Proposal Fix
-
Upload
zulfani-aziz -
Category
Documents
-
view
44 -
download
9
description
Transcript of Proposal Fix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gunung api (Vulkano) berasal dari bahasa Romawi kuno yaitu “Vulcan” yang diartikan
sebagai tempat keluarnya magma ke permukaan bumi. Proses keluarnya magma di tubuh
gunungapi biasanya disertai letusan. Keluarnya magma ini jika disertai dengan tekanan gas yang
kuat akan menimbulkan letusan dinamakan letusan eksplosif, sedangkan jika tekanan gas kurang,
terjadi aliran larva dinamakan letusan efusif. Aktivitas vulkanisme ini terjadi di dalam tubuh
gunung api dapat mengakibatkan bencana alam yang menyertai kehidupan manusia (Harmoko,
2001).
Beberapa pengamatan yang dilakukan secara teliti membuktikan bahwa peningkatan
tekanan magma besar atau kecil, akan menyebabkan ternyadinya deformasi. Untuk mengetahui
gejala deformasi gunung api yang terjadi dilakukan pemantaun dengan beberapa metode, salah
satunya adalah metode yang berbasis satelit yaitu metode GPS yang dilakukan secara kontinu.
Pada prinsipnya pemantauan deformasi kontinu menggunakan GPS dilakukan secara tersu -
menerus secara otomatis, yaitu dengan menempatkan GPS diberapa titik ukur di lokasi yang
dipilih. Metode deformasi kontinu ini umumnya menggunakan sensor-sensor, extensiometer, dan
dilatometer, yang hanya mengkarakterisir deformasi yang sifatnya relatif lokal. Patut ditekankan
di sini bahwa GPS yang dikombinasikan dengan sistem telemetri data juga mulai banyak
digunakan untuk mementau deformasi guung api secara kontinu.
Untuk gunungapi yang lebih aktif, sehubungan dengan adanya tuntutan ketersedian
informasi deformasi dalam waktu yang relatif cepat, maka pemantauan secara kontinu
dengan GPS akan relatif lebih efektif dibandingkan dengan metode survei GPS secara
periodik (Abidin, 2007).
Selain deformasi yang terjadi di permukaan gunung api, aktivitas vulkanik dikontrol
pula oleh perubahan mendadak atau pelepasan energi dalam bumi yang dikenal dengan
gempa bumi. Untuk mengetahui kegempaan yang terjadi di gunungapi, dilakukan
pementauan seismisitas gunung api secara kontinu dalam suatu jejaring dari titik-titik stasiun
yang telah ditentukan posisinya. Dari pusat gempa, gelombang gempa dirambatkan dalam
medium yang bersifat elastis. Bentuk gelombang yang terekam dengan sebuah alat yang
disebut seismograf. Hasil pencatatan seismograf disebut seismogram. Selanjutnya
seismogram tersebut diolah dan diperoleh informasi mengenai magnitude, tipe gempa, jejek
sumber gempa, energi, frekuensi dan lain-lain. Seluruh informasi tersebut selanjutnya dapat
digunakan untuk mengetahui aktivitas kegempaan sebuah gunung api, sehingga segala
kemungkinan yang akan terjadi dapat diperkirakan sebelumnya.
Wilayah Indonesia terletak di pertemuan antara tiga buah lempeng yaitu lempeng
Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Hal inilah yang membuat Indonesia kaya akan gunung
api yang aktif. Wilayah Indonesia juga dikenal terletak pada lingkaran api (ring of fire).
Jumlah gunung api di Indonesia cukup banyak dan tersebar di hampir semua pulau utama di
Indonesia kecuali Kalimantan (Purna, 2009).
Banyaknya gunung api di Indonesia membuat kita memikirkan upaya
meminimalisir bencana yang dapat ditimbulkan oleh letusan gunung api. Gunung api
Sinabung adalah gunung api strato atau kerucut dengan karakter letusan mengeluarkan abu
vulkanik dan merupakan gunung yang tertinggi di Sumatera Utara. Gunung Sinabung
sebelumnya merupakan gunungapi tipe B yang tidak ada aktivitas vulkanik sejak tahun 1600.
