Print

13
Mudah Jatuh pada Lansia 1. Pendahuluan Menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri-mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Menurut Nugroho (2008), menua atau menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional. Sehingga masalah-masalah sering terjadi pada lansia, baik masalah kesehatan, gizi, atau yang lain, termasuk mudah jatuh. 2. Pembahasan Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor yang berperan di dalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope, dan dizzines, serta faktor ekstrinsik seperti lantai

description

Print

Transcript of Print

Page 1: Print

Mudah Jatuh pada Lansia

1. Pendahuluan

Menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri-mengganti diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994).

Menurut Nugroho (2008), menua atau menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini

berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki kemunduran fisik yang ditandai

dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang

jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak

proporsional. Sehingga masalah-masalah sering terjadi pada lansia, baik masalah kesehatan,

gizi, atau yang lain, termasuk mudah jatuh.

2. Pembahasan

Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor yang berperan di

dalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya berjalan,

kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope, dan dizzines, serta faktor

ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan

kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.

Perdefenisi, jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata,

yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di

lantai/tempat yang lebih rendah dengan arau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Rouben,

1996).

2.1. Faktor Resiko

Untuk dapat memahami faktor resiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan

ditentukan atau dibentuk oleh:

a. Sistem Sensorik

Page 2: Print

Pada sistem ini, yang berperan adalah penglihatan dan pendengaran. Semua gangguan atau

perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Begitu pula, semua penyakit

telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran yang selanjutnya akan berpengaruh pada

resiko terjadinya jatuh.

b. Sistem Saraf Pusat (SSP)

SSP akan memberikan respons motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP

seperti stroke, parkinson, hodrosefalus tekanan normal, sering diderita oleh lansia dan

menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik

(Tinetti, 1992).

c. Kognitif

Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya resiko jatuh.

d. Muskuloskeletal

Faktor ini berperan besar pada terjadinya jatuh lanjut usia (faktor murni). Gangguan

muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan hal ini berhubungan dengan

proses menua yang fisiologis, misalnya:

Ø Kekakuan jaringan penyambung

Ø Berkurangnya massa otot

Ø Perlambatan konduksi saraf

Ø Penurunan visus / lapang pandang

Ø Kerusakan proprioseptik

Semua itu menyebabkan:

ü Penurunan Range of Motion (ROM) sendi

ü Penurunan kekuatan otot, terutama ekstremitas

ü Perpanjangan waktu reaksi

ü Goyangan badan

ü Kerusakan persepsi dalam.

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek,

penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan

lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia

susah/terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung, kejadian

tiba-tiba, sehingga memudahkan jatuh.

Secara singkat, faktor resiko jatuh pada lansia itu dapat digolongkan menjadi dua, yaitu

faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik.

a) Faktor Instinsik, misalnya:

Page 3: Print

· Gangguan jantung dan/atau sirkulasi darah

· Gangguan sistem susunan saraf

· Gangguan sistem anggota gerak

· Gangguan penglihatan dan pendengaran

· Gangguan psikologis

· Gangguan gaya berjalan

b) Faktor Ekstrinsik, misalnya:

· Cahaya ruangan yang kurang terang

· Lingkungan yang asing bagi lanjut usia

· Lantai yang licin

· Obat-obatan yang diminum (diuretik, antidepresan, sedatif, anti-psikotik, alkohol, dan

obat hipoglikemi)

2.2. Penyebab Jatuh pada Lansia

Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor, antara lain:

a. Kecelakaan (merupakan penyebab utama)

v Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.

v Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses menua,

misalnya karena mata kurang jelas, benda-benda yang ada di rumah tertabrak, lalau jatuh.

b. Nyeri kepala dan/atau vertigo

c. Hipotensi orthostatic:

v Hipovolemia / curah jantung rendah

v Disfungsi otonom terlalu lama berbaring

v Pengaruh obat-obat hipotensi

d. Obat-obatan

v Diuretik / antihipertensi

v Antidepresan trisiklik

v Sedativa

v Antipsikotik

v Obat-obat hipoglikemik

v alkohol

Page 4: Print

e. Proses penyakit yang spesifik, misalnya:

v Aritmia

v Stenosis

v Stroke

v Parkinson

v Spondilosis

v Serangan kejang

f. Idiopatik (tidak jelas sebabnya)

g. Sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba):

v Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba

v Terbakar matahari

2.3. Komplikasi

Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti berikut ini:

a. Perlukaan (Injury)

b. Perawatan Rumah Sakit

c. Disablitas

d. Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan

e. Mati

2.4. Pencegahan

Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila sudah terjadi

jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan. Usaha pencegahan ini

anatara lain:

a. Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor instrinsik resiko

jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus

dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar,

tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang sulit djilihat.

