Proposal Anusa Dian Witantra

99
CATATAN: 1. SUSUNAN URUTAN DAN ISI PROPOSAL LIHAT PEDOMAN TESIS 2012/2013...ATAU LIHAT CONTOH. 2. PERHATIKAN REVISI PERUMUSAN DAN BATASAN, TUJUAN DAN KEGUNAAN 3. PERHATIKAN HIPOTESIS. 4. Urutaan/susunan Metode penelitian sesuaikan pedoman tesis 5. Kiuuisioner belum ada. Judul Proposal : PENGARUH SELF EFFICACY DAN KOMUNIKASI TERHADAP KINERJA GURU DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Empiris Pada SMP Darunajah Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara) A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan ilmu teknologi yang canggih pada dunia usaha selaras

description

konsep

Transcript of Proposal Anusa Dian Witantra

CATATAN:

1. SUSUNAN URUTAN DAN ISI PROPOSAL LIHAT PEDOMAN

TESIS 2012/2013...ATAU LIHAT CONTOH.

2. PERHATIKAN REVISI PERUMUSAN DAN BATASAN, TUJUAN

DAN KEGUNAAN

3. PERHATIKAN HIPOTESIS.

4. Urutaan/susunan Metode penelitian sesuaikan pedoman tesis

5. Kiuuisioner belum ada.

Judul Proposal : PENGARUH SELF EFFICACY DAN KOMUNIKASI

TERHADAP KINERJA GURU DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI

VARIABEL INTERVENING (Studi Empiris Pada SMP Darunajah

Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara)

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan ilmu teknologi

yang canggih pada dunia usaha selaras dengan peningkatan perekonomian

Indonesia, mengakibatkan persaingan yang sangat tinggi disemua aspek

bisnis. Tidak terkecuali, juga pada lembaga pendidikan. Pengelolaan yang

profesional dalam mensikapi perkembangan dunia global. Era informasi dan

teknologi merupakan suatu alasan sejumlah sekolah-sekolah bersaing

mengikuti fenomena yang ada. Berbagai format perkembangan sekolah baik

melalui Dinas Pendidikan Tingkat Kabupaten masing-masing, merupakan

sesuatu yang harus diikuti sebagai antisipasi kualitas sekolah

Untuk mampu menghadapi persaingan yang semakin kompetitif, dunia

pendidikan sangat membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang

berkualitas dan profesional. Sumber Daya Manusia berkualitas dan

profesional yang berkarakter pancasialis, merupakan sumber utama yang

berperan mendayagunakan semua sumber daya ekonomi yang ada untuk

mencapai tujuan organisasi. Bahwa Sumber Daya Manusia yang

profesionalitas dan berkualitas cenderung diharapkan mampu menentukan visi

dan misi tujuan organisasi secara jelas dan jauh mawas ke depan, serta mampu

membaca keadaan dan arah arus globalisasi dan menerjemahkan dalam

berbagai strategi untuk mempercepat pencapaian tujuan organisasi.

Pendidikan memegang peranan penting dalam upaya peningkatan sumber

daya manusia dalam setiap organisasi. Apapun bentuknya peran dunia

pendidikan sangat erat hubungannya dengan bagaimana untuk menjadikan

generasi penerus bangsa ini memiliki kualitas sumber daya manusia yang

handal dan bermoral tinggi dan kuat. Oleh karena itu, peningkatan kualitas

sumber daya manusia harus menjadi prioritas utama dalam program

pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Pemerintah dalam

hal ini Departemen Pendidikan Nasional selaku lembaga yang berwenang,

berkewajiban untuk menciptakan sistem pendidikan yang mampu

menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas serta berkarakter moralitas

Pancasila sebagai barometer kepribadian bangsa ini yang berbudaya dan

beradab.

Di saat ini pendidikan nasional Indonesia dihadapkan pada beberapa

masalah yang perlu dipecahkan dan diatasi, antara lain :

1. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan.

2. Kurangnya pemerataan dalam memperoleh pendidikan.

3. Masih lemahnya manajemen pendidikan.

Permasalahan tersebut didukung oleh adanya data bahwa berdasarkan

ukuran “Human Development Index” yang dikeluarkan oleh UNDP, mutu

sumber daya manusia termasuk sangat rendah yaitu menduduki posisi ke 110

dari 130 negara (Irawan, 2004:6). Rendahnya sumber daya manusia ini akan

berakibat rendah dan lemahnya kualitas tenaga kerja. Dikarenakan

penyebabnya adalah adanya pergantian kurikulum yang selalu berubah-ubah.

Perubahan ini berakibat ketidak mapanan dan kematangan sistem pendidikan

menjadikan kebingungan dalam pelaksanaan sistem itu sendiri. Di samping itu

kurikulum tersebut juga didukung adanya kualitas sumber daya manusia atau

guru (sebagai pelaksana proses belajar mengajar).

Seiring dengan hal tersebut, maka kualitas seorang guru menjadi tumpuan

utama dalam memajukan dunia pendidikan agar menghasilkan peserta didik

yang memiliki daya saring. Guru yang berkualitas adalah guru yang memiliki

keyakinan dan optimisme yang kuat atas kemampuan yang dimiliki. Dalam

istilah asing keyakinan atas kemampuan ini disebut Self Efficacy. Self Efficacy

merupakan kemampuan dan kecakapan untuk melakukan sesuatu hal. Oleh

karena itu apabila seorang guru memiliki kemampuan dan kecakapan maka

akan semakin baik kinerjanya dan memiliki dedikasi tinggi. Selain dari itu

guru juga harus diberi motivasi agar mau meningkatkan kemampuannya untuk

lebih profesional dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Perlu kita

ketahui bahwa motivasi sangat berpengaruh dan penting karena selama ini apa

yang diterima oleh seorang guru belum sebanding apa yang diberikannya.

Guru dipandang sebagai profesi nomor dua sehingga hasil kerja mereka tidak

dihargai sebagaimana mestinya, apalagi dibanding dengan profesi lainnya,

misalnya para banker. Untuk itu tidak ada salahnya kompensasi untuk ditinjau

ulang. Karena komponen bangsa dan kokoknya sebuah negara ditentukan oleh

kualitas guru. Dengan imbal jasa ataupun penghargaan yang layak guru akan

memiliki motivasi yang tinggi sehingga kinerja akan menjadi lebih baik.

Di samping itu, kualitas seorang guru dapat dilihat dari jenjang pendidikan

yang ditekuni dan diperolehnya. Dimana semakin tinggi status pendidikannya

yang diperoleh maka kita dapat mengatakan bahwa guru semakin profesional

dan semakin baik kualitasnya.

Faktor lainnya guru memiliki kinerja yang baik dalam komunikasi.

Dimana komunikasi yang lancar akan memberikan support dan dukungan

pada kinerja guru yaitu untuk mengembangkan proses belajar mengajar.

Komunikasi yang banyak secara efektif sesama profesi akan memberikan

dukungan bagi perkembangan ilmu yang mereka miliki.

Memahami dan menyadari hal tersebut di atas maka SMP Negeri 1

Karangkobar Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara berupaya

untuk selalu meningkatkan kualitas lulusan yang berprestasi dan berbudi

pekerti dengan segala macam keterbatasannya.

Dengan mencermati uraian tersebut di atas maka penelitian tertarik

melakukan Penelitian dikalangan Guru SMP Negeri 1 Karangkobar dengan

judul “PENGARUH SELF EFFICACY KEPEMIMPINAN DAN

KOMUNIKASI TERHADAP KINERJA GURU DENGAN KEPUASAN

KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING STUDI EMPIRIS PADA

SMP DARUNAJAH KECAMATAN BANJARMANGU KABUPATEN

BANJARNEGARA”.

B. Perumusan dan Batasan Masalah

1. Perumusan Masalah

a. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan variabel Self Efficacy

terhadap kepuasan kerja?

b. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan variabel Self Efficacy

terhadap kinerja guru pada SMP Darunajah Kecamatan Banjarmangu

Kabupaten Banjarnegara?

c. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan variabel komunikasi

terhadap kepuasan kerja guru pada SMP Darunajah Kecamatan

Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara?

d. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan variabel komunikasi

terhadap kinerja guru pada SMP Darunajah Kecamatan Banjarmangu

Kabupaten Banjarnegara?

e. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel kepuasan kerja terhadap

kinerja guru?

2. Batasan Penelitian

Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan jelas batas-batasnya,

maka dikemukakan pembatasan masalah sebagai berikut :

a. Penelitian ini merupakan tipe statistik kuantitatif, yaitu membuat

analisa perhitungan berdasarkan data yang ada dan

mendiskripsikannya secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-

fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki,

dengan tidak mengesampingkan bahwa peneliti akan membuktikan

hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya;

b. Penelitian ini dilakukan pada guru SMP Darunajah Kecamatan

Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara;

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian.

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui secara empiris pengaruh variabel Self Efficacy

terhadap kepuasan kerja guru pada SMP Negeri 1 Karangkobar

Kabupaten Banjarnegara.

b. Untuk mengetahui secara empiris pengaruh variabel Self Efficacy

terhadap kinerja guru pada SMP Negeri 1 Karangkobar Kabupaten

Banjarnegara.

c. Untuk mengetahui secara empiris pengaruh variabel komunikasi

terhadap kepuasan kerja guru pada SMP Negeri 1 Karangkobar

Kabupaten Banjarnegara.

d. Untuk mengetahui secara empiris pengaruh variabel komunikasi

terhadap kinerja guru pada SMP Negeri 1 Karangkobar Kabupaten

Banjarnegara.

e. Untuk mengetahui secara empiris pengaruh variabel kepuasan kerja

terhadap kinerja guru pada SMP Negeri 1 Karangkobar Kabupaten

Banjarnegara.

2. Kegunaan Penelitian

a. Bagi Akademis

Bahwa hasil temuan penelitian ini diharapkan mampu memperluas

wawasan dan wacana atau prospek masa depan.

b. Bagi Penelitian

Hasil temuan ini dapat memberikan gambaran riil mengenai

implementasi teori kinerja dan pengaruhnya terhadap kinerja guru.

c. Bagi Pihak Dinas Pendidikan

Hasil temuan ini dapat digunakan bahan rujukan dalam pengambilan

kebijakan pengembangan profesi guru.

D. Landasan Teori

1. Kinerja

Kinerja merupakan hasil kerja seseorang yang menggambarkan

kualitas dan kuantitas atas kerja yang telah dilakukan. Kinerja antara satu

orang dengan yang lainnya dapat saja berbeda. Kinerja karyawan sangat

penting oleh karena hanya seorang karyawan dalam sebuah perusahaan

akan menentukan efektif tidaknya kinerja perusahaan tersebut. Apabila

kinerja karyawan tidak baik, maka kinerja perusahaan pun tidak baik.