Karena awalnya dikategorikan gunung api tipe B, maka pemerintah tidak melakukan
pengamatan terhadap gunung tersebut. Letusan Gunung sinabung tahun 2010 membuka mata
kita semua bahwa gunungapi tipe B juga bisa menimbulkan letusan yang luar biasa. Sejak
2010 tersebut, gunung Sinabung tercatat sebagai Gunungapi tipe-A yang harus mendapatkan
perhatian khusus berupa pembuatan pos pengamatan. Memasuki tahun 2011 hingga Juli
2013, gunungapi Sinabung dalam keadaan normal, hingga 27 Agustus 2013 meletus kembali.
Proses yang terjadi dalam deretan waktu gunung sinabung membuat beberapa pihak terkait
merasa kesulitan untuk mengkaji gunung tersebut. Berdasarkan rentetan peristiwa gunungapi
Sinabung yang masih misteri, peneliti ingin mengkaji dan menganalisis tentang perubahan
deformasi dan kegiatan seismik selama kurun waktu Desember 2011 sampai Desember 2013,
sehingga nantinya hasil yang diperoleh dapat dipadukan dengan penelitian seismisitas
sebelumnya yang dilakukan oleh…pada tahun 2010. Hasil ini diharapkan dapat terlihat
perubahan pergeseran magma dan aktivitas seismik di gunungapi Sinabung, sehingga
kemungkinan kekuatan letusan dimasa yang akan dating dapat diperkirakan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latab belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana data sekunder hasil pemantauan GPS kontinu dan data seismik bisa
digunakan untuk menetukan deformasi dan tingkat aktivitas gunung api Sinabung selama
periode Desember 2011sampai Desember 2013.
2. Bagaimana interpretasi hasil pengolahan data GPS secara kontinu dan data seismik dalam
menetukan (deflasi dan inflasi) dan aktivitas seismisitas gunung api Sinabung selama
periode Desember 2011 sampai Desember 2013.
1.3 Batasan Masalah
Cakupan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Dari data survei GPS diperoleh vektor pergeseran dalam arah horizontal dan vertikal.
Akan tetapi, penelitian ini hanya menganalisa vektor pergeseran horizontal dan vertikal.
Selanjutnya dari vektor pergeseran horinzontal dan vertikal akan dianalisis lokasi sumber
aktivitas dan pergerakan tubuh gunung api Sinabung.
2. Dari data seismik akan dianalisis jenis gempa vulkanik dan hubungan antara jumlah
gempa vulkanik, energi kumulatif gempa, dan variasi jarak sumber vulkanik untuk
mengetahui aktivitas kegempaan yang terjadi di Gunung api Sinabung.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui aktivitas gunungapi Sinabung
berdasarkan data hasil pementauan deformasi dan seismik selama kurun waktu Desember
2011 sampai Desember 2013.
1.5 Manfaat
1. Memberikan informs bahwa GPS dan seismik dapat digunakan untuk mengetahui
aktivitas sebuah gunung api.
2. Memberikan informasi peringatan dini kepada masyarakat yang bermukim di sekitar
Gunung Sinabung sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan mitigasi bencana
letusan gunung api dimasa yang akan datang.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan aktivitas di gunung
Sinabung, antara lain:
Sutawidjaja, dkk (2010) telah melakukan penelitian terhadap kajian letusan freatik
gunungapi Sinabung pada bulan Agustus 2010, setelah erupsi magmatik terakhir 1.200 tahun
yang lalu. Pada penelitian tersebut dilakukan analisis uji material batuan teralterasi dan
percontoh arang kayu dalam endapan awan panas hasil erupsi magmatik yang ditemukan di
sekitar Kampung Bererah sekitaran gunungapi Sinabung. Kemudian dilakukan penarikan
umur gunungapi Sinabung dengan metode C-14 dari batuan teralterasi dan percontoh arang
kayu dalam endapan awan panas hasil erupsi magmatik. Berdasarkan pengujian sampel
batuan teralterasi dan arang kayu dengan metode 1C-14 di laboratorium Pusat Survey
Geologi di Bandung memberikan hasil bahwa material hasil letusan freatik pada Agustus
2010 memiliki usia 1.200 tahun.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Iguchi, dkk (2010), mengkaji tentang
seismisitas selama erupsi tahun 2010 di gunungapi Sinabung. Proses yang dilakukan dengan
melakukan pengolahan data sekunder berdasarkan data seismisitas gunungapi Sinabung yang
beraktivitas selama proses erupsi yaitu pada tanggal 27 Agusutus 2010 pada pukul 18.30
WIB, kemudian diikuti tanggal 29 Agustus, 03 September pukul 04.38 WIB dan 17:59 WIB,
dan 07 September pukul 00.23 WIB terjadi letusan besar. Berdasarkan kegiatan seismisitas
selama proses erupsi, dihasilkan bahwa gempa vulkanik di Gunung Sinabung
diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu VTA, VTB dan hembusan. Adapun jenis gempa
vulkanik yang dihasilkan dimulai pada 27-29 agustus hingga 4 September 2010 dihasilkan
jenis gempa tipe-A (VTA) daripada gempa tipe-B (VTB) maupun hembusan. Setelah tanggal
5 September 2010, jumlah gempa vulkanik jenis VTB meningkat daripada gempa jenis
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa daerah hiposenter bermigrasi dari bagian dalam ke
bagian dangkal yang menunjukkan distribusi hiposenter gempa bumi gunung berapi.
