Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

36
Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 1

Transcript of Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Page 1: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 1

Page 2: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 2

MAKALAH

PROGRESIVISME:

SEBAGAI SUATU LANDASAN PENDIDIKAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Kependidikan

yang diampu oleh Prof. Dr. Suyahmo, M.Si.

Oleh:

DIDI PRAMONO NIM 0301512007

MOH. SAIFUL DATWA NIM 0301512010

NOVIANI ACHMAD PUTRI NIM 0301512011

DONI HARFIYANTO NIM 0301512033

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2012

Page 3: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara (Kemendikbud, 2003). Konsep pendidikan Indonesia seperti termuat

dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan

ranah ontologi, yang dalam penerapan selanjutnya dapat di-breakdown lagi ke dalam

ranah epistemologi dan aksiologi. Namun sebelum jauh melangkah menuju ranah

epistemologi dan aksiologi pendidikan, perlu dikupas lebih jauh mengenai ranah

ontologi pendidikan. Pertanyaannya, apa lagi yang akan dibicarakan di ranah ontologi

selain hakikat pendidikan itu sendiri? Yakni, landasan filosofis yang dijadikan dasar

dalam mengembangkan sistem pendidikan.

Pendidikan akan berjalan baik sesuai dengan amanat undang-undang ketika

didasari oleh landasan filosofis yang baik. Landasan filosofis tersebut mewujud dalam

aliran-aliran pendidikan. Dikalangan filsuf Yunani kuno berkembang berbagai aliran

pendidikan, mulai dari aliran yang dikemukakan oleh Socrates, Aristoteles, John Locke,

Arthur Schoupenhauer, J.J. Rousseau, William Stern, Francis Bacon, Emanuel Kant,

dan lain sebagainya. Pemikiran dan praktek pendidikan sejak dahulu, kini maupun masa

yang akan datang senantiasa akan mengalami dinamika perkembangan seiring dengan

kemajuan perkembangan IPTEKS serta perubahan sosial budaya yang sedang terjadi di

dalam masyarakat (Munib, 2005:89).

Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan

isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya

apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu,

sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh

landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya

memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai

salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan

berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya (Suyitno, 2009). Munib (2005,

90) menambahkan bahwa pemahaman terhadap berbagai aliran pendidikan memiliki arti

Page 4: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 4

yang sangat penting ketika seorang pendidik ataupun calon pendidik hendak menangkap

hakikat dari setiap dinamika perkembangan pemikiran tentang pendidikan yang tengah

terjadi. Bagaimanapun juga aliran-aliran pendidikan pada dasarnya merupakan gagasan

para pemikir yang cukup berpengaruh secara luas pada zamannya, sehingga tidak dapat

diabaikan.

Pemahaman terhadap pemikiran-pemikiran yang demikian dianggap penting

dalam dunia pendidikan karena akan menjadi bekal bagi pendidik, sehingga memiliki

wawasan historis yang lebih luas, dan dapat juga menambah ketajaman analisisnya

dalam mengaitkan antara keberadaan masa lampau dengan tuntutan dan kebutuhan masa

kini dalam rangka mengantisipasi masa yang akan datang (Munib, 2005: 90). Selain itu

pendidik yang dapat memahami pemikiran-pemikiran aliran-aliran pendidikan dapat

menjalankan pembelajaran dengan baik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi serta pengawasan pembelajaran. Pendidik ketika melakukan perencanaan, akan

mempertimbangkan apa yang akan dia suguhkan pada peserta didik, dengan

mempertimbangkan pemikiran aliran pendidikan. Demikian juga dalam proses

pelaksanaan, dan evaluasi serta pengawasan pembelajaran, semuanya dilakukan dalam

bingkai pemikiran aliran pendidikan tertentu. Setiap aliran pendidikan memiliki

pandangan yang berbeda-beda tentang perkembangan manusia. Pandangan ini

disadarkan atas ruang dan waktu yang menjadi faktor dominan yang menentukan

perkembangan manusia. Salah satu aliran yang akan dibahas dalam makalah ini adalah

progresivisme.

Aliran progresivisme aliran filsafat yang menuntut untuk selalu maju, aktif,

inovatif, dan dinamis. Dengan pengalamannya, siswa akan mampu menghadapi dunia.

Kaum progresif menekankan pada “bagaimana berpikir”, bukan “apa yang dipikirkan”.

Tujuan pendidikannya adalah memberikan keterampilan dan cara untuk memecahkan

masalah (problem solving) yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang

berada dalam proses perubahan secara terus-menerus. Progresivisme merupakan

landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif. Aliran ini menganggap

pendidikan harus terpusat pada anak didik, bukannya pada guru. Disini anak diberi

kebebasan untuk mengembangkan bakat dan kemampuan yang ada dalam dirinya,

sehingga anak memiliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang siap menghadapi

masa depan. Filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang mengekang anak

didik, yaitu pendidikan yang memaksa siswa menerima apapun yang dikatakan oleh

gurunya, tanpa diberi kebebasan sama sekali untuk bersikap dan berbuat.

Page 5: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 5

Terkait dengan tujuan pendidikan yang saat ini berlangsung, sejalankah aliran

progresivisme ini dengan kurikulum yang sedang diterapkan saat ini, seperti kita ketahui

sekarang ini adalah kurikulum KTSP yang sedang berlangsung. Kurikulum KTSP

merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-

masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan

pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender

pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau

kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi

dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi

waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar

kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

Keberlangsungan sistem KTSP yang sekarang ini sedang berlangsung akankah

dapat sejalan dengan prinsip aliran progresivisme yang ada. Pertanyaan yang kemudian

muncul adalah, apa itu progresivisme, mengapa progresivisme penting untuk melandasi

pendidikan, apa yang membedakan progresivisme dengan aliran lainnya? Apa yang unik

dari progresivisme? sehingga progresivisme dipilih untuk dibahas dalam makalah ini.

Pertanyaan-pertanyaan ini akan ditemukan jawabannya dalam pembahasan makalah

berjudul “Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, masalah yang dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud progresivisme?

2. Mengapa progresivisme penting untuk melandasi pendidikan?

3. Apa beda progresivisme dengan aliran-aliran pendidikan lain? Sehingga

progresivisme penting untuk melandasi pendidikan.

C. TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui yang dimaksud progresivisme.

2. Menganalisis pentingnya progresivisme sebagai landasan pendidikan.

3. Mengidentifikasi beda progresivisme dengan aliran-aliran pendidikan lain.

Page 6: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 6

D. MANFAAT

Manfaat penulisan makalah ini adalah:

1. Manfaat Teoretis

a. Menambah khasanah keilmuan tentang filsafat progresivisme sebagai landasan

pendidikan.

b. Merupakan kajian akademik bersifat tesa, yang memungkinkan munculnya

antitesa untuk menyempurnakan kajian ini.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penentu kebijakan, progresivisme dapat dijadikan salah satu dasar dalam

pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.

b. Bagi pendidik, progresivisme bermanfaat sebagai dasar untuk mengembangkan

praktek-praktek pembelajaran.

c. Bagi peserta didik, progresivisme bermanfaat sebagai acuan dan gambaran

bahwa dalam diri mereka terdapat potensi untuk maju dan berkembang dengan

dipandu oleh sistem pendidikan, baik formal, nonformal maupun informal.

Page 7: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. FILSAFAT PROGRESIVISME

1. Ontologi Progresivisme

Tesis aliran progresivisme tentang ontologi (tentang hakikat

eksistensi/realita), terangkum dalam asas-asas berikut ini:

a. Asas Hereby atau Asas Keduniawian

Realita semesta sebagai kosmos dengan istilah “universe” berarti

eksistensi yang amat luas, tidak terbatas. Tetapi realita kosmos yang demikian

sungguh-sungguh realita, bukan dalam arti yang dimaksud oleh doktrin realita

mutlak. Sebab realita kosmos itu adalah kenyataan di mana kehidupan manusia

berlangsung.

b. Pengalaman sebagai realita

Manusia hakikatnya selalu mencari dan menghadapi secara langsung

suatu realita di sini dan sekarang, yakni sebagai lingkungan hidup. Menurut

Dewey, pengalaman adalah key concept, kunci pengertian manusia atas segala

sesuatu.

Asas ontologi progresivisme didasarkan pada pengalaman, merupakan

suatu dalil yang bersumber dalam teori evolusi. Pengalaman adalah perjuangan,

sebab hidup sebenarnya adalah tindakan-tindakan dan perubahan-perubahan.

