Proposal Helen 1 (4)

download Proposal Helen 1 (4)

of 38

Transcript of Proposal Helen 1 (4)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengajaran

keterampilan

berbahasa

bertujuan

untuk

menumbuh

kembangkan keterampilan berbahasa siswa. Menulis dipergunakan oleh orang terpelajar untuk mencatat atau merekam, melaporkan atau memberitahukan dan mempengaruhi. Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran menulis adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat dan pengetahuan secara tertulis serta memiliki kegemaran menulis (Depdikbud dalam Kosim, 2007: 3). Tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia ini meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu (1) menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis. Dari keempat aspek tersebut, keterampilan menulis dapat dikatakan sangat kompleks, karena tulisan dapat dipahami para pembaca apabila semua unsur mendukung terhadap tulisan tersebut seperti halnya unsur bahasa, unsur isi, ejaan yang tepat dan menyusun ide secara sistematis, sehingga merupakan suatu kesatuan yang mudah dipahami. Keterampilan menulis merupakan suatu proses yang menuntut

pengalaman, waktu, kesempatan latihan. Dengan memiliki keterampilan menulis siswa mampu menuangkan ide/isi hati dalam bentuk tulisan dengan baik, karena keterampilan menulis tidak akan datang dengan sendirinya, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang sering dan teratur.

2

Menurut Thahar (2004:13) kegiatan menulis adalah kegiatan intelektual, seorang intelektual ditandai dengan kemampuan mengekspresikan jalan pikirannya melalui tulisan dengan media bahasa yang sempurna. Berbagai upaya peningkatan mutu pengajaran berbahasa telah dan terus dilakukan, peningkatan terutama ditujukan pada aspek kemampuan berbahasa Indonesia (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) (dalam Sugono, 2006). Untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa dapat menulis pengalaman pribadi sebagai bentuk kreativitas menulis. Dari keempat kemampuan berbahasa di atas, kemampuan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting. Keteranpilan menulis dapat digunakan untuk menyatakan keinginan, menyatakan sikap intelektual, emosional dan moral. Keterampilan menulis karangan meliputi bidang menulis karangan narasi, deskripsi, argumentasi dan eksposisi. Berdasarkan hasil observasi penulis dengan guru di SMP Negeri 9 Merangin, keterampilan siswa untuk menulis masih sangat terbatas, terlebih lagi untuk dapat menulis karangan argumentasi mereka kesulitan untuk menyebutkan ciri-ciri karangan argumentasi, dan membedakan jenis-jenis karangan argumentasi dengan karangan lainnya. Agar dapat menulis kadang-kadang siswa perlu dipacu dengan menggunakan teknik dan media yang menarik. Untuk itu guru perlu mencari upaya yang dapat membuat siswa tertarik agar siswa dapat menulis dengan baik. Dalam menulis dibutuhkan adanya ketelitian, kepaduan, keruntutan dan kelogisan antara kalimat satu dengan kalimat yang lain, antara karangan dengan

3

karangan berikutnya sehingga akan membentuk sebuah karangan yang baik dan utuh. Pengajaran menulis, khususnya menulis karangan argumentasi adalah keterampilan yang bertujuan untuk mengungkapkan sesuatu dengan disertai alasan. Pentingnya keterampilan menulis di dalam dunia pendidikan khususnya pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa. Dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa perlu adanya pengarahan dan binaan sejak dini untuk mendapatkan karangan yang berkualitas, karena pada dasarnya keterampilan menulis tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dibina dengan melakukan latihan yang terus menerus dan teratur.Pembelajaran adalah suatu proses yang rumit karena tidak sekedar menyerap informasi dari guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang harus dilakukukan terutama bila diinginkan hasil belajar yang baik. Salah satu kegiatan pembelajaran yang menekankan berbagai kegiatan dan tindakan dalam menggunakan strategi tertentu dalam pembelajaran, karena suatu strategi dalam pembelajaran pada hakikatnya merupakan cara yang teratur dan berpikir secara sempurna untuk mencapai suatu tujuan pengajaran dan untuk memperoleh kemampuan dalam mengembangkan aktifitas belajar yang dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam proses kegiatan belajar mengajar hubungan yang baik antara siswa dan guru sangatlah penting sehingga akan terjadi interaksi dan komunikasi yang baik. Fakta yang terjadi adalah guru dianggap sebagai sumber belajar yang paling benar. Proses pembelajaran yang terjadi memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru, akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan dan menjadikan

4

siswa malas belajar. Sikap anak didik yang pasif tersebut ternyata tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu, tetapi pada pelajaran Bahasa Indonesia. Keberhasilan proses belajar mengajar pada pembelajaran Bahasa Indonesia dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti pembelajaran tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman dan penguasaan materi serta prestasi belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Berdasarkan wawancara penulis pada guru kelas VIII SMP Negeri 9 Merangin bahwa KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) 6,0 sebagian belum tercapai. Menurut Triyanto (2007:1), menyatakan bahwa Proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya. Proses pembelajaran yang seperti ini pada akhirnya membuat suasana pembelajaran monoton dan menyebabkan siswa tidak banyak berperan dan terlibat pasif. Mereka lebih banyak menunggu sajian yang diberikan guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan serta sikap yang mereka butuhkan. Hal demikian tentu akan berpengaruh terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa. Walaupun telah dibukukan pemakaian Bahasa Indonesia dengan pedomannya, masih banyak juga ditemukan persoalan yang timbul yaitu kekeliruan pemakaian Bahasa Indonesia di dalam penerapan ejaan yang disempurnakan, adanya kerancuan istilah oleh pemakai bahasa yang tidak pada tempatnya serta pemakaian tata bahasa oleh pemakai bahasa dalam komunikasi kurang tepat. Salah satu unsur kurang

5

tepatnya pemakaian Bahasa Indonesia ini, kurang tepatnya metode yang dipakai oleh pendidik di dalam menyampaikan pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.