Sebelum letusan pada 7 September 2010 pukul 00:23, hiposenter gempa bumi gunung berapi
tersebar di sekitar gunung berapi dengan kedalaman fokus berkisar 1-8 km di bawah
permukaan laut. Setelah ledakan pada tanggal 7 September, hiposenter itu terkonsentrasi
langsung di bawah kawah pada kedalaman 1-3 km.
Analisis deformasi dan akitivitas seismisitas terus dilakukan dibeberapa gunung di
Indonesia. Karena pada dasarnya metode yang paling banyak digunakan untuk pemantaun
gunungapi di Indonesia saat ini adalah metode seismik. Metode seismik yang menggunakan
sensor seismometer ini pada dasarnya digunakan untuk mengevaluasi aktivitas yang terjadi di
dalam gunungapi. Disamping metode seismik, metode deformasi pun cukup banyak
diaplikasikan dalam pemantauan gunungapi. Metode ini pada dasarnya ingin mendapatkan
pola dan kecepatan dari deformasi permukaan gunungapi, baik arah horizontal maupun arah
vertikal. Adapun beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan kedua metode ini adalah
sebagai berikut:
Pemantauan gunungapi dilakukan dengan GPS secara kontinu seperti yang telah
dilakukan oleh Abidin, dkk (2007), yang bertujuan menetukan deformasi Gunungapi Ijen
dalam Periode 2002-2005 hasil estimasi survei GPS. Hasil penelitian tersebut yang telah
dilaksanakan pada Juni 2002, April 2004, Juni 2004 dan Agustus 2005 teramati bahwa pada
saat aktivitas gunungapi Ijen meningkat, pergeseran titik-titik pengamatan dapat mencapai
sekitar 1-2 dm, baik dalam komponen horizontal maupun vertikal. Deformasi dalam level ini
belum disertai dengan aktivitas letusan dari gunungapi Ijen. Selanjutnya pnenelitian tentang
aktivitas seismisitas gunung ini, dilengkapi oleh Delfi, dkk (2012), yang menentukan
karaktersistik gempa vulkanik melalui analisis spektral serta menentukan sebaran hiposenter
gempa vulkanik di Gunung Ijen. Proses analisis gempa vulkanik yang didapatkan dari 3
stasiun pengamatan yaitu Stasiun Terowongan (TRWI), Kawah (KWUI), dan Ijen (IJEN).
Sinyal di seleksi berdasarkan waveform, kemudian dinalisis spektral untuk mendapatkan
kandungan frekuensinya. Analisis hiposenter dilakukan untuk mengetahui kedalaman gempa
vulkanik. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi dominan gempa VAH dan VBH bernilai
diatas 6 Hz dan gempa VAL dan VBL berkisar bernilai dibawah 6 Hz, sedangkan letak
hiposenter untuk gempa VAH berada pada kedalaman 1,8-10,3Km, gempa VBH berada pada
kedalaman 0,003-2,27Km, untuk gempa VAL berada pada kedalaman 2,75-9,16Km, dan
gempa VBL berada pada kedalaman 0,028-2,44Km.
