PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA … · prinsip nonintervensi, Myanmar, and ASEAN....
Transcript of PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA … · prinsip nonintervensi, Myanmar, and ASEAN....
i
KOHESI DAN KOHERENSI ANTARPARAGRAF DALAM WACANA
OPINI SURAT KABAR KOMPAS EDISI NASIONAL BULAN APRIL 2005
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Strata 1 (S-1) Sastra Indonesia
Program studi Sastra Indonesia
Disusun Oleh
MARGARETHA KRISMI ERNAWATI
004114003
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
i
KOHESI DAN KOHERENSI ANTARPARAGRAF DALAM WACANA
OPINI SURAT KABAR KOMPAS EDISI NASIONAL BULAN APRIL 2005
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Strata 1 (S-1) Sastra Indonesia
Program studi Sastra Indonesia
Disusun Oleh
MARGARETHA KRISMI ERNAWATI
004114003
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul
“Kohesi dan Koherensi Antarparagraf dalam Wacana Opini Surat Kabar Kompas
Edisi Nasional Bulan April 2005” tidak memuat karya atau bagian karya orang
lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan-kutipan dan daftar pustaka
sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta , Maret 2007
Penulis
Margaretha Krismi Ernawati
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Aku tidak mencari pemahaman akan apa yang aku percaya tetapi aku percaya
agar aku memahami (St. Anselmus dari Canterbury).
Aku ingin bahwa dengan memahami diriku sendiri, aku dapat memahami orang
lain (Katherine Mansfield).
Pengalaman membuat aku mampu untuk mengenal sebuah kesalahan bilamana
aku melakukannya lagi… (Franklin P. Jones).
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Yesus Kristus dan Bundha Maria
bapakku Al. Subarjo
ibuku Fr. Rujiyem,
kakakku Y.Kris Yunianto dan
adikku Ch.Deni Rumiarti .
vi
KATA PENGANTAR
Dengan selesainya skripsi ini, penulis merasa bahwa Tuhanlah yang telah
berkarya atas diri penulis. Untuk itu, tiada kata lain yang pantas penulis panjatkan
kecuali kata puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang
telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada peneliti.
Skripsi ini tidak terwujud begitu saja, melainkan melalui proses dan berkat
kebaikan, perhatian, dukungan, dan doa dari berbagai pihak.
1. Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum., dosen pembimbing I yang penuh perhatian
memberikan dorongan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan
2. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan kritikan dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini.
3. Dosen-dosen Sastra Indonesia antara lain Drs. B. Rahmanto, M.Hum.,
Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum., Dra.
Tjandrasih Adji, M.Hum., Drs. Heri Antono, M.Hum. Atas segala
bimbingan selama penulis menjalani studi di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
4. Sekretariat Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma atas pelayanan
dalam administrasinya.
5. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan
peminjaman buku-buku yang diperlukan penulis.
vii
6. Bapak Alexander Subarjo dan Ibu Frisca Rujiyem selalu memberikan
dukungan dengan berupa materil dan nonmateriil dan dengan doa agar
penulis dengan sabar mengerjakan skripsinya.
7. Mas Anto, dhik Deni, dan dhik Dhimas (walaupun dhik Dhimas bandel,
mbak sayang dan selalu kangen) selalu memberikan dukungan agar
penulis menyelesaikan skripsinya.
8. Romo E.M. Supranowo, Pr. yang selalu menanyakan bagaimana
skripsinya dan memberi semangat, berkat, dorongan, serta doa agar
penulis menyelesaikan skripsinya.
9. Leonard Prince Abhie Passarelagu terima kasih banyak telah menyediakan
waktunya untuk mengalihbahasakan dari bahasa indonesia menjadi bahasa
inggris dan terima kasih dukungannya selama penulis menyelesaikan
skripsinya dari sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabatku tercinta Paska, Iin, dan Gesta yang selalu mendorong penulis
agar semangat dan dengan hati yang senang dalam mengerjakan
skripsinya. Juga Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2000 yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
viii
ABSTRAK
Ernawati, Margaretha Krismi, 2006. “Kohesi dan Koherensi Antarparagraf dalam
Wacana Opini Surat Kabar Kompas Edisi Nasional Bulan April 2005”.
Skripsi Strata I (S1). Program Studi Sastra Indonesia. Jurusan Sastra
Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.Yogyakarta.
Dalam skripsi ini dibahas tentang kohesi dan koherensi antarparagraf
wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005. Ada dua
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Pertama, kohesi antarparagraf
apa saja yang terdapat dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional
bulan April 2005? Kedua, koherensi antarparagraf apa saja yang terdapat dalam
wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005?
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis-jenis kohesi
antarparagraf dalam wacana opini Kompas edisi nasional bulan April 2005 dan
mendeskripsikan jenis-jenis koherensi antarparagraf dalam wacana opini Kompas
edisi nasional bulan April 2005.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
mendeskripsikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada. Penelitian ini
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (i) tahap pengumpulan data, (ii) tahap analisis
data, dan (iii) tahap penyajian hasil analisis data. Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah metode simak, yaitu menyimak wacana opini dengan
membaca, menelaah, dan memahami wacana opini surat kabar Kompas edisi
nasional bulan April 2005. Teknik yang digunakan adalah teknik sadap dan teknik
catat. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode agih dan
metode padan. Metode agih yang diterapkan menggunakan teknik dasar bagi
unsur langsung. Untuk menganalisis kohesi dan koherensi berpenanda digunakan
teknik baca markah yaitu teknik yang digunakan untuk menunjukkan kejatian
satuan lingual atau identitas konstituen tertentu. Teknik ganti untuk membuktikan
identitas satuan lingual tertentu dan teknik ulang untuk menggantikan unsur
tertentu dengan unsur yang lain. Teknik yang digunakan dalam analisis data
adalah teknik bagi unsur langsung dengan cara membagi atau mengelompokkan
bagian wacana kemudian dicari kohesi dan koherensinya. Dalam penyajian hasil
analisis data digunakan metode formal adalah penyajian hasil analisis data
dengan perumusan tanda dan lambang-lambang dan metode informal dengan kata-
kata biasa, dalam artian tidak mengunakan rumus.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, struktur antarparagraf
wacana opini dalam surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005 memiliki
kohesi gramatikal dan leksikal. Kohesi gramatikal kemudian dapat dirinci menjadi
tiga, yaitu (i) Kohesi penunjukan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kohesi
penunjukan anaforis dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan
April 2005 menggunakan kata penunjukan misalnya itu, ini, dan tersebut dan
kohesi penunjukan kataforis menggunakan kata penunjukan misalnya sebagai
berikut dan berikut, (ii) Kohesi penggantian menggunakan pengantian dengan
pronomina misalnya ia, dia, dan –nya, (iii) Kohesi perangkaian menggunakan
konjungsi antarparagraf misalnya karena itu, oleh sebab itu, namun, dan jadi.
ix
Kohesi leksikal dalam struktur antarparagraf wacana opini dalam surat
kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005 dapat dirinci menjadi dua, yaitu (i)
Kohesi homonimi dijumpai kata ketiga agama keturunan Ibrahim sebagai
superordinat umat Islam, Kristen, dan Yahudi sebagai subordinat; (ii) kohesi
pengulangan dijumpai pengulangan antarparagraf misalnya dia, Aceh, prinsip
non- intervensi, myamar, dan ASEAN.
Kedua, struktur antarparagraf wacana opini dalam surat kabar Kompas
edisi nasional bulan April 2005 memiliki koherensi berpenanda. Koherensi
berpenanda dapat dirinci menjadi sembilan, yaitu (i) koherensi aditif dengan
menggunakan penanda antarparagraf misalnya di samping itu; selain itu;
ditambah lagi; lagi pula; dan kecuali itu, (ii) koherensi sebab akibat dengan
menggunakan penanda antarparagraf misalnya oleh karena itu; maka; oleh sebab
itu; dan akibatnya; (iii) koherensi pertentangan dengan menggunakan penanda
kata sebaliknya; akan tetapi; tetapi; namun; walaupun begitu; dan meskipun
demikian, (iv) koherensi temporal dengan menggunakan penanda antarparagraf
misalnya kini; dua tahun lalu; ketika itu; sementara itu; dan sampai sekarang, (v)
koherensi kronologis dengan menggunakan penanda antarparagraf misalnya dulu
dan setelah, (vi) koherensi perurutan dengan menggunakan penanda antarparagraf
misalnya kemudian; lalu; dan selanjutnya, (vii) koherensi syarat dengan
menggunakan penanda antarparagraf misalnya jika demikian; jika begitu;
apabila demikian; apabila begitu; jika; dan apabila, (viii) koherensi cara
dengan menggunakan penanda antarparagraf misalnya dengan begitu dan dengan
demikian, (ix) koherensi intensitas dengan mengunakan penanda antarparagraf
misalnya pada hal; bahkan; apalagi; dan pun
x
ABSTRACT
Ernawati, Margaretha Krismi Ernawati, 2006.“Inter- Pararagraph Cohesion and
Coherence in the Opinion Discourse Coloum of Kompas Newpaper’s
National Edition of April 2005”. SI Tesis. Indonesian Letters Study
Program. Indonesian Letters Program. Faculty of Letters, Sanata Dharma
University, Yogyakarta.
This thesis was discussing the inter-paragraph cohesion and coherence in
the Opinion Discourse column of Kompas Newspaper’s National Edition of April
2005. There were two problems addressed in this thesis. First, what inter-
paragraph cohesion can be found in the Opinion Discourse column of Kompas
Newspaper’s National Edition of April 2005? Second, what inter-paragraph
coherence can be found in the Opinion Discourse column of Kompas Newspaper’s
National Edition of April 2005?
This research aimed at describing the types of inter-paragraph cohesion in
the Opinion Discourse column of Kompas Newspaper’s National Edition of April
2005 and describing the types of inter-paragraph coherence in the Opinion
Discourse column of Kompas Newspaper’s National Edition of April 2005.
This research was descriptive study, which was a research that describes the
research object based on the given facts. This research performed through three
steps, which were (i) data collecting, (ii) data analysis, and (iii) presentation of
data analysis. The method used in data collecting was comprehension method,
which was comprehend the opinion discourse by read, analyze, and understand the
Opinion Discourse column of Kompas Newspaper’s National Edition of April
2005. The technique used in this research was taping and recording techniques.
The method used in data analysis was distributing technique. This technique was
implemented using basic technique for direct element and then using switching
technique in order to demonstrating the identity of certain lingual unit, and finally,
the repeating technique to switch certain element with other elements. The
technique used in the data analysis was direct element sharing technique by
sharing or categorizing the discourse parts and then finding their cohesion and
coherence. In the presentation of data analysis results, the formal method was
used with signs, symbols formulation, and informal method by common words,
which was not using formula.
Result of the research was followed. First, the elements of inter-paragraph
in the Opinion Discourse column of Kompas Newspaper’s National Edition of
April 2005 have grammatical and lexical cohesion. The grammatical cohesion was
divided into three cohesions. Where the indication cohesion classified into two
types, (i) which were anaforis indication using Indonesian indicator adjective such
as ini, itu, di atas and tersebut, and kataforis cohesion using Indonesian indicator
words like sebagai berikut and berikut. (ii) Substitute cohesion using Indonesian
xi
indicator pronoun like ia, dia, and -nya,. (iii) Connection cohesion using indicator
conjunction words such as karena itu, oleh sebab itu, namun, and jadi.
Lexical cohesion in inter-paragraph cohesion in the Opinion Discourse
column of Kompas Newspaper’s National Edition of April 2005 can be divided
into two cohesions. (i) Homonymy cohesion found in words ketiga agama
keturunan Ibrahim as superordinate umat Islam, Kristen, and Yahudi as
subordinate. (ii) While the repeating cohesion found in indicator words dia, Aceh,
prinsip nonintervensi, Myanmar, and ASEAN.
Second, the elements of inter-paragraph in the Opinion Discourse column of
Kompas Newspaper’s National Edition of April 2005 have coherence with
indicator and coherence without indicator. (i) Coherence with indicator turn into
additive coherence using indicator words di samping itu, selain itu, ditambah lagi,
lagi pula, and kecuali itu. (ii) Causal coherence using indicator word oleh karena
itu, maka, oleh sebab itu. (iii) Contrast coherence using indicator word sebaliknya,
akan tetapi, tetapi, namun, walaupun begitu and meskipun demikian. (iv) Time
coherence by using indicator words kini, dua tahun lalu, ketika itu, sementara itu,
and sampai sekarang. (v) Chronological coherence by using indicator words dulu,
and setelah. (vi) Sequential coherence using indicator words kemudian, lalu, and
selanjutnya. (vii) Conditional coherence using indicator word jika demikian, jika
begitu, apabila demikian, apabila begitu, jika and apabila. (viii) Manner
coherence using indicator word dengan begitu and dengan demikian. (ix) intensity
coherence using indicator word penanda antarparagraf pada hal; bahkan; apalagi;
dan.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ......................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................... iv
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................. v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
ABSTRAK................. ...................................................................................... viii
ABSTRACT................. ...................................................................................... x
DAFTAR ISI.................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
1.5 TinjuanPustaka ...................................................................................... 6
1.6 Landasan Teori ...................................................................................... 8
1.6.1 Pengertian Wacana .......................................................................... 8
1.6.2 Pengertian Wacana Opini ................................................................ 8
1.6.3 Hubungan Antarbagian Wacana....................................................... 9
1.6.3.1 Kohesi................................................................................ 9
1.6.3.1.1 Kohesi Gramatikal ........................................................... 9
1.6.3.1.2 Kohesi Leksikal ............................................................... 12
1.6.3.2 Koherensi............................................................................ 16
1.6.3.2.1 Koherensi Berpenanda .................................................... 17
1.6.3.2.2 Koherensi Tidak Berpenanda .......................................... 21
1.7 Metode Penelitian ...................................................................................... 21
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................................. 22
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data...................................................... 22
xiii
1.7.3 Tahap Penyajian Analisis Data .......................................................... 24
1.7.4 Sistematika Penyajian ....................................................................... 25
BAB II HASIL ANALISIS KOHESI ANTARPARAGRAF WACAN OPINI
SURAT KABAR KOMPAS EDISI NASIONAL BULAN APRIL
2005 ...................................................................................... 26
2.1 Kohesi Gramatikal .................................................................................... 26
2.1.1 Kohesi Penunjukan ................................................................... 26
2.1.2 Kohesi Penggantian ....................................................................... 33
2.1.3 Kohesi Perangkaian .................................................................... 35
2.2 Kohesi Leksikal ......................................................................................... 37
2.2.1 Kohesi Pengulangan ...................................................................... 37
2.2.2 Kohesi Hiponimi ......................................................................... 39
BAB III HASIL ANALISIS KOHERENSI ANTARPARAGRAF WACANA
OPINI SURAT KABAR HARIAN KOMPAS EDISI NASIONAL
BULAN APRIL 2005 .................................................................... 42
3.1 Hasil analisis Koherensi ............................................................................. 42
3.1.1 Koherensi berpenanda ............................................................................ 42
3.1.1.1 Koherensi aditif ......................................................................... 43
3.1.1.2 Koherensi Sebab akibat ............................................................. 46
3.1.1.3 Koherensi Temporal .................................................................. 48
3.1.1.4 Koherensi Kronologis ................................................................ 51
3.1.1.5 Koherensi Pertentangan ........................................................... 53
3.1.1.6 Koherensi Cara .......................................................................... 56
3.1.1.7 Koherensi Perurutan ................................................................. 58
xiv
3.1.1.8 Koherensi Syarat ........................................................................ 60
3.1.1.9 Koherensi Intensitas .................................................................. 61
3.1.2 Koherensi Tidak Berpenanda ............................................................ 61
3.1.2.1 Koherensi Perian dan Perincian .. .. ............................................. 61
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 65
4.1Kesimpulan................................................................................................. 65
4.2 Saran.......................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam skripsi ini dibahas tentang kohesi dan koherensi antarparagraf yang
terdapat pada wacana opini pada surat kabar Kompas edisi nasional bulan April
2005. Wacana opini adalah tulisan yang terdapat dalam media massa cetak yang
berisi pendapat pribadi penulis. Wacana opini termasuk wacana yang lengkap
karena di dalamnya terdapat gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa
dipahami oleh pembaca.
Kohesi adalah hubungan bentuk antara bagian-bagian dalam suatu wacana,
kohesi dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
Kohesi gramatikal dibedakan menjadi kohesi penunjukan, penggantian,
perangkaian, dan pelesapan. Kohesi leksikal dibedakan menjadi himonini,
sinonimi, dan antonimi. Adapun koherensi adalah hubungan makna atau semantis
antara bagian-bagian dalam suatu wacana. Koherensi dibedakan menjadi
koherensi sebab akibat, koherensi perlawanan, koherensi kronologis, koherensi
temporal, dan koherensi aditif. Dengan adanya kohesi dan koherensi itu akan
terbentuk sebuah wacana yang utuh sehingga terjadi kesinambungan antarkalimat
atau antarparagraf. Berikut ini contoh kohesi gramatikal yang terdapat pada
wacana opini.
(1) (a) Tetapi, juga menimbulkan kekhawatiran baru, yaitu bahwa kita telah
memperkirakan terlalu rendah (underestimate) efek GRK pada
peningkatan suhu permukaan Bumi. (b) Karena pencemaran udara berupa
2
zat padat halus dan zat kimia lain merugikan kesehatan manusia, usaha
harus dilakukan untuk mengendalikan pencemaran udara.
(c) DI Eropa dan Amerika Serikat usaha ini telah berhasil banyak. (d)
Sementara itu, penanggulangan emisi CO2 belum berhasil, bahkan ada
gejala emisi CO2 makin meningkat. (e) Dengan demikian, pada satu pihak,
keberhasilan menanggulangi pencemaran udara zat padat dan zat kimia
lain telah mengurangi dampak kesehatannya. (Kompas, 21 April 2005)
Pada contoh (1) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu kalimat (1a), dan (1b). Paragraf kedua terdiri dari tiga kalimat, yaitu
kalimat (1c), (1d), dan (1e). Pada paragraf kedua terdapat kata penunjuk ini,
menunjuk ke sebelah kiri, yaitu kata mengendalikan pencemaran udara sehingga
merupakan kohesi penunjukan anaforis.
(2) (a) Kehadiran Paus Benediktus XVI melahirkan dualisme sikap. (b) Hal ini
terjadi karena adanya harapan yang begitu besar bagi eksistensi paus. (c)
Seperti dilaporkan BBC, sebagian warga jerman menyambut
pengangkatan Joseph Ratzinger dengan bangga, sebagian lagi dengan rasa
prihatin. (d) Bangga karena ia berasal dari jerman, sementara keprihatinan
muncul karena menganggap Ratzinger sebagai sosok konservatif.
