Proposal Fix

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung api (Vulkano) berasal dari bahasa Romawi kuno yaitu “Vulcan” yang diartikan sebagai tempat keluarnya magma ke permukaan bumi. Proses keluarnya magma di tubuh gunungapi biasanya disertai letusan. Keluarnya magma ini jika disertai dengan tekanan gas yang kuat akan menimbulkan letusan dinamakan letusan eksplosif, sedangkan jika tekanan gas kurang, terjadi aliran larva dinamakan letusan efusif. Aktivitas vulkanisme ini terjadi di dalam tubuh gunung api dapat mengakibatkan bencana alam yang menyertai kehidupan manusia (Harmoko, 2001). Beberapa pengamatan yang dilakukan secara teliti membuktikan bahwa peningkatan tekanan magma besar atau kecil, akan menyebabkan ternyadinya deformasi. Untuk mengetahui gejala deformasi gunung api yang terjadi dilakukan pemantaun dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode yang berbasis satelit yaitu metode GPS yang dilakukan secara kontinu. Pada prinsipnya pemantauan deformasi kontinu menggunakan GPS dilakukan secara tersu - menerus secara otomatis, yaitu dengan menempatkan GPS diberapa titik ukur di lokasi yang dipilih. Metode deformasi kontinu ini umumnya menggunakan sensor-sensor, extensiometer, dan dilatometer, yang hanya mengkarakterisir deformasi yang sifatnya relatif lokal. Patut ditekankan di sini bahwa GPS yang

description

Proposal tesis

Transcript of Proposal Fix

Page 1: Proposal Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gunung api (Vulkano) berasal dari bahasa Romawi kuno yaitu “Vulcan” yang diartikan

sebagai tempat keluarnya magma ke permukaan bumi. Proses keluarnya magma di tubuh

gunungapi biasanya disertai letusan. Keluarnya magma ini jika disertai dengan tekanan gas yang

kuat akan menimbulkan letusan dinamakan letusan eksplosif, sedangkan jika tekanan gas kurang,

terjadi aliran larva dinamakan letusan efusif. Aktivitas vulkanisme ini terjadi di dalam tubuh

gunung api dapat mengakibatkan bencana alam yang menyertai kehidupan manusia (Harmoko,

2001).

Beberapa pengamatan yang dilakukan secara teliti membuktikan bahwa peningkatan

tekanan magma besar atau kecil, akan menyebabkan ternyadinya deformasi. Untuk mengetahui

gejala deformasi gunung api yang terjadi dilakukan pemantaun dengan beberapa metode, salah

satunya adalah metode yang berbasis satelit yaitu metode GPS yang dilakukan secara kontinu.

Pada prinsipnya pemantauan deformasi kontinu menggunakan GPS dilakukan secara tersu -

menerus secara otomatis, yaitu dengan menempatkan GPS diberapa titik ukur di lokasi yang

dipilih. Metode deformasi kontinu ini umumnya menggunakan sensor-sensor, extensiometer, dan

dilatometer, yang hanya mengkarakterisir deformasi yang sifatnya relatif lokal. Patut ditekankan

di sini bahwa GPS yang dikombinasikan dengan sistem telemetri data juga mulai banyak

digunakan untuk mementau deformasi guung api secara kontinu.

Untuk gunungapi yang lebih aktif, sehubungan dengan adanya tuntutan ketersedian

informasi deformasi dalam waktu yang relatif cepat, maka pemantauan secara kontinu

dengan GPS akan relatif lebih efektif dibandingkan dengan metode survei GPS secara

periodik (Abidin, 2007).