Penelitian deformasi gunungapi dengan menggunakan pementauan secara kontinu
berdasarkan data GPS dilaksanakan di gunungapi Lakon oleh Kriswati, dkk (2012). Didalam
penelitian ini menganalisis letusan Gunung Api Lokon tahun 2011 berdasarkan data GPS
kontinu sejak tahun 2009 hingga 2011, yang ditandai dengan sejumlah gempa bumi vulkanis
dan emisi gas. Untuk melihat kecendrungan tersebutdigunakansuatu metode deformasi.
Periode analisis disesuaikan dengan adanya data GPS. Hasil yang diperoleh terdapat
pergeseran titik-titik observasi GPS Lokon pada periode 2009 - 2011 mempunyai rentang
antara 1,1 sampai 7 cm per tahun. Pola tegangan yang terjadi pada daerah tersebut
merupakan kompresi di sekitar kawah Tompaluan dengan per-luasan di lereng sebelah timur.
Lokasi sumber tekanan pada pengukuran Agustus 2009 - Maret 2011 berada pada kedalaman
1800 m di bawah kawah Tompaluan. Deformasi pada Gunung Api Lokon dicirikan oleh zona
kompresi di daerah puncak dan kawah yang disebabkan oleh kegiatan magma yang muncul
ke permukaan dari sumber magma dangkal yang diiringi oleh pelepasan gas vulkanis tinggi.
Tekanan terakumulasi yang dilepaskan dan angka deformasi seperti yang terukur di Gunung
Api Lokon tetap rendah.
Kajian seismisitas di gunungapi di Indonesai, salah satunya dilakukan oleh
Setiawandan Kirbani (1994), melakukan pengukuran seismik tiga komponen di gunung
Merapi untuk mencari polarisasi gelombang datangnya. Hasil penelitian ini didapatkan
informasi bahwa sebagian besar gejala mekanisme sumber getaran yang terekam didominasi
oleh gelombang yang berasal dari guguran lava pijar. Pada penelitian tersebut tidak
dilakukan analisa frekuensi dan karakteristik gempa vulkaniknya. Penelitian tersebut
kemudian dilengkapi oleh Fadeli (1997) yang melakukan karakteristik sinyal gempa vulkanik
terhadap seismitas gunung Merapi pada seismometer 3 komponen berdasarkan bentuk
gelombangnya. Hasilnya diperoleh 3 tipe, yaitu tipe 1 diawali dengan amplitudo yang besar
kemudian turun secara eksponensial, tipe 2 dicirikan dengan amplitudo awal yang rendah
kemudian berangsur-angsur naik dan turun lagi. Tipe 3 mempunyai penampilan seperti tipe 1
tetapi didahului dengan amplitudo rendah.
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian teoritik terapan.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Geofisika Universitas Gadjah Mada. Waktu
penelitian dilakukan selama enam bulan.
3.3 Peralatan
Pada penelitian ini peralatan yang digunakan dalam pengolahan data sebagai berikut:
1. Laptop ASUS
2. Software GAD
3. LS-7 WVE
4. Microsoft Office 2010
5. Surfer 11
3.4 Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder rekaman
GPS kontinu dan data seismisitas pada periode Desember 2011 sampai Desember
2013. Periode pengambilan data didasarkan pada aktivitas gunungapi Sinabung
dalam rentang aktivitas yang normal, sedang hingga aktivitas letusan, sehingga
diharapkan dapat terlihat perubahan deformasi pada permukaan gunungapi
Sinabung dan perbedaan aktivitas seismik pada skala kejadian yang berbeda.
Parameter yang diperoleh dari data GPS adalah posisi tiap kala pengamatan
(perubahan koordinat) dalam arah horizontal dan vertikal. Dari komponen
horizontal dianalisis untuk mengetahui informasi berupa lokasi sumber aktivitas
dan pergerakan tubuh gunung api. Data GPS secara kontinu dikirim melalui
gelombang radio dan direkam secara digital yang diperoleh dari empat stasiun,
yaitu:
Tabel 3.1 Stasiun GPS pemantau aktivitas gunungapi Sinabung
Sedangkan parameter yang diperoleh dari data sesimik yaitu waktu tiba
gelombang P dan S, amplitudo maksimum, dan lama gempa. Dari parameter-
parameter tersebut diperoleh informasi berupa jenis gempa dan hubungan variasi
jarak sumber gempa vulkanik, jumlah harian gempa vulkanik, dan energi
kumulatif gempa vulkanik untuk mengetahui aktivitas kegempaan yang terjadi.