b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan

Page 5: Print

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan garakan

pindah tempat , pindah posisi. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat,

apakah lansia menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita

mengangkat kaki denganbenar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah

lansia cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya harus dikoreksi bila terdapat

kelainan / penurunan.

c. Mengatur / mengatasi situasional.

Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan

lingkungan, seperti pada bagian sebelumnya. Faktor situasional yang berupa aktifitas fisik

dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lansia.

LANSIA DENGAN NYERI

1. PENDAHULUAN

Ketika seseorang merasakan nyeri hebat, ia biasanya mencari pertolongan medis tidak hanya

karena ia ingin meredakan nyeri, tetapi juga karena ia meyakini bahwa nyeri menandakan

penyakit yang serius. Persepsi ini menyebabkan kecemasan, yang pada akhirnya

meningkatkan nyeri pasien.

Intervensi yang digunakan untuk mengatasi nyeri dapat mencakup tindakan farmakologi,

dukungan emosional,tindakan kenyamanan, dan teknik kognitif untuk mendistraksi pasien.

Nyeri hebat biasanya membutuhkan analgesic opioat. Tindakan invasive, seperti analgesic

yang dapat dikontrol pasien (patient Controlled Analgesia, PCA) dan analgesa epiduraljuga

dapat diperlukan.

Ketika memilih intervensi untuk membantu pasien mengatasi nyeri, perhatikan hal-hal

berikut ini :

Pilih intervensi farmakologis yang tepat untuk tingkat nyeri pasien.

Antisipasi efek merugikan akibat pengguanaan obat, khususnya pada lansia, dan atasi efek

merugikan tersebut dengan cepat.

Lakukan pengkajian status pasien secara berkala dan seksama untuk menentukan

pendekatan yang optimal untuk mencapai kenyamanan.

Nyatakan dan bahas pentingnya factor-faktor psikososial mengenai persepsi nyeri pasien

dan maknanya.

Page 6: Print

Ungkapkan rasa empati dan perhatian terhadap pasien yang mengalami nyeri.

Nyeri adalah masalah bagi pasien dalam semua kelompok usia. Studi secara konsisten

menunjukkan nyeri yang tidak ditangani dengan baik. Kurang dari 1% dari 4000 makalah

tentang nyeri yang diterbitkan setiap tahunnya memfokuskan pada lansia. Studi ayang ada

secara konsisten menunjukkan bahwa penanganan nyeri adalah suatu masalah. Penggunaan

analgesic menurun seiring bertambahnya usia, dan lansia menambah sejumlah kecil nyeri

pada saat masuk ke klinik. Suatu studi pada penghuni rumah perawatan lansia melaporkan

bahwa 83% mengalami nyeri, banyak berada pada tingkat berat.

Terdapat beberapa alasan mengapa nyeri dan kurangnya masalah penanganan nyeri dapat

menjadai masalah bagi lansia. Pertama, prevalensi kondisi yang menyakitkan dan penyakit

sering terjadi pada usia tua. Nyeri arthritis terjadi pada lebih dari setengah jumlah seluruh

lansia dengan osteoartriris yang menyebabkan lebih banyak nyeri kronis daripada kondisi

yang lain. Jenis nyeri lain yang sering terjadi pada lansia adalah sakit kepala,nyeri punggung

bagian bawah, dan nyeri tajam dan menusuk, nyeri neuropatik terbakar (misalnya fantom

ekstremitas, neuropati diabetes, neuralgia pascaherpetik, neuralgia trigeminal, dan kausalgia).

Mungkin sulit bagi beberapa pasien untuk mengomunikasikan nyerinya karena nyeri adalah

perasaan subyektif. Lansia mungkin segan untuk mengatakan bahwa mereka mengalami

nyeri, dan jika ya, laporannya sering tidak ditanggapi oleh pemberi perawatan kesehatan yang

salah mempercayai bahwa lansia tidak dapatmerasakan nyeri atau tidak mampu untuk

menilainya.