Selain deformasi yang terjadi di permukaan gunung api, aktivitas vulkanik dikontrol

pula oleh perubahan mendadak atau pelepasan energi dalam bumi yang dikenal dengan

gempa bumi. Untuk mengetahui kegempaan yang terjadi di gunungapi, dilakukan

pementauan seismisitas gunung api secara kontinu dalam suatu jejaring dari titik-titik stasiun

Page 2: Proposal Fix

yang telah ditentukan posisinya. Dari pusat gempa, gelombang gempa dirambatkan dalam

medium yang bersifat elastis. Bentuk gelombang yang terekam dengan sebuah alat yang

disebut seismograf. Hasil pencatatan seismograf disebut seismogram. Selanjutnya

seismogram tersebut diolah dan diperoleh informasi mengenai magnitude, tipe gempa, jejek

sumber gempa, energi, frekuensi dan lain-lain. Seluruh informasi tersebut selanjutnya dapat

digunakan untuk mengetahui aktivitas kegempaan sebuah gunung api, sehingga segala

kemungkinan yang akan terjadi dapat diperkirakan sebelumnya.

Wilayah Indonesia terletak di pertemuan antara tiga buah lempeng yaitu lempeng

Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Hal inilah yang membuat Indonesia kaya akan gunung

api yang aktif. Wilayah Indonesia juga dikenal terletak pada lingkaran api (ring of fire).

Jumlah gunung api di Indonesia cukup banyak dan tersebar di hampir semua pulau utama di

Indonesia kecuali Kalimantan (Purna, 2009).

Banyaknya gunung api di Indonesia membuat kita memikirkan upaya

meminimalisir bencana yang dapat ditimbulkan oleh letusan gunung api. Gunung api

Sinabung adalah gunung api strato atau kerucut dengan karakter letusan mengeluarkan abu

vulkanik dan merupakan gunung yang tertinggi di Sumatera Utara. Gunung Sinabung

sebelumnya merupakan gunungapi tipe B yang tidak ada aktivitas vulkanik sejak tahun 1600.

Karena awalnya dikategorikan gunung api tipe B, maka pemerintah tidak melakukan

pengamatan terhadap gunung tersebut. Letusan Gunung sinabung tahun 2010 membuka mata

kita semua bahwa gunungapi tipe B juga bisa menimbulkan letusan yang luar biasa. Sejak

2010 tersebut, gunung Sinabung tercatat sebagai Gunungapi tipe-A yang harus mendapatkan

perhatian khusus berupa pembuatan pos pengamatan. Memasuki tahun 2011 hingga Juli

2013, gunungapi Sinabung dalam keadaan normal, hingga 27 Agustus 2013 meletus kembali.

Proses yang terjadi dalam deretan waktu gunung sinabung membuat beberapa pihak terkait

merasa kesulitan untuk mengkaji gunung tersebut. Berdasarkan rentetan peristiwa gunungapi

Sinabung yang masih misteri, peneliti ingin mengkaji dan menganalisis tentang perubahan

deformasi dan kegiatan seismik selama kurun waktu Desember 2011 sampai Desember 2013,

sehingga nantinya hasil yang diperoleh dapat dipadukan dengan penelitian seismisitas

sebelumnya yang dilakukan oleh…pada tahun 2010. Hasil ini diharapkan dapat terlihat

perubahan pergeseran magma dan aktivitas seismik di gunungapi Sinabung, sehingga

kemungkinan kekuatan letusan dimasa yang akan dating dapat diperkirakan.

Page 3: Proposal Fix

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latab belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana data sekunder hasil pemantauan GPS kontinu dan data seismik bisa

digunakan untuk menetukan deformasi dan tingkat aktivitas gunung api Sinabung selama

periode Desember 2011sampai Desember 2013.

2. Bagaimana interpretasi hasil pengolahan data GPS secara kontinu dan data seismik dalam

menetukan (deflasi dan inflasi) dan aktivitas seismisitas gunung api Sinabung selama

periode Desember 2011 sampai Desember 2013.

1.3 Batasan Masalah

Cakupan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Dari data survei GPS diperoleh vektor pergeseran dalam arah horizontal dan vertikal.

Akan tetapi, penelitian ini hanya menganalisa vektor pergeseran horizontal dan vertikal.