Selanjutnya semua informasi seismik dan deformasi tersebut dipadukan untuk
mengetahui aktivitas Gunung api sinabung selama kurun waktu Desember 2011
sampai Desember 2013. Sensor perekaman untuk mendapatkan data seismik
secara kontinu yaitu sensor Mark Products tipe L-4C. Sensor ini merupakan
sensor komponen vertikal dengan frekuensi 0,5 Hz - 1 Hz dan sensor ini
diletakkan pada 4 stasiun di sekitar Gunung Sinabung dengan posisi seperti
yang dapat dilihat pada table 3.2 di bawah ini.
Tabel 3.2 Stasiun seismik pemantau aktivitas vulkanik Gunung Sinabung
Lokasi Stasiun Lintang Utara Bujur Timur
Ds.Sukanalu SKNL 3° 10’ 39,08” LU 98° 24’ 51,06” BT
Ds.Gurukinayan) GRKI 3° 8’ 53,92” LU 98° 24’ 03,7” BT
Ds.Mardinding) MDD 3° 9’ 34,2” LU 98° 21’ 58,7” BT
Ds.Laukawar) LKWR 3° 11’ 29,7” LU 98° 23’ 6,30” BT
Sumber : PVMBG Bandung, 2013
3.5 Pengolahan Data
Pengolahan data dibagi menjadi dua yaitu pengolahan data metode
deformasi berdasarkan data sekunder rekaman GPS kontinu dan pengolahan data
seismik, berdasarkan aktivitas seismisitas gunungapi Sinabung periode Desember
2011 sampai Desember 2013.
3.5.1 Pengolahan data deformasi data GPS
Data awal dalam pengolahan GPS berupa data pengukuran dalam
format RINEX (Receiver Independent Exchange) yang kemudian diolah
menggunakan software LGO 2.0 untuk memperoleh data posisi/koordinat titik
ukur GPS. Data koordinat titik yang sudah berupa data grid dalam satuan UTM
(Universal Transverse Mercatar) yaitu easting, northing, dan heigh. Kemudian
data grid tersebut diolah dengan menggunakans software Microsoft Excel untuk
menentukan vektor pergeseran baik dalam arah horizontal maupun vertikal.
Dari vektor pergeseran horizontal dan vertikal dapat diketahui lokasi sumber
aktivitas dan pergerakan tubuh gunung api. Adapun langkah-langkah
pengolahan data, antara lain:
1. Melakukan penyaringan data deformasi yang melebihi dari 0,5 m,
menghitung jarak horizontal (r), deformasi horizontal (Ur), dan deformasi
vertikal (Uz) di tiap titik pantau.
2. Melakukan proses perhitungan nilai rata-rata dari jarak horizontal (r),
deformasi horizontal (Ur) dan deformasi vertikal (Uz).
Lokasi Stasiun Lintang UtaraBujur Timur
Ketinggian (m)
Danau Kawar KWR 3.191638889 98.38501 1467Sukanalu SKN 3.177522222 98.41418 1468
Sukameriah SKM 3.148311111 98.40103 1301
Mardinding MRD 3.159305556 98.36631 1178
Mardinding MRDR 3.149416667 98.37497 1253Danau Kawar KWRR 3.21375 98.42239 1410
3. Penetuan nilai rata-rata dari jarak horizontal, deformasi horizontal dan
deformasi vertikal serta nilai maksimum deformasi.
Secara garis besar prosedur pengolahan data GPS kontinu dalam
penetuan deformasi gunungapi Sinabung, digambarkan dalam diagram alir
pengolahan data pada Gambar 3.1.
