan Latihan TerbimbingKeterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar dan memungkinkan siswa menerapkan konsep/ keterampilan pada situasi yang baru.
7) Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan BalikGuru memberikan beberapa pertanyaan lisan atau tertulis kepada siswa dan guru memberikan respon terhadap jawaban mereka.
8) Memberikan Kesempatan Latihan MandiriGuru memberikan tugas kepada siswa untuk menerapkan keterampilan yang baru saja diperoleh secara mandiri.
Dari uraian di atas pelaksanaan pembelajaran langsung dilakukan
dalam beberapa tahap, mulai dari menyampaikan tujuan, menyiapkan
siswa, presentasi dan demonstrasi hingga memberikan kesempatan latihan
mandiri, semuanya dilakukan dan dikomandoi oleh guru. Kita dapat
mengetahui pembelajaran langsung lebih berpusat pada guru dalam
pengelolaan pembelajarannya, sehingga tidak terlalu banyak menuntut
keaktifan siswa. Siswa hanya mendengarkan, memahami pelajaran dan
mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru.
d. Perbandingan antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
dengan Model Pembelajaran Langsung
Persamaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan
model pembelajaran langsung adalah semua pembelajaran bertujuan
22
supaya siswa dapat memahami materi yang disampaikan dan bentuk tes
pemahaman siswa. Sedangkan perbedaan dari dua model pembelajaran
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Terdapat kelompok diskusi, diberikannya bahan ajar, LKS, pusat
kegiatan ada pada siswa dan diskusi kelompok, penghargaan untuk
yang berprestasi, tuntutan siswa untuk aktif dalam menggali materi
dan menyampaikannya pada teman, perhitungan skor
perkembembangan individu dan skor kelompok.
2) Model pembelajaran langsung
Materi disampaikan/didemonstrasikan oleh guru, tidak ada kelompok
diskusi, siswa hanya dituntut mendengarkan, memahami pelajaran dan
mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru dan semua
kegiatan pembelajaran di kelas berpusat pada guru.
Perbandingan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan
model pembelajaran langsung adalah sebagai berikut :
Tabel 3
Perbandingan Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw dengan Model Pembelajaran Langsung
Model Pembelajaran
23
Aspek Jigsaw Langsung
Struktur Tim Kelompok belajar heterogen
dengan 5-6 orang anggota
menggunakan pola “kelompok
asal” dan “kelompok ahli”.
Tidak ada kelompok.
Tugas Utama Siswa mempelajari materi dalam
“kelompok ahli”, kemudian
membantu anggota “kelompok
asal” mempelajari materi itu.
Mendengarkan dan
memahami materi yang
disampaikan guru.
Penilaian Tes individu, tugas individu dan
LKS.
Tes individu dan tugas
individu.
Bahan Ajar Diberikan bahan ajar. Tidak ada.
LKS Mengerjakan LKS dengan cara
diskusi kelompok.
Tidak ada.
Penghargaan Ada, berdasarkan skor rata-rata. Pujian
Kerjasama Kerjasama kelompok/tim. Tidak ada.
Demonstrasi
Materi
Dilaksanakan oleh siswa. Dilaksanakan oleh guru.
Diskusi Diskusi kelompok dan bertanya
pada guru.
Diskusi dengan teman
sebangku dan dengan guru
Pusat Kegiatan
Kelas
Siswa dan diskusi kelompok. Demonstrasi guru.
Perhitungan
Skor
Ada Tidak ada.
e. Pemahaman Matematika
Pemahaman berasal dari kata paham yang berarti mengerti benar,
secara indikator pemahaman matematik meliputi: mengenal, memahami
24
dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika. Menurut
Purwanto, Ngalim ( 2004 : 44 ) “Pemahaman adalah tingkat kemampuan
yang mengharapkan testee mampu memahami arti atau konsep serta fakta
yang diketahuinya”. Dalam hal ini testee tidak hanya hafal secara
verbalistis, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang
dinyatakan. Sudjana, Nana ( 2009 : 24 ) menyatakan bahwa tipe hasil
belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman. Dalam
pembelajaran matematika pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman
terhadap suatu konsep matematika dimana siswa harus mempunyai
pengetahuan terhadap konsep tersebut setelah proses pembelajaran
berlangsung.