Begitu pula sebaliknya kinerja karyawan baik maka kinerja perusahaan

pun menjadi baik. Demikian kinerja merupakan proses yang harus

dilakukan dalam mengevaluasi kinerja karyawan. Penilaian kinerja dapat

dilakukan oleh banyak pihak, yaitu oleh rekan kerja, atasan langsung

maupun antar karyawan. Apabila penilaian kinerja terhadap pegawai

dilakukan dengan benar, maka para karyawan, departemen, sumber daya

manusia, dan perusahaan akan menguntungkan pada fokus strategis dari

perusahaan yang bersangkutan. Namun kadang-kadang penilaian kinerja

hanya berorientasi pada materi yang mengesampingkan sebuah

kesejahteraan intrinsik (kejiwaan) yang juga membentuk kondisi kondusif.

Bahwa penilaian kinerja yang obyektif dan tepat, sangat

menguntungkan bagi karyawan dan perusahaan. Penilaian kinerja meliputi

dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas Dessler (2000:5) menyatakan

beberapa syarat penilaian atas kerja yang harus dipenuhi agar mendapat

hasil kerja yang baik yaitu relevan, dapat diterima, dapat dipercaya, dan

dapat mendukung tujuan perusahaan.

Kinerja dapat berupa penampikan kerja perseorangan maupun

kelompok (Ilyas, 1993). Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang

kompak dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Untuk

mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan). Kinerja individu

perlu dilakukan pengkajian teori kinerja. Secara umum faktor fisik dan

non fisik sangat mempengaruhi kondisi karyawan dalam bekerja. Selain

itu dalam kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya

faktor lingkungan non fisik.

Menurut (Prawirosentono, 1999) kinerja seorang pegawai akan baik

jika seorang pegawai memiliki keahlian yang tinggi, kesediaan untuk

bekerja, adanya imbalan upah yang layak dan mempunyai harapan masa

depan, secara teoritis ada 3 kelompok variabel yang mempengaruhi

perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu : 1) variabel individu, 2) variabel

organisasi, 3) variabel psikologis.

Menurut (Gibson, 1987) kelompok variabel individu terdiri dari

variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang pribadi dan

demografis. Menurut (Gibson 1987) variabel kemampuan dan ketrampilan

merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja

individu. Sedangkan variabel demografi mempunyai pengaruh yang tidak

langsung. Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi,

sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut (Gibson,

1987) banyak dipengaruhi keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja,

sebelumnya dari variabel organisasi. Kelompok variabel organisasi

menurut (Gibson 1987) terdiri dari variabel sumberdaya manusia,

kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

Menurut (Kopelman, 1986) variabel imbalan akan berpengaruh

terhadap variabel motivasi yang pada akhirnya secara langsung

mempengaruhi kinerja individu.

Simmamora (2004:313) menyatakan bahwa kinerja adalah tingkat

kerja yang dicapai oleh seseorang dengan syarat-syarat yang telah

ditentukan. Kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1)

Faktor individual yang terdiri dari : kemampuan dan faktor demografi; 2)

Faktor psikologi : yang terdiri dari sikap, motivasi, persepsi, personality

dan pembelajaran; 3) Faktor organisasi yang terdiri dari : sumber daya

kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design.

Gibson et.al (1996:280) menyatakan bahwa performance berkaitan

dengan evaluasi kerja, dimana evaluasi kerja merupakan prestasi individu

yang merupakan cerminan prestasi organisasi. Oleh karena itu prestasi

pegawai mendefinisikan kinerja merupakan hasil kerja karyawan dalam

mencapai persyaratan-persyaratan kerja yang diberikan. Kinerja dalam hal

ini dipengaruhi faktor-faktor yaitu :

a. Faktor individual

Faktor ini meliputi kemampuan/keahlian, latar belakang demografi.

b. Faktor psikologis

Faktor ini meliputi persepsi, sikap dan personalitas pembelajaran, dan

motivasi

Dari berbagai pendapat maka kinerja adalah hasil kerja yang dapat

dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan yang dimiliki.

2. Self Efficacy

1) Pengertian Self Efficacy

Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri

individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh

Bandura. Self efficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan

individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk

menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986). Barda dan Byne

(2000) mengemukakan bahwa self efficacy merupakan penilaian

individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan

suatu tugas mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu. Di samping

itu (Schultz, 1994) mendefinisikan self efficacy sebagai penataan kita

terhadap kecukupan, efisiensi dan kemampuan kita dalam mengatasi

kehidupan.

Berdasarkan persamaan pendapat dari ahli tersebut dapat

disimpulkan bahwa self efficacy merupakan keyakinan atau

kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk

mengorganisasi, melakukan suatu tugas mencapai suatu tujuan,

menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan dan

mengimplementasi individu untuk menampilkan kecakapan tertentu.

2) Dimensi Self Efficacy

Bandura (1997) mengemukakan bahwa self efficacy individu dapat

dilihat dari tiga dimensi yaitu :

a. Tingkat (level)

Self efficacy individu dalam upaya mewujudkan suatu tugas

berbeda dalam tingkat kesulitan tugas, individu memiliki self

efficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau

juga pada tugas-tugas dengan rumit dan membutuhkan kompetensi

yang tinggi. Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi

cenderung memiliki tugas dengan tingkat kesulitannya sesuai

dengan kemampuannya.

b. Keluasan (generatif)

Dimensi ini dikaitkan dengan penguasaan individu terhadap bidang

dan tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki

self efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi

domain tertentu saja. Individu dengan self efficacy yang tinggi akan

mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan

suatu tugas. Individu yang memiliki self efficacy yang rendah kerja

menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan

suatu tugas.

c. Kekuatan (Strength)

Dimensi yang ketiga ini lebih menjatuhkan pada tingkat kekuatan

atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self efficacy

menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan

memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Individu

akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan

individu. Self efficacy menjadi dasar dengan melakukan usaha yang

keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa self efficacy

mencakup dimensi tingkat (level), kekuasaan (generality) dan

kekuatan (strength).

3) Sumber-sumber Self Efficacy

Bandura (1986) menjelaskan bahwa Self Efficacy individu didasarkan

pada empat (4) hal yaitu :

a. Pengalaman akan kesuksesan

Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar

pengaruhnya terhadap Self Efficacy individu karena didasari

kepada pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan

menyebabkan Self Efficacy individu pangkat, sementara kegagalan

yang baru yang mengakibatkan menurunnya Self Efficacy,

khususnya jika kegagalan terjadi ketika Self Efficacy individu

belum benar-benar terbentuk secara kuat. Kegagalan juga

menurunkan Self Efficacy individu jika kegagalan tersebut tidak

merefleksikan kurangnya usaha atau pengaruh dari keadaan luar.

b. Pengalaman akan individu lain

Individu tidak tergantung pada pengalamannya sendiri kegagalan

dan kesuksesan sebagai sumber Self Efficacy. Self Efficacy juga

dipengaruhi oleh pengalaman individu lain. Pengamatan individu

akan keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan

meningkatkan Self Efficacy individu tersebut pada bidang yang

sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan

mengatakan jika individu lain dapat melahirkannya dengan sukses,

maka individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk

melakukannya dengan baik. Pengamatan individu terhadap

kegagalan yang diakui individu lain meskipun telah melakukan

banyak usaha mencerminkan perilaku individu terhadap

kemampuannya sendiri dan mempengaruhi usaha individu untuk

mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang membangkitkan Self

Efficacy individu mudah dipengaruhi oleh pengalaman individu

lainnya, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang kemampuan

orang lain dan kurangnya peranan individu akan kemampuannya

sendiri.

c. Persuasi Verbal

Persuasi verbal digunakan untuk meyakinkan individu dan individu

memiliki kemampuan dengan menghantarkan individu untuk

meraih apa yang diinginkan.

d. Keadaan Fisiologis

Penilaian individu akan kemampuan dalam mengerjakan suatu

tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi

dan keadaan fisiologi yang dialami individu merupakan suatu

isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan. Sehingga situasi

yang merusak cenderung dihindari. Informasi dari keadaan fisik

seperti jantung berdebar, keringat dingin dan gemetar menjadi

isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di atas

kemampuannya.

Berdasarkan penjelasan di atas Self Efficacy bersumber pada

pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi

verbal dan keadaan fisiologis individu.

Perilaku seorang individu dapat berbeda dan dapat diukur dalam

hal kemampuan masing-masing yang disebut self efficacy. Self efficacy

adalah keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil

dalam menjalankan tugas tertentu. self efficacy muncul secara lambat

laun melalui pengalaman-pengalaman, kemampuan kognitif, sosial,

bahasa dan atau fisik yang rumit (Kreitner dan Kinicki, 2006:169).

Gecas dalam Kreitner dan Kinicki (2005:169) menyatakan bahwa self

efficacy mempunyai ikatan yang kuat antar self efficacy yang tinggi

dengan keberhasilan dalam tugas fisik dan mental yang sangat

beragam. Seperti fenomena kegelisahan yang berkurang, pengendalian

kecanduan, toleransi rasa sakit, penyembuhan penyakit, dan

penghindaran mabuk laut pada para angkatan laut. Sebaliknya orang-

orang dengan self efficacy yang rendah berhubungan dengan sebuah

kondisi yang disebut Leanarned Helpkss, keyakinan yang drastis

melemah, sehingga seseorang tidak memiliki kendali atas

lingkungannya. Jadi seseorang yang mempunyai self efficacy tinggi

maka akan selalu dapat mengendalikan dirinya dengan baik dan

mempunyai kinerja yang baik, demikian sebaliknya.

Keberhasilan seseorang pada masa lalu cenderung akan

meningkatkan self efficacy, tetapi kegagalan masa lalu akan

menemukan self efficacy. Bandura dalam Kreiner dan Kinicki

(2005:169-170) menjelaskan sebuah model bagaimana keyakinan self

efficacy mengukur jalan menuju keberhasilan atau kegagalan. Menurut

Bandura self efficacy mempunyai empat sumber keyakinan yaitu :

pengalaman masa lalu, model perilaku individu, persuasi dari orang

lain, dan penilaian keadaan fisik dan emosi. Keempat sumber ini akan

menimbulkan keyakinan self efficacy tinggi dan rendah yang akan

menghasilkan perilaku aktif dan positif.

Self efficacy adalah kemampuan yang ada pada dirinya yang

berhubungan dengan tugas individu.

3. Komunikasi

a. Pengantar

Pandangan optimis, meski boleh jadi terkesan subyektif,

mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang lebih penting dalam

kerangka kerja manusia organisasional selain komunikasi. Realitas

membuktikan bahwa komunikasi terjadi dalam konteks aneka

pekerjaan itu. Rencana kerja organisasi, misalnya hanya mungkin

direalisasikan jika personalia organisasi telah mengetahui informasi

pekerjaan antar komunikasi, antar manusia dalam kaitannya dengan

pekerjaan, berikut esensi komunikasi di dalam dunia kerja pada

umumnya.

b. Komunikasi Antar manusia dan pekerjaan

Di dalam dunia manajemen modern, apakah manajemen

pendidikan, manajemen industri, manajemen perbankan, manajemen

LSM, dan sebagainya. Komunikasi sering diarahkan untuk

meningkatkan semangat kerja karyawan. Iklim komunikasi yang

kondusif antar pimpinan dengan bawahan atau sebaliknya, dan antar

sesama karyawan menjadi keniscayaan bagi penciptaan semangat kerja

di dalam kelompok.

