Proposal Baseline Data

38
PROPOSAL BASELINE DATA DESA RINGINPITU KECAMATAN PLEMAHAN KABUPATEN KEDIRI Proposal ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Perencanaan Program Gizi Dosen Pembimbing : Mirthasari Palupi, SST. ,M.Kes Oleh : 1. Dina Aliyati 2. Eka Lestari 3. Eka Prasetyani 4. Fitria Baso 5. Hendrik Imalika 6. Muhammad Irfan 7. Olivia Claudia M.S 8. Tri Anggun

description

Baseline Data Di Desa.

Transcript of Proposal Baseline Data

Page 1: Proposal Baseline Data

PROPOSAL BASELINE DATA

DESA RINGINPITU KECAMATAN PLEMAHAN KABUPATEN KEDIRI

Proposal ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Mata

Kuliah Perencanaan Program Gizi

Dosen Pembimbing :

Mirthasari Palupi, SST. ,M.Kes

Oleh :

1. Dina Aliyati

2. Eka Lestari

3. Eka Prasetyani

4. Fitria Baso

5. Hendrik Imalika

6. Muhammad Irfan

7. Olivia Claudia M.S

8. Tri Anggun

PRODI DIII GIZI

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

TAHUN AJARAN 2015/2016

Page 2: Proposal Baseline Data

DAFTAR ISI

COVER

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1.3.2 Tujuan Khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gizi dan Status Gizi

2.2 Faktor - faktor yang mempengaruhi status gizi balita

2.3 Faktor Penyebab Gizi Kurang atau Gizi Buruk

2.4 Status Gizi Ibu Hamil

BAB III KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional

BAB IV METODOLOGI

4.1 Waktu dan Tempat

4.2 Alat dan Bahan

4.3 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 3: Proposal Baseline Data
Page 4: Proposal Baseline Data

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan

dalam penentun status gizi perorangan atau kelompok. Pada awal tahun empat

puluhan survey konsumsi, terutama metode Recall 24 jam banyak digunakan

dalam penelitian kesehatan dan gizi. Di Indonesia , survey konsumsi sudah

sering digunakan ddalam penelitian di bidang gizi. Secara umum survey

konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiassaan makan dan

gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat

kelompok, rumah tangga dan perorangan serta factor-faktor yang berpengaruh

terhadap konsumsi makanan tersebut.

Salah satu pendidikan kesehatan yang memberikan kesempatan kepada

mahasiswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh di bangku

kuliah dengan praktek puskesmas yaitu Prodi DIII Gizi yang berada dalam

naungan Stikes Karya Husada Kediri. Tujuan pendidikan di Prodi DIII Gizi

merupakan bagian integral dari tujuan pendidikan nasional yaitu mendidik

tenaga ahli madya gizi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berjiwa Pancasila dan UUD 1945, berperirasa, periakal dan perilaku

kreatif, dinamis, inovatif, memiliki integritas dan kepribadian tinggi, terbuka,

tanggap terhadap perubahn dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

tanggap terhadaap seni dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat

khususnya yang bekaitan dengan bidang gizi. Dalam pelaksanaan pendidikan,

proses pembelajaran yang dilaksanakan tidak terbatas di dalam kelas saja.

Proses pembelajaran juga berlangsung di luar kelas, bahkan di luar institusi

pendidikan seperti lingkungan kerja dan kehidupan masyarakat.

Dalam rangka mempersiapkan ahli gizi yang terampil dan bermutu dalam

melaksanakan tugas seperti diharapkan di atas, maka perlu memberi

kesempatan serta pengalaman belajar yang terarah dan terpadu kepada

1

Page 5: Proposal Baseline Data

mahasiswa di Puskesmas maupun masyarakat. Sehubungan dengan hal itu,

slah satu pengalaman belajar yang perlu disediakan bagi mahasiswa yaitu

melakukan baseline data guna mengetahui tingkat konsumsi balita dan ibu

hamil di desa Ringinpitu Kecamatan Plemahan Kabupaten Kediri.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah pola makan, porsi makan, dan status gizi pada bayi/ balita dan

ibu hamil di desa Ringinpitu Kecamatan Palemahan Kab. Kediri ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pola makan, porsi makan dan status gizi,

pada bayi/ balita dan ibu hamil di desa Ringinpitu Kecamatan

Palemahan Kab. Kediri.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui karakteristik ibu hamil / balita, pola makan, porsi