Selanjutnya dari vektor pergeseran horinzontal dan vertikal akan dianalisis lokasi sumber

aktivitas dan pergerakan tubuh gunung api Sinabung.

2. Dari data seismik akan dianalisis jenis gempa vulkanik dan hubungan antara jumlah

gempa vulkanik, energi kumulatif gempa, dan variasi jarak sumber vulkanik untuk

mengetahui aktivitas kegempaan yang terjadi di Gunung api Sinabung.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui aktivitas gunungapi Sinabung

berdasarkan data hasil pementauan deformasi dan seismik selama kurun waktu Desember

2011 sampai Desember 2013.

1.5 Manfaat

1. Memberikan informs bahwa GPS dan seismik dapat digunakan untuk mengetahui

aktivitas sebuah gunung api.

Page 4: Proposal Fix

2. Memberikan informasi peringatan dini kepada masyarakat yang bermukim di sekitar

Gunung Sinabung sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan mitigasi bencana

letusan gunung api dimasa yang akan datang.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan aktivitas di gunung

Sinabung, antara lain:

Sutawidjaja, dkk (2010) telah melakukan penelitian terhadap kajian letusan freatik

gunungapi Sinabung pada bulan Agustus 2010, setelah erupsi magmatik terakhir 1.200 tahun

yang lalu. Pada penelitian tersebut dilakukan analisis uji material batuan teralterasi dan

percontoh arang kayu dalam endapan awan panas hasil erupsi magmatik yang ditemukan di

sekitar Kampung Bererah sekitaran gunungapi Sinabung. Kemudian dilakukan penarikan

umur gunungapi Sinabung dengan metode C-14 dari batuan teralterasi dan percontoh arang

kayu dalam endapan awan panas hasil erupsi magmatik. Berdasarkan pengujian sampel

batuan teralterasi dan arang kayu dengan metode 1C-14 di laboratorium Pusat Survey

Geologi di Bandung memberikan hasil bahwa material hasil letusan freatik pada Agustus

2010 memiliki usia 1.200 tahun.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Iguchi, dkk (2010), mengkaji tentang

seismisitas selama erupsi tahun 2010 di gunungapi Sinabung. Proses yang dilakukan dengan

melakukan pengolahan data sekunder berdasarkan data seismisitas gunungapi Sinabung yang

beraktivitas selama proses erupsi yaitu pada tanggal 27 Agusutus 2010 pada pukul 18.30

WIB, kemudian diikuti tanggal 29 Agustus, 03 September pukul 04.38 WIB dan 17:59 WIB,

dan 07 September pukul 00.23 WIB terjadi letusan besar. Berdasarkan kegiatan seismisitas

selama proses erupsi, dihasilkan bahwa gempa vulkanik di Gunung Sinabung

diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu VTA, VTB dan hembusan. Adapun jenis gempa

vulkanik yang dihasilkan dimulai pada 27-29 agustus hingga 4 September 2010 dihasilkan

jenis gempa tipe-A (VTA) daripada gempa tipe-B (VTB) maupun hembusan. Setelah tanggal

5 September 2010, jumlah gempa vulkanik jenis VTB meningkat daripada gempa jenis

lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa daerah hiposenter bermigrasi dari bagian dalam ke

bagian dangkal yang menunjukkan distribusi hiposenter gempa bumi gunung berapi.

Page 5: Proposal Fix

Sebelum letusan pada 7 September 2010 pukul 00:23, hiposenter gempa bumi gunung berapi

tersebar di sekitar gunung berapi dengan kedalaman fokus berkisar 1-8 km di bawah

permukaan laut. Setelah ledakan pada tanggal 7 September, hiposenter itu terkonsentrasi

langsung di bawah kawah pada kedalaman 1-3 km.