Peningkatan semangat kerja (working morale) dimaksudkan antara

lain untuk meningkatkan gairah kerja karyawan demi pencapaian

produktifitas. Peningkatan itu banyak ditentukan. Oleh faktor internal

manusia organisasi yang sepertinya mempunyai sejumlah kebutuhan

dan keinginan, seperti (1) kebutuhan untuk mengembangkan diri

dalam jabatan; (2) keinginan untuk mengejar kedudukan yang lebih

tinggi; (3) keinginan untuk meningkatkan harga diri dalam keluarga

dan masyarakat melalui aktivitas yang lebih konstruktif; (4) kebutuhan

bergerak dari sikap, tergantung kepada sikap yang lebih mandiri; 95)

dorongan untuk mencari tanggung jawab.

Dari lima kebutuhan dan keinginan itu, ada dua indikator pokok

yang mempengaruhi aktivitas manusia organisasional, yaitu keinginan

mempertinggi kedudukan dalam status dalam jabatan, dan hasrat

memperoleh kekuasaan yang lebih besar. Suka memisahkan dua

indikator pokok ini sebab keduanya berjalan sejajar. Kedudukan

seseorang dalam jabatan didasari atas mutu individual dan mutu kerja

dalam tim, baik menurut citra sementara maupun mutu sadar nyata.

Kekuasaan ditekankan kepada proses mempengaruhi atau memberi

pengaruh kepada sekelompok orang atau individu, dan disinilah

komunikasi antar manusia mutlak diperlukan.

c. Kedudukan dan Pekerjaan

Seperti telah diulas pada bagian sebelumnya, arus komunikasi

bervariasi, ke atas, ke bawah, diagonal, dan sebagainya. Meski sifatnya

multi arus, aktivitas komunikasi itu, pada umumnya dikaitkan dengan

pekerjaan atau tugas-tugas. Hasil penelitian membuktikan, jika

bawahan merasa segan kepada atasannya, frekuensi komunikasi antara

atasan dengan bawahan lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan

komunikasi antara bawahan dengan atasan. Lilico (1972) mengatakan

bahwa komunikasi ke atas mungkin tidak mengandung informasi yang

berhubungan dengan pekerjaan, dan dari segi banyaknya mungkin

lebih banyak komunikasi yang terjadi antara atasan dengan bawahan.

Personal tingkat bawah menahan diri untuk tidak berkomunikasi

dengan atasan sehubungan dengan rintangan psikologis, citra birokrasi

kekuasaan, atau karena dikulturkan seperti itu.

Tradisi yang berkembang akhirnya berapa tradisi “menghadapi

atasan”, misalnya ketua jurusan/departemen menghadap rektor,

menteri menghadap presiden, kepala sekolah menghadap kepala dinas

(Diknas) dan sebagainya.

Pada tingkat praktis, perbuatan membela, mengkritik, memberi

saran atau usul kepada atasan yang lebih tinggi sangat jarang, sebagai

akibat hambatan psikologis itu. Menyikapi fenomena itu, mereka segan

mengemukakan ketidaksenangan terhadap pekerjaan atau sikap

negatifnya terhadap tugas-tugas. Mereka bekerja dan berkomunikasi

sangat hati-hati sebab takut tugasnya, tidak dipercaya, dan tidak

membangun rasa saling memiliki.

Hal ini terjadi sebagai akibat beberapa hal. Pertama, tidak ada

keterbukaan antara kedua belah pihak. Mereka tidak mampu menjalin

kontak yang lebih komunikatif, karena apa yang ada pada diri

bawahan, hanyalah rasa takut, tak acuh dan sebagainya. Kedua,

kurang dukungan fakta-fakta. Keraguan seseorang yang berkomunikasi

dengan orang lain, antara lain disebabkan tidak ada bekal empiris. Apa

yang ada hanya keinginan-keinginan subyektif. Ketiga, pola

manajemen yang kaku, tidak memungkinkan komunikasi terjadi secara

efektif.

Di dalam konteks komunikasi, antar orang, penerapan hubungan

antara manusia (human relative). Dianggap dapat dipermudah

terlaksanya komunikasi secara baik. Maier (1963) mengemukakan

bahwa dalam hubungannya antara manusia, rintangan-rintangan

komunikasi dapat dihilangkan, menjauhkan salah pengertian dan

mengembangkan segi konstruktif dari kepribadian manusia. Manajer

modern adalah mereka yang mampu menciptakan suasana komunikasi

yang kondusif, rasa takut dan sebagainya, merupakan penghambat

pencapaian tujuan itu, dan dengan demikian akan memberikan

gangguan tidak sedikit terhadap kelancaran kerja. Mereka akan

berusaha menjalin komunikasi yang komunikatif untuk mencapai

tujuan organisasi. Faktor tidak kondusif dalam komunikasi harus

dijauhkan, jika organisasi bertekat mencapai tujuan secara baik.

Rasa permusuhan, takut, curiga, dan sikap-sikap lain bermacam itu

bukan hanya cenderung menghambat penerimaan pesan dalam proses

komunikasi, akan tetapi juga mengarah kepada bangkitnya motif-motif

yang mengganggu jalannya komunikasi antar manusia dalam

organisasi. Perbedaan status selalu ada dalam dunia organisasi.

Perbedaan status selalu ada dalam dunia organisasi dan status dalam

pekerjaan itu sendiri merupakan dambaan orang-orang yang ada dalam

setiap institusi.

Bahwa atasan yang bijak akan membawa bawahannya pada

kondisi yang mereka inginkan, yaitu menciptakan iklim yang sehat dan

produktifitas organisasi yang tinggi. Seorang manajer atau

administrator harus mengadakan komunikasi dengan stafnya dan

pengguna lain untuk tujuan-tujuan tertentu, menyampaikan informasi,

mengubah perilaku bawahan atau mengarahkan perilaku-perilaku yang

sesuai dengan harapan. Karena itu, pengawasan, penjagaan terhadap

sikap jujur, adil dan faktor lain yang ada hubungannya dengan spirit

pekerjaan perlu ada. Jika tidak kekuatan akan kontra produktif akan

timbul pada diri bawahan, dan akan terjadi sebuah kesenjangan

sehingga menimbulkan ketidakpuasan, kepercayaan dan kesetiaan

mereka.

Ketidakmampuan administrator atau manajer menimbulkan

kepercayaan, kepatuhan dan kesetiaan melalui komunikasi yang baik

akan membawa dampak gagalnya manajemen organisasi. Komunikasi

antar manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan menduduki posisi

sentral, lebih hanya sekedar perfores pada upaya mencapai tujuan-

tujuan organisasi. Sebagai contoh kemampuan guru mengajar

ditingkatkan secara lambat, disiplin guru rendah, siswa tidak terdorong

belajar, rendahnya moral kerja, tidak terjalin rasa saling memiliki,

curiga mencurigai, debat kusir, dan seperangkat gejala buruk lainnya

sering muncul di lembaga pendidikan. Munculnya masalah itu dapat

saja disebabkan oleh perbedaan status secara posisional atau karena

tidak ada jaringan komunikasi yang komunikatif. Lillico (1972)

mengatakan bahwa sebagian dari kekuasaan adalah kekacauan orang-

orang mengartikan kedudukan.

d. Kekuasaan dan Pekerjaan

Perbedaan kedudukan atau status seseorang dalam pekerjaan akan

mencerminkan perbedaan kekuasaan. Lillico (1972) melukiskan bahwa

apabila status merupakan variabel pokok, maka akibat dari keinginan

untuk maju dalam komunikasi antar orang akan lebih tampak, jika

perbedaan kekuasaan merupakan substansi dari perbedaan status itu.

Selanjutnya Lillico (1972) mengatakan bahwa bagi karyawan, untuk

dapat memajukan diri tergantung kepada kesempatan yang diberikan

oleh atasannya. Anggota kelompok yang mempunyai kesempatan

besar untuk promosi biasanya jarang melakukan protes, ketimbang

orang yang tidak mempunyai kesempatan untuk hal tersebut. Zender

(1971) mengemukakan, orang yang mempunyai kekuatan lebih kecil,

sebagai akibat kecilnya kekuasaan yang ia miliki, tetapi mereka

berharap naik dari posisi sekarang, kurang bebas berkomunikasi

dengan atasanya, dan mereka lebih banyak menceritakan apa yang

telah mereka capai. Aktivitas seperti ini pada umumnya jarang

dilakukan oleh orang yang tidak atau kurang berusaha memiliki kursi

atau jabatan. Pada tahun 1950-an, peneliti dalam bidang manajemen

banyak terpusat pada semangat kerja dan variabel yang

mempengaruhinya. Akhir-akhir ini penelitian banyak difokuskan

kepada kekuasaan dalam kaitannya dengan semangat kerja.

Di dalam dunia penelitian, gejala yang dihadapi adalah sama pada

pengawas sekolah yang di dalam dunia manajemen bisnis sering

disebut penilaian, kadang-kadang mempunyai pengaruh yang berbeda

dalam unit kerja mereka. Perbedaan itu mungkin muncul akibat

perbedaan kemampuan berkomunikasi atau akibat lain yang tidak

dapat dipisahkan dengan itu. Perbedaan pengaruh memberi arti kepada

kita betapa pentingnya komunikasi antar sesama manusia. Kekuasaan

erat kaitannya dengan luasnya komunikasi dan pengaruh yang

ditimbulkan dari kekuasaan itu sendiri, merupakan pengaruh langsung

dari komunikasi yang dilakukan.

e. Pola Tingkah Laku Individu dan Pekerjaan

Kalau kita turut memperhatikan perilaku manusia dalam bekerja,

dan dalam hidup bermasyarakat atau dalam situasi sosial lainnya, kita

akan membuat beberapa pra asumsi. Pertama, perilaku manusia dalam

situasi tertentu oleh proses komunikasi yang mereka lakukan. Kedua,

perilaku manusia dalam bekerja turut ditentukan oleh proses

komunikasi yang mereka lakukan. Ketiga, perilaku manusia dapat

berubah kalaupun situasi yang mereka hadapi adalah sama. Keempat,

perilaku bawahan mempengaruhi pola perilaku administrator atau

pimpinan dalam melaksanakan tugas-tugas dan demikian sebaliknya.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat laku

manusia atau dinamika individu tidak terlepas dari pekerjaan yang

dihadapinya. Kemampuan kerja seseorang dapat dilihat dari gerak dan

tingkah lakunya. Bagi administrator, pimpinan atau supervisor, pola

tingkah laku bawahan dijadikan acuan khusus untuk menciptakan

suasana serasi dan harmonis dalam bekerja. Bawahan yang serius

menghindari humor yang terlalu banyak melibatkan aspek pribadi.