Lansia tidak memberitahukan tentang nyeri mereka karena beberapa alasan : mereka

menyuakai dokternya dan tidak ingin mengecewakannya, mereka tidak terbiasa mengeluh,

dan mereka percaya bahwa nyeri adalah gagian normal dari penuaan.

Lansia mungkin menghadapi beberapa stressor, seperti ketidakamanan financial, tidak adanya

orang yang mendukung, penolakan, penyakit kronis, keterbatasan mobilitas, dan menurunnya

ketajaman penglihatan dan pendengaran. Mereka juga dapat merasa takut dengan pengobatan

nyeri dan potensial efek samping dan memiliki ketakutan yang berlebihan untuk mengalami

adiksi. Stressor-stresor tambahan ini dapat menimbulkan peningkatan ansietas.

Nyeri itu sendiri dapat memiliki dampak yang besar terhadap kualitas hidup pasien. Efek

nyeri dapat menyebabkan penurunan aktivitas, isolasi sosial, gangguan tidur, dan depresi.

2. SIFAT PENGALAMAN NYERI

Nyeri Akut dan Kronis

Page 7: Print

Nyeri dapat akut atau kronis. Nyeri akut terjadi akibat cedera akibat jaringan-jaringan

(misalnya: pembedahan, inflamasi, trauma) dan memberitahukan pada orang tersebut bahwa

pertolongan diperlukan. Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung dari satu detik sampai

biasanya kurang dari 3 bulan. Nyeri akut memiliki penyabab yang dapat diidentifikasi, yaitu

awitan kejaaian yang berlangsung dalam waktu pendek dan tiba-tiba, terbats dan menurun

seiring dengan penyembuahan. Hal tersebut biasnya disertai dengan ansietas.

Penatalaksanaan nyeri akut pada lansia hamper sama denag yang terjadi pada pasien yang

lebih muda. Nyeri akut biasnya menurun setelah penyebabnya ditangani dengan pengobatan,

istirahat, pembedahan, panas atau dingin, atau imobilisasi.

Nyeri kronis sering terjadi pada lansia. Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung lebih dari

3 bulan. Penyebabnya mungkin diketahui persisten atau progresif (misalnya arthritis

rheumatoid atau kanker) atau tidak diketahui atau sulit untuk ditemukan.

Perawat memiliki peran yang penting dalam mambantu menanganu nyeri pasien. Salah satu

cara yang paling sederhana adalah untuk mempercayai pasien dan mengakui bahwa nyeri

tersebut nyata. Dukungan harus diberikan untuk menunjukkan bahwa perawat mencoba untuk

memahami nyeri tersebut.

Lansia cenderung mengalami nyeri kronis, tetapi perwat harus menyadari bahwa kedua tipe

nyeri tersebut dapat terjadi pada orang yang sama, dan setiap tipe memerlukan penanganan

khusus.

3. ASPEK-ASPEK PSIKOSOSIAL DARI NYERI

Bagian dari respons nyeri yang dibangkitkan oleh otak merupakan suatu komponen

emosional. Karena pengalaman nyeri seseorang bersifat alamiah dan unik, lansia dapat

merasa sendirian dan cemas. Mereka merasa takut kalau nyeri tersebut tidak akan pernah

pergi, jika hal itu terjadi, nyeri akan kembali lagi. Ansietas mereka mungkin dikombinasikan

dengan depresi, karenanya akan mengganggu kendali nyeri lebih lanjut. Selain itu, lansia

sering mengalami berbagai kehilangan yang membuat mereka merasa berduka: keamanan

ekonomi, teman-teman dan keluarga yang dapat mendukung,kemandirian, kesehatan,

kekuatan, dan kenyamanan tubuh. Mereka bisa merasa tidak bedaya untuk mengendalikan

nyeri dan dampaknya pada kehidupan mereka. Masalah lain yang dapat mempersulit

penatalaksanaan nyeri adalah penyalit kronis, regimen obat multiple dan efek-efek yang

berkaitan denagn penuaan pada kimia otak, termasuk penurunan kadar opiat endogen.

Lansia mungkin mengalami konfusi karena penurunan aliran darah otak, efek obat, dan nyeri.