makan, dan status gizi pada bayi/ balita dan ibu hamil di desa

Ringinpitu Kecamatan Palemahan Kab. Kediri

2) Mengetahui jenis, jumlah, frekuensi bahan makanan yang

dikonsumsi pada bayi/ balita dan ibu hamil di desa Ringinpitu

Kecamatan Palemahan Kab. Kediri

3) Mengetahui kebutuhan energi dan zat gizi (karbohidrat, lemak,

protein) pada bayi/ balita dan ibu hamil di desa Ringinpitu

Kecamatan Palemahan Kab. Kediri

4) Mengetahui tingkat konsumsi energi dan zat gizi (karbohidrat,

lemak, protein) pada bayi/ balita dan ibu hamil di desa Ringinpitu

Kecamatan Palemahan Kab. Kediri

5) Mengetahui status gizi pada bayi/ balita dan ibu hamil di desa

Ringinpitu Kecamatan Palemahan Kab. Kediri

2

Page 6: Proposal Baseline Data

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gizi dan Status Gizi

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan

untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari

organ-organ, serta menghasilkan energi. Tidak ada satu jenis makanan yang

mengandung semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup

sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu

mengkonsumsi anekaragam makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang

cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-4 bulan, ASI

adalah satu-satunya makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh

kembang dirinya secara wajar dan sehat.

Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur

zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya, dalam

pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan yang

mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi

kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis

makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi

makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya

kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.Makanan

sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang mengandung

lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga

menunjang aktivitas sehari-hari.Makanan sumber zat pembangun yang

berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu.

Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu

3

Page 7: Proposal Baseline Data

serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang.Makanan sumber zat

pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini

mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan

bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi adalah

konsumsi makanan dan pengguanan zat-zat gizi dalam tubuh. Tubuh yang

memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan mencapai

status gizi yang optimal. Defisiensi zat mikro seperti vitamin dan mineral

memberi dampak pada penurunan status gizi dalam

waktu yang lama (Almatsier, 2002).

Menurut WHO, pemeliharan status gizi anak sebaiknya :

Dimulai sejak dalam kandungan. Ibu hamil dengan gizi yang baik,

diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.

Setelah lahir segera beri ASI eksklusif sampai usia 4 atau 6 bulan.

Pemberian makanan pendampingan ASI (weaning food ) bergizi, mulai

usia 4 atau 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu

lengkap keluarga.

Memperpanjang masa menyususi (prolog lactation) selama ibu dan bayi

menghendaki.

2.2 Faktor - faktor yang mempengaruhi status gizi balita

Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah asupan

makanan dan penyakit infeksi. Berbagai faktor yang melatarbelakangi kedua

faktor tersebut misalnya faktor ekonomi dan keluarga (Suhardjo, 2000).

a. Faktor Langsung

1) Konsumsi Pangan

Penilaian konsumsi pangan rumah tangga atau secara perorangan

merupakan cara pengamatan langsung yang dapat menggambarkan

pola konsumsi penduduk menurut daerah, golongan sosial ekonomi

4

Page 8: Proposal Baseline Data

dan sosial budaya. Konsumsi pangan lebih sering digunakan sebagai

salah satu teknik untuk memajukan tingkat keadaan gizi (Moehji,

2003).

2) Infeksi

Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan 2 hal

yang saling mempengaruhi. Dengan infeksi, nafsu makan anak mulai

menurun dan mengurangi konsumsi makanannya, sehingga berakibat

berkurangnya zat gizi ke dalam tubuh anak. Dampak infeksi yang lain

adalah muntah dan mengakibatkan kehilangan zat gizi. Infeksi yang

menyebabkan diare pada anak mengakibatkan cairan dan zat gizi di

dalam tubuh berkurang. Kadang–kadang orang tua juga melakukan

pembatasan makan akibat infeksi yang diderita dan menyebabkan

asupan zat gizi sangat kurang sekali bahkan bila berlanjut lama

mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Moehji, 2003).

b. Faktor Tidak Langsung

1) Pengetahuan Gizi

Pengetahuan tentang gizi adalah kepandaian memilih makanan

yang merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam mengolah

bahan makanan. Status gizi yang baik penting bagi kesehatan setiap

orang termasuk ibu hamil, ibu menyusui dan anaknya. Pengetahuan gizi

memegang peranan yang sangat penting dalam penggunaan dan

pemilihan bahan makanan dengan baik sehingga dapat mencapai

keadaan gizi yang seimbang (Suhardjo, 2005).

2) Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan sangat menentukan bahan makanan yang akan

dibeli. Pendapatan merupakan faktor yang penting untuk menetukan

kualitas dan kuantitas makanan, maka erat gubungannya dengan gizi

(Suhardjo, 2005)

3) Besar Keluarga

Besar keluarga atau banyaknya anggota keluarga berhubungan erat

dengan distribusi dalam jumlah ragam pangan yang dikonsumsi anggota

5

Page 9: Proposal Baseline Data

keluarga (Suhardjo, 2005). Keberhasilan penyelenggaraan pangan

dalam satu keluarga akan mempengaruhi status gizi keluarga tersebut.

Besarnya keluarga akan menentukan besar jumlah makanan yang di

konsumsi untuk tiap anggota keluarga. Semakin besar umlah anggota

keluarga maka semakin sedikit jumlah konsumsi gizi atau makanan

yang didapatkan oleh masing-masing

c. Penilaian Status Gizi

Menurut (Supariasa, 2002), pada dasarnya penilaian status gizi dapat

dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.

1) Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara lansung dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara

umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut

pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan

untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.

Ketidakseimbanagan ini terlihat pada pola pertumbuhna fisik dan

proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh

(Supariasa, 2002). Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat

penting untuk melihat status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan

atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan

ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel

(sipervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa

oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh

seperti kelenjar tiroid (Supariasa, 2002).

Metode klinis umumnya untuk survey klinis secara cepat (rapid

clinical suveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat

tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat

gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi

6

Page 10: Proposal Baseline Data

seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan

gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa, 2002).

Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan spesimen

yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam

jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah,

urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan

akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi (Supariasa,

2002).

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan

status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan)

dan melihat perubahan struktur dan jaringan. Umumnya dapat

digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik,

cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, 2002).

2) Penilaian status gizi secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu:

Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status

gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat

gizi yang dikonsumsi.

Statistik vital merupakan pengukuran dengan menganalisis data

beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian bedasarkan

umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu.

Faktor ekologi digunakan untuk mengungkapkan bahwa

malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interkasi

beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya.

d. Status Gizi Bedasarkan Antropometri

Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering

digunakan adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi

masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode

antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi. Antropometri

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

7

Page 11: Proposal Baseline Data

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai

jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan

atas dan tebal lemak di bawah kulit. Keunggulan antropometri antara lain

alat yang digunakan mudah didapatkan dan digunakan, pengukuran dapat

dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif, biaya relatif murah,

hasilnya mudah disimpulkan, dan secara ilmiah diakui keberadaannya

(Supariasa, 2002).

Parameter Antropometri

Supariasa (2002) menyatakan bahwa antropometri sebagai

indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa

parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara

lain:

1) Umur

Faktor umur sangat penting dalam penetuan status gizi.

Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status

gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan

yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan

penentuan umur yang tepat.

2) Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting

dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonates). Pada

masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju

pertumbuhan fisik maupun status gizi. Berat badan merupakan

pilihan utama karena parameter yang paling baik, mudah dipakai,

mudah dimengerti, memberikan gambaran konsumsi energi

terutama dari karbohidrat dan lemak. Alat yang dapat memenuhi

persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan

dalam penimbangan anak balita adalah dacin (Supariasa, 2002).

3) Tinggi badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan

yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui

8

Page 12: Proposal Baseline Data

dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua

terpenting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap

tinggi badan, faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi

badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan

alat pengukuran tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai

ketelitian 0,1 (Supariasa, 2002).

Indeks Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.

Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri.

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat

Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U),

dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa, 2002).

1) Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap

perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang

penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya

jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan

parameter antopometri yang sangat labil.

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,

maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.

Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan

perkembanagan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau

lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat

badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan

sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat

karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih

menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutrional

status) (Supariasa,2002).

9

Page 13: Proposal Baseline Data

Kelebihan Indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih

cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur

status gizi akut atau kronis, sangat sensitif terhadap perubahan-

perubahan kecil, dan dapat mendeteksi kegemukan. Kelemahan

Indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan interpretasi status gizi

yang keliru bila terdapat edema maupun acites, memerlukan data

umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia 5 tahun,

sering terjadi kesalahan pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau

gerakan anak pada saat penimbangan (Supariasa,2002).

2) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan

normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang

sensif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang

pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan

nampak dalam waktu yang relatif lama. Bedasarkan karakteristik

tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan konsumsi

protein masa lalu (Supariasa, 2002).

Kelebihan indeks TB/U:

a) Baik untuk menilai status gizi masa lampau

b) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah

dibawa.

Kekurangan indeks TB/U:

a) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.

b) Pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus

berdiri tegak sehingga diperlukan dua orang untuk

melakukannya (Supariasa, 2002).

3) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi

badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan

10

Page 14: Proposal Baseline Data

searah dengan pertumbuhan tinggi badan dan kecepatan tertentu.

Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independent

terhadap umur. Keuntungan Indeks BB/TB adalah tidak

memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi badan

(gemuk, normal, dan kurus). Kelemahan Indeks BB/TB adalah

tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek,

cukup tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan menurut

umurnya.Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam

melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita.

Dengan metode ini membutuhkan dua macam alat ukur,

pengukuran relatif lebih lama. Membutuhkan dua orang untuk

melakukannya.

4) Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)

Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Hasil

pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi

tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat

(Supariasa, 2002). Pengukuran status gizi balita dapat dilakukan

dengan indeks antropometri dan menggunakan Indeks Massa

Tubuh (IMT).

Rumus IMT:

IMT = BB (kg) x TB2

(m)

Keterangan : IMT : Indeks Massa Tubuh

BB : Berat Badan (kg)

TB : Tinggi Badan (m)

11

Page 15: Proposal Baseline Data

Sumber : Kemenkes 2011

2.3 Faktor Penyebab Gizi Kurang atau Gizi Buruk

Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain:

a. Tidak tersedianya makanan secara adekuat

Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan

kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun

kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan

menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya

makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa

adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan.

Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk.

Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin

12

Page 16: Proposal Baseline Data

kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan

gizi

b. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang

Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang makanan

alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6

bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang

tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status

gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan

protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B

serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat

disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan

pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan

seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena

ketidaktahuan.

c. Pola makan yang salah

Pola makan yang salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari

mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya

sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani

miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada

timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih

sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI,

manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata

anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada

kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk

ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak

berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk

mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat

menyebabkan anak menderita gizi buruk.Kebiasaan, mitos ataupun

kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam

pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan

memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat

13

Page 17: Proposal Baseline Data

terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak

memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan

kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori

yang cukup sehingga anak menjadi sering sakit (frequent

infection).Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di

negara negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia,

dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang masih kurang,

serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik

seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi

dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan,

karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi

kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan

memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan

terjadinya infeksi.

2.4 Status Gizi Ibu Hamil

Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai janin lahir, lama

hamil normal yaitu 280 hari atau 9 bulan 7 hari yang dihitung dari hari

pertama haid terakhir.33 Sedangkan secara medis kehamilan dimulai dari

proses pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa dari pihak pria.36 Untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan maternal selama hamil maka ibu

dianjurkan untuk mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan yang disebut dengan antenatal.

Status gizi adalah keadaan tingkat kecukupan dan penggunaan satu

nutrien atau lebih yang mempengaruhi kesehatan seseorang (Sediaoetama,

2000). Status gizi seseorang pada hakekatnya merupakan hasil keseimbangan

antara konsumsi zat-zat makanan dengan kebutuhan dari orang tersebut

(Lubis, 2003). Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin

yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada masa kehamilan

maka kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan

dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan

14

Page 18: Proposal Baseline Data

BAB III

KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional

Anak balita adalah anak laki-laki atau perempuan dalam keluarga yang

berusia antara 24-59 bulan.

Karakteristik anak balita adalah ciri-ciri khas pada anak balita yang terdiri

dari umur dan jenis kelamin. Umur anak balita diklasifikasikan menjadi

tiga kategori, yaitu 24-35 bulan, 36-47 bulan, dan 48-59 bulan, serta

jenis kelamin anak balita terdiri dari dua kategori yaitu laki-laki dan

perempuan.

15

Page 19: Proposal Baseline Data

Karakteristik rumah tangga adalah ciri-ciri khas yang di punyai oleh

masing-masing rumah tangga, seperti umur orang tua, besar keluarga,

pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pengetahuan gizi ibu, dan

pengeluaran rumah tangga (pengeluaran pangan dan non pangan).