Sebaliknya karyawan humoris, tidak betah dalam kehidupan

keseriusan dan dia bekerja karena gembira. Jika administrator,

supervisor, atau manajemen menyamakan manusia dalam bekerja, dia

sukar sukses. Dengan karyawan serius, dia sulit untuk sukses, jika

berbicara santai dan berbau humor. Dengan dihumoris, dia harus dapat

menyesuaikan diri demikian untuk insan lembah lembut. Jika

komunikator berbuat bertentangan dengan kaidah yang dianut

komunikan, maka dia tidak akan dapat berperilaku sesuai dengan

tuntutan-tuntutan pekerjaan.

f. Lingkungan dan Komunikasi Antar Manusia

Pada abad modern ini, dimana komunikasi adalah dianggap

kebutuhan pokok, orang menganggap bahwa komunikasi bukanlah

satu yang mandiri, lepas dari dunia lain. Dengan “dunia lain”

dimaksudkan bahwa komunikasi selalu berada dalam ruang atau batas

waktu tertentu dan komunikasi tidak lepas dari komponen-komponen

itu. Pada taraf tingkat sederhana, komunikasi dapat diartikan sebagai

setiap pembicaraan satu atau kelompok manusia dengan kelompok

lainnya tanpa melalui perantara atau media apapun. Di era globalisasi

sekarang ini, komunikasi sudah sangat komplek dan rumit, dan

aksesnya sangat luas dan dengan biaya yang murah.

Dunia komunikasi antar manusia maju, modern dan berkembang

didorong oleh karyawan ilmu pengetahuan dan teknologi secara luar

biasa. Apa yang dahulunya tidak pernah dipikirkan, kini sudah

dianggap hal biasa dan lumrah dari apa yang dahulunya dianggap

aneh, kini sudah umum dimengerti dan diketahui. Proses komunikasi

bukanlah suatu yang berdiri sendiri dan karenanya selalu dipengaruhi

oleh lingkungan komunikasi itu.

Beberapa contoh dapat digambarkan sebagai berikut. Komunikasi

tetap muka sering diganggu situasi gaduh. Bawahan malu mau

berbicara dengan rekan sekerja karena didengar atasan, apa isi

pembicaraan rahasia. Pembicaraan antar subyek tertentu berlangsung

dengan berbisik-bisik dan akhirnya didengar sepotong-potong.

Sementara kecurigaan timbul di pihak lain.

Skema lingkungan melalui media masa, misalnya seorang

pelanggan sebuah harian sering tidak sempat membaca berita hari ini

karena agar tidak mendistribusikan harian pada waktunya. Siswa tidak

dapat mendengar isi pembicaraan guru karena lingkungan gaduh.

Komunikator dan komunikasi harus berbuat selektif, sebab efektifitas

komunikasi ditentukan oleh komunikator atau komunikan itu.

Kegagalan satu pihak berarti kegagalan semuanya, sebab komunikasi

adalah suatu proses yang dinamis.

g. Kepercayaan

Ahli komunikasi mengatakan bahwa inti kesuksesan kelompok

kerja adalah saling percaya, sejalan dengan pertukaran informasi yang

dapat diandalkan. Di lain pihak, perselisihan disintegrasi dalam

komunikasi, ketidakmampuan membina saling percaya antar individu

adalah sumber utama organisasi, karena dengan itu komunikasi tidak

terjalin dengan rapi. Jika pada saat tertentu guru merasa curiga

terhadap kepala sekolahnya, maka proses komunikasi tidak berjalan

dengan baik dan atau harmonis. Isi komunikasi diterima dalam

keadaan tidak situs. Kegagalan pada satu pihak berarti kegagalan bagi

semuanya, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis.

Pengalaman penulis selama mengadakan penelitian untuk tesis

sarjana, menunjukkan masih ada kecurigaan para kepala sekolah

terhadap tujuan akhir penelitian. Saya telah berusaha mengkondisikan

bahwa data yang diperoleh hanya untuk kebutuhan penelitian. Dan ada

kalanya, sebuah keterbukaan sebuah nara sumber memang kadang-

kadang sulit diperoleh. Saya menyadari dan memahami bahwa yang

diteliti tidak langsung berhubungan dengan kepentingan pribadi.

Sebaliknya, bagaimanakah bentuk sumber data terhadap suatu obyek?

Apa yang ada dibenak mereka ternyata di luar konteks akademik. Segi-

segi akademik dikalahkan oleh hubungan yang bersifat personal.

Dengan tujuan yang jelas sekalipun ketidakpercayaan sering saja

muncul dan menjadi kendala. Ketidakpercayaan atasan terhadap

personal atau stafnya membawa perilaku yang tidak konsisten.

Mellinger, ahli psikologi dari Amerika Serikat, mengatakan bahwa di

dalam suatu badan pemerintahan yang besar, rekan-rekan yang saling

percaya lebih sering menjalin komunikasi dan hal ini menuntut

kesamaan persepsi. Ini memberi arti betapa besar makna kepercayaan

dalam hubungan menjalin komunikasi antar sesama insan. Suatu

kenyataan bahwa sikap percaya akan memancing pola sikap tingkah

laku yang lebih komunikatif dan dengan demikian apa yang

diharapkan oleh organisasi akan mudah dicapai.

h. Kesediaan Mendengar dan Efektifitas Komunikasi

Berhasil dan tidaknya komunikasi antar manusia turut ditentukan

oleh keinginan mendengar antar sesama dan berbuat saling menerima

dan memberi (take and give) adalah mutlak sangat diperlukan. Hanya

dengan keinginan untuk mendengarkan apa yang disampaikan

kepadanya dapat diterima dengan baik. Mendengarkan yang

dimaksudkan disini adalah kemampuan menangkap pesan, bukan

kepura-puraan. Pembicara yang tidak mau tahu pendengar atau lawan

bicara, tidak akan menjadi komunikator yang baik. Untuk itu, manusia

organisasional harus memiliki sifat-sifat komunikatif yang oleh Rugers

dan Shoemaker (1981) digambarkan dengan ciri berikut ini.

Pertama, memiliki empati yang lebih besar. Empati adalah

kemampuan seseorang memproyeksikan diri ke dalam peranan orang

lain. Kemampuan ini biasanya harus ditentang oleh kemampuan

berfikir. Abstrak, budaya khayal dan mengambil peran orang lain agar

lebih dapat berkomunikasi lebih efektif dengan mereka. Kemampuan

seperti ini merupakan prasarat bagi inovator. Kedua, kurang dogmatis.

Dogmatis adalah suatu variabel yang menggunakan sistem

kepercayaan yang relatif bertahap yang pengaruhnya sangat berat

terhadap kepribadian seseorang. Orang yang sangat dogmatis sulit

membuka diri terhadap ide-ide baru, menerima sesuatu secara apa

adanya. Ketiga, mempunyai kemampuan abstraktif yang lebih besar,

karena ide baru itu biasanya diperlukan dan atau diperkenalkan dalam

bentuk rangsangan yang abstrak, misalnya melalui media masa.

Keempat, mempunyai rasionalitas yang besar, karena itu merupakan

cara yang paling efektif untuk menciptakan tujuan tertentu. Kelima,

cenderung lebih tinggi intelegensinya. Keenam, memiliki sikap yang

lebih berkenan terhadap perubahan. Ketujuh, memiliki sikap yang

mengambil resiko. Kedelapan, memiliki sikap yang berkenan terhadap

pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kesembilan kurang percaya

terhadap nasib, yang contohnya tidak menyerah begitu saja terhadap

nasib, statisme. Pasrah pada nasib berarti orang melihat tidak ada daya

sama sekali untuk mengontrol atau mengarahkan masa depan. Orang

yang pasrah pada nasib berarti orang yang tidak percaya ada suatu

perubahan yang inovatif. Misal bagaimana seorang agen pembantu

dapat meyakinkan kliennya untuk mengadopsi inovasi yang akan

mengantar besarnya keduanya dan menjadikannya lebih dekat dan

lebih tinggi taraf hidupnya, jika pada klien itu percaya bahwa masa

depan itu sepenuhnya ditentukan oleh nasib. Kesepuluh, memiliki

motivasi tinggi meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Kesebelas,

memiliki aspirasi tinggi terhadap pendidikan, pekerjaan dan

sebagainya yang lebih tinggi.

i. Sikap Komunikator

Ada dua sikap komunikator yang mempengaruhi proses

komunikasi yaitu sikap menghambat dan sikap yang membantu. Dua

sikap pengirim untuk menghambat dan membantu proses komunikasi

menurut Jack R. Gigg (1970) dalam journal of communication

dituangkan sebagai berikut :

Sikap menghambat Sikap membantuEvaluasiPenguasaanManipulasiTidak memperhatikanBersikap superKaku

DeskripsiPermasalahanSpontanitasMemberi perhatianMenyamakan diriLuwes

1. Evaluasi-Deskripsi

Pengirim pesan yang cenderung memberi penilaian terhadap

pendengar akan menghadapi reaksi yang dikonsep dari penerima

pesan itu. Sebaliknya pengirim yang memberi penjelasan secara

deskriptif akan memperoleh respons positif dari pandangan.

Karena itu penyampaian pesan-pesan yang bersifat deskriptif akan

lebih efektif dibandingkan dengan yang bersifat evaluatif.

2. Penguasaan-Permasalahan

Pembicara yang bersikap sebagai penguasa atau pimpinan yang

otoriter, akan membuat bawahan menjadi interior dan detensif.

Pembicara yang berbicara, bersifat ingin memecahkan berbagai

masalah akan disambut secara positif dan konstruktif oleh partner

berbicara. Manusia sesuai dengan hakekatnya, biasanya tidak suka

terpojok, atau selalu berperan sebagai bawahan. Mereka lebih suka

menerima atasan yang senantiasa memecahkan berbagai problema

yang mereka hadapi.

3. Manipulasi-Spontanitas

Penyampaian pesan yang bernama manipulasi atau bersikap “ada

udang di balik batu” akan disambut dengan negatif dan tidak akan

mungkin menciptakan suasana komunikatif. Jika komunikasi

dilakukan secara jujur, spontanitas dan sungguh-sungguh, akan

disambut dengan sikap positif. Proses komunikasi berlangsung

secara komunikatif.

4. Tidak Memperhatikan-Memperhatikan

Sikap dingin seorang pembicara atau penyampai informasi akan

ditanggapi oleh penerima informasi secara tidak benar dan dengan

demikian komunikasi tidak akan berjalan secara efektif, jika

penyampai informasi/pembicara penuh dengan keseriusan, akan

ditanggapi oleh penerima informasi secara penuh perhatian.

Dengan demikian informasi dapat berjalan lancar.

5. Bersikap Super-Menyamakan Diri

Penyampai pesan atau pembicara yang berlagak angkuh atau

superior tidak akan menyampaikan informasi secara baik kepada

penerima, karena mereka akan mempunyai kesan bahwa pengirim

pesan itu hanya menampakkan egonya. Pembicara yang

menghargai pendengar atau memposisikannya sama dengan

dirinya, akan mampu menyampaikan informasi secara efektif.

6. Kaku-Luwes

Pembicara yang hanya berusaha menawarkan keputusan-keputusan

sendiri-sendiri dengan lebih mau dilihat demokratis akan membuat

pendengar atau penerima informasi jadi negatif. Jika pembicara

bersikap luwes, akan diterima secara luwes juga oleh pendengar.