Penerapan model pembelajaran berbasis kooperatif merupakan suatu metode alternatif pembelajaran menulis karangan argumentasi sehingga diharapkan siswa akan lebih tertarik untuk menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan dan diharapkan dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam pembelajaran menulis. Untuk itu, diperlukan sebuah model pembelajaran yang baru agar dapat memberdayakan siswa. Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah Think-Talk-Write (TTW). Dalam pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan kelompok, maka pembelajaran TTW juga mengacu kepada pembelajaran kooperatif yang dapat mengkonstruksi penguasaan konsep siswa (Dipdip, 2007:16). Strategi think-talk-write yang dipilih pada penelitian ini dibangun dengan memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan kegiatan tersebut (berpikir, merefleksikan dan untuk menyusun ide-ide, dan menguji ide-ide itu sebelum menulisnya).Berdasarkan dengan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk

menerapkan model pembelajaran kooperatif

ThinkTalkWrite ( TTW) pada

proses pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP N 9 Merangin sebagai penelitian dengan dengan judul: Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan

Argumentasi Dengan Menggunakan Teknik Think Talk Write (TTW) Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Merangin Tahun Pelajaran 2012/2013

6

B. Identifikasi Masalah

1. Hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Merangin sebagian masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). 2. Siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Karangan Argumentasi. 3. Proses pembelajaran Bahasa Indonesia hanya terpaku pada satu pembelajaran, (konvensional). yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka perlu suatu batasan masalah, ini dilakukan agar penelitian lebih terarah dan terkontrol dan juga karena katerbatasan waktu, tenaga dan biaya yang penulis miliki maka penulis memberikan pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Masalah yang diteliti terbatas pada penggunaan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW). 2. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 9 Merangin Kelas VIII semester 2 tahun pelajaran 2011/2012 dengan pokok bahasan Karangan

Argumentasi.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah Apakah Dengan Menggunakan Teknik Think Talk Write (TTW) dapat Meningkatkan

7

Keterampilan Menulis Karangan Argumentasi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Merangin Tahun Pelajaran 2012/2013.D. Tujuan Penelitian Penelitian yang peneliti lakukan sesuai dengan judul mempunyai tujuan untuk mengetahui Bagaimana Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Argumentasi

Dengan Menggunakan Teknik Think Talk Write (TTW) Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Merangin Tahun Pelajaran 2012/2013.E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan informasi yang bermanfaat bagi : 1. Siswa : Dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar dan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Guru : a) Sebagai sumber informasi yang dapat dijadikan masukan bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. b) Membantu para guru di SMP Negeri 9 Merangin dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya argumentasi c) Dapat menentukan dan menerapkan model pada pokok bahasan karangan

pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan

8

materi pelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. 3. Sekolah : Meningkatkan mutu pendidikan melalui pemilihan metode dan media pembelajaran yang tepat. 4. Penulis Sendiri : Sebagai bekal pengetahuan dan pengalaman yang nantinya dapat diterapkan di sekolah. 5. Peneliti Lain : Sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam meneliti masalah yang sama dengan materi yang berbeda.

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Keterampilan Menulis Menulis merupakan suatu proses kreatif menuangkan gagasan atau perasaan secara teratur dalam bentuk tulis untuk suatu tujuan misalnya memberitahu, menginformasikan dan menghibur. Menurut Yunus (2008:1.3) menulis adalah suatu kegiatan menyampaikan pesan (komunikasi) dengan bahasa tulis sebagai alat dan medianya. Sedangkan menurut Tarmizi (2010:12) menulis adalah suatu kegiatan aktif dan produktif serta memerlukan cara berpikir yang teratur yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Menulis sebagaimana berbicara, merupakan keterampilan yang produktif dan ekspresif. Perbedaannya, menulis merupakan komunikasi tidak bertatap muka (tidak langsung), sedangkan berbicara merupakan komunikasi tatap muka langsung (dalam Tarigan, 1994:2). Menurut Alwasilah (1996:128) keterampilan menulis berhubungan erat dengan membaca. Hal ini diakui pula oleh Semi (1995:5). Semakin banyak siswa membaca, cenderung semakin lancar dia menulis. Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan, tidak hanya penting dalam kehidupan pendidikan, tetapi juga sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Keterampilan menulis itu sangat penting karena merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Dengan menulis siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan

10

gagasan atau pendapat, pemikiran, dan perasaan yang dimiliki. Selain itu, dapat mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa dalam menulis. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung (dalam Nunan, 2001:86). Menulis adalah suatu kegiatan yang aktif dan produktif serta memerlukan cara berpikir yang teratur yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Keterampilan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman sebagai suatu keterampilan yang produktif. Menulis dipengaruhi oleh

keterampilan produktif lainnya, seperti aspek berbicara maupun keterampilan reseptif yaitu aspek membaca dan menyimak serta pemahaman kosa kata, diksi, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan dan tanda baca. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang ditetapkan sebagai Kurikulum 2006 telah diberlakukan di sekolah-sekolah mulai tahun 2006. Kurikulum 2006 ini juga diterapkan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan perlu ditegaskan bahwa tugas sebagai guru adalah membelajarkan siswa, bukan mengajar. Siswalah yang harus didorong agar secara aktif berlatih menggunakan bahasa khususnya pada keterampilan menulis. Tugas guru adalah menciptakan situasi dan kondisi agar siswa belajar secara optimal untuk berlatih menggunakan bahasa agar komopetensi yang diharapkan dapat tercapai. Berkaitan dengan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, dalam standar isi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia

11

dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis. Standar kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia yang merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain itu Standar kompetensi adalah dasar bagi siswa untuk dapat memahami dan mengakses perkembangan lokal, regional, dan global. Keterampilan menulis adalah kemampuan mengekspresikan pikiran melalui lambing-lambang tulisan. Keterampilan menulis ini termasuk ke dalam jenis keterampilan aktif, karena penulis aktif mengolah pesan (informasi) yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sebagaimana disebutkan di depan, keterampilan ini relative lebih sulit karena melibatkan olah piker, pilihan kata, susunan bahasa, gaya kepenulisan sehingga tidak terjadi mis komunikasi antara penulis dan pembacanya. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, ada perbedaan yang mendasar antara menulis dengan mengarang. Menulis adalah mengekspresikan pikiran melalui media tulisan dan bersifat ilmiah sedangkan mengarang adalah mengekspresikan pikiran melalui media tulisan dan bersifat fiktif imajinatif (dalam Semi, 2007:80). Karangan dapat dibedakan atas beberapa macam penggolongan (klasifikasi). Dapat dibedakan atas kararangan prosa dan karangan puisi. Dapat dibedakan atas karangan ilmiah dan non ilmiah. Dapat pula dibedakan atas karangan fiksi dan non fiksi. Dan masih bisa dibedakan atas penggolongan lain lagi; sesuai dengan kebutuhan pengarangnya.

12

Karangan dapat digolongkan dalam lima bentuk, yaitu : deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi dan persuasi. Kelima bentuk tersebut terkadang amat sulit dibedakan satu sama lain karena karena batasan masing-masing bentuk acap kali kabur, sebuah karangan yang berbentuk narasi, misalnya, terkadang mengandung cirri-ciri argumentasi. Begitu juga sebaliknya. Kiranya akan cukup sulit mendapatkan karangan yang secara khusus hanya memiliki ciri-ciri bentuk karangan tertentu belaka, tanpa dimasuki unsur-unsur bentuk karangan lainnya. Meskipun demikian, paling tidak secara teoritis ada ciri-ciri atau batasanbatasan yang dapat membedakan kelima bentuk karangan tersebut. Tetapi bagaimana cirri-ciri atau batasan-batasan masing-masing ? berikut adalah batasanbatasan karangan : a. Karangan Deskripsi Karangan deskripsi disebut karangan lukisan atau gambaran tentang sesuatu hal. Hal yang digambarkannya itu dapat berupa sifat, tingkah laku,keadaan tempat, keadaan perasaan seseorang dan lain-lain. Lukisan dalam deskripsi harus diusahakan sedemikian rupa agar pembaca seolah-olah melihat sendiri apa yang kita lukiskan tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas, deskripsi adalah sebuah karangan yang menggambarkan sesuatu hal berdasarkan pengalaman indera seseorang (pengalaman penglihatan,pendengaran,penciuman,perasaan). Dengan

pengalaman inderanya tersebut seorang penulis akan dengan mudah menuangkan hal yang dilihat, didengar, dicium, dan dirasanya kedalam kalimat demi kalimat.

13

b.

Karangan Narasi Karangan narasi adalah karangan yang menceritakan seseorang atau beberapa orang dengan beberapa kejadian atau peristiwa. Rangkaian kejadian atau peristiwa tersebut biasanya disusun berdasarkan urutan waktu (secara kronologi). Isi karangan narasi dapat berupa fakta atau peristiwa yang dialami seseorang yang benar-benar terjadi juga dapat berupa khayalan juga rekaan. Berdasarkan hal tersebut karangan narasi dibagi menjadi dua bagian,yaitu narasi fiksi dan narasi nonfiksi. Narasi fiksi meliputi dongeng,hikayat,cerpen,roman atau novel, sedangkan narasi nonfiksi meliputi biografi dan otobiografi. Meliahat uraian diatas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa yang disebut adalah karangan yang menceritakan kehidupan seseorang atau beberapa orang dengan ciri-ciri karangannya sebagai berikut : - harus ada tokoh - harus ada dialog - harus ada konflik.

c.

Karangan Eksposisi Karangan eksposisi disebut juga karangan paparan. Karangan eksposisi adalah karangan yang berusaha menerangkan suatu hal , karangan eksposisi adalah karangan yang menjelaskan suatu proses. Berdasakan hal tersebut, yang ternasuk kedalam eksposisi yaitu: menguraikan taktik gerilya bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaa;

14

menjelaskan tujuan didirikannya sebuah panti asuhan; menguraikan perkembangan dan peradilan manusia; memberikan petunjuk bagaimana cara membuat tahu dan lain-lain. d. Karangan Argumentasi Karangan argumentasi disebut juga karangan alasan untuk membuat karangan ini, penulis terlebih dahulu harus mengamati berbagai persoalan yang terjadi : Setelah pengamatan dilakukan timbulah sebuah opini atau

pernyataan atas pengamatannya tersebut. Opini yang dimunculkan tersebut harus berlandaskan pada alasan-alasan yang logis dan rasional bahkan lengkapnya dengan pembuktian. e. Karangan Persuasi Karangan persuasi disebut juga karangan ajakan atau himbauan. Karangan ini oleh banyak orang digolongkan kedalam karangan argumentasi. Mengapa demikian? karena karangan persuasi memiliki cirri yang sama dengan argumentasi yaitu didahului oleh sebuah opini yang membedakannya dengan argumentasi yaitu pada bagian akhir ada sebuah kalimat ajakan atau himbauan, sedangkan argumentasi tidak demikian.

