Prod Ber

4
Teknologi Bersih pada Produksi Bubuk Cokelat (Studi Kasus di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia) Cokelat merupakan makanan yang cukup digemari di Indonesia. Produk-produk olahan cokelat dapat berupa bubuk cokelat, minuman cokleat, dan juga cokelat batang. Pada tulisan ini akan dibahas bagaimana penerapan teknologi bersih pada proses produksi biji cokelat menjadi bubuk cokelat. A. Proses produksi yang sudah ada di Pusat PenelitianKopi dan Kakao Indonesia ialah sebagai berikut (Mulato dkk, 2010): 1. Biji cokelat yang sudah kering (bahan baku) disortasi untuk memastikan bahwa biji cokelat yang akan diproses dalam keadaan baik. 2. Biji kakao yang lolos dalam proses sortasi disangrai untuk membentuk aroma dan cita rasa khas cokelat dengan menggunakan perlakuan panas yaitu sekitar 105 – 120 o C selama kurang lebih 25 – 35 menit kemudian didinginkan. 3. Proses berikutnya adalah pemisahan kuit biji yang dilakukan secara mekanis. Dari proses ini didapatkan nib (daging biji) dan juga limbah berupa kulit biji kakao. 4. Pemastaan, proses ini berupa menghancurkan nib menjadi pasta cair kental hingga berukuran kurang lebih 20 mikron. 5. Pasta kakao yang dihasilkan dar proses pemastaan kemudian dikempa untuk memisahkan lemak kakao dengan bungkil kakao. Bungkil kakao yang terbentuk biasanya berbentuk padatan. Hasil dari proses ini

Transcript of Prod Ber

Page 1: Prod Ber

Teknologi Bersih pada Produksi Bubuk Cokelat

(Studi Kasus di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia)

Cokelat merupakan makanan yang cukup digemari di Indonesia. Produk-produk

olahan cokelat dapat berupa bubuk cokelat, minuman cokleat, dan juga cokelat

batang. Pada tulisan ini akan dibahas bagaimana penerapan teknologi bersih

pada proses produksi biji cokelat menjadi bubuk cokelat.

A. Proses produksi yang sudah ada di Pusat PenelitianKopi dan Kakao

Indonesia ialah sebagai berikut (Mulato dkk, 2010):

1. Biji cokelat yang sudah kering (bahan baku) disortasi untuk

memastikan bahwa biji cokelat yang akan diproses dalam keadaan

baik.

2. Biji kakao yang lolos dalam proses sortasi disangrai untuk membentuk

aroma dan cita rasa khas cokelat dengan menggunakan perlakuan

panas yaitu sekitar 105 – 120oC selama kurang lebih 25 – 35 menit

kemudian didinginkan.

3. Proses berikutnya adalah pemisahan kuit biji yang dilakukan secara

mekanis. Dari proses ini didapatkan nib (daging biji) dan juga limbah

berupa kulit biji kakao.

4. Pemastaan, proses ini berupa menghancurkan nib menjadi pasta cair

kental hingga berukuran kurang lebih 20 mikron.

5. Pasta kakao yang dihasilkan dar proses pemastaan kemudian

dikempa untuk memisahkan lemak kakao dengan bungkil kakao.

Bungkil kakao yang terbentuk biasanya berbentuk padatan. Hasil dari

proses ini masing-masing dapat digunakan sebagai produk jadi atau

bahan tambahan bagi pengolahan cokelat selanjutnya.

6. Penghalusan bungkil kakao. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan

bubuk cokelat yang murni.

7. Pengayaan bubuk cokelat. Hal ini dilakukan agar bubuk cokelat yang

dihasilkan dalam keadaan homogen (seragam).

8. Bubuk cokelat yang dihasilkan dapat langsung dikemas dan

dipasarkan untuk selanjutnya dibuat bahan tambahan pembuatan kue

cokelat, cokelat batang, ataupun minuman cokelat dalam kemasan.

B. Titik Kritis

Page 2: Prod Ber

1. Titik kritis dari proses pengolahan ini adalah pada proses pemisahan

kulit biji. Proses ini menghasilkan limbah berupa kulit biji kakao dalam

jumlah yang cukup banyak.

2. Titik kritis kedua adalah pada proses pengayaan. Pada proses ini

menghasilkan bubuk yang masih kasar sebagai produk samping dan

jika tidak diolah akan menjadi limbah.

3. Pada beberapa titik di proses produksi tersebut, biasanya

menggunakan beberapa alat dengan volume bahan yang diolah

sedikit sehingga dapat menyebabkan pemborosan penggunaan

energi.

C. Rencana produksi bersih perbaikan

1. Limbah yang dihasilkan pada titik kritis yaitu pengolahan kulit biji

dapat dimanfaatkan menjadi kompos, biogas, atau bisa juga

digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan sabun di

salah satu unit produksi yang ada di PPKKI itu sendiri.

2. Pemanfaatan kembali produk samping dari proses pengayaan bubuk,

yakni dilakukan pengayakan ulang pada bubuk yang masih kasar

sehingga dapat digunakan sebagai produk yang sama.

3. Efisiensi pemakaian mesin sehingga dapat menghemat penggunaan

energi. Misalnya pada proses pengempaan sebaiknya cukup

dilakukan pada 2 mesin pengempa namun dengan volume pasta

cokelat yang maksimal. Sehingga pada penggunaan energi tidak

terjadi keborosan. Selain itu alat-alat yang tidak digunakan dalam

proses produksi sebaiknya dimatikan terlebih dahulu.

4. Efisiensi penggunaan air dalam pencucian mesin dan peralatan

setelah proses produksi. Misalnya disediakan air hangat untuk

mencuci peralatan tertentu.

5. Menjaga kebersihan lingkungan produksi. Sehingga pekerja merasa

nyaman saat melakukan pekerjaannya.

6. Mendokumentasikan semua proses produksi beserta masalah yang

ada di dalamnya, kemudian dokumen tersebut dapat digunakan

sebagai acuan dalam perbaikan sistem produksi selanjutnya.

7. Membuat standarisasi waktu kerja pada setiap bagian proses

produksi, sehingga produksi yang dilakukan dapat berjalan secara

optimal (Juanda dkk, 2012).

Page 3: Prod Ber

Pustaka:

Juanda, Rozali, F. N., dan Syahputra, H. 2012. Standarisasi Waktu Kerja pada

Unit Pengolahan Kakao , Koperasi Rimbun, Pidie Jaya. Jurnal Teknik

Pertanian Vol. 5 No. 2, Oktober 2012

Mulato,S., Suharyanto, E., Widyoutomo, S, dan Misnawi. 2010. Pengolahan

Produk Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Indonesia.