Dalam proses ini, maka kesempatan, suatu yang tidak terduga, sesuatu yang

baru, sesuatu yang tidak teramalkan selalu memegang peranan besar dalam

peristiwa-peristiwa kehidupan. Manusia, sebagaimana makhluk-makhluk lain,

akan tetap hidup dan berkembang jika mampu mengatasi perjuangan, peribahan,

berarti ia bertindak.

c. Pikiran sebagai fungsi manusia yang unik

Potensi pikiran meliputi kemampuan mengingat, imajinasi, menghubung-

hubungkan, merumuskan, melambangkan dan memecahkan persoalan-persoalan

serta berkomunikasi dengan sesamanya. Pikiran adalah suatu integritas di dalam

kepribadian, bukan suatu entitas tersendiri, dalam tingkah laku. Eksistensi dan

realitas pikiran hanyalah di dalam aktivitas. Pikiran adalah apa yang manusia

lakukan. Pikiran pada prinsipnya adalah yang berperan di dalam pengalaman.

Page 8: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 8

2. Epistemologi Progresivisme

a. Pengetahuan dan Kebenaran

Dewey menekankan fungsi berpikir kreatif, yang menekankan bahwa

istilah-istilah penyelidikan, makna, pertimbangan, logika dan verifikasi adalah

asas-asas yang amat berguna bagi efektivitas fungsi berpikir kreatif. Sedangkan

kebenaran adalah kemampuan suatu ide memecahkan suatu masalah. Oleh

karena itu kebenaran adalah konsekuensi-kosekuensi dari suatu ide, realita

pengetahuan dan daya guna dalam hidup.

b. Pengetahuan bersifat pasif

Pengetahuan adalah perbendaharaan informasi, fakta, hukum-hukum

prinsip-prinsip, proses, kebiasaan-kebiasaan yang terakumulasi di dalam pribadi

sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman-pengalaman. Pengetahuan

diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan

segala realita dalam lingkungan hidupnya, atau pun diperoleh manusia secara

tidak langsung melalui catatan-catatan yang diwariskan (buku-buku, dsb).

c. Kebenaran bersifat aktif

Hubungan antara pengetahuan dan kebenaran terletak di dalam proses

sebagai berikut: pengetahuan dipandang pasif, karena ia adalah suatu

perbendaharaan pengalaman dan informasi yang siap menanti penggunaan.

Sedangkan kebenaran dianggap sebagai aktif, karena kebenaran adalah hasil

tertentu dari pengetahuan. Kebenaran adalah hasil pemilihan alternatif dalam

proses pemecahan masalah.

Kebenaran didapatkan, tidak mungkin tanpa perbendaharaan

pengetahuan. Perbendaharaan ini memberikan ide-ide (bagi manusia pada

umumnya) dan hipotesa untuk suatu tindakan, suatu problem solving.

d. Intelegensi dan Operasionalisme

Intelegensi hakikatnya ialah cara-cara eksperimental dari kehidupan,

metode utama interaksi manusia dengan lingkungannya. Menurut Dewey (2:111)

intelegensi adalah “product and expression of cumulative funding of the

meaning reached in special inquires”. Dalam artian lain, intelegensi adalah

kemampuan bertingkah laku tidak secara rutin dengan ketaatan yang buta atas

kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Intelegensi, utamanya ialah kemampuan

untuk menafsirkan dan menafsirkan kembali baik suatu alternatif maupun

konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya.

Page 9: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 9

Operasionalisme adalah suatu antisipasi yang tepat. Operasionalisme

memandang hukum-hukum universal dari alam sebagai alat untuk interpretasi

ilmiah dan sebagai kontrol, dan bukan sebagai tujuan; karena bukan sesuatu

yang tetap atau bukan sebagai ketertiban abadi. Metode operasional dalam

penggunaan ide-ide (hipotesis) adalah konsep umum kebudayaan di samping

juga konsep semua filsafat pendidikan. Metode ini dapat memberi pengarahan

dan cara-cara pendekatan tertentu dalam menafsirkan masalah-maslaah

kemanusiaan khususnya.

e. Immediate dan Mediate Experience

Proses pencarian pengetahuan manusia melalui pengalaman terjadi dalam

dua bentuk, yakni:

1) Immediate Experience

Pengalaman yang diperoleh dalam kesadaran manusia saat keadaan

seimbang, tenang, rileks, dan damai.

2) Mediate Experience

Pengalaman yang diperoleh dalam kesadaran manusia saat keadaan tidak

seimbang.

3. Aksiologi Progresivisme

a. Approach Empiris

1) Hubungan antara realita dengan pengetahuan

Nilai merupakan hal yang saling terkait antara realita dan

pengetahuan. Nilai lahir dari keinginan, dorongan, perasaan, kebiasaan

manusia, sesuai dengan watak manusia yang merupakan kesatuan antara

faktor-faktor biologi dan sosial dalam kepribadiannya. Nilai ialah sesuatu

yang ada di dalam kehidupan sebagai realita, dan dapat dimengerti manusia

sebagai wujud, pengetahuan, dan ide. Relasi antara realita, pengetahuan dan

nilai adalah sebagai satu mata rantai dalam pengalaman dan kehidupan

manusia yang nyata.

2) Nilai instrumental dan nilai intrinsik

Tiap-tiap nilai yang berguna di dalam kehidupan manusia untuk

hidup ialah nilai instrumental. Sesuatu itu bernilai karena dapat

mengantarkan manusia kepada satu tujuan. Progresivisme tidak membedakan

dengan tajam antara nilai instrumental dan intrinsik, karena dalam konteks

tertentu kedua nilai itu dapat overlapping. Kedudukan kedua nilai tersebut

Page 10: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 10

dapat dianalogikan dengan kedudukan pengetahuan dan kepercayaan dalam

epistemologinya. Di samping itu keduanya dependent satu sama lain.

3) Nilai sosial dan nilai individual

Pada prinsipnya, semua nilai lahir dari realita sosial. Watak sosial

dari nilai secara fundamental ialah pada kodrat individu, bahwa seorang

individu baru akan menjadi suatu pribadi setelah ia dengan aktif

berpartisipasi di dalam suatu masyarakat dimana terhimpun banyak pribadi.

Seseorang tidaklah dilahirkan sebagai suatu pribadi, individu baru menyadari

diri sendiri setelah sadar akan individu-individu lain/kepribadian-kepribadian

orang lain.

4) Perkembangan sebagai nilai

Individu tumbuh dan berkembang secara vertikal dan horizontal.

Berkembang secara vertikal berarti individu berkembang tanpa akhir untuk

terus meningkatkan kualitas pengembangan itu dengan penyelidikan-

penyelidikan yang mendalam dan berkelanjutan. Sedangkan individu

dikatakan berkembang secara horizontal berarti dalam hubungannya dengan

alam lingkungan dan kebudayaan sekarang.

b. Approach Artistik

1) Nilai Estetika

Estetika adalah nilai keindahan yang dinikmati dalam hidup, yang

tidak mendatangkan masalah. Nilai estetika meliputi suatu simphoni, lukisan,

taman, dapat dinikmati seseorang bagi individunya sendiri. Tetapi rasa

nikmat itu dapat pula menggugah rasa sosial, terutama rasa hormat, kagum

dan penghargaan kepada pecinta realita estetika.

2) Ilmu peengetahuan dan seni

Ilmu pengetahuan dan seni bukanlah dua bidang yang terpisah,

melainkan suatu prestasi manusia yang komplementatif. Bahkan dalam

penciptaan hasil-hasil seni, bukanlah semata-mata fungsi-fungsi kreatif yang

utama, melainkan juga fungsi-fungsi reflektif (berpikir) amat diperlukan.

c. Democracy as Value

Demokrasi adalah suatu pola dalam program bagi seluruh lingkup

kehidupan. Demokrasi merupakan suatu perwujudan dari nilai-nilai

fundamental, sikap-sikap dan praktek-praktek. Demokrasi adalah nilai ideal yang

Page 11: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 11

wajib dilaksanakan sepenuhnya dalam semua bidang kehidupan termasuk di

dalam seni dan keagamaan.

Demokrasi tidak saja memiliki makna persamaan, melainkan secara

praktis mengandung makna tanggungjawab dan kewajiban untuk mengemban

potensi tiap individu dalam kehidupan bersama, secara kooperatif.

4. Sejarah Perkembangan Progresivisme

Progresivisme dianggap sebagai aliran pikiran yang baru muncul dengan

jelas pada pertengahan abad ke-19. Sumber lain menyebutkan bahwa progresivisme

merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika Serikat pada tahun 1918. John S.

Brubaeher mengatakan bahwa filsafat progresivisme bermuara pada aliran filsafat

pragmatisme yang diperkenalkan oleh William James dan John Dewey.

