Proposal PROPOSAL PESERTA MAKRAB 2012.docPeserta Makrab 2012
Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012
-
Upload
ismael-saleh -
Category
Documents
-
view
204 -
download
1
description
Transcript of Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012
Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012
ANALISIS KEPATUHAN PASIEN TB PARU DI PROPINSI
KALIMANTAN BARAT
Oleh:Abduh Ridha
Kepada
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
TAHUN 2012
IDENTITAS PENGUSUL PENELITIAN
1. Nama Lengkap : Abduh Ridha (L)2. Institusi : Universitas Muhammadiyah Pontianak3. NIDN : 11150884024. Tempat dan Tanggal Lahir : Pontianak, 15 Agustus 19845. Alamat Rumaha. : Jl. Tebu, Jalur A, No. 4, Pontianak, Kalimantan
Barat6. Nomor Telepon Rumah : 0561 7758137. Nomor HP : 0852452237788. Alamat Institusi : Jalan Ahmad Yani No.1119. Nomor Telepon Institusi : 0561-737278
10. Alamat Email : [email protected]. Jumlah Usulan Dana : Rp. 30.000.000
RINGKASAN PROPOSAL PENELITIAN
Latar belakang: Prevalensi TB di Kalimantan Barat berdasarkan dataRiskesdas 2010 mencapai 1%, lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensinasional, sebesar 0,7%. Penyebab utama kegagalan pengobatan TB adalahrendahnya kepatuhan minum obat penderita TB. Kalimantan Baratmerupakan salah satu diantara 6 provinsi yang prevalensinya mencapai 1%bahkan lebih. Sebesar 38,8% dari penderita memutuskan pengobatan.Persentase tersebut lebih besar dibandingkan persentase nasional, bahkansalah satu yang tertinggi diantara 3 propinsi dengan persentase penderitayang putus pengobatan. Perilaku penderita dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitupredisposisi, pemungkin dan penguat.
Tujuan penelitian: Untuk mengetahui kepatuhan minum obat penderita TBdan faktor-faktor yang berhubungan dengan kaptuhan tersebut.
Metodologi: Penelitian ini dirancang dengan jenis rancangan cross sectional.Rancangan ini merupakan rancangan yang digunakan untuk mengetahuihubungan antara variabel bebas (faktor predisposisi dan faktor pendukung)dengan variabel terikat, yaitu kepatuhan minum obat penderita TB paru diKalimantan Barat. Populasi dan sampel menggunakan data sekunder yangdiperoleh dari Balitbangkes di Jakarta. Populasi dalam Riskesdas PropinsiKalimantan Barat 2010 adalah seluruh rumah tangga di seluruh pelosokPropinsi Kalimantan Barat. Sampel rumah tangga dan anggota rumah tanggaidentik dengan daftar sampel rumah tangga dan anggota rumah tanggaSensus Penduduk Propinsi Kalimantan Barat tahun 2010. Data dianalisissecar deskriptif, univariat/bivariat dan multivariat dengan rumus Regresilogistik.
1
A. PENDAHULUAN1. Latar Belakang
Derajat kesehatan merupakan salah satu indikator kemajuan suatu
masyarakat. Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarkat
diantaranya adalah tingkat ekonomi, pendidikan, keadaan lingkungan,
kesehatan dan sosial budaya (Depkes RI, 2007b). Salah satu indikator yang
diukur untuk mengetahui kemajuan pembangunan masyarakat, khususnya
kesehatan, bedasarkan Millenium Development Goals (MDGs) 2015 adalah
prevalensi dan angka kematian akibat penyakit Tuberculosis (TB).
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang
erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat,
sehingga benang merah antara pembangunan dan kesehatan terlihat jelas
pada indikator ini. Sedangkan secara medis, penyakit TB merupakan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit
ini paling sering menyerang paru-paru, walaupun sepertiga kasusnya
menyerang organ lain. Penyakit ini merupakan penyakit tertua yang pernah
diketahui menyerang manusia, serta dapat menular dari orang ke orang
melalui udara, yaitu percikan ludah, bersih dan batuk (CDC, 2003).
Penyakit TB merupakan masalah kesehatan di Indonesia hingga kini.
Sejak tahun 1980, pemerintah Indonesia telah menjalankan program untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB melalui penetapan
kebijakan untuk penanggulangan TB dengan sasaran utama penemuan
kasus dini dan penegakan diagnosis melalui pemeriksaan mikroskopis. Sejak
tahun tersebut, pemerintah telah melaksanakan upaya pemberantasan
penyakit TB melalui pemberian Obat Anti Tiberkulosis (OAT) secara cuma-
cuma melalui puskesmas dan Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4).
Namun, angka kesakitan TB masih meningkat. Berdasarkan data WHO,
sampai dengan tahun 1994, Indonesia masih terdapat 500.000 penderita tiap
tahunnya dengan kematian 175.000 kematian tiap tahun, serta terdapat
2
260.000 kasus tidak terdiagnosis setiap tahunnya. Selain itu, karena
pengobatan yang tidak tepat diperkirakan terdapat 560.000 TB kronik yang
menjadi sumber penularan di masyarakat (Soemantri, 1999).