Analisis deformasi dan akitivitas seismisitas terus dilakukan dibeberapa gunung di

Indonesia. Karena pada dasarnya metode yang paling banyak digunakan untuk pemantaun

gunungapi di Indonesia saat ini adalah metode seismik. Metode seismik yang menggunakan

sensor seismometer ini pada dasarnya digunakan untuk mengevaluasi aktivitas yang terjadi di

dalam gunungapi. Disamping metode seismik, metode deformasi pun cukup banyak

diaplikasikan dalam pemantauan gunungapi. Metode ini pada dasarnya ingin mendapatkan

pola dan kecepatan dari deformasi permukaan gunungapi, baik arah horizontal maupun arah

vertikal. Adapun beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan kedua metode ini adalah

sebagai berikut:

Pemantauan gunungapi dilakukan dengan GPS secara kontinu seperti yang telah

dilakukan oleh Abidin, dkk (2007), yang bertujuan menetukan deformasi Gunungapi Ijen

dalam Periode 2002-2005 hasil estimasi survei GPS. Hasil penelitian tersebut yang telah

dilaksanakan pada Juni 2002, April 2004, Juni 2004 dan Agustus 2005 teramati bahwa pada

saat aktivitas gunungapi Ijen meningkat, pergeseran titik-titik pengamatan dapat mencapai

sekitar 1-2 dm, baik dalam komponen horizontal maupun vertikal. Deformasi dalam level ini

belum disertai dengan aktivitas letusan dari gunungapi Ijen. Selanjutnya pnenelitian tentang

aktivitas seismisitas gunung ini, dilengkapi oleh Delfi, dkk (2012), yang menentukan

karaktersistik gempa vulkanik melalui analisis spektral serta menentukan sebaran hiposenter

gempa vulkanik di Gunung Ijen. Proses analisis gempa vulkanik yang didapatkan dari 3

stasiun pengamatan yaitu Stasiun Terowongan (TRWI), Kawah (KWUI), dan Ijen (IJEN).

Sinyal di seleksi berdasarkan waveform, kemudian dinalisis spektral untuk mendapatkan

kandungan frekuensinya. Analisis hiposenter dilakukan untuk mengetahui kedalaman gempa

vulkanik. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi dominan gempa VAH dan VBH bernilai

diatas 6 Hz dan gempa VAL dan VBL berkisar bernilai dibawah 6 Hz, sedangkan letak

hiposenter untuk gempa VAH berada pada kedalaman 1,8-10,3Km, gempa VBH berada pada

kedalaman 0,003-2,27Km, untuk gempa VAL berada pada kedalaman 2,75-9,16Km, dan

gempa VBL berada pada kedalaman 0,028-2,44Km.

Page 6: Proposal Fix

Penelitian deformasi gunungapi dengan menggunakan pementauan secara kontinu

berdasarkan data GPS dilaksanakan di gunungapi Lakon oleh Kriswati, dkk (2012). Didalam

penelitian ini menganalisis letusan Gunung Api Lokon tahun 2011 berdasarkan data GPS

kontinu sejak tahun 2009 hingga 2011, yang ditandai dengan sejumlah gempa bumi vulkanis

dan emisi gas. Untuk melihat kecendrungan tersebutdigunakansuatu metode deformasi.

Periode analisis disesuaikan dengan adanya data GPS. Hasil yang diperoleh terdapat

pergeseran titik-titik observasi GPS Lokon pada periode 2009 - 2011 mempunyai rentang

antara 1,1 sampai 7 cm per tahun. Pola tegangan yang terjadi pada daerah tersebut

merupakan kompresi di sekitar kawah Tompaluan dengan per-luasan di lereng sebelah timur.

Lokasi sumber tekanan pada pengukuran Agustus 2009 - Maret 2011 berada pada kedalaman

1800 m di bawah kawah Tompaluan. Deformasi pada Gunung Api Lokon dicirikan oleh zona

kompresi di daerah puncak dan kawah yang disebabkan oleh kegiatan magma yang muncul

ke permukaan dari sumber magma dangkal yang diiringi oleh pelepasan gas vulkanis tinggi.

Tekanan terakumulasi yang dilepaskan dan angka deformasi seperti yang terukur di Gunung

Api Lokon tetap rendah.