(e) NAMUN, menilai sepihak terhadap sosok Paus Benediktus XVI
kiranya harus ditaruh didalam kurung karena dalam hal-hal tertentu ia
menunjukkan sikap yang egaliter. (f) Misalnya, saat sebagian warga
jerman mendukung pembetasan pelaksanaan ajaran islam bagi
pemeluknya, seperti pemakaian jilbab, ia justru agak tidak setuju. (g) Ia
keberatan terhadap larangan pemakaian simbol-simbol agama di sekolah-
sekolah. (Kompas, 26 April 2005)
Pada contoh (2) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari empat
kalimat, yaitu kalimat (2a), (2b), (2c), dan (2d). Paragraf kedua terdiri dari tiga
kalimat, yaitu kalimat (2e), (2f), dan (2g). Paragraf kedua terlihat kata namun
menunjukkan perangkaian antarparagraf dengan paragraf pertama, sehingga
merupakan kohesi perangkaian.Berikut ini contoh koherensi antarparagraf yang
terdapat pada wacana opini.
3
(3) (a) Kacaunya administrasi wilayah pesisir dan lautan Indonesia tercermin
dalam banyak hal: (1) kita mengklaim seluruh pulau besar dan kecil
Indonesia berjumlah 17.504 pulau, namun sampai saat ini kita hanya
mampu memberi nama berikut posisi geografisnya sebanyak 7.870 pulau
yang memenuhi definisi pulau menurut Pasal 121 UNCLOS 1982; (2) ada
sebuah lembaga di Indonesia menggunakan citra satelit untuk menghitung
jumlah pulau sehingga dengan bangga menyatakan telah memperoleh
jumlah pulau lebih banyak lagi, yaitu 20.000 pulau (bahkan Presiden RI
sebelumnya selalu mengacu pada angka ini).
(b) Padahal yang dilihat di citra satelit belum tentu pulau berdasarkan
definisi UNCLOS 1982, karena mungkin hanya berupa vegetasi mangrove
di atas permukaan laut. (c) Masalah nama-nama geografis seharusnya
menjadi bagian dari administrasi pemerintahan yang tertib dan tidak setiap
lembaga terkait mengeluarkan angka jumlah banyaknya pulau secara
sendiri-sendiri. (Kompas, 11 April 2005).
Pada contoh (3) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari satu
kalimat, yaitu (3a). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu (3b), dan (3c).
Paragraf pertama berkoherensi intensitas dengan paragraf kedua yang ditandai
dengan konjungsi padahal.
(4) (a) Kerangkanya gamblang, dengan semakin kompleks dan ragam,
mekanisme check and balance, baku kritik, kontrol dan koreksi, serta
saling sisip dan silih sumbang antarinstitusi dapat berlangsung lebih
rampak sehingga demokrasi menjadi rekonstruktif, senantiasa dapat
memperbaiki dirinya, memperbaharui gagasan-gagasannya, meremajakan
bahkan menganakpinakkan sistem dan kelembagaannya sesuai tuntutan
perkembangan.
(b) Oleh karena itu, setiap perkembangan yang membahayakan
proliferasi demokrasi, baik pada lingkup hak-hak, institusi, kelompok,
maupun individu penggiatnya, seperti dalam berbagai perkembangan ini,
serta baik akibat rekayasa sistematis atau sekadar karena alpa kuasa,
ceroboh, atau lobanya pihak-pihak yang terkait, tetaplah sekaligus
merupakan bukti ketidaksehatan mekanisme- mekanisme demokrasi kita.
(c) Alih-alih bersorak-sorai merayakannya, sekurang-kurangnya kita harus
tertegun gundah. (Kompas, 18 April 2005)
Pada contoh (4) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari satu
kalimat yaitu (4a). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu (4b) dan ( 4c)
4
terlihat adanyahubungan makna sebab-akibat. Paragraf pertama berkoherensi
kausalitas dengan paragraf kedua ditandai konjungsi oleh karena itu
(5) (a)Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan
Kristen), banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau
menebarkan misi (baca: mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama
yang mereka peluk. (b) Dan, para elite agama ini pun tentunya sangat jeli
dan tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan negara sebagaimana
yang dikatakan Hobbes di atas. (c) Maka, kloplah, politisasi agama
menjadi proyek kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan dan
para elite agama yang juga mabuk ekspansi keyakinan.
(d) Namun, perlu diingat, dalam proyek "kerja sama" ini tentunya para
politikus jauh lebih lihai dibandingkan dengan elite agama. (e) Dengan
retorika yang memabukkan, mereka tampil (seolah-olah) jadi elite yang
sangat religius yang mengupayakan penyebaran dakwah (misi agama)
melalui jalur politik. (f) Padahal, amat jelas, yang terjadi tak lain adalah
politisasi agama. (Kompas, 16 April 2005)
Pada contoh (5) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (5a), (5b), dan (5c). Paragraf kedua terdiri dari tiga kalimat, yaitu
(5d), (5e), dan (5f). Paragraf pertama berkoherensi kontras dengan paragraf kedua
yang ditunjukan dengan konjungsi namun.
Kompas dipilih sebagai sumber data selama sebulan karena salah satu surat
kabar yang bersifat nasional dan para pembacanya ada di seluruh Indonesia.
Dalam penelitian ini dipilih kohesi dan koherensi antarparagraf wacana opini pada
surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005 sebagai objek penelitian
dengan tiga alasan. Pertama kohesi dan koherensi antarparagraf wacana opini
sebagai wacana jurnalistik merupakan gejala kebahasaan yang dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Kedua, kohesi dan koherensi antarparagraf wacana opini
pada surat kabar Kompas belum pernah ada yang meneliti. Ketiga, kohesi dan
5
koherensi antarparagraf banyak variasinya khususnya pada bulan april 2005.
Kohesi dan koherensi merupakan hal penting untuk membangun wacana,
termasuk wacana opini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka masalah yang
akan di bahas dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.2.1 Apa saja penanda kohesi antarparagraf dalam wacana opini Kompas edisi
nasional bulan April 2005?
1.2.2 Apa saja penanda koherensi antarparagraf dalam wacana opini Kompas edisi
nasional bulan April 2005 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan penelitian sebagai berikut:
1.3.1 Mendeskripsikan jenis-jenis kohesi antarparagraf dalam wacana opini
Kompas edisi nasional bulan April 2005.
1.3.2 Mendeskripsikan jenis-jenis koherensi antarparagraf dalam wacana opini
Kompas edisi nasional bulan April 2005.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dapat membuktikan manfaat teoretis dan praktis dalam
bahasa Indonesia. Manfaat teoretis penelitian ini dapat memperkaya kajian
linguistik Indonesia, khususnya bidang analisis wacana. Manfaat praktis
penelitian ini antara lain mendokumentasikan atau mendaftar wacana opini bahasa
6
Indonesia. Hal itu selanjutnya memberikan gambaran dan contoh yang jelas
mengenai kohesi dan koherensi antarparagraf. Manfaat praktis itu juga dapat
memandu bagaimana penulisan struktur antarparagraf yang baik.
1.5 Tinjauan Pustaka
Kohesi dan koherensi telah dibahas dalam berbagai tulisan maupun skripsi
antara lain oleh Ramlan (1993), Alwi (2000), Puspitasari (2004), dan
Kusumantara (2004).
Ramlan (1987) dalam bukunya Sintaksis mengelompokkan makna
antarklausa yang satu dengan klausa yang lainnya dalam kalimat majemuk terdiri
tujuh belas hubungan. Ketujuh belas hubungan makna itu adalah (i) penjumlahan,
(ii) perurutan, (iii) pemilihan, (iv) pertentangan, (v) perlebihan, (vi)waktu, (vii)
perbandingan, (viii) sebab, (ix) akibat, (x) syarat, (xi) pengandaian, (xii) harapan,
(xiii) penerangan, (xiv) isi, (xv) cara, (xvi) perkecualian, dan (xvii) kegunaan.
Ramlan (1993) dalam bukunya berjudul Paragraf: Alur Pikir dan Kepaduan
dalam Bahasa Indonesia membahas tentang kepaduan dan pertalian makna
antarkalimat dalam wacana bahasa indonesia. Ramlan juga menunjukan sejumlah
penanda hubungan bentuk dan pertalian makna antarkalimat dalam bahasa
indonesia. Di bidang bentuk, ramlan merinci penanda hubungan antarkalimat
dibagi menjadi (1) penanda hubungan penunjukan, (2) penanda hubungan
penggantian, (3) penanda hubungan.
7
Alwi (2000) dalam bukunya Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia membahas
hubungan bentuk (kohesi) dan hubungan makna antarkalimat dalam bahasa
indonesia (koherensi). Di bidang hubungan makna Alwi merinci penanda
hubungan antarkalimat menjadi pertentangan, pengutamaan, perkecualian,
konsesi, dan tujuan.
Selain ahli-ahli tersebut, ada skripsi dan tesis yang membahas kohesi dan
koherensi sebagai berikut.
Puspitasari (2004) dalam skripsinya berjudul “Analisis Wacana Rubrik
“Psikoterapi” dalam surat kabar mingguan Minggu Pagi. Penelitian Ani
menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, wacana rubrik “Psikoterapi”
memiliki wacana lengkap, yaitu bagian awal, bagian tubuh, dan bagian penutup.
Kedua, kohesi wacana rubrik “Psikoterapi” yang berupa pertalian unsur semantik
diwujudkan menjadi bentuk kohesi gramatikal dan kohesi lekasikal. Ketiga,
koherensi yang ditemukan dalam wacana rubrik”Psikoterapi” dibedakan menurut
penanda antar kalimat, yaitu koherensi berpenanda dan koherensi tidak
berpenanda.
Kusumantara (2004) dalam skripsinya berjudul Analisis Wacana Adventorial
Pada Surat Kabar Kompas Bulan Januari – Juni 2004. Penelitian Kusumantara
menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, struktur wacana yang terdiri dari
lima bagian yaitu bagian rubrik, bagian awal, bagian tubuh, dan bagian penutup.
Kedua, jenis-jenis tuturan dibagi menjadi tuturan narasi, deskripsi, dan narasi.
Ketiga, kohesi dalam wacana Adventorial pada surat kabar Kompas. Dan
8
keempat, koherensi pada wacana Adventorial pada surat kabar Kompas bulan
januari- juni 2004.
Setelah dilakukan tinjauan pustaka dari kajian Ramlan (1993), Alwi (2000),
Wahyuni (2004), Puspitasari (2004), dan Kusumantara (2004) dapat dicatat bahwa
sudah dilakukan kajian tentang kohesi dan koherensi. Hal tersebut berupa kohesi
dan koherensi antarkalimat yang terdapat pada wacana rubrik, wacana narasi
bahasa daerah, dan tajuk rencana. Namun, kohesi dan koherensi antarparagraf
belum pernah diteliti. Oleh sebab itu, penelitian tentang kohesi dan koherensi
antarparagraf dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April
2005 ini layak dilakukan.
1.6 Landasan Teori
Dalam penelitian ini diperlukan landasan teori mengenai wacana, paragraf,
kalimat, wacana opini, dan pengertian hubungan antarbagian wacana.
1.6.1 Pengertian Wacana
Menurut Kridalaksana (1983: 179) wacana adalah satuan bahasa terlengkap;
dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri
ensiklopedi, dsb), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang
lengkap.
Menurut Tarigan (1987: 27), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
9
tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata
disampaikan secara lisan dan tertulis. Adapun menurut Samsuri (1988: 1), wacana
adalah rekaman kebahasaan tang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi
dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulis.
1.6.2 Pengertian Opini
Artikel opini merupakan tulisan yang ada di dalam media cetak yang
memasukkan pendapat penulis di dalamnya, artinya artikel yang mengandung
subjektivitas, bukan hanya fakta (Hutabarat dan Pudjomartono dalam Siregar dan
Suarjana, 1995: 30).
1.6.3 Hubungan Antarbagian Wacana
Sejalan dengan pandangan bahwa bahasa terdiri atas bentuk dan makna, maka
hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan
bentuk yang disebut kohesi (cohesion) dan hubungan makna atau hubungan
semantis yang disebut koherensi (coherence). Dengan demikian, wacana yang
padu adalah wacana yang apabila dilihat dari segi hubungan bentuk atau struktur
lahir bersifat kohesif, dan dilihat dari segi hubungan makna atau struktur batinnya
bersifat koheren.
1.6.3.1 Kohesi
Kohesi merupakan hubungan bentuk. Kohesi dibagi menjadi dua, yaitu
kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
1.6.3.1.1 Kohesi Gramatikal
10
Menurut Halliday dan Hassan (1976: 6), Sumarlam (1996: 66), Baryadi (2001:
10), aspek gramatikal wacana meliputi: penunjukan, penggantian, pelesapan, dan
perangkaian.
a). Penunjukan
Penunjukan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan
lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahului atau
mengikutinya. Berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teks atau
di luar teks, maka penunjukan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penunjukan
endofora apabila acuannya berada atau terdapat di dalam teks wacana itu, dan (2)
penunjukan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana.
Tabel 1 : Kata-kata Deiksis untuk Kohesi Penunjukan
b). Penggantian
Penggantian adalah kohesi gramatikal berupa penggantian satuan lingual
tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana untuk memperoleh unsur
pembeda. Dilihat dari segi satuan lingualnya, subtitusi dapat dibedakan menjadi
subtitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal.
Tabel 2 : Pronomia Persona untuk Kohesi Penggantian
Tunggal/jamak Netral Honorifik
Kohesi Referensi Kata-kata Deiksis
1. Referensi Anaforis itu, ini, tersebut, di atas, demikian,
begini, begitu
2. Referensi Kataforis berikut, berikut ini, ini, begini,
demikian, yakni, yaitu
11
Tunggal dia, ia, -nya beliau
Jamak mereka, -nya beliau-beliau
Contoh:
(6) Agus sekarang sudah berhasil mendapat gelar sarjana sastra.Titel
kesarjanaannya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa
melalui sastranya.
(7) Wisnu mempunyai hobi mengarang cerita pendek. Dia berkarya sejak masih di
bangku sekolah menengah pertama.
(8) Aku tidak memeruskan pertanyaanku. Ibuku juga tidak berbicara. Dua orang
sama- sama diam.
Pada contoh (6) satuan lingual nomina gelar yang telah disebut terdahulu
digantikan oleh satuan lingual nomina pula yaitu kata titel disebutkan kemudian.
Contoh (7) tampak adanya penggantian satuan lingual berkategori verba
mengarang dengan satuan lingual lain yang berkategori sama, yaitu berkarya.
Adapun pada contoh (8) kata aku pada kalimat pertama dan ibuku pada kalimat
kedua disubtitusi dengan frasa dua orang pada kalimat ketiga.
c). Pelesapan
Pelesapan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan
atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya.
(9) Budi seketika itu terbangun. Menutupi matanya karena silau,mengusap muka
dengan saputanganya, lalu bertanya,” “Di mana ini ?”.
Pada tuturan (9) terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa kata, yaitu budi
yang berfungsi sebagai subjek atau pelaku tindakan pada tuturan tersebut. Subjek
yang sama itu dilesapkan sebanyak tiga kali, yaitu sebelum kata menutupi pada
12
klausa kedua, sebelum kata mengusap pada klausa ketiga, dan sebelum kata atau
diantara kata lalu dan bertanya pada klusa keempat. Di dalam analisis wacana, unsur
(konstituen) yang dilesapkan itu biasa ditandai dengan konstituen nol atau zero
(atau dengan lambang
) pada tempat terjadinya pelesapan unsur tersebut. Dengan
cara seperti itu maka peristiwa pelesapan pada tuturan (9) dapat direpresentasikan
menjadi (9a), dan apabila tuturan itu kembali dituliskan dalam bentuknya yang
lengkap tanpa adanya pelesapan maka akan tampak seperti (9b) sebagai berikut.
(9a) Budi seketika itu terbangun.
menutupi matanya karena silau,
mengusap muka dengan saputangannya, lalu
bertanya,”Di mana ini?”.
(9b) Budi seketika itu terbangun. Budi menutupi matanya karena silau, Budi
mengusap muka dengan saputangannya, lalu Budi bertanya, “Di mana ini?”.
Pada analisis tersebut bahwa dengan terjadinya peristiwa pelesapan, seperti
pada (9) atau (9a), maka tuturan itu menjadi lebih efektif, efesien, wacananya
menjadi padu, dan memotivasi pembaca untuk lebih kreatif menemukan unsur-
unsur yang dilesapkan, serta praktis dalam berkomunikasi. Fungsi-fungsi
semacam itu tentu tidak ditemukan pada tuturan (9b), sekalipun dari segi
informasi lebih jelas atau lengkap daripada (9) dan (9a).;
d). Perangkaian
Perangkaian adalah kohesi gramatikal yang dilakukan cara menghubungkan
unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan
dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa
unsur yang lebih besar.
Contoh:
13
(10) Karena pelayanannya ramah, cantik, masih gadis lagi, setiap saat warungnya
penuh pembeli.
(11) Si Fulan tetap tidak bisa diterima oleh teman-temannya, meskipun dia sudah
mengakui kesalahannya.
Konjungasi karena pada contoh (10) sekalipun berada awal kalimat tetap
berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab-akibat atau hubungan kausal antara
klausa penjualnya cantik, ramah, masih gadis sebagai sebab, dengan klausa
berikutnya yaitu setiap saat warungnya penuh pembeli sebagai akibat. Konjugasi
meskipun pada contoh (11) menghubungkan secara konsesif antara klausa Si
Fulan tetap tidak bisa diterima teman-temannya dengan klausa dia sudah
mengakui kesalahannya.
1.6.3.1.2 Kohesi Leksikal
Kohesi leksikal adalah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis.
Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu (a)
pengulangan, (b) sinonimi, (c) kolokasi, (d) hiponimi, (e) antonimi, dan (f)
ekuivalensi. Berikut ini penjelasan keenam aspek leksikal beserta contohnya.
a). Kohesi Leksikal Pengulangan
Pengulangan adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau
bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah
konteks yangs sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam
baris,
Contoh :
(12) Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan, tetapi aku sangat mempercayai
dia, dia pun sangat mempercayai aku. Aku dan dia saling mempercayai.
14
Contoh (12) merupakan pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa
kali dalam sebuah konstruksi, contoh (12) termasuk repetisi tautotes.
b). Kohesi Leksikal Sinonimi
Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama
atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan yang lain
(Chaer, 1990: 85). Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk
mendukung kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna
yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam
wacana.
Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dibedakan menjadi lima
macam, yaitu sinonimi antara morfem bebas dengan morfem terikat, kata dengan
kata, kata dengan frasa atau sebaliknya,frasa dengan frasa, dan klausa dengan
kalimat atau kalimat dengan klausa.berikut ini contoh sinonimi:
( 13 ) Aku mohon kau mengerti perasaanku
(14 ) Meskipun capek, saya sudah terima bayaran. Setahun menerima gaji 80%.