Meningkatkan angka kesakitan dan kematian saat itu, diperkirakan
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti rendahnya penghasilan, tingginya
kepadatan penduduk, tingkat pendidikan yang rendah, serta rendahnya
pengetahuan mengenai kesehatan. Menurut Lapau (1993), masih tingginya
kasus dan kematian akibat TB saat itu dikarenakan masih rendahnya
cakupan pengobatan dan kegagalan pengobatan, disamping adanya efek
samping obat serta resistensi terhadap obat. Namun, menurut
Mangunnegoro & Suryatenggara (1994), masing tingginya kasus dan
kematian TB saat itu faktor terbesar disebabkan oleh masalah pengobatan
yang tidak lengkap dalam kegagalan pengobatan yang cakupannya hanya
berkisar 50%.
Mengingat capaian program TB yang masih rendah tersebut, sejak
tahun 1995, telah digariskan strategi baru pemberantasan TB melalui strategi
DOTS (Directly Obserserved Treatment Short-course) di puskesmas secara
bertahap. Sejak tahun 2000, strategi ini dilaksanakan secara nasional di
semua pusat pelayanan kesehatan, terutama puskesmas, yang
diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2007a).
Ekspansi strategi ini atas bantuan pendonor Internasional serta peran mitra
penanggulangan TB, menunjukkan hasil antara tahun 2004-2006 seluruh
propinsi memperlihatkan kemajuan dalam pengobatan penderita dan temuan
kasus baru penularan TB (Depkes RI, 2007a). Berdasarkan laporan UNAIDS
(2003), prevalensi penularan TB sebesar 8% (CI: 6,2-9,8) dan ARTI (Annual
Risk of TB Infection) sebesar 1%. Hasil tersebut masih menunjukkan TB
merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Berdasarkan estimasi WHO Global Report, terjadi penurunan
prevalensi TB tahun 2010, sebesar 0,244%, dibandingkan 2006, sebesar
3
0,275%. Estimasi ini didasarkan atas laporan fasilitas kesehatan yang
tergabung dalam program DOTS seluruh Indonesia. Hasil sebaliknya
dilaporkan oleh riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang
menunjukan prevalensi TB tahun 2010 di Indonesia meningkat, sebesar
0,7%, dibandingkan prevalensi 2007, sebesar 0,4% (Kemenkes RI, 2010).
Secara umum, kondisi ini memperlihatkan upaya pembangunan kesehatan
guna memperbaiki faktor resiko TB hingga saat ini belum sepenuhnya
berhasil.
Masalah berikutnya, yaitu TB di Indonesia sebagian besar
menyerang kelompok usia produktif dan sosial ekonomi rendah. Berdasarkan
laporan Riskesdas 2010, prevalensi TB pada kelompok usia produktif (25-54
tahun) meningkat. Pada tahun 2007, prevalensi TB pada kelompok usia
produktif kurang lebih 1,56% dan tahun 2010 meningkat menjadi 2,5%.
Kemudian, TB paru juga merupakan penyakit yang erat kaitannya dengan
ekonomi lemah, dan laporan Riskesdas 2010 memperlihatkan semakin
rendah tingkat ekonomi, maka semakin meningkat jumlah kejadian TB
(Kemenkes RI, 2010). Beberapa peneitian menunjukkan kesimpulan yang
sama. Hasil penelitian Zhang, et al. (2010) membuktikan bahwa perbedaan
sosial ekonomi berhubungan dengan prevalensi TB. Semakin rendah
pendidikan serta semakin rendahnya pendapatan, maka seseorang semakin
beresiko terpajan TB. Penelitian Mahfudin & Mahkota (2006) menyimpulkan
bahwa keluarga dengan sosial ekonomi rendah memiliki resiko TB 2,14 kali
dibandingkan dengan keluarga dengan sosial ekonomi yang baik. Rendahnya
tingkat sosial masyarakat menjadi latar belakang buruknya kualitas tempat
tinggal. Rumah yang layak seharusnya mampu melindungi kebutuhan
fisiologis, psikologis serta perlindungan dari bahaya penyakit dan kecelakaan.
Penelitian Mahfudin & Mahkota (2006) juga membuktikan bahwa kondisi
rumah yang tidak sehat menyebabkan penghuninya beresiko terpapar TB
sebesar 2,2 kali dibandingkan dengan penghuni rumah sehat.
4
Sementara di sisi lain, munculnya pandemi HIV di dunia menambah
permasalahan penanggulangan TB. Kasus TB dan HIV di Indonesia masih
meningkat dan belum tertangani dengan optimal. Pada tahun 2007, terjadi
465.000 kejadian TB paru di antara HIV positif (WHO, 2009). Infeksi HIV
meningkatkan kejadian TB secara signifikan. TB muncul sebagai penyakit
paru-paru pada stadium awal infeksi HIV (CD4>300 sel per µl darah).
