Baseline Ekologi Maumere 2006 (Teluk Maumere)
-
Upload
sitti-arafah-bahruddin -
Category
Documents
-
view
35 -
download
11
description
Transcript of Baseline Ekologi Maumere 2006 (Teluk Maumere)
STUDI BASELINE EKOLOGI
PERAIRAN MAUMERE KAB. SIKKA
(2006)
Disusun oleh COREMAP-LIPI Jakarta
STUDI BASELINE EKOLOGI PERAIRAN MAUMERE
KAB. SIKKA
TAHUN 2006
DISUSUN OLEH :
ANNA E.W. MANUPUTTY
WINARDI
FREDY LEATEMIA
FRENSLY D. HUKOM
RIKOH M. SIRINGORINGO
MUHAMAD ABRAR
ROBERT ALIK
JOHAN PICASAW
YAHMANTORO
DJUWARIAH
COREMAP – LIPI Jakarta
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. PENDAHULUAN
Propinsi nusa tenggara timur (NTT), merupakan salah satu propinsi di bagian
timur tepatnya di bagian tenggara Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau besar
maupun pulau-pulau kecil dengan bagian lautan yang cukup luas. Menurut data
statistik, luas keseluruhan wilayah propinsi ini 230. 46.39 km2, terdiri dari 183.115,39
km2 (79,45 %) perairan laut dan 47.349 km2 (20,55 %) bagian daratan.
Kabupaten Sikka dengan ibu Kota Maumere, merupakan salah satu kabupaten di
NTT, yang terletak di ujung timur pulau Flores. Kabupaten ini mencakup kecamatan
dan desa yang membentang dari utara yang menghadap ke Faut Flores, sampai ke
selatan yang menghadap ke Samudera Indonesia. Perairan di bagian utara kota
Maumere dan sekitarnya merupakan perairan teluk yang cukup jernih. Sebaliknya
perairan di sebelah selatan agak keruh dengan gelombang maupun alun yang cukup
besar karena terbuka ke Samudera Indonesia. Luas wilayah laut, 118,462 km2 atau
sekitar 68,44 % dari luas wilayah kabupaten. Beberapa pulau besar dan kecil terdapat
di sekitar teluk, antara lain Pulau Besar, Pulau Perumaan, Pulau Pangabatang, Pulau
Babi dan pulau-pulau kecil lainnya yang tersebar ke arah utara.
Secara geografi wilayah Kabupaten Sikka terletak antara 8o 5’ – 8o 50’ lintang
selatan dan 120o 40’ – 122o 45.5’ bujur timur, dengan luas wilayah daratan ± 1727,48
km2. Luas terumbu karang di kabupaten ini ± 104,92 km2 yang terdiri dari terumbu
karang tepi (fringing reef) yang terdapat di pesisir daratan pulau utama (Pulau Flores)
maupun di pesisir pulau-pulau kecil.
Ada 11 (sebelas) kecamatan di kabupaten ini dengan jumlah desa, 56 desa. Pada
Fase I, program COREMAP telah dilakukan pengamatan terumbu karang melalui studi
“baseline” dan dilanjutkan dengan pemantauan kesehatan terumbu karang pada tahun
2003 di beberapa kecamatan di pesisir Teluk Maumere dan di pulau-pulau di bagian
utara teluk. Dari pihak penyandang dana (World Bank) merasa perlu menambah lokasi
pengamatan terutama yang berhubungan dengan desa pesisir yang penduduknya
terdiri dari nelayan. Pada program COREMAP Fase II tahun 2006 ini pengamatan
dilakukan di 6 kecamatan yang dianggap mewakili wilayah kabupaten, yaitu
Kecamatan Maumere, Kecamatan Kewapante, Kecamatan Talibura, Kecamatan
Waigete, Kecamatan Alok di pesisir utara Flores dan satu kecamatan di selatan yaitu
Kecamatan Bola.
COREMAP – LIPI Jakarta
2
Tujuan pengamatan kali ini ialah untuk melihat kondisi karang dan terumbu
karang di perairan Kabupaten Sikka, untuk mengumpulkan data dasar terutama di
lokasi-lokasi baru, guna dijadikan data acuan pada saat pemantauan di waktu
mendatang.
B. HASIL.
Hasil pengamatan baseline ekologi terumbu karang di perairan Kabupaten Sikka
sebagai berikut :
• Dari hasil pengamatan dicatat karang batu 16 suku dengan 75 jenis.
• Ikan karang dicatat 32 suku dengan 299 jenis.
• Dari hasil pengamatan dengan metode rri dapat dicatat bahwa kondisi karang
yang ditemukan di lokasi pengamatan pulau babi berkisar antara 4,59 - 53,40%,
pulau besar (maumere) berkisar antara 5 - 85,23%, pulau pemana (besar dan
kecil) berkisar antara 4 - 19,8%, dan di gosong sasi berkisar antara 7 - 12%
• Di pesisir Flores, di utara teluk yang meliputi kecamatan alok tutupan karang
hidup berkisar antara 22,94 - 70,25 %, di kecamatan kewapante berkisar antara
2,2 - 37,04 %, di kecamatan talibura berkisar antara 0 – 25 %.
• Di pesisir selatan diwakili oleh perairan pesisir Kecamatan Bola tutupan karang
hidupnya berkisar antara 5,21 - 35,67 %.
• Dari hasil rerata pengamatan di teluk maumare kondisi karang secara
keseluruhan kurang baik, ini terlihat dari persentase tutupan Acropora 5,37 %,
Non-Acropora 9,46 %, DCA 38,52 %, DC 0,93 %, karang lunak 8,51 %, spong
1,99 %, makro alga (fleshy seaweed) 3,50 %, fauna lain (ot,other fauna) 1,43 %.
untuk kategori abiotik dicatat persentase tutupan patahan karang mati (rubble)
11,22 %, pasir 14,85 %, pasir halus (silt) 2,08 % dan batu cadas (rock) 2,19 %.
• Transek garis (LIT) dilakukan di lokasi-lokasi yang dipilih mewakili pulau-pulau
kecil yaitu Pulau Besar (P. Maumere), Pulau Babi, Pulau Pemana Besar dan
Pulau Pemana Kecil, gosong sasi dan gosong sebelah utara Kecamatan Alok
maupun lokasi di pesisir Flores di utara teluk yang meliputi Kecamatan Alok,
Kecamatan Kewapante, Kecamatan Talibura, dan pesisir selatan Flores yaitu di
Kecamatan Bola.
• Transek dilakukan di 15 titik stasiun. Kondisi karang di lokasi-lokasi transek
kurang baik, persentase tutupan karang hidup berkisar antara 0,07-33,87 %.
• Persentase tutupan karang hidup tertinggi dicatat di utara Pulau Babi (St. MMRE
62) dan terendah di selatan desa darat pantai Tanjung Talibura (St. MMRE 47).
COREMAP – LIPI Jakarta
3
• Jumlah total kelimpahan ikan karang yang di dijumpai di perairan Kabupaten
Sikka, sebesar 16.735 individu.
• Perbandingan ikan indikator berbanding ikan target dan ikan major (individu/ha)
di daerah perairan pulau-pulau dan pesisir utara Kabupaten Sikka adalah 205
ikan indikator, 1411 ikan target dan 14.907 individu ikan major, dengan
perbandingan 1 : 11 : 73.
• Di perairan Kecamatan Bola perbandingannya 1 : 4 : 8. di lokasi ini kelimpahan
individu maupun jenis ikan karang sangat sedikit (20 individu ikan indikator, 39
ikan target dan 153 individu ikan major).
C. SARAN
• Usaha pelestarian terumbu karang di Kabupaten Sikka sudah berjalan sejak
COREMAP Fase I, dan pengelolaan dan pemeliharaan ekosistem harus lebih
diintensifkan lagi sehingga kerusakan karang yang diakibatkan oleh manusia
dapat diperkecil.
• Daerah Perlindungan Laut yang sudah ada harus dikelola dengan baik, dan
kalau bisa lokasinya ditambah, tetapi dengan memperhatikan kebutuhan
masyarakat nelayan setempat, sehingga lebih menjamin terpeliharanya kondisi
ekosistem terumbu karang.
COREMAP – LIPI Jakarta
4
BAB I. PENDAHULUAN
Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), merupakan salah satu propinsi di bagian
timur tepatnya di bagian tenggara Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau besar
maupun pulau-pulau kecil dengan bagian lautan yang cukup luas. Menurut data
statistik, luas keseluruhan wilayah propinsi ini 230. 46.39 km2, terdiri dari 183.115,39
km2 (79,45 %) perairan laut dan 47.349 km2 (20,55 %) bagian daratan.
Kabupaten Sikka dengan ibu kota Maumere, merupakan salah satu kabupaten di
NTT, yang terletak di ujung timur Pulau Flores. Kabupaten ini mencakup kecamatan
dan desa yang membentang dari utara yang menghadap ke Laut Flores, sampai ke
selatan yang menghadap ke Samudera Indonesia. Perairan di bagian utara kota
Maumere dan sekitarnya merupakan perairan teluk yang cukup jernih. Sebaliknya
perairan di sebelah selatan agak keruh dengan gelombang maupun alun yang cukup
besar karena terbuka ke Samudera Indonesia. Luas wilayah laut , 118,462 km2 atau
sekitar 68,44 % dari luas wilayah kabupaten. Beberapa pulau besar dan kecil terdapat
di sekitar teluk, antara lain Pulau Besar, Pulau Perumaan, Pulau Pangabatang, Pulau
Babi dan pulau-pulau kecil lainnya yang tersebar ke arah utara.
Secara geografi wilayah Kabupaten Sikka terletak antara 8o 5’ – 8o 50’ Lintang
Selatan dan 120o 40’ – 122o 45.5’ Bujur Timur, dengan luas wilayah daratan ± 1727,48
km2. Luas terumbu karang di kabupaten ini ± 104,92 km2 yang terdiri dari terumbu
karang tepi (fringing reef) yang terdapat di pesisir daratan pulau utama (Pulau Flores)
maupun di pesisir pulau-pulau kecil.
Ada 11 (sebelas) kecamatan di kabupaten ini dengan jumlah desa, 56 desa. Pada
Fase I, program COREMAP telah dilakukan pengamatan terumbu karang melalui studi
“baseline” dan dilanjutkan dengan pemantauan kesehatan terumbu karang pada tahun
2003 di beberapa kecamatan di pesisir Teluk Maumere dan di pulau-pulau di bagian
utara teluk. Dari pihak penyandang dana (World Bank) merasa perlu menambah lokasi
pengamatan terutama yang berhubungan dengan desa pesisir yang penduduknya
terdiri dari nelayan. Pada program COREMAP Fase II tahun 2006 ini pengamatan
dilakukan di 6 kecamatan yang dianggap mewakili wilayah kabupaten, yaitu
Kecamatan Maumere, Kecamatan Kewapante, Kecamatan Talibura, Kecamatan
Waigete, Kecamatan Alok di pesisir utara Flores dan satu kecamatan di selatan yaitu
Kecamatan Bola.
COREMAP – LIPI Jakarta
5
Tujuan pengamatan kali ini ialah untuk melihat kondisi karang dan terumbu karang
di perairan Kabupaten Sikka, untuk mengumpulkan data dasar terutama di lokasi-lokasi
baru , guna dijadikan data acuan pada saat pemantauan di waktu mendatang.
I.1. Latar Belakang
Studi baseline ekologi di perairan Teluk Maumere sudah dilakukan oleh tim
CRITC daerah pada tahun 2001 dan 2002 dengan sponsor dana dari AusAID. Dari
hasil studi dinyatakan bahwa tutupan karang hidup sekitar 10,6 % dari total luas
terumbu karang yang ada. Pada tahun 2003 telah dilakukan pemantauan (monitoring) di
lokasi baseline, hasil pemantauan menunjukkan ada kenaikan yang segnifikan pada
tutupan karang hidup dari 10,6 % pada tahun 2001 menjadi 16, 4 % pada tahun 2002
dan 22,89 % pada tahun 2003 (CRITC, 2004). Kondisi seperti ini selayaknya harus
dipertahankan.
Dengan adanya pemekaran wilayah pada beberapa propinsi di antaranya
beberapa termasuk dalam wilayah kerja program COREMAP, maka untuk
mendapatkan hasil yang optimal di akhir program nanti, dari pihak penyandang dana
menentukan tambahan lokasi pengamatan. Beberapa lokasi di perairan Kabupaten
Sikka ini merupakan lokasi tambahan COREMAP Fase II dari pihak penyandang dana
WB (World Bank), sehingga perlu dilakukan studi baseline ekologi terumbu karang.