SK pegnegku keluar. Gajiku naik
Pada contoh (13) termasuk sinonimi morfem ( bebas) aku bersinonimi dengan
morfem (terikat) –ku, contoh (14) berupa sinonimi antara kata bayaran pada
kalimat pertama dengan kata gaji pada kalimat kedua dan ketiga.kedua kata pada
contoh (14) maknanya sepadan.
c). Kohesi Leksikal Antonimi
15
Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain;
atau satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan
lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Berdasarkan sifatnya
oposisi makna dibedakan menjadi lima macam, yaitu oposisi mutlak, oposisi
kutub, oposisi hubungan, oposisi hirarkial, dan oposisi majemuk.
Contoh:
(15) Hidup dan matinya perusahaan tergantung dari usaha kita. Jangan hanya
diam menunggu kehancuran, mari kita mencoba bergerak dengan cara yang
lain.
Pada contoh (15) terdapat oposisi mutlak antara kata hidup dan mati pada
kalimat pertama, dan kata diam dan kata bergerak pada kalimat kedua.
d). Kohesi Leksikal Kolokasi
Kolokasi adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang
cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi adalah
kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu dominan atau jaringan tertentu,
misalnya
Contoh:
(16) Waktu aku masih kecil, ayah sering mengajakku ke sawah. Ayah adalah
seorang petani yang sukses. Dengan lahan yang luas dan bibit padi yang
berkualitas serta didukung sistem pengolahan yang sempurna maka panen pun
melimpah. Dari hasil panen itu pula keluarga ayahku mampu bertahan hidup
secara layak.
16
Pada contoh (16) tampak pemakaian kata-kata sawah,petani,lahan,bibit padi,
sistem pengolahan, dan hasil panen, yang saling berkolokasi dan mendukung
kepaduan suatu wacana.
e). Kohesi Leksikal Hiponimi
Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang
maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur
atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang
berhiponim itu disebut “hipernim” atau “superordinat”. Contoh penggunaan
hiponimi dapat diperhatikan pada penggalan wacana berikut.
Contoh:
(17) Binatang melata termasuk kategori hewan reptil. Reptil yang hidup di darat
dan di air ialah katak dan ular. Cicak adalah reptil yang biasa merayap di
dinding. Adapun jenis reptil yang hidup di semak-semak dan rumput adalah
kadal. Sementara itu,reptil yang dapat berubah warna sesuai dengan
lingkunganya yaitu bunglon.
Pada contoh (17) hipernim atau superordinatnya adalah binatang melata atau
yang disebut reptil. Sementara itu, binatang- binatang yang merupakan golongan
reptil sebagai hiponimnya adalah katak, ular, cicak, kadal, dan bunglon.
Hubungan antarunsur bawahan atau antarkata yang menjadi anggota hiponim itu
disebut “kohiponim”. Fungsi hiponim adalah untuk mengikat hubungan
antarsatuan lingual dalam wacana secara semantis, terutama untuk menjalin
hubungan makna atasan dan bawahan, atau antar unsur yang mencakupi dan unsur
yang dicakupi. Dengan demikian,dari wacana tersebut dapat digambarkan
kehiponimannya sebagaimana dapat direalisaikan pada bagan berikut.
17
REPTIL ------------------------------------- “Hipernim”
Hiponimi
Cicak Ular Kadal Katak Bunglon ------------ “Hiponimi”
“Kohiponimi
f). Kohesi Leksikal Ekuivalensi
Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu
dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah
kata hasil afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukan adanya hubungan
kesepadanan, misalnya hubungan makna antara kata membeli, dibeli, membelikan,
dibelikan, dan pembeli, semuanya dibentuk dari bentuk asal yang sama yaitu beli.
Contoh:
(18) Andi memperoleh predikat pelajar teladan. Dia memang tekun sekali dalam
belajar. Apa yang telah diajarkan oleh para pengajar di sekolah diterima
dan dipahaminya dengan baik. Andi merasa senang dan tertarik pada
semua pelajaran.
1.6.3.2 Koherensi
Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana.
Koherensi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu koherensi yang berpenanda dan
18
koherensi tidak berpenanda. Koherensi berpenanda diungkapkan dengan
konjungsi, sedangkan koherensi tidak berpenanda sebaliknya.
1.6.3.2.1 Koherensi Berpenanda
Koherensi berpenanda dapat membentuk koherensi antarparagraf di dalam
suatu wacana yang ditandai oleh konjungsi. Masing-masing penanda bisa
menyatakan hubungan makna tertentu (Ramlan, 1993:
a). Koherensi Kausalitas
Koherensi kausalitas yaitu koherensi yang menyatakan hubungan makna
sebab-akibat antarkalimat atau antarparagraf.
Contoh:
(19) Menurut Harsya, dalam keadaan sekarang kalau sekolah hanya boleh
dipakai pada pagi hari, dan sore hari untuk kegiatan ekstrakurikuler,akan
banyak anak usia sekolah yang tidak tertampung. Karena itu, katanya,
maslah ini harus dilihat sebagai masa transisi.
Pada contoh (19) terdapat dua kalimat, yaitu kalimat (19a) dan Kalimat
(19a) berkoherensi kausalitas dengan kalimat (19b) yang ditandai dengan
konjungsi Karena itu .
b) Koherensi Kontras
Koherensi kontras yaitu koherensi yang menyatakan hubungan makna
pertentangan antarkalimat atau antarparagraf.
Contoh:
(20) Dia mengungkapkan, pernah pada suatu waktu PLN melakukan
pembatasan dalam pemakaian listrik. Namun, hal itu ditentang oleh
19
banyak orang, sehingga terpaksa PLN memenuhi permintaan mereka
dengan janji untuk tidak menggunakan listrik pada malam hari.
Pada contoh (20) terdapat dua kalimat, yaitu kalimat (20a) dan (20b). Kalimat
(20a) berkoherensi kausalitas dengan kalimat (20b) yang ditandai dengan
konjungsi Namun.
c) Koherensi Aditif
Koherensi aditif yaitu koherensi yang menyatakan makna penambahan
antarkalimat atau antarparagraf.
Contoh:
(21) (a) Dalam jangka pendek kemungkinan besar jawabannya bisa karena kini
monopoli betul-betul bisa dilaksanakan. (b) BPPC (Badan Penyangga
dan Pemasaran Cengkeh) tak akan mengalami kesulitan dalam
menetapkan harga. (c) Kecuali itu, seperti dikatakan di depan,
produksi rokok kretek bakal meningkat lagi. (d) Dengan demikian,
pemertintah akan cengkeh pun naik, dan BPPC pun semakin gampang
melempar stoknya.
Pada contoh (21) terdapat empat kalimat, yaitu kalimat (21a), (21b), (21c), dan
(21d). Kalimat (21a) dan (21b) berkoherensi aditif dengan kalimat (21c) yang
ditandai dengan konjungsi kecuali itu.
d). Koherensi Intensitas
Koherensi intensitas yaitu koherensi yang menyatakan hubungan penyangatan
yang terdapat dalam sejumlah penenda dalam fungsinya sebagai penanda
antarkalimat atau penanda antarparagraf.
Contoh:
(22) Menurut penggemar permainan mengadu benang gelasan, apabila menang,
dapat menimbulkan kebanggaan yang cukup besar. Apalagi, jika
kemenangan itu dicapai berkali-kali.
20
Pada contoh (22) terdapat dua alimat, yaitu kalimat (22a) dan (22b). Kalimat
(22a) dan (22a) berkoherensi kausalitas dengan kalimat (22b) yang ditandai
dengan konjungsi apalagi.
e). Koherensi Kronologis
Koherensi kronologis yaitu koherensi yang menyatakan hubungan rangkaian
waktu, kala, dan aspek.
Contoh:
(23) (a) Geliat demokrasi di Irak kini mulai terasa. (b) Setelah berhasil
melaksanakan pemilihan umum pada 30 Januari 2005, Dewan Nasional Irak
(parlemen) hari Minggu (3/4) memilih Hajem al-Hassani dari Sunni sebagai
ketua parlemen. (c) Tiga hari kemudian Dewan Nasional Irak juga berhasil
memilih Jalal Talabani, dari suku Kurdi, sebagai presiden. (d) Adapun
posisi Perdana Menteri kemungkinan kuat akan diberikan kepada pemimpin
Syiah, Ibrahim Jaafari.
Pada contoh (23) terdapat empat kalimat, yaitu kalimat (23a), (23b), (23c), dan
(23d). Kalimat (23a) dan (23b) berkoherensi kronologis dengan kalimat (23c)
yang ditandai dengan konjungsi Tiga hari kemudian.
f). Koherensi Perurutan
Koherensi perurutan yaitu koherensi yang menyatakan hubungan yang harus
dilakukan secara berurutan.
Contoh:
(24) Baru-baru ini Dr. Osofsky mengatakan, “Bayi- bayi yang cerdik itu lebih
banyak memandang kepada ibunya untuk menatakan sesuatu. Kemudian
sang ibu akan tersenyum pada bayinya, mengusap pipinya, dan dengan cepat
mendekapnya
21
Pada contoh (24) terdapat dua alimat, yaitu kalimat (24a) dan (24b). Kalimat
(24a) dan (24a) berkoherensi kausalitas dengan kalimat (24b) yang ditandai
dengan konjungsi kemudian.
g). Koherensi Waktu
Koherensi waktu yaitu koherensi yang menyatakan waktu terjadinya peristiwa
atau dilaksanakannya suatu perbuatan tersebut pada kalimat lain.
Contoh:
(25) Sebelum rakyat berhasil merebut Dili, para tahanan Fretilin dipindahkan ke
daerah pedalaman. Sementara itu, PSTT selangkah demi selangkah tetap
berusaha untuk bisa berintegrasi dengan Indonesia.
Pada contoh (25) terdapat dua alimat, yaitu kalimat (25a) dan (25b). Kalimat
(25a) dan (25a) berkoherensi waktu dengan kalimat (25b) yang ditandai dengan
konjungsi sementara itu.
h). Koherensi Cara
Koherensi cara yaitu Koherensi menyatakan bagaimana suatu perbuatan itu
dilaksanakan atau bagaimana suatu peristiwa itu terjadi.
Contoh:
(26) Anak-anak menyadarkan sepedanya ke dinding, kemudian berdiri di atas
sepeda itu. Dengan demikian, mereka dapat melihat ke dalam,
menyaksikan pertandingan sepak bola yang sedang berlangsung.
Pada contoh (26) terdapat dua alimat, yaitu kalimat (26a) dan (26b). Kalimat
(26a) dan (26a) berkoherensi cara dengan kalimat (26b) yang ditandai dengan
konjungsi dengan demikian.
i). Koherensi Syarat
22
Koherensi syarat yaitu koherensi yang menyatakan bahwa apa yang
dinyatakan pada suatu kalimat menjadi syarat terlaksananya suatu perbuatan atau
terjadinya suatu peristiwa yang dinyatakan pada kalimat lain.
Contoh:
(27) (a) Dengan kekuatan ekonominya saat ini, masyarakat Amerika
menganggap Jepang berusaha menghancurkan kami. (b) Jika begitu,
benarkah peringatan 50 tahun serangan terhadap Pearl Harbor dilakukan
untuk menggaungkan kembali kesan bahwa Jepang tetap musuh Amerika
yang berbahaya?
Pada contoh (27) terdapat dua kalimat, yaitu kalimat (27a) dan (27b). Kalimat
(27a) dan (27a) berkoherensi kausalitas dengan kalimat (27b) yang ditandai
dengan konjungsi jika begitu.
1.6.3.2.2 Koherensi Tidak Berpenanda
Jenis koherensi ini bisa dipahami melalui urutan kalimatnya meskipun tidak
menggunakan konjungsi. Koherensi tidak berpenanda dibagi menjadi dua, yaitu
koherensi perian dan koherensi perincian (Baryadi, 2002: 32).
Contoh:
(28) burung walet hitam berukuran lebih besar (14 cm) dengan sayap panjang
dan ekor becelah dalam (menggarpu). Warna tunggingnya bervariasi anatar abu-
abbu sampai hitam seperti punggungnya. Kakinya tidak berbulu atau hanya sdikit
berbulu (mackinnon,1990:212).
Pada contoh (28) terdapat tiga kalimat, yaitu kalimat (28a), (28b), dan (28c).
Pada contoh (28) bagian-bagianya memiliki koherensi perian dan perincian.
23
1.7 Metode dan Teknik Penelitian
Untuk melakukan Penelitian linguistik dibutuhkan prosedur penelitian yang
melewati tiga tahap strategis, yaitu pertama tahap pengumpulan data, tahap
analisis data. Setelah data-data dianalisis, kemudian dilanjutkan tahap ketiga,
yaitu tahap hasil analisis data. Berikut diuraikan masing-masing tahap penelitian
itu.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah kohesi dan koherensi antarparagraf dalam
wacana opini. Sumber data diperoleh dari surat kabar harian Kompas edisi
nasional bulan april 2005. Sampel data kohesi dan koherensi antarparagraf dalam
wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005 berjumlah 65
buah .
Metode yang dipakai dalam pengumpulan data penelitian ini adalah metode
simak. Menurut Sudaryanto (1993: 133), metode simak adalah metode yang
dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah tuturan yang dihasilkan dalam wacana opini.
Untuk melaksanakan metode simak dipergunakan dua teknik, yaitu teknik
catat. Penerapan metode simak dengan menyimak berulang-ulang. Penggunaan
bahasa dalam paragraf yang terdapat dalam wacana opini setelah penggunaan
bahasa dalam wacana opini disimak. Kemudian dilanjutkan dengan teknik catat
menggunakan alat tulis, kertas, lem, dan gunting untuk mengkliping data-data.
Masing-masing data yang telah dikipling kemudian dicatat sumber datanya yang
meliputi nama surat kabar, tanggal, dan tahun terbitnya.
24
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode agih dan metode
padan. Menurut Sudaryanto (1993: 15-16), metode agih adalah metode analisis
data dengan bagian bahasa yang diteliti sebagai alat penentu yang terdapat dalam
bahasa itu sendiri. Teknik yang digunakan dalam metode agih ini adalah teknik
bagi unsur langsung ini dilakukan dengan membagi satuan lingual datanya
menjadi beberapa bagian.
Teknik bagi unsur langsung dipakai untuk membagi struktur wacana opini.
Struktur wacana opini dari bagian judul, awal, itubuh atau isi, dan bagian penutup.
Setelah menganalisis struktur wacana opini kemudian dilanjutkan dengan
menganalisis kohesi dan koherensi antarparagraf wacana opini. Untuk
menganalisis kohesi dan koherensi berpenanda digunakan teknik baca markah
yaitu teknik yang digunakan untuk menunjukkan kejatian satuan lingual atau
identitas konstituen tertentu (Sudaryanto, 1993: 95). Untuk menganalisis kohesi
dan koherensi berpenanda digunakan teknik ganti dan teknik ulang. Teknik ulang
dilaksanakan dengan cara mengulang satuan lingual tertentu yang bersangkutan.
Teknik ganti dilaksanakan dengan cara menggantikan unsur tertentu dengan unsur
yang lain (Sudaryanto, 1993: 48). Adapun untuk koherensi tidak berpenanda
digunakan teknik perluas yaitu teknik analisis yang berupa perluasan satuan
lingual dalam suatu data (Sudaryanto, 1993: 55).
Dalam penelitian ini, teknik ulang digunakan untuk membuktikan identitas
satuan lingual tertentu sebagai berikut:
25
(29) (a) Prinsip non-intervensi dalam skala itu memang merupakan ekspresi
yang tidak bisa ditawar dari adanya pengakuan terhadap kedaulatan,
sekalipun hal itu dalam penafsirannya, bisa dibelokkan untuk kepentingan
domestik tanpa perlu takut campur tangan dari luar.
(b) Benturan dilematis terhadap penafsiran prinsip non-intervensi yang
mulai digelindingkan PM Thailand Surin Pitsuwan dengan istilah
pendekatan flexible engagement ataupun model "pengikatan konstruktif"
(constructive engagement) dan bahkan semangat nhanced interaction ini
kembali bergulir mundur ke belakang.
Pada contoh (29) terdapat dua. Paragraf pertama terdiri dari satu kalimat, yaitu
(29a). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat yaitu (29b). Pada paragraf pertama
terlihat kata Prinsip non-intervensi diulang pada paragraf kedua sehingga
merupakan kohesi pengulangan.
Di samping diterapkan teknik ulang, teknik ganti juga digunakan dalam
pengolahan data. Teknik ini dilaksanakan dengan cara menggantikan unsur
tertentu dengan unsur yang lain. Contoh penerapannya sebagai berikut:
(30) (a) Dibandingkan dengan Paus Pertama, yaitu Petrus, dan para Paus
pendahulunya, Johannes Paulus II ini jauh lebih mendunia. (b) Mendunia
dalam arti dikenal seluruh dunia, tanpa menjadi selebriti. (c) Mendunia juga
dalam arti, ia pergi hampir ke seluruh dunia. (d) Tiada benua yang tidak
dikunjunginya.
(e) Dia juga menaruh minat besar pada hampir segala yang dirembuk di
PBB, termasuk yang diolah di Beijing mengenai perempuan meski dalam
kerangka imamat katolik, pendiriannya jelas. (f) Paus yang satu ini ini
memancangkan satu tolok ukur baru, bagi pemimpin Gereja Katolik: seturut
ajaran Gurunya juga sih, "Tidak dari dunia, tetapi tidak diambil keluar dari
dunia" (Kompas, 2 April 2005).
Pada contoh (30) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari empat
kalimat, yaitu (30a), (30b), (30c), dan (30d). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat
yaitu (30e) dan(30f). Pada paragraf pertama terlihat nama Johannes Paulus II
26
diganti dengan kata Dia yang terdapat pada paragraf kedua sehingga merupakan
kohesi penggantian.
1.7.3.3 Tahap Penyajian Analisis Data
Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan
menggunakan metode informal dan metode formal. Sudaryanto (1993: 145)
menjelaskan metode informal adalah metode penyajian atau perumusan hasil
analisis data dengan kata-kata biasa. Adapun metode formal adalah metode
penyajian dengan menggunakan data-dta biasa dan menggunakan bagan-bagan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keseluruhan isi keseluruhan wacana
opini. Kata-kata biasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kata-kata
denotatif, bukan konotatif. Demikian juga penyampaian hasil analisis data dalam
penelitian ini tidak akan memanfaatkan berbagai lambang, tanda, singkatan, dan
sejenisnya.