Pemahaman menurut Sudjana, Nana (2009 : 24) dapat dibedakan
kedalam tiga kategori :
1) Tingkat rendah adalah pemahaman terjemahan,mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya.
2) Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni mehubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnyha, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.
3) Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahan ekstrapolasi.
Sedangkan menurut Polya (Sumarmo, Utari, 2006 : 3) merinci
kemampuan pemahaman pada empat tahap, yaitu :
1) Pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana;
25
2) Pemahaman induktif : menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa;
3) Pemahaman rasional : membuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema;
4) Pemahaman intuitif : memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-ragu) sebelum menganalisa lebih lanjut.
Berbeda dengan Polya, Pollastek (Sumarmo, Utari, 2006 : 4)
pemahaman digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu :
1) Pemahaman Komputasional : menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.
2) Pemahaman Fungsional : mengaitkan suatu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakannya.
Serupa dengan pollatsek, Skemp (Sumarmo, Utari, 2006 : 4)
menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu :
1) Pemahaman Instrumental : hafal konsep atau prinsip tanpa kaitan dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.
2) Pemahaman Relasional : mengaitkan satu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya.
Mengacu pada beberapa pendapat tentang pemahaman matematik
yang telah diuraikan di atas, pemahaman yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah pemahaman menurut Skemp yaitu pemahaman instrumental dan
pemahaman relasional.
f. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw
1) Teori Belajar Piaget
26
Teori belajar Piaget dikenal dengan teori perkembangan
mental manusia. Mental yang dimaksud Piaget dalam teorinya adalah
kemampuan kognitifnya. Menurut Piaget (Russeffendi, E.T., 2006 :
133) “Belajar matematika pada dasarnya adalah pengubahan struktur
kognitif dengan melalui asimilasi dan akomodasi”. Sejalan dengan
Piaget, Tim MKPBM. (2001:38) mengemukakan ”Perkembangan
kognitif pada dasarnya adalah perubahan dari keseimbangan yang telah
dimiliki ke keseimbangan baru yang diperolehnya”. Russeffendi, E.T.
(2006 : 133) menyatakan “asimilasi adalah penyerapan informasi baru
dalam pikiran. Sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali
struktur fikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi baru
tersebut mempunyai tempat”.
Perkembangan kognitif seorang individu dipengaruhi pula
oleh lingkungan dan transmisi sosialnya, karena efektifitas hubungan
antar individu berbeda, maka tahap perkembangan kognitif seseorang
pun berbeda pula. Piaget (Depdiknas, 2005) menyatakan, “Semua
organisme lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau
beradaptasi dengan lingkungannya mereka”. Adaptasi dengan
lingkungan pun merupakan suatu proses memperoleh keseimbangan
apa yang telah diketahui dengan hal baru dilihat sebagai pengalaman
atau persoalan.
27
Berdasarkan uraian di atas, maka teori tersebut mendukung
penerapan model kooperatif tipe Jigsaw karena dalam proses
pembelajaran siswa menerima pengetahuan baru kemudian
menempatkan pengetahuannya di tempat yang tepat, sehingga mereka
bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2) Teori Vygotsky
Teori Vigotsky mempunyai kontribusi yang penting dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu menekankan pada prinsip kerjasama,
saling tukar pendapat antara siswa dalam proses pembelajaran. Pada
teori Vigotsky terdapat dua buah konsep penting yaitu Zone of
Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding. Ratnaningsih, Nani
(2006 : 17) mengemukakan :
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya.
Lebih jauh mengenal hal itu, Ratnaningsih, Nani (2006 : 17)
mengemukakan ”Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
peringatan, menguraikan masalah-masalah kedalam langkah-langkah
pemecahan, memberikan contoh dan tindakan lain yang
memungkinkan siswa itu belajar mandiri”. Teori Vigotsky lebih
menekankan pada pentingnya interaksi sosial dengan orang yang
mempunyai pengetahuan lebih baik.
28
Lev Vygotsky (Budiningsih, C. Asri, 2005:99), mengatakan
“jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan
sejarahnya”. Artinya untuk memahami pikiran seseorang bukan
dengan cara menelusuri apa yang ada dibalik otaknya dan pada
kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, dari
interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya.
Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan
berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan
intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari
kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan
memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau
ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini
disebut sebagai kemampuan intermental.