2. Karangan Argumentasi Karangan argumentasi bertujuan untuk meyakinkan pembaca agar pembaca mau mengubah pandangan dan keyakinannya kemudian mengikuti pandangan dan keyakinan penulis. Keberhasilan sebuah karangan argumentasi

15

ditentukan oleh adanya pernyataan/pendapat penulis, keseluruhan data, fakta, atau alasan-alasan yang secara langsung dapat mendukung pendapat penulis. Keberadaan data, fakta, dan alasan sangat mutlak dalam karangan argumentasi. Bukti-bukti ini dapat berupa benda-benda konkret, angka statistik, dan rasionalisasi penalaran penulis. Contoh: Sebagian anak Indonesia belum dapat menikmati kebahagiaan masa kecilnya. Pernyataan demikian pernah dikemukakan oleh seorang pakar psikologi pendidikan Sukarton bahwa anak-anak kecil di bawah umur 15 tahun sudah banyak yang dilibatkan untuk mencari nafkah oleh orang tuanya. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya anak kecil yang mengamen atau mengemis di perempatan jalan atau mengais kotak sampah di TPA, kemudian hasilnya diserahkan kepada orang tuanya untuk menopang kehidupan keluarga. Lebih-lebih sejak negeri kita terjadi krisis moneter, kecenderungan orang tua mempekerjakan anak sebagai penopang ekonomi keluarga semakin terlihat di mana-mana.

Contoh kalimat pertama (1) di atas adalah pernyataan/pendapat dan kalimat kedua adalah pendukung. Di samping itu, penulis pun menjelaskan hubungan antara pernyataan/pendapat dengan fakta/ data pendukung, agar pembaca mempunyai gambaran yang jelas tentang hal yang disampaikan. Lebihlebih bila tulisan itu disertai data empiris yang dapat dipercaya kebenarannya. Dalam berargumentasi, unsur-unsur yang ada harus diatur secara logis dengan bentuk penalaran tertentu. Bentuk penalaran yang ada adalah penalaran induksi dan penalaran deduksi. Penalaran induksi adalah bentuk penalaran yang bertolak dari pernyataan khusus kemudian menarik kesimpulan secara lebih umum. Penalaran induktif tidak boleh membuat kesimpulan yang melebihi kelayakan fakta sebagai pendukung. Penalaran deduksi adalah penalaran yang

16

bertolak dari pernyataan umum yang dipakai untuk mengamati pernyataan khusus sebagai dasar mengambil kesimpulan. Berikut ini struktur penulisan argumentasi: 1. Pendahuluan Pendahuluan berisi latar belakang masalah dan permasalahan. 2. Isi Isi karangan adalah keseluruhan uraian yang berusaha menjawab permasahan yang dikemukakan dalam pendahuluan. Uraian isi karangan berupa pernyataan, data, fakta, contoh, atau ilustrasi yang diambil dari pernyataan, pendapat umum, pendapat para ahli, hasil penelitian, kesimpulan yang dapat mengukuhkan bahwa pemecahan permasalahan itu harus demikian. 3. Penutup Penutup berupa ikhtisar atau kesimpulan. Adapun langkah-langkah dalam menulis argumentasi adalah sebagai berikut: 1. Memilih topik karangan 2. Mengumpulkan bahan, 3. Menyusun kerangka karangan, 4. Mengembangkan pendahuluan, 5. Mengembangkan isi karangan, 6. Membuat penutup karangan.

17

3. Model Pembelajaran Kooperatif Pengertian Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didasarkan pada alasan bahwa manusia sebagai makhluk individu yang berbeda satu sama lain sehingga konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesama (Nurhadi 2003:60).

Abdurrahman dan Bintoro (2000) dalam Nurhadi (2003:61) menyatakan:

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antara pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap coopartive learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan: 1) saling ketergantungan positi; 2) Tanggungjawab perseorangan; 3) Tatap Muka; 4) Komunikasi antar anggota; 5) Evaluasi proses kelompok (Anita Lie, 1999:30). Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk

mengembangkan keterampilan sosial siswa (Usman, 2002 : 30). Jadi pola belajar kelompok dengan cara kerjasama antar siswa dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan meningkatkan kreativitas siswa, pembelajaran juga dapat mempertahankan nilai sosial bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan. Ketergantungan timbal balik mereka memotivasi

18

mereka untuk dapat bekerja lebih keras untuk keberhasilan mereka, hubungan kooperatif juga mendorong siswa untuk menghargai gagasan temannya bukan sebaliknya. Adapun karakteristik pembelajaran kooperatif adalah (dalam Ibrahim. dkk, 2000:6): 1) Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar, 2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang dan rendah, 3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda, 4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantungan satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam (Ibrahim, dkk, 2000:9). Sedangkan menurut Lungren (dalam Ibrahim, 2000:18) ada beberapa manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan prestasi belajar yang rendah, yaitu: 1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, 2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi, 3) Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah, 4) Memperbaiki kehadiran, 5) Angka putus sekolah menjadi rendah, 6) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar, 7) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, 8) Konflik antar pribadi berkurang, 9) Sikap apatis berkurang, 10) Pemahaman yang lebih mendalam, 11) Motivasi lebih besar, 12) Hasil belajar lebih tinggi, 13) Retensi lebih lama, 14) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Jadi, pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial yang penting, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis.