1.8 Sistematika Penyajian
Sistematika laporan penelitian dipaparkan dalam empat bab. Bab I
merupakan bab pendahuluan dengan sub-sub bab latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, tinjauan pustaka,
dan sistematika penyajian. Bab II berisi uraian pembahasan tentang kohesi
antarparagraf yang digunakan dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi April
2005. Bab III berisi uraian pembahasan tentang koherensi antarparagraf yang
digunakan dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi April 2005. Sementara
itu, bab IV merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
27
BAB II
KOHESI ANTARPARAGRAF DALAM WACANA OPINI
SURAT KABAR KOMPAS EDISI NASIONAL BULAN APRIL 2005
Pada bab ini diuraikan jenis-jenis kohesi yang terdapat dalam wacana opini
surat kabar harian Kompas edisi nasional bulan April 2005. Kohesi ini dibutuhkan
dalam suatu wacana untuk menciptakan keutuhan wacana dengan adanya
hubungan antar bagian wacana yang berhubungan akan tercipta keutuhan wacana.
Dalam skripsi ini akan dibahas kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
2.1 Kohesi Gramatikal
Kohesi gramatikal adalah keterkaitan gramatikal antara bagian-bagian
wacana. Kohesi gramatikal dalam wacana opini surat kabar harian Kompas edisi
nasional bulan April 2005 ditemukan empat jenis kohesi, yaitu penunjukan,
penggantian, pelesapan, dan perangkaian.
2.1.1 Kohesi Penunjukan
Penunjukan merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan
lingual tertentu yang menunjuk satuan lingual yang mendahului atau
mengikutinya. Berdasarkan arah penunjukannya, kohesi penunjukan dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penunjukan anaforis dan kataforis. Penunjukan
anaforis ditandai oleh adanya konstituen yang menunjuk konstituen di sebelah
kiri. Adapun penunjukan kataforis ditandai oleh adanya konstituen yang mengacu
28
konstituen di sebelah kanan. Dalam wacana opini dalam surat kabar harian
Kompas edisi nasional bulan April 2005 dijumpai kohesi anaforis dengan
katapenunjuk itu, ini, di atas, dan tersebut. Adapun kohesi penunjukan kataforis
ditandai dengan kata penunjuk sebagai berikut dan berikut.
A. Kohesi Penunjukan Anaforis
Berikut ini dipaparkan contoh-contoh penemuan penggalan paragraf yang
berkohesi penunjukan anaforis.
(31) (a) Penulis melihat ada tiga faktor yang menjadi "biang keladi" Kawasan
Timur Indonesia belum semaju kawasan lainnya, yaitu: banyaknya
kebijakan pemerintah yang dijalankan setengah-setengah sehingga hanya
menjadi retorika dan kurang implementatif; masih belum terkoordinasinya
perencanaan pembangunan Kawasan Timur Indonesia oleh berbagai
instansi pembangunan baik di pusat maupun daerah secara mulus; dan
tidak adanya institusi yang menangani pengembangan Kawasan Timur
Indonesia secara otonom.
(b) Bukan suatu hal yang aneh di negara kita ini, setiap perubahan
pemerintahan akan selalu diikuti dengan perubahan kebijakan baru tanpa
mempertimbangkan kesinambungannya. (c) Hal ini juga dialami oleh
kebijakan-kebijakan untuk memajukan Kawasan Timur Indonesia. (d) Kita
ambil contoh kebijakan pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu (Kapet) serta Kebijakan dan Strategi Nasional Percepatan
Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (Jakstranas PPKTI). (Kompas,
09 April 2005)
Pada contoh (31) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari satu
kalimat, yaitu (31a). Paragraf kedua terdiri dari tiga kalimat, yaitu (31b), (31c),
dan (31d). Pada paragraf kedua terlihat kata penunjuk ini menunjuk ke sebelah
kiri, yaitu kata Kawasan Timur Indonesia yang terdapat pada paragraf pertama
sehingga merupakan kohesi penunjukan anaforis.
29
(32) (a) Tanda tangan darah dan pendaftaran sukarelawan perang untuk
melawan Malaysia berlangsung di mana-mana. (b) Ambalat jelas di bagian
selatan Laut Sulawesi dan masuk wilayah Indonesia (Medal Kamil
Ariadno, Kompas, 8 Maret 2005). (c) Malaysia terlalu jauh mengklaim
kepemilikan Blok Ambalat dan Ambalat Timur. (d) Kedua blok tersebut
merupakan kelanjutan alamiah dari daratan Kalimantan Timur (Hasyim
Djalal, Kompas, 12 Maret 2005).
(e) Indonesia sudah lebih dulu mengeksploitasi wilayah itu dan menurut
UNCLOS 1982, maka Blok Ambalat berada di wilayah silent accupation
atas wilayah laut Indonesia (Steven Y Pailah, Kompas, 12 Maret 2005).
(Kompas, 11 April 2005)
Pada contoh (32) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (32a), (32b), dan (32c). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat,
yaitu (32d). Pada paragraf kedua terdapat kata penunjuk itu menunjuk ke sebelah
kiri, yaitu kata Blok Ambalat dan Ambalat Timur yang terdapat pada paragraf
pertama sehingga merupakan kohesi penunjukan anaforis.
(33) (a ) DITJEN Pajak mensomasi Kwik karena tulisannya yang menyebut
bahwa PPN Nonmigas hilang Rp 180 triliun. (b) Sementara somasi pada
Faisal ialah karena dia menyatakan bahwa penerimaan pajak menguap Rp
40 triliun (Kompas, 8/4).
(c) Menanggapi somasi itu, Kwik akhirnya membuat iklan pernyataan
maaf kepada Ditjen Pajak di Harian Kompas (4/4/2005) dengan ukuran 5
kolom x 270 mm. (d) Hitung-hitung biaya iklan itu puluhan juta rupiah.
Pada contoh (33) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat yaitu (33a) dan (32b). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu (33c),
dan (33d). Pada paragraf kedua terdapat kata penunjuk itu menunjuk ke sebelah
kiri, yaitu kata PPN Nonmigas hilang Rp 180 triliun yang terdapat pada paragraf
pertama sehingga merupakan kohesi penunjukan anaforis
(34) (a) Sebagai pembanding, kita tengok keberhasilan Jepang yang
membentuk Badan Pengembangan Hokkaido (Hokkaido Development
30
Agency) dan Badan Pengembangan Okinawa (Okinawa Development
Agency) untuk mengembangkan kedua wilayah (Hokkaido dan Okinawa)
yang dianggap belum berkembang.
(b) Kedua lembaga tersebut diberi kewenangan penuh untuk
melaksanakan tugas pembangunannya. (c) Badan Pengembangan
Hokkaido mempunyai tugas mengembangkan Hokkaido secara
keseluruhan. (d) Badan ini membuat dan melaksanakan seluruh rencana
pemerintah untuk pekerjaan masyarakat yang berhubungan dengan jalan,
sungai, pertanian, bandara, dan lain-lain. (e) Sedangkan Badan
Pengembangan Okinawa mempunyai tujuan untuk mempromosikan
berbagai kebijakannya seperti mengembangkan infrastruktur di Okinawa
untuk menjamin kelangsungan pengembangan dengan menjaga keunikan
Okinawa yang khusus. (Kompas, 9 April 2005)
Pada contoh (34) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari satu
kalimat, yaitu (34a). Paragraf kedua terdiri dari empat kalimat, yaitu (34b), (34c),
(34d), dan (34e). Pada paragraf kedua terdapat kata penunjuk tersebut, merunjuk
ke sebelah kiri, yaitu kata Badan Pengembangan Hokkaido (Hokkaido
Development Agency) dan Badan Pengembangan Okinawa (Okinawa
Development Agency), yang terdapat pada paragraf pertama sehingga
merupakan kohesi penunjukan anaforis.
(35) (a) Waktu dan jarak tidak lagi bermakna sebagai "perjalanan"
sebagaimana kebijakan tradisi memahaminya; sebagai "kontemplasi",
"meditasi", atau pengendapan yang dapat memiliki signifikansi spiritual.
(b) Contoh kecil, jika jarak dan waktu jauh sebelumnya adalah penggerak
rasa rindu, kangen, yang mengentalkan hubungan hati, ikatan emosional,
hingga jiwa kita membesar untuk memahami lebih dalam orang lain. (c)
Mengikhlaskan dan memaafkan diri, lalu kita mengalami semacam
purifikasi. (d) Maka, waktu dan jarak pada masa kini tak berarti apa-apa.
(e) Ketika kita dapat menjangkau siapa saja, di mana saja, kapan saja,
mendengar suara, merasakan hatinya, bahkan memandang tubuhnya yang
bergolek di tempat tidur sebuah hotel di jarak ribuan mil dan belasan jam.
(f) Semua gerak batin dan pikiran dalam apresiasi tradisional pun lenyap.
(g) Kontemplasi dan pengosongan jiwa tak lagi terjadi.
(h) Hal itu memberi akibat kedia, pada sifat dan pola relasi di antara kita
(manusia). (i) Tingkat perjumpaan yang tinggi antara manusia, yang
31
bahkan tak memiliki acuan primordial sama sekali, melalui semua
medium teknologis di atas, melahirkan spirit egaliterian yang kuat. (j)
Pembebasan secara horizontal antarmanusia ini adalah demokratisasi
yang tak membutuhkan lagi demokrasi atau institusi-institusi politik
maupun negara. (k) Sebagai akibatnya, hubungan-hubungan yang terjalin
secara emosional menjadi semakin pragmatis, ringan, bahkan artifisial. (l)
Jika dulu aku adalah warga desaku, kini dunia adalah aku, akulah dunia.
(m) Dan hati kita terlalu sempit untuk berbagai romantika atau hubungan-
hubungan yang platonis. (Kompas, 23 April 2005)
Pada contoh (35) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tujuh
kalimat, yaitu (35a), (35b), (35c), (35d), (35e), (35f), dan (35g). Paragraf kedua
terdiri dari enam kalimat, yaitu (35h), (35i), (35j), (35k), (35l), dan (35m). Pada
paragraf kedua terdapat kata penunjuk hal itu menunjuk ke sebelah kiri, yaitu
kalimat kontemplasi dan pengosongan jiwa tak lagi terjadi, yang terdapat pada
paragraf pertama sehingga merupakan kohesi penunjukan anaforis.
(36) (a) M>small 2small 0< demikian, kita tidak dapat memungkiri bahwa telah
banyak juga upaya yang dilakukan pemerintah pusat melalui berbagai
kebijakan yang ditujukan untuk memajukan kawasan ini. (b) Namun,
hasil yang diharapkan masih jauh dari harapan untuk mewujudkan suatu
Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebagai kawasan yang maju dan
mempunyai kesetaraan akses ekonomi antarkawasan.
(c) Hal ini sangat jelas terlihat dari berbagai indikator pembangunan,
seperti indikator ekonomi di mana pada tahun 2002 nilai PDRB yang
sebesar Rp 101.452.359 juta masih belum dapat mencapai nilai PDRB
secara nasional sebesar Rp 426.740.546 juta, serta dari indikator sosial
pada tahun yang sama menunjukkan rata-rata IPM sebesar 64,7 juga
belum mendekati nilai rata-rata IPM secara nasional yang besarnya
65,8.(Kompas, 9 April 2005)
Pada contoh (36) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (36a) dan (36b). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat, yaitu
(36c). Pada paragraf kedua terdapat kata penunjuk hal ini menunjuk ke sebelah
kiri, yaitu kata sebagai kawasan yang maju dan mempunyai kesetaraan akses
32
ekonomi antarkawasan, yang terdapat pada paragraf pertama sehingga
merupakan kohesi penunjukan anaforis.
B. Kohesi penunjukan kataforis
Adapun pemaparan contoh-contoh antarparagraf yang berkohesi penunjukan
kataforis dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005.
(37) (a) Beberapa hal yang dapat dicatat, sebelum tsunami, menunjukkan
keadaan yang tidak menggembirakan, di antaranya sebagai berikut:
(b) Pertama, proporsi penduduk di bawah garis kemiskinan pada tahun
2002 mencapai angka 29,8 persen atau berada pada peringkat tertinggi di
seluruh Sumatera. (c) Angka ini, dilihat dari bawah, menempati peringkat
keempat di Indonesia sesudah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.
(d) Dari sisi pendidikan, angka anak usia sekolah dasar (7-12 tahun) yang
bersekolah di SD/madrasah ibtidaiyah dibandingkan dengan jumlah
penduduk usia sekolah dasar, termasuk yang terendah di Sumatera. (e)
Kedua, sektor pertanian masih menghasilkan pangan yang mencukupi
warga NAD, bahkan terkadang surplus. (f) Hanya, sektor perkebunan
sawit yang semestinya bisa dijadikan andalan penghasil devisa, seluas
lebih dari 260.000 hektar, sebagian besar terlantar karena ditinggal oleh
petani plasma yang mengungsi karena gangguan keamanan. (g) Produk
hortikultura, seperti jeruk dari daerah Aceh Jaya-sebelumnya bisa
dipasarkan hingga Medan-sudah lama hancur. (h) Ketiga, sektor industri
tidak berkembang, bahkan cenderung menurun. (i) Sekarang, sejalan
dengan menurunnya cadangan, ladang Arun hanya mampu berproduksi
melalui satu dari empat kilang pengolahan gas alam cairnya. (j)
Kelangkaan gas menyebabkan berhentinya pabrik pupuk AAF selama 20
bulan terakhir dan Pupuk Iskandar Muda hanya satu dari dua pabriknya
yang beroperasi. (k) Pabrik Kertas Kraft Aceh sudah beberapa tahun
berhenti beroperasi. Industri yang relatif mantap di NAD, yakni Semen
Andalas Indonesia, luluh lantak terkena tsunami. ( Kompas, 7 April 2005)
Pada contoh (37) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari satu
kalimat, yaitu (37a). Paragraf kedua terdiri dari lima kalimat, yaitu (37e), (37f),
(37g), (37h), dan (37i). Pada paragraf pertama terdapat kata penunjuk sebagai
33
berikut yang menunjuk pada paragraf kedua sehingga merupakan kohesi
penunjukan kataforis.
(38) (a) Meski sudah memperoleh janji-janji dan dukungan penuh, tidak
mudah membayangkan pembangunan kembali NAD dari dampak gempa
dan tsunami sekaligus menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada
sebelumnya. (b) Selain menggunakan acuan cetak biru yang dibuat,
diperlukan beberapa langkah terobosan strategis bagi pengembangan
NAD masa mendatang. (c) Tsunami merupakan momen sejarah penting
yang tidak boleh dilewatkan. Daftar berikut kiranya sangat layak
dipertimbangkan:
(d) Pertama, mengembangkan grant for energy, yakni membangun
proyek energi listrik di NAD dengan menggunakan dana hibah. (e) Potensi
batu bara, di Meulaboh dan sekitar pantai barat NAD, dengan cadangan
500-an juta ton dapat dikembangkan untuk pembangkit listrik mulut
tambang hingga 4 x 65 megawatt. (f) Di bagian utara dan timur NAD
terdapat potensi energi yang terbarukan, geotermal Gunung Seulawah
sebesar 200 megawatt. (g) Belum lagi di Sabang, Pulau Weh, dengan
perkiraan potensi geotermal hingga 50 megawatt. (h) Kedua, melalui grant
for IT yang sudah digalang oleh beberapa produsen perangkat keras dan
lunak bidang informasi dan komunikasi internasional. (i) Gelar serat optik
840 kilometer menyambung NAD ke pintu komunikasi global akan
membuat Aceh menjadi provinsi terdepan di Indonesia dalam bidang
infrastruktur IT. (j) Ketersediaan sarana informasi dan komunikasi maju
ini semestinya dapat mendorong lembaga pendidikan NAD di segala
tingkatan menjadi pusat keunggulan (center of excellence) di Sumatera
atau bahkan Indonesia. (k) Ketiga, mewujudkan grant for security dengan
melanjutkan dialog dan komunikasi timbal balik dan penuh kepercayaan
bahwa kedamaian bisa terwujud di Aceh. (l) Yang buntu di Henry Dunant
Center dapat diselesaikan melalui fasilitator Crisis Management Initiative
di Helsinki. (m) Rekonsiliasi penuh dan membangun Aceh bersama-sama.
(n) Dari ketiga terobosan, yang terakhir ini merupakan bagian tersulit
meski bukan mustahil.
Pada contoh (38) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari empat
kalimat, yaitu (38a), (38b), dan (38c). Paragraf kedua terdiri dari sebelas kalimat,
yaitu (38d) sampai dengan (38n). Pada paragraf pertama tedapat kata berikut
yang menunjuk pada paragraf kedua, sehingga merupakan kohesi penunjukan
kataforis.
34
2.1.2 Kohesi Penggantian
Penggantian merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa
pengganti konstituen tertentu dengan konstituen yang lain (Ramlan, 1993. Kohesi
penggantian antarparagraf dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional
bulan April 2005 dijumpai unsur penggantian, yaitu kata beliau, dia, ia, dan –
nya. Berikut ini beberapa contoh kohesi gramatikal yang berupa kohesi
penggantian.
(39) (a) Kita tidak perlu menganalisis kata-kata yang diucapkan, seperti
stupid, kampungan, ingin mencari popularitas, dan sebagainya, apakah
pantas atau tidak dikeluarkan oleh seorang Anwar Nasution yang
terhormat. (b) Mungkin itu sudah karakternya. (c) Tetapi, reaksi yang
dikeluarkan menunjukan bahwa Anwar Nasution adalah tipikal
pemimpin mesin birokrasi negara ini yang lebih peduli terhadap prosedur
kerja daripada esensi dari pekerja yang dilakukan.
(d) Beliau mengatakan bahwa Khairiansyah dalam menungkapkan upaya
penyuapan Mulyana tidak melapor kepada atasannya, sebaliknya melapor
kepada pejabat yang bukan merupakan atasan langsung dalam audit
investasi KPU. (e) Ada aturan-aturan dan prosedur internal yang harus
diikuti, yang harus dilakukan oleh Khairiansyah sebelum dia melapor
kepada KPK. (Kompas, 21 April 2005)
Pada contoh (39) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (39a), (39b), dan (39c). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat,
yaitu (39d) dan (39e). Pada paragraf kedua terdapat kata ganti beliau yang
menggantikan kata Anwar Nasution yang terdapat pada paragraf pertama
sehingga merupakan kohesi penggantian.
(40) (a) Dalam perjalanan sejarah gereja kita banyak menemukan Paus yang
begitu termasyhur dan terkenal, namun Yohanes Paulus II adalah satu-
satunya Paus Global yang kehadiran dan pesannya menjangkau telinga,
mata, dan hati seluruh dunia. (b) Kehadiran dan setiap kegiatannya
menjangkau batas-batas yang tak pernah dimiliki oleh para Paus
sebelumnya.
35
(c) Dia adalah seorang pastor universal yang ajaran-ajarannya bisa
disimpulkan dengan satu kata, penghargaan terhadap nilai hidup manusia
beserta seluruh dimensinya yang terentang sejak masih dalam kandungan
hingga akhir hidup. (Kompas, 5 April 2005)
Pada contoh (40a) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (40a) dan (40b). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat, yaitu
(40c). Pada paragraf kedua terdapat kata ganti dia menggantikan kata Yohanes
Paulus II yang terdapat pada paragraf pertama sehingga merupakan kohesi
penggantian.