Kemudian pada stadium lanjut infeksi HIV, TB muncul sebagai penyakit
sistemik yang menyerang organ tubuh yang lain. Gejala yang muncul
biasanya tidak spesifik dan tidak muncul di satu tempat. Penyakit TB yang
menyertai HIV biasanya menyerang sumsum tulang, saluran kemih, saluran
pencernaan hati, kelenjar getah bening dan sistem saraf pusat (Decker &
Lazarus, 2000). Pada tahun 2007, dilaporkan terjadi 0,5 juta kasus multi drug
resistant TB (MDR-TB). Hingga 2008, 55 negara setidaknya melaporkan 1
kasus extensively drug resistant TB (XDR-TB) (Depkes RI, 2008). Hal ini
diprediksi menjadi masalah baru disamping masalah lain yang telah ada
dalam upaya penanggulangan TB di Indonesia.
Salah satu inti dari program DOTS yang dijalankan pemerintah sejak
tahun 1995 adalah meningkatkan kepatuhan pasien untuk minum obat sesuai
dosis dan tuntas. Metode yang digunakan, yaitu melatih kader atau keluarga
untuk mengawasi kepatuhan pasien atau yang dikenal dengan istilah
pengawas minum obat (PMO), dengan harapan meningkatnya kepatuhan
minum obat maka angka kesembuhan TB terus meningkat. Rusmani (2002)
menyampaikan bahwa peran keluarga sangat penting dalam membantu
merawat penderita. Peran keluarga yang dapat dilakukan antara lain
pengawasan minum obat, pengawasan penampung dahak, dan membantu
membersihkan alat-alat makan dan minum penderita, dan menepati jadwal
kontrol. Menurut Noviadi (1999) tingginya partisipasi keluarga akan
membantu mempercepat penyembuhan penderita TB paru karena keluarga
merupakan unit terdekat dengan penderita TB paru.
5
Berdasarkan data Riskesdas 2010, masih terdapat 21,9% dari
penderita yang tidak patuh untuk meninum obat. Padahal perilaku tersebut
meningkatkan resiko resistensi kuman TB terhadap obat. Pengobatan TB
yang memerlukan waktu yang lama serta pemahaman penderita bahwa obat
harus ditelan seluruhnya dalam waktu yang ditetapkan diprediksi menjadi
latar kegagalan dan ketidakaturan penderita TB dalam pengobatan (Depkes
RI, 2002).
Kasus putus berobat (drop out) menjadi salah satu kendala
keberhasilan program pemberantasan TB. Menurut Nukman (1997) bahwa
jenis kelamin, pernah atau belum pernah mendapat terapi spesifik
sebelumnya, pemeriksaan BTA (+) atau (-), tidak mempengaruhi kepatuhan
berobat penderita. Kelompok umur yang paling tekun berobat yaitu usia 36-
45 tahun dan kelompok umur 0-15 tahun, ketekunan tersebut mungkin
disebabkan keadaan sosio-ekonomi usia 36-45 tahun lebih baik, sehingga
agak leluasa datang berobat. Menurut Sunarsih (2002), ada beberapa faktor
yang mempengaruhi ketaatan pasien dalam penggunaan obat, antara lain
budaya, kepercayaan pasien, sikap serta keterampilan komunikasi dokter
maupun pemberi obat, keterbatasan waktu konsultasi, kurangnya informasi
tertulis, serta kepercayaan masyarakat tentang pemberian obat. Kesimpulan
tersebut sesuai dengan data Riskesdas 2010, bahwa alasan penderita yang
putus pengobatan yaitu persepsi bahwa penyakit tidak berat (16,3%), merasa
akses ke pelayanan kesehatan sulit (4,4%), tidak ada waktu (5,7%), tidak ada
biaya (26,4%), dan merasa dapat mengobati penyakit sendiri (38,2%).
Permasalahan TB yang terjadi di Indonesia juga tergambarkan di
sejumlah daerah. Prevalensi TB di Kalimantan Barat berdasarkan data
Riskesdas 2010 mencapai 1%, lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi
nasional, sebesar 0,7%. Kalimantan Barat merupakan salah satu diantara 6
provinsi yang prevalensinya mencapai 1% bahkan lebih. Sebesar 38,8% dari
penderita memutuskan pengobatan. Persentase tersebut lebih besar
6
dibandingkan persentase nasional, bahkan salah satu yang tertinggi diantara
3 propinsi dengan persentase penderita yang putus pengobatan, seperti
Papua Barat (34,6%) dan Maluku (38,5%).
Kepatuhan penderita tuberkulosis merupakan bentuk perilaku
penderita untuk menjalani pengobatan dengan benar dalam rangka mencapai
kesembuhan. Menurut Green (2002) kesehatan seseorang dipengaruhi oleh
2 faktor, yaitu faktor perilaku diri individu dan faktor di luar perilaku.
Selanjutnya perilaku sendiri dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: faktor-faktor
predisposisi, meliputi pengetahuan, sikap, nilai, karakter demografi, faktor-
faktor pendukung, lingkungan fisik, fasilitas sarana kesehatan, dan faktor-
faktor pendorong, meliputi sikap petugas dan PMO. Dikaitkan dengan
kepatuhan penderita TB di Kalimantan Barat, maka ketertarikan yang muncul
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan
penderita dalam minum obat.