Akan tetapi garis perkembangannya dapat ditarik jauh kebelakang sampai

pada zaman Yunani purba. Tokoh-tokoh progrevisme meliputi Hiraclitus (544 &

ndash; 484 SM), Socrates (469 & ndash; 399 SM), Protagoras (480 & ndash; 410

SM), dan Aristoteles. Mereka pernah mengemukakan pendapat yang dapat dianggap

sebagai unsur-unsur yang ikut menyebabkan sikap jiwa yang disebut pragmatisme-

progresivisme.

Heraclitus mengemukakan bahwa sifat yang utama dari realita ialah

perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini, semuanya berubah-ubah,

kecuali asa perubahan itu sendiri. Socrates berusaha mempersatukan epsitemologi

dan aksiologi. Ia mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kunci untuk kebajikan.

Hal-hal baik dapat dipelajari dengan kekuatan intelek, dan pengetahuan yang baik

menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukan kebajikan. Ia percaya bahwa

manusia sanggup melakukan hal-hal baik. Protagoras mengajarkan bahwa kebenaran

dan norma atau nilai tidak bersifat mutlak, melainkan relatif, yaitu bergantung pada

waktu dan tempat. Sedangkan Aristoteles menyarankan moderasi dan kompromi

(jalan tengah bukan jalan ekstrim) dalam kehidupan.

Kemudian sejak abad ke-16, Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant,

dan Hegel dapat disebut sebagai penyumbang pikiran-pikiran munculnya aliran

progresivisme. Francis Bacon memberikan sumbangan dengan usahanya

memperbaiki dan memperhalus metode ilmiah dalam pengetahuan alam. Locke

dengan ajarannya tentang kebebasan politik. Rousseau dengan keyakinannya bahwa

kebaikan berada di dalam manusia karena kodrat yang baik dari para manusia. Kant

memuliakan manusia, menjunjung tinggi akan kepribadian manusia, memberi

Page 12: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 12

martabat manusia suatu kedudukan yang tinggi. Hegel mengajarkan bahwa alam dan

masyarakat bersifat dinamis, selamanya berada dalam keadaan bergerak, dalam

proses perubahan dan penyesuaian yang tak ada hentinya.

Di abad ke-19 dan ke-20, tokoh-tokoh progresivisme banyak terdapat di

Amerika Serikat. Thomas Paine dan Thomas Jefferson memberikan sumbangan

pada Progresivisme karena kepercayaan mereka pada demokrasi dan penolakan

terhadap sikap yang dogmatis, terutama dalam agama. Charles S. Peirce

mengemukakan teori tentang pikiran dan hal berfikir. Pikiran itu hanya berguna bagi

manusia apabila pikiran itu bekerja yaitu memberikan pengalaman (hasil) baginya.

Fungsi berfikir adalah membiasakan manusia untuk berbuat, perasaan dan gerak

jasmaniah adalah manifestasi dari aktifitas manusia dan keduanya itu tidak dapat

dipisahkan dari kegiatan berfikir.

5. Arah Pandangan Progresivisme

Menurut Redja Mudyaharjo, Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang

mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child

centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang berpusat pada guru

(teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered). Progresivisme

dihubungkan dengan pandangan hidup liberal “the liberal road to culture”.

Maksudnya adalah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut;

fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin

tertentu), curious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded

(mempunyai hati terbuka). Progresivisme menghendaki pendidikan yang pada

hakikatnya progresif. Tujuan pendidikan hendaknya diartikan sebagai rekonstruksi

pengalaman yang terus-menerus, agar peserta didik dapat berbuat sesuatu yang

inteligen dan mampu mengadakan penyesuaian dan penyesuaian kembali sesuai

dengan tuntutan lingkungan.

Sumber lain menyebutkan bahwa progresivisme memandang sekolah sebagai

alat untuk mempertahankan tradisi dan lembaga kehidupan dalam garis kemajuan

ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, tugas sekolah adalah menghasilkan dan

mempertahankan suatu tingkat integrasi sosial yang tinggi di antara berbagai aspek

kehidupan masyarakat sekolah yang mengutamakan studi masalah-masalah sosial

dengan mempergunakan metode pemecahan masalah yang sesuai dengan metode

penelitian ilmiah.

Page 13: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 13

Progresivisme secara bahasa dapat diartikan sebagai aliran yang

menginginkan kemajuan-kemajuan secara cepat. Aliran ini berpendapat bahwa

pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang.

Aliran ini juga beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat

untuk hidup, kesejahteraan, dan mengembangkan kepribadian manusia. Filsafat

progresivisme tidak mengakui kemutlakan kehidupan, menolak absolutisme dan

otoriterisme dalam segala bentuknya. Nilai-nilai yang dianut bersifat dinamis dan

selalu mengalami perubahan. Dengan demikian aliran progresivisme menjunjung

tinggi hak asasi individu dan menjunjung tinggi nilai demokratis, sehingga

progresivisme dianggap sebagai The Liberal Road of Culture (kebebasan mutlak

menuju arah kebudayaan), maksudnya nilai-nilai yang dianut bersifat fleksibel

terhadap perubahan, toleran, dan terbuka. Progresivisme menuntut pribadi-pribadi

penganutnya untuk selalu bersikap penjelajah dan peneliti untuk mengembangkan

pengalamannya. Mereka harus bersikap terbuka dan berkemauan untuk

mendengarkan kritik dan ide-ide lawannya juga memberi kesempatan kepada

mereka untuk membuktikan pendapatnya. Aliran progresivisme menaruh

kepercayaan terhadap kekuatan alamiah manusia, yaitu kekuatan yang diwarisi

manusia sejak lahir. Jadi, manusia sejak lahir telah membawa bakat dan potensi

dasar, terutama daya akalnya. Sehingga daya akal manusia mampu mengatasi segala

problematika yan timbul dalam hidup. Nampak bahwa aliran filsafat progresivisme

menempatkan manusia sebagai makhluk biologis yang utuh dan menghormati harkat

dan martabat manusia sebagai pelaku di dalam hidupnya. Progresivisme disebut juga

instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi

manusia sebagai alat untuk hidup, untuk mengembangkan kepribadian manusia.

Disebut juga eksperimentalisme karena aliran ini menyadari dan mempraktekkan

asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Aliran ini disebut juga

enviromentalisme karena aliran ini menganggap bahwa lingkungan hidup

mempengaruhi pembinaan kepribadian.

6. Ciri-Ciri Filsafat Progresivisme

a. Progresivisme berakar pada pragmatisme. Artinya filasafat progresivisme

dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme dimana telah memberikan

konsep dasar dengan azas yang utama, yaitu manusia untuk terus

mempertahankan hidupnya terhadap semua tantangan, dan pragmatis memandang

sesuatu dari segi manfaatnya.

Page 14: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 14

b. Sarana pendidikan adalah untuk meningkatkan kecerdasan praktis (kompetensi)

dalam rangka efektivitas pemecahan masalah yang disajikan melalui

pengalaman.

c. Nilai bersifat relatif, terutama nilai duniawi, menjelajah aktif, evolusioner, dan

konsekuensi perilaku.

7. Tokoh-Tokoh Filsafat Progresivisme

a. William James

William James adalah seorang psikolog dan seorang filsuf Amerika yang

sangat terkenal. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek

dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan

hidup. Dia juga menegaskan agar fungsi otak atau pikiran dipelajari sebagai

bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam.

b. John Dewey

John Dewey adalah seorang profesor di Universitas Chicago dan

Columbia (Amerika). Teori Dewey tentang sekolah adalah “Progressivisme”

yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya, dari pada mata

pelajarannya sendiri. Maka muncul lah “Child Centered Curriculum” dan

“Child Centered School”. Dewey mengembangkan pragmatisme dalam

bentuknya yang orisinil, tapi meskipun demikian, namanya sering pula

dihubungkan terutama dengan versi pemikiran yang disebut instrumentalisme.

Adapun ide filsafatnya yang utama berkisar dalam hubungan dengan

permasalahan-permasalahan pendidikan yang konkrit, baik teori maupun

praktek. Reputasinya terletak pada sumbangan pemikirannya dalam pendidikan

progresif di Amerika. Pengaruh Dewey di kalangan filsafat pendidikan dan

filsafat umumnya tentu sangat besar.

John Dewey ingin mengubah hambatan dalam demokrasi pendidikan

dengan jalan:

a. memberi kesempatan murid untuk belajar perorangan;

b. memberi kesempatan murid untuk belajar melalui pengalaman;

c. memberi motivasi, dan bukan perintah. Ini berarti akan memberikan tujuan

yang dapat menjelaskan ke arah kegiatan belajar yang merupakan kebutuhan

pokok anak didik;

d. mengikutsertakan murid di dalam setiap aspek kegiatan belajar yang

merupakan kebutuhan pokok anak; dan

Page 15: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 15

e. menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis. Oleh karena itu murid harus

dihadapkan dengan dunia yang selalu berubah dengan “kemerdekaan

beraktivitas”, dengan orientasi kehidupan masa kini. Kurikulum yang

digunakan adalah sejenis kurikulum yang program pengajarannya dapat

mempengaruhi anak belajar secara edukatif baik di lingkungan sekolah

maupun di lingkungan luar sekolah. Aliran progresivisme juga menghendaki

kurikulum yang fleksibel dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan

dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Kurikulum dipusatkan pada pengalaman.