(42) (a) Dalam usaha membangun hubungan dengan umat Islam, Paus tidak
pernah lelah mengunjungi umat islam di seluruh belahan dunia, di
Timur Tengah, negara-negara Afrika, maupun Asia seperti Indonesia.
(b) Saat mengunjungi umat islam, Paus memberi perhatian dan simpati
yang sama, sebagaimana beliau berikan kepada umat katolik. (c)
Bahkan boleh dibilang, mengingat tingginya kekerasan dan derita yang
dialami umat islam, Paus memberikan perhatian yang lebih kepada umat
islam.
(d) Tanpa mengindahkan kontroversi tentang dirinya, Paus dengan tegas
menyatakan keberatannya terhadap Perang Teluk, perang Bosnia, perang
Afganistan, hingga perang Amerika dengan Irak sejak dua tahun yang
lalu. (e) Paus beberapa kali mengirim utusan kepada presiden Bush dan
Kofi Annan agar menunda serangan AS ke Irak,mengingat derita yang
berkepanjangan yang telah dialami irak sejak embargo ekonomi AS. (f)
Dengan resiko menguatnya tuduhan anti-semit, paus bahkan juga tidak
segan mengingatkan pemerintahan Israel untuk menghargai hak-hak
bangsa palestina atas tanah kelahirannya. (Kompas, 5 April 2005)
Pada contoh (42) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (42a), (42b), dan (42c). Paragraf kedua terdiri dari tiga kalimat,
yaitu (42d), (42e), dan (42f). Pada paragraf kedua terdapat kata -nya
menggantikan kata Paus yang terdapat pada paragraf pertama sehingga
merupakan kohesi penggantian.
36
2.1.3 Kohesi Perangkaian
Perangkaian adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berwujud
konjungsi. Perangkaian di sini ialah adanya kata atau kata-kata yang merangkai
kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Berikut ini beberapa contoh kohesi
gramatikal yang berupa kohesi perangkaian.
(43) (a) Terpilihnya Karol Wojtyla semakin menegaskan betapa kriteria
dikotomis tersebut ternyata tidak berlaku. (b) Lagi pula, siapa menyangka
bahwa Karol Wojtyla, seorang Polandia, terpilih menjadi Paus yang
sekaligus berperan sebagai Uskup Roma dan menjalankan
kepemimpinannya selama dua puluh enam tahun hingga kematiannya?
(c) Karena itu, benarlah yang ditegaskan oleh Kardinal Camillo Ruini:
"Let us not be uselessly and too humanly curious to know ahead of time
who the next pope will be. (d) Let us instead prepare to receive in prayer,
trust and love he whom the Lord chooses to give us!" (e) Dalam arti
tertentu, itulah sesungguhnya kekuatan demokrasi dalam proses
pemilihan Paus baru, baik sebagai Kepala Negara Vatikan, Paus, maupun
Uskup Roma. (Kompas, 16 April 2005)
Pada contoh (43) terdapat dua paragraf. paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (43a) dan (43b). Paragraf kedua terdiri dari tiga kalimat, yaitu
(43c), (43d), dan (43e). Pada paragraf kedua terdapat kata perangkaian karena itu
yang menghubungkan paragraf pertama dengan paragraf kedua sehingga
merupakan kohesi perangkaian.
(44) (a) Manakala perencanaan partisipatif terwujud, penduduk miskin di
sekitar prasarana terbangun dapat dikurangi hingga 55 persen setelah
memperoleh manfaat bangunan selama 4-9 tahun. (b) Angka hasil
penelitian lapangan ini berlipat ganda dibandingkan dengan laju
kemiskinan nasional yang justru masih meningkat sekitar 3 persen dari
masa persis sebelum krisis moneter (1996-2003).
(c) Oleh sebab itu, jika subsidi BBM tetap dialihkan ke infrastruktur
desa tertinggal-titik kritisnya justru dalam lima bulan ke depan. (d)
Yaitu proses-proses perencanaan partisipatif menjelang konstruksi
pada bulan-bulan berikutnya. (Kompas, 9 April 2005)
37
Pada contoh (44) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (443a) dan (44b). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu
(44c) dan (44d). Pada paragraf terdapat kata perangkaian oleh sebab itu yang
menghubungkan paragraf pertama dengan paragraf kedua sehingga merupakan
kohesi perangkaian.
(45) (a) Benturan keras antara rekaman jejak positif dan kenyataan negatif
menimbulkan goncangan mendadak, tepat seperti short circuit alias
listrik arus pendek. (b) Pijaran api besar yang meledak mendadak akibat
benturan antara kutub positif melawan kutub negatif pasti menimbulkan
shock yang amat hebat.
(c) Namun, pertanyaan apakah benturan ini terjadi hanya karena adanya
dugaan yang keliru atau memang dugaan ini benar telah memberi andil
pada “ke-serbanuansa-an” kasus ini. (Kompas, 28 April 2005)
Pada contoh (45) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (45a) dan (45b). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat, yaitu
(45c). Pada paragraf kedua terdapat kata perangkaian namun yang
menghubungkan paragraf pertama dengan paragraf kedua sehingga merupakan
kohesi perangkaian.
(46) (a) Mengerangkakannya dalam tema semacam ini, bukanlah berarti
bermaksud memarkirkan diri pada prasangka akan terjadinya sebuah
rekayasa walaupun sebaliknya juga tak berarti menutup mata bahwa
kemungkinan semacam itu masuk akal saja terjadi di negeri penuh
rekayasa ini.
(b) Jadi, sasarannya lebih merupakan sebuah kritisisme berlaras
ganda. Ini penting digarisbawahi karena apa pun yang sungguh terjadi,
jika peristiwa semacam ini semakin sering terjadi dampaknya akan
sama saja: memantik demoralisasi terhadap transformasi demokrasi di
negeri ini. (Kompas, 18 April 2005)
Pada contoh (46) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari satu
kalimat, yaitu (46a). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat, yaitu (46b). Pada
38
paragraf kedua terdapat kata perangkaian jadi yang menghubungkan paragraf
pertama dengan paragraf kedua sehingga merupakan kohesi perangkaian
2.2 Kohesi Leksikal
Kohesi leksikal adalah keterkaitan antara bagian-bagian wacana. Kohesi
leksikal antarparagraf dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional
bulan April 2005 ditemukan enam jenis, yaitu pengulangan, hiponimi, sinonimi,
antonimi, ekuivalensi leksikal, dan kolokasi.
2.2.2 Kohesi Pengulangan
Pengulangan adalah kohesi leksikal yang berupa pengulangan konstituen yang
telah disebut (Baryadi, 2002: 46). Berikut ini beberapa contoh kohesi leksikal
yang berupa kohesi pengulangan.
(47) (a) Dari rekaman sejarah hidupnya, Yohanes Paulus II, sebagai Paus,
dikenal luas sebagai yang menghubungkan pemuka agama-agama. (b)
Dia juga menghubungkan dua abad. (c) Abad ini dan abad yang lalu. (d)
Dia juga dikenal sebagai yang dikenal, dikagumi, dan disayang oleh
mereka yang berasal dari generasi yang lebih muda.
(e) Dia membangun jembatan dan bahkan dia menjadi jembatan itu
sendiri. (f) Lelaki asal Polandia ini tak lelah-lelah menjadikan dirinya
penghubung, bahkan dia tidak memutuskan hubungan dengan seorang
yang pernah menembaknya. (Kompas, 9 April 2005)
Pada contoh (47) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari empat
kalimat, yaitu (47a), (47b), (47c), dan (47d). Paragraf kedua terdiri dari dua
kalimat, yaitu (47e) dan (47f). Pada paragraf pertama terdapat kata dia diulang
pada paragraf kedua sehingga merupakan kohesi pengulangan.
39
(48) (a) Bencana gempa dan tsunami yang begitu dahsyat menerpa Nanggroe
Aceh Darussalam serta beberapa bagian dunia lain mendorong berbagai
pihak dari dalam dan luar negeri berbondong-bondong datang dan
mengulurkan bantuan ke Aceh. (b) Dari daerah yang semula tertutup dan
dihindari pendatang, mengingat keadaan keamanan yang tidak menentu,
Aceh menjadi daerah yang begitu terbuka.
(c) Semua warna kulit, bangsa, kelompok, partai, agama, golongan yang
beraneka ragam hadir di NAD. (d) Tak pernah sekali pun tampak atau
terdengar penolakan masyarakat Aceh (Kompas, 7 April 2005).
Pada contoh (48) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (48a) dan (48b). Paragraf kedua terdiri dari tiga kalimat, yaitu
(48c) dan (48d). Pada paragraf pertama terdapat kata Aceh diulang kembali pada
paragraf kedua sehingga merupakan kohesi pengulangan.
(49) (a) Namun, kiranya dapat ditebak, dalam rangka AMM Retreat di Cebu
ini tentu Myanmar akan memanfaatkan momentum pertemuan ini untuk
menggalang dukungan sekaligus "memecah konsensus" yang akan
menyingkirkan kesempatan Myanmar tetap mendapat jatah kursi Ketua
ASEAN 2006. (b) Myanmar menyiapkan sebuah "blok dukungan"
dengan menggalang dukungan dari kelompok CLMV (Kamboja, Laos,
Myanmar dan Vietnam) di balik imunitas prinsip non- intervensi
terhadap masalah domestik.
(c) Prinsip non-intervensi dalam skala itu memang merupakan
ekspresi yang tidak bisa ditawar dari adanya pengakuan terhadap
kedaulatan, sekalipun hal itu dalam penafsirannya, bisa dibelokkan
untuk kepentingan domestik tanpa perlu takut campur tangan dari luar.
(Kompas, 12 April 2005)
Pada contoh (49) terdiri dari dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (49a) dan (49b). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat, yaitu
(49c). Pada paragraf pertama terdapat kata prinsip non-intervensi diulang
kembali pada paragraf kedua, sehingga merupakan kohesi pengulangan.
(50) (a) Sikap ASEAN mengenang myanmar seharusnya segera bisa
diputuskan. (b) Sebuah realitas bahwa bila soal pembebasan Aung San
Suu Kyi, komitmen proses demokratisasi dan penegasan HAM di
40
Myanmar digantung dan terkatung-katung di balik jendela tabu prinsip
non intervasi, yang mengikis semangat dibenttuknya komunitas
keamanan ASEAN ini, citra ASEAN jelas akan dipertaruhkan.
(c) Junta militer Myanmar yang baru tidak meyadari bahwa ASEAN
telah cukup sabar menjadi pelindung Myanmar sejak 1997 dari tekanan
luar. (d) Ketika barat menekan sekeras-kerasnya melalui pendekatan
isolasionis dengan menerapkan sanksi ekonomi, ASEAN bergerak
dengan menawarkan kompromi dan jalan tengah melalui pendekatan
constructive engagement. (e) Merangkul serta memberi kesempatan
pada Myanmar untuk melakukan perbaikan kehidupan politiknya
sendiri. (Kompas,12 April 2005)
Pada contoh (50) terdiri dari dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (50a) dan (50b). Paragraf kedua terdiri dari tiga kalimat, yaitu
(50c), (50d), dan (50e). Pada paragraf pertama terdapat kata Myanmar dan
ASEAN diulang kembali pada paragraf kedua, sehingga merupakan kohesi
pengulangan.
2.2.3 Kohesi Hiponimi
Hiponimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang
bersifat hierarkis antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain
(Baryadi, 2002: 46) Berikut ini beberapa contoh kohesi leksikal yang berupa
kohesi pengulangan.
(51) (a) Pada taraf dunia, sekitar Februari-Maret yang lalu muncul kasus Terri
Schiavo. (b) Kasus ini di Amerika Serikat (AS) sudah lama menarik
perhatian luas dari publik, tetapi akhirnya termasuk fokus sorotan pers
dunia setelah bukan saja Makamah Agung AS dilibatkan dalam
penangannya, melainkan juga DPR, senat, dan bahkan presiden AS
sendiri. (c) Di Indonesia selama beberapa hari kita dapat mendengar dan
membaca tentang kasus yang tragis ini dalam media massa.
(d) Dalam surat kabar, dan siaran televisi, kasus semacam itu tiba-
tiba muncul dan sudah beberapa waktu segera menghilang lagi. (e)
Namun kasus Schiavo ini menyangkut masalah etika dan hukum yang
41
sangat berat dan mempunyai aktualitas di seluruh dunia sehingga pantas
direfleksikan secara khusus. (f) Dalam tulisan ini kami membatasi diri
pada segi etika saja. (Kompas, 16 April 2005)
Pada contoh (51) terdiri dari dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (51a), (51b), dan (51c). Paragraf kedua terdiri dari tiga kalimat,
yaitu (51d), (51e), dan (51f). Pada paragraf pertama terdapat kata media massa
merupakan superordinat dan pada paragraf kedua terdapat kata surat kabar dan
televisi merupakan subordinat dari paragraf pertama, sehingga merupakan kohesi
hiponimi.
(52) (a) Baru dua belas tahun kemudian, ketika kesadaran tentang nilai inklusi
Islam telah membawa saya untuk lebih memahami umat beragama lain,
saya melihat bahwa apa yang telah dilakukan Paus merupakan usaha
mulia yang perlu mendapat respons yang sama dari umat Islam maupun
Yahudi. (b) Catatan sejarah menunjukan bahwa sejak permulaan abad
masehi hingga pertengahan abad ke dua puluh lalu, konflik ketiga agama
keturunan Ibrahim ini telah melukai hubungan harmonis umat manusia
sehingga menyisakan kebencian dan rasa curiga yang berkepanjangan.
(c) Gereja Katolik Roma, meskipun bukan pihak pertama yang
menyerukan inisiatif dialog agama telah memberikan peran yang sangat
penting dalam usaha renkonsiliasi umat islam, Kristen, dan Yahudi. (d)
Sejak konsili vatikan II 1963-1965, doktrin lama tentang kebenaran
ekslusif katolik telah diperbarui dan menganggap umat Yahudi dan Islam
sebagai “saudara” dari tradisi keimanan Tuhan yang sama. (e) Karol
Wojtyla, yang dinobatkan sebagai Paus sejak 1978, memiliki peran
penting dalam menjalankan misi konsili tersebut hingga hari-hari terakhir
saaat kesehatan beliau tidak memungkinkan lagi untuk itu. (Kompas, 5
April 2005)
Pada contoh (52) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (52a) dan (52b). Paragraf kedua terdiri dari tiga kalimat, yaitu
(52c), (52d), dan (52e). Pada paragraf pertama terdapat kata ketiga agama
keturunan Ibrahim merupakan superordinat dan pada paragraf kedua terdapat
kata umat Islam, Kristen, dan Yahudi merupakan subordinat dari paragraf
pertama, sehingga merupakan kohesi hiponimi.
42
BAB III
KOHERENSI ANTARPARAGRAF DALAM WACANA OPINI
SURAT KABAR KOMPAS EDISI NASIONAL BULAN APRIL 2005
Pada bab II sudah dibahas kohesi antarparagraf dalam wacana opini surat
kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005. Pada bab III peneliti akan
membahas hubungan antarparagraf lebih lanjut. Pada bab ini peneliti ingin
meneliti hubungan antarparagraf yang berupa hubungan makna yang disebut
koherensi antarparagraf wacana opini surat kabar harian Kompas.
3.1 Hasil Analisis Koherensi
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebelas jenis koherensi. Koherensi
yang diterapkan dalam penelitian ini adalah jenis koherensi yang dikemukakan
Baryadi, (2001:30) koherensi aditif, koherensi sebab akibat, koherensi
perlawanan, koherensi temporal, dan koherensi kronologis. Adapun Ramlan
(1993: 41) menambahkan dua jenis koherensi, yaitu koherensi cara dan koherensi
syarat.
3.1.1 Koherensi Berpenanda
Koherensi penanda dapat membentuk koherensi antarparagraf di dalam suatu
wacana yang ditandai oleh konjungsi. Masing-masing penanda bisa menyatakan
43
hubungan makna tertentu. Berdasarkan hasil penelitian koherensi antarparagraf
dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005
ditemukan sembilan jenis koherensi berpenanda, yaitu koherensi perurutan,
koherensi kausalitas, koherensi kontras, koherensi aditif, koherensi temporal,
koherensi kronologis, koherensi syarat, koherensi cara, dan koherensi intensitas.
3.1.1.1 Koherensi Aditif
Koherensi aditif merupakan penambahan dua hal yang dinyatakan dalam dua
kalimat atau antarparagraf. Dalam wacana opini surat kabar harian Kompas edisi
nasional bulan April 2005 dijumpai penggunaan koherensi aditif yang dibuktikan
dengan adanya penanda di samping itu, selain itu, ditambah lagi, dan, lagi pula,
dan kecuali itu. Berikut ini dipaparkan contoh-contoh penemuan pemenggalan
paragraf yang berkoherensi aditif.
(53) (a) Kesan ini bukan saja muncul dengan mulai tampilnya tokoh-tokoh
kontroversial karena masih terus disangkutpautkan dengan
pelanggaran HAM bahkan dari kacamata internasional tetapi juga
mulai bermunculannya meraka menjadi pejabat-pejabat tinggi publik,
termasuk di lingkungan TNI. (b) Lembaga-lembaga legeslatif dan
yudikatif kita juga masih menyisakan sejumlah tokoh kontroversial,
termasuk dalam kasus-kasus korupsi, bahkan dalam pucuk
pimpinannya.
(c) Di samping itu, kesan ini juga mengemukakan lewat kembalinya
wujud-wujud kebijakan berorientasi “lama”, yang dari kacamata
transformasi demokrasi, tidak berorientasi progresif. (d) Dalam
kecenderungan ini, antara lain, kita bisa memasukkan pengisian
komisi-komisi baru yang dicemaskan mulai terlalu banyak diwakili
pihak pemerintah, berdirinya kembali sebuah “Kementerian
Penerangan” apa pun namanya, ataupun terkabulnya keinginan
depdagri mengambil alih pelaksanaan pemilu pada tingkat kepala
daerah.(Kompas, 18 April 2005)
44
Pada contoh (53) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (53a) dan (53b). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu (53c)
dan (53d). Paragraf pertama berkoherensi aditif dengan paragraf kedua yang
ditandai dengan konjungsi di samping itu.
(54) (a) Menurut saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah
yang seyogianya diperhatikan, dibahas, dan dicarikan solusi yang tepat
dalam KUII yang diperkirakan menghabiskan dana Rp 2,5 miliar ini. (b)
Dengan berkumpul dalam satu forum, para aktivis dan pimpinan dari
beragam organisasi Islam diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran
bahwa di dalam umat Islam sendiri pun terdapat keragaman mazhab,
yang masing-masing dari mazhab itu memiliki argumentasi yang kuat.