Dengan demikian komunikasi akan berjalan lebih lancar.

j. Beberapa Kecenderungan Komunikasi Masa Datang

Sesuatu yang tidak mungkin, orang yang duduk pada posisi pimpinan,

termasuk kepala sekolah, akan dapat memimpin lembaganya secara

efektif dan efisien, tanpa mengikuti dan menyikapi perkembangan

jaman. Kemajuan iptek dan perubahan-perubahan kemasyarakatan

yang menjelma pada bentuk aneka ragam peradaban budaya, perlu

diantisipasi oleh orang-orang yang duduk pada posisi pimpinan hingga

ke tingkat staf. Pada masa yang datang, arus komunikasi akan

“menghadapi” masalah yang rumit atau komplek. Peradaban modern

antara lain, akan ditandai ledakan informasi yang sangat cepat, yang

dikawal oleh tingkat peradaban manusia yang tinggi akan iptek

informasi tidak dapat disanggah lagi bahwa gerakan arus iptek

informasi sangat dipengaruhi oleh mobilitas manusia, dan mobilitas

manusia itu sendiri ditentukan oleh kemampuannya mengikuti

percepatan arus informasi tersebut. Gejala universal di bidang

informasi dewasa ini harus diantisipasi oleh siapapun yang duduk pada

posisi pimpinan atau manusia organisasi pada umumnya adalah :

1. Ledakan informasi yang makin cepat, rumit dan datangnya secara

tiba-tiba.

2. Pemanfaatan media informasi berteknologi tinggi baik perangkat

keras maupun perangkat lunak yang makin canggih.

3. Perlunya kemampuan dan ketepatan manusia organisasional, untuk

mengolah data untuk menjadi informasi yang dapat dipakai di

dalam proses pembuatan keputusan atau pemecahan masalah.

4. Kesediaan manusia bekerja keras/tanpa mengenal waktu untuk

mentransfer informasi kepada pengguna beberapa saat atau

bersamaan dengan munculnya informasi itu.

5. Kehausan manusia akan informasi, baik parsial maupun

menyeluruh.

6. Dinamika/arus kebutuhan manusia akan informasi relatif tidak

terikat dengan waktu dan ruang.

Perkembangan dan gejala disebutkan di atas dari masing-masing

negara berbeda, demikian juga pada tingkat birokrasi atau

kelembagaannya. Makin maju suatu negara, ledakan informasi

semakin cepat dan rasa haus manusia akan informasi makin tinggi.

Terlepas dari keragaman itu, para komunikator senantiasa harus

berusaha meningkatkan kualitas kata-kata, gagasan (ide) perasaan yang

sesungguhnya kepada sang penerima. Dan sekaligus harus

mempertahankan penerima apa yang mereka tangkap sebagai reaksi

dan pernyataan lain pihak pada masa datang. Komunikasi akan

menghadapi “masalah” yang rumit dan komplek. Sejak tahun 1980-an

misalnya, telegram sebagai super modern telah mampu mengirim

70.000 kata per detik dari London ke New York, yang orang awam

mendengarnya pada saat itu menjadi tercengang. Padahal mereka yang

tahu betul prosesnya menganggap hal tersebut suatu yang biasa saja.

Berarti sebuah pertanda bahwa komunikasi sangat rumit, tidak hanya

pada perangkat keras (hard ware) akan tetapi juga perangkat lunak

(soft ware) berikut komitmen untuk memfungsikannya.

Beberapa indikator yang mempengaruhi lancar tidaknya

komunikasi di masa yang akan datang adalah sebagai berikut :

1. Bidang prasarana seperti jalur dan pembatasan

Orang yang bergerak dalam bidang pengawasan, seperti pengawas

sekolah sangat merasakan hal ini. Peneliti pernah mengkaji

penempatan bangunan sekolah baru dan ikut terlibat diperbantukan

di wilayah agak terpencil. Dari hal tersebut sebagai kesulitan di

dalam arus komunikasi, karena bukan terdukungnya transportasi.

2. Jangkauan media elektronik

Kebijakan pendidikan nasional sering disosialisasikan untuk

dimasyarakatkan melalui media elektronika seperti radio, televisi,

satelit, telepon, dan sebagainya, karena penggunaan media

elektronik dianggap cepat dan efektif akan permasalahannya tidak

semua wilayah terjangkau oleh media tersebut. Demikian juga

daya jangkau oleh media tersebut. Demikian juga daya jangkau

kepemilikan. Hal tersebut merupakan tantangan besar, karena

sangat mendukung efektifitas penyampaian informasi maupun

untuk edukasi sangat diperlukan.

3. Sikap dan tingkat ekonomi masyarakat

Pada ahli ekonomi dan ahli pendidikan telah sependapat bahwa

tingkat ekonomi dan sikap masyarakat sangat mempengaruhi dunia

pendidikan. Masyarakat dengan status ekonomi rendah dan sikap

yang tidak menganggap penting pendidikan itu akan tetap bodoh

secara kronik. Masalahnya sangat mudah disarat karena hal ini

muncul akibat terbatasnya daya jangkau. Dan tidak mungkin para

pelaksana pendidikan mampu menjalin komunikasi dengan

kelompok masyarakat yang tidak tergabung dalam wadah

pendidikan baik formal maupun non formal. Sementara pendidikan

yang didasarkan kesadaran sendiri sedang dalam perjuangan, oleh

pemerintah apa yang diamanatkan oleh konstitusi kita yaitu UUD

1945 belum ada pemerataan yang terutama di kalangan masyarakat

pedesaan. Masalahnya tidak sampai disini saja karenanya para

praktisi harus perlu berjuang keras untuk mengatasi berbagai

kendala dalam bidang pendidikan dan komunikasi. Upaya

pemecahan masalah secara serentak dan satu persepsi serta

sistematis merupakan pokok persoalan utama yang harus

diperhatikan. Manusia modern seperti di era sekarang ini dan

apalagi masa yang dibawa ditantang mampu berkomunikasi secara

efektif menurut waktu diisi serta efisiensi secara biaya. Di zaman

modern akan membawa orang berbicara seperlunya, sebab masing-

masing mempunyai kebutuhan yang sangat komplek, dimana sibuk

oleh kepentingan masing-masing. Di dalam kontek komunikasi

pendidikan modern, kadang-kadang peranan guru jadi berkurang.

“Konsep pendidikan” tidak membenarkan pendapat ini, meskipun

kenyataannya tetap terjadi tanpa disadari. Komunikasi di masa

mendatang mudah mendapat perhatian, oleh karena hal itu tidak

hanya berhubungan dengan ketrampilan teknis, melainkan juga

masalah psikologis.

4. Jangkauan media cetak

Pendidikan dalam arti luas mengandung pengertian, bahwa

kegiatan pendidikan itu tidak terbatas kerja pada ruang dan waktu

serta fasilitas yang tertata secara formal (schooling), akan tetapi

pendidikan masyarakat, menyangkut pengertian yang luas, yaitu

jaringan-jaringan kemasyarakatan.

5. Penyesuaian diri

Di dalam proses komunikasi, manusia cenderung menyesuaikan

diri terhadap situasi dengan kapasitas personalianya. Manusia akan

berbicara jika kebutuhan emosi (emotional need) sangat kuat

manusia ego sentris sulit menjalin komunikasi dengan orang lain,

karena komunikasi biasanya melibatkan proses adaptatif. Kita

harus lebih banyak memasuki diri pendengar, karena dengan cara

demikian dalam proses komunikasi sering dianggap efektif

dibanding dengan hanya menekankan pada isi. Penyesuaian diri

dengan orang lain, dapat dilakukan dengan teknik pasif atau aktif.

Teknik pasif, misal dengan memahami diri pendengar, diam seolah

tidak berbuat yang sebenarnya diam dalam rangka berbuat. Teknik

aktif atau dinamis adalah tindakan untuk memahami individu

dalam rangka penyesuaian diri dengan situasi. Seorang

administrator sekolah sebagai pemimpin rapat dapat menawarkan

kepada stafnya tentang pelaksanaan rapat yang efektif. Dia juga

dapat menerima pendapat anggota tentang tata cara berkomunikasi

yang paling cocok. Pasif atau aktifnya penyesuaian diri tergantung

kepada kebutuhan yang nyata waktu itu. Tidak ada yang pasif

mutlak (absolutely passive) dan tidak ada pula yang dinamis

mutlak (absolutely dynamic). Penyesuaian dalam proses

komunikasi mengandung pengertian upaya komunikator

menyesuaikan diri dengan harapan pendengar, apalagi disertai

dengan sikap komunikator yang tidak kondusif dan berakibat pada

rendahnya efektifitas komunikasi.

6. Penggunaan simbol

Komunikasi antar manusia banyak diwujudkan melalui lambang-

lambang atau simbol laksana kita merupakan lambang benji.

Lambang mempunyai arti penting dalam proses komunikasi.

Lambang (simbol) yang salah akan memberi dampak negatif.

Dalam ilmu matematika, kesalahan lambang berarti salah

perhitungan, demikian juga dalam manajemen keuangan. Statistik

yang salah berarti menyajikan data yang salah juga berati

menyajikan data yang tidak dapat dipercaya. Setelah ditemukan

adanya data manipulasi, lambang kata yang digunakan oleh para

manajer melambangkan keluwesan manajer itu. Dan tidak jarang

juga memberi cermin akan kekasaran juga terhadap pencerminan

pribadinya. Dari pembicaraan tercermin solidaritas, demikian

sebaliknya. Penggunaan simbol secara monoton membawa

kejenuhan. Perlu kita ketahui penulis mengatakan bahwa manusia

modern bergerak lebih eksak, menggunakan lambang yang efektif

untuk mewujudkan efektifitas manajemen.

7. Tenggang waktu

Inti komunikasi adalah pesan (message) yang disampaikan

informasi sampai pada waktunya, terlalu cepat dan mungkin

terlambat. Terlalu cepat dan atau lambatnya pesan disampaikan

oleh komunikator kepada komunikan dapat mengakibatkan

komunikasi tidak berarti. Permasalahannya terletak pada upaya

komunikator membuat kebijaksanaan, agar pesan itu sampai sesuai

dengan waktu yang dibutuhkan. Informasi yang menuntut proses

berfikir lama tentu harus disampaikan oleh komunikator lebih

awal, seperti permohonan tentang pembuatan makalah, dan

pelaksanaan administrasi dan supervisi sekolah. Sebaliknya,

informasi berupa ajakan atau pandangan tertentu dapat

disampaikan pada saat-saat dimana pelaksanaan kegiatan sudah

agak dekat, misal satu minggu sebelumnya, surat-surat penting,

telegram diterima. Bahwa kegagalan mengolah itu semua, bisa

membawa akibat penerima pesan menjadi apatis, bahkan sampai

frustrasi. Suatu saat misalnya administrator sekolah dihadapkan

kepada masalah yang pelik dan harus diselesaikan. Karena hal

tersebut menyangkut semua personal, tentu saja tanggungannya

harus sesegera mungkin tentang waktu terlalu lama berakibat

terhadap yang tidak diinginkan. Namun demikian, seorang

administrator sekolah dapat saja berbuat kesalahan karena

bawahannya menyampaikan/melaporkan informasi terlalu dini.