2. Perumusan MasalahBesarnya persentase penderita TB di Kalimantan Barat yang putus
berobat terlihat berkorelasi dengan tingginya kasus TB di tahun 2010.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perumusan masalah penelitian ini
adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku tidak tuntas
minum obat penderita TB?
2. Faktor-faktor apa saya yang berhubungan dengan perilaku tidak minum
obat penderita TB?
3. Tujuan Penelitiana. Tujuan umum
Untuk mengetahui kepatuhan minum obat penderita TB dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan kaptuhan tersebut.
7
b. Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat penderita TB
dan faktor-faktor predisposisi (umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pengeluaran RT, pengetahuan dan sikap, kebiasaan
penderita (merokok dan minum alkohol), dan penyakit penyerta lain).
2) Untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat penderita TB
dan faktor-faktor pendukung (akses pelayanan dan informasi
kesehatan).
3) Untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat penderita TB
dan faktor-faktor pendorong (PMO dan sikap petugas kesehatan).
4. Manfaat Penelitiana. Menggambarkan perilaku ketidakpatuhan pasien TB di Kalimantan Barat,
berdasarkan faktor resikonya.
b. Menjadi masukan untuk pengambil kebijakan di Kalimantan Barat untuk
menentukan strategi yang sesuai dengan kondisi lapangan guna
meningkatkan pasien TB dan angka kesembuhan pasien TB.
5. Hipotesisa. Kepatuhan minum obat penderita TB berhubungan dengan faktor-faktor
predisposisi.
b. Kepatuhan minum obat penderita TB berhubungan dengan faktor-faktor
pendukung.
c. Kepatuhan minum obat penderita TB berhubungan dengan faktor-faktor
pendorong
8
B. METODOLOGI PENELITIAN1. Kerangka Teori
Menurut Green (2002), bahwa masalah kesehatan ditentukan oleh
faktor perilaku dan non-perilaku. Faktor perilaku dipengaruhi tiga domain
utama, yaitu predisposisi, pemungkin dan penguat. Domain predisposisi
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan variabel demografis.
Sedangkan domain pemungkin antara lain terkait dengan akses pelayanan
dan informasi kesehatan (ketersediaan sumberdaya kesehatan dan sarana
prasarana kesehatan), keterampilan terkait kesehatan serta kemitraan
pemerintah dan masyarakat terhadap kesehatan.
Faktor penguat terkait dengan konteks masalah kesehatan. Namun
pada prinsipnya faktor penguat dapat berwujud pengaruh positif maupun
negatif dari orang-orang terdekat (keluarga, teman, petugas kesehatan).
Domain predisposisi berpengaruh secara langsung terhadap perilaku,
sedangkan domain pemungkin dan penguat bisa berpengaruh secara
langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku kesehatan. Domain
pemungkin dan penguat bisa terlebih dahulu mempengaruhi domain
predisposisi seseorang terhadap perilaku kesehatan.
Gambar 1 menekankan kepada perhatian terhadap asumsi hubungan
sebab akibat diantara berbagai faktor yang ada dalam melakukan promosi
kesehatan sebagai hasil akhir dari pengkajian permasalahan perilaku
kesehatan. Hubungan sebab akibat tersebut diindikasikan dari angka dalam
gambar yang secara umum adalah sebagai berikut: (1) motivasi awal untuk
melakukan tindakan, (2) ketersediaan berbagai macam sumberdaya yang
memungkinkan untuk melakukan tindakan, (3) reaksi perilaku terhadap orang
lain, menghasilkan (4) penguatan atau penghukuman terhadap perilaku
tersebut. Akhirnya (5) penguatan dan hukuman terhadap perilaku tersebut
memberikan pengaruh terhadap faktor predisposisi, hal yang sama juga
terjadi untuk faktor pemungkin (6) (Green, 2002).
9
Gambar 1. Tiga kategori faktor yang memberi kontribusi atas perilaku
kesehatan (Green, 2002).
Keterangan: 1. Motivasi awal untuk berbuat2. Penyediaan sumberdaya yang memungkinkan3. Reaksi orang lain terhadap perilaku4. Dorongan dan penguat atau hukuman5. Penguatan atau penghukuman mempengaruhi predisposisi6. Sumberdaya mempengaruhi predisposisi
2. Kerangka KonsepTingkat kesembuhan pasien TB paru dipengaruhi oleh dua faktor
pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Faktor perilaku pasien
dalam pengobatan TB merupakan faktor krusial yang akan menentukan
penyembuhannya. Faktor perilaku pasien dalam pengobatan TB adalah
kepatuhannya dalam menjalankan pengobatan sesuai aturan. Faktor
perilaku/kepatuhan minum obat tersebut ditentukan oleh tiga faktor yaitu
faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat. Faktor predisposisi mencakup
antara lain pengetahuan, sikap, dan karakteristik demografi (umur, jenis
10
kelamin, pendidikan) serta kebiasaan penderita (merokok dan minum
alkohol), penyakit penyerta lain. Faktor pemungkin adalah akses terhadap
pelayanan dan efek samping obat tuberkulosis serta kemudahan terhadap
informasi tentang TB. Faktor penguat adalah peran keluarga dan PMO dalam
mendorong pasien untuk patuh minum obat.