Lokasi-lokasi tambahan tersebut disesuaikan dengan desa-desa yang akan dijadikan
lokasi kerja dari tim studi baseline sosial ekonomi.
I.2. Tujuan Penelitian Tujuan studi baseline ini ialah untuk melihat kondisi terumbu karang sebagai data
dasar di pesisir Pulau Flores dan di beberapa pulau di perairan Kabupaten Sikka
terutama di lokasi yang baru, sebagai studi awal untuk memperoleh data dasar
(baseline data) untuk keperluan pemantauan ditahun- tahun berikutnya. Secara rinci
tujuan dari studi baseline ekologi ini ialah :
• Untuk mendapatkan data dasar ekologi di perairan terumbu karang Teluk
Maumere, yaitu di pesisir dan di pulau-pulau yang termasuk dalam Kecamatan
Kecamatan Maumere, Kecamatan Kewapante, Kecamatan Talibura, Kecamatan
Waigete, Kecamatan Alok di pesisir utara Flores dan satu kecamatan di selatan
yaitu Kecamatan Bola. Juga untuk mengumpulkan data dasar kondisi karang,
ikan karang dan biota megabentos baik yang bernilai ekonomis penting maupun
yang berperan sebagai indikator kesehatan terumbu karang.
COREMAP – LIPI Jakarta
6
• Untuk membuat transek permanen di beberapa titik pengamatan, agar dapat
dipantau kondisinya di masa mendatang.
I.3. Ruang Lingkup Penelitian Pengamatan ekologi terumbu karang untuk pengambilan data dasar (baseline
study) di perairan Kabupaten Sikka, dan dilakukan pada tahun 2006. Studi baseline di
terumbu karang di lokasi ini melibatkan disiplin ilmu utama yaitu ekosistem karang dan
ikan karang, dan dibantu oleh bidang SIG (Sistem Informasi Geografi) untuk
penyediaan peta dasar dan peta tematik. Data hasil pengamatan disajikan dalam
bentuk tabel, grafik maupun peta tematik. Adapun tahap-tahap kegiatan adalah
sebagai berikut : • Tahap persiapan, meliputi persiapan administrasi, koordinasi dengan anggota
tim survei baik di Jakarta maupun di daerah, persiapan peta dasar oleh tim SIG,
persiapan sarana dan prasarana di daerah yang akan didatangi, peralatan
survei, rancangan penelitian untuk lancarnya kegiatan di lapangan.
• Tahap pengumpulan data, dilakukan langsung di lapangan baik di lokasi survei
maupun diinstansi terkait di daerah guna pengumpulan data sekunder.
• Tahap analisa data, kegiatan ini berupa entri data lapangan, verifikasi data, dan
analisa statistik bagi data olahan sehingga dapat disajikan lebih informatif.
• Tahap pelaporan, berupa pembuatan laporan dan penyusunan laporan
sementara dan laporan akhir.
II. METODE PENELITIAN
II.1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian meliputi perairan terumbu karang di pesisir pantai Flores dan
pulau-pulau kecil di utara (Teluk Maumere), meliputi 5 (lima) daerah kecamatan yaitu
Kecamatan Maumere, Kecamatan Kewapante, Kecamatan Talibura, Kecamatan
Waigete, dan Kecamatan Alok dan satu kecamatan di selatan yaitu Kecamatan Bola.
II.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2006 selama 12 hari kerja.
COREMAP – LIPI Jakarta
7
II.3. Pelaksana Penelitian Pelaksana penelitian terdiri dari Peneliti dan Pembantu peneliti dari bidang studi :
ekologi karang, ikan karang, SIG, dan statistika.
II.4. Metode Penarikan Sampel dan Analisa Data
Penelitian monitoring terumbu karang pasca tsunami ini melibatkan beberapa
kelompok penelitian dan dibantu oleh personil untuk dokumentasi. Metode penarikan
sampel dan analisa data yang digunakan oleh masing-masing kelompok penelitian
tersebut diuraikan sebagai berikut:
II.4.1. Sistem Informasi Geografis Untuk keperluan pembuatan peta dasar ekosistem perairan dangkal, hasil
interpretasi citra penginderaan jauh (indraja) digunakan sebagai data dasar. Data
citra indraja yang dipakai dalam studi ini adalah citra digital Landsat 7 ”Enhanced
Thematic Mapper Plus” (selanjutnya disebut Landsat ETM+) pada kanal sinar
tampak dan kanal infra-merah dekat (band 1,2,3,4 dan 5). Saluran ETM+ 7 tidak
digunakan dalam studi ini karena studinya lebih ke mintakat perairan bukan mintakat
daratan. Sedangkan saluran infra-merah dekat ETM+ 4 dan 5 tetap dipakai karena
band 4 masih berguna untuk perairan dangkal dan band 5 berguna untuk
pembedaan mintakat mangrove.
Citra yang digunakan adalah citra dengan cakupan penuh (full scene) yaitu
185 km x 185 km persegi. Ukuran piksel, besarnya unit areal di permukaan bumi
yang diwakili oleh satu nilai digital citra, pada saluran ”multi-spectral” (band 1,2,3,4,5
dan 7) adalah 30 m x 30 m persegi. Adapun citra yang digunakan dalam studi ini
adalah ”path-row” 112-66 yang direkam oleh sensor Landsat 7 pada 5 Mei 2005.
Sebelum kerja lapang dilakukan, di laboratorium terlebih dulu disusun peta
tentatif. Pengolahan citra untuk penyusunan peta dilakukan dengan perangkat
lunak ”Extension Image Analysis” 1.1 pada ”ArcView 3.2a”.
Prosedur untuk pengolahan citra sampai mendapatkan peta tentatif daerah
studi meliputi beberapa langkah berikut ini :
Langkah pertama, citra dibebaskan atau setidaknya dikurangi terhadap pengaruh
”noise” yang ada. Koreksi untuk mengurangi ”noise” ini dilakukan dengan teknik
”smoothing” menggunakan filter ”low-pass”.
Langkah kedua, yaitu memblok atau membuang daerah tutupan awan. Ini
dilakukan dengan pertama-tama memilih areal contoh (training area) tutupan awan
dan kemudian secara otomatis komputer diminta untuk memilih seluruh daerah
tutupan awan pada cakupan citra. Setelah terpilih kemudian dikonversikan menjadi
COREMAP – LIPI Jakarta
8
format ”shape file”. Konversi ini diperlukan agar didapatkan data berbasis vektor
(data citra berbasis raster) beserta topologinya yaitu tabel berisi atribut yang sangat
berguna untuk analisis selanjutnya. Dari tabel itu kemudian dilakukan pemilihan
daerah yang bukan awan dan selanjutnya disimpan dalam bentuk ”shape file”.
Daerah bukan awan inilah yang akan digunakan untuk analisis lanjutan.
Langkah ketiga, yaitu memisahkan mintakat darat dan mintakat laut. Pada citra
yang telah bebas dari tutupan awan dilakukan digitasi batas pulau dengan cara
digitasi langsung pada layar komputer (on the screen digitizing). Agar diperoleh hasil
digitasi dengan ketelitian memadai, digitasi dilakukan pada skala tampilan citra 1 :
25000. Digitasi batas pulau ini dilakukan pada citra komposit warna semu kombinasi
band 4, 2,1. Kombinasi ini dipilih karena dapat memberikan kontras wilayah darat
dan laut yang paling baik. Agar kontrasnya maksimum, penyusunan komposit citra
menggunakan data yang telah dipertajam dengan perentangan kontras non-linier
model ”gamma”.
Setelah batas pulau diselesaikan, dengan cara yang sama pada mintakat laut
didigitasi batas terluar dari mintakat terumbu. Komposit citra yang digunakan adalah
kombinasi band 3,2,1 dengan model perentangan kontras yang sama. Hasil
interpretasi berupa peta terumbu karang yang bersifat tentatif. Dengan cara yang
sama pula mangrove didelineasi dengan menggunakan citra yang menggambarkan
mintakat darat pada kombinasi band 4, 5, 2. Hasil delineasi merupakan peta
mangrove tentatif.
Berdasarkan peta tentatif tersebut kemudian secara acak dipilih titik-titik lokasi
sampel serta ditentukan posisinya. Titik-titik sampel itu di lapangan dikunjungi
dengan dipandu oleh alat penentu posisi secara global atau GPS. Selain sampel
model titik-titik ini digunakan pula sampel model garis transek dari pantai kearah
tubir yang juga dipilih secara acak. GPS yang dipergunakan saat kerja lapang
adalah merk Garmin tipe 76 dengan ketelitian posisi absolut sekitar 15 meter. Data
yang terkumpul kemudian diinterpretasi dan didigitasi ulang di laboratorium agar
diperoleh batas yang lebih akurat.
II.4.2. Karang
Untuk mengetahui secara umum kondisi terumbu karang seperti persentase
tutupan karang, biota bentik dan substrat di terumbu karang pada setiap stasiun
penelitian digunakan metode Rapid Reef Resources Inventory (RRI) (Long et al.,
2004). Dengan metode ini, di setiap titik pengamatan yang telah ditentukan
sebelumnya, seorang pengamat berenang selama sekitar 5 menit dan mengamati
COREMAP – LIPI Jakarta
9
biota dan substrat yang ada di sekitarnya. Kemudian pengamat memperkirakan
persentase tutupan dari masing-masing biota dan substrat yang dilihatnya selama
kurun waktu tersebut dan mencatatnya ke kertas tahan air (lembaran data). Peta
lokasi pengamatan disajikan dalam Gambar 1.
Pada beberapa stasiun penelitian dipasang transek permanen di kedalaman
antara 3-5 m yang diharapkan bisa dipantau di masa mendatang. Pada lokasi
transek permanen, data diambil dengan menggunakan metode Line Intercept
Transect (LIT) mengikuti English et al., (1997), dengan beberapa modifikasi.
Panjang garis transek 10 m dan diulang 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapangannya
yaitu seorang penyelam meletakkan pita berukuran panjang 70 m sejajar garis
pantai dimana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam. Kemudian LIT ditentukan
pada garis transek 0-10 m, 30-40 m dan 60-70 m. Semua biota dan substrat yang
berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga centimeter.
Dari data hasil LIT tersebut bisa dihitung nilai persentase tutupan untuk
masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek.
Selain itu juga bisa diketahui jenis-jenis karang batu dan ukuran panjangnya,
sehingga bisa dihitung nilai indek keanekaragaman Shannon (Shannon diversity
index = H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan Pielou (Pielou’s
evenness index = J’) (Pielou, 1966 ; Zar, 1996) untuk jenis karang batu pada
masing-masing stasiun transek permanen yang diperoleh dengan metode LIT.
Rumus untuk nilai H’ dan J’ adalah :
H' = -Σ pi ln pi i=1
dimana pi = ni / N
ni = frekuensi kehadiran jenis i
N = frekuensi kehadiran semua jenis
J' = (H '/ H'max)
dimana H'max = ln S
S = jumlah jenis
COREMAP – LIPI Jakarta
10
Gambar 1. Peta lokasi pengamatan studi baseline ekologi terumbu karang di
perairan Kabupaten Sikka, NTT.
II.4.3. Megabentos
Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos, terutama yang memiliki
nilai ekonomis penting dan berperan langsung di dalam ekosistem karena dapat
dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, dilakukan metode “Reef Check”
pada semua stasiun transek permanen. Semua biota tersebut yang berada 1 m di
sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 m tadi dihitung jumlahnya, sehingga luas
bidang yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70) = 140 m2. Hasil pengamatan
dikonversikan ke dalam satuan individu/ha (hektar).
Adapun biota megabentos yang dicatat jenis dan jumlah individunya
sepanjang garis transek terdiri dari :
- Lobster (udang barong)
- ”Banded coral shrimp” (udang karang kecil yang hidup di sela
cabang karang Acropora spp, Pocillopora spp. atau Serriatopora
spp.)