Kajian seismisitas di gunungapi di Indonesai, salah satunya dilakukan oleh

Setiawandan Kirbani (1994), melakukan pengukuran seismik tiga komponen di gunung

Merapi untuk mencari polarisasi gelombang datangnya. Hasil penelitian ini didapatkan

informasi bahwa sebagian besar gejala mekanisme sumber getaran yang terekam didominasi

oleh gelombang yang berasal dari guguran lava pijar. Pada penelitian tersebut tidak

dilakukan analisa frekuensi dan karakteristik gempa vulkaniknya. Penelitian tersebut

kemudian dilengkapi oleh Fadeli (1997) yang melakukan karakteristik sinyal gempa vulkanik

terhadap seismitas gunung Merapi pada seismometer 3 komponen berdasarkan bentuk

gelombangnya. Hasilnya diperoleh 3 tipe, yaitu tipe 1 diawali dengan amplitudo yang besar

kemudian turun secara eksponensial, tipe 2 dicirikan dengan amplitudo awal yang rendah

kemudian berangsur-angsur naik dan turun lagi. Tipe 3 mempunyai penampilan seperti tipe 1

tetapi didahului dengan amplitudo rendah.

Page 7: Proposal Fix

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian teoritik terapan.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Geofisika Universitas Gadjah Mada. Waktu

penelitian dilakukan selama enam bulan.

3.3 Peralatan

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan dalam pengolahan data sebagai berikut:

1. Laptop ASUS

2. Software GAD

3. LS-7 WVE

4. Microsoft Office 2010

5. Surfer 11

3.4 Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder rekaman

GPS kontinu dan data seismisitas pada periode Desember 2011 sampai Desember

2013. Periode pengambilan data didasarkan pada aktivitas gunungapi Sinabung

dalam rentang aktivitas yang normal, sedang hingga aktivitas letusan, sehingga

diharapkan dapat terlihat perubahan deformasi pada permukaan gunungapi

Sinabung dan perbedaan aktivitas seismik pada skala kejadian yang berbeda.

Parameter yang diperoleh dari data GPS adalah posisi tiap kala pengamatan

(perubahan koordinat) dalam arah horizontal dan vertikal. Dari komponen

horizontal dianalisis untuk mengetahui informasi berupa lokasi sumber aktivitas

dan pergerakan tubuh gunung api. Data GPS secara kontinu dikirim melalui

Page 8: Proposal Fix

gelombang radio dan direkam secara digital yang diperoleh dari empat stasiun,

yaitu:

Tabel 3.1 Stasiun GPS pemantau aktivitas gunungapi Sinabung

Sedangkan parameter yang diperoleh dari data sesimik yaitu waktu tiba

gelombang P dan S, amplitudo maksimum, dan lama gempa. Dari parameter-

parameter tersebut diperoleh informasi berupa jenis gempa dan hubungan variasi

jarak sumber gempa vulkanik, jumlah harian gempa vulkanik, dan energi

kumulatif gempa vulkanik untuk mengetahui aktivitas kegempaan yang terjadi.

Selanjutnya semua informasi seismik dan deformasi tersebut dipadukan untuk

mengetahui aktivitas Gunung api sinabung selama kurun waktu Desember 2011

sampai Desember 2013. Sensor perekaman untuk mendapatkan data seismik

secara kontinu yaitu sensor Mark Products tipe L-4C. Sensor ini merupakan

sensor komponen vertikal dengan frekuensi 0,5 Hz - 1 Hz dan sensor ini

diletakkan pada 4 stasiun di sekitar Gunung Sinabung dengan posisi seperti

yang dapat dilihat pada table 3.2 di bawah ini.