Gambar 2. Kerangka konsep penelitian
3. Desain PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Untuk mencapai tujuan
penelitian, penelitian ini dirancang dengan jenis rancangan cross sectional.
Rancangan ini merupakan rancangan yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas (faktor predisposisi dan faktor pendukung)
dengan variabel terikat, yaitu kepatuhan minum obat penderita TB paru di
Kalimantan Barat. Jenis rancangan ini relatif mudah dan murah untuk
dikerjakan dan amat berguna untuk menemukan pemapar yang terikat erat
10
kelamin, pendidikan) serta kebiasaan penderita (merokok dan minum
alkohol), penyakit penyerta lain. Faktor pemungkin adalah akses terhadap
pelayanan dan efek samping obat tuberkulosis serta kemudahan terhadap
informasi tentang TB. Faktor penguat adalah peran keluarga dan PMO dalam
mendorong pasien untuk patuh minum obat.
Gambar 2. Kerangka konsep penelitian
3. Desain PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Untuk mencapai tujuan
penelitian, penelitian ini dirancang dengan jenis rancangan cross sectional.
Rancangan ini merupakan rancangan yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas (faktor predisposisi dan faktor pendukung)
dengan variabel terikat, yaitu kepatuhan minum obat penderita TB paru di
Kalimantan Barat. Jenis rancangan ini relatif mudah dan murah untuk
dikerjakan dan amat berguna untuk menemukan pemapar yang terikat erat
10
kelamin, pendidikan) serta kebiasaan penderita (merokok dan minum
alkohol), penyakit penyerta lain. Faktor pemungkin adalah akses terhadap
pelayanan dan efek samping obat tuberkulosis serta kemudahan terhadap
informasi tentang TB. Faktor penguat adalah peran keluarga dan PMO dalam
mendorong pasien untuk patuh minum obat.
Gambar 2. Kerangka konsep penelitian
3. Desain PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Untuk mencapai tujuan
penelitian, penelitian ini dirancang dengan jenis rancangan cross sectional.
Rancangan ini merupakan rancangan yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas (faktor predisposisi dan faktor pendukung)
dengan variabel terikat, yaitu kepatuhan minum obat penderita TB paru di
Kalimantan Barat. Jenis rancangan ini relatif mudah dan murah untuk
dikerjakan dan amat berguna untuk menemukan pemapar yang terikat erat
11
pada karakteristik-karakteristik dari masing-masing individu, serta relevan
digunakan untuk menganalisis data survei seperti riskesdas (Creswell, 2003).
4. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian berlangsung di Kalimantan Barat lebih tepatnya di 14
kabupaten/kota dalam rentang periode Juli hingga Oktober 2012. Kalimantan
Barat merupakan salah satu propinsi dengan prevalensi kasus TB yang
cukup tinggi di Indonesia. Penderita TB di Kalimantan Barat juga memiliki
proporsi perilaku putus pengobatan atau ketidakpatuhan yang cukup tinggi di
antara propinsi lainnya.
Untuk periode pelaksanaan penelitian menyesuaikan dengan jadwal
yang telah ditetapkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kemenkes RI (Balitbangkes). Perkiraan perbaikan proposal hasil masukan
ahli pada rentang bulan Mei dan Juni 20120. Proses pengambilan data
berlangsung pada awal Juli, dan dilanjutkan dengan kegiatan analisis dan
penyusunan laporan.
5. Populasi dan Sampel Penelitiana. Populasi
Populasi dan sampel menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari Balitbangkes di Jakarta. Populasi dalam Riskesdas
Propinsi Kalimantan Barat 2010 adalah seluruh rumah tangga di seluruh
pelosok Propinsi Kalimantan Barat. Sampel rumah tangga dan anggota
rumah tangga identik dengan daftar sampel rumah tangga dan anggota
rumah tangga Sensus Penduduk Propinsi Kalimantan Barat tahun 2010.
Metode penghitungan dan cara penarikan sampel identik dengan two
stage sampling yang digunakan dalam Susenas 2007 dan Riskesdas
2007.
12
Setiap kabupaten/kota yang masuk dalam kerangka sampel
kabupaten/kota, diambil sejumlah blok sensus yang proporsional
terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Sebuah blok
sensus masuk ke dalam sampel blok sensus pada sebuah
kabupaten/kota bersifat proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada
sebuah kabupaten/kota (probability proportional to size). Bila dalam
sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 rumah tangga, maka dalam
penarikan sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus. Secara
keseluruhan, berdasarkan sampel blok Sensus 2010 yang berjumlah 40
blok sensus dari 14 kabupaten/kota yang ada.
Gambar 3. Skema pengambilan sampel penelitian
Setiap blok sensus terpilih kemudian dipilih 25 rumah tangga
secara acak sederhana (simple random sampling), yang menjadi sampel
rumah tangga dengan jumlah rumah tangga di blok sensus tersebut.