Menurut Vigotsky ( Wardani, Sri, 2006 : 27) ”menekankan
pada hakekat sosio cultural dalam pembelajaran, yaitu interaksi sosial
melalui dialog dan komunikasi verbal dengan orang dewasa dalam
perkembangan pengertian anak”. Pada tahap awal pembelajaran
kooperatif, siswa tidak hanya sendiri dalam memecahkan persoalan
tapi juga berinteraksi dengan guru dan teman sebayanya, namun pada
tahap-tahap akhir siswa diberi tes individual yang harus dikerjakan
29
secara mandiri. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa teori
Vygotsky mendukung model pembelajaran kooperatif.
g. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Langsung
Salah satu teori yang mendukung model pembelajaran langsung
adalah teori Ausubel, teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan
pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Tim MKPBM
(2001:35) “metode penemuan maupun metode ceramah bisa menjadi
belajar menerima atau belajar bermakna, tergantung situasinya”. Pada
belajar menerima siswa hanya menerima, tinggal menghafal materi yang
sudah diperolehnya. Menurut Ausubel (Trianto, 2007:25) “Belajar
bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang”.
Akan tetapi pada belajar bermakna menurut Tim MKPBM, (2001:35) “
materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain
sehingga belajarnya lebih dimengerti”. Konsep yang sudah ditemukan
oleh siswa kemudian dikembangkan dengan keadaan lain sehingga
belajarnya lebih mudah diterima dan dimengerti.
Proses pembelajaran dimungkinkan dapat berjalan lancar apabila
seorang siswa sudah memahami materi yang telah dipelajarinya, sehingga
akan lebih memudahkan siswa dalam mempelajari materi baru yang ada
hubungannya dengan materi sebelumnya. “... siswa mampu mengerjakan
permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah
30
dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari
permasalahan yang nyata” (Trianto, 2007:26).
Menurut Tim MKPBM (2001:35) “metode ceramah adalah
metode yang merupakan belajar menerima”. Teori Ausubel mendukung
model pembelajaran langsung karena melalui belajar menerima dilakukan
dalam pembelajaran langsung. Siswa diharapkan dapat belajar bermakna
sehingga diakhir pembelajaran, siswa dapat menghubungkan informasi
baru yang didapatnya dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya.
h. Deskripsi Materi Lingkaran
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan materi pokok
lingkaran disampaikan di kelas VIII SMP pada semester genap. Berikut
diuraikan Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Pokok Lingkaran yang
akan dijadikan bahan dalam penelitian.
Tabel 4 Deskripsi Materi Lingkaran
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
4. Menentukan
unsur, bagian
lingkaran serta
ukurannya
4.2Menghitung
keliling dan luas
lingkaran
4.2.1 Menemukan nilai
phi
4.2.2 Menentukan dan
menghitung
31
keliling lingkaran
4.2.3Menentukan dan
menghitung luas
lingkaran.
1) Pendekatan Nilai Phi
Nilai merupakan nilai yang diperoleh dari perbandingan
keliling lingkaran dengan diameternya. Untuk membuktikannya
perlu dilakukan percobaan mengukur perbandingan keliling
beberapa lingkaran dengan ukuran diameter berbeda-beda, misalnya
3 cm, 6 cm, dan 9 cm seperti pada gambar berikut :
Selanjutnya mengukur diameter dan keliling lingkaran-lingkaran
tersebut dengan menggunakan benang dan penggaris, dan catatlah
hasilnya dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5
32
3 cm 6 cm 9 cm
( i ) ( ii ) ( iii )
Hasil Percobaan Manentukan nilai
LingkaranDiameter (d) satuan cm
Keliling Lingkaran (k) satuan cm
=
Dari hasil percobaan tersebut, ternyata rata-rata nilai
perbandingan keliling lingkaran dengan diameternya adalah 3,14
Nilai perbandingan disebut
atau:
= (phi)
Bilangan tidak dapat dinyatakan secara tepat dalam bentuk
pecahan biasa maupun pecahan desimal. Bilangan merupakan
bilangan irasional yang berada antara 3,141 dan 3,142. Oleh karena
itu nilai phi hanya dapat dinyatakan dengan nilai pendekatan saja,
yaitu 3,14 dengan pembulatan sampai dua tempat desimal.