Hasil-hasil penelitian dikomunikasikan terlalu awal, kita belum

berbenah diri, untuk persiapan tindak lanjutan. Sementara staf

sudah mengorek informasi itu, karenanya jangan membuat orang

terpaksa beraksi, mengambil waktu terlalu awal. Jika informasi

disampaikan terlalu lambat, sementara disana sini telah terjadi

kebocoran-kebocoran, dikhawatirkan muncul sebab atau sengketa

bahkan terjadi konflik di luar sistem dan di laur ketentuan

kelompok, akibatnya timbul keresahan-keresahan yang sulit

dikendalikan. Penyampaian dalam situasi gaduh, dalam kancah

pembicaraan yang seru, tidak mudah. Pembicaraan bisa saja

berlega akan tetapi para pendengar sudah terpengaruh rasa antipati.

Kesulitan tersebut bukan terletak pada kegaduhan semata, karena

pada kondisi tersebut yang tidak nyaman, orang akan cenderung

mempertahankan konsep awal (preconception) yang ada pada

dirinya. Apabila masalah sudah jadi topik dan bahan pendekatan

antar kelompok dalam suatu organisasi tertentu. Kelompok-

kelompok itu menekan anggotanya mempertahankan pandangan

awal atas pandangan kuno saja.

8. Umpan balik

Kalau kita melemparkan sebuah batu ke lokasi kolam, maka

pertama-tama yang terlihat adalah gelombang air. Jika airnya

bergelombang, maka kemungkinan besar sasarannya tepat. Tentu

saja masih penasaran dan muncul sebuah pertanyaan, apakah batu

tersebut setelah terendam air jatuh di atas pasir atau lumpur,

batuan, atau tanah tandus. Ini dapat dijadikan sebuah ilustrasi

dalam proses komunikasi. Kalau pimpinan memanggil

bawahannya, untuk tugas tertentu, maka respons penerima

dipenuhi atau tidak, panggilan itu. Harapan selanjutnya merupakan

harapan inti, akan tetapi perilaku pertama menciptakan kondisi

yang mutlak harus ada. Umpan balik (feed back) sangat penting

untuk meningkatkan interaksi komunikatif, dan hal itu selalu ada

dalam keseluruhan interaksi antar personalia, meskipun sering

dilupakan orang. Pembicaraan sederhana sekalipun mensyaratkan

feed back. Administrator atau kepala sekolah, misal selalu melihat

dan memperhatikan reaksi stafnya, demikian juga guru selalu

memonitor reaksi siswanya. Ada pra asumsi yang mengatakan

bahwa komunikasi semakin cepat dan efisien. Jika umpan balik

diterima semakin besar pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan

jawaban luas, tentu tidak hanya yang jawaban “ya atau tidak”.

Meskipun jawaban ya atau tidak mencerminkan adanya feed back

dari seseorang. Administrator atau kepala sekolah dapat memakai

feed back guru-guru dengan mengajukan pertanyaan “Apakah anda

memahami apa yang telah dibicarakan?”.

9. Komunikasi tatap muka

Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa pada situasi apapun

komunikasi langsung (tatap muka) dianggap paling efektif. Bahwa

komunikasi tidak hanya sekedar proses penyampaian informatif,

tetapi melibatkan sebuah interaksi antar manusia (human

interaction). Komunikasi tatap muka akan lebih efektif ketimbang

perintah tertulis, namun pengumuman, cetakan dan sebagainya

terutama jika dikaitkan dengan konsep hubungan pribadi. Pada

proses komunikasi-komunikasi tatap muka, feed back dapat dilihat

secara langsung. Ketidakjelasan penerima pesan dapat diperbaiki

pada waktunya. Pembicara dapat mengetahui secara langsung

apakah penerima berita mendengar atau tidak dan memahami

pesan atau tidak. Komunikasi tatap muka memberi kemudahan

bagi komunikator untuk berbicara menurut cara mereka sendiri dan

tidak kalah pentingnya terhadap umpan balik muncul segera

dengan melalui sikap khusus, pembicaraan dapat memahami feed

back pendengar, tanpa ada informasi dari supervisor. Adakalanya

informasi disampaikan secara mendesak dan meminta feed back

secara segera dengan kesan kesungguhan yang tinggi. Manusia

pada umumnya mengambil arti besar dari komunikasi terbuka.

10. Komunikasi tertulis

Bahwa komunikasi tertulis tidak kalah pentingnya, karena pada

saat tertentu tidak dapat dihindari. Berita panjang dan menuntut

daya cerna penalaran yang lama dan mutlak secara terkonsep

(tertulis) apalagi tabulasi data statistik, nota dinas, dan sebagainya.

Sang penceramah yang efektif, tentu bukan dengan kata-kata

melulu atau lisan, melainkan memerlukan sebuah paper atau

makalah. Sifat kemampuan orang mendengarkan sesuatu hal

adalah terbatas dan dapat saja lupa, hilang. Setelah ada informasi

baru terpaksa dalam hal ini perlu adanya pencatatan. Hal-hal yang

sifatnya akan didokumentasikan harus menuntut sesuai dengan

aslinya. Data tertulis memberi waktu kepada penerima informasi

untuk dapat memahami informasi secara langsung dan berulang-

ulang, sampai betul-betul memahami informasi itu. Komunikasi

adalah proses menyampaikan baik secara langsung maupun tidak

langsung.

4. Kepuasan Kerja

Dalam manajemen pendidikan bahwa keberhasilan pendidikan tidak

hanya karena faktor kurikulum, sarana dan prasarana sekolah serta

intelektualitas siswa namun peran pegawai perlu dan penting untuk

diperhatikan mengingat pegawailah yang berperan aktif dalam merangsang

siswa untuk berhasil dalam kegiatan belajar mengajar. Maka pegawai

sebagai manusia pekerja perlu diperhatikan faktor yang bisa mendorong ia

bisa eksis dalam pekerjaannya.

Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan salah satu sikap kerja

pegawai yang perlu diciptakan di sekolah agar pegawai dapat bekerja

dengan moral yang tinggi, disiplin, semangat, berdedikasi dan menghayati

profesinya. Pegawai-pegawai yang merasa puas terhadap lembaganya akan

berdampak kepada kelancaran kegiatan belajar mengajar di sekolah dan

peningkatan kualitas pelayanan kepada para pelajar.

Dalam dunia usaha, ketidakpuasan kerja sering menimbulkan

kemangkiran, pergantian pegawai, pencurian; jadi majikan merasa perlu

untuk memuaskan pegawai mereka. Kerugian yang ditimbulkan oleh

ketidakpuasan kerja mungkin bersifat astronomis seperti kasus General

Motor Corporation melaporkan bahwa laju kemangkiran kasualnya para

pegawai tidak melapor untuk bekerja sesuai dengan jadwal yang

ditentukan adalah 5 persen. Ini berarti 25.000 pegawai yang mangkir

setiap hari, dan 50 juta jam yang hilang percuma setiap tahun. Jumlah

kerugian yang dialami perusahaan ini setiap tahun adalah $ 1 juta, jumlah

yang mengejutkan (Davis & Newstrom, 2000:105).

Dalam dunia pendidikanpun bisa pula terjadi seperti kasus di atas,

mengingat sekolah bisa kita anggap sebagai sebuah perusahaan yang

memproduksi sumber daya manusia. Jika kepuasan kerja pegawai tidak

terjamin. Pegawai bisa saja mangkir, membolos dari mengajar karena

protes terhadap ketidakpuasan yang diperolehnya. Oleh karena itu Kepala

Sekolah harus berusaha untuk memahami para pegawai dan

mengupayakan agar pegawai memperoleh kepuasan dalam menjalankan

tugasnya.

Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah cara seorang pekerja

merasakan pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap-

sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek-aspek pekerjaannya

bermacam-macam (Wexley & Yukl dalam Shobaruddin, 1992:129).

Kepuasan kerja adalah suatu sikap positif dan juga bisa negatif yang

dipunyai individu terhadap berbagai segi pekerjaan, tempat kerja dan

hubungan dengan teman sekerja. Hal ini dihasilkan dari intrinsik dan

ekstrinsik dan persepsi mereka terhadap pekerjaannya (Gibson & James,

1991:150). Sementara itu istilah kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk

pada sikap umum seorang individu yang menilai perbedaan antara jumlah

imbalan yang diterima dengan yang diyakininya seharusnya diterima.

Individu yang mempunyai kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap

yang positif terhadap kerja itu, individu yang tidak berpuas hati dengan

kerja mempunyai sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu (Robin,

1989:139). Definisi tersebut sejalan dengan pernyataan bahwa kerja adalah

kegiatan yang menghasilkan suatu nilai bagi orang lain. Jika yang

dirasakan dari pekerjaannya melampaui biaya marginal yang dikeluarkan

oleh pekerja disebut cukup memadai maka akan muncul kepuasan kerja.

Kepuasan kerja merujuk kepada keadaan emosi yang positif dari

mengevaluasi pengalaman kerja seseorang.

Sementara itu banyak dimensi telah dihimpun dari kepuasan kerja,

lima hal yang terutama mempunyai karakteristik penting, yaitu : 1)

Pembayaran : suatu jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari

pembayaran; 2) Pekerjaan : sampai sejauh mana tugas kerja dianggap

menarik dan memberikan kesempatan untuk belajar dan untuk menerima

tanggung jawab; 3) Kesempatan Promosi : adanya kesempatan untuk

maju; 4) Penyelia : kemampuan penyelia untuk memperhatikan

ketertarikan dan perhatian kepada pekerja: 5) Rekan sekerja : sampai

sejauh mana rekan sekerja bersahabat, kompeten dan mendukung (Gibson

& James, 1991:150).

Dimensi tersebut juga telah dikembangkan oleh para peneliti dari

Cornel University dalam Job Descriptive Index (JDI) untuk menilai

kepuasan kerja seseorang dengan dimensi kerja berikut: pekerjaan, upah,

promosi, rekan sekerja dan pengawasan (Kreitner, Robert dan Angelo,

Kinicki, 2003:271). Sekelompok karakteristik yang umumnya ditemukan

dalam analisis statistik dari beberapa daftar pernyataan sikap, meliputi:

gaji/upah, kondisi kerja, pengawasan, teman kerja, isi pekerjaan, jaminan

kerja, serta kesempatan promosi. Sesungguhnya seorang pekerja

beranggapan memiliki sebagian sikap terhadap setiap aspek pekerjaan

tersebut di samping gabungan sikap terhadapnya sebagai keseluruhan

(Wexley & Yulk dalam Shobaruddin, 1992:129).

Pendapat dari Bass dan Ryter (Fraser, 1993:183) menyatakan ada tiga

cara untuk meningkatkan kepuasan kerja atas dasar pikiran bahwa pekerja

merasa dirinya dihargai dalam pekerjaan, yaitu : 1) meningkatkan

pengharapan bahwa pekerja dapat memperoleh nilai yang diinginkan, 2)

meningkatkan keyakinan bahwa dia melakukan pekerjaan yang memberi

hasil yang bernilai, 3) menaikkan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan

hasil kerjanya. Ada enam jenis sasaran yang harus dicapai sebelum

kepuasan kerja dapat diperoleh adalah uang, wibawa, kedudukan,

keamanan, pengakuan, rasa memiliki dan kreatifitas.