Secara keseluruhan, jumlah sampel rumah tangga dari 14
kabupaten/kota dalam Sensus Propinsi Kalimantan Barat adalah 1000,
12
Setiap kabupaten/kota yang masuk dalam kerangka sampel
kabupaten/kota, diambil sejumlah blok sensus yang proporsional
terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Sebuah blok
sensus masuk ke dalam sampel blok sensus pada sebuah
kabupaten/kota bersifat proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada
sebuah kabupaten/kota (probability proportional to size). Bila dalam
sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 rumah tangga, maka dalam
penarikan sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus. Secara
keseluruhan, berdasarkan sampel blok Sensus 2010 yang berjumlah 40
blok sensus dari 14 kabupaten/kota yang ada.
Gambar 3. Skema pengambilan sampel penelitian
Setiap blok sensus terpilih kemudian dipilih 25 rumah tangga
secara acak sederhana (simple random sampling), yang menjadi sampel
rumah tangga dengan jumlah rumah tangga di blok sensus tersebut.
Secara keseluruhan, jumlah sampel rumah tangga dari 14
kabupaten/kota dalam Sensus Propinsi Kalimantan Barat adalah 1000,
12
Setiap kabupaten/kota yang masuk dalam kerangka sampel
kabupaten/kota, diambil sejumlah blok sensus yang proporsional
terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Sebuah blok
sensus masuk ke dalam sampel blok sensus pada sebuah
kabupaten/kota bersifat proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada
sebuah kabupaten/kota (probability proportional to size). Bila dalam
sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 rumah tangga, maka dalam
penarikan sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus. Secara
keseluruhan, berdasarkan sampel blok Sensus 2010 yang berjumlah 40
blok sensus dari 14 kabupaten/kota yang ada.
Gambar 3. Skema pengambilan sampel penelitian
Setiap blok sensus terpilih kemudian dipilih 25 rumah tangga
secara acak sederhana (simple random sampling), yang menjadi sampel
rumah tangga dengan jumlah rumah tangga di blok sensus tersebut.
Secara keseluruhan, jumlah sampel rumah tangga dari 14
kabupaten/kota dalam Sensus Propinsi Kalimantan Barat adalah 1000,
13
sedang dalam Riskesdas berhasil mengumpulkan 968 rumah tangga.
Selanjutnya seluruh anggota rumah tangga dari setiap rumah tangga
yang terpilih dari kedua proses penarikan sampel tersebut di atas diambil
sebagai sampel individu, kemudian dari 14 kabupaten/kota pada Sensus
Propinsi Kalimantan Barat 2010 terdapat 4.000 sampel individu anggota
rumah tangga dan berhasil mengumpulkan 3.780 individu anggota rumah
tangga yang sama dengan Riskesdas 2010.
b. Sampel
Dalam Riskesdas jumlah sampel yang berhasil diperoleh dari
Balitbangkes sebanyak 968 rumah tangga. Selanjutnya ditetapkan kriteria
inklusi, yaitu rumah tangga dengan penderita TB, sudah mendapatkan
pengobatan OAT kategori 1. Besar sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah besar sampel yang diperoleh dalam pengumpulan
data Riskesdas 2010 dan seusai dengan karakteristik yang telah
ditentukan.
6. Variabel Penelitiana. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang akan diukur hubungannya
pada kepatuhan penderita TB paru minum obat yaitu:
1) Faktor-faktor predisposisi, yaitu: umur, jenis kelamin, pengetahuan
penderita, pendidikan, pengeluaran RT, kebiasaan penderita
(merokok dan minum alkohol), penyakit penyerta lain.
2) Faktor-faktor pendukung, yaitu: akses pelayanan dan infromasi
kesehatan.
3) Faktor-faktor pendorong, yaitu: pengawas minum obat (PMO), dan
sikap keluarga.
14
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kepatuhan
penderita minum obat TB paru.
7. Analisis DataData yang terkumpul, dilakukan pemeriksaan untuk menjamin
ketelitian, kemudian diadakan analisis. Analisis data disajikan dalam tiga
tahap yaitu secara deskriptif variabel penelitian, analisis univariat/bivariat dan
analisis multivariat. Data-data tersebut di analisis menggunakan bantuan
personal komputer dengan paket program statistik. Uji statistik dilakukan
untuk melihat kepatuhan pasien untuk pengobatan TB paru dan untuk melihat
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien.
Data mengenai kepatuhan dan kesembuhan pasien disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi, selanjutnya data yang telah ditabulasi
dianalisa dengan menghitung Odd Ratio antara kasus dan kelompok yang
patuh, serta tes signifikan dilakukan dengan uji Chi-Square. Hasil analisa
tersebut disajikan dalam bentuk table dan narasi.
a. Dekskripsi variabel penelitian.
Diskripsi variabel penelitian disajikan dalam bentuk distribusi
frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti yang dijumpai pada kelompok
kasus maupun pembanding. Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
b. Analisis Univariat/Bivariat.