Nilai terletak diantara 3,141 sampai dengan 3,142.
Menurut penelitian yang cermat ternyata nilai =
3,141592653589793238462..... Jika dalam sebuah perhitungan hanya
33
membutuhkan ketelitian sampai dua desimal.Maka nilai = 3,14.
Pecahan biasa yang nilainya hampir mendekati nilai adalah .
2) Keliling Lingkaran
Perbandingan = . Jika k adalah keliling
lingkaran dan d adalah diameternya, maka = .
Jadi K = d
Karena d = 2r, maka K = 2r = 2r
Untuk setiap lingkaran berlaku rumus:
Keliling = d atau Keliling = 2r
Dengan d = diameter, r = jari-jari dan = 3,14
3). Luas Lingkaran
Untuk menentukan rumus luas lingkaran, lakukan kegiatan berikut
untuk kegiatan siswa.
a) Buatlah lingkaran dengan panjang jari-jari 10 cm.
b) Bagilah lingkaran tersebut menjadi dua bagian yang sama besar,
dengan cara membuat diameter (garis tengah) dan berilah warna
yang berbeda.
34
c) Bagilah lingkaran itu menjadi juring-juring dengan besar sudut
pusat masing-masing 30 seperti pada gambar 1.
d) Bagilah salah satu juring yang terjadi menjadi dua bagian yang
sama.
e) Guntinglah lingkaran tersebut sesuai dengan juring-juring yang
jadi.
f) Letakkan potongan-potongan dari juring-juring tersebut secara
berdampingan seperti tampak pada gambar 2.
Gambar 1
Gambar 2
Ternyata hasil dari potongan-potongan juring yang diletakkan
secara berdampingan membentuk bangun yang menyerupai persegi
panjang. Jika juring-juring lingkarannya memiliki sudut pusat
35
semakin kecil, misalnya 15, 10, 5, 4 dan seterusnya, maka bangun
yang terjadi sangat mendekati bentuk persegi panjang dengan:
Panjang = Keliling lingkaran dan lebar = r, sehingga:
Luas lingkaran = luas persegi panjang
L = panjang lebar
L = keliling lingkaran r
L = 2r
L = r r
L = r2
Karena d = 2r atau r = d, maka luas lingkaran dapat dinyatakan
pula
L = r2
L = d d
L = d2
L = d2
36
Untuk setiap lingkaran berlaku rumus berikut
2. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dilaporkan
oleh Nurkamilah, Mia ( 2009 ) dengan judul pengaruh penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar matematik
siswa, ( penelitian dilaksanakan dikelas VIII SMP Negeri 1 Leuwisari
Tasikmalaya Tahun ajaran 2008/2009 ). Kesimpulan penelitian
menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar matematik
siswa.
Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dilaporkan oleh Faridah, Ida ( 2008 ) dengan judul pengaruh penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa, ( penelitian dilaksanakan dikelas
VII SMP Negeri 8 Tasikmalaya Tahun ajaran 2007/2008 ). Kesimpulan
penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan
37
Luas lingkaran = L = r2 atau luas lingkaran = L =
d2
dengan d = diameter, r = jari-jari, = 3,14
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa.
Penelitian tentang kooperatif tipe jigsaw dilaporkan oleh Marliani,
Yuni ( 2009 ) dengan judul pengaruh penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar matematik siswa, ( Studi
dikelas VII SMP Negri 1 Cikatomas Tahun ajaran 2008/2009).
Kesimpulan penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil
belajar matematik siswa.
G. Anggapan Dasar
Menurut Surakhmad, Winarno (Arikunto, Suharsimi, 2006:65)
“Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang
kebenarannya diterima oleh penyelidik”. Anggapan dasar yang penulis
kemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika pada materi lingkaran di kelas VIII semeter 2 SMP
Negeri 4 Rancah Kabupaten Ciamis sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
2. Peneliti mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran pada materi
lingkaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dan model pembelajaran langsung.
38
3. Siswa mampu mengikuti pembelajaran pada materi lingkaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model
pembelajaran langsung.
4. Hasil tes pemahaman matematika menunjukan pemahaman matematik siswa
yang sebenarnya pada materi lingkaran di kelas VIII semester 2 SMP Negeri 4
Rancah Kabupaten Ciamis.