- Acanthaster planci (bintang bulu seribu)
- Diadema setosum (bulu babi hitam)
- “Pencil sea urchin” (bulu babi seperti pensil)
- “Large Holothurian” (teripang ukuran besar)
COREMAP – LIPI Jakarta
11
- “Small Holothurian” (teripang ukuran kecil)
- “Large Giant Clam” (kima ukuran besar)
- “Small Giant Clam” (kima ukuran kecil)
- Trochus niloticus (lola)
- Drupella ( sejenis Gastropoda / keong yang hidup di atas atau di
sela-sela karang terutama karang bercabang)
- “Mushroom coral’ (karang jamur, Fungia spp.)
II.4.4. Ikan Karang
Seperti halnya karang, metode RRI juga diterapkan pada penelitian ini untuk
mengetahui secara umum jenis-jenis ikan yang ditemukan pada setiap titik
pengamatan.
Pada setiap titik transek permanen, metode yang digunakan yaitu metode
”Underwater Visual Census” (UVC), dimana ikan-ikan yang ada pada jarak 2,5 m di
sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jumlah jenis
dan jumlah individunya. Luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 x 70 ) =
350 m2. Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Masuda (1984), Kuiter
(1992) dan Lieske dan Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper)
digunakan acuan dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO Species Catalogue
Heemstra dan Randall (1993). Sama halnya seperti pada karang, nilai indek
keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index = H’) (Shannon, 1948 ; Zar,
1996) dan indeks kemerataan Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ;
Zar, 1996) juga dipakai untuk jenis ikan karang di masing-masing stasiun transek
permanen dari hasil UVC.
Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan karang dalam satuan unit
individu/ha. Jenis ikan yang didata dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama
(ENGLISH, et al., 1997), yaitu :
II.4.4.1. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap
untuk konsumsi. Biasanya ikan-ikan ini menjadikan terumbu karang
sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini
diwakili oleh suku (famili) Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan
kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae
(ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir
tebal), Scaridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol).
II.4.4.2. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami
daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah
COREMAP – LIPI Jakarta
12
tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh suku Chaetodontidae (ikan kepe-
kepe).
II.4.4.3. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5–
25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal
sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik
dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial.
Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh
suku Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding),
Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan akan diuraikan berdasarkan metode yang dilakukan dari
masing-masing substansi yang diteliti dan disajikan dalam bentuk grafik, peta tematik
maupun dalam bentuk tabel atau lampiran.
III. 1. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Penelitian lingkungan fisik, morfologi dan tutupan lahan Kabupaten Sikka
dilakukan dengan cara menelusuri wilayah pantai baik menggunakan speed boat
maupun kendaraan darat. Peralatan yang dipergunakan diantaranya GPS Garmin XL-
76, kompas dan peralatan ukur. Peta dasar yang dipergunakan dalam penelitian adalah
peta hasil digitasi dari citra Landsat ETM ”path-row” 112-66 yang direkam oleh sensor
Landsat 7 pada 5 Mei 2005. Pengamatan lapangan dilakukan secara visual, melalui
pengukuran dan pensketan.
III.1.1. Geometri citra
Citra yang digunakan dalam studi ini adalah citra Landsat 7 dimana produk
yang dijual di pasaran adalah citra yang secara geometris telah mempunyai
koordinat bumi ”universal tranverse mercator” (UTM) dalam unit meter. Dengan
demikian proses koreksi geomtris citra tidak diperlukan lagi mengingat berdasarkan
pengalaman selama ini koordinat citra Landsat 7 mempunyai ketelitian yang cukup
baik yaitu kurang dari 1 piksel (30 m). Hal ini ternyata juga berlaku untuk citra yang
merekam wilayah studi di Kabupaten Sikka yang mencakup P. Besar, P. Pemana,
P. Babi, Kojadoi dan Kojagete, di pantai di sepanjang Teluk Maumere, dan
Kecamatan Bola (di pantai selatan). Dari 128 titik lokasi yang dikunjungi di
COREMAP – LIPI Jakarta
13
lapangan, kesemuanya dapat diplot kedalam peta hasil digitasi dari citra dengan
baik. Tidak ada satu titikpun yang meleset atau tidak dapat diplot dengan baik.
III.1.2. Kondisi fisik wilayah studi Berdasarkan pada interpretasi visual citra dan ditambah dengan data yang
diperoleh dari lapangan, wilayah studi secara umum terbagi menjadi dua yaitu
wilayah kepulauan dan wilayah daratan. Daratan utama adalah P. Flores dimana
dicirikan dengan kondisi topografi dominan berbukit sampai bergunung. Wilayah
dengan topografi datar sampai begelombang distribusinya tidak terlalu banyak.
Wilayah datar sampai landai terutama tersebar pada pesisir utara pulau. Pada
pesisir selatan pulau umumnya bertopografi bukit terjal dengan wilayah datar sangat
sempit.
Pantai utara Kabupaten Sikka merupakan teluk, lazim disebut Teluk Maumere,
yang secara umum relatif dalam. Pesisirnya secara umum termasuk dalam kategori
daerah kaki lereng gunung atau bukit (foot slope). Wilayah yang datar sampai landai
umumnya tidak lebih dari 200 m dari bibir pantai. Pada lokasi tertentu saja,
utamanya kota Maumere, yang mempunyai wilayah datar sampai landai cukup lebar
yaitu mencapai hampir 3 km dari bibir pantai.
Secara litologi, Kabupaten Sikka yang di daratan P. Flores umumnya
dipengaruhi dan berasal dari aktifitas vulkanik. Gunung api yang masih aktif di
Kabupaten Sikka adalah G. Egon. Selain itu ada beberapa puncak gunung yang
mencirikan adanya sisa-sisa bentukan vulkanik. Oleh karenanya wilayah studi
umumnya didominasi batuan andesit, breksi vulkan dan beberapa adalah granit.
Pada pantai utara bagian timur (sekitar Talibura), ada beberapa lokasi yang
batuannya adalah batu pasir yang bersifat kalkareus. Batuan yang ada di wilayah
studi umumnya bersifat masif sehingga tidak kedap air. Hanya pada lokasi yang
masih terpengaruh langsung oleh aktifitas G. Egon, tampak adanya batuan yang
besifat kedap air. Kondisi batuan yang sedemikian itu menyebabkan air tanah di
Sikka agak sulit.
Di daratan utama, tanah dapat dikatakan tidak cukup berkembang. Secara
umum tanah di wilayah Kabupaten Sikka merupakan tanah regosol. Bahkan
sebagian besar permukaan lahan di berupa batuan induk yang tersingkap. Namun
demikian tentunya ada juga tanah yang sudah berkembang (tanah latosol), hanya
saja wilayah sebarannya sempit yaitu terbatas di daerah-daerah lembah. Walaupun
sedikit sebarannya, tanah latosol yang ada di Sikka sangat subur. Sayangnya air
COREMAP – LIPI Jakarta
14
tanah maupun air permukaan cukup terbatas sehingga potensi kesuburan tanah
tersebut tidak dapat dioptimalkan.
Dengan kondisi lahan yang ada di Sikka seperti tersebut di atas,
menyebabkan pemanfaatan lahannya menjadi terbatas. Tutupan lahan yang ada
umumnya berupa padang rumput. Sawah ditemukan di lembah-lembah yang sempit
dan itupun umumnya berupa sawah tadah hujan. Tanaman pekarangan dan kebun
didominasi oleh tanaman tahunan. Di wilayah yang relatif miring dan bertopografi
bergelombang sampai bergunung, selain hutan primer tumbuhan yang ada
umumnya berupa tanaman kebun seperti jambu mete, kopi (di pesisir selatan) dan
kemiri.
Tidak berbeda dengan kondisi fisik di wilayah daratan utamanya, wilayah
pulau-pulaupun demikian adanya. Pulau-pulau yang masuk dalam wilayah studi
adalah P. Besar, P. Pemana, P. Babi, beberapa pulau kecil di sekitarnya (Desa
Kojadoi, Kojagete, Gunungsari). P. Babi dan P. Besar secara morfologi
diklasifikasikan sebagai pulau bukit. Dataran pantai sangat sempit dan umumnya
lahan darat yang ada langsung terjal. P. Pemana sedikit berbeda dimana
morfologinya relatif landai. Batuan induknya umumnya merupakan batuan keras
seperti di daratan utama. Tanah juga belum begitu berkembang sehingga umumnya
masih diklasifikasikan sebagai tanah regosol. Pantainya ada sebagian yang
merupakan pantai mangrove. Tetapi secara umum berupa pantai terjal.
III.1.3. Hasil interpretasi Peta hasil interpretasi diklasifikasikan dalam 4 klas utama yaitu daratan, rataan
terumbu, mangrove dan obyek lain. Klas obyek lain merupakan pengelompokan
obyek di wilayah perairan dangkal yang tidak termasuk ke dalam mintakat terumbu
seperti rataan lumpur dan daerah estuari. Klas rataan terumbu sendiri
sesungguhnya di lapangan terdiri dari beberapa klas yang lebih kecil lagi seperti
rataan pasir, lamun, alga, karang mati, serta karang hidup. Berhubung obyek-obyek
tersebut sangat sulit untuk diinterpretasi dan didelineasi secara sendiri-sendiri, maka
dijadikan satu kelompok besar yaitu klas rataan terumbu.
Berdasarkan hasil interpretasi citra, secara umum Teluk Maumere mempunyai
pesisir dengan terumbu tepi. Di bagian barat laut teluk ditemukan ada beberapa
kumpulan gosong terumbu. Lebar rataan terumbu tepi di teluk adalah berkisar 50 –
300. Di ujung timur teluk agak keluar, lebar rataan terumbu dapat mencapai lebih
dari 1000 m (bagian atas Desa Talibura). Rataan terumbu di pulau-pulau di depan
COREMAP – LIPI Jakarta
15
teluk umumnya tidak begitu lebar dan ada yang berupa terumbu penghalang (P.
Besar). Lebar rataan terumbu di pulau paling besar adalah 250 m.
Pantai di Desa Talibura dan P. Besar, disamping ada rataan terumbu tepinya
juga ditumbuhi mangrove yang cukup lebat. Namun sayang walaupun di lapangan
lebar mangrove dapat mencapai sekitar 100 m, tetapi hasil digitasi citra hanya
sangat sempit (nampak sangat tipis, 100 m adalah sekitar 3 piksel di citra). Dengan
demikian pantai di Desa Talibura adalah pantai bermangrove. Mangrove selain
ditemukan di rataan terumbu P. Besar dan pantai Desa Talibura, juga ditemukan di
bagian barat laut kota Maumere (Desa Wuring – Wolomarang) walaupun hanya
sedikit. Mangrove di dekat kota Maumere dan Desa Wolomarang walaupun hanya
tampak tipis di citra tetapi masih bisa didigitasi juga. Sebenarnya di lapangan masih
ada beberapa lokasi lagi yang pantainya ditumbuhi mangrove, tetapi karena
lebarnya tidak mencapai 30 meter (kurang dari 1 piksel) maka sangat susah dikenali
di citra.
Berdasarkan klasifikasi yang ada dan telah diverifikasi dengan data lapangan,
disusunlah peta klasifikasi akhir. Dengan peta akhir ini kemudian dihitung luas
masing-masing klas obyek terutama klas rataan terumbu dan mangrove. Luas
mangrove dan rataan terumbu di Kabupaten Sikka disajikan pada tabel di bawah.
Tabel 1. Luas (ha) rataan terumbu dan mangrove di daerah studi.
No. Jenis tutupan Seluruh kabupaten (ha)
1 Terumbu tepi 10.492,00
Terumbu gosong -
Total : 10.492,00
2 Mangrove 25,68
III. 2. Karang Untuk pengamatan karang, sampling telah dilakukan dengan dua metode, RRI
dan LIT. RRI dilakukan di 81 titik pengamatan yang mewakili pesisir Flores dan pulau-
pulau kecil . Dari hasil RRI dipilih 15 titik untuk transek permanen dan pengambilan
data dilakukan dengan metode LIT. Hasil selengkapnya diuraikan selanjutnya.
COREMAP – LIPI Jakarta
16
III. 2.1. Hasil pengamatan dengan metoda ”Rapid Reef Resources Inventory” (RRI).
Pengambilan sampel dan pencatatan data dilakukan di 81 titik di pulau-pulau
kecil dan di pesisir Kabupaten Sikka yang dianggap dapat mewakili lokasi
COREMAP yaitu Kecamatan Maumere, Kecamatan Kewapante, Kecamatan
Talibura dan Kecamatan Waigete, Kecamatan Alok dan satu kecamatan di selatan
yaitu Kecamatan Bola. Lokasi - lokasi ini, sebagian besar merupakan lokasi
perluasan dari COREMAP Fase I. Untuk memudahkan pembahasan, lokasi
dibedakan atas lokasi di pulau-pulau di utara Teluk Maumere (41 titik stasiun),
kemudian lokasi di pesisir teluk (selatan pulau-pulau) dan di pantai selatan (40 titik
stasiun). Hasil pengamatan dapat dilihat dalam Gambar 2 - 5.