Analisis univariat/bivariat dilakukan dengan cara mengelompokkan
kasus maupun pembanding menurut variabel yang diteliti, dengan skala
pengukurannya masing-masing. Adapun variabel-variabel bebas adalah
umur (tua atau muda), jenis kelamin (laki-laki atau perempuan), PMO (ada
atau tidak ada), kebiasaan penderita (merokok, minum alkohol atau tidak),
penyakit lain menyertai (ada atau tidak ada), pelayanan kesehatan dan
informasi kesehatan (ada atau tidak), pengetahuan penderita (baik atau
15
kurang), pendidikan dan penghasilan (tinggi atau rendah), dan dukungan
keluarga (buruk dan baik). Dari hasil pengelompokan ini akan muncul tabel
berbentuk 2 x 2 yang distribusinya dalam angka absolut dan proporsi.
Selanjutnya proporsi dari variabel tersebut di uji tingkat
kemaknaannya menggunakan paket program statistik komputer dengan
menghitung Odd Ratio antara kasus dan pembanding, sedangkan tes
signifikan dilakukan dengan uji Chi-Square. Hasil uji ini bermakna apabila
Odd Ratio (CI: 95 %) dari variabel yang diuji tidak melewati satu dan nilai
P<0,05.
c. Analisis Multivariat.
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel
bebas terhadap kepatuhan penderita minum obat dengan menguji
sekaligus variabel yang mempunyai kemaknaan statistik pada analisis
univariat/bivariat melalui analisis Regresi logistik. Untuk melakukan
analisis Regresi logistik ini dipergunakan paket program statistik komputer.
Hasil uji ini bermakna apabila Odd Ratio (CI:95%) dari variabel yang diuji
tidak melebihi satu dan nilai P<0,05.
8. Langkah-langkah Penelitiana. Tahap persiapan
Tahap persiapan diawali dengan proses penyusunan proposal
sesuai dengan topik yang direkomendasikan oleh Balitbangkes. Setelah
proposal diterima dengan perbaikan-perbaikan dari hasil diskusi dan
saran-saran tim penilai, selanjutnya mengurus surat permohonan
permintaan data yang ditujukan kepada tim mandat untuk kemudian
ditindaklanjuti dengan pemberian data sesuai kerangka konsep penelitian.
b. Tahap pelaksanaan penelitian
Sebelum proses analisis data, terlebih dahulu mencari identitas
responden yang sedang menjalani pengobatan TB paru tahun 2010. Data
16
diperoleh dari data Riskesdas 2010 sesuai dengan kriteria inklusi. Tahap
selanjutnya adalah melakukan analisis data.
c. Tahap Akhir Penelitian
1) Setelah data siap, kemudian dimasukkan ke dalam komputer untuk
dianalisis.
2) Setelah semua data diolah dan dianalisis, selanjutnya disusun dalam
laporan hasil penelitian dan pembahasan sesuai acuan referensi.
3) Penyusunan laporan dan naskah publikasi sebagai bagian akhir dari
proses penelitian dilakukan.
4) Penyampaian hasil penelitian dalam seminar analisis lanjut.
9. Daftar PustakaCenters for Disease Control and Prevention (2000) Core Curriculum on
Tuberculosis: What the Clinician Should Know, 4th edition. Division ofTuberculosis Elimination, (Internet version updated Aug 2003).
Creswell, J.W. (2003) Research Design. Qualitative, Quantitative, and MixedMethods Approaches. 2nd Ed, Sage Publication, UK.
Decker, C. F. & Lazarus, A. (2000). Tuberculosis and HIV infection. How tosafely treat both disorders concurrently. Postgrad Med. 2: 57-60, 65-68.
Departemen Kesehatan RI. (2007a) Pedoman Nasional PenanggulanganTuberculosis, Edisi 2, Cetakan Pertama, Depkes RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2007b) Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes, Jakarta.
Green. L. W. (2002) Health Promotion Planing An Education andEnvironmental Approach, 2ndEdition, Mayfield Publishing Company,USA
Kementerian Kesehatan RI. (2010) Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS2010, Badan Penelitian dan Pengembangan, Jakarta.
Lapau, B. (1977) Penemuan dan pengobatan penderita TBC di KabupatenBekasi, Kumpulan Naskah Lengkap Kongres IDPI ke I, Jakarta, 75-76.
17
Mahfudin & Mahkota (2006) Faktor lingkungan fisik rumah, respon biologi dankejadian TB di Indonesia, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Mangunnegoro, H. & Suryatenggara, W. (1994) Pedoman Praktis Diagnosisdan Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru, Cetakan ke 2, YayasanPenerbit IDI, Jakarta.
Noviadi (1999) Meningkatkan Peran Keluarga dalam Merawat AnggotaKeluarga yang Menderita Penyakit TB Paru, Bina Dikenakes, Jakarta.
Nukman, R. (1997) Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru yang MendapatPaket Anti Tuberkulosis (OAT) Gratis di BP4 Menda, Jurnal Espi Indo,Vol.1: 40-43.