Tabel 3.2 Stasiun seismik pemantau aktivitas vulkanik Gunung Sinabung

Lokasi Stasiun Lintang Utara Bujur Timur

Ds.Sukanalu SKNL 3° 10’ 39,08” LU 98° 24’ 51,06” BT

Ds.Gurukinayan) GRKI 3° 8’ 53,92” LU 98° 24’ 03,7” BT

Ds.Mardinding) MDD 3° 9’ 34,2” LU 98° 21’ 58,7” BT

Ds.Laukawar) LKWR 3° 11’ 29,7” LU 98° 23’ 6,30” BT

Page 9: Proposal Fix

Sumber : PVMBG Bandung, 2013

3.5 Pengolahan Data

Pengolahan data dibagi menjadi dua yaitu pengolahan data metode

deformasi berdasarkan data sekunder rekaman GPS kontinu dan pengolahan data

seismik, berdasarkan aktivitas seismisitas gunungapi Sinabung periode Desember

2011 sampai Desember 2013.

3.5.1 Pengolahan data deformasi data GPS

Data awal dalam pengolahan GPS berupa data pengukuran dalam

format RINEX (Receiver Independent Exchange) yang kemudian diolah

menggunakan software LGO 2.0 untuk memperoleh data posisi/koordinat titik

ukur GPS. Data koordinat titik yang sudah berupa data grid dalam satuan UTM

(Universal Transverse Mercatar) yaitu easting, northing, dan heigh. Kemudian

data grid tersebut diolah dengan menggunakans software Microsoft Excel untuk

menentukan vektor pergeseran baik dalam arah horizontal maupun vertikal.

Dari vektor pergeseran horizontal dan vertikal dapat diketahui lokasi sumber

aktivitas dan pergerakan tubuh gunung api. Adapun langkah-langkah

pengolahan data, antara lain:

1. Melakukan penyaringan data deformasi yang melebihi dari 0,5 m,

menghitung jarak horizontal (r), deformasi horizontal (Ur), dan deformasi

vertikal (Uz) di tiap titik pantau.

2. Melakukan proses perhitungan nilai rata-rata dari jarak horizontal (r),

deformasi horizontal (Ur) dan deformasi vertikal (Uz).

Lokasi Stasiun Lintang UtaraBujur Timur

Ketinggian (m)

Danau Kawar KWR 3.191638889 98.38501 1467Sukanalu SKN 3.177522222 98.41418 1468

Sukameriah SKM 3.148311111 98.40103 1301

Mardinding MRD 3.159305556 98.36631 1178

Mardinding MRDR 3.149416667 98.37497 1253Danau Kawar KWRR 3.21375 98.42239 1410

Page 10: Proposal Fix

3. Penetuan nilai rata-rata dari jarak horizontal, deformasi horizontal dan

deformasi vertikal serta nilai maksimum deformasi.

Secara garis besar prosedur pengolahan data GPS kontinu dalam

penetuan deformasi gunungapi Sinabung, digambarkan dalam diagram alir

pengolahan data pada Gambar 3.1.

Menentukan nilai maksimum deformasi r

Menentukan nilai maksimum deformasi Uz

Menentukan nilai maksimum deformasi Ur

Menghitung Jarak Radial rata-rata

r=r1+r2+…+rn

n

Menghitung Deformasi Horizontal rata-rata

Uz=Uz1+Uz2+…+Uzn

n

Menghitung Deformasi Horizontal rata-rata

Ur=Ur1+Ur2+…+Urn

n

Penyaringan data dengan mengambil Ur < 0,5 m

Penyaringan data dengan mengambil Ur < 0,5 m

Menghitung Jarak Radial tiap titik pantau

r=√(X−X s)2+¿¿

Menghitung Deformasi Vertikal tiap titik pantau

U z=Z i−Zi+1

Menghitung Deformasi Radial tiap titik pantau

U r=√ A2+B2

Menghitung deformasi pada sumbu Y tiap titik pantau

A= X si−X si+1

Menghitung deformasi pada sumbu Y tiap titik pantau

B= Y si−Y si+1

Ketinggian (Z)Masing-masing

Koordinat (Xs; Ys)Masing-masing

Data koordinat GPS pada titik pantau ( SKNL, GRKL, MDD dan LKWR)