Gambar 2. Lokasi stasiun pengamatan terumbu karang dengan metode RRI di
pulau-pulau dan pesisir utara Kabupaten Sikka, NTT.
COREMAP – LIPI Jakarta
17
Gambar 3. Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kategori abiotik, hasil RRI di pulau-pulau dan pesisir utara Kabupaten Sikka, NTT.
Gambar 4. Lokasi stasiun pengamatan terumbu karang dengan metode RRI di pesisir utara dan selatan Kabupaten Sikka, NTT.
COREMAP – LIPI Jakarta
18
Gambar 5. Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kategori abiotik,
hasil RRI di pesisir utara dan selatan Kabupaten Sikka,NTT.
Pengamatan dan pencatatan data dilakukan di pulau-pulau di utara teluk
seperti Pulau Babi, Pulau Besar (P. Maumere), Pulau Pemana Besar dan Pulau
Pemana Kecil, Gosong Sasi dan gosong di sebelah utara Kecamatan Alok maupun
pesisir utara yang meliputi (Kecamatan Alok, Kecamatan Kawapante, Kecamatan
Talibura, ) dan pesisir selatan di Kecamatan Bola.
Dari hasil pengamatan dengan metode RRI dapat dicatat bahwa kondisi
karang yang ditemukan di lokasi pengamatan Pulau Babi berkisar antara 4,59 -
53,40 %, Pulau Besar (Maumere) berkisar antara 5 - 85,23 %, Pulau Pemana (besar
dan kecil) berkisar antara 4 - 19,8 %, dan di Gosong Sasi berkisar antara 7 – 12 %.
Di pesisir utara teluk yang meliputi Kecamatan Alok tutupan karang hidup berkisar
antara 22,94 - 70,25 %, di Kecamatan Kewapante berkisar antara 2,2 - 37,04 %, di
Kecamatan Talibura berkisar antara 0 – 25 %. Di pesisir selatan diwakili oleh
perairan pesisir Kecamatan Bola tutupan karang hidupnya berkisar antara 5,21 -
35,67 %.
Dari hasil rerata pengamatan di Teluk Maumare kondisi karang secara
keseluruhan kurang baik, ini terlihat dari persentase tutupan Acropora 5,37 %, Non-
Acropora 9,46 %, DCA 38,52 %, DC 0,93 %, karang lunak 8,51 %, spong 1,99 %,
makro alga (fleshy seaweed) 3,50 %, fauna lain (OT, other fauna) 1,43 %. Untuk
kategori abiotik dicatat persentase tutupan patahan karang mati (rubble) 11,22 %,
COREMAP – LIPI Jakarta
19
pasir 14,85 %, pasir halus (silt) 2,08 % dan batu cadas (rock) 2,19 %. Kondisi
seperti ini disebabkan karena alamnya yang berombak dan berarus, ini terlihat
adanya bongkahan-bongkahan dan patahan karang mati yang muncul ke
permukaan. Namun demikian ada beberapa lokasi yang pertumbuhan karangnya
dalam keadaan cukup baik yaitu di pesisir utara teluk, khususnya Kecamatan Alok
antara lain di St. MMRR 09, MMRR 10 dan MMRR 18 dengan persentase tutupan
berkisar antara 51,02 - 70,25 %. Hal yang sama juga dicatat di Pulau Babi di St.
MMRR 62 dengan persentase tutupan 53,40 % di Pulau Besar (Maumere) di St.
MMRR 68 dan MMRR 76 dengan persentase tutupan berkisar antara 55,56 -
85,23%.
Dari hasil pengamatan secara umum di pesisir utara Teluk Maumere dicatat
bahwa kondisi karang hidup relatif kurang baik dan keanekaragamannya rendah.
Karang batu di lokasi ini hanya tumbuh dengan baik pada kedalaman 3 - 4 meter.
Pada kedalaman 7 meter pertumbuhan karang berupa gerombol-gerombol kecil
(patches). Karang lunak sangat dominan hampir di semua lokasi pengamatan dan
tumbuh di rataan terumbu sampai ke tubir (reef edge). Rendahnya persentase
tutupan karang hidup dan keanekaragaman jenis mungkin disebabkan oleh pola
arus yang kurang baik bagi pertumbuhan karang. Hal ini dapat kita lihat bahwa
pertumbuhan karang lebih banyak didominasi oleh pertumbuhan karang ”massive” ,
jika dibandingkan dengan karang bercabang yang sedikit. Karang bercabang
tumbuh dan berkembang dengan baik pada daerah yang mempunyai sirkulasi air
yang baik. Rendahnya persentase tutupan karang batu mungkin juga disebabkan
karena kompetisi dalam memperebutkan ruang hidup dengan karang lunak. Telah
diketahui bahwa karang lunak mempunyai daya kompetisi yang tinggi dalam hal
meperoleh ruang, yaitu dengan mengeluarkan racun yang dapat membunuh karang
batu di sekitarnya. Rerata hasil pengamatan kondisi terumbu karang dengan
metode RRI di perairan Kabupaten Sikka disajikan dalam Gambar 6.
COREMAP – LIPI Jakarta
20
Gambar 6. Rerata hasil pengamatan karang, biota bentik dan kategori abiotik
dengan metoda RRI di perairan Kabupaten Sikka, NTT (n = 81).
Pesisir Teluk Maumere merupakan daerah padat pemukiman terutama pada
bagian tengah adalah pusat ibu kota Kab. Sikka, Maumere. Ke arah sisi barat dan
timur pemukiman penduduk semakin jarang dan digantikan oleh aktifitas wisata
terutama pada pesisir timur. Perairan dangkal pantai sering dimanfaatkan untuk
aktifitas budidaya rumput laut. Pantai berpasir kasar, gravel (batu kerikil) terutama
pada bagian tengah dan ditumbuhi mangrove pada sisi barat dan timur. Perairan
relatif terlindung pada bagian tengah dan terbuka pada sisi barat dan timur, agak
berarus dengan gelombang, jernih dengan jarak pandang rata-rata 6-8 meter. Tipe
terumbu adalah karang tepi (freenging reef) sedikit gosong karang (patch reef) pada
sisi barat dengan rataan terumbu relatif sempit. Dasar perairan umumnya
berlumpur, pasir dan gravel pada bagian tengah dan substrat keras terutama pada
sisi timur dengan lereng terumbu rata-rata landai, sedikit curam pada sisi timur.
Hasil analisa RRI di perairan Pesisir Teluk Maumere menunjukkan bahwa tutupan
karang hidup pada sisi Barat relatif lebih tinggi dibanding perairan pesisir tengah
dan timur yaitu dengan tutupan karang hidup berkisar antara 10 – 70,25 %. Bahkan
ada lokasi dengan terumbu karang dalam kondisi mendekati sangat baik yaitu
70,25% pada stasiun 10 yang termasuk dalam kwasan DPL Wolomarang Kab.
Perairan Teluk Maumere (n=81 Satsiun)
5%9%
39%
1% 9% 2%
3%
1%
11%
16%
2%
2%
Acropora Non Acropora DCA DC Soft Coral Sponge Fleshy Seaweed Other BiotaRubble Sand Silt Rock
COREMAP – LIPI Jakarta
21
Sikka. Dari sisi tengah ke arah timur tutupan karang hidup semakin menurun
dengan tutupan karang hidup berkisar antara 0 – 15 %. Namun sedikit lebih tinggi
pada sisi paling timur yaitu berkisar antara 18 – 25 % pada St. MMRR 54 dan
MMMR 55. Persentase tutupan karang mati yang ditumbuhi algae (DCA) paling
mendominasi dengan persentase tutupan rata-rata paling tinggi yaitu 37,74 %
disusul oleh tutupan abiotik lainya yaitu patahan karang mati dan pasir masing-
masing 11,54 % dan 15,26 %. Tutupan bentik biotik spons dan soft coral sangat
rendah dan biota yang berasosiasi jarang. Kondisi umum terumbu karang
disepanjang pesisir Teluk Maumere dalam kondisi buruk dengan persentase tutupan
rata-rata karang hidup 12,76 %.
Pengamatan kondisi umum terumbu pada pulau-pulau kecil dan gosong
karang Teluk Maumere meliputi Pulau Babi (4 stasiun), Gugus Pulau Besar (15
stasiun), Pulau Pemana (8 stasiun) dan Gosong karang (2 stasiun). Pemanfaatan
lahan umumnya sebagai daerah pemukiman sedangkan daerah perairan pantai
untuk budidaya rumput laut terutama di Gugus Pulau Besar. Pantai pada umumnya
adalah berpasir terutama pada sisi selatan barat sedangkan pada sisi utara timur
adalah berbatu dan terjal. Perairan relatif terbuka dan semi terbuka, arus cukup kuat
dan bergelombang, jernih dengan jarak pandang rata-rata 8 – 10 meter. Tipe
terumbu umumnya adalah karang tepi dan termodifikasi jadi karang barier di
selatan-timur Gugus Pulau Babi dan satu karang atoll yaitu Atol Besari. Dengan
rataan terumbu relatif sempit. Dasar perairan merupakan substrat keras dari batuan
kapur terumbu dan beberapa lokasi banyak patahan karang dan pasir, lereng
terumbu umumnya jelas dan sangat terjal. Tutupan bentik karang mati ditumbuhi
algae (DCA) paling mendominasi terutama pada Pulau Babi dengan persentase
tutupan rata-rata mencapai 50,57 %. Tutupan karang hidup pada setiap lokasi
sangat rendah yaitu berkisar antara 9,50 – 18,72 %. Tutupan bentik biotik soft coral
dan spons juga relatif rendah dengan tutupan rata-rata dibawah 10% kecuali di
perairan Atol Besari yaitu 17% dan Gugus Pulau Besar 13%. Kondisi umum
terumbu karang pulau-pulau kecil dan gosong karang Teluk Maumere dalam kondisi
jelek dengan persentase tutupan rata-rata karang hidup berada di bawah 25 % pada
setiap lokasi.
Pengamatan kondisi umum terumbu karang di pesisir Bola dilakukan pada 3
stasiun pengamatan. Perairan pesisir Bola berada pada sisi selatan Kab. Sikka NTT
merupakan perairan lepas dan berhadapan langsung dengan perairan Australia.
Kawasan pesisir merupakan daerah pemukiman dengan pantai berbatu cadas dan
terjal. Perairan terbuka, arus cukup kuat dan gelombang, dingin dan agak keruh
COREMAP – LIPI Jakarta
22
dengan jarak pandang mencapai kurang dari 7 meter. Tipe terumbu adalah karang
tepi dengan rataan terumbu pendek dan sempit yaitu rata-rata 30 meter ke arah
laut. Dasar perairan keras sedikit berpasir dari rangka foram dengan lereng terumbu
jelas dan agak landai. Tutupan terumbu masih didominasi oleh tutupan bentik
abiotik karang mati yang ditumbuhi algae (DCA) dengan tutupan rata-rata mencapai
45,22 %. Tutupan karang hidup rendah yaitu 18,71 % terdiri dari Acropora 1,53 %
dan Non Acropora 16,64 %. Tutupan soft coral cukup tinggi yaitu mencapai 24,65%
sedangkan tutupan spons dan biota yang berassosiasi rendah. Kondisi umum
terumbu karang disepanjang pesisir Teluk Maumere dalam kondisi buruk dengan
persentase tutupan rata-rata karang hidup hanya 18,71 %.
III.2.2. Hasil pengamatan karang dengan metoda ”Line Intercept Transect” (LIT)
Transek garis (LIT) dilakukan di lokasi-lokasi yang dipilih mewakili pulau-pulau
kecil yaitu Pulau Besar (P. Maumere), Pulau Babi, Pulau Pemana Besar dan Pulau
Pemana Kecil, Gosong Sasi dan Gosong sebelah utara Kecamatan Alok maupun
lokasi di pesisir Flores di utara teluk yang meliputi Kecamatan Alok, Kecamatan
Kewapante, Kecamatan Talibura, dan pesisir selatan Flores yaitu di Kecamatan
Bola. Transek dilakukan di 15 titik stasiun. Kondisi karang di lokasi-lokasi transek
kurang baik, persentase tutupan karang hidup berkisar antara 0,07-33,87 %.