Disini anak didik dituntut untuk dapat memfungsikan akal dan

kecerdasannya dengan dihadapkan pada materi-materi pelajaran yang

menantang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa

juga dituntut untuk dapat berpikir ilmiah seperti menganalisa, membuat

hipotesa, dan menyimpulkannya. Penekanannya terletak pada kemampuan

intelektualnya.

c. Georges Santayana

Georges digolongkan pada penganut pragmatisme, tapi amat sukar untuk

memberikan sifat bagi hasil pemikiran mereka, karena amat banyak pengaruh

yang bertentangan dengan apa yang dialaminya.

8. Pandangan Progresivisme terhadap Pendidikan

Sebagaimana telah dibahas diatas, filsafat progresivisme merupakan aliran

filsafat yang menuntut untuk selalu maju, aktif, inovatif, dan dinamis. Dengan

pengalamannya, siswa akan mampu menghadapi dunia. Kaum

progresif menekankan pada “bagaimana berpikir”, bukan “apa yang dipikirkan”.

Tujuan pendidikannya adalah memberikan keterampilan dan cara untuk

memecahkan masalah (problem solving) yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan

lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus-menerus.

Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik

aktif. Aliran ini menganggap pendidikan harus terpusat pada anak didik, bukannya

pada guru. Disini anak diberi kebebasan untuk mengembangkan bakat dan

kemampuan yang ada dalam dirinya, sehingga anak memiliki kualitas dan terus

maju sebagai generasi yang siap menghadapi masa depan.

Filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang mengekang anak

didik, yaitu pendidikan yang memaksa siswa menerima apapun yang dikatakan oleh

Page 16: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 16

gurunya, tanpa diberi kebebasan sama sekali untuk bersikap dan berbuat. Pendidikan

seperti itu hanya membuat daya kreasi anak didik tidak berkembang.

Metode pembelajaran Learning by Doing (belajar sambil berbuat) dan

Problem Solving (pemecahan masalah) merupakan metode yang cocok dengan

aliran progresivisme, karena disini anak diajak untuk ikut terlibat dalam proses

belajar, bukan hanya mendengarkan guru menjelaskan. Pengetahuan yang didapat

oleh anak didik dengan cara melakukan, menemukan, dan menyimpulkan sendiri

apa yang dilihatnya akan lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan

pengetahuan yang diperoleh dengan cara menghapal, karena pengalaman dan

eksperimen merupakan kata kunci dalam kegiatan belajar.

Aliran progresivisme membuat siswa menjadi terdorong untuk membuat

hubungan antara salah satu mata pelajaran dan pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah sebagai lingkungan

pendidikan merupakan tempat pembinaan untuk anak didik dalam rangka

mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri anak didik, baik itu bakat,

minat, dan kemampuan-kemampuan lain agar berkembang secara maksimal.

Sekolah harus meningkatkan diskusi bebas tentang suatu masalah, partisipasi penuh

dalam semua pengalaman pendidikan. Disini guru sebagai pendidik bertanggung

jawab akan tugas pendidikannya. Guru tetap membimbing anak didiknya dalam

kegiatan belajar mengajar, walupun secara tidak langsung. Progresivisme menuntut

guru untuk sabar, fleksibel, kreatif, dan cerdas. Hal yang harus diperhatikan oleh

guru adalah anak bukan miniatur orang dewasa yang dapat diperlakukan seperti

orang dewasa. Guru harus mengetahui tahap-tahap perkembangan anak didik.

Pendidikan dilaksanakan selangkah demi selangkah sesuai dengan tingkat dan

perkembangan anak.

Aliran progresivisme memandang pendidikan secara keseluruhan, dan

memiliki pandangan tersendiri mengenai bagaimana sistem pendidikan dibangun.

Aspek-aspek yang menjadi analisis aliran progresivisme diantaranya; 1) tujuan

pendidikan; 2) kurikulum pendidikan; 3) metode pendidikan; 4) peserta didik; dan 5)

pendidik. Aspek-aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Tujuan Pendidikan

Tujuan keseluruhan pendidikan adalah melatih anak agar kelak dapat

bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan

hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan

Page 17: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 17

pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Agar dapat bekerja

siswa diharapkan memiliki keterampilan, alat dan pengalaman sosial, dan

memiliki pengalaman problem solving.

b. Kurikulum Pendidikan

Kalangan progresif menempatkan peserta didik pada titik sumbu sekolah

(child-centered). Mereka lalu berupaya mengembangkan kurikulum dan metode

pengajaran yang berpangkal pada kebutuhan, kepentingan, dan inisiatif peserta

didik. Jadi, ketertarikan anak adalah titik tolak bagi pengalaman belajar. Imam

Barnadib menyatakan bahwa kurikulum progresivisme adalah kurikulum yang

tidak beku dan dapat direvisi, sehingga yang cocok adalah kurikulum yang

berpusat pada pengalaman. Ilmu-ilmu sosial sering dijadikan pusat pelajaran

yang digunakan dalam pengalaman-pengalaman siswa, dalam pemecahan

masalah serta dalam kegiatan proyek. Dalam hal ini guru menggunakan

ketertarikan alamiah anak untuk membantunya belajar berbagai keterampilan

yang akan mendukung anak menemukan kebutuhan dan keinginan terbarunya.

Akhirnya, ini akan membantu anak (peserta didik) mengembangkan

keterampilan-keterampilan pemecahan masalah dan membangun kompetensi

kognitif dan pengembangan informasi yang dibutuhkan untuk menjalani

kehidupan sosial.

c. Metode Pendidikan

Metode pendidikan yang biasanya dipergunakan oleh aliran

progresivisme diantaranya adalah; (1) Metode Pendidikan Aktif, Pendidikan

progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan

berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk

mengembangkan bakat dan minatnya; (2) Metode Memonitor Kegiatan Belajar,

Mengikuti proses kegiatan anak belajar sendiri, sambil memberikan bantuan-

bantuan apabila diperlukan yang sifatnya memperlancar berlangsung kegiatan

belajar tersebut; (3) Metode Penelitian Ilmiah, Pendidikan progresif merintis

digunakannya metode penelitian ilmiah yang tertuju pada penyusunan konsep;

(4) Pemerintahan Pelajar, Pendidikan progresif memperkenalkan pemerintahan

pelejar dalam kehidupan sekolah dalam rangka demokratisasi dalam kehidupan

sekolah; (5) Kerjasama Sekolah Dengan Keluarga, Pendidikan Progresif

mengupayakan adanya kerjasama antara sekolah dengan keluarga dalam rangka

menciptakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak untuk mengekspresikan

Page 18: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 18

secara alamiah semua minat dan kegiatan yang diperlukan anak; (6) Sekolah

Sebagai Laboratorium Pembaharuan Pendidikan, Sekolah tidak hanya tempat

untuk belajar, tetapi berperanan pula sebagai laboratoriun dan pengembangan

gagasan baru pendidikan.

d. Peserta Didik

Kaum progresif menganggap subjek-subjek didik adalah aktif, bukan

pasif, sekolah adalah dunia kecil (miniatur) masyarakat besar, aktifitas ruang

kelas difokuskan pada praktik pemecahan masalah, serta atmosfer sekolah

diarahkan pada situasi yang kooperatif dan demokratis. Mereka menganut

prinsip pendidikan perpusat pada anak (child-centered). Mereka menganggap

bahwa anak itu unik. Anak adalah anak yang sangat berbeda dengan orang

dewasa. Anak mempunyai alur pemikiran sendiri, mempunyai keinginan sendiri,

mempunyai harapan-harapan dan kecemasan sendiri yang berbeda dengan orang

dewasa.

e. Pendidik

Guru dalam melakukan tugasnya mempunyai peranan sebagai; (1)

Fasilitator, orang yang menyediakan diri untuk memberikna jalan kelancaran

proses belajar sendiri siswa; (2) Motivator, orang yang mampu membangkitkan

minat siswa untuk terus giat belajar sendiri; (3) Konselor, orang yang membantu

siswa menemukan dan mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapi oleh

setiap siswa. Dengan demikian guru perlu mempunyai pemahaman yang baik

tentang karakteristik siswa, dan teknik-teknik memimpin perkembangan siswa,

serta kecintaan pada anak agar dapat menjalankan peranannya dengan baik.