(c) Selain itu, perlu juga ditumbuhkan pemahaman bahwa di luar Islam,
terdapat agama-agama lain yang masing-masing juga memiliki beragam
mazhab. (d) Apa jadinya negeri ini jika masing-masing mazhab itu
semuanya merasa benar sendiri dan saling menyalahkan satu sama lain
(Kompas, 16 April 2005).
Pada contoh (54) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (54a) dan (54b). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu (54c)
dan (54d). Paragraf pertama berkoherensi aditif dengan paragraf kedua yang
ditandai dengan konjungsi selain itu.
(55) (a) Bagi Beijing, usaha-usaha Jepang ini jelas sebagai ancaman dan
hambatan, di tengah menguatnya persaingan sebagai “pemimpin Asia”
di pentas internasional. (b) Deru mesin ekonomi China yang kian hebat,
dan menjadi tiga setelah AS dan Jepang, menjadikan Beijing kian
percaya diri. (c) Apalagi Jepang dituding jadi faktor yang
diperhitungkan dalam sikap negara-negara Uni Eropa yang belum
bersedia mencabut embargo pembelian senjata atas Beijing.
(d) Ditambah lagi dengan digunakannya secara resmi sebuah buku teks
sejarah di sekolah-sekolah Jepang, yang hanya menyebut kekejaman
tentara mereka di masa silam sebagai insiden. (e) Rakyat China marah
dan mejadikan kepentingan Jepang di negara itu sebagai sasaran
demokrasi (Kompas, 20 April 2005)
45
Pada contoh (55) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (55a), (55b), dan (55c). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat,
yaitu (55d) dan (55e). Paragraf pertama berkoherensi aditif dengan paragraf kedua
yang ditandai dengan konjungsi ditambah lagi.
(56) (a) Awan terbentuk oleh kondensasi uap air pada zat padat halus yang
mengapung di udara, seperti debu dan jelaga. (b) Dari kondensasi itu
terbentuk butir-butir air awan. (c) Karena zat pencemar berupa serbuk
halus itu bekerja sebagai inti untuk kondensasi air pembentuk awan,
awan yang tercemar mengandung lebih banyak butir air daripada awan
yang tidak tercemar.
(d) Lagi pula para peneliti menemukan bahwa butir-butir air dalam
awan yang tercemar mengandung lebih banyak zat pencemar padat
daripada butir-butir air dalam awan yang tidak tercemar. (e) Karena
jumlah butir air yang lebih banyak dan kandungan zat padat yang lebih
banyak itu, awan yang tercemar memantulkan lebih banyak cahaya
Matahari. (Kompas, 29 April 2005)
Pada contoh (56) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (56a), (56b), dan (56c). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat,
yaitu (56d) dan (56e). Paragraf pertama berkoherensi aditif dengan paragraf
kedua yang ditandai dengan konjungsi lagi pula.
(57) (a) Kedua gejala tersebut mengeras ketika kita menyadari, sebagai hal
ketiga, keberadaan kita tidak lagi bisa dibatasi oleh demokratis politis
atau ekonomis. (b) Kata Indonesia kedaulatan atau batasan politis,
ekonomis, hukum, militer atau budaya secara praktis, de facto, telah
mencair. (c) Ketika semua kekuatan, upaya, bahkan ambisi dapat
melampaui batasan-batasan itu dengan mudahnya. (d) Tak ada lagi
sebuah negara tradisional dalam menyelimuti dirinya sendiri, tanpa
membiarkan orang menyelusup ke dalam selimut itu. (e) Kita boleh tidak
mengizinkan secara retorik, namun secara halus, kasar, dan oprtunistik,
mereka akan masuk, memeluk tubuh kita, bahkan memeriksa merek
celana dalam kita.
(f) Dan itulah yang terjadi dengan 20 saluran televisi, dengan Columbia
Pictures atau BMG Musics, dengan Sony dan General Motors, dengan
CIA dan marinir Amerika, dengan pre-emptif Bush dan Howard, bahkan
46
dengan rahasia rumah tangga di bawah bantal kita. (g) Semuanya
meminta kita untuk menafikan begitu saja wilayah geografis yang selama
ini memberi kita sebuah negara Indonesia (India, China, Mesir, Italia, dan
seterusnya). (Kompas, 23 April 2005)
Pada contoh (57) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari lima
kalimat, yaitu (57a), (57b), (57c), (57d), dan (57e). Paragraf kedua terdiri dari dua
kalimat, yaitu (57f) dan (57g). Paragraf pertama berkoherensi aditif dengan
paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi dan.
3.1.1.2 Koherensi Sebab Akibat
Koherensi sebab akibat merupakan hubungan makna sebab akibat
antarkalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Dalam wacana opini surat kabar
Kompas edisi nasional bulan April 2005 dijumpai penggunaan koherensi sebab
akibat yang dibuktikan dengan adanya penanda oleh karena itu, maka, oleh
sebab itu, dan akibatnya. Berikut ini dipaparkan contoh-contoh penemuan
pemenggalan paragraf yang berkoherensi sebab akibat.
(58) (a) Kerangkanya gamblang, dengan semakin kompleks dan ragam,
mekanisme check and , baku kritik, kontrol dan koreksi, serta saling sisip
dan silih sumbang antarinstitusi dapat berlangsung lebih rampak sehingga
demokrasi menjadi rekonstruktif, senantiasa dapat memperbaiki dirinya,
memperbarui gagasan-gagasannya, meremajakan bahkan
menganakpinakkan sistem dan kelembagaannya sesuai tuntutan
perkembangan.
(b) Oleh karena itu, setiap perkembangan yang membahayakan
proliferasi demokrasi, baik pada lingkup hak-hak, institusi, kelompok,
maupun individu penggiatnya, seperti dalam berbagai perkembangan ini,
serta baik akibat rekayasa sistematis atau sekadar karena alpa kuasa,
ceroboh, atau lobanya pihak-pihak yang terkait, tetaplah sekaligus
merupakan bukti ketidaksehatan mekanisme- mekanisme demokrasi kita.
(c) Alih-alih bersorak-sorai merayakannya, sekurang-kurangnya kita
harus tertegun gundah. (Kompas, 18 April 2005)
47
Pada contoh (58) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari satu
kalimat, yaitu (58a). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu (61b) dan
(58c). Pada paragraf pertama memiliki koherensi sebab akibat dengan paragraf
kedua yang ditandai dengan konjungsi oleh karena itu.
(59) (a) menurut catatan, tahun 2004 total angggaran pertahanan Rp 13,266
triliun atau naik 15 persen dari anggaran pertahanan tahun 2003 yang
sebesar Rp 11,536 triliun. (b) Dari Rp 13,266 triliun, sebanyak Rp
10,721 triliun dialokasikan untuk anggaran pembangunan, khususnya
memantapkan satuan operasional dan kesiapan alutsista. (c) Sisa 2.544
triliun digunakan untuk kesejahteraan prajurit. (d) Walaupun alokasi
kesiapan alutsista kelihatan lebih besar daripada untuk kesejahteraan
prajurit, kondisinya masih tetap jauh dari optimal.
(e) Maka, peningkatan anggaran pertahanan mutlak adanya. (f) Cuma,
mesti dilihta juga kepentingan sektor lain. (g) Indonesia kini masih
dalam kondisi multikrisis sehingga kalaupun ada peningkatan
semestinya secara proposional. (h) Apa pun adanya, di tengah
keterbatasan TNI makin dituntut untuk proposional. (i) Ini tentu
merupakan sebuah tantangan yang tidak ringan. (j) Tetapi, dengan
terfokusnya TNI sebagai alat pertahanan (bukan politik seperti pada
orde baru dengan legitimasi dwifungsi), tantangan tersebut mestinya
lebih ringan. (k) Apresiasi dunia luar terhadap TNI kini juga sudah
mulai membaik, antar lain ditandai dengan dibukanya kembali program
International Military, Education and Training (IMET) oleh Amerika
Serikat (AS). ( Kompas, 28 April 2005)
Pada contoh (59) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari empat
kalimat, yaitu (59a), (59b), (59c), dan (59d). Paragraf kedua terdiri dari tujuh
kalimat, yaitu (59e), (59f), (59g), (59h), (59i), (59j), dan (59k). Paragraf pertama
memiliki koherensi sebab akibat dengan paragraf kedua yang ditandai dengan
konjungsi maka.
(60) (a) Manakala perencanaan partisipatif terwujud, penduduk miskin di
sekitar prasarana terbangun dapat dikurangi hingga 55 persen setelah
memperoleh manfaat bangunan selama 4-9 tahun. (b) Angka hasil
penelitian lapangan ini berlipat ganda dibandingkan dengan laju
48
kemiskinan nasional yang justru masih meningkat sekitar 3 persen dari
masa persis sebelum krisis moneter (1996-2003).
(c) Oleh sebab itu, jika subsidi BBM tetap dialihkan ke infrastruktur
desa tertinggal-titik kritisnya justru dalam lima bulan ke depan. (d)
Yaitu proses-proses perencanaan partisipatif menjelang konstruksi pada
bulan-bulan berikutnya. (Kompas, 9 April 2005)
Pada contoh (60) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (60a), dan (60b). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu (60c),
dan (60d). Pada paragraf pertama memiliki koherensi kausalitas dengan paragraf
kedua yang ditandai dengan konjungsi oleh sebab itu.
(61) (a) Korupsi telah membuat kualitas kelembagaan ekonomi kita menjadi
demikian buruknya. (b) Untuk kesekian kalinya, Country Director
Bank dunia, Andrew Steer mengingatkan iklim investasi di Indonesia
masih terhambat masalah korupsi dan birokrasi yang rumit. (c)
Misalnya, guna menembus kebijakan birokrasi di Indonesia
dibutuhkan biaya melampaui 20 persen total penjualan. (d) Sementara
untuk memulai bisnis di Jakarta dibutuhkan waktu penyiapan
administrasi tak kurang dari 150 hari.
(e) Akibatnya, satu per satu industri pergi meninggalkan lading
investasi di negeri ini sehingga angka pengangguran pun semakin sulit
diatasi. (f) Beban pemerintah memerangi kemiskinan dan
pengangguran teramat berat. (g) Dari target pertumbuhan ekonomi
sebesar 6,1 persen di tahun 2005, masih tersisa tak kurang dari 8,9
persen angka pengangguran. (Kompas, 26 April 2005)
Pada contoh (61) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari empat
kalimat, yaitu (61a), (61b), (61c), dan (61d). Paragraf kedua terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (61e), (61f), dan (61g). Paragraf pertama memiliki koherensi
kausalitas dengan paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi akibatnya.
49
3.1.1.3 Koherensi Temporal
Koherensi temporal merupakan kalimat yang menyatakan waktu terjadinya
peristiwa atau dilaksanakannya suatu perbuatan tersebut pada kalimat lain. Dalam
wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005 dijumpai
penggunaan koherensi temporal yang dibuktikan dengan adanya penanda kini,
dua tahun lalu, ketika itu, sementara itu, dan sampai sekarang. Berikut ini
beberapa contoh koherensi yang berupa koherensi temporal.
(62) (a) Agama dengan keyakinan yang kuat atas keberpihakan kepada umat
manusia dengan sendirinya menjadi nilai pembebas dari tradisi yang
membelenggu, baik itu ideologi politik, nasionalisme, atau sentimen
ekonomi. (b) Paus dalam hal ini telah menunjukkan bagaimana
memaknai arti kebebasan itu tanpa harus mereduksi agama menjadi
ideologi tertentu.
(c) Kini Bapa dan Guru ini telah tiada. (d) Dunia kehidupan umat
beragama yang masih belum bebas dari prasangka negatif, rasa dendam
sejarah, dan kotak-kotak ideologi masih membutuhkan pandangan dan
teladan pemimpin agama seperti Paus. (e) Namun, Tuhan jualah yang
sebaik-baiknya mengatur segala rencana. (f) Biarkan doa dan simpati
umat beragama sedunia menghiasi perjalananmu, Bapa, sebagaimana
engkau telah menghiasi wajah dunia yang penuh kebencian ini dengan
doa tulus ikhlasmu. (Kompas, 5 April 2005)
Pada contoh (62) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (62a) dan (62b). Paragraf kedua terdiri dari empat kalimat, yaitu
(62c), (62d), (62e), dan (62f). Paragraf pertama memiliki koherensi temporal
dengan paragraf kedua yang ditandai konjungsi kini.
(63) (a) Awal mencuatnya kembali perkara Myanmar digelindingkan oleh
Amerika Serikat akhir tahun lalu yang memperingatkan akan
memboikot pertemuan ASEAN saat Myanmar mendapat jatah kursi
ketua jika Yangoon tidak melakukan perubahan politik yang memadai.
(b) Sebagian besar anggota ASEAN setuju untuk memacu Myanmar
50
melepas Aung San diiringi peta demokratisasi yang nyata, namun
menolak tekanan eksternal untuk memboikot ASEAN.
(c) Dua tahun lalu bahkan Mahathir Mohammad ketika menjabat
Perdana Menteri (PM) Malaysia pernah mendesak agar ASEAN
mengeluarkan Myanmar jika proses demokratisasi hanya sekadar angin
surga yang menipu. (d) Bagaimana tidak menjengkelkan, junta militer
Myanmar tidak hanya berjanji melepaskan Aung San, tapi juga
mengatakan akan memberi kesempatan kepada Ny. Aung San untuk
menjadi calon dalam sebuah pemilu. (Kompas,12 April 2005)
Pada contoh (63) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (63a) dan (63b). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu (63c)
dan (63d). Paragraf pertama memiliki koherensi temporal dengan paragraf kedua
yang ditandai dengan konjungsi dua tahun lalu.
(64) (a) Ketika 50 tahun yang lalu China diundang datang ke konferensi asia-
afrika di bandung, peristiwa ini sungguh mengherankan. (b) China pada
waktu itu sebenarnya secara resmi mengikuti satu blok tertentu
(kebijakan “condong ke satu sisi”), yaitu Blok Timur. (c) Dalam
statusnya yang seperti ini, tidak heran bahwa beberapa negara menjadi
khawatir bahwa China akan mengancam kesatuan negara-negara Asia-
Afrika.
(d) Ketika itu China dipandang sebagai negara komunis yang garang,
yang tidak bersahabat. (e) Ini sehubungan dengan keterlibatan China
dalam perang Korea yang menghasilkan Korea Utara yang komunis dan
Korea Selatan yang kapitalis. (Kompas, 21 April 2005)
Pada contoh (64) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (64a), (64b), dan (64c). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat,
yaitu (64d) dan (64e). Paragraf pertama memiliki koherensi temporal dengan
paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi ketika itu.
(65) (a) Beliau mengatakan bahwa Khairiansyah dalam mengungkapkan
upaya penyuapan Mulyana yang tidak melapor kepada atasannya,
sebaliknya melapor kepada pejabat yang bukan merupakan atasan
lansung dalam audit investigasi KPU. (b) Ada aturan-aturan dan
51
prosedur internal yang harus diikuti, yang harus dilakukan oleh
Khairiansyah sebelum dia melapor kepada KPK.
(c) Sementara itu, kita semua tahu bahwa prosedur-prosedur internal
yang biasa tidaklah bekerja dengan baik di negeri ini. (d) Laporan
internal dengan prosedur biasa memberikan wewenang mutlak kepada
atasan yang bersangkutan mengenai tindakan apa yang harus dilakukan
atas pengaduan tersebut. (e) Namun, sangat jarang seorang pejabat di
negeri ini mau melakukan tindakan dratis untuk membuka kasus
korupsi (Kompas, 21 april 2005).
Pada contoh (65) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (65a) dan (65b). Paragraf kedua terdiri dari tiga kalimat, yaitu
(65c), (65d), dan (65e). Paragraf pertama berkoherensi temporal dengan paragraf
kedua yang ditandai dengan konjungsi sementara itu.
(66) (a) Kelompok "Preman Ekonomi" semacam John Perkins melaksanakan
rencana AS itu. (b) Sebagai penasihat resmi mereka menipu negara
berkembang, supaya negara itu menerima pinjaman-pinjaman besar yang
kemudian dikirimkan ke perusahaan swasta AS dalam bentuk pesanan.
(c) Pinjaman itu berasal dari pemerintah (misalnya USAID) atau dari
bank dan lembaga multinasional. (d) Antara lain alat mereka adalah
laporan pembiayaan yang bersifat menipu, pemilihan umum yang
dipalsukan, pembayaran uang suap, pemerasan, seks, dan pembunuhan
tokoh negara berkembang yang tidak mau bekerja sama (Berrett-Koehler
Publishers, Inc, San Francisco, ISBN 1-57675- 301-8).
(e) Sampai sekarang Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia,
dan Asian Development Bank dikuasai oleh negara maju. (f) IMF,
misalnya, tidak hanya suka mendikte penghematan yang terlalu tegas dan
kurang peduli kepada keadaan kehidupan dan sosial bangsa. (g) Juga ada
contoh resep lembaga itu membunuh si sakit, misalnya, dalam kasus
Argentina. (h) Dan juga, banyak kali IMF bekerja sama sampai berkolusi
dengan pemimpin negara korup atau mahakorup. (i) Contohnya juga
Argentina, yaitu pemerintah korup Presiden Menem (Kompas, 6 April
2005).
Pada contoh (66) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari empat
kalimat, yaitu (66a), (66b), (66c), dan (66d). Paragraf kedua terdiri dari empat
52
kalimat, yaitu (66e), (66f), (66g), dan (66h). Paragraf pertama berkoherensi
temporal dengan paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi sampai
sekarang.
3.1.1.4 Koherensi Kronologi
Koherensi kronologis adalah hubungan rangkaian waktu. Dalam wacana
opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005 dijumpai penggunaan
penanda koherensi kronologis yang dibuktikan dengan adanya penanda dulu dan
setelah. Berikut ini beberapa contoh koherensi kronologis.
(67) (a) Kita tidak dapat menyalahkan logika anak-anak muda ini karena
mereka membaca realitas Indonesia. (b) Betapa seringnya nama rakyat
dan predikat kemiskinan mereka permainkan. (c) Rakyat diminta
kesabarannya untuk mengencangkan ikat pinggang, namun mereka yang
meneriakkan kata-kata ini sudah terlalu gendut perutnya sehingga
mereka tak punya pinggang lagi untuk dikencangkan. (d) Mereka
mengatasnamakan wakil-wakil rakyat, tetapi sebagai wakil rakyat
kedudukan mereka lebih tinggi daripada yang diwakilinya. (e) Rakyat
sekali lagi diminta kesabarannya untuk berkorban, tetapi apa yang telah
mereka korbankan untuk rakyat?