Persentase tutupan karang hidup tertinggi dicatat di utara Pulau Babi dan terendah
di selatan Tanjung Talibura. Secara rinci persentase tutupan karang, biota bentik
dan kategorii abiotik diuraikan per masing-masing lokasi. Persentase tutupan karang
hidup hasil LIT di perairan pulau-pulau maupun di pesisir utara dan selatan Flores,
Kabupaten Sikka disajikan dalam Gambar 7 -
COREMAP – LIPI Jakarta
23
Gambar 7. Persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun penelitian di perairan Kabupaten Sikka , NTT.
Gambar 8. Peta lokasi pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di Kabupaten Sikka, NTT.
0
5
10
15
20
25
30
35
Live
Cor
al C
over
Stasiun
Perairan Teluk Maumere
COREMAP – LIPI Jakarta
24
Persentase tutupan karang dan biota bentik lainnya serta kategori abiotik hasil
LIT, di perairan pulau-pulau maupun di pesisir utara dan selatan daratan Flores
yang termasuk Kabupaten Sikka disajikan dalam Gambar 9.
Gambar 9. Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kategori abiotik hasil LIT di perairan Kabupaten Sikka, NTT.
St. MMRE 06, Desa Wuring, Kecamatan Alok
Lokasi pengamatan, merupakan gosong yang terletak di utara Desa Wuring,
Kecamatan Alok, pesisir Flores., berdekatan dengan Daerah Perlindungan Laut (DPL).
Rataan terumbu berupa pasir putih dan pecahan karang mati yang banyak
ditumbuhi karang lunak. Rataan terumbu tengah selebar 50 - 100 meter yang
dilanjutkan dengan rataan tubir yang berupa gudus (reef rampart). Pertumbuhan karang
didekat tubir jenisnya kurang bervariasi. Beberapa marga karang yang dapat dijumpai
disini adalah Acoporidae, Poritidae dan Faviidae, tetapi persentase tutupan karang
hidup sangat rendah sekitar 16,47 % (kategori jelek). Persentase tutupan DCA (karang
mati yang sudah ditumbuhi alga) 5,67 %. Persentase tutupan makro alga (fleshy
seaweed) 36,10 %, biota lain (OT) 3,70 %. Untuk kategori abiotik, dicatat persentase
tutupan ”rubble” 5,43 % dan pasir 6,07 %. Kondisi karang seperti ini dikategorikan
COREMAP – LIPI Jakarta
25
”tidak baik”, Sukarno et al. (1986). Lereng terumbu mempunyai kemiringan antara 60-
75o sampai kedalaman 7 meter dan dilanjutkan dengan rataan pasir. Di daerah lereng
pertumbuhan karang berupa ”patches” yang tumbuh di atas bongkahan karang mati. Di
lokasi ini didominasi oleh pertumbuhan karang lunak dari jenis Lobophytum sp. dan
Sinularia sp. (19,23 % dan 7,33 %).
St. MMRE 13, Desa Hewuli, Kecamatan Alok Lokasi di pesisir Flores tepatnya di Desa Hewuli, Kecamatan Alok. Pesisir pantai
terdiri dari pasir putih juga ditumbuhi oleh pohon kelapa dan mangrove serta dihuni
oleh penduduk. Pengamatan kondisi karang dilakukan disepanjang pesisir Pesisir
Kecamatan Alok juga merupakan Daerah Perlindungan Laut (DPL). Terumbu karang
merupakan terumbu karang tepi dan terdapat juga goba yang berkembang baik. Di
daerah pantai dan goba yang dangkal banyak ditumbuhi oleh mangrove dari marga
Avicenia sp. Rataan terumbu tengah sampai tubir kurang lebih 500-700 m dengan
pertumbuhan karang berupa ”patches” dari marga Poritidae dengan dasar perairan
terdiri dari karang mati. Daerah tubir didominasi oleh pertumbuhan karang lunak dari
jenis Xenia sp. dan diselingi oleh spons. Pertumbuhan karang didominasi oleh jenis
Acropora formosa dengan persentase tutupan 16,80 %. Secara umum dicatat bahwa
persentase tutupan karang hidup sangat rendah sekitar 21,70 % (kategori jelek).
Persentase tutupan karang lunak 5 %, spong 0,37 %, dan makro alga 2,10%. Untuk
kategori abiotik dicatat ”rubble” 35,17 % dan pasir 35,67 %. Kondisi karang seperti ini
dikategorikan ”tidak baik”, Sukarno et al. (1986). Lereng terumbu mempunyai
kemiringan antara 40 - 60o sampai kedalaman 12 m dan dilanjutkan dengan rataan
pasir. Di daerah lereng pertumbuhan karang berupa ”patches” yang tumbuh di atas
boulder karang mati. Di lokasi ini juga ditemukan beberapa biota seperti Ascidian dan
Acanthaster planci.
St.MMRE 21, Desa Watumilok, Kecamatan Kewapante Lokasi pengamatan di sebelah utara pesisir Flores, di Desa Watumilok,
Kecamatan Kewapante. Pantai terdiri dari pasir dan pecahan karang mati. Rataan
terumbu terdiri dari ”rubble” yang ditumbuhi oleh karang lunak dan alga berkapur
Halimeda sp. Pertumbuhan karang berupa ”patches” dari suku Faviidae dan Poritidae.
Rataan terumbu tengah dengan lebar lebih kurang 500 m yang dilanjutkan dengan tubir.
Pertumbuhan karang didekat tubir jenisnya kurang bervariasi. Beberapa marga karang
yang dapat dijumpai disini adalah marga Fungia, Porites dan Favia. Persentase
tutupan karang hidup sangat rendah yaitu sekitar 15,13 % (kategori jelek). Persentase
tutupan DCA (dead coral algae) dicatat 0.57 %. Persentase tutupan karang lunak
COREMAP – LIPI Jakarta
26
27,30%, sedangkan makro alga cukup tinggi yaitu 50,60 %. Persentase tutupan
kategori abiotik yaitu ”rubble” dicatat 6,40 %. Kondisi karang seperti ini dikategorikan
”tidak baik”, Sukarno et al. (1986). Lereng terumbu memiliki sudut kemiringan antara
40o-60o. Pada kedalaman 3 - 5 m karang dari marga Fungia spp. tumbuh dengan baik
dan mendominasi daerah ini. Fungia spp. tumbuh menyebar disepanjang tubir. Selain
Fungia spp. karang lunak dari marga Sinularia sp., Sarcophyton sp. dan Lobophytum
sp. tumbuh sangat baik dan mendominasi di lokasi ini. Lereng terumbu berupa paparan
karang mati dengan beberapa pertumbuhan karang hidup. Karang hanya tumbuh baik
pada kedalaman 5 m. Pada kedalaman lebih dari 5 m terlihat banyak kerusakan karang.
Jenis biota lain seperti moluska dan teripang jarang dijumpai.
St. MMRE 37 Desa Waiterang, Kecamatan Waigete
Lokasi pengamatan tepatnya di depan Desa Waiterang ke arah laut pada
gundukan seperti gosong, di Kecamatan Waigete , pesisir Flores. Pengamatan kondisi
karang dilakukan di sebelah utara. Pantai terdiri dari pasir putih dilanjutkan dengan
rataan pasir ke arah laut, dan diselingi pecahan karang mati yang banyak ditumbuhi
oleh karang lunak. Rataan terumbu tengah selebar 50 - 100 m yang dilanjutkan dengan
tubir yang berupa gudus (reef rampart). Pertumbuhan karang didekat tubir jenisnya
kurang bervariasi. Beberapa jenis karang yang dapat dijumpai disini adalah Polyphyllia
talpina, Porites cylindrica dan Porites lobata, tetapi persentase tutupan karang hidup
sangat rendah sekitar 17,53 %. Persentase tutupan DCA (dead coral algae) 0.27 %,
karang lunak 3.30 %, dan spong 4.30 %. Persentase tutupan makro alga (fleshy
seaweed) 56.77 %, sedangkan biota lain (OT) 0.50 %. Untuk persentase tutupan
kategori abiotik dicatat ”rubble” 14.67 % dan pasir 2.67 %. Kondisi karang seperti ini
dikategorikan jelek (Sukarno et al., 1986). Lereng terumbu landai dengan sudut
kemiringan antara 15-30o sampai kedalaman 7 m dan dilanjutkan dengan pasir. Di
daerah lereng pertumbuhan karang berupa ”patches” yang tumbuh di atas bongkahan
karang mati. Lokasi ini didominasi oleh pertumbuhan karang lunak dari jenis
Lobophytum sp. dan Sinularia sp. serta spong.
St. MMRE 47, Desa Darat Pante, Kecamatan Talibura Pengamatan kondisi karang dilakukan di sebelah selatan tanjung di pesisir
Kecamatan Talibura. Pantai berupa pasir putih dan pecahan karang mati yang diselingi
oleh pertumbuhan mangrove. Rataan terumbu terdiri dari ”rubble” yang ditumbuhi oleh
karang lunak dan alga Halimeda sp. Pertumbuhan karang berupa gerombol-gerombol
(patches) kecil dari suku Faviidae dan Poritidae. Rataan terumbu tengah dengan lebar
lebih kurang 400 m yang dilanjutkan dengan tubir (reef rampart). Pertumbuhan karang
COREMAP – LIPI Jakarta
27
di sekitar tubir jenisnya kurang bervariasi. Beberapa marga karang yang dapat dijumpai
disini adalah marga Fungia, Porites dan Favia. Persentase tutupan karang hidup sangat
rendah yaitu sekitar 0,07 %. Lereng terumbu atas landai dengan sudut kemiringan
antara 15o-30o. Pada kedalaman 3-5 m karang dari marga Fungia spp. tumbuh dengan
baik dan mendominasi daerah ini. Fungia spp. tumbuh tersebar di sepanjang lereng
terumbu. Selain Fungia spp., karang lunak dari marga Sinularia sp., Sarcophyton sp.
dan Lobophytum sp. tumbuh sangat baik di lokasi ini. Dasar perairan lereng terumbu
bawah didominasi patahan karang mati dengan beberapa pertumbuhan karang hidup.
Karang hanya tumbuh baik pada kedalaman 5 m. Pada kedalaman lebih dari 5 m
terlihat banyak kerusakan karang. Di sekitar garis transek dijumpai karang yang baru
mati dan berwarna putih, yang habis dimangsa Acanthaster planci. Diluar garis transek
juga di temukan sejumlah besar hewan pemangsa ini. Jenis biota lain seperti moluska
dan teripang jarang dijumpai
St. MMRE 55, Desa Wailamung, Kecamatan Talibura Lokasi pengamatan di pesisir Flores, di Kecamatan Talibura, bersebrangan
dengan bagian timur Pulau Babi. Pantai terdiri dari batuan vulkanis yang diselingi oleh
pasir. Di tepi pantai sebelah utara pada beberapa lokasi ditemukan gerombolan-
gerombol kecil mangrove dari jenis Rhizophora sp. dan Bruguiera sp. serta beberapa
pohon kelapa. Rataan terumbu pantai berupa paparan pasir dengan karang tepi
(fringing reef) yang berkembang ke arah utara dan selatan. Rataan terumbu berupa
pasir putih dan pecahan karang mati yang banyak ditumbuhi oleh karang lunak. Rataan
terumbu tengah selebar 50 - 100 m yang dilanjutkan dengan rataan tubir yang berupa
reef rampart (gudus). Pertumbuhan karang didekat tubir jenisnya kurang bervariasi.
Beberapa jenis karang yang dapat dijumpai disini adalah Polyphyllia talpina, Porites
cylindrica dan Porites lobata. Persentase tutupan karang hidup sangat rendah sekitar
17,53 %. Lereng terumbu landai dengan sudut kemiringan antara 25-40o sampai
kedalaman 7 m dan dilanjutkan dengan rataan pasir. Di daerah lereng terumbu
pertumbuhan karang berupa gerombol-gerombol kecil yang tumbuh di atas bongkahan
karang mati. Di lokasi ini didominasi oleh pertumbuhan karang lunak dari jenis
Lobophytum sp. dan Sinularia sp serta spong.