B. ARTI PENTING PROGRESIVISME BAGI PENDIDIKAN

Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia

pendidikan pada abad ke-20, di mana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan

kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun

cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam

dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu

filsafat progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan

otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi

yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara

fisik maupun psikis anak didik.

Page 19: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 19

Adapun filsafat progresivisme memandang tentang kebudayaan bahwa budaya

sebagai hasil budi manusia, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak

beku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka pendidikan sebagai usaha

manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan

kebudayaan itu. Untuk itu pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi

kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhimya

akan dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan

sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia yang

berkualitas unggul, berkompetitif, insiatif, adaptif dan kreatif sanggup menjawab

tantangan zamannya.

Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau

kurikulum eksperimental, yaitu kurikulum yang berpusat pada pengalaman, di mana apa

yang telah diperoleh anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam

kehidupan nyatanya. Dengan metode pendidikan “Belajar Sambil Berbuat” (learning by

doing) dan pemecahan masalah (problem solving) dengan langkah-langkah menghadapi

problem, mengajukan hipotesa.

Dengan berpijak dari pandangan di atas maka sangat jelas sekali bahwa filsafat

progresivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju

(progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.

1. Asas Belajar

Pandangan mengenai belajar, filsafat progresivisme mempunyai konsep

bahwa anak didik mempuyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang merupakan

suatu kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Kelebihan anak didik

memiliki potensi akal dan kecerdasan dengan sifat kreatif dan dinamis, anak didik

mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan masalah-masalahnya.

Seiring dengan pandangan di atas, bahwa filsafat progresivisme mengakui

anak didik memiliki potensi akal dan kecerdasan untuk berkembang dan megakui

individu atau anak didik pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif dan dinamis

dalam menghadapi lingkungannya.

Pendidikan sebagai wahana yang paling efektif dalam melaksanakan proses

pendidikan tentulah berorientasi kepada sifat dan hakikat anak didik sebagai

manusia yang berkembang. Usaha-usaha yang dilakukan adalah bagaimana

menciptakan kondisi edukatif, memberikan motivasi-motivasi dan stimulus-stimulus

sehingga akal dan kecerdasan anak didik dapat difungsikan dan berkembang dengan

Page 20: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 20

baik. John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi.

Artinya disini sebagai proses pertumbuhan dan proses di mana anak didik dapat

mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu

dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar

yang baik tidak cukup di sekolah saja.

Jadi sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi

dengan lingkungan sekitar. Artinya sekolah adalah bagian dari masyarakat. Untuk

itu sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian karakteristik atau kekhasan

lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat

melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat

memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik

atau kekhususan daerah itu. Untuk itulah filsafat progresivisme menghendaki isi

pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing.

Tegasnya, akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik.

Perlu diketahui bahwa sekolah bukan hanya berfungsi sebagai transfer of knowledge

(pemindahan pengetahuan) akan tetapi sekolah juga berfungsi sebagai transfer of

value atau pemindahan nila nilai, sehingga anak menjadi trampil dan berintelektual

baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulah sekat antara sekolah dengan

masyarakat harus dihilangkan.

John Locke (1632-1704) mengemukakan, bahwa sekolah hendaknya

ditujukan untuk kepentingan pendidikan anak. Sekolah dan pengajaran hendaknya

disesuaikan dengan kepentingan anak (Suparlar 1984: 48). Kemudian Jean Jacques

Rosseau (1712-1778), menyataka anak harus dididik sesuai dengan alamnya; jangan

dipandang dari sudut orang dewasa. Anak bukan miniatur orang dewasa, tetapi anak

adalah anak dengan dunianya sendiri, yaitu berlainan sekali dengan alam orang

dewasa.

Beranjak dari ketiga pendapat di atas, berarti sekolah sebagai wiyata mandala

(lingkungan pendidikan) sebagai wadah pembinaan dalam pendidikan anak-anak

didik dalam rangka menumbuh kembangkan segenap potensi-potensi baik itu bakat,

minat dan kemampuan-kemampuan lain agar berkembang secara maksimal. Guru

sebagai pendidik bertanggung jawab akan tugas pendidikannya. Seluruh aktivitas-

aktivitas yang dijalankan guru harus diperuntukkan untuk kepentingan anak didik.

Hal yang harus diperhatikan gura adalah “anak didik bukan manusia dewasa

yang kecil” yang dapat diperlakukan sebagaimana layaknya orang dewasa. Guru

Page 21: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 21

harus mengetahui tahap-tahap perkembangan anak didik lewat ilmu psikologi

pendidikan. Sehingga guru akan dapat mengetahui kapan dan saat bagaimana materi

itu diajarkan. Pertolongan pendidikan dilaksanakan selangkah demi selangkah (step

by step) sesuai dengan tingkat dan perkembangan psikologis anak.

Di samping itu, anak didik harus diberi kemerdekaan dan kebebasan untuk

bersikap dan berbuat sesuai dengan cara dan kemampuannya masing-masing dalam

upaya meningkatkan kecerdasan dan daya kreasi anak. Untuk itu pendidikan

hendaklah yang progresif. Di sini prinsip kebebasan prilaku, di mana anak sebagai

subyek pendidikan, sedangkan guru sebagai pelayan siswa.

Wasty Soemanto dalam Psikologi Pendidikan: Landasan Pemimpin

Pendidikan, mengutip pendapat John Dewey sebagai berikut: John Dewey ingin

mengubah hambatan dalam demokrasi pendidikan dengan jalan:

a. memberi kesempatan murid untuk belajar perorangan;

b. memberi kesempatan murid untuk belajar melalui pengalaman;

c. memberi motivasi, dan bukan perintah. Ini berarti akan memberikan tujuan yang

dapat menjelaskan ke arah kegiatan belajar yang merupakan kebutuhan pokok

anak didik;

d. mengikut sertakan murid di dalam setiap aspek kegiatan belajar yang merupakan

kebutuhan pokok anak; dan

e. menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis. Oleh karena itu murid harus

dihadapkan dengan dunia yang selalu berubah dengan „kemerdekaan beraktivitas,

dengan orientasi kehidupan masa kini.

Hal ini menunjukkan bahwa John Dewey ingin mengubah bentuk pengajaran

tradisional. di mana ditandai dengan sifat verbalisme di mana terdapat cara belajar

DDCH (duduk, dengar, catat, hafal), murid bersifat reseptif dan pasif saja. Hanya

menerima pengetahuan sebanyak-banyaknya dari guru, tanpa melibatkan siswa

secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Guru mendominasi kegiatan belajar.

Murid tanpa diberikan kebebasan sarna sekali untuk bersikap dan berbuat. Dalam

abad ke-20 ini terjadi perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan dan

pengajaran. Perubahan tersebut membawa perubahan pula dalam cara mengajar

belajar di sekolah. Di mana kini berangsur-angsur beralih menuju kearah

penyelenggaraan sekolah progresif, sekolah kerja, sekolah pembangunan dan CBSA.

Progresivisme menghendaki pendidikan yang progresif. Tujuan pendidikan

hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus.

Page 22: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 22

Pendidikan bukanlah hanya menyampaikan pengetahuan kepada anak didik saja,

melainkan yang terpenting ialah melatih kemampuan berpikir secara ilmiah. Semua

itu dilakukan oleh pendidikan agar orang dapat maju atau mengalami progress.

Dengan demikian orang akan dapat bertindak dengan intelegen sesuai dengan

tuntutan dari lingkungan.

Dari uraian di atas, dapatlah diambil suatu konklusi asas progresivisme

dalam belajar bertitik tolak dari asumsi bahwa anak didik bukan manusia kecil,

tetapi manusia seutuhnya yang mempunyai potensi untuk berkembang, setiap anak

didik berbeda kemampuannya, individu atau anak didik adalah insan yang aktif

kreatif dan dinamis dan anak didik punya motivasi untuk memenuhi kebutuhannya.

Pemikiran-pemikiran tersebut di atas merupakan landasan bagi para penentu

kebijakan di bidang pendidikan untuk mengembangkan pendidikan, khususnya

dalam hal pengemban kurikulum. Jika kita cermati bersama, mulai dari kurikulum

1964, 1984, 1994, 2004 (CBSA), dan saat ini kurikulum 2006 (KTSP), mengarah

pada pendidikan yang melandaskan dirinya pada filsafat progresivisme. Cara Belajar

Siswa Aktif (CBSA), menghendaki proses pembelajaran yang berpusat pada peserta

didik dan guru hanya bersifat sebagai fasilitator, motivator, dan konselor.