H. Hipotesis
Sudjana (2005 :219) menyatakan “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan
mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut
untuk melakukan pengecekan. Menurut Ruseffendi, E.T. (2005:23) “Hipotesis
adalah penjelasan atau jawaban tentatif (sementara) tentang tingkah laku,
fenomena (gejala), atau kejadian yang akan terjadi, bisa juga mengenai kejadian
yang sedang berjalan”. Maka berdasarkan landasan teoretis dan anggapan dasar,
peneliti merumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah “pemahaman
matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran langsung.
I. Prosedur Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen.
Menurut Ruseffendi, E.T. (2005:35) “Penelitian eksperimen atau percobaan
(eksperimental research) adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat
hubungan sebab-akibat”. Untuk melihat hubungan sebab-akibat diantara
39
variabel-variabel tersebut dengan cara menghadapkan kelompok eksperimen
terhadap suatu perlakuan dan membandingkan akibat atau sebabnya dengan
kelompok kontrol yang tidak dikenai suatu perlakuan. Menggunakan metode
eksperimen karena dalam penelitian ini menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran langsung melihat
pengaruhnya terhadap pemahaman matematik.
2. Variabel penelitian
Arikunto, Suharsimi (2006:118) berpendapat “ Variabel adalah objek
peneliti, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian “... Penelitian
ini melibatkan dua variabel yaitu variabel pertama (x) sebagai variabel bebas
yakni model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran
langsung, (y) sebagai variabel terikat yaitu pemahaman matematik siswa. Hal
ini sesuai dengan pendapat Arikunto, Suharsimi (2006:119), bahwa “variabel
yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau
independent variabel (x), sedangkan variabel akibat disebut variabel tidak
bebas variabel tergantung, variabel terikat atau dependent variabel (y)”.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sangat diperlukan dalam melaksanakan
penelitian dan pengumpulan data agar data yang diperoleh relevan dengan
tujuan dan pokok masalah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik
pengumpulan data yaitu melaksanakan tes pemahaman matematik,
dilaksanakan sebanyak 2 kali secara periodik. Tes pemahaman matematik ke 1
40
dilaksanakan setelah materi menghitung keliling lingkaran, sedangkan untuk
tes pemahaman ke 2 dilaksanakan setelah materi luas lingkaran disampaikan.
Hal ini dimaksudkan untuk mengungkap penguasaan pemahaman matematik
siswa terhadap materi yang telah disampaikan.
4. Instrumen Penelitian
Kegunaan dari instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data
yang diinginkan untuk menjawab permasalahan penelitian. Menurut Arikunto,
Suharsimi, (2006:160) “Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan
sistematis sehingga lebih mudah diolah”. Instrumen penelitian yang
digunakan dalam penelitian soal tes pemahaman matematik berbentuk uraian
sebanyak 6 soal. Masing-masing soal diberikan skor berdasarkan penskoran
tes pemahaman matematik dengan Skor Maksimal Ideal (SMI) adalah 24.
Instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data harus
memenuhi persyaratan. Soal dibuat berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Menurut Ruseffendi, E.T. (2001:132), “Dalam penelitian
instrumen atau alat evaluasi harus memenuhi persyaratan sebagai instrumen
yang baik. Dua dari persyaratan-persyaratan penting itu adalah validitas dan
reliabilitasnya harus tinggi. ” Agar instrumen penelitian baik, maka peneliti
akan menguji validitas dan reliabilitasnya. Validitas dan reliabilitas tersebut
41
diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa di luar sampel penelitian tetapi
sudah menerima materi lingkaran.
a. Uji Validitas Butir Soal
Validitas butir soal merupakan derajat ketepatan soal. Menurut
Ruseffendi, E. T. (2001:132) “Suatu instrumen dikatakan valid bila
instrumen itu, untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang
semestinya diukur, derajat ketepatan mengukurnya benar.” Sejalan dengan
pendapat di atas, Widaningsih, Dedeh, (2008:1) “Validitas berkenaan
dengan ketepatan tes tersebut sebagai alat ukur kemampuan siswa”. Suatu
alat evaluasi dikatakan valid jika dapat mengevaluasi dengan tepat.