Umur orang tua adalah umur yang dinyatakan dengan umur penuh dalam

satuan tahun, yang dikategorikan berdasarkan kelompok usia, yaitu

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal menetap

bersama dalam satu atap dan hidup dari penghasilan yang sama. Peubah

besar keluarga diukur dengan mengelompokkannya menjadi keluarga

kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5 sampai 7 orang) dan keluarga besar

(≥8 orang) (Hurlock 1998, diacu dalam Gabriel 2008).

Pendidikan orang tua adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang

ditempuh atau ditamatkan oleh individu yang bersangkutan,

dikategorikan atas tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD/sederajat,

tamat SLTP/sederajat, tamat SLTA/sederajat dan perguruan tinggi.

Pekerjaan orang tua adalah pekerjaan utama orang tua (suami dan istri)

yang memberikan penghasilan terbesar dan tetap bagi keluarga,

dikategorikan atas petani, buruh tani, buruh bangunan/industri, supir,

guru, tukang ojek, wirausaha, penjaga toko, karyawan sekolah,

perangkat desa, security, karyawan swasta, pegawai negeri sipil (PNS),

pembantu rumah tangga (PRT) dan tidak bekerja.

Pengetahuan gizi ibu adalah tingkat pemahaman ibu mencakup mengenal

jenis makanan bergizi, mengenal ciri-ciri anak bergizi baik, mengenal

jenismakanan sumber protein hewani dan nabati, mengenal jenis

makanan sumber vitamin A dan vitamin C, mengenal jenis makanan

yang 42 mengandung iodium, memahami makna garis merah dan hijau

pada kartu menuju sehat (KMS) dan mengenal golongan yang rentan

terhadap kekurangan gizi yang didapatkan dari penilaian atas jawaban

ibu atas daftar pertanyaan yang diajukan, dinyatakan dalam persen dan

dikategorikan yaitu baik (>80 persen), sedang (60-80persen), dan

rendah (<60 persen)

16

Page 20: Proposal Baseline Data

Alokasi pengeluaran rumah tangga adalah alokasi pengeluaran rumah

tangga untuk pangan dan pengeluaran untuk non pangan yang dihitung

dalam persen per kapita per bulan.

Tabu makanan adalah suatu larangan bagi anak balita untuk mengkonsumsi

jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atas hukuman

terhadap orang yang melanggarnya.

Pola konsumsi pangan anak balita adalah bahan pangan yang menjadi pola

di wilayah penelitian berdasarkan kontribusi energi dan protein dalam

konsumsi sehari.

Tingkat konsumsi energi (TKE) anak balita adalah total asupan energi

aktual dengan angka kecukupan energi sehari anak usia 24-59 bulan dan

dinyatakan dalam persen dengan metode food recall 24 jam selama dua

hari berturut - turut.

Tingkat konsumsi protein (TKP) anak balita adalah total asupan protein

aktual dengan angka kecukupan protein sehari anak usia 24 – 59 bulan

dan dinyatakan dalam persen dengan metode food recall 24 jam selama

dua hari berturut - turut.

Frekuensi konsumsi pangan anak balita adalah derajat keseringan

mengkonsumsi pangan dalam satu minggu terakhir.

Status gizi anak balita adalah keadaan tubuh anak balita yang ditentukan

berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut

umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dengan

menggunakan baku WHO –NCHS.

Ibu hamil adalah tumbuhnya janin dalam rahim ibu karena sel telur telah

dibuahi oleh spermatozoa dari pria. Kehamilan adalah akibat dari sel

telur yang telah matang kemudian bertemu spermatozoa dari pria

sehingga terjadi prose pembuahan yang kemudian menghasilkan janin.

17

Page 21: Proposal Baseline Data

No. Variable Cara ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. Status Gizi Mengukur berat badan dan tinggi badan

1. Berat badan menggunakan timbangan injak

2. Tinggi badan menggunakan microtoice dengan ketelitian 0,1

1 kurang, jika IMT <18,5 kg/m2, 2, normal, jika IMT > 25kg/m2(Depkes, 2003)Gizi baik : -2S/D +2S/DGizi kurang : -3 S/D <-2S/DGizi buruk <-3 S/D