Rusmani (2002) Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Paru di RSUD. Dr. DorisSylvanus Palangkaraya Kalimantan Tengah, Tesis, Pascasarjana UGM,Yogyakarta.
Soemantri, E. S. (1999) Masalah Penyakit TB (Tuberkulosis) di Indonesia danpemberantasannya, Makalah Hari TB Sedunia (World TB day), RSUPDr. Hasan Sadikin, Bandung.
Sunarsih, I. M. (2002) Pelayanan Informasi Obat dan Pengobatan sebagaiUjung Tombak Pelayanan Kesehatan. Jurnal Manajemen PelayananKesehatan, Vol. 04: 171-173.
WHO (2009) Global Tuberculosis Control 2009 Epidemiology, Strategy,Financing, WHO, Geneva.
Zhang, T., Tang, S, Jun, G & Whitehead, M. (2007) Persistent problems ofaccess to appropriate, affordable TB services in rural China:experiences of different socio-economic groups, BMC Public Health,7:19.
10. Susunan Tim Peneliti1.1 Nama Lengkap Abduh Ridha (L)1.2 Institusi Universitas Muhammadiyah Pontianak1.3 NIDN 11150884021.4 Tempat dan Tanggal Lahir Pontianak, 15 Agustus 19841.5 Alamat Rumahb. Jl. Tebu, Jalur A, No. 4, Pontianak, Kalimantan
Barat1.6 Nomor Telepon Rumah 0561 775813
18
1.7 Nomor HP 0852452237781.8 Alamat Institusi Jalan Ahmad Yani No.1111.9 Nomor Telepon Institusi 0561-7372781.10 Alamat Email [email protected]
11. Jadwal Kegiatan Peneliti
No. Uraian kegiatanTahun 2012
May Juni Juli Agus Sep Okt
1. Usulan penelitian X2. Perbaikan usulan penelitian X3. Pengurusan izin data X4. Pengumpulan data X5. Analisis data X X6. Penyusunan laporan X7. Seminar hasil X
12. Rincian Rencana Anggaran
No Tahapan Kegiatan Qtt Satuan Harga Jumlaha. Persiapan
- Biaya penelusuran pustaka 1 Unit 250,000 250,000- Biaya pengetikan 1 paket 100,000 100,000- Penggandaan proposal 4 Exs 25,000 100,000- Transportasi 10 Kali 50,000 500,000- Konsumsi 10 Kali 25,000 250,000
b. Pelaksanaan1) Pengumpulan data
- lumsum 60 Hari 10,000 600,000- Transportasi 60 Hari 50,000 3,000,000- Konsumsi 60 Hari 25,000 1,500,000
2) Analisa data- lumsum 60 Hari 10,000 600,000- Transportasi 60 Hari 50,000 3,000,000- Konsumsi 60 Hari 25,000 1,500,000- Paket Program statistik 1 Paket 7,000,000 7,000,000
3) Interpretasi data
19
- lumsum 60 Hari 10,000 600,000- Transportasi 60 Hari 50,000 3,000,000- Konsumsi 60 Hari 30,000 1,800,000
c. Seminar- Transportasi 2 Paket 1,500,000 3,000,000- Konsumsi 3 Hari 500,000 1,500,000
d. Laporan1) Penyusunan laporan 1 Paket 100,000 100,0002) Pencetakan laporan 4 Paket 125,000 500,0003) Publikasi di jurnal 1 Paket 1,000,000 1,000,000e. Dokumentasi 1 Paket 100,000 100,000
Jumlah 30,000,000
13. Biodata Ketua Penelitia. Identitas diri
1.1 Nama Lengkap Abduh Ridha (L)1.2 Institusi Universitas Muhammadiyah Pontianak1.3 NIDN 11150884021.4 Tempat dan Tanggal Lahir Pontianak, 15 Agustus 19841.5 Alamat Rumahc. Jl. Tebu, Jalur A, No. 4, Pontianak, Kalimantan
Barat1.6 Nomor Telepon Rumah 0561 7758131.7 Nomor HP 0852452237781.8 Alamat Institusi Jalan Ahmad Yani No.1111.9 Nomor Telepon Institusi 0561-7372781.10 Alamat Email [email protected]
b. Riwayat pendidikan
2.1 Program S1 S22.2 Nama PT Universitas Ahmad Dahlan Univeristas Gadjah Mada2.3 Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat2.4 Tahun Masuk 2002 20102.5 Tahun Lulus 2006 -
20
2.6 Judul Tugas Akhir Perilaku PemanfaatanApotek Rawat Jalan RSDPanembahan SenopatiBantul
Motivasi Berhenti Merokokmelalui Layanan PesanSingkat Telepon Seluler
2.7 Nama Pembimbing Prof. Dr. Nurfina Aznam Dr. Drs. Ira Paramastri, M.Si
c. Pengalaman penelitian
No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan
1. 2009 Analisis Aksesabilitas Pelayanan Kesehatanyang Beresiko terhadap Pemilihan PenolongPersalinan di Puskesmas Sungai AmbawangKubu Raya
Kopertis Wilayah XI
14. Persetujuan Atasan BerwenangTerlampir.