Kurikulum ini kemudian disempurnakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), dimana desain pendidikan dikembangkan berdasarkan

karakteristik khas masyarakat setempat. Sekolah sangat menghargai peserta didik

dengan menyusun kurikulum yang sesuai dengan potensi tingkat perkembangan

anak. Karakteristik KTSP ini sejalan dengan progresivisme yang menghendaki

kurikulum bersifat fleksibel. Fleksibilitas KTSP dimaknai sebagai bentuk

pengembangan pendidikan yang berdasarkan aspirasi dari bawah, dari kondisi

peserta didik dan lingkungan belajarnya.

2. Pandangan Kurikulum Progressivisme

Selain kemajuan atau progres, lingkungan dan pengalaman mendapatkan

perhatian yang cukup dari progresivisme. Untuk itu filsafat progresivisme

menunjukkan dengan konsep dasarnya sejenis kurikulum yang program

pengajarannya dapat mempengaruhi anak belajar secara edukatif baik di lingkungan

sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

Tentunya dibutuhkan sekolah yang baik dan kurikulum yang baik pula.

Sekolah yang baik itu adalah sekolah yang dapat memberi jaminan para siswanya

selama belajar, maksudnya yaitu sekolah harus mampu membantu dan menolong

Page 23: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 23

siswanya untuk tumbuh dan berkembang serta memberi keleluasaan tempat untuk

para siswanya dalam mengembangkan bakat dan minatnya melalui bimbingan guru

dan tanggung jawab kepala sekolah. Kurikulum dikatakan baik apabila bersifat

fleksibel dan eksperimental (pengalaman) dan memiliki keuntungan-keuntungan

untuk diperiksa setiap saat. Sikap progressvisme, memandang segala sesuatu

berasaskan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat yang sejenis, tercermin dalam

pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat

eksperimental, dan adanya rencana dan susunan yang teratur.

Pendidikan dilaksanakan di sekolah dengan anggapan bahwa sekolah

dipercaya oleh masyarakat untuk membantu perkembangan pribadi anak. Faktor

anak merupakan faktor yang cukup urgen (penting), karena sekolah didirikan untuk

anak. Karena itu hak pribadi anak perlu diutamakan, bukan diciptakan sekehendak

yang mendidiknya. Dengan kata lain anak hendaknya dijadikan sebagai subyek

pendidikan bukan sebagai obyek pendidikan.

Untuk memenuhi keutuhan tersebut, maka filsafat progresivisme

menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes (fleksibel) dan terbuka. Jadi

kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan zamannya. Sekolah didirikan

karena tidak mempunyai orang tua atau masyarakat untuk mendidik anak. Karena itu

kurikulum harus dapat mewadahi aspirasi anak, orang tua serta masyarakat. Maka

kurikulum yang edukatif dan eksperimental dapat memenuhi tuntutan itu. Sifat

kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya yang memadai,

yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum.

Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental

didasarkan atas manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan

yang komplek. Untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk beradaptasi dengan

lingkungan demi kelestarian hidupnya. Hidupnya bukan hanya untuk kelestarian

pertumbuhan saja, akan tetapi juga untuk perkembangan pribadinya. Oleh karena itu

manusia harus belajar dari pengalaman.

Pengalaman-pengalaman itu diperoleh sebagai akibat dari belajar. Anak

didik yang belajar di sekolah akan mendapatkan pengalaman-pengalaman dari

lingkungan, di sekolah akan mendapatkan pengalaman-pengalaman itu yang

nantinya dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan umum (masyarakat sekitar).

Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan

terpisah, melainkan harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian core curriculum

Page 24: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 24

mengandung ciri-ciri integrated curriculum, metode yang diutamakan yaitu problem

solving.

Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak

dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif,

afektif, maupun psikomotor. Dengan berlandaskan sekolah sambil berbuat inilah

praktek kerja di laboratorium, di bengkel, di kebun (Iapangan) merupakan kegiatan

belajar yang dianjurkan dalam rangka terlaksananya learning by doing. Dalam hal

ini, filsafat progresivisme ingin membentuk keluaran (out-put) yang dihasilkan dari

pendidikan di sekolah yang memiliki keahlian dan kecakapan yang langsung dapat

diterapkan di masyarakat luas.

Metode problem solving dan metode proyek telah dirintis oleh John Dewey

(1859-1952) dan dikembangkan oleh W.H Kilpatrick. John Dewey telah

mengemukakan dan menerapkan metode problem solving kedalam proses

pendidikan, melakukan pembaharuan atau inovasi dari bentuk pengajaran tradisional

di mana adanya verbalisme pendidikan. Di sini anak didik dituntut untuk dapat

memfungsikan akal dan kecerdasannya dengan jalan dihadapkan pada materi-materi

pelajaran yang menantang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar.

Siswa dituntut dapat berpikir ilmiah seperti menganalisa, melakukan hipotesa dan

menyimpulkannya dan penekanannya terletak kepada kemampuan intelektualnya.

Pengajaran dengan program unit, akan meniadakan batas-batas antara pelajaran yang

satu dengan pelajaran yang lain dan akan lebih memupuk semangat demokrasi

pendidikan. W.H Kilpatrick mengatakan, suatu kurikulum yang dianggap baik

didasarkan atas tiga prinsip:

a. meningkatkan kualitas hidup anak didik pada tiap jenjang;

b. menjadikan kehidupan aktual anak ke arah perkembangan dalam suatu kehidupan

yang bulat dan menyeluruh; dan

c. mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai suatu uji coba atas keberhasilan

sekolah sehingga anak didik dapat berkembang dalam kemampuannya yang

aktual untuk aktif memikirkan hal-hal baru yang baik untuk diamalkan, dan

dalam hal ini apa saja yang ingin berbuat serta kecakapan efektif untuk

mengamalkan secara bijaksana melalui pertimbangan yang matang.

Dari penjelasan yang dikemukakan oleh W.H Kilpatrick tersebut ada

beberapa hal yang perlu diungkapkan yaitu: 1) kurikulum harus dapat meningkatkan

kualitas hidup anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan; 2) kurikulum yang

Page 25: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 25

dapat membina dan mengembangkan potensi anak didik; 3) kurikulum yang sanggup

mengubah prilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif, dan kemandirian; dan 4)

kurikulum bersifat fleksibel atau luwes berisi tentang berbagai macam bidang studi.

Melalui proses pendidikan dengan menggunaka kurikulum yang bersifat

intergrated curriculum (masalah-masalah dalam masyarakat disusun terintegrasi)

dengan metode pendidikan belajar sambil berbuat (learning by doing) dan metode

problem solving (pemecahan masalah) diharapkan anak didik menjadi maju

(progress) mempunyai kecakapan praktis dan dapat memecahkan problem sosial

sehari-hari dengan baik.

C. BEDA PROGRESIVISME DENGAN FILSAFAT PENDIDIKAN LAIN

1. Beda Progresivisme dengan Empirisme

Aliran emiprisme tokohnya adalah John Locke (1632-1704) dengan teorinya

yang disebut dengan Tabulae Rasae yang artinya meja lilin, yang menyebutkan

bahwa anak lahir ke dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan

memiliki corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan. Faktor bawaan dari orang

tua atau keturunan tidak dipentingkan. Pengalaman anak melalui hubungan dengan

lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari

lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini

pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat penting, sebab pendidik

menyediakan lingkungan pendidikan sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut

akan membentuk tingkah laku, sikap serta watak anak sesuai dengan tujuan

pendidikan yang diharapakan (Suwarno, 2006: 49-50).

Misalnya ketika suatu keluarga yang akay raya ingin memaksa anaknya

menjadi pelukis. Segala alat diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi

gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam diri anak

terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal.

Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan

kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak

yang mempunyai bakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.

Aliran empiris ini sangat berbeda sekali dengan aliran progesivisme, dimana

aliran progesivisme memandang bahwa peserta didik mempunyai akal dan

kecerdasan, yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Hal ini ditunjukkan dengan fakta

bahwa manusia mempunyai kelebihan dibandingkan dengan manusia lain. Manusia

Page 26: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 26

memiliki sifat dinamis dan kreatif yang didukung oleh kecerdasanya sebagai bekal

menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan keceedasan menjadi tugas

utama pendidik, yang secara teori mengerti karakter peserta didik.

Peserta didik tidak hanya dipandang sebagai kesatuan jasmani dan ruhani

saja namun juga termanifestasikan didalam tingkah laku dan perbuatan yang berada

dalam pengalamanya. Jasmani dan ruhani, terutama kecerdasan, perlu dioptimalkan.

Artinya peserta didik diberi kesempatan untuk bebas dan sebanyak mungkin

mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung disekitarnya, sehingga

suasana belajar timbul didalam maupun diluar sekolah. Jadi aliran progesivisme ini

kecerdasan individu atau bakat yang dimiliki peserta didik benar-benar menjadi

pusat belajar oleh pendidik, tidak dikesampingkan dan hanya memandang pengaruh

lingkungan saja yang berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik seperti

yang diungkap dalam aliran empiris.