Mungkin terdapat deficit memori yang dapat terganggu oleh pengobatan sendiri dan deskripsi

Page 8: Print

nyeri yang akurat. Kejadian nyeri sebelumnya dapat juga memiliki efek pada pengalaman

nyeri saat ini. Lansia memiliki akumulasi berbagai memori tentang kejadian-kejadian yang

menyakitkan.

Lansia dengan nyeri kronis dapat menjadi tidak bersahabat atau menyiksa diri. Banyaknya

stressor ini sering memengaruhi hubungan interpersonal secara berlawanan. Keluarga dan

teman-teman dapat menarik diri, demikian juga pasien tersebut. Anggota keluarga perlu di

bantu untuk memahami seperti apa nyeri yang dirasakan, untuk membantu pasien bicara

tentang perasaan-perasaan ini dan menemukan cara untuk mengendalikannya.

Perawat dapat membantu pasien-pasien yang mengalami nyeri ini secara sederahan hanya

dengan menggunakan keterampilan interpersonal yang baik. Mendengarkan pasien lansia

dapat memperkuat kemampuan koping mereka. Beriakan dukungan pada pasien untuk tetap

seaktif mungkin. Informasi untuk membantu pasien-pasien ini mencapai beberapa

pengendalian terhadap nyeri yang mereka rasakan. Peran perawat adalah untuk membantu

pasien lansia yang mengalami nyeri mempertahankan kenyamanannya semaksimal mungkin

dan mempertahankan kualitas kehidupan yang baik.

STRATEGI RELAKSASI

Latihan-latihan ini dirancang untuk membuat seseorang yang cemas, stress menjadi relaks.

Latihan ini dapat mengurangi nyeri secara efektif dengan cara melawan komponen stress.

Strategi relaksasi termasuk imajinasi terbimbing, relaksasi otot progresif, dan pengobatan.

Perawat dapat dengan mudah mengajarkan pasien untuk melakukan bentuk latihan relaksasi

yang sederhana seperti nafas dalam dan memfokuskan pada suatu objek. Bentuk relaksasi

singkat ini dapat efektif untuk mengontrol nyeri jangka pendek, dan nyeri tipe procedural.

Untuk tekhnik relaksasi yang lebih mendalam, perawat harus mewawancarai orang tersebut

untuk menentukan strategi apa yang akan dipilih dan tepat. Perawat perlu untuk

memerhatikan orientasi realitas orang tersebut, mood, dan motivasinya, yang krusial untuk

mencapai keberhasilan.

Pasien dan keluarga harus diajarkan tentang pentingnya untuk tetap aktif. Melakukan latihan

isometric dan latihan tentang gerak aktif dan pasif, bersama-sama dengan penggunaan

potongan kayu atau barang logam untuk meningkatkan aktifitas akan menambah kesehatan

fisik dan mental klien.

Karena lansia kaya akan pengalaman hidup, tekhnik distraksi yang sederhana dapat dilakukan

dengan cara meminta pasien untuk mengingat masa-masa bahagia di masa lalu, denagn

melihat album foto, dan dengan menceritakan cerita-cerita dalam kaset rekaman. Teknik

Page 9: Print

apapun yang aman dan mudah untuk dilakukan sendiri oleh pasien sanagt bermanfaat untuk

penatalaksanaan nyeri dan dapat membantu perawat dalam merawat pasien lansia yang

mengalami nyeri.

3. PENCEGAHAN TERSIER

Perawat Sebagai Advokat Dan Edukator Pasien

Posisi perawat dalam merawat lansia yang mengalami nyeri meliputi menjadi model peran

untuk orang lain untuk memeriksa sikap dan prasangka pasien pada nyeri. Perawat menjadi

advokat dengan mengajarkan kepada lansia dan keluarganya untuk mengharapkan

pengurangan nyeri yang adekuat. Perawat harus mengetahui sumber-sumber yang tersedia

untuk nyeri dan penatalaksanannya untuk membantu lansia yang mengalami nyeri.

Nyeri bukan dan tidak boleh menjadi bagian normal dar penuaan. Melalui advokasi dan

pengajaran, upaya perawat dan upaya berbagai pihak untuk mengurangi nyeri adalah langkah

pertama dalam melawan masalah nyeri pada lansia.