Ketidakpuasan kerja akan berdampak kepada pergantian pegawai

(turnover), kemangkiran dan pencurian. Kepuasan kerja yang lebih tinggi

berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai, yaitu pegawai

yang meninggalkan organisasi. Para pegawai yang lebih puas

kemungkinan besar lebih lama bertahan dengan majikan mereka. Para

pegawai kurang puas biasanya menunjukkan pergantian yang lebih tinggi,

mereka cenderung mencari sesuatu yang lebih hijau di tempat lain dan

meninggalkan majikan mereka meskipun rekan kerja yang lebih puasan

tetap tinggal disitu. Pegawai yang tidak puas tidak harus merencanakan

untuk mangkir, tetapi mereka lebih mudah bereaksi untuk melakukan itu.

Semua kemangkiran yang tidak shahih itu dapat dikurangi dengan

menyediakan berbagai insentif yang mendorong pegawai masuk kerja.

Pegawai yang melakukan pencurian karena mereka putus asa atas

perlakukan organisasi yang dipandang tidak adil (Davis & Newstrom,

2000:109).

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja yang biasa

terjadi pada dunia kerja/industri, yaitu : 1) Usia. Ketika para karyawan

makin bertambah lanjut usianya. Mereka cenderung sedikit lebih puas

dengan pekerjaannya. Karyawan yang lebih muda cenderung kurang puas

karena berpengharapan tinggi, kurang penyesuaian dan berbagai sebab

lain; 2) Tingkat pekerja. Orang-orang dengan pekerjaan pada tingkat lebih

tinggi cenderung merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka. Mereka

biasanya memperoleh gaji dan kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan

yang dilakukan memberi peluang untuk merasa lebih puas; 3) Ukuran

organisasi. Pada saat organisasi semakin besar, ada beberapa bukti yang

menunjukkan bahwa kepuasan kerja cenderung agak menurun apabila

tidak diambil perbaikan untuk mengimbangi kecenderungan itu (Davis &

Neswtrom, 2000:109).

Pada dunia pendidikan bisa terjadi pegawai-pegawai yang sudah tua

cenderung lebih puas dalam bekerja dibanding dengan pegawai-pegawai

yang masih muda, karena harapannya tidaklah setinggi jika dibandingkan

dengan pegawai-pegawai yang lebih muda. Pegawai-pegawai yang

memperoleh jabatan tambahan, tugas tambahan di sekolah akan lebih puas

dalam bekerja dibanding dengan pegawai-pegawai yang memperoleh tugas

mengajar saja tanpa tambahan tugas/jabatan lain, ini dikarenakan pegawai

yang memperoleh jabatan/tugas tambahan tentu lebih banyak

tunjangannya, di samping dia merasa dihargai dan diperlukan dalam

organisasi/sekolah. Selanjutnya pada sekolah-sekolah yang besar dengan

jumlah pegawai yang banyak akan membuat kepuasan kerja pegawai

menjadi kurang, ini disebabkan semakin besar organisasi semakin banyak

pegawai akan semakin rumit mengelola organisasi tersebut.

Ada dua hal yang mungkin menyebabkan orang tidak puas dengan

pekerjaannya. Hal pertama, apabila orang tersebut tidak mendapatkan

informasi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaannya. Yang kedua,

apabila hubungan sesama teman sekerja kurang baik. Atau dengan kata

lain ketidakpuasan kerja ini berhubungan dengan masalah komunikasi

(Muhammad, 1996:79). Sedang pendapat Hasibuan (2001:203)

menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor

berikut : 1) balas jasa yang adil dan layak; 2) penempatan yang tepat

sesuai dengan keahlian; 3) Berat ringannya pekerjaan; 4) suasana dan

lingkungan pekerjaan; 5) peralatan yang menunjang pelaksanaan

pekerjaan; 6) sikap pemimpin dalam kepemimpinannya; 7) sifat pekerjaan

monoton atau tidak.

E. Penelitian Terdahulu

DISUSUN DALAM BENTUK MATRIK

LIHAT MILIK AGUS JUNAIDI

Nama

PenelitianJudul Penelitian Jenis Penelitian

Alat

AnalisaKesimpulan Persamaan Perbedaan

Penelitian tentang kinerja telah banyak dilakukan antara lain Imam Tejo

Marwoto (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Self

Efficacy, Motivasi, Pendidikan Dan Latihan (Diklat), Komunikasi Terhadap

Kinerja Guru Sekolah Menengah Kejuruan Panca Bhakti Kabupaten

Banjarnegara”. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa terdapat pengaruh

positif antara keempat variabel independen tersebut terhadap kinerja guru.

Martanto (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kreativitas,

Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat), Kedisiplinan Kerja, Dan Motivasi Kerja

Terhadap Kinerja Guru SD Di Lingkungan Kantor Cabang Dinas Pendidikan

Kecamatan Karangtengah Kabupaten Wonogiri”. Hasil penelitiannya

menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara keempat variabel bahwa

terdapat pengaruh positif antara keempat variabel independen tersebut dengan

kinerja guru.

Nuryadin (2005) yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan, Budaya Kerja

Dan Karakteristik Individu Terhadap Kinerja Dan Kepuasan Karyawan Pada

Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Kalimantan Timur”.

Wirasti (2006) yang berjudul “Pengaruh Motivasi, Jenjang Pendidikan

Kedisiplinan Kerja Dan Lingkungan Pekerjaan Terhadap Kinerja Pegawai

Pada Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Pemerintah Kota Surakarta”. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara

variabel motivasi jenjang pendidikan, lingkungan kerja dan disiplin kerja

terhadap kinerja pegawai.

Irfan (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh budaya organisasi,

jenjang pendidikan, sistem kompensasi serta promosi jabatan terhadap kinerja

karyawan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keempat variabel tersebut

berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru. Berbeda dengan

penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan variabel independennya

yaitu self efficacy, motivasi diklat, dan komunikasi sedangkan variabel

independennya adalah kinerja guru.

F. Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian pada landasan teori yang dijelaskan dimuka diberikan

kerangka pemikiran sebagai berikut :

VARIABEL KINERJA BENTUKNYA OVAL....LIHAT AGUS JUNAIDI

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Sumber : Spencer & Spender (1993) dalam Usman 2003 : 133

G. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Self efficacy (X1)

Komunikasi (X2)Kinerja guru (Y)Kepuasan kerja (i)

H1 : Diduga ada pengaruh yang signifikan variabel self efficacy terhadap

kepuasan kerja guru SMP Darunajah Kecamatan Banjarmangu

Kabupaten Banjarnegara..

H2 : Diduga ada pengaruh yang signifikan variabel self efficacy terhadap

kinerja guru SMP Darunajah Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Banjarnegara.

H3 : Diduga ada pengaruh yang signifikan komunikasi terhadap variabel

kepuasan kerja guru SMP Darunajah Kecamatan Banjarmangu

Kabupaten Banjarnegara..

H4 : Diduga ada pengaruh yang signifikan komunikasi terhadap variabel

terhadap kinerja guru SMP Darunajah Kecamatan Banjarmangu

Kabupaten Banjarnegara.

H5 : Diduga ada pengaruh yang signifikan variabel kepuasan kerja

terhadap kinerja guru SMP Darunajah Kecamatan Banjarmangu

Kabupaten Banjarnegara..

H4 : Diduga ada pengaruh langsung atau tidak langsung variabel kinerja

atau kerjasama terhadap kinerja guru.

URUTAN METODE PENELITIAN LIHAT AGUS JUNAIDI..ATAU

PEDOMAN PENULISAN TESIS/contoh proposal

H. Metode Penelitian

Dalam upaya untuk melakukan analisa masalah yang telah dirumuskan penulis

menggunakan metode sebagai berikut :

A. Metode Pengumpulan Data

1. Lokasi dan Obyek Penelitian

Lokasi penelitian adalah Sekolah Menengah Pertama Darunajah

Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara.. Obyek penelitian

adalah para guru SMP Darunajah Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Banjarnegara.

2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah semua komponen yang akan dijadikan obyek

penelitian dan sekaligus dijadikan batas bagi generalisasi hasil

penelitian yang bersangkutan. Populasi dalam penelitian ini adalah

para guru SMP Darunajah Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Banjarnegara. Populasi seluruh anggota yang dijadikan obyek

penelitian ini digunakan sebagai responden. Dengan demikian teknik

sampling dalam penelitian ini menggunakan metode sensus atau

sampel jenuh.

3. Data dan Sumber Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

yang diperoleh secara langsung melalui kuesioner yang dibagikan pada

para guru dan karyawan SMP Darunajah Kecamatan Banjarmangu

Kabupaten Banjarnegara.

I. Definisi Konsep dan Operasional Variabel

Konsep arah akhir pemikiran dan penelitian ini digambarkan dalam sebuah

kerangka pemikiran yang terdiri dari 4 variabel independen yang terdiri dari

Self Efficacy, Komunikasi, Kinerja Guru dan satu variabel intervening

Kepuasan Kerja. Secara operasional definisi variabel-variabel tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Kinerja guru (Y) merupakan cara kerja guru dalam melakukan kerja

sebagai indikator kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, ketangguhan

bekerja.

2. Kepuasan kerja (i) yaitu cara seorang pekerja yang memuaskan terhadap

pekerjaannya, kepuasan kerjanya merupakan generalisasi sikap terhadap

pekerjaannya yang didasarkan atas dasar aspek-aspek pekerjaannya yang

bermacam-macam.

3. Self efficacy (X1) yaitu keyakinan seseorang atas kemampuannya yang

dimiliki dalam pelaksanaan kerja tertentu. Indikator yang perencanaan

dalam tujuan proses belajar mengajar, pengembangan materi, evaluasi.

4. Komunikasi (X2) adalah suatu bentuk atau cara setiap individu

menyampaikan sesuatu dengan personal lain baik langsung maupun tidak

langsung, yang mempunyai tujuan untuk menginformasikan atau

menyampaikan sesuatu.

Indikator variabel-variabel tersebut diukur dengan kuesioner yang

menggunakan skala 1 sampai dengan 5. Adapun skor penilaian yang

digunakan adalah sebagai berikut :

1. Skor 1 untuk pernyataan sangat tidak setuju

2. Skor 2 untuk pernyataan tidak setuju

3. Skor 3 untuk pernyataan netral

4. Skor 4 untuk pernyataan setuju

5. Skor 5 untuk pernyataan sangat setuju

B. Metode Analisa Data

1. Pengujian Instrumen

Dalam analisis data digunakan proses analisis dengan

menggunakan konsep yang dikembangkan oleh Ghozali (2004 : 160)

hubungan kausalitas akan digunakan analisis jalur atau variabel

intervening. Pada penelitian ini variabel kepuasan kerja ditempatkan

sebagai variabel intervening untuk variabel self efficacy dan

komunikasi terhadap kinerja. Analisas jalan merupakan suatu teknik

analisis statistika yang dikembangkan dan analisis regresi linier

berganda teknik ini dikenal juga sebagai analisis lintas atau analisis

lintasan. Secara matematis analisis ini tidak lain adalah analisis regresi

linier berganda terhadap data yang dilakukan. Dengan demikian

perangkat lunak statistika yang mampu melakukan analisis regresi

linier berganda dapat juga untuk analisis jalur. Subyek utama analisis

ini adalah variabel-variabel yang saling berkorelasi. Analisis ini

mendasarkan diri pada model hubungan antara variabel yang

ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

Adapun teknik analisis statistik yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis jalur (path analysis). Menurut ghozali

(2004 : 160) mengemukakan penjabaran mengenai analisis jalur

sebagai berikut :

1. Konsep Dasar

Analisis jalur adalah gagasan dan model regresi yang dapat

digunakan untuk menganalisis hubungan sebab akibat antar satu

variabel dengan variabel lainnya. Dalam analisis jalur pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen dapat berupa

pengaruh langsung dan tidak langsung (direct dan indirect effect)

atau dengan kata lain analisis jalur memperhitungkan adanya

pengaruh langsung dan tidak langsung.