19

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write Menurut Gulo (2002:3), strategi belajar mengajar merupakan rancangan dasar bagi seorang guru tentang cara ia membawakan pengajarannya di kelas secara bertanggung jawab. Hal ini merupakan salah satu komponen dari sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar secara optimal. Menurut Gulo (2002:23), peran peserta didik di dalam proses belajar mengajar ialah berusaha secara aktif untuk mengembangkan dirinya di bawah bimbingan guru. Kegiatan ini disebut kegiatan belajar. Guru hanya menciptakan situasi yang memaksimalkan kegiatan belajar peserta didik. Kegiatan pendidikan mengalami kegagalan kalau kegiatan mengajar tidak menghasilkan kegiatan belajar. Oleh karena itu, fungsi belajar pada peserta didik sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Think-Talk-Write (TTW) yang diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin, pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir/berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara den membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Dalam hal ini siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Strategi pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) pada dasarnya

menggunakan strategi pembelajaran kooperatif sehingga dalam pelaksanaanya, model ini membagi sejumlah siswa kedalam kelompok kecil secara heterogen agar suasana pembelajaran lebih efektif.

20

Dalam pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan kelompok, maka pembelajaran TTW juga mengacu kepada pembelajaran kooperatif yang dapat mengkonstruksi penguasaan konsep siswa (Dipdip, 2007:16). Strategi think-talkwrite mendorong siswa untuk berfikir, berbicara, dan kemudian menuliskan berkenaan dengan suatu topik. Strategi think-talk-walk digunakan untuk mengembangkan menuliskannya. tulisan Strategi dengan lancar dan melatih bahasa siswa sebelum untuk

think-talk-walk

memperkenankan

mempengaruhi dan memanipulasi ide-ide sebelum menuliskannya. Strategi thinktalk-walk juga membantu siswa dalam mengumpulkan dan mengembangkan ideide melalui percakapan terstruktur. Menurut Huinker dan Laughlin (1996: 82) menyatakan bahwa : The think-talk-write strategy builds in time for thought and reflection and for the organization of ides and the testing of those ideas before students are expected to write. The flow of communication progresses from student engaging in thought or reflective dialogue with themselves, to talking and sharing ideas with one another, to writing.

Artinya, strategi think-talk-walk membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide, kemudian menguji ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk menulis. Alur kemajuan strategi think-talk-write dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi ide dengan temannya, sebelum siswa menulis. Hal inilah yang mendasari Huinker dan Laughlin mengembangkan strategi pembelajaran TTW.

21

a. Langkah-Langkah Strategi Think-Talk-Write Strategi pembelajaran TTW melibatkan 3 tahap penting yang harus dikembangkan dan dilakukan dalam pembelajaran matematika, yaitu: 1) Think (Berpikir atau Dialog Reflektif) Menurut Huinker dan Laughlin (1996: 81) thinking and talking are important steps in the process of bringing meaning into students writing, maksudnya adalah berpikir dan berbicara/berdiskusi merupakan langkah penting dalam proses membawa pemahaman ke dalam tulisan siswa. pada tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban atau strategi penyelesaian, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri. Menurut Yamin (2008:85) aktivitas berpikir dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matemtika atau berisi cerita matematika kemudian membuat catatan tentang apa yang telah dibaca. Dalam membuat atau menulis catatan siswa membedakan dan

mempersatukan ide yang disajikan dalam teks bacaan, kemudian menerjemahkan kedalam bahasa mereka sendiri. Menurut Wiederhold (dalam Yamin, 2008:85) membuat catatan berarti menganalisiskan tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis. Selain itu, belajar membuat/menulis catatan setelah membaca merangsang aktivitas berpikir sebelum, selama, dan setelah membaca,

22

sehingga

dapat

mempertinggi

pengetahuan

bahkan

meningkatkan

keterampilan berpikir dan menulis. 2) Talk (Berbicara atau Berdiskusi) Pada tahap talk siswa diberi kesempatan untuk merefleksikan, menyusun, dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Huinker dan Laughlin (1996: 88) juga meyebutkan bahwa: Talking encourages the exploration of words and the testing of ideas. Talking promotes understanding. When students are given numerous opportunities to talk, the meaning that is constructed finds its way into students writing, and the writing further contributes to the construction of meaning. Artinya, berdiskusi dapat meningkatkan eksplorasi kata dan menguji ide. Berdiskusi juga dapat meningkatkan pemahaman. Ketika siswa diberikan kesempatan yang banyak untuk berdiskusi, pemahaman akan terbangun dalam tulisan siswa, dan selanjutnya menulis dapat memberikan kontribusi dalam membangun pemahaman. Intinya, pada tahap ini siswa dapat mendiskusikan pengetahuan mereka dan menguji ide-ide baru mereka, sehingga mereka mengetahui apa yang sebenarnya mereka tahu dan apa yang sebenarnya mereka butuhkan untuk dipelajari. Pada tahap talk memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Pada tahap ini siswa akan berlatih melakukan komunikasi Bahasa Indonesia dengan anggota kelompoknya secara lisan. Masalah yang akan didiskusikan merupakan masalah yang telah siswa pikirkan sebelumnya pada tahap think. Pada umumnya siswa menurut Huinker dan Laughlin (1996:82) talking dapat berlangsung secara alamiah tetapi tidak menulis.

23

Proses talking dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosial. Dengan berdiskusi dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam kelas. Berkomunikasi dalam diskusi menciptakan lingkungan belajar yang memacu siswa berkomunikasi antar siswa dapat meningkatkan pemahaman siswa karena ketika siswa berdiskusi, siswa mengkonstruksi berbagai ide untuk dikemukakan. 3) Write (Menulis) Menurut Masingila dan Wisniowska (1996: 95) menyebutkan bahwa: writing can help students make their tacit knowledge and thoughts more explicit so that they can look at, and reflect on, their knowledge and thoughts Artinya, menulis dapat membantu siswa untuk mengekspresikan pengetahuan dan gagasan yang tersimpan agar lebih terlihat dan merefleksikan pengetahuan dan gagasan mereka. Masingila dan Wisniowska (1996:95) juga menyebutkan bahwa: For teacher, writing can elicit (a) direct communication from all members of a class, (b) information about students errors, misconception, thought habits, and beliefs, (c) various students conceptions of the same idea, and (d) tangible evidence of students achievement. Artinya, manfaat tulisan siswa untuk guru adalah (1) komunikasi langsung secara tertulis dari seluruh anggota kelas, (2) informasi tentang kesalahan-kesalahan, miskonsepsi, kebiasaan berpikir, dan keyakinan dari para siswa, (3) variansi konsep siswa dari ide yang sama, dan (4) bukti yang nyata dari pencapaian atau prestasi siswa.