Ordinal

2. Umur Wawancara Kuisioner (IR4) 1 : < 21 tahun2: ≥ 21 tahun

Ordinal

3. Frekuensi makan

Wawancara Kuisioner (C1) 1: kurang : < 3 kali/hari2: baik : ≥ 3 kali/hari (Suyono,1986)

Ordinal

4 Asupan energy

Recall 2x24 jam (tidak berturut-turut)

Formulir recall Kurang : < 80% AKGCukup : ≥ 80% AKG( WKNPG,2004)

Ordinal

5 Asupan protein

Recall 2x24 jam (tidak berturut-turut)

Formulir recall Kurang : < 80% AKGCukup : ≥ 80% AKG( WKNPG,2004)

Ordinal

6 Asupan karbohidrat

Recall 2x24 jam (tidak berturut-turut)

Formulir recall Kurang : < 65% total energyCukup : ≥ 65% total energy ( WKNPG,2004)

Ordinal

7 Asupan lemak

Recall 2x24 jam (tidak berturut-turut)

Formulir recall Kurang : < 20% total energyCukup : ≥ 20% total energy ( WKNPG,2004)

Ordinal

8 Tingkat pendidikan

Wawancara Kuisioner (IR 6)

1 : rendah : ≤ tamat SMP

Ordinal

18

Page 22: Proposal Baseline Data

2 : tinggi : ≥ tamat SMA

(Program wajib belajar 9 tahun)

9 Pendapatan Wawancara Kuisioner (B10) 1 : rendah, jika pendapatan responden ≤ UMR2 : tinggi, jika pendapatan respnden ≥ UMR

Ordinal

10 Pengetahuan gizi

Wawancara Kuisioner (A1-A14)

1 : kurang, jika < 80%2 : baik, jika ≥ 80% (Khomsan, 2000)

Ordinal

19

Page 23: Proposal Baseline Data

BAB IV

METODOLOGI

4.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan Baseline data dilaksanakan pada tanggal 9-21 Nopember 2015

bertempat di desa Ringinpitu kecamatan Pelemahan kabupaten Kediri.

4.2 Alat danBahan

Alatdan bahan yang digunakan dalam baseline data ini adalah :

1) Form Recall

2) Data Demografidesa

3) Form informed consent

4) DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan), DKGA (Daftar Kecukupan

Gizi Anak), Food Processor, Daftar Konversi Bahan Makanan dari matang

kementah dalam satuan gram, dan Daftar Konversi Penyerapan minyak.

5) Antropometri WHO 2010 untuk penentuan status gizi menurut BB/U,

TB/U, BB/TB.

6) URT (Ukuran Rumah Tangga)

4.3 Jenis dan Cara Pengumpulan Data.

Jenis data yang dikumpulkan adalah yang berhubungan dengan masalah

kesehatan dan gizi baik secara langsung maupun tidak langsung data yang

dikumpulkanmeliputi:

1) Data monografi desa yang menggambarkan tentang keadaan umum desa

2) Identitas keluarga dan data perumahan dan sanitasi lingkungan

3) Data sosial ekonomi, pola makan dan pantangan pada keluarga

4) Data riwayat ibu balita, pengetahuan gizi dan kesehatan ibu balita, data

pola makan balita, dan status gizi balita.

5) Data kader posyandu tentang pengetahuan, sikap dan ketrampilan kader.

20

Page 24: Proposal Baseline Data

DAFTAR PUSTAKA

Almatsir,S. (2001), Prinsip dasar ilmu gizi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arlinda,S. (2004). Kompilasi Statistik kesehatan, Medan : Bagian Ilmu kesehatan

masyarakat / ilmu kedoktewran komunitas/ Arisman. (2004). Buku ajar

ilmu gizi ; Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: EGC

Aritonang, I. (1996). Pemantauan pertumbuhan balita. Petunjuk praktis menilai

status gizi dan kesehatan. Yogyakarta: Kanisius

Baliwati, Y, dkk. (2004), Pengantar pangan dan gizi. Jakarta : penebar swadaya

Khomsan,A (2004). Peran pangan dan gizi untuk kualitas hidup.

Jakarta :PT.Grasido

Notoadmojo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Pudjiati, S. (2000). Ilmu gizi klinis pada anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Sjahmien, M. (1988). Pemeliharaan gizi bayi dan balita. Jakarta: Brata.

Suharjo, (1996). Berbagai cara pendidikan gizi. Jakarta: Bumi Aksara.

Supariasa, I. D. dkk. (2001). Penilaian status gizi. Jakarta: EGC.

21