2. Diagram Jalur

Diagram jalur adalah alat untuk melukiskan secara grafis, struktur

hubungan kualitas antar variabel independen, intervening

(intermediary) dan dependen untuk mempresentasikan hubungan

kausalitas diagram jalur menggunakan simbol anak panah

berkepala batu (single headed arrow) ini mengindikasikan adanya

pengaruh langsung antara variabel eksogen atau intervening dan

variabel dependen, anak panah ini juga menghubungkan error

dengan variabel dependen dan untuk mempresentasikan hubungan

korelasi atau kovarian diantara dua variabel menggunakan anak

panah berkepala dua (two headed arrow). Setiap variabel

disimbolkan dalam bentuk kotak sedangkan variabel lain yang

tidak dianalisis dalam model atau error digambarkan dalam bentuk

lingkaran.

3. Koefisiensi Jalur

Koefisiensi jalur mengindikasikan besarnya pengaruh langsung

dari suatu variabel eksogen terhadap variabel endogren. Untuk

lebih memperjelas setiap koefisien jalur dapat dilihat pada sebuah

path diagram.

4. Asumsi-asumsi analisis jalur

Untuk efektifitas pengguna analisis jalur diperlukan beberapa

asumsi sebagai berikut :

a. Hubungan antar variabel dalam model linier dan adatif.

b. Seluruh error (residual) diasumsikan tidak berkorelasi dengan

lainnya.

c. Variabel diasumsikan dapat dilihat secara langsung.

d. Model kerja berbentuk rekreasive atau searah.

e. Variabel-variabel minimal diukur dengan skala likert.

5. Pengaruh langsung dan tidak langsung

Pengaruh langsung adalah pengaruh dari variabel independen ke

variabel dependen berupa melalui variabel dependen lainnya,

sedangkan pengaruh tidak langsung adalah situasi dimana variabel

independen mempengaruhi variabel dependen melalui variabel lain

yang disebut variabel intervening (intermediary). Adapun yang

dimaksud dengan total adalah penjumlahan pengaruh langsung dan

pengaruh tidak langsung.

Sebelum dilakukan pengolahan data untuk pengujian hipotesis

terlebih dahulu dilakukan uji data yaitu uji validitas (uji kesahihan) dan

uji reliabilitas (uji keandalan) untuk menguji kesungguhan jawaban

responden dalam penelitian ini :

a. Uji instrumen penelitian

1. Uji validitas

Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui seberapa cermat

suatu tes (alat ukur) melakukan fungsi ukurannya, cara menguji

validitas ini dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor

konstruk dengan skor totalnya maupun teknik korelasi yang

diterapkan dalam penelitian ini adalah teknik product moment

correlation (Sugiyono: 182). Rumus product moment

correlation adalah sebagai berikut : (Sugiyono, 1999 : 182)

Keterangan :

XY : koefisien korelasi

X : skor butir

Y : skor faktor

n : jumlah

Dikatakan valid apabila nilai r hitung lebih besar (>) dari r

tabel (Sugiyono 1999 : 118).

2. Uji Reliabilitas

Analisis reliabilitas menunjukkan pada pengertian apakah

instrumen dapat mengukur suatu yang diukur secara konsisten

dari waktu ke waktu. Ukuran dikatakan reliabel jika ukuran

tersebut memberikan hasil yang konsisten. Reliabilitas diukur

dengan menggunakan metode cronbach alpha. Rumus

cronbach alpha : (Suharsimi Arikunto, 1998 : 193)

Keterangan :

r : reliabilitas instrumen

k : banyaknya butir pertanyaan

Σα2b : jumlah varian butir

α2t : jumlah varian butir

Dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha lebih besar (>)

dari 0,6 (Sekaran, 2000 : 173)

Uji Linieritas

3. Uji Hipotesis

a. Metode analisis regresi jalur (path regression analysis)

Untuk dapat mengetahui persamaan regresi dapat dilakukan

dengan membuat model persamaan menggunakan metode

analisis regresi jalur (part regression analysis) sebagai

berikut :

Persamaan regresi :

i : b1x1 + b2x2 + e1 ... (1)

y : b1x1 + b2x2 + b3x3 + e3i + e2 (2)

keterangan :

y : kinerja

x1 : self efficacy

x2 : komunikasi

i : kepuasan kerja

b1...b3 : koefisien regresi

e1...e3 : error

data setiap variabel harus tersedia untuk bisa membuat

ramalan dengan regresi. Perhitungan akan efektif dengan

memakai alat komputer (soft ware komputer) yang dapat

membantu pengelolaan statistik topik regresi seperti SPSS.

b. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen secara

parsial.

Nilai t tes dapat diketahui dari nilai signifikan pada tabel

coefficientsa dalam output regression SPPS for windows.

Langkah-langkah pengujian :

1. Menentukan Ho dan Ha

Ho : Bi = 0, tidak terdapat pengaruh yang signifikan

secara parsial variabel self efficacy dan komunikasi

terhadap kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel

intervening pada SMPN 1 Karangkobar Kabupaten

Banjarnegara.

Ho : B1 ≠ 0, terdapat pengaruh yang signifikan secara

parsial variabel self efficacy dan komunikasi terhadap

kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel

intervening pada SMPN 1 Karangkobar Kabupaten

Banjarnegara.

2. Penentuan level of signifikan (α) = 0,05

3. Kriteria pengujian

Ho ditolak apabila nilai signifikan < 0,05

Ho diterima apabila nilai signifikan > 0,05

4. Menarik kesimpulan

Untuk mengetahui diterima atau ditolaknya Ho, maka

hasil perhitungan signifikan (nilai signifikan)

dibandingkan dengan level of significant 0,05, maka Ho

diterima yang besar tidak ada pengaruh yang signifikan

secara parsial variabel independen terhadap variabel

dependen.

c. Uji F (F- test)

Uji F digunakan untuk mengetahui signikansi pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen secara

simultan.

Langkah-langkah pengujian :

1) Menentukan Ho dan Ha

Ho : B1 = B2 = B3 = B4 = 0 tidak terdapat pengaruh

yang signifikan variabel self efficacy dan komunikasi

terhadap kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel

intervening pada SMPN 1 Karangkobar Kabupaten

Banjarnegara.

Ha : B1 ≠ B2 ≠ B3 ≠ 0 terdapat pengaruh yang

signifikan variabel self efficacy dan komunikasi

terhadap kinerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel

intervening pada SMPN 1 Karangkobar Kabupaten

Banjarnegara.

2) Penentuan level of signifikan (c) = 0,05

3) Kriteria pengujian

Ho ditolak apabila nilai signifikan < 0,05

Ho diterima apabila nilai signifikan > 0,05

4) Menarik kesimpulan

Untuk mengetahui diterima atau ditolaknya Ho maka

hasil perhitungan signifikansi (nilai sig) dibandingkan

dengan level of significant = 0,05. Apabila nilai-nilai

sig < 0,05, maka Ho ditolak yang berarti ada penagruh

signifikan secara simultan variabel independen terhadap

variabel dependen, sedangkan apabila nilai sig > 0,05

maka Ho diterima yang berarti tidak ada pengaruh yang

signifikan secara simultan variabel independen terhadap

variabel dependen.

d. Uji koefisien determinasi (R2)

Analisis koefisien determinasi dipergunakan untuk

mengetahui proporsi variabel independen dalam

memberikan kontribusinya terhadap variabel dependen dan

hasil perhitungan, dan analisis ini berupa prosentasi. Nilai

koefisien determinasi dapat diketahui dari nilai adjusted R

square pada tabel model summary dalam output regression

SPSS windows.

Adapun rumus R2 adalah sebagai berikut :

(Djarwanto Ps dan Pongesty Subagyo, 1997 : 164)

Keterangan :

B1, B2 : koefisien regresi

X1, X2 : data variabel independen

Y : data variabel independen

DAFTAR PUSTAKA

.

Arikunto, Suhasimi, 2003, Manajemen Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta,

Bandung.

As'ad, Moh., 2003, Psikologi Industri Seri Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Liberty.

Dessler, Gary, 2004, Manajemen Sumberdaya Manusia, Jakarta, PT. Prenhallindo.

Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi A nalisis Muiliivariate dengan SPSS ..Semarang, Badan Penerbit: Undip Semarang.

Gordon, JR. 2002, Organizational Behavior: A Diagnostic Approach, New Jersey. USA, Penerbit Prentice hail International. Inc.

Hariyo Priambodo. 2008. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan, Motivasi, Insentif, Kepemimpinan dan Lingkungan kerja Terhadap Kinerja Guru Negeri Sipil di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karangayar.Surakarta: STIE- AUB.

Hasibuan. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Kartono, Kartini. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Koesmono, H. Ternan, 2005, Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dan Lingkungan kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Fengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur, Jumal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol 7 No 2, September, 2005.

Kreitner dan Knicki, 2005, Perilaku Organisasi, Jakarta, Salemba Empat.

Lako, Andreas, 2005, Kepemimpinan dan Efekttvitas Kerja Organisasi :Isu, Teori, dan Solusi, Y ogyakarta, Amara Books. '

Mahsun, Mohamad. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.

Mangkunegara, Anwar Prabu, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung, Rosda.

Mangkunegara, Anwar Prabu, 2007, Evaluasi Kinerja SDM, Refika Aditama, Bandung

Manullang, 2004.Manajemen Personalia.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Moljono. Djoko Santoso, 2005, Budaya Organisasi dalam Tantangan. Jakarta, Penerbit Hex Media Komputindo .

Nawawi, 2003.Manajemen Sumber Daya Manusia untuk bisnis yang kompetitif.Cetakan kedua, Yogyakarta,

Sedarmayanti, 2003, Sumberdaya Manusia dan Produksi Kerja, Bandung, Mandar Maju.

Sedarmayanti, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Guru Negeri Sipil, Refika Aditama, Bandung.

Singgih Santoso, 2006, Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 14, Jakarta, Elex Media Komputindo.

Sulistiyani, 2004, Memahami Good Gavermence dalam Perspektif Sumber Daya Manusia, Penerbit Gava Media.Y ogyakarta.

Usman, Husaini dan Akbar, R Purnomo Setiady.2003, Pengantar Statistika, Jakarta, Bumi Aksara.