Menentukan nilai maksimum deformasi r
Menentukan nilai maksimum deformasi Uz
Menentukan nilai maksimum deformasi Ur
Menghitung Jarak Radial rata-rata
r=r1+r2+…+rn
n
Menghitung Deformasi Horizontal rata-rata
Uz=Uz1+Uz2+…+Uzn
n
Menghitung Deformasi Horizontal rata-rata
Ur=Ur1+Ur2+…+Urn
n
Penyaringan data dengan mengambil Ur < 0,5 m
Penyaringan data dengan mengambil Ur < 0,5 m
Menghitung Jarak Radial tiap titik pantau
r=√(X−X s)2+¿¿
Menghitung Deformasi Vertikal tiap titik pantau
U z=Z i−Zi+1
Menghitung Deformasi Radial tiap titik pantau
U r=√ A2+B2
Menghitung deformasi pada sumbu Y tiap titik pantau
A= X si−X si+1
Menghitung deformasi pada sumbu Y tiap titik pantau
B= Y si−Y si+1
Ketinggian (Z)Masing-masing
Koordinat (Xs; Ys)Masing-masing
Data koordinat GPS pada titik pantau ( SKNL, GRKL, MDD dan LKWR)
Periode Desember 2011- Desember 2013
Data koordinat Kawah
Sumber : PVMBG
Gambar 3.1 Diagram alir pengolahan data GPS kontinu dalam penentuan deformasi
3.5.2 Pengelohan data seismik
3.5.2.1 Pembacaan Data Data yang digunakan merupakan data seismik yang berasal dari
empat stasiun gunungapi Sinabung yaitu Lau Kawar, Sukanalu,
Sukameriah, dan Mardinding yang terlihat pada Tabel 3.2. Data ini telah
dipisahkan dalam beberapa folder sesuai dengan tahun, bulan, hari dan
jam. Lama perekaman data adalah 24 jam yang dibagi ke dalam 24 file.
Semua file diletakkan dalam satu folder sesuai dengan hari
perekamannya. Data yang terbagi dalam 24 file ini tidak memiliki
ekstensi file yang bisa dibaca oleh software yang biasa digunakan
dalam Microsoft Windows. Ekstensi file perekaman gelombang seismik
yang diteliti adalah .00, .01, .02, sampai .24 dalam bentuk
hexadesimal. Oleh sebab itu, dalam pembacaan data dilakukan dengan
software LS-7 WVE.
Selesai
Gambar 3.2 Tampilan software LS-7 WVE
Untuk membuka file dengan menggunakan software LS-7 WVE,
dengan memilih menu File – Open – pilih data atau folder – pilih OK
dan tampilan software LS-7 WVE. Dengan menggunakan software LS-7
WVE kita dapat membuka file rekaman seismik selama satu jam, satu
hari, satu bulan bahkan satu tahun. Data seismik kemudian diubah
formatnya menjadi ASCII. Langkah-langkah pengubahan format data
seismik sebagai berikut :
1. Pada windows LS7_WVE diperbesar.
2. Kemudian pada windows yang lebih kecil dilakukan pengaturan
kembali, diantaranya adalah menu conversion untuk mengubah dari
hex menjadi raw dan diatur untuk semua channel (set all channel). Dan
untuk keluaran data, menu output diganti dari format graph menjadi
format file-ascii kemudian dilakukan penyimpanan dengan menekan
tombol output-ok.
3. Data yang telah dieksport dalam bentuk file-ascii ini akan mempunyai
format dalam CDM. Pembacaan selanjutnya dilakukan dengan
program Microsoft excel dan software GAD.
3.5.2.2 Tahapan pengolahan dengan software GAD
GAD merupakan salah satu software yang umum digunakan
untuk penentuan posisi hiposenter dalam penentuan lokasi hiposenter di
daerah gunungapi atau pada daerah yang memiliki jarak yang relatif
dekat dengan sumber gempa dan penerima (receiver).data yang
dipersiapkan untuk menjalankan program adalah data waktu tiba, posisi
seismometer, dan struktur kecepatan.
Lintasan perambatan gelombang (raypath) di GAD pada
dasarnya menggunakan metode shooting. Pada metode shooting
permasalahan dirumuskan dengan mencari sudut tembak atau arah
tembak yang tepat sehingga lintasan gelombang berujung tepat pada
kordinat station penerima. Nilai hiposenter yang dihasilkan dalam
kordinat XYZ.