24

Berikut adalah desain pembelajaran dengan strategi pembelajaran TTW (Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, 2008: 89). Untuk mewujudkan pembelajaran yang sesuai dengan harapan diatas, dirancang pembelajaran yang mengikuti langkah-langkah berikut: 1) Guru membagi Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi masalah yang harus diselesaikan oleh siswa. Jika diperlukan diberikan sedikit petunjuk. 2) Siswa membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut. Ketika siswa membuat catatan kecil inilah akan terjadi proses berpikir (think) pada siswa. Setelah itu siswa berusaha untuk meyelesaikan masalah tersebut secara individu. Kegiatan ini bertujuan agar siswa dapat membedakan atau menyatukan ide-ide yang terdapat pada bacaan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri. 3) Siswa berdiskusi dengan teman dalam kelompok membahas isi catatan yang dibuatnya dan penyelesaian masalah dikerjakan secara individu (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan. Diskusi akan efektif jika anggota kelompok tidak terlalu banyak dan terdiri dari anggota kelompok dengan kemampuan yang heterogen. Hal ini sejalan dengan pendapat Huinker dan Laughlin (1996: 82) yang

25

menyatakan bahwa this strategy to be effective when students working in heterogeneous group to six students, are asked to explain, summarize, or reflect. Artinya, strategi TTW akan efektif ketika siswa bekerja dalam kelompok yang heterogen yang terdiri dari 2 sampai 6 siswa yang bekerja untuk menjelaskan, meringkas, atau merefleksi. 4) Dari hasil diskusi, siswa secara individu merumuskan pengetahuan berupa jawaban atas soal (berisi landasan dan keterkaitan konsep, strategi, dan solusi) dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu siswa menghubungkan ide-ide yang diperolehnya melalui diskusi. 5) Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan. 6) Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih beberapa (atau satu) orang siswa sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawabannya, tanggapan. sedangkan kelompok lain diminta memberikan

5.

Aspek-Aspek Keterampilan Bahasa Keterampilan berbahasa sangat kompleks dan luas. Bila kita cermati lebih

jauh hampir setiap bidang kehidupan manusia tidak pernah luput dari aspek kebahasaan. Memang, dalam hubungannya dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, setiap bidang kehidupan tidak pernah lepas dari peranan bahasa ini.

26

Bahasa harus komunikatif. Ini berarti mudah dipahami oleh pemakai bahasa sebagai pemberi dan penerima pesan. Dalam kajian akademik dan referensi-referensi ilmiah lainnya, untuk memudahkan pengkajiannya maka ruang lingkupnya dikelompokkan ke dalam empat aspek, yakni: a. keterampilan membaca b. keterampilan menulis c. keterampilan menyimak d. keterampilan berbicara

Masing-masing keterampilan ini saling terkait, meskipun memiliki kesulitan yang tersendiri. Ditinjau dari sisi subjek (pelaku) kegiatan berbahasa, keterampilan membaca dan menyimak termasuk jenis keterampilan pasif. Dalam kegiatan membaca dan menyimak, pembaca dan penyimak hanya berusaha memahami pesan-pesan yang terdapat pada bacaan/ pembicaraan orang lain. Sedangkan keterampilan menulis dan berbicara termasuk keterampilan aktif. Hal ini dikarenakan baik pembicara maupun penulis aktif mengekspresikan pikiran/ gagasannya untuk dipahami orang lain sebagai lawan bicara/ pembaca.

B. Penelitian yang Relevan Yusni Agustina (2007) telah melakukan penelitian dengan judul Meningkatkan keterampilan Menulis Karangan Argumentasi Dengan

Menggunakan Teknik Think-talk-write (TTW) Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 14 Bandung Tahun Ajaran 2006/2007. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan

27

menggunakan pembelajaran teknik TTW keterampilan menulis karangan argumentasi siswa meningkat. Miftahurrohim (2009) telah melakukan penelitian dengan judul

Penggunaan Strategi Think-Talk-Write (TTW) Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Argumentasi Pada Siswa Kelas X-9 SMA Nasional Pati. hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan teknik TTW dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan argumentasi siswa.

C. Hipotesis Tindakan Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Dengan Menggunakan teknik Think-Talk-Write (TTW) Dapat Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Argumentasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Merangin.

28

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian Penelitian tindakan kelas adalah proses pengumpulan dan penganalisisan data yang dilakukan secara logis dan sistematis untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran (dalam Tim Penyusun Skripsi, 2011:51). Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka rancangan penelitian yang dipergunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dengan pendekatan penelitian tindakan kelas menggunakan teknik Think-Talk-Write (TTW) diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan Argumentasi. Adapun rancangan (desain) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model Kemmis dan McTaggart. Menurut Kemmis dan McTaggart (Depdiknas, 2004:2), pelaksanaan tindakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) meliputi empat alur (langkah): (1) perencanaan tindakan; (2)pelaksanaan tindakan; (3)observasi; dan (4) refleksi.