St. MMRE 62, Desa Parumaan, sebelah timur laut Pulau Babi, Kecamatan
Maumere Daerah pesisir pulau merupakan pantai berpasir sedikit berbatu, tutupan vegetasi
rendah dan kering terdiri dari perdu-perduan yang tumbuh liar dan sedikit mangrove.
Perairan terbuka ke arah utara, cukup berarus dan bergelombang, jernih dengan jarak
COREMAP – LIPI Jakarta
28
pandang mencapai > 10 m. Tipe terumbu adalah karang tepi (fringing reef) dengan
rataan cukup luas yaitu mencapai 700 m ke arah laut lepas. Dasar perairan pada rataan
sampai lereng terumbu didominasi oleh hamparan pasir dengan sedikit pertumbuhan
karang hidup dan karang mati berbentuk bongkahan-bongkahan kecil (boulder). Lereng
terumbu landai dan kadang-kadang tidak jelas cukup dalam ditumbuhi karang hidup
terutama pada bagian tubir terumbu. Tutupan masing-masing kategori bentik cukup
bervariasi. Tutupan karang hidup dicatat 33,87 %. Karang hidup dari kelompok Non
Acropora cukup tinggi yaitu 24,50 % yang terdiri dari karang bercabang Porites spp. dan
karang mengerak (encrusting). Kelompok Acropora hanya 9,37 % terutama dari
Acropora dengan bentuk pertumbuhan bercabang dan seperti meja. Tutupan karang
hidup yang baru mati (masih berdiri dan berwarna putih) terlihat cukup tinggi dengan
persentase tutupan rata-rata mencapai 13,47 %. Hal ini diduga oleh adanya serangan
predator Achantaster planci yang masih terlihat di sekitar lokasi pengamatan.
Persentase tutupan kategori bentik lain yang cukup tinggi adalah makro alga yaitu 29,93
%, sedangkan tutupan karang lunak sangat rendah yaitu 4,57 %, sementara biota
spons tidak tercatat sama sekali. Biota lain yang berassosiasi dengan terumbu karang
dengan tutupan 0.47 % terutama dari biota Achantaster planci, Ascidian soliter
Polycarpa spp. dan Crinoid. Persentase tutupan kategori abiotik dari kelompok pasir,
patahan karang dan bebatuan cukup rendah berkisar antara 7,57 % - 8,30 %. Dari hasil
pengamatan, kondisi terumbu dari analisa LIT terlihat bahwa terumbu karang di
perairan ini berada dalam kondisi sedang dengan persentase tutupan rata-rata
mencapai 33.87 %.
St. MMRE 69, Desa Kojagete, sebelah utara Pulau Besar, Kecamatan Maumere Pengamatan karang dilakukan pada sisi sebelah utara Pulau Besar, di Desa
Kojagete. Pantai umumnya berbatu dan berpasir. Vegetasi pantai terdiri dari tumbuhan
pantai yang umum dan pohon kelapa. Dasar perairan di rataan terumbu berupa pasir
putih dan pecahan karang mati yang banyak ditumbuhi oleh karang lunak dan spong.
Pertumbuhan karang berupa spot atau kelompok kecil (patches) dengan koloni yang
berukuran kecil. Umumnya karang memiliki bentuk pertumbuhan bercabang (branching)
yang didominasi oleh Acropora spp. yang diikuti dengan bentuk pertumbuhan karang
seperti bongkahan (massive) didominasi oleh Porites sp. Karang lunak didominasi oleh
jenis Lobophytum sp. dan Sinularia sp. dengan tutupan sebesar 2,20 %. Pertumbuhan
karang pada lereng terumbu terlihat lebih bervariasi. Pertumbuhan karang masih
dijumpai sampai kedalaman 6 m saja selebihnya didominasi oleh pasir. Kategori bentik
makro alga tercatat sebesar 20,93 %. Dari hasil LIT diperoleh persentase tutupan
karang hidup sebesar 33,87 % dan masuk dalam kategori sedang. Lokasi ini
COREMAP – LIPI Jakarta
29
merupakan daerah yang tertinggi tutupan karang hidupnya dibandingkan dengan di
lokasi-lokasi lainnya.
St. MMRE 74, Desa Kojadoi-Lembantour, Pulau Besar (P. Maumere), Kecamatan Maumere
Pengamatan dilakukan di pesisir Desa Kojadoi-Lembantour, yang terletak pada
sisi Barat Daya Pulau Besar, dengan status sebagai salah satu Daerah Perlindungan
Laut (DPL) Kabupaten Sikka. Kawasan pesisir merupakan daerah pemukiman nelayan
dan petani rumput laut. Pantai umumnya ditumbuhi mangrove sedikit berpasir dan
berbatu. Perairan merupakan kawasan budidaya rumput laut, agak terlindung, arus
cukup kuat dan sedikit bergelombang, dan sedikit keruh dengan jarak pandang 6-7 m.
Tipe terumbu secara umum adalah terumbu karang tepi (freenging reef) namun terlihat
bagian yang terpisah-pisah dan kadang menyambung dengan karang tepi sehingga
berbentuk terumbu barrier dan goba-goba yang tidak terlalu jauh jaraknya. Rataan
terumbu cukup luas dan kadang tidak terlihat jelas dan terputus-putus oleh karena ada
goba-goba diantaranya. Dasar perairan dari rataan terumbu sampai tubir merupakan
dasar yang keras dengan patahan-patahan karang yang banyak dan sedikit berpasir.
Terlihat pertumbuhan karang muda (juvenile) dengan ukuran berkisar 2-8 cm cukup
banyak terutama dari jenis Acropora spp., Porites nigrescens, Porites cylindrica dan
Galaxea sp. Lereng terumbu sangat jelas, terjal dengan sudut sampai 90o (berbentuk
tebing yang curam) dan sangat dalam. Hasil penilaian kondisi terumbu dari analisa LIT
menunjukan bahwa kategori bentik biotik cukup mendominasi teurtama dari kelompok
karang hidup dan makro alga. Persentase tutupan karang Acropora ternyata jauh lebih
tinggi yaitu 28,27 % dibanding Non-Acropora yang hanya 4,73 % dan hal ini sangat
jarang ditemukan. Karang yang terlihat banyak dari kelompok Acropora bercabang,
bentuk meja dan bentuk jari (digitata). Sedangkan Non-Acropora terdiri dari Porites
“sub-massive”, karang mengerak (encrusting) dan karang “massive”. Dalam
pengamatan ini kategori bentik dari kelompok karang mati tidak tercatat, hal ini
menunjukkan frekuensi dan tutupan karang mati cukup rendah. Persentase tutupan
biota bentik lain yang cukup tinggi adalah makro alga dengan persentase tutupan rata-
rata mencapai 26,10 %, karang lunak (soft coral) hanya 4,93 %, sedangkan spong dan
biota lain yang berassosiasi tidak tercatat. Kategori abiotik yang tercatat hanya dari
kelompok patahan karang (rubble) dengan tutupan cukup tinggi yaitu 34,73 %.
Penilaian kondisi terumbu dari hasil analisa LIT menunjukkan bahwa terumbu karang di
perairan DPL Kojadoi-Lembantour berada dalam kondisi sedang dengan persentase
tutupan rata-rata 33,00 %. Kondisi ini tidak berbeda dari hasil pengukuran pada tahun
COREMAP – LIPI Jakarta
30
2004, namun tutupan karang sedikit menurun dibanding tahun 2004 yaitu 38%. (CRITC
COREMAP Kab. Sikka, 2004).
St. MMRE 75, Desa Kojadoi-Wailago, sebelah selatan Pulau Besa, Kecamatan Maumere
Lokasi pengamatan di Desa Kojadoi-Wailago terletak pada sisi selatan Pulau
Besar, dan merupakan salah satu DPL Kab. Sikka. Kawasan pesisir adalah daerah
pemukiman nelayan dan petani rumput laut yang umumnya masyarakat pendatang.
Pantai ditutupi oleh vegetasi mangrove yang tipis, sedikit berpasir dan berbatu.
Perairan merupakan ladang budidaya rumput laut, agak terlindung, arus cukup kuat dan
sedikit bergelombang, jernih dengan jarak pandang mencapai 8 m. Tipe, rataan, dan
lereng terumbu tidak jauh berbeda dengan terumbu desa Lambantour yaitu karang tepi
dengan goba-goba diantaranya, dilanjutkan dengan lereng yang terjal dan dalam.
Jarak dengan lokasi sebelumnya tidak terlalu jauh serta berada pada gugus terumbu
yang sama. Dasar perairan sedikit berbeda yaitu lebih didominasi oleh pasir dan
patahan karang. Hasil analisa LIT menunjukkan bahwa kategori abiotik lebih
mendominasi yaitu dengan total persentase tutupn rata-rata mencapai 58,14 %.
Tutupan abiotik ini terutama dari pasir dan patahan karang mati. Persentase tutupan
rata-rata karang hidup sangat rendah hanya mencapai 11,40 % dengan kelompok
Acropora tidak tercatat sama sekali. Karang mati terlihat dengan tutupan cukup rendah
yaitu berkisar antara 0,33 – 0,73 %, pemutihan karang masih terlihat sebagai indikasi
adanya serangan predator Achantaster planci yang terlihat di sekitar garis transek.
Persentase tutupan makro alga dicatat cukup tinggi yaitu 23,17 %, karang lunak 4,93 %
dan spong 1,30 %, biota lain yang berasosiasi dengan terumbu tidak tercatat. Hasil
analisa LIT menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di perairan DPL Wailago
berada dalam kondisi yang sangat jelek dengan persentase tutupan karang rata-rata
hanya 11,40 % dan kondisinya menurun dibanding pada tahun 2004. Hasil penilaian
pada tahun 2004 menunjukkan bahwa terumbu karang dalam kondisi sedang dengan
persentase tutupan 43 % (CRITC COREMAP Kab. Sikka, 2004). Sedangkan pada
tahun 2003 dilaporkan bahwa kondisinya sedang dengan tutupan karang hidup 39 %
(CRITC COREMAP Kab. Sikka, 2004).
St. MMRE 78, Desa Parumaan-Dambila, selatan Pulau Parumaan, Kecamatan Maumere
Lokasi pengamatan berada di Desa Dambila, Pulau Parumaan terletak pada sisi
selatan Pulau Parumaan dengan status sebagai DPL Kab. Sikka. Lahan pesisir
merupakan daerah pemukiman nelayan yang cukup padat umumnya masyarakat
COREMAP – LIPI Jakarta
31
pendatang. Pantai ditumbuhi oleh mangrove yang tipis, berbatu dan sedikit berpasir
dengan vegetasi yang jarang umumnya perdu yang sudah kering. Perairan pantai
merupakan daerah budidaya rumput laut, semi terlindung, daerah selat dengan arus
dan gelombang cukup kuat, jernih dengan jarak pandang mencapai > 8 m. Tipe
terumbu adalah karang tepi dengan sedikit gosong karang, daerah goba-goba mulai
berkurang. Rataan terumbu cukup luas dengan panjang lebih kurang 500 m ke arah laut
lepas. Dasar perairan berpasir dan patahan karang mati dengan “patches” karang hidup
dan bongkahan karang mati. Lereng terumbu landai dan kadang-kadang tidak jelas,
dangkal dan jarang ditumbuhi karang hidup. Hasil LIT menunjukkan bahwa tutupan
biota kategori abiotik lebih dominan yaitu dengan total tutupan rata-rata mencapai 61,1
% terutama dari patahan karang mati dan pasir. Tutupan rata-rata karang hidup sangat
rendah yaitu 18,03 % terdiri dari Acropora 3,40 % dan Non Acropora 14,63 % terutama
dari karang bercabang, karang “massive” dan karang mengerak (encrusting).
Persentase tutupan biotia lainya juga rendah, dicatat makro alga 14,73 %, karang
lunak 1,43 %, dan spong 1,77 %. Biota lain yang berassosiasi 1,27 % yang sering
terlihat biota Ascidian soliter dan Crinoid. Hasil penilaian kondisi terumbu menunjukkan
bahwa terumbu karang di perairan DPL Dambila berada dalam kondisi buruk dengan
persentase tutupan rata-rata hanya 18,03 %. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan
hasil penilaian pada tahun 2004 yaitu dalam kondisi jelek dengan tutupan 16 % (CRITC
COREMAP Kab. Sikka, 2004). Namun jauh lebih buruk dibanding hasil penilan pada
tahun 2003. Hasil penilaian tahun 2003 dilaporkan bahwa terumbu karang berada
dalam kondisi sedang dengan tutupan mencapai 45 % (CRITC COREMAP Kab. Sikka,
2004).