Untuk menentukan tingkat atau indeks validitas yaitu dengan
mencari koefisien product moment dengan angka kasar (raw score)
menurut Nurjamil, Dedi dan Redi Hermanto, (2008:43):
Keterangan:
= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
= banyak subjek (responden)
= Skor masing-masing butir soal
= Skor total
42
Untuk menentukan tingkat (derajat) validitas soal tinggi, sedang,
rendah maka perlu diinterpretasikan terlebih dahulu. Klasifikasi
interpretasi koefisien korelasi menurut J.P.Guilford, (Nurjamil, Dedi dan
Redi Hermanto, 2008:43) sebagai berikut:
= Validitas sangat tinggi (sangat baik)
= Validitas tinggi (baik)
= Validitas sedang (cukup)
= Validitas rendah (kurang)
= Validitas sangat rendah
= Tidak valid
b. Uji Reliabilitas Soal
Reliabilitas soal merupakan derajat ketetapan soal. Ruseffendi, E.
T. (2001:142) menyatakan “reliabilitas instrumen atau alat evaluasi adalah
ketetapan alat evaluasi dalam mengukur atau ketetapan siswa dalam
menjawab alat evaluasi itu. Kalau alat evaluasi itu reliabel, maka hasil dari
dua kali atau lebih pengevaluasian dengan dua atau lebih alat evaluasi
yang senilai (ekivalen) pada masing-masing pengetesan di atas akan
sama”. Pada penelitian ini nilai reliabilitas dihitung dengan menggunakan
rumus Alpha Cronbach menurut Nurjamil, Dedi dan Redi Hermanto
(2008:44) adalah
43
Keterangan:
= koefisien reliabilitas
= banyak butir soal
= jumlah varians skor setiap item
= varians skor total
Kriteria koefisien reliabilitas menurut Guilford (Nurjamil, Dedi
dan Redi Hermanto, 2008:44):
adalah sebagai berikut:
= reliabilitas sangat rendah
= reliabilitas rendah
= reliabilitas sedang
= reliabilitas tinggi
= reliabilitas sangat tinggi
5. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Menurut Sudjana (2005 : 6) “Totalitas semua nilai yang mungkin,
hasil menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif
mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang
lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan
populasi”. Sedangkan menurut Arikunto, Suharsimi (2006 : 130)
44
“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Rancah
Kabupaten Ciamis tahun ajaran 2009/2010.
b. Sampel
Arikunto, Suharsimi (2006 : 131) menyatakan “Sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Sedangkan menurut Sudjana
(2005 : 6) “Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi”. Dalam
penelitian ini sampel dipilih 2 kelas secara acak menurut kelas karena
setiap kelas memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu terdiri dari
siswa yang kurang, sedang dan pandai. Sampel sebanyak dua kelas, satu
kelas sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dan Satu kelas lagi sebagai kelas kontrol dengan
menggunakan model pembelajaran langsung.
6. Desain Penelitian
Menurut Arikunto, Suharsimi (2006:51) “Desain penelitian adalah
rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti sebagai ancang-ancang
kegiatan yang akan dilaksanakan”. Untuk menentukan desain penelitian, perlu
dilihat hal-hal sebagai berikut:
a. Sesuai dengan hipotesis dalam penelitian ini diperlukan dua kelompok
subjek penelitian, yaitu kelompok 1 dan kelompok 2.
b. Kelompok 1 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dan kelompok 2 menggunakan model pembelajaran langsung.
45
c. Untuk mengetahui adanya perbedaan pemahaman matematik siswa antara
kelompok 1 dan kelompok 2, maka dilakukan tes akhir yang kedua tesnya
sama.
Berdasarkan hal di atas, maka desain data peneliti ini merupakan
desain penelitian kelompok kontrol hanya-postes menurut Russeffendi, E.T.