B. Setting Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester Genap SMP Negeri 9 Merangin tahun pelajaran 2011/2012. Adapun jumlah siswa dimaksud adalah 30 orang siswa, terdiri dari 14 siswa laki-laki dan sebanyak 16 siswa perempuan.

29

2.

Waktu dan Lama Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dengan diawali kegiatan pra

tindakan selama 1 bulan. 3. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 9 Merangin Kecamatan Muara Siau.

C. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu: 1. Tahap observasi awal;. Tahap observasi awal merupakan kegiatan sebelum dilaksanakan tindakan (pra tindakan) dengan tujuan untuk

mengidentifikasi masalah, mendiskusikan temuan masalah bersama observer pendamping dengan meminta saran-saran dan bimbingan dari Kepala Sekolah maupun guru lain (teman sejawat) yang sudah berpengalaman melaksanakan PTK sebagai bahan masukan dalam rangka perumusan tindakan. 2. Tahap pelaksanaan tindakan; Tahap pelaksanaan tindakan merupakan kegiatan yang dilaksanakan peneliti bekerjasama dengan seorang observer pendamping untuk menetapkan rencana tindakan, dan jadwal pelaksanaan serta merumuskan komponen-komponen tindakan yang diperlukan, seperti rencana pembelajaran, materi bahan pelajaran tentang menulis karangan argumentasi dalam bahasa Indonesia sebagai sumber belajar siswa, instrumen penilaian/evaluasi, dan kelengkapan lain yang diperlukan.

30

D. Skenario Tindakan Tindakan yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini menggunakan skenario kerja dan prosedur tindakan dengan mengadaptasi model Kemmis dan McTaggart, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. 1. Perencanaan Tindakan Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua tindakan berulang yaitu siklus I, dan II,dengan langkah-langkah penelitian sebagai berikut : 1. Tahap-tahap Perencanaan Membagi kelompok permanen 5-6 orang. Menyiapkan bahan ajar dan rencana pembelajaran. Membuat lembar observasi untuk mencatat kemajuan aktivitas siswa. Menyiapkan soal pre-test dan membuat alat evaluasi berupa soal-soal essay. Menjelaskan kepada siswa tentang pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (tim ahli) mencakup tujuan, unsur-unsur dasar yang harus di miliki setiap siswa, keuntungan, pembentukan kelompok, tata cara penilaian dan tanggung jawab terhadap kelompok. Mempersiapkan evaluasi pada setiap siklus Menetapkan kriteria keberhasilan dan cara pemecahannya.

2. Pelaksanaan tindakan Pelaksanaan pembelajaran menggunaan metode dengan tahapan rinci sesuai dengan rencana pembelajaran.

31

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan langkahlangkah pembelajaran dilaksanakan melalui tiga tahap kegiatan, yaitu:

Kegiatan Keterangan

A. Kegiatan Awal: 1. Membuka pelajaran 2. Melakukan presensi kehadiran siswa 3. Menyampaikan topik bahasan pelajaran 4. Menjelaskan kompetensi dasar 5. Memberikan apersepsi dan Tanya jawab 6. Membagi siswa dalam 6 kelompok belajar B. Kegiatan Inti: 7. Menjelaskan materi pokok pelajaran keterampilan tentang menulis karangan argumentasi dengan penerapan TTW a. Pengertian menulis karangan argumentasi dengan penerapan TTW b. Tujuan menulis karangan argumentasi dengan penerapan TTW c. Langkah-langkah menulis karangan argumentasi dengan penerapan TTW d. Memberi contoh tentang cara menulis karangan argumentasi dengan penerapan TTW 8. Membagi lembar tugas siswa (LTS) kepada masing-masing siswa untuk latihan keterampilan menulis karangan argumentasi dengan penerapan TTW 9. Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar kelompok latihan menulis tentang tugas yang diberikan dan mendiskusikannya. 10. Memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam latihan keterampilan menulis berkaitan dengan tugas yang diberikan 11. Melakukan pengamatan dan penilaian terhadap aktivitas proses belajar siswa dalam mengerjakan tugas (latihan menulis) 12. Melakukan tanya jawab dan memberikan balikan C. Kegiatan Akhir

Alokasi Waktu (menit) 15

Keterangan

Tiap kelompok terdiri dari 5 siswa

60

Menggunakan lembar observasi (Pengamatan)

60

Menggunakan

32

13. Menyampaikan ringkasan materi pelajaran 14. Melakukan test keterampilan menulis karangan argumentasi dengan penerapan TTW 15. Memberikan pekerjaan rumah (PR) untuk menulis keterampilan menulis karangan argumentasi dengan penerapan TTW dan dibahas pada pertemuan berikutnya 16. Mengakhiri/menutup pembelajaran

lembar penilaian

3. Observasi dan Evaluasi Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat serta melaksankan evaluasi pada setiap siklusnya. 4. Refleksi Hasil yang didapat dalam observasi dikumpulkan dan dianalisa demikian pula hasil evaluasinya. Dari hasil yang dapat guru dapat merefleksi diri dengan melihat data observasi dan hasil evaluasi, apakah kegiatan yang dilakukan telah dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hasil analisa data yang dilakukan dalam tahap ini akan dipergunakan sebagai acuan untuk melaksanakan siklus berikutnya.