2. Beda progresivisme dengan Nativisme

Tokoh aliran natitivisme adalah Schopenhauer (1788-1880) aliran ini

berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak

lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan

perkembnagan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang

dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar

ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki

bakat jahat, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak mempunyai bakat baik

maka ia akan menjadi baik. Pendidikan anak tidak sesuai dengan yang dibawa tidak

akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri (Suwarno, 2006:51).

Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan, misalnya anak mirip orang

tuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orang tua. Prinsipnya,

pandangan nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah

terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis

yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainya yang kapasitasnya berbeda

dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang samapai pada titik

maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu.

Misalnya, seorang anak yang bersal dari orang tua yang ahli seni musik, akan

berkembang menjadi seniman musk yang mungkin melebihi kemampuanya orang

tuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orang tuanya.

Page 27: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 27

Aliran nativisme pada intinya berpendapat bahwa setiap individu ketika

dilahirkan telah membawa sifat-sifat tertentu yang akan menentukan keadaan

individu yang bersangkutan. Dengan demikian, menurut aliran ini keberhasilan

belajar seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri. Faktor lain, yaitu lingkungan dan

pengalaman yang termasuk di dalamnya adalah pendidikan tidak akan berpengaruh

terhadap perkembangan individu itu. Nativisme adalah tentang adanya pengakuan

daya asli yang telah terbentuk ketika manusia lahir ke dunia, yaitu daya psikologis

dan fisiologis yang bersifat herediter (keturunan). Aliran ini mengakibatkan

pesimistis untuk pendidikan, karena pendidikan menjadi suatu usaha yang tidak

berdaya menghadapi perkembangan manusia. Manfaat pendidikan hanya sekedar

memoles permukaan peradaban dan tingkah laku sosial, sedangkan lapis kepribadian

yang lebih dalam tidak perlu ditentukan. Aliran ini menganggap kepribadian harus

diterima apa adanya tanpa mempercayai adanya nilai-nilai pendidikan untuk

mengubah kepribadian.

Perbedaan aliran nativisme dengan progesivisme dalam hal ini adalah alairan

nativisme yang menitik bertakan pada bakat yang dimiliki oleh individu dari lahir

itulah yang menentukan kecerdasan individu nanti di masa depannya, dan

lingkungan tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap perkembangan

individu atau peserta didik. Sedangkan aliran progresivisme tidak mengabaikan

faktor lingkungan, karena individu dan lingkungan terintegral menjadi satu. Anak

berada dalam lingkungan yang selalu mengalami proses perubahan, perkembangan.

Sehingga antara bakat yang dimiliki oleh peserta didik sejak lahir sangat erat

kaitanya dengan lingkungan karena keduanya bisa saling mempengaruhi. Meskipun

anak bagian integral dari lingkungan namun ia tetap mempunyai identitas sendiri

yang berbeda dengan makhluk-makhluk alamiah yang mana pun. Sebab, anak

mempunyai potensi dan intelegensi yang dapat memecahkan masalah dalam

hidupnya, dan proses pendidikan terutama dipusatkan untuk latihan dan

penyempurnaan intelegensi di lingkungannya.

3. Beda Progresivisme dengan Naturalisme

Tokoh aliran ini adalah J.J Rouseau, Ia adalah filosof perancis (1712-1778).

Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia

mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak

karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering disebut juga

Page 28: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 28

negativisme (Suwarno, 2006:52). Naturalisme mempunyai tiga prinsip tentang

proses pembelajaran, yaitu:

a. Anak didik belajar melalui pengalamanya sendiri. kemudian terjadi interaksi

antar pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam

dirinya secara alami.

b. Pendidikan hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan.

Pendidik berperan sebagai fasilitator atau nara sumber yang menyediakan

lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan

yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimibingan dan

sugesti dari pendidik. Tanggung jawab belajar terletak pada diri anak didik

sendiri.

c. Program pendidikan disekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan

menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak

didik. Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan

belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatianya.

Dengan demikian, aliran ini menitik beratkan pada setrategi pembelajaran

yang bersifat paedosentris, artinya faktor kemampuan individu anak didik menjadi

pusat kegiatan proses belajar-mengajar.

Perbedaan aliran nativisme sendiri dengan aliran progesivisme yaitu terletak

pada yang pertama pada ranah kurikulum pendidikan yang berlaku. Kalangan

progresif menempatkan subjek didik pada titik sumbu sekolah (child-centered).

Mereka lalu berupaya mengembangkan kurikulum dan metode pengajaran yang

berpangkal pada kebutuhan, kepentingan, dan inisiatif subjek didik. Jadi,

ketertarikan anak adalah titik tolak bagi pengalaman belajar. Kurikulum

progresivisme adalah kurikulum yang tidak beku dan dapat direvisi, sehingga yang

cocok adalah kurikulum yang “berpusat pada pengalaman”. Sains sosial sering

dijadikan pusat pelajaran yang digunakan dalam pengalaman-pengalaman siswa,

dalam pemecahan masalah serta dalam kegiatan proyek. Disini guru menggunakan

ketertarikan alamiah anak untuk membantunya belajar berbagai keterampilan yang

akan mendukung anak menemukan kebutuhan dan keinginan terbarunya. Akhirnya,

ini akan membantu anak (subjek didik) mengembangkan keterampilan-keterampilan

pemecahan masalah dan membangun „gudang‟ kognitif informasi yang dibutuhkan

untuk menjalani kehidupan sosial.

Page 29: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 29

Metode pendidikan yang biasanya dipergunakan oleh aliran progresivisme

diantaranya adalah; 1) Metode Pendidikan Aktif, pendidikan progresif lebih berupa

penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses

belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya; 2)

Metode Memonitor Kegiatan Belajar, mengikuti proses kegiatan anak belajar

sendiri, sambil memberikan bantuan-bantuan apabila diperlukan yang sifatnya

memperlancar berlangsung kegiatan belajar tersebut; 3) Metode Penelitian Ilmiah,

pendidikan progresif merintis digunakannya metode penelitian ilmiah yang tertuju

pada penyusunan konsep; 4) Pemerintahan Pelajar, pendidikan progresif

memperkenalkan pemerintahan pelejar dalam kehidupan sekolah dalam rangka

demokratisasi dalam kehidupan sekolah; 5) Kerjasama Sekolah Dengan Keluarga,

pendidikan progresif mengupayakan adanya kerjasama antara sekolah dengan

keluarga dalam rangka menciptakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak

untuk mengekspresikan secara alamiah semua minat dan kegiatan yang diperlukan

anak; (6) Sekolah Sebagai Laboratorium Pembaharuan Pendidikan, sekolah tidak

hanya tempat untuk belajar, tetapi berperanan pula sebagai laboratorium dan

pengembangan gagasan baru pendidikan.

Pada tataran peserta didik atau pelajar, kaum progresif menganggap subjek-

subjek didik adalah aktif, bukan pasif, sekolah adalah dunia kecil (miniatur)

masyarakat besar, aktifitas ruang kelas difokuskan pada praktik pemecahan masalah,

serta atmosfer sekolah diarahkan pada situasi yang kooperatif dan demokratis.

Mereka menganut prinsip pendidikan perpusat pada anak (child-centered). Mereka

menganggap bahwa anak itu unik. Anak adalah anak yang sangat berbeda dengan

orang dewasa. Anak mempunyai alur pemikiran sendiri, mempunyai keinginan

sendiri, mempunyai harapan-harapan dan kecemasan sendiri yang berbeda dengan

orang dewasa.

Selain itu pada taran pengajar, guru dalam melakukan tugasnya mempunyai

peranan sebagai; 1) Fasilitator, orang yang menyediakan diri untuk memberikna

jalan kelancaran proses belajar sendiri siswa; 2) Motivator, orang yang mampu

membangkitkan minat siswa untuk terus giat belajar sendiri; 3) Konselor, orang

yang membantu siswa menemukan dan mengatasi sendiri masalah-masalah yang

dihadapi oleh setiap siswa. Dengan demikian guru perlu mempunyai pemahaman

yang baik tentang karakteristik siswa, dan teknik-teknik memimpin perkembangan

siswa, serta kecintaan pada anak agar dapat menjalankan peranannya dengan baik.

Page 30: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 30

Berdasarkan hal-hal diataslah yang membedakan antara aliran naturalisme dengan

aliran progesivisme.