Periode Desember 2011- Desember 2013

Data koordinat Kawah

Sumber : PVMBG

Page 11: Proposal Fix

Gambar 3.1 Diagram alir pengolahan data GPS kontinu dalam penentuan deformasi

3.5.2 Pengelohan data seismik

3.5.2.1 Pembacaan Data Data yang digunakan merupakan data seismik yang berasal dari

empat stasiun gunungapi Sinabung yaitu Lau Kawar, Sukanalu,

Sukameriah, dan Mardinding yang terlihat pada Tabel 3.2. Data ini telah

dipisahkan dalam beberapa folder sesuai dengan tahun, bulan, hari dan

jam. Lama perekaman data adalah 24 jam yang dibagi ke dalam 24 file.

Semua file diletakkan dalam satu folder sesuai dengan hari

perekamannya. Data yang terbagi dalam 24 file ini tidak memiliki

ekstensi file yang bisa dibaca oleh software yang biasa digunakan

dalam Microsoft Windows. Ekstensi file perekaman gelombang seismik

yang diteliti adalah .00, .01, .02, sampai .24 dalam bentuk

hexadesimal. Oleh sebab itu, dalam pembacaan data dilakukan dengan

software LS-7 WVE.

Selesai

Page 12: Proposal Fix

Gambar 3.2 Tampilan software LS-7 WVE

Untuk membuka file dengan menggunakan software LS-7 WVE,

dengan memilih menu File – Open – pilih data atau folder – pilih OK

dan tampilan software LS-7 WVE. Dengan menggunakan software LS-7

WVE kita dapat membuka file rekaman seismik selama satu jam, satu

hari, satu bulan bahkan satu tahun. Data seismik kemudian diubah

formatnya menjadi ASCII. Langkah-langkah pengubahan format data

seismik sebagai berikut :

1. Pada windows LS7_WVE diperbesar.

2. Kemudian pada windows yang lebih kecil dilakukan pengaturan

kembali, diantaranya adalah menu conversion untuk mengubah dari

hex menjadi raw dan diatur untuk semua channel (set all channel). Dan

untuk keluaran data, menu output diganti dari format graph menjadi

format file-ascii kemudian dilakukan penyimpanan dengan menekan

tombol output-ok.

3. Data yang telah dieksport dalam bentuk file-ascii ini akan mempunyai

format dalam CDM. Pembacaan selanjutnya dilakukan dengan

program Microsoft excel dan software GAD.

3.5.2.2 Tahapan pengolahan dengan software GAD

Page 13: Proposal Fix

GAD merupakan salah satu software yang umum digunakan

untuk penentuan posisi hiposenter dalam penentuan lokasi hiposenter di

daerah gunungapi atau pada daerah yang memiliki jarak yang relatif

dekat dengan sumber gempa dan penerima (receiver).data yang

dipersiapkan untuk menjalankan program adalah data waktu tiba, posisi

seismometer, dan struktur kecepatan.

Lintasan perambatan gelombang (raypath) di GAD pada

dasarnya menggunakan metode shooting. Pada metode shooting

permasalahan dirumuskan dengan mencari sudut tembak atau arah

tembak yang tepat sehingga lintasan gelombang berujung tepat pada

kordinat station penerima. Nilai hiposenter yang dihasilkan dalam

kordinat XYZ.

Pada proses pembacaan data kita akan mengambil data sinyal

di setiap stasiun. Dari file yang telah dieksport, data yang diambil

hanyalah data sinyal dari setiap stasiun saja. Proses ini dilakukan dengan

menggunakan Microsoft Excell. Untuk proses pembacaan selanjutnya di

lakukan proses editing header file , proses ini dilakukan dengan

software GAD. Editing header file meliputi file-file yang diperlukan

dalam menjalankan program, yaitu:

a. Data Gelombang Tiba (Arrival.dat) yang terdiri dari:

1. Waktu terjadinya gempa dengan format Tahun Bulan Jam Menit

Detik.