(f) Dulu di zaman revolusi, rakyat mau berkorban dengan sukarela
kepada orang-orang pemerintah karena hidup pembesar-pembesar ini
tak jauh berbeda dengan rakyat. (g) Baju mereka, rumah mereka,
kendaraan mereka, kadang lebih rendah kualitasnya daripada yang
dimiliki rakyat. (h) Tetapi, tanggung jawab mereka lebih besar daripada
rakyat. (i) Keterancaman jiwa mereka lebih gawat daripada rakyat. (j)
Realitas ini membuat nasionalisme sebuah magnet. (Kompas, 9 April
2005)
Pada contoh (67) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari lima
kalimat, yaitu (67a), (67b), (67c), (67d), dan (67e). Paragraf kedua terdiri dari
lima kalimat, yaitu (67f), (67g), (67h), (67i), dan (67j). Paragraf pertama
53
berkoherensi kronologis dengan paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi
dulu.
(68) (a) Selama 15 tahun Terri Schiavo berbaring di tempat tidur dalam
keadaan koma begini. (b) Jadi, berbeda dengan Ny Agian di Indonesia,
kasus Schiavo adalah koma tetap. (c) Oleh para dokter, komanya
dipastikan sebagai persistent vegetative state atau "keadaan vegetatif
yang tetap". (d) Dalam keadaan ini pasien masih dapat bernapas secara
spontan dan tidak membutuhkan alat bantu hidup seperti respirator. (e)
Ia juga masih menunjukkan refleks-refleks tertentu. (f) Ia bisa
mengalami irama siang dan malam melalui keadaan yang mirip dengan
jaga dan tidur. (g) Namun, tidak mungkin lagi berkomunikasi apa pun
dengan pasien serupa itu walaupun orang awam barangkali kadang-
kadang terkesan ada komunikasi karena refleksnya, tapi refleks-refleks
itu tidak terarah dan tidak komunikatif sungguh-sungguh. (h) Tidak ada
lagi sisa kesadaran apa pun. (i) Karena itu, kondisi ini disebut vegetatif
atau nabati. (j) Artinya, kehidupannya sebatas kehidupan tumbuhan saja
karena tumbuhan adalah makhluk hidup tanpa kesadaran sedikit pun.
(k) Setelah keadaan ini berlangsung selama delapan tahun, bulan Mei
1998 Michael Schiavo mengajukan permohonan ke pengadilan agar
pipa makanan boleh dicabut dan dengan demikian istrinya dapat
meninggal dunia dengan tenang. (l) Tetapi, orangtua Terri, Robert dan
Mary Schindler namanya, tidak setuju sama sekali dan mulai suatu
prosedur yuridis untuk menentang niat menantu mereka. (m) Sejak saat
itu terjadi perseteruan yang sangat menyedihkan antara Michael Schiavo
dan mertuanya. (n) Dua kali pipa makanan Terri dilepaskan dengan izin
pengadilan, tetapi sesudah beberapa hari harus dipasang kembali atas
perintah hakim yang lebih tinggi. (o) Ketika akhirnya hakim
memutuskan bahwa pipa makanan boleh dilepaskan pada 18 Maret,
pertikaian yuridis mencapai puncaknya. (Kompas, 16 April 2005)
Pada contoh (68) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari sepuluh
kalimat, yaitu (68a), (68b), (68c), (68d), (68e), (68f), (68g), (68h), (68i), dan
(68j). Paragraf kedua terdiri dari lima kalimat, yaitu (68k), (68l), (68m), dan
(68n). Paragraf pertama dan kedua menujukkan bahwa kalimat-kalimatnya
menyatakan peristiwa kronologis yang ditandai dengan konjungsi setelah.
54
3.1.1.5 Koherensi Pertentangan
Koherensi pertentangan adalah pertalian yang mempertentangkan suatu hal,
keadaan, atau perbuatan dengan hal, keadaan, atau perbuatan yang lain. Dalam
wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005 dijumpai
penggunaan penanda koherensi pertentangan, yaitu sebaliknya, akan tetapi, tetapi,
namun, walaupun begitu, dan meskipun demikian. Berikut ini beberapa contoh
koherensi yang berupa koherensi pertentangan.
(69) (a) Pelembagaan prinsip-prinsip "rahasia negara" sesungguhnya memang
dibutuhkan. (b) Bahkan, negara yang paling liberal pun telah
menempuhnya. "rahasia negara" berangkat dari asumsi bahwa
keterbukaan informasi berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi
kepentingan nasional. (c) Pemerintah kemudian menerapkan sistem
klasifikasi informasi: sistem penyimpanan informasi pemerintahan
berdasarkan klasifikasi kerahasiaan tertentu. (d) Sejumlah rambu-rambu
diciptakan untuk menentukan informasi yang tidak dapat diakses publik.
(e) Kerahasiaan informasi lazim diberlakukan pada informasi-informasi
operasi militer, teknologi persenjataan, kegiatan diplomatik, kegiatan
intelijen, kegiatan pengembangan kriptografi.
(f) Akan tetapi, pengalaman di berbagai negara juga menunjukkan
proses perahasiaan informasi kerap didasarkan pada interpretasi
subjektif pemerintah. (g) Tidak semua klaim rahasia negara yang
dilontarkan pejabat pemerintah merujuk pada informasi yang benar-
benar dapat membahayakan kepentingan negara jika dibuka kepada
publik. (h) Perahasiaan informasi lebih didasarkan pada pertimbangan
untuk melindungi reputasi pemerintah daripada untuk melindungi
kepentingan negara dalam arti sesungguhnya. (Kompas, 15 April 2005)
Pada contoh (69) terdapat dua paragraf, yaitu paragraf pertama terdiri dari
lima kalimat, yaitu (69a), (69b), (69c), (69d), dan (69e). Paragraf kedua terdiri
dari tiga kalimat, yaitu (69f), (69g), dan (69h). Paragraf pertama berkoherensi
pertentangan dengan paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi akan
tetapi.
55
(70) (a) Namun, bagi mereka yang tidak terlalu akrab dengan tradisi seperti
itu, akan berpikir bahwa model seperti tidak mencerminkan progresivitas
karena kepemimpinan dipegang dan ditentukan oleh tokoh-tokoh tua
yang bergabung dalam lembaga yang bernama Dewan Syuro tersebut.
(b) Dalam model ini Ketua Dewan Tanfidz tidak bisa bergerak cepat dan
independen merespons persoalan karena setiap keputusan penting yang
akan diambil harus melalui konsultasi dengan Dewan Syuro. (c) Model
kepemimpinan ini juga menimbulkan penilaian bahwa partai ini
menganut dualisme kepemimpinan.
(d) Sebaliknya, bagi mereka yang beranggapan bahwa partai ini
sebenarnya tidak terlalu stagnan artinya cukup menjanjikan dalam
masalah kaderisasi karena mereka melihat cukup banyak kader muda
potensial yang terakomodasi di dalam struktur kepengurusan partai. (e)
Kehadiran Mahfudz MD, Muhaimin Iskandar, Ali Masykur Musa,
Saifullah Yusuf, dan politikus-politikus muda progresif lainnya cukup
memberikan harapan akan masa depan partai ini. (f) Meskipun terus
dilanda tarik-menarik kekuasaan di antara mereka, hal seperti ini masih
wajar terjadi di dalam masa transisi, yaitu masa perpindahan dari generasi
pendiri ke penerus. (g) Apabila PKB mampu melampaui masa ini, partai
ini akan memiliki masa depan yang cukup baik karena kepemimpinan
partai ini dipersiapkan semenjak dini. (Kompas, 15 April 2005)
Pada contoh (70) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (70a), (70b), dan (70c). Paragraf kedua terdiri dari empat kalimat,
yaitu (70d), (70e), (70f), dan (70g). Paragraf pertama berkoherensi pertentangan
dengan paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi sebaliknya.
(71) (a) Junta militer Myanmar yang baru tidak menyadari bahwa ASEAN
telah cukup sabar menjadi pelindung Myanmar sejak 1997 dari tekanan
luar. (b) Ketika Barat menekan sekeras-kerasnya melalui pendekatan
isolasionis dengan menerapkan sanksi ekonomi, ASEAN bergerak
dengan menawarkan kompromi dan jalan tengah melalui pendekatan
constructive engagement. (c) Merangkul serta memberi kesempatan pada
Myanmar untuk melakukan perbaikan kehidupan politiknya sendiri.
(d) Namun adalah sangat tidak fair jika Myanmar mengabaikan janji-
janjinya sendiri, kembali mundur ke belakang, bangkit dengan segala
resistensinya yang justru memecah semangat konsensus ASEAN. (e) Dan
bahkan menyandera ASEAN dengan membenturkannya pada negara-
negara mitra wicara ASEAN ataupun mempermalukan ASEAN dengan
56
ancaman Myanmar menarik diri dari anggota ASEAN. (Kompas, 12
April 2005)
Pada contoh (71) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (71a), (71b), dan (71c). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat,
yaitu (71d) dan (71e). Paragraf pertama berkoherensi pertentangan dengan
paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi namun.
(72) (a) Ke depan KPPU sebagai komisi yang berwewenang untuk melakukan
pemeriksaan atas dugaan pelanggaran UU No 5/ 1999 akan menjadi
komisi yang sangat berperan di dalam membantu pemerintah untuk
menertibkan perilaku pelaku usaha yang melakukan bisnis kotor.
(b) Meskipun demikian, di dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya, KPPU harus ekstra hati-hati di dalam menerima
pengaduan dan laporan, melakukan pemeriksaan, maupun di dalam
membuat putusan karena putusan KPPU berdampak sangat luas terhadap
dunia usaha di dalam negeri maupun luar negeri. (Kompas, 30 April
2005)
Pada contoh (72) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari satu
kalimat, yaitu (72a). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat, yaitu (72b). Paragraf
pertama berkoherensi pertentangan dengan paragraf kedua yang ditandai dengan
konjungsi meskipun demikian.
(73) (a) Di Eropa dan Amerika Serikat usaha ini telah berhasil banyak. (b)
Sementara itu, penanggulangan emisi CO2 belum berhasil, bahkan ada
gejala emisi CO2 makin meningkat. (c) Dengan demikian, pada satu
pihak, keberhasilan menanggulangi pencemaran udara zat padat dan zat
kimia lain telah mengurangi dampak kesehatannya.
(d) Tetapi, bersamaan dengan itu, peredupan global berkurang dan efek
pendinginannya pun berkurang. (Kompas, 21 April 2005)
Pada contoh (73) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (73a), (73b), dan (73c). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat,
57
yaitu (73d). Paragraf pertama berkoherensi pertentangan dengan paragraf kedua
yang ditandai dengan konjungsi tetapi.
(74) (a) Kedua ialah peredupan global yang menyebabkan pendinginan global.
(b) Proses ini baru diketahui. (c) Sepintas tampaknya ini menguntungkan
karena dapat mengimbangi gejala terjadinya pemanasan global.
(d) Tetapi, juga menimbulkan kekhawatiran baru, yaitu bahwa kita telah
memperkirakan terlalu rendah (underestimate) efek GRK pada
peningkatan suhu permukaan Bumi. (e) Karena pencemaran udara berupa
zat padat halus dan zat kimia lain merugikan kesehatan manusia, usaha
harus dilakukan untuk mengendalikan pencemaran udara. (Kompas, 21
April 2005)
Pada contoh (74) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (74a), (74b), dan (74c). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat,
yaitu (74d), dan (74e). Paragraf pertama berkoherensi pertentangan dengan
paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi tetapi.
3.1.1.6 Koherensi Cara
Koherensi cara menyatakan bagaimana suatu perbuatan itu dilaksanakan atau
bagaimana suatu peristiwa itu terjadi. Dalam wacana opini surat kabar Kompas
edisi nasional bulan April 2005 dijumpai penggunaan penanda koherensi cara,
yaitu dengan begitu dan dengan demikian. Berikut ini beberapa contoh berupa
koherensi cara dalam wacana opini.
(75) (a) Mendapat uang korupsi lebih gampang lagi jika pembiayaan datang
dari bank-bank multinasional. (b) Dulu di sana harga-harga proyek tidak
diperiksa dengan teliti. (c) Sebagian uang bank multinasional ditransfer
oleh perusahaan swasta kepada rekening si pegawai Indonesia di
Singapura atau Swiss, misalnya, setelah mendapat pesanan. d) Sampai
juga ada proyek yang hanya diciptakan untuk memuaskan ketamakan
pegawai korup.
58
(e) Dengan begitu, semua harga proyek, semua argumentasi
penciptaan proyek masa Orde Baru sebenarnya harus diperiksa lagi. (f)
Tentu saja, usulan itu kurang realistis. (g) Banyak tokoh korup sudah
pensiun dan bukti tiada lagi. (h) Juga, kolusi mitra dari beberapa negara
sangat sulit bisa dibuktikan. (i) Dan apa yang terjadi dengan pinjaman
uang baru yang dipakai untuk membayar utang lama? (k)Yang adil
hanya satu: Memotong sebagian terbesar atau semuanya utang Orde
Baru dan juga utang baru yang mengganti utang Orde Baru (Kompas, 6
april 2005).
Pada contoh (75) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari empat
kalimat, yaitu (75a), (75b), (75c), dan (75d). Paragraf kedua terdiri dari enam
kalimat, yaitu (75e), (75f), (75g), (75h), (75i), dan (75k). Paragraf pertama
berkoherensi cara dengan paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi dengan
begitu.
(76) (a) Tahap keempat dipelopori oleh Separovic pada tahun 1987, yang
memperluas jangkauan definisi viktimologi sehingga mencakup
korban pelanggaran HAM (victims of human rights abuses) sebagai
isu sentral viktimologi dan mengeluarkan dari definisi, korban
bencana alam dan kecelakaan karena dipandang terlalu luas dari sisi
ilmiah. (b) Deklarasi Sidang Umum PBB di atas dijadikan acuan
utama. (c) Dalam hal ini korban diartikan sebagai orang-orang yang
secara individual atau kolektif telah menderita kerugian, termasuk
penderitaan fisik atau mental, emosional, kerugian ekonomi atau
pelanggaran substansial terhadap hak-hak fundamentalnya, melalui
perbuatan-perbuatan atau sikap tidak berbuat (omissions) yang telah
melanggar hukum pidana, termasuk penyalahgunaan kekuasaan
(abuse of power).
(d) Dengan demikian terbuka kemungkinan luasnya definisi
korban mengingat kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan
termasuk kejahatan perang (war crimes) saat ini mencakup
perundang-undangan dan yurisprudensi nasional dan internasional. (
Kompas, 21 April 2005).
Pada contoh (76) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (76a), (76b), dan (76c). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat,
59
yaitu (76d). Paragraf pertama berkoherensi cara dengan paragraf kedua yang
ditandai dengan konjungsi dengan demikian.
3.1.1.7 Koherensi Perurutan
Koherensi perurutan menyatakan peristiwa, keadaan, atau perbuatan berturut-
turut terjadi atau dilakukan. Dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi
nasional bulan April 2005 dijumpai penggunaan penanda koherensi perurutan,
yaitu kemudian, lalu, dan selanjutnya. Berikut ini beberapa contoh koherensi
perurutan pada wacana opini.
(77) (a) Apakah rakyat Asia-Afrika menyimak kritik Albert Camus,
pemenang Nobel Kesusasteraan 1957 dari Perancis, tentang Dasasila
Bandung? (b) Mungkin Camus adalah intelektual internasional
pertama yang mengkritik Dasasila bandung. (c) Awalnya Camus
memuji, “ Bangsa-Bangsa kelompok Bandung telah menyelamatkan
bangsa Eropa dari kungkungan masalah penjajahan dan maut”.
(d) Kemudian dengan sinis mengejutkan, “… sikap mereka
terhadap pembunuhan di hongoria (oleh penyerbuan Uni Soviet,
pen.) tidak dapat dimaafkan… kelebihan moral bangsa-bangsa
tersebut sebagai bangsa yang telah mengalami sendiri penjajahan di
masa lalu menjadi sia-sia hanya dalam jangka waktu beberapa hari
saja,” (Krisis Kebebasan, YOI, 1988, naskah asli wawancara
Demain, 21-27/2/1/1957). (Kompas, 23 April 2005)
Pada contoh (77) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (77a), (77b), dan (77c). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat,
yaitu (77d). Paragraf pertama berkoherensi perurutan dengan paragraf kedua yang
ditandai dengan konjungsi kemudian.
(78) (a) Karena semua hanya variable dependen, yang akan berubah di detik
kita hendak mengubahnya. (b) Seperti jarak dan waktu. (c) Dan lihatlah
masyarakat Eropa, di mana sebagian gejala itu telah terjadi.
60
(d) Lalu Indonesia? Sebagai bangsa (nation) dengan sebuah nasionalisme
di dalamnya. (e) Tunggu… tunggu sebentar. (f) Tak perlu emosional
untuk menyadari ternyata kata itu hanyalah pertautan diri dengan
“sejarah-buku “, dengan catatan sipil, dengan sebuah edeologi, atau
bahkan dengan sekedar sebuah ide. (g) Hal ini sudah terlalu banyak
dibicarakan. (h) Entitas yang bernama Indonesia barulah sebuah nominal,
sementara secara intriknsik tiada pergeseran berarti bagi masyarakat
kolonial, sejak masa VOC, bahkan jauh di zaman kerajaan konsentris
Jawa dahulu. (Kompas, 23 April 2005)
Pada contoh (78) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (78a), (78b), dan (78c). Paragraf kedua terdiri dari lima kalimat,
yaitu (781d), (78e), (78f), (78g), dan (78h). Paragraf pertama berkoherensi
perurutan dengan paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi lalu.
(79) (a) Hal-hal yang menjadi persoalan di dalam hukum acara tersebut, antara
lain, adalah masalah status KPPU dalam perkara keberatan, hukum acara
pembuktian, pemeriksaan perkara, dan konsolidasi perkara di dalam
pemeriksaan di pengadilan negeri. Pasal 2 Perma No 1/2003 menyatakan
keberatan terhadap putusan KPPU hanya dapat diajukan kepada
pengadilan negeri dan dalam hal diajukan keberatan, maka KPPU
merupakan pihak. (b) Sebagai pihak, maka KPPU menurut hukum
semestinya dapat diperiksa dan dihukum, tetapi ternyata menurut Perma
No 1/2003 ini KPPU hanya dimintakan untuk menyerahkan putusan dan
berkas pemeriksaan serta dapat pula dimintakan untuk melakukan
pemeriksaan tambahan. (c) Dengan demikian, jelas status KPPU
bukanlah status "pihak" sebagaimana yang ada di dalam perkara-perkara
lainnya.
(d) Kemudian masalah upaya konsolidasi sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 4 Ayat (2) Perma No 1/2003 bahwa dalam hal keberatan
diajukan lebih dari 1 (satu) pelaku usaha untuk putusan yang sama, tetapi
berbeda tempat kedudukan hukumnya, maka KPPU dapat mengajukan
permohonan tertulis kepada Mahkamah Agung untuk menunjuk salah
satu pengadilan negeri untuk memeriksa keberatan tersebut. (e) Hal ini
dianggap wajar untuk menghindari putusan yang berbeda, tetapi aturan
ini juga tidak jelas apakah majelis hakim yang sama atau berbeda. (f)
Apabila majelis hakim yang berbeda, maka kemungkinan adanya putusan
yang berbeda juga sangat dimungkinkan. (g) Oleh karena itu, menurut
kami semestinya Perma No 1/2003 mengatur tentang pengadilan negeri
yang satu dengan majelis hakim yang sama. (Kompas, 30 April 2005)
61
Pada contoh (79) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (79a), (79b), dan (79c). Paragraf kedua terdiri dari empat kalimat,
yaitu (79d), (79e), (79f), dan (79g). Paragraf pertama berkoherensi perurutan
dengan paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi kemudian.