(2005:51) adalah sebagai berikut:
R X O
R O
Keterangan:
R = Pengambilan sampel secara acak kelas
X = Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
O = Tes Pemahaman Matematik
7. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian merupakan operasionalisasi pelaksanaan
penelitian. Secara umum penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap
kegiatan, yaitu:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini penulis melaksanakan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Memperoleh surat keputusan dari Dekan FKIP Universitas
Siliwangi tentang penetapan bimbingan skripsi,
46
2) Melakukan konsultasi dengan pembimbing I dan pembimbing II
dengan mengajukan judul atau permasalahan yang akan diteliti,
kemudian ditanda tangani Dewan Bimbingan Skripsi (DBS),
3) Menyusun proposal penelitian yang kemudian dikonsultasikan
dengan pembimbing I dan pembimbing II untuk diseminarkan,
4) Mengajukan permohonan penyelenggaraan seminar proposal
penelitian kepada Dewan Bimbingan Skripsi (DBS), setelah
proposal penelitian disetujui pembimbing I dan pembimbing II,
5) Melaksanakan seminar proposal penelitian,
6) Konsultasi dengan pembimbing I dan pembimbing II untuk
evaluasi atau perbaikan proposal penelitian,
7) Mengurus perizinan untuk pelaksanaan penelitian,
8) Konsultasi dengan pembimbing I dan pembimbing II mengenai
pelaksanaan penelitian.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini penulis melaksanakan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Konsultasi dengan Kepala Sekolah dan Guru Mata Pelajaran
Matematika kelas kelas VIII SMP Negeri 4 Rancah Kabupaten
Ciamis mengenai penelitian yang akan dilaksanakan,
2) Mengadakan observasi mengenai tempat penelitian dan kondisi
lingkungan sekolah,
47
3) Melaksanakan pembelajaran dikelas eksperimen dengan menggunakan
Model Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan dikelas kontrol
dengan menggunakan model pembelajaran langsung,
4) Melaksanakan tes untuk memperoleh data penelitian,
5) Mengumpulkan data yang diperoleh yang selanjutnya untuk diolah dan
dianalisis.
c. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
1) Pengolahan data hasil tes,
2) Menganalisis data,
3) Membuat kesimpulan.
8. Teknik pengolahan analisis data
a. Teknik pengolahan data
1) Pensekoran Tes Pemahaman Matematik
Pensekoran tes pemahaman matematik menggunakan skor rubrik,
menurut Sumarmo, Utari (2006:16) seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 6Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Akademik
Skor Level 4
Skor Level 3
Skor Level 2
Skor Level 1
Skor Level 0
Math. Knowledge:Pemahaman
konsep prinsip,
menggunakan
Math. Knowledge Pemahaman konsep prinsip,
terminology, dan
Math. Knowledge Pemahaman
konsep prinsip,
terminology, dan notasi
Math. Knowledge Pemahaman konsep prinsip,
terminology, dan
Math. Knowledge: Tidak ada
pemahaman
48
terminology dan notasi
matematika secara benar,
menghitung dengan
benar dan tepat
hampir benar,
algoritma benar,
perhitungan sedikit
eror
sebagian benar,
perhitungan memuat eror
serius
notasi sangat minim,
perhitungan memuat eror serius
Sumber : Sumarmo, Utari (2006:16)
2) Penskoran Akhir
Penskoran akhir atau skor pemahaman matematik diperoleh
dari rata-rata tes pemahaman matematik ke-1 dan tes pemahaman
matematik ke-2 yang dihitung dengan menggunakan rumus:
Skor Akhir =
Keterangan : TP1 = Skor Tes Pemahaman Matematik ke-1
TP2 = Skor Tes Pemahaman Matematik ke-2
b. Teknis analisis data
1) Statistika Deskriptif
a) Membuat distribusi frekuensi,distribusi frekuensi relatif,
kumulatif dan histogram (Sudjana, 2005 : 46-53).
b) Menentukan ukuran data statistika, yaitu: banyak data (n), data
terbesar (db), data terkecil (dk), rentang (r), rata-rata ( ), median
(Me), modus (Mo), dan standar deviasi (ds).
49
2) Uji Persyaratan Analisis
a) Menguji normalitas dari masing-masing kelompok dengan chi-
kuadrat menurut Sudjana (2005:273).
Dengan : H0 = distribusi sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal
H1 = distribusi sampel berasal dari populasi
berdistribusi tidak normal
Rumus yang digunakan adalah :
Kriteria pengujian adalah tolak H1 jika : ,
dengan taraf nyata pengujian dan db = k – 3. dalam hal lainnya
H1 diterima.
b) Menguji homogenitas varians dengan mencari nilai F.
pasangan hipotesis : H0 :
H1 :
Keterangan H0 = Kedua kelompok data homogen
H1 = Kedua kelompok data tidak homogen
Statistik yang digunakan adalah :
50
Kriteria pengujian adalah : tolak H0 jika F > dengan
taraf nyata pengujian, artinya variansi kedua populasi tidak
homogen. Dalam hal lainnya H0 diterima.