St. MMRE 79, Desa Pangabatang, sebelah tenggara Pulau Parumaan, Kecamatan Maumere
Lokasi pengamatan di Desa Pangabatang terletak pada sisi bagian tenggara
Pulau Parumaan, dengan status sebagai DPL Kab. Sikka. Kawasan pesisirnya
merupakan daerah pemukiman nelayan, umumnya masyarakat pendatang. Pantai
berpasir putih ditumbuhi oleh vegetasi perdu dan semak dan rumputan yang sudah
mulau mengering. Stasiun pengamatan merupakan daerah tanjung, selat dengan
perairan terbuka, arus dan gelombang cukup kuat, jernih dengan jarak pandang
mencapai 10 m lebih. Tipe terumbu adalah karang tepi yang berada jauh dari pantai
sehingga kelihatannya seperti karang penghalang (barrier reef). Rataan terumbu cukup
luas lebih kurang 1000 m ke arah laut. Dasar perairan umumnya berpasir dan substrat
dasar yang keras. Lereng terumbu (reef slope) sangat jelas dan terjal dengan sudut
mencapai 90o, ditutupi oleh karang hidup dan karang lunak. Hasil analisa LIT
COREMAP – LIPI Jakarta
32
menunjukkan bahwa kategori bentik biotik cukup mendominasi terutama oleh kelompok
makro alga (fleshy seaweed) dan karang lunak. Tutupan karang hidup sangat rendah
sekali yaitu 5,30 % dicatat hanya dari kelompok Non Acropora terutama bentuk
pertumbuhan “massive” dan mengerak. Tutupan makro alga dicatat cukup tinggi yaitu
34,40 % dan karang lunak 16,80 %. Biota lain seperti spong dan biota yang berasosiasi
jarang masing-masing 3,13 % dan 2,93 % terutama dari biota Ascidian soliter, crinoid
dan kima. Dari hasil analisa LIT terlihat bahwa terumbu karang di perairan DPL
Pangabatang dalam kondisi sangat jelek dengan persentase tutupan rata-rata hanya
mencapai 5,3 %. Hasil ini menunjukkan kondisi terumbu karang mengalami penurunan
dibanding pada tahun 2003 dan 2004 yaitu dalam kondisi baik dan sedang dengan
tutupan masing-masingnya 51 % dan 42 % (CRITC COREMAP Kab. Sikka, 2004).
St. MMRE 80, Desa Pemana, sebelah timur Pulau Pemana Kecil , Kecamatan Maumere
Pengamatan karang dilakukan pada sisi sebelah timur Pulau. Pantai umumnya
berbatu dan berpasir. Daratan berupa tebing dengan vegetasi pantai tumbuhan pantai
yang diselingi dengan batuan sedimen. Dasar perairan di rataan terumbu berupa pasir
putih dan pecahan karang mati yang banyak ditumbuhi oleh karang lunak dan spong.
Pertumbuhan karang berupa spot (kelompok) kecil yang dijumpai dengan koloni yang
kecil. Panjang rataan terumbu sekitar 25 m ke arah laut. Pada waktu pengamatan, arus
dan gelombang cukup kencang. Lereng terumbu atas landai namun bergerak ke lereng
terumbu bagian bawah kemiringan terjal membentuk tebing yang tegak lurus (wall reef)
sekitar 90°. Kondisi lereng seperti ini sangat disenangi oleh penyelam untuk melakukan
penyelaman. Pada lokasi ini karang tumbuh bervariasi, umumnya karang memiliki
bentuk pertumbuhan bercabang (branching) yang di dominasi oleh Acropora spp. yang
diikuti dengan bentuk pertumbuhan karang seperti bongkahan (massive) didominasi
oleh Porites sp. Karang lunak didominasi oleh jenis Lobophytum sp. dan Sinularia sp.
dengan tutupan sebesar 17,20 %. Kehadiran karang masih dijumpai sampai
kedalaman 20 m saja selebihnya didominasi oleh pasir. Kategori bentik makro alga
tercatat sebesar 34,53 %. Dari hasil LIT (Line Intercept Transect) diperoleh persentase
tutupan karang hidup sebesar 32,00 %, dan masuk dalam kategori sedang.
St. MMRE 88 , Gosong karang , Desa Gunung Sari, Kecamatan Maumere Daerah ini merupakan gosong kecil yang dekat dengan lampu suar. Pada daerah
ini dijumpai patahan karang yang muncul ke permukaan (reef rampart). Dasar perairan
keras dan berupa pasir putih diselingi patahan karang mati yang banyak ditumbuhi oleh
karang lunak dan spong. Pertumbuhan karang berupa spot (kelompok) kecil yang
COREMAP – LIPI Jakarta
33
dijumpai dengan koloni yang kecil. Umumnya karang memiliki bentuk pertumbuhan ”sub
massive” yang di dominasi oleh Pocillopora eydouxi yang diikuti dengan bentuk
pertumbuhan karang seperti bongkahan (massive) didominasi oleh Porites sp. dan
Diploastrea heliopora. Karang lunak didominasi oleh jenis Lobophytum sp. dan Sinularia
sp. dengan persentase tutupan sebesar 9,93 %. Kondisi perairan pada saat
pengamatan cukup jernih dengan jarak pandang sekitar 25 m. Kehadiran karang masih
dijumpai sampai kedalaman 6 m saja selebihnya didominasi oleh pasir. Kategori bentik
makro alga tercatat cukup tinggi yaitu sebesar 55,73 %. Dari hasil LIT (Line Intercept
Transect) diperoleh persentase tutupan karang hidup sebesar 6,37 %, dan masuk
dalam kategori jelek.
St. Bola 2, Desa Wolokoli, Kecamatan Bola
Stasiun Bola 2 berada pada perairan yang terpisah dari stasiun lainya yaitu pada
sisi selatan daratan Kab. Sikka dan berbatasan langsung dengan perairan Australia.
Daerah pesisirnya merupakan kawasan pemukiman dan jalan lintas selatan Kab. Sikka.
Perairan terbuka dengan arus dan gelombang cukup kuat, dingin dan agak keruh
dengan jarak pandang 6-8 m. Tipe terumbu adalah karang tepi dengan rataan terumbu
sempit yaitu 200-300 m ke arah laut. Dasar perairan berupa substrat keras seperti
dinding batu yang tersusun seperti teras (undakan), sedikit pasir kerangka foram,
lereng terumbu landai dan kadang tidak jelas. Rataan terumbu didominasi oleh tutupan
bentik biotik terutama dari bentik makro alga (fleshy seaweed) dan karang lunak.
Persentase tutupan karang hidup sangat rendah dengan persentase tutupan rata-rata
hanya mencapai 7,57 % terdiri dari 0,87 % Acropora terutama A. digitata dan 6,7 %
Non-Acropora terutama dari marga Symphylia dan Pocillopora. Pertumbuhan makro
alga sangat tinggi yaitu mencapai 57,33 % diikuti oleh pertumbuhan karang lunak
22,07% sedangkan spong dan biota lain yang berassosiasi sangat rendah masing-
masing 0,83 % dan 0,50 %. Hasil analisa LIT menunjukan bahwa terumbu karang di
perairan Bola 2 dalam kondisi jelek dengan persentase tutupan rata-rata karang hidup
hanya 7,57 %.
III. 3. Megabentos
Pengamatan megabentos di perairan pulau-pulau dan pesisir Flores dilakukan
dengan metode “reef check”, sepanjang garis transek permanen dengan luas bidang
pengamatan 140 m2. Biota megabentik dihitung dengan cara transek sabuk (belt
transect), dan kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan LIT dan UVC. Hasil
COREMAP – LIPI Jakarta
34
pencatatan individu kemudian dikonversikan ke satuan luas individu per hektar
(individu/ha).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa biota CMR (mushroom coral, Fungia spp.)
ditemukan di semua lokasi transek dengan jumlah yang bervariasi ( 214 – 59214
individu/ha) ddengan kelimpahan tertinggi dicatat di St. MMRE 21, yaitu di perairan
Desa Watumilok, Kecamatan Kewapante. Di lokasi ini, dari hasil LIT dicatat
pertumbuhan karang hidup kurang baik dan persentase tutupannya sangat rendah
(15,3%), dan dicatat nilai tersebut untuk hanya untuk karang hidup non-Acropora dan
didominasi oleh Fungia spp., dan sama sekali tidak ditemukan karang Acropora .
Biota lain yang juga berperan dalam kesehatan karang yaitu Acanthaster planci,
juga ditemukan cukup melimpah, walaupun di beberapa lokasi tidak ditemukan.
Kelimpahan biota ini 71 – 1857 individu/ha, dan di beberapa lokasi tidak ditemukan.
Jumlah tertinggi dicatat di St. MMRE 47, di Desa Darat Pante, Kecamatan Talibura. Di
sekitar garis transek dicatat beberapa koloni karang yang baru mati karena dimangsa
oleh biota ini. Untuk bulu babi, ditemukan hampir disemua lokasi 10 stasiun) dengan
jumlah 71 – 16571 individu/ha, jumlah tertinggi juga di St. MMRE 47. Untuk teripang
hanya dijumpai dibeberapa lokasi (6 stasiun) dengan jumlah sedikit ( 71 – 143
individu/ha) dan tertinggi ditemukan di St. MMRE37 ( di perairan Desa Waiterang). Biota
lain yaitu kima dalam ukuran kecil dengan jumlah 71 – 643 individu/ha, tertinggi dicatat
di St. MMRE 75 dan 78, di perairan Desa Kojadoi dan Parumaan. Untuk biota lain
sangat jarang ditemukan, bahkan tidak ada sama sekali. Hasil pengamatan
megabentoss di perairan Kabupaten Sikka disajikan dalam Tabel 2, dan lebih rinci
dalam Gambar 10 dan Gambar 11.
Tabel 2. Kelimpahan biota megabentos hasil “reef check” di perairan pulau-pulau dan pesisir Flores, Kabupaten Sikka,NTT.
Stasiun MMRE MMRE MMRE MMRE MMRE MMRE MMRE MMRE MMRE MMRE MMRE MMRE MMRE MMRE MMRE
6 13 21 37 47 55 62 69 74 75 78 79 80 88 B2 Acanthaster planci 357 71 0 857 1857 0 500 0 0 71 0 143 0 0 0
CMR 643 5071 59214 0 0 0 4786 0 0 857 2714 143 0 0 214 Diademas etosum 143 0 0 2429 16571 214 0 143 214 71 429 0 286 143 0
Drupella 0 0 0 429 71 500 0 571 71 0 0 0 429 143 0
Fungia 0 0 0 4357 214 9429 0 571 2071 0 0 0 3286 214 0
Holoturia 71 0 0 143 71 0 0 143 0 0 71 0 71 0 0
Large Giant clam 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 71 0 0 0 0
Small Giant clam 0 0 0 0 143 0 0 0 429 643 643 0 71 286 71
Large Holothurian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Small Holothurian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lobster 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
COREMAP – LIPI Jakarta
35
Pencil sea urchin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Trochus niloticus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Gambar 10. Kelimpahan biota megabentos hasil “reef check”di perairan pulau-pulau dan pesisir utara Kabupaten Sikka,NTT.
Gambar 11. Kelimpahan biota megabentos hasil “reef check”di perairan pesisir
utara dan selatan Kabupaten Sikka,NTT.
COREMAP – LIPI Jakarta
36
III. 4. Ikan Karang Sama halnya dengan pengamatan karang, untuk ikan karang juga dilakukan
pengamatan dengan dua metode yaitu metode RRI dan UVC di lokasi transek
permanen. Hasil selengkapnya diuraikan selanjutnya berdasarkan masing-masing
metode.
III.4.1. Hasil pengamatan ikan karang dengan metode RRI (Rapid Reef Resources Inventory)
Dari 81 stasiun di Perairan Maumere yang dilakukan pengamatan ikan karang
dengan metode RRI diperoleh 251 jenis, ikan karang jenis Centropyge vrolikii
merupakan jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan RRI. Jenis ini
berhasil dijumpai di 48 stasiun dari 81 pengamatan stasiun RRI (Frekuensi relatif
kehadiran berdasarkan jumlah stasiun yang diamati 60 %. Kemudian diikuti oleh
Thalasomma hardwickey (58,75 %), Scolopsis bilineatus (52,50 %) dan
Pomacentrus molucensis yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran 50 %.