Pada proses pembacaan data kita akan mengambil data sinyal
di setiap stasiun. Dari file yang telah dieksport, data yang diambil
hanyalah data sinyal dari setiap stasiun saja. Proses ini dilakukan dengan
menggunakan Microsoft Excell. Untuk proses pembacaan selanjutnya di
lakukan proses editing header file , proses ini dilakukan dengan
software GAD. Editing header file meliputi file-file yang diperlukan
dalam menjalankan program, yaitu:
a. Data Gelombang Tiba (Arrival.dat) yang terdiri dari:
1. Waktu terjadinya gempa dengan format Tahun Bulan Jam Menit
Detik.
2. Nama stasiun pemantau gunungapi, menggunakan tiga huruf
3. Waktu tiba gelombang P dan arah gelombangnya (ke atas = +, ke
bawah = -)
4. Waktu tiba gelombang S dan keterangan jelas atau tidaknya
adanya gelombang S (I untuk gelombang S yang jelas, E untuk
gelombang S yang tidak jelas/ tidak dapat ditentukan).
b. Data stasiun (station.dat)
Dalam data stasiun terdiri dari, jumlah stasiun, nama stasiun, dan
posisi stasiun dalam sumbu x, y, z yang telah disesuaikan dengan
posisi puncak gunungapi Sinabung dalam satuan kilometer.
c. Data kecepatan (velocity.dat)
Dalam data kecepatan terdapat data jumlah lapisan, ketebalan lapisan,
kecepatan gelombang P dan kecepatan gelombang S. nilai kecepatan
yang ada telah diperoleh melalui percobaan atau pengamatan khusus.
d. Data hasil (results.dat)
Merupakan data hasil perhitungan hiposenter, data hasil ini terdiri
dari letak hiposenter gempa dalam sumbu xyz, nilai error dari hasil
perhitungan (error yang baik adalah kurang dari 0.500), dan waktu
penjalaran (travel time)
3.5.2.3 Penggambaran hiposenter gempa
1. Hiposenter gempa diplot dalam arah XY, XZ, dan YZ dengan
menggunakan Microsoft Excel.
2. Dibuat kontur wilayah gunung Sinabung dengan menggunakan
Surfer 11.
3. Untuk menggambarkan penyebaran hiposenter gempa, hasil plot
pada Microsoft Excel di overlay pada kontur
Secara garis besar prosedur pengolahan data seismik gunungapi
Sinabung, digambarkan dalam diagram alir pengolahan data pada Gambar 3.3.
Menentukan Nilai Hiposenter Gempa
Analisis Waveform Menggunakan Software Ls7_WVE
Pembacaan dan Pengelompokan Sinyal Seismik Menggunakan Data Digital
Mulai
Gambar 3.3 Diagram alir Penetuan aktivitas seismik gunungapi Sinabung.
3.6 Analisis dan Interpretasi
3.6.1 Analisis Deformasi Berdasarkan Data survei GPS kontinu
Untuk mengetahui gejala deformasi yang terjadi di permukaan
gunung api dilakukan analisis dari data GPS dengan data pengamatan secara
kontinu dari Desember 2011 sampai Desember 2013. Dari hasil pengolahan
data, analisis dan interpretasi dapat diketahui lokasi sumber aktivitas dan
pergerakan tubuh gunung api yang kemudian digunakan untuk mengetahui
gejala deformasi yang terjadi.
3.6.2 Analisis Kegempaan Berdasarkan Data Seismik
Analisis kegempaan digunakan untuk mengetahui aktivitas
kegempaan gunung api untuk memperkirakan kemungkinan letusan yang
akan terjadi. Untuk mengetahui aktivitas kegempaan gunung api diperoleh
dari jenis gempa vulkanik yang terjadi, dan hubungan antara jumlah gempa
harian vulkanik, energy kumulatif gempa vulkanik, dan variasi jarak sumber
gempa vulkanik.
3.6.3 Analsiss Aktivitas Gunung Sinabung Dari Deformasi dan Seismik
Menentukan Nilai Hiposenter Gempa
Analisis dilakukan dengan memadukan hasil analisis dari
deformasi dan seismic untuk mengetahui aktivitas Gunung Sinabung dan
stsatus Gunung Sinabung pada kurun waktu Desember 2011 hingga
Desember 2013. Keterpaduan analisis keduannya ini untuk mendapatkan
informasi yang lebih akurat, sehingga dapat memperkirakan bencana letusan
yang akan terjadi dimasa depan.