2. Nama stasiun pemantau gunungapi, menggunakan tiga huruf

3. Waktu tiba gelombang P dan arah gelombangnya (ke atas = +, ke

bawah = -)

4. Waktu tiba gelombang S dan keterangan jelas atau tidaknya

adanya gelombang S (I untuk gelombang S yang jelas, E untuk

gelombang S yang tidak jelas/ tidak dapat ditentukan).

b. Data stasiun (station.dat)

Page 14: Proposal Fix

Dalam data stasiun terdiri dari, jumlah stasiun, nama stasiun, dan

posisi stasiun dalam sumbu x, y, z yang telah disesuaikan dengan

posisi puncak gunungapi Sinabung dalam satuan kilometer.

c. Data kecepatan (velocity.dat)

Dalam data kecepatan terdapat data jumlah lapisan, ketebalan lapisan,

kecepatan gelombang P dan kecepatan gelombang S. nilai kecepatan

yang ada telah diperoleh melalui percobaan atau pengamatan khusus.

d. Data hasil (results.dat)

Merupakan data hasil perhitungan hiposenter, data hasil ini terdiri

dari letak hiposenter gempa dalam sumbu xyz, nilai error dari hasil

perhitungan (error yang baik adalah kurang dari 0.500), dan waktu

penjalaran (travel time)

3.5.2.3 Penggambaran hiposenter gempa

1. Hiposenter gempa diplot dalam arah XY, XZ, dan YZ dengan

menggunakan Microsoft Excel.

2. Dibuat kontur wilayah gunung Sinabung dengan menggunakan

Surfer 11.

3. Untuk menggambarkan penyebaran hiposenter gempa, hasil plot

pada Microsoft Excel di overlay pada kontur

Secara garis besar prosedur pengolahan data seismik gunungapi

Sinabung, digambarkan dalam diagram alir pengolahan data pada Gambar 3.3.

Menentukan Nilai Hiposenter Gempa

Analisis Waveform Menggunakan Software Ls7_WVE

Pembacaan dan Pengelompokan Sinyal Seismik Menggunakan Data Digital

Mulai

Page 15: Proposal Fix

Gambar 3.3 Diagram alir Penetuan aktivitas seismik gunungapi Sinabung.

3.6 Analisis dan Interpretasi

3.6.1 Analisis Deformasi Berdasarkan Data survei GPS kontinu

Untuk mengetahui gejala deformasi yang terjadi di permukaan

gunung api dilakukan analisis dari data GPS dengan data pengamatan secara

kontinu dari Desember 2011 sampai Desember 2013. Dari hasil pengolahan

data, analisis dan interpretasi dapat diketahui lokasi sumber aktivitas dan

pergerakan tubuh gunung api yang kemudian digunakan untuk mengetahui

gejala deformasi yang terjadi.

3.6.2 Analisis Kegempaan Berdasarkan Data Seismik

Analisis kegempaan digunakan untuk mengetahui aktivitas

kegempaan gunung api untuk memperkirakan kemungkinan letusan yang

akan terjadi. Untuk mengetahui aktivitas kegempaan gunung api diperoleh

dari jenis gempa vulkanik yang terjadi, dan hubungan antara jumlah gempa

harian vulkanik, energy kumulatif gempa vulkanik, dan variasi jarak sumber

gempa vulkanik.

3.6.3 Analsiss Aktivitas Gunung Sinabung Dari Deformasi dan Seismik

Menentukan Nilai Hiposenter Gempa

Page 16: Proposal Fix

Analisis dilakukan dengan memadukan hasil analisis dari

deformasi dan seismic untuk mengetahui aktivitas Gunung Sinabung dan

stsatus Gunung Sinabung pada kurun waktu Desember 2011 hingga

Desember 2013. Keterpaduan analisis keduannya ini untuk mendapatkan

informasi yang lebih akurat, sehingga dapat memperkirakan bencana letusan

yang akan terjadi dimasa depan.

Page 17: Proposal Fix