Sepuluh ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadirannya diatas 37 %
(berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang) di Perairan
Maumere bisa dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sepuluh jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran terbesar berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang di Perairan Maumere (n= 81 stasiun).
No. Jenis Frekuensi relatif
kehadiran (%)
1. Centropyge vrolikii 60,00
2 Thalasomma lunare 58,75
3 Scolopsis bilineatus 52,50
4 Pomacentrus molucensis 50,00
5 Pomacentrus lepidogenys 45,00
6 Thalasomma hardwickey 45,00
7 Parupeneus multifasciatus 42,50
8 Crysiptera cyanea 42,50
9 Parupeneus bifasciatus 40,00
10 Chaetodon kleinii 37,50
COREMAP – LIPI Jakarta
37
Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing
stasiun RRI di Perairan Maumere terlihat pada Gambar 12 dan 13 di bawah ini.
Gambar 12. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indicator hasil RRI di perairan pulau-pulau dan pesisir utara Flores, Kabupaten Sikka, NTT.
Gambar 13. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil
RRI di perairan pesisir utara dan selatan Flores, Kabupaten Sikka, NTT.
COREMAP – LIPI Jakarta
38
III.4.2. Hasil pengamatan ikan karang dengan metode UVC (Underwater Fish Visual Census)
Metode ”Underwater Fish Visual Census” (UVC) yang dilakukan di 15 Stasiun
transek permanen di Perairan Maumere Kabupaten Sikka menjumpai sebanyak
225 jenis ikan karang yang termasuk dalam 32 .suku, dengan nilai kelimpahan ikan
karang sebesar 16.735 individu pada luasan area 7.500 m2 (Tabel 4). Jenis Anthias
hutchii merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi pada setiap
transek permanen di 15 lokasi pengamatan dengan jumlah individu sebesar 2270
ekor kemudian diikuti oleh Chromis weberi (1.644 individu) dan Anthias squamipinis
(1.430 individu). Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang
tertinggi ditampilkan dalam Tabel 5.
Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh dari UVC di
lokasi transek permanen seperti ikan ekor kuning (termasuk kedalam suku
Caesionidae) yaitu 470 individu, ikan kerapu (termasuk dalam suku Serranidae) 44
individu, Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku Chaetodontidae) yang merupakan ikan
indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 225 individu.
Sedangkan ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) ditemukan hanya pada 1 stasiun
dan ditemukan hanya 1 ekor.
Tabel 4. Jumlah suku, jumlah jenis dan kelimpahan ikan karang di masing-
masing lokasi penelitian.
Lokasi Jumlah Suku
Jumlah Jenis
Kelimpahan (jumlah
individu/ha) Teluk Maumere (Pantai Utara Kab Sikka)
32 223 16.523
Desa Bola (Pantai Selatan Kab Sikka 10 28 212
Total : 16.735
COREMAP – LIPI Jakarta
39
Tabel 5. Sepuluh jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi pada 15 lokasi LIT Perairan Maumere Kabupaten
Sikka.
No. Jenis Kelimpahan
(jumlah individu/ha)
1. Anthias hutchii 2.270 2. Chromis weberi 1.644 3. Anthias squamipinis 1.430 4. Anthias dispar 1.030 5. Chromis ternatensis 800 6. Anthias pleurotaenia 600 7. Chromis xanthura 472 8. Crysiptera cyanea 430 9. Apogon compresus 333
10. Chromis retrofasciata 325
Tabel 6. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku, di lokasi transek permanen di perairan pulau-pulau dan pesisir Flores Kabupaten Sikka, NTT.
NO. Suku Kelimpahan (jumlah individu/ha)
1. POMACENTRIDAE 7.517 2. ANTHININAE 5.650 3. LABRIDAE 787 4. APOGONIDAE 680 5. CAESIONIDAE 470 6. ACANTHURIDAE 324 7. MULIDAE 247 8. CHAETODONTIDAE 225 9. POMACANTHIDAE 132
10. SCARIDAE 121 11. SCOLOPSIDAE 98 12. ACANTHURIDAE 87 13. SIGANIDAE 71 14. LUTJANIDAE 66 15. BALISTIDAE 66 16. LETHRINIDAE 58 17. SERRANIDAE 44
COREMAP – LIPI Jakarta
40
18. PSEUDOCHROMIDAE 21 19. HOLOCENTRIDAE 14 20. CIRRHITIDAE 13 21. ZANCLIDAE 10 22. TETRADONTIDAE 8 23. HAEMULIDAE 5 24. NEMIPTERIDAE 5 25. OSTRACIDAE 4 26. MACANTHIDAE 2 27. PINGUIPEDIDAE 2 28. GOBIDAE 2 29. MICRODESMIDAE 1 30. DASYATIDAE 1 31. CARCARINGIDAE 1 32. MALACANTHIDAE 1
Kelimpahan untuk setiap kelompok ikan karang (jumlah individu per hektar)
yang dijumpai di masing-masing lokasi penelitian dengan menggunakan metode
UVC disajikan pada Tabel 7. Terlihat bahwa total kelimpahan ikan karang yang di
dijumpai di perairan ini memiliki kelimpahan sebesar 16.735 individu. Perbandingan
ikan indikator berbanding ikan target dan ikan major di daerah perairan Sikka
adalah 1 ikan indikator berbanding 11 ikan target dan 73 ikan major untuk lokasi
pulau-pulau dan pesisir utara Flores, dan perbandingan ini terlalu berbeda jauh
artinya pada satu lokasi bila ada 1 ikan indikator maka ada terdapat 11 ikan target
serta ada kurang 73 ekor ikan major. Sebaliknya di perairan Kecamatan Bola
perbandingannya 1 : 4 : 8. Di lokasi ini kelimpahan individu maupun jenis ikan
karang sangat sedikit.
Tabel 7. Kelimpahan untuk setiap kelompok ikan karang dan nilai perbandingan
antar kelompoknya di masing-masing lokasi penelitian.
Kelimpahan (jumlah individu/ha)
Lokasi Total
Ikan Indika
tor
Ikan Target
Ikan Major
Perbandingan ikan Indikator :
Target : Major
Teluk Maumere (Pantai Utara Kab Sikka)
16.523 205 1411 14.907 1 : 11 : 73
Desa Bola (Pantai Selatan Kab Sikka)
212 20 39 153 1 : 4 : 8
COREMAP – LIPI Jakarta
41
Perbandingan kelimpahan untuk setiap kelompok ikan karang di masing-
masing stasiun transek permanen (dengan metode UVC) di setiap lokasi penelitian
disajikan dalam Gambar 14.
Gambar 14. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil
UVC, di perairan pesisir utara dan selatan Flores, Kabupaten Sikka, NTT.
Kelimpahan jumlah jenis maupun jumlah individu ikan karang di lokasi
pengamatan di perairan Kabupaten Sikka, sedikit banyaknya juga dipengaruhi oleh
kondisi karang di masing-masing lokasi. Dari hasil UVC dicatat bahwa kelimpahan
ikan karang yang tinggi ditemukan di Pulau Babi (St. MMRE 62) dan di Karang
Gunung Sari (St. MMRE 80). Hal ini didukung oleh pertumbuhan karang yang cukup
baik (32 – 33,87 %) dan topografi dasar perairan yang berbentuk tebing tegak lurus,
dimana ikan lebih menyukai profil dasar seperti ini, sebagai tempat bergerombol.
Ke arah rataan terumbu jumlah ikan lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang
dicatat di lereng terumbu yang terjal. Kelimpahan ikan di pesisir selatan di
Kecamatan Bola sangat sedikit. Hal ini sejalan dengan sedikitnya tutupan karang di
lokasi tersebut. Lokasi ini menghadap ke laut lepas Samudera Indonesia, di mana
tekanan gelombang dan arus yang deras dapat menghambat perlekatan maupun
pertumbuhan anakan karang. Dengan demikian berpengaruh juga bagi ikan di mana
kurangnya tempat berlindung dan mencari makan.
COREMAP – LIPI Jakarta
42
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil studi baseline ekologi terumbu karang diperairan pulau-pulau dan
pesisir Flores, Kabupaten Sikka, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
IV.1. KESIMPULAN
• Dari hasil pengamatan kondisi karang dengan metode RRI maupun dengan LIT,
dicatat bahwa kondisi karang di perairan utara Kabupaten Sikka lebih baik dari
padi di pesisir selatan, baik persentase tutupan maupun jumlah jenis karang.
• Dari hasil pengamatan kondisi karang dengan metode-metode yamg sama,
dicatat bahwa kondisi karang di pulau-pulau di utara teluk terutama yang terjauh
dari daratan, lebih baik kondisinya dari yang berada di pesisir Flores, baik dari
persentase tutupan maupun dari jumlah jenisnya.
• Rata-rata kondisi karang di lokasi perairan yang masuk dalam daerah
perlindungan laut (DPL), persentase tutupannya rendah dan masuk dalam
kategori jelek.
• Kelimpahan megabentos hanya didominasi oleh kelompok “mushroom”, bulu
babi dan ditambah dengan Acanthaster planci.
• Karang ”mushroom” (Fungia spp.) ditemukan di semua lokasi transek dengan
jumlah yang bervariasi dengan kelimpahan tertinggi dicatat di St. MMRE 21,
yaitu di perairan Desa Watumilok, Kecamatan Kewapante, di mana dari hasil LIT
dicatat pertumbuhan karang hidup kurang baik dan persentase tutupannya
sangat rendah dan didominasi oleh karang non-Acropora, dari jenis ini.
• Dari hasil RRI dan UVC ikan karang dicatat bahwa kelimpahan ikan di perairan
utara Kabupaten Sikka lebih baik dari pada di pesisir selatan, baik jumlah jenis
maupun jumlah individunya.
• Demikian pula untuk kelimpahan ikan karang di pulau-pulau di utara teluk
terutama yang terjauh dari daratan, lebih tinggi dari yang berada di pesisir
Flores, baik jumlah jenis maupun jumlah individunya.
• Kelimpahan ikan di pesisir selatan di Kecamatan Bola sangat sedikit. Hal ini
sejalan dengan sedikitnya tutupan karang di lokasi tersebut. Lokasi ini
menghadap ke laut lepas Samudera Indonesia, dimana tekanan gelombang dan
arus yang datang dengan frekwensi yang tinggi.
COREMAP – LIPI Jakarta
43
IV. 2. SARAN
• Usaha pelestarian terumbu karang di Kabupaten Sikka sudah berjalan sejak
COREMAP Fase I, dan pengelolaan dan pemeliharaan ekosistem harus lebih
diintensifkan lagi sehingga kerusakan karang yang diakibatkan oleh manusia
dapat diperkecil.
• Daerah perlindungan laut yang sudah ada harus dikelola dengan baik, dan kalau
bisa lokasinya ditambah, tetapi dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat
nelayan setempat, sehingga lebih menjamin terpeliharanya kondisi ekosistem
terumbu karang.
BAB V. DAFTAR PUSTAKA
CRITC COREMAP Kab. Sikka NTT. 2004 Laporan Akhir CRITC COREMAP Kab. Sikka Tahun 2004 (unpublished). CRITC COREMAP Sikka. Maumere.
English, S., C. Wilkinson and V. Baker, 1997. Survey manual for Tropical Marine
Resources. 2nd edition. Australian Institute of Marine Science, 390 pp. Heemstra, P.C. and Randall, J.E. 1993. FAO Species Catalogue. Vol. 16. Grouper of
the World (Family Serranidae, Sub Family Epinephilidae). Long, B.G.; G. Andrew; Y.G. Wang and Suharsono, 2004. Sampling accuracy of reef
resource inventory technique. Coral Reefs: 1-17. Pielou, E.C. 1966. Ecological Diversity. John Wiley and Sons, New York, 165 pp. Shanon, C.E., 1948. A mathematical theory of communication. Bell System Tech. J., 27
: 379-423. Suharsono, 1996. Jenis-jenis karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia. P3O-
LIPI : 116 hal.
Sukarno, N. Naomin & M. Hutomo 1986. The Status of Coral reef in Indonesia. Proc. MAB – COMAR. Regional workshop and research/ training needs. UNESCO : MAB – COMAR; LIPI, Jakarta : 24 – 33.
Zar, J.H. 1996. Biostatistical analysis Second Edition. Prentice-Hall Int. Inc. New Jersey
: 622 pp