E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah lembar observasi, dan tes akhir. Untuk lebih jelasnya berikut akan diuraikan instrument dalam penelitian ini :

33

1. Lembar observasi Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan ciri-ciri siswa yang memiliki kemampuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini : Tabel 1 : Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi No 1. Aktivitas siswa yang diamati Mengajukan pertanyaan jika tidak memahami materi. Berdiskusi dengan teman sekelompok. Kemampuan mengemukakan pendapat saat diskusi dan mempertahankan pendapatnya. Kemampuan menanggapi penjelasan teman. Kemampuan menjawab soal. Lembar observasi ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang bagaimana proses pembelajaran dengan model think-talk-write. Pada lembar observasi, observer diminta untuk menuliskan berapa frekuensi dari indikator yang dilakukan siswa. 2. Tes Instrumen tes diberikan pada akhir siklus. Sebelum soal diberikan terlebih dahulu soal tersebut dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru Bahasa Indonesia SMP N 9 Merangin Lembar tes memuat sejumlah indikator penilaian sebagai acuan untuk menilai hasil tes siswa tentang keterampilan menulis karangan F %

2. 3.

4. 5.

34

tersebut. Penilaian terhadap hasil menulis karangan argumentasi dengan teknik TTW dilakukan menggunakan kategori dengan pemberian bobot skor/nilai (skala nilai 1-5), sebagai berikut: Tabel 2. Skala Nilai Indikator Keterampilan Menulis Karangan Argumentasi Skala Nilai (1 5) 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Sesuai Tidak Sesuai Mendekati Sesuai Sesuai Sangat Sesuai Kualitas Nilai Kurang Sekali (KS) Kurang (K) Cukup (C) Baik (B) Sangat Baik (A)

F. Analisis Data 1. Lembar Observasi Untuk data dari lembar observasi diolah dengan menggunakan rumus persentasi. Menurut Yulizarti (2007 : 48) Rumus persentasi yaitu :f x100%, Keterangan : N

P

P f N

= Persentase = Frekuensi kegiatan siswa = Jumlah siswa

Langkah-langkah analisis data : 1. Menghitung skor yang ada pada lembar observasi 2. Menghitung persentase lembar observasi

35

3. Menyajikan data yang diperoleh. 2. Tes Tes hasil belajar diolah dengan menggunakan sistem penskoran percentages correction atau penilaian yang didasarkan atas persentase. Rumus penskoran menurut Purwanto (1986 : 130) yaitu :R x SM, N

S=

Keterangan : S R N = Skor yang dicari atau diharapkan = Skor mentah yang diperoleh siswa = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan

SM = Standar mark (besarnya skala penilaian yang dikehendaki, misalnya 110 atau 1-100) Hasil tes yang diperoleh siswa digunakan untuk mengklasifikasikan siswa dengan kategori siswa berpredikat kurang sekali, kurang, cukup, baik, atau baik sekali. G. Kriteria Keberhasilan Tindakan Indikasi peningkatan hasil pembelajaran siswa itu sebagai berikut : - Hasil observasi, menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa meningkat. - Hasil belajar (nilai) yang semula rendah meningkat menjadi tinggi. Arikunto (dalam Asrinal, 2006:11) mengungkapkan :

36

Untuk menentukan kadar keberhasilan penerapan tindakan digunakan pedoman sebagai berikut : Tabel 3 : Hasil Pembelajaran Hasil Evaluasi 8,1 10 6,6 8,0 5,6 6,5 4,1 5,5 0 4,0 Predikat Baik Sekali Baik Cukup Kurang Kurang Sekali

- Pencapaian ketuntasan minimal tiap indikator berdasarkan : 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kriteria ketuntasan minimal 6,5 dan ketuntasan klasikal minimal 75%. 2. Badan Standar Nasional Pendidikan 2007. 3. Secara klasikal siswa dikatakan tuntas jika memperoleh nilai 6,5. Jika pada siklus tertentu 85% siswa telah mencapai nilai rata-rata 6,5, maka meodel pembelajaran think-talk-write telah berhasil dan dapat digunakan untuk pembelajaran matematika selanjutnya.

37

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasae. 2000. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademi Presindo. Arikunto, Suraharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarata: Rineka Cipta. Gondo, Asep. 2003. Aku Cinta Bahasaku, Bahasa Indonesia. Jakarta: Pribumi Mekar. Liasari, Tiwuk. 2006. Perbandingan Hasil Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia Antara yang Menggunakan Model Berbasis Fortofolio dan yang Menggunakan Metode Ceramah. (Skripsi) Surakarta: UMS. Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo. Markhamah. 2009. Ragam dan Analisis Kalimat Bahasa Indonesia. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Sugiyono.2007. Metode penelitian Kualitatif Kauntitatif Riset dan R&D. Bandung: Aflabeta. Siswandari, Ari. 2004. Ekperimentasi Pengajaran Kooperative dengan Pendekatan Struktural Tipe TPS (Think Pair Share). (Skripsi) Surakarta: UMS. Supriyono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Verhar, J.W.N. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. ..2008. skripsi. Keterampilan Menulis Teks Berbentuk Analytical Exposition Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris (Contextual Teaching and Learning/CTL) SMA Negeri Malang (http// WWW.Skripsi.com. diunduh 4 Januari 2012) Kurniawan, Khaerudin. 2011. Aspek Menulis dalam Bahasa Asing. (http.//www.keterampilanmenulis.com, diunduh 21 Desember 2011) Naga, Dali.S. 2011. Logika Bahasa dan Keterampilan Menulis. (http//www.aspekaspekbahasa.com, diunduh 21 desember 2011)

38

LEMBARAN OBSERVASI AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KELAS VIII TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Tanggal Materi NO : : Pertemuan Ke : Siklus Kegiatan Siswa A 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. B C D E : Frekuensi (F) %

Nama Siswa

Keterangan: A. Mengajukan pertanyaan jika tidak memahami materi B. Berdiskusi dengan teman sekelompok. C. Kemampuan mengemukakan pendapat saat diskusi dan mempertahankan pendapatnya. D. Kemampuan menanggapi penjelasan teman. E. Kemampuan menjawab soal.