4. Beda Progresivisme dengan Perenialisme

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad

kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perenial yang berarti abadi, kekal atau

selalu. Dapat dikatakan lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan

keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Perenialisme lahir

sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang

pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan

yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang

(berorientasi ke masa lalu), dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsi-

prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman

kuno dan abad pertengahan.

5. Beda Progresivisme dengan Rekonstruktivisme

Rekonstruksivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.

Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di

samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,

rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir

kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis,

memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan

pada hasil belajar dari pada proses.

Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan

aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-

Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan

Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak

diterapkan dalam Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan

tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan

aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan

dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.

Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia,

tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu

dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.

Page 31: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 31

Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang

tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang

lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam

perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan

perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya

pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang

pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia

sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. Progresivisme menekankan pada

pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi

pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi

pengembangan belajar peserta didik aktif.

6. Beda Progresivisme dengan Konvergensi

Aliran progresivisme dapat juga dibandingkan dengan aliran konvergensi.

Aliran konvergensi pada intinya berpendapat bahwa anak telah memiliki

pembawaan baik atau buruk sejak lahir ke dunia, perkembangan selanjutnya akan

dipengaruhi oleh lingkungan. Selain itu, konvergensi juga beranggapan bahwa

pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan atau bakat anak dan

lingkungan. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian interaksi

antara pembawaan dan lingkungan. Pribadi peserta didik akan terbentuk sebagai

hasil dari kedua faktor tersebut.

Aliran konvergensi seolah mengunci perkembangan peserta didik hanya

berdasar pada pembawaan sejak lahir dan pengaruh lingkungan. Bakat dan

lingkungan juga dapat dipoles oleh pendidikan, bagaimana pendidikan memberikan

lahan yang baik bagi pengembangan bakat, penyaluran bakan melalui dunia

pendidikan, dan memberikan pendalaman bagi perkembangan bakal agar lebih

optimal. Upaya-upaya ini dapat dicapai ketika pendidikan terpusat pada peserta

didik, peserta didik merupakan subyek belajar, seperti apa yang dikemukakan olek

progresivisme. Selain itu, bakat juga diharapkan selalu progres, maju ke depan,

mengikuti pergerakan lingkungan.

Bakat individu tidak dapat dikembangkan ketika dipoles oleh sistem

pendidikan yang statis, tidak progres, terhadap perkembangan lingkungan.

Kurikulum, materi, dan metode-metode pembelajaran perlu berjalan beriringan

dengan kompetensi peserta didik dan perkembangan zaman.

Page 32: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 32

7. Beda Progresivisme dengan Esensialisme

Aliran progresivisme dapat juga dibandingkan dengan aliran esensialisme.

Aliran esensialisme pada intinya adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan agar

manusia kembali kepada kebudayaan lama. Mereka beranggapan bahwa kebudayaan

lama itu telah banyak memperbuat kebaikan-kebaikan untuk umat manusia. Yang

mereka maksud dengan kebudayaan lama itu adalah yang telah ada semenjak

peradaban manusia yang pertama-tama dahulu. Akan tetapi yang paling mereka

pedomani adalah peradaban semenjak zaman Renaissance, yaitu yang tumbuh dan

berkembang disekitar abad 11 sampai abad 14 Masehi. Didalam zaman Renaissance

itu telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali

ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan purbakala, terutama dizaman

Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance itu merupaka reaksi terhadapa tradisi

dan sebagai puncak timbulnya individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam

semua cabang dari aktivitas manusia. Sumber utama dari kebudayaan itu terletak

dalam ajaran para ahli filsafat, ahli-ahli pengetahuan yang telah mewariskan kepada

umat manusia segala macam ilmu pengetahuan yang telah mampu menembus

lipatan kurun dan waktu dan yang telah banyak menimbulkan kreasi-kreasi

bermanfaat sepanjang sejarah umat manusia.

Aliran esensialisme sangat bertentangan dengan progresivisme, ketika

progresivisme mewacanakan bahwa pendidikan harus progres, maju, mengikuti

dengan perkembangan zaman, penciptaan pendidikan yang terpusatkan pada peserta

didik, dan pendidikan yang membebaskan. Aliran esensialisme justru ingin

membawa pendidikan beratus-ratus tahun kebelakang, sampai pada masa

Renasissance. Pendidikan disusun berdasarkan nilai-nilai yang berkembang pada

masa Renaissance. Pemikiran seperti ini perlu dikaji ulang, mengingat manusia

merupakan makhluk yang paling dinamis. Peserta didik merupakan kenyataan jamak

yang memiliki tingkat perkembangan psikologis yang berbeda-beda. Manusia akan

menjadikan identitas dirinya sesuai dengan kecenderungan ruang dan waktu dimana

dia berada. Eksistensi individu ditentukan secara signifikan oleh ruang dan waktu.

Mengingat pertimbangan-pertimbangan tersebut, aliran progresivisme lah yang tepat

dijadikan landasan dalam membangun pendidikan saat ini.

Page 33: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 33

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan tentang progresivisme, dapat ditarik simpulan sebagai

berikut:

1. Progresivisme secara garis besar dapat diartikan sebagai aliran filsafat pendidikan

yang memandang bahwa tiap peserta didik memiliki kemampuan/kompetensi/

potensi untuk berkembang, oleh karena itu tugas pendidikan adalah menyediakan

sistem pendidikan yang terbuka, demokratis, toleran, memberikan pengalaman

belajar pada peserta didik, fleksibel (tanggap terhadap perubahan), dan mengajarkan

nilai-nilai luhur kemanusiaan.

2. Progresivisme memandang bahwa pendidikan merupakan wahana untuk

memberikan pengalaman belajar pada peserta didik sehingga potensi awal peserta

didik dapat berkembang (progresif) secara optimal. Oleh karena itu, pendidikan

perlu dikembangkan salah satunya berdasarkan prinsip progresivisme.

3. Progresivisme memiliki karakteristik khas yang membedakannya dengan aliran

filsafat pendidikan yang lain, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Studi komparatif antara progresivisme dengan aliran pendidikan lain membuktikan

bahwa progresivisme memiliki keunggulan yang perlu dijadikan dasar dalam

pengembangan pendidikan. Karakteristik khas tersebut diantaranya progresivisme

menyediakan sistem pendidikan yang terbuka, demokratis, toleran, memberikan

pengalaman belajar pada peserta didik, fleksibel (tanggap terhadap perubahan), dan

mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan.

B. SARAN

Saran yang diajukan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Progresivisme perlu mendapat perhatian khusus dari para pengembang pendidikan

dalam menyusun sistem pendidikan yang baru. Bagaimanapun juga nilai-nilai yang

terkandung dalam progresivisme bersifat baik dan mengarah pada pengembangan

potensi peserta didik.

2. Progresivisme perlu dipahami dan dijadikan pedoman bagi pendidik dalam

menyusun pembelajaran, demi terciptanya pembelajaran yang bersifat memfasilitasi

dan memotivasi agar tercipta perkembangan potensi peserta didik secara optimal.

Page 34: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 34

3. Di lain pihak, peserta didik juga perlu memahami progresivisme sebagai landasan

belajar, sehingga peserta didik memahami mereka memiliki potensi yang perlu

dikembangkan melalui pendidikan. Implikasinya, peserta didik akan turut aktif

berperan serta dalam pelaksanaan pembelajaran.

Page 35: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 35

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2012. Filsafat Pendidikan dan Aliran Filsafat

Pendidikan. http://www.jaringankomputer.org/filsafat-pendidikan-dan-aliran-

filsafat-pendidikan/ (diunduh 26 september 2012)

Makalahmeza.blogspot.com/20122/04/aliran-filsafat-pendidikan.html. (diunduh pada

tanggal 19 September 2012).

Munib, Achmad. dkk. 2005. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press.

Riza, Muhammad. 2010. Filsafat Rekonstruksionisme. http://muhammad-

riza.blogspot.com/2010/03/filsafat-pendidikan-rekonstruksionisme.html (diunduh 27

Septembar. 2012)

Rosid, Muhammad Nasrudin. 2011. Aliran Pendidikan Progresivisme. Tidak diterbitkan.

www.google.co.id. (diunduh pada tanggal 21 September 2012).

Sadulloh, Uyoh. 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabet.

Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aruzz Media.

Suyitno, Y. 2009. Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung: FIP UPI (tidak diterbitkan).

Syam, Muhammad Noor. 1986. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan

Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Depdiknas. www.google.co.id. (diunduh pada tanggal 7

September 2012).

Van88.wordpress.com/aliran-filsafat-pendidikan-progresivisme-2/. (diunduh pada tanggal

19 September 2012).

Wahyudi.blogspot.com/2008/01/aliran-progresivisme;aliran.html. (diunduh pada tanggal 19

September 2012).

Page 36: Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan

Progresivisme: sebagai suatu Landasan Pendidikan 36