3) Uji Hipotesis
a) Jika distribusinya normal, dilanjutkan dengan menghitung perbedaan
dua rata-rata kedua kelompok dengan menggunakan uji-t. Menurut
Ruseffendi, E.T. (1998:315) rumus pengujian dua sampel bebas dan
kedua variansi populasinya tidak diketahui tetapi diasumsikan sama
adalah sebagai berikut :
Pasangan hipotesis ; H0 : H1 :
Maka dengan hipotesis nol H0 : , rumus yang digunakan untuk
uji statistiknya adalah:
untuk mencari nilai dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
dengan :
51
Kriteria pengujian adalah : tolak H0 jika dengan
taraf nyata pengujian. Artinya pemahaman matematik siswa antara
yang menggunakan model pempelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih
baik dari pada model pembelajaran langsung.
b) Jika distribusinya tidak normal, maka pengujian hipotesis
menggunakan Uji Wilcoxon.
c) Jika kedua sampel berdistribusi normal tetapi variannya tidak
homogen, maka pengujian hipotesis menggunakan uji-t1.
9. Waktu dan tempat penelitian
a. Waktu penelitian
Penelitian ini direncanakan mulai bulan Februari 2010 s.d bulan
Maret 2010. Untuk lebih jelasnya, rencana jadwal penelitian dapat dilihat
dalam tabel berikut ini.
Tabel 7 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian
no Kegiatan Penelitian Nov 2009
Des 2009
Jan 2010
Feb 2010
Mar 2010
Apr 2010
1 Pengajuan judul2 Pembuatan proposal
penelitian3 Seminar proposal4 Pengajuan surat
perijinan penelitian5 Melakukan observasi6 Penyusunan
perangkat tes7 Melakukan KBM
pada kelas eksperimen, uji coba
52
instrument diluar sampel
8 Pengolahan data dan analisis data
9 Penyelesaian penulisan skripsi
b. Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 4 Rancah
Kabupaten Ciamis yang beralamat di Desa Cisontrol Kecamatan Rancah
Kabupaten Ciamis.
53
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Budiningsih, C. Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Depdiknas. (2005). Model-model Pembelajaran Matematika. Jakarta. Depdiknas.
Faridah, Ida. (2008). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa. Skripsi Universitas Siliwangi. Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.
Ibrahim, Muslimin. et.all. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya. University Press.
Kurniawan, Rudi. (2009). [online]. Tersedia http://rudyks3-majalengka.blogspot. com/2009/01/ kemampuan-pemahaman-dan-pemecahan.html [April 2009].
Lie, Anita. (2005). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Marliani, Yuni (2009). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Matematik Siswa. Skripsi Universitas Siliwangi. Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.
Nurjamil, Dedi dan Redi Hermanto. (2008). Program Komputer Aplikasi Microsoft Excel dan SPSS untuk Pengolahan Data Statistik Hasil Penelitian. Modul Pembelajaran : Tidak diterbitkan.
Nurkamilah, Mia. (2009). Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Skripsi Universitas Siliwangi. Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.
Purwanto, Ngalim. (2004). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Ratnaningih, Nani. (2006). Belajar Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) Suatu Alternatif Pendekatan Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika Universitas Siliwangi. Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.
54
Russefendi, E.T. ( 2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito.
Russeffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.
Slavin, Robert E. (2009). Cooperative Learning. Bandung : Nusa Media.
Sudjana. (2005) Metoda Statistika . Bandung : Tarsito.
Sudjana, Nana (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Tarsito.
Suherman, Erman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : JurusanPendidikan Matematika FPMIPA UPI.
Sumarmo, Utari. (2006). Berfikir Matematik Tingkat Tinggi: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah pada seminar Pendidikan Matematika. FMIPA Universitas Padjajaran. Bandung. Tidak diterbitkan.
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.
Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.
Wardani, Sri. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif dalam Inovasi Pendidikan Matematika. Makalah : Tidak diterbitkan.
Widaningsih, Dedeh.(2008). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Diktat Kuliah : Tidak Diterbitkan.
Widaningsih, Dedeh.(2009). Perencanaan Pembelajaran Matematika. Paket Modul Pembelajaran : Tidak diterbitkan.
55