3.1.1.8 Koherensi Syarat
Koherensi syarat adalah pertalian yang menyatakan bahwa apa yang
dinyatakan pada suatu kalimat menjadi syarat terlaksananya suatu perbuatan atau
terjadinya suatu peristiwa yang dinyatakan pada kalimat lain. Dalam wacana opini
surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005 dijumpai penggunaan
penanda bertalian syarat, yaitu jika demikian, jika begitu, apabila demikian,
apabila begitu, jika, dan apabila. Berikut ini beberapa contoh koherensi yang
berupa koherensi syarat.
(80) (a) Sebagai ilustrasi, seorang kepala bagian pengadaan barang di satu
instansi mengunjungi acara penjualan komputer dengan harga Rp 15
juta per unit. (b) Kalau dibeli dengan prosedur yang baku, biaya
pengadaan komputer bisa mencapai Rp 25 juta per unit. (c) Si pejabat
tak akan membeli langsung di arena penjualan komputer, tetapi dia ke
kantor dulu dan membentuk panitia pembelian barang, membuat
penawaran dan seterusnya.
(d) Jika si pejabat membelinya langsung sehingga harga cuma Rp 15
juta per unit, dia bisa dianggap melakukan penyelewengan karena tak
memenuhi syarat dan prosedur pengadaan barang. (e) Sebagai seorang
pejabat yang baik, dia akan membeli barang dengan prosedur baku
meskipun harganya lebih mahal Rp 10 juta per unit. (Kompas, 29 April
2005)
Pada contoh (80) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga
kalimat, yaitu (80a), (80b), dan (80c). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat,
62
yaitu (80d), dan (80e). Paragraf pertama berkoherensi syarat dengan paragraf
kedua yang ditandai konjungsi jika.
3.1.1.9 Koherensi Intensitas
Koherensi intensitas adalah hubungan makna penyangatan yang terdapat
dalam sejumlah penanda dalam fungsinya sebagai penghubung antarkalimat yang
satu dengan kalimat yang lain. Dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi
nasional bulan April 2005 dijumpai empat jenis koherensi intensitas, yaitu pada
hal, bahkan, apalagi, dan pun. Berikut ini beberapa contoh koherensi intensitas
dalam wacana opini.
(81) (a) Langkah-langkah maju kerja sama ASEAN untuk berani
menerobos "kerikuhan" menyinggung kasus politik di sebuah negara
ASEAN seperti itu kembali menghadapi ganjalan. (b) Ketika kasus
Thailand Selatan santer terdengar akan diangkat di KTT ASEAN di
Vientianne, tahun lalu, PM Thailand mengancam akan walk out dan
meninggalkan pertemuan jika masalah tersebut dibicarakan secara
terbuka.
(c) Padahal paling kurang sejak tahun 2000 pun Indonesia telah
memelopori untuk menerapkan semangat enhanced interaction
dengan membuka masalah domestik soal Aceh, Maluku, dan Irian
Jaya dalam pertemuan tingkat SOM di Bangkok. (d) Keterbukaan
yang tulus dan justru pada akhirnya mampu merebut simpati dan
dukungan dari sesama anggota ASEAN atas integritas NKRI.
(Kompas, 12 April 2005)
Pada contoh (81) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (81a) dan (81b). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu (81c)
dan (81d). Paragraf pertama berkoherensi intensitas dengan paragraf kedua yang
ditandai konjungsi padahal.
63
(82) (a) MENGELOLA partai politik di era sekarang dan ke depan,
hemat saya, memang tak mudah, apalagi tanpa ada figur dominan
yang bisa meyakinkan pendukungnya secara berkelanjutan. (b)
Mengapa? Pertama, secara umum parpol di Indonesia, diakui atau
tidak, tak memiliki ideologi. (c) Ia hanya digunakan sebagai peluang
untuk mengejar kursi di kekuasaan, baik di legislatif maupun di
eksekutif. (d) Maka tak heran bila besar tidaknya suatu parpol,
utamanya parpol-parpol yang baru berdiri pasca-Soeharto, lebih
ditentukan oleh siapa figur yang menjadi pemimpinnya, bukan
ditentukan oleh ide-ide atau program-program yang menjadi agenda
parpol itu.
(e) Masyarakat pemilih pun sudah tahu dan sadar benar bahwa
program parpol dan janji-janji para pengurus parpol dalam kampanye
hanyalah retorika yang tak jarang berisikan kebohongan. (f) Dengan
demikian, sebenarnya masyarakat tidaklah memilih parpol,
melainkan lebih berdasarkan pertimbangan "siapa yang menjadi
figur-figur kunci dalam parpol itu". (g) Kecenderungan seperti ini
juga sebagai bagian dari konsekuensi logis dari nilai-nilai
paternalistik masyarakat kita yang diekspresikan dalam pilihan
politik. (Kompas, 11 April 2005)
Pada contoh (82) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari
empat kalimat, yaitu (82a), (82b), (82c), dan (82d). Paragraf kedua terdiri dari
tiga kalimat, yaitu (82e), (82f), dan (82g). Paragraf pertama berkoherensi
intensitas dengan paragraf kedua yang ditandai konjungsi pun.
(83) (a) sudah ada orang-orang yang secara jelas ditugasi mengambil
beberapa peran paus. (b) Sekretaris negara jelas mengurusi bidang
hubungan dengan politik internasional. (c) sejumlah pimpinan
kongregasi di Vatikan adalah para menteri, yang bertugas tanpa
terlalu banyak menunggu perintah paus meski biasanya dikatakan
betapa gereja katolik diatur secara sentralistik.
(d) Apalagi ,semua uskup di seluruh dunia, di gereja local,
adalah pemimpin gereja secara penuh. (e) Uskup Manila, Uskup
Jakarta, Uskup Denpasar, Uskup Nairobi mempunyai tahbisan yang
sama dengan Uskup Roma, yang menjadi Paus nomor satu dari
uskup-uskup yang sama di seluruh dunia (primus inter pares).
(Kompas, 2 April 2005)
64
Pada contoh (83) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga kalimat,
yaitu (83a), (83b), dan (83c). Dan paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu
(83d), dan (83e). Paragraf pertama berkoherensi intensitas dengan paragraf kedua
yang ditandai konjungsi apalagi.
(84) (a) Merebaknya sengketa antarkedua negara dalam pekan awal
Maret lalu karena Malaysia telah melanggar status quo saat memberi
konsesi blok ambalat kepada petronas untuk dikerjasamakan dengan
shell. (b) Tindakan Malaysia didasarkan pada putusan mahkamah
internasional (MI) yang memberi kedaulatan Pulau Sipadan dan
Ligitan kepada Malaysia pada saaat memberi konsesi telah
menerjemahkan secara sepihak bahwa putusan MI memberi hak
kepada Malaysia untuk melebarkan wilayah perairannya.
(c) Bahkan Malaysia bisa dianggap melanggar status quo dengan
mengirim kapal patrolinya ke wilayah perairan di sekitar blok
Ambalat. (Kompas, 11 April 2005)
Pada contoh (84) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua
kalimat, yaitu (84a) dan (84b). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat, yaitu
(84c). Paragraf pertama berkoherensi intensitas dengan paragraf kedua yang
ditandai konjungsi bahkan.
3.1.2 Koherensi Tidak Berpenanda
Koherensi tidak berpenanda ini bisa dipahami melalui urutan kalimatnya
meskipun tidak menggunakan konjungsi. Koherensi tidak berpenanda dibagi
menjadi dua, yaitu koherensi perian dan koherensi perincian.
65
3.1.2.1 Koherensi Perian dan Perincian
Dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005
dijumpai dua jenis koherensi,yaitu Berikut ini beberapa contoh koherensi
intensitas dalam wacana opini.
(85)Negara-negara yang menganut teori pers otoritarian, seperti Indonesia
di zaman Orde Baru, misalnya, memahami bahwa kebebasan rakyat akan
amat melemah jika rakyat tidak memiliki akses kepada berita yang jujur
dan tidak disensor tentang apa yang terjadi di negaranya. Pemasungan
terhadap kebebasan pers dilakukan dengan UU Nomor 11 Tahun 1966
juncto UU Nomor 21 Tahun 1982. UU Pers Orde Baru itu berhasil
mematikan demokrasi dalam perilaku politik rakyat.
Masalahnya kemudian adalah seperti diutarakan pada awal tulisan,
pengaturan delik pers dalam KUH-Pidana tidak lagi memadai untuk
memenuhi kebutuhan baru mengenai aspirasi kebebasan pers. KUH-
Pidana tak lagi merupakan aturan keseimbangan antara kebebasan dan
kontrol atas kebebasan itu ("freedom carries concomitant obligation;
liberty means responsibility", kata Prof Fred S Siebert dkk). Sedangkan
UU No 40/1999 tentang pers yang diharapkan dapat memiliki status lex
specialis terhadap KUH-Pidana (legi generalis) justru merujuk undang-
undang lain manakala terjadi delik pers. Penjelasan Pasal 12 UU Pers
menyatakan, sepanjang menyangkut pertanggungjawaban pidana (delik
pers-penulis) menganut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Karena itu, UU Pers "reformasi" pun tidak lagi memadai untuk memenuhi
tuntutan kebebasan pers yang kian jauh dan luas sebagai akibat kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi.
Dambaan akan manfaat Hak Jawab pun tidak atau belum dapat
terpenuhi dalam hal terjadi delik pers. Yurisprudensi (putusan MA) Nomor
3173/K/Pdt/1991 tanggal 28 April 1993 sama sekali tidak mengubah Hak
Jawab menjadi Kewajiban Jawab bagi pihak yang merasa dirugikan
sebuah berita pers. Dalam perkara Arif lawan Harian Garuda dkk di
Medan, MA hanya menjelaskan manfaat Hak Jawab sebagai cara
menciptakan keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab sosial
pers. MA tidak dapat mengubah Hak Jawab menjadi kewajiban pihak yang
menjadi obyek berita karena hal itu bertentangan dengan kebiasaan yang
berlaku internasional (droit de response).
Dengan demikian, jika sistem hukum media nasional hendak
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan baru mengenai kebebasan pers,
66
maka mau tak mau, suka tak suka, UU Pers harus disempurnakan. Sesudah
disempurnakan, undang-undang pers baru dapat menjadi lex specialis
dalam perkara delik pers.
Penyempurnaan UU Pers
Tulisan ini mencoba menyarankan beberapa tambahan dari perubahan
atas ketentuan UU No 40/1999 tentang pers. Pertama-tama semua pasal di
dalam KUH-Pidana yang mengatur delik komunikasi massa, yakni
penghinaan, pencemaran nama baik atau nista, menghasut di muka umum,
berita bohong, dan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden
(Pasal 137, 154-155, 156-156a, 160-161, 207-208, 310) yang melibatkan
pers dialihkan ke dalam UU Pers dengan pasal-pasal baru dan rumusan
baru. Sebutan "perusahaan pers" menjadi subyek, pengganti kata "barang
siapa" (wherever) atau "setiap orang". Misalnya, Perusahaan pers dilarang
menyebarkan berita, gambar, atau opini yang menyerang nama baik atau
kehormatan seseorang atau sekelompok orang dengan menuduh orang atau
orang-orang itu melakukan perbuatan atau ada dalam keadaan yang tercela
(eks-Pasal 310 KUH-Pidana).
Contoh lain, Perusahaan pers dilarang menyiarkan berita, gambar,
atau opini yang berisi penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden
(eks-Pasal 137 KUH-Pidana). Contoh lain lagi, Perusahaan pers dilarang
menyiarkan berita, gambar, atau opini yang berisi perasaan permusuhan
kebencian, penghinaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang diakui
di Indonesia (eks-Pasal 156a KUH-Pidana). Masih ada beberapa pasal
delik komunikasi massa dalam KUH-Pidana yang isinya dapat dijadikan
delik pers dalam UU Pers, yakni Pasal 154-155, Pasal KUH-Pidana
(haatzaai artikelen). Pasal 160-161 (menghasut untuk melakukan
kekerasan atau perbuatan pidana), dan Pasal XIV-XV UU No 1/1946
(tentang berita bohong).
Adapun sanksinya dapat dimasukkan ke dalam Pasal 18 UU Pers
dengan ancaman hukuman relatif "ringan", agar tidak
"mengkriminalisasikan" pers, tetap melindungi kebebasan pers,
mengamankan fungsi watchdog pers, dan tidak melanggar Pasal 27 UUD
45 (persamaan di muka hukum). Juga penjelasan Pasal 12 UU Pers yang
tidak memberikan status lex specialis kepada UU Pers dalam hal terjadi
delik pers. Begitu pula penjelasan Pasal 5 Ayat (1) UU Pers tentang asas
praduga tak bersalah yang menyimpang dari Pasal 8 UU Pokok Kekuasaan
Kehakiman (Kompas, 14 April 2005).
Pada contoh (85) terdapat tujuh paragraf, membahas tentang
penyempurnaan UU pers dan kebebasan pers. Pada contoh (85) setiap bagian –
bagian paragrafnya memiliki koherensi perian dan perincian
67
BAB IV
PENUTUP
Dalam bab ini merupakan kesimpulan dari bab II dan bab III dari hasil
penelitian kohesi dan koherensi wacana opini dalam surat kabar Kompas edisi
nasional bulan April 2005. Berbagai jenis kohesi dan koherensi antarparagraf
yang ditemukan dalam wacana opini yang kemudian diuraikan menjadi kohesi
gramatikal dan kohesi leksikal. Adapun jenis koherensi yang ditemukan dalam
wacana opini berhasil dikelompokan menjadi dua, yaitu koherensi berpenanda dan
koherensi tidak berpenanda.
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dilihat dari
segi kohesi . keutuhan suatau wacana dibentuk oleh beberapa aspek, aspek itu
diantaranya adalah kohesi. Kohesi dapat membentuk keutuhan suatu wacana
dalam kaitannya dengan perpaduan bentuk antarparagraf maupun antarkalimat
yang membangun suatu wacana yang utuh.
Kohesi yang dapat ditemukan dalam wacana opini adalah kohesi
gramatikal dan kohesi leksikal.Kohesi gramatikal sendiri dapat dibagi menjadi
empat jenis. Pertama kohesi penunjukan yang dibedakan menjadi dua, yaitu
kohesi penunjukan anaforis dan kohesi penunjukan kataforis. Kohesi penunjukan
yang terdapat dalam wacana Opini adalah ini, itu, tersebut,dan berikut. Kedua,
kohesi penggantian yang terdapat dalam wacana Opini ditandai oleh kata
pengganti seperti kata Beliau, dan dia . Ketiga, kohesi perangkaian yang terdapat
pada wacana Opini adalah Namun, Karena itu, Oleh sebab itu, dan Jadi.
68
Adapun kohesi Leksikal dapat dibagi menjadi empat jenis. Pertama, kohesi
hiponimi yang terdapat pada wacana Opini ditandai dengan kata media massa
merupakan superordinat dari televisi dan surat kabar yang merupakan subordinat.
Kedua, kohesi hiponimi yang terdapat dalam wacana Opini ketiga agama
keturunan berhiponimi dengan kata Ibrahim umat islam, Kristen, dan Yahudi
merupakan subordinat dan alih-alih hukum berhiponimi dengan kata Komunitas
hukum, para yuris, para jaksa, hakim, advokat, polisi .
Koherensi dalam peranannnya sebagai pembentuk keutuhan wacana,
berkaitan dengan keterpautan makna kalimat-kalimat yang membangun suatu
wacana. Koherensi dibagi menjadi dua, yaitu koherensi berpenanda dan koherensi
tidak berpenanda. Koherensi berpenanda diungkapkan dengan ditandai konjungsi,
sedangkan tidak berpenanda diungkapkan dengan sebaliknya. Koherensi
berpenanda dalam wacana opini dibagi menjadi koherensi aditif ditandai dengan
penanda Lagipula, di samping itu, Selain itu, dan Dan. Koherensi kausalitas
ditandai dengan konjungsi. Koherensi perurutan ditandai dengan konjungsi lalu,
selanjutnya, dan kemudian. Koherensi temporal ditandai dengan konjungsi dua
tahun yang lalu, sementara itu, ketika itu, dan sampai sekarang. Koherensi
kronologis ditandai dengan konjungsi setelah dan dulu. Koherensi intensitas
ditandai dengan konjungsi padahal, bahkan, pun. Koherensi cara ditandai dengan
konjungsi dengan begitu dan dengan demikian. Koherensi kontras ditandai
dengan konjungsi.akan tetapi, meskipun demikian, sebaliknya, dan tetapi. Dan
koherensi syarat ditandai dengan konjungsi jika. Koherensi tidak berpenanda
69
dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April hanya dijunpai
koherensi perian saja adapun koherensi perincian tidak dijumpai.
4. 2 Saran
Dalam kaitannya dengan bidang linguistik, analisis wacana opini belum
merupakan analisis secara lengkap dan menyeluruh, karena baru dibahas kohesi
dan koherensi antarparagraf surat kabar Kompas edisi April 2005. Masih ada yang
belum di bahas penulis, karena ada keterbatasan waktu. Oleh karena itu penelitian
lebih lanjut masih perlu dilakukan, misalnya dengan meninjau tindak tutur dalam
wacana opini kompas, retorika tekstual wacana pada wacana opini, dan hubungan
wacana dengan konteksnya.
69
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk.1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka.
Baryadi,I.Praptomo.2002. Dasar-dasar Analisis Wacana dalam Ilmu
Bahasa.Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli.
Brown, Gillian dan yule, George.1996. Analisis Wacana (terjemahan). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Kusumantara, A.A.G.A.2004. “Analisis Wacana Adventorial dalam Surat Kabar
Harian Kompas Edisi bulan Januari s.d Juni 2004”. Sarjana (S1) pada
Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.
Puspitasari, Agustina Ani. 2004. “Analisis Wacana Rubrik “Psikoterapi” Surat
Kabar mingguan Minggu Pagi Edisi Tahun 2003”. Sarjana (S1) pada
Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.
Ramlan, M.1987. Sintaksis. Yogyakarta: Karyono.
______.1993. Paragraf, Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Andi Offset.
Siregar, Ashadi dan I Made Suarjana (eds).1995. Bagaimana Pertimbangan
Artikel Opini Untuk Media Massa . Yogyakarta: Kanisius.
Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik II : Metode dan Teknik Pengumpulan Data.
Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.
______. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University press.