Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

22
STUDI ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI OBAT OBH COMBI (Studi Kasus : Konsumen di Wilayah Bandung) oleh : Herry Hudrasyah & Auliya Abdurrohim Suwantika Program Magister Administrasi Bisnis, Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung, (MBA-SBM-ITB), 2009 ABSTRAK OBH Combi merupakan salah satu produk unggulan obat bebas PT Combiphar yang termasuk ke dalam kategori obat batuk dan flu. Obat batuk dan flu adalah jenis obat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, hal ini karena seringnya masyarakat menderita penyakit tersebut. Oleh karena itu pasar obat batuk dan flu sangat besar, namun tingkat persaingannya sangat tajam karena jumlah pemainnya sangat banyak. Biasanya orang mengkonsumsi obat bebas karena iklan ataupun pengaruh orang lain yang telah mengkonsumsi obat tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat dalam memilih obat bebas tidak memperhatikan kandungan zat berkhasiat (komposisi) yang tercantum pada setiap kemasan obat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi masyarakat kota Bandung dalam memilih obat bebas dan kepedulian masyarakat kota Bandung dalam memperhatikan komposisi obat Penelitian ini dilakukan diwilayah kota Bandung dengan menggunakan metode Kualitatif (in depth interview) dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban yang mendalam dari responden yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden tidak pernah memperhatikan kemasan obat dan menyadari bahwa dalam kemasan obat tercantum komposisi, hanya sebagian kecil responden yang peduli terhadap komposisi dengan membacanya terlebih dahulu dan menjadikannya sebagai “preferensi” utama dalam memilih obat. Alasan utama sebagian besar responden kurang begitu peduli terhadap pencantuman komposisi dalam kemasan sebuah obat adalah karena kurangnya pengetahuan mereka tentang fungsi dan kegunaan dari tiap komposisi tersebut. Padahal dengan mengetahui fungsi dan kegunaan dari komposisi, responden dapat lebih memilih obat sesuai dengan kebutuhannya. Kata kunci : prilaku konsumen, mengkonsumsi obat bebas, konsumen kota Bandung. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber pengobatan di Indonesia menurut Kalangie (1984), mencakup tiga sektor yang saling berhubungan, yaitu pengobatan rumah tangga/pengobatan sendiri, pengobatan tradisional, dan pengobatan medis 1

Transcript of Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

Page 1: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

STUDI ANALISIS PERILAKU KONSUMENDALAM MENGKONSUMSI OBAT OBH COMBI

(Studi Kasus : Konsumen di Wilayah Bandung)

oleh :Herry Hudrasyah & Auliya Abdurrohim Suwantika

Program Magister Administrasi Bisnis, Sekolah Bisnis dan ManajemenInstitut Teknologi Bandung, (MBA-SBM-ITB), 2009

ABSTRAK

OBH Combi merupakan salah satu produk unggulan obat bebas PT Combiphar yang termasuk ke dalam kategori obat batuk dan flu. Obat batuk dan flu adalah jenis obat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, hal ini karena seringnya masyarakat menderita penyakit tersebut. Oleh karena itu pasar obat batuk dan flu sangat besar, namun tingkat persaingannya sangat tajam karena jumlah pemainnya sangat banyak. Biasanya orang mengkonsumsi obat bebas karena iklan ataupun pengaruh orang lain yang telah mengkonsumsi obat tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat dalam memilih obat bebas tidak memperhatikan kandungan zat berkhasiat (komposisi) yang tercantum pada setiap kemasan obat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi masyarakat kota Bandung dalam memilih obat bebas dan kepedulian masyarakat kota Bandung dalam memperhatikan komposisi obat Penelitian ini dilakukan diwilayah kota Bandung dengan menggunakan metode Kualitatif (in depth interview) dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban yang mendalam dari responden yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden tidak pernah memperhatikan kemasan obat dan menyadari bahwa dalam kemasan obat tercantum komposisi, hanya sebagian kecil responden yang peduli terhadap komposisi dengan membacanya terlebih dahulu dan menjadikannya sebagai “preferensi” utama dalam memilih obat. Alasan utama sebagian besar responden kurang begitu peduli terhadap pencantuman komposisi dalam kemasan sebuah obat adalah karena kurangnya pengetahuan mereka tentang fungsi dan kegunaan dari tiap komposisi tersebut. Padahal dengan mengetahui fungsi dan kegunaan dari komposisi, responden dapat lebih memilih obat sesuai dengan kebutuhannya.

Kata kunci : prilaku konsumen, mengkonsumsi obat bebas, konsumen kota Bandung.

1. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber pengobatan di Indonesia menurut Kalangie (1984), mencakup tiga sektor yang saling berhubungan, yaitu pengobatan rumah tangga/pengobatan sendiri, pengobatan tradisional, dan pengobatan medis profesional. Dalam pengobatan sakit, seseorang dapat memilih satu sampai lima sumber pengobatan, tetapi tindakan pertama yang paling banyak dilakukan adalah pengobatan sendiri (Supardi dan Notosiswoyo, 2003:2). Pengobatan sendiri dalam pengertian umum adalah upaya yang dilakukan untuk mengobati diri sendiri menggunakan obat generik, obat tradisional, atau cara lain tanpa nasehat tenaga kesehatan. Tujuan pengobatan sendiri adalah untuk memulihkan kesehatan, pengobatan sakit ringan dan pengobatan rutin penyakit kronis setelah perawatan dokter. Sementara itu, peran pengobatan sendiri adalah untuk menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga, serta meningkatkan keterjangkauan masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan (Supardi dan Notosiswoyo, 2003:2-3). Berkaitan dengan pengobatan sendiri, telah dikeluarkan berbagai peraturan perundangan. Pengobatan sendiri hanya boleh menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas (SK Menkes No.2380/1983). Obat bebas adalah obat yang dijual bebas tanpa menggunakan resep dokter. Obat bebas sebenarnya termasuk obat generik karena hanya mengandung satu macam bahan kimia sesuai dengan fungsinya, sedangkan obat bermerek mengandung bahan kimia lebih dari satu macam. Obat bebas ditandai dengan lingkaran hitam dengan warna hijau di dalamnya. Semua obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan pada setiap kemasannya tentang kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan pakai, dan pernyataan lain yang diperlukan

1

Page 2: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

(SK Menkes No.917/1993). Semua kemasan obat bebas terbatas wajib mencantumkan tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” (SK Menkes No.386/1994).

OBH Combi merupakan salah satu produk unggulan obat bebas PT Combiphar yang termasuk ke dalam kategori obat batuk dan flu. Obat batuk dan flu adalah jenis obat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, hal ini karena seringnya masyarakat terkena penyakit tersebut. Oleh karena itu pasar obat batuk dan flu sangat besar, dengan tingkat persaingannya sangat tajam karena jumlah pemainnya sangat banyak. Selain merek-merek obat batuk dan flu besar, banyak merek-merek lain yang diproduksi oleh perusahaan obat kecil-kecil. (Republika, 2006)Berdasarkan hasil survei Indonesian Customer Satisfaction Index 2006 yang dilakukan oleh Majalah SWA dan FRONTIER Smarter Marketing Moves, OBH Combi menempati peringkat kedua untuk kategori obat batuk. Fakta tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa OBH Combi telah berhasil memuaskan konsumen Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari empat parameter yang digunakan dalam survei tersebut, yaitu kepuasan pelanggan terhadap kualitas produk atau pelayanan (quality satisfaction score/QSS), kepuasan terhadap harga berdasarkan kualitas yang diterima (value satisfaction score/VSS), persepsi tingkat kebaikan dari merek yang digunakan secara keseluruhan dibandingkan dengan merek-merek lainnya (perceived best score/PBS) dan kemampuan merek itu dalam memenuhi ekspetasi pelanggan di masa mendatang (expectation score/ES). Nilai total satisfaction score (TSS) diperoleh dari hasil akumulasi keempat parameter tersebut (SWA, 2006).

Tabel 1. Indonesian Customer Satisfaction Index 2006 Kategori Obat Batuk

No. Merek QSS VSS PBS ES TSS

1. Vicks Formula 44 4.119 3.814 4.075 3.744 3.935

2. OBH Combi 4.068 3.855 4.063 3.694 3.912

3. Komix 3.949 3.870 3.992 3.670 3.860

4. Bisolvon 4.045 3.904 3.942 3.594 3.853

5. Laserin 3.951 3.867 3.944 3.593 3.824

6. Konidin 3.951 3.850 3.933 3.602 3.820

7. Mextril 3.880 3.789 3.940 3.634 3.803

8. Benadryl 3.885 3.821 3.778 3.673 3.780

9. OBH Nellco 3.863 3.681 3.838 3.649 3.757

10. Woods 3.685 3.594 3.799 3.386 3.606

Sumber : Majalah SWA No. 20/XXII/21 September-4 Oktober 2006

2. JENIS OBAT BEBAS (FLU)Sebelum menjatuhkan pilihan atas suatu obat flu, idealnya konsumen harus mengenali terlebih dahulu dahulu jenis atau variasi dari komposisi obat flu, sehingga dapat memilih obat flu yang sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan komposisinya, terdapat dua kelompok obat flu yaitu :Obat flu tunggal, yaitu obat flu yang hanya mengandung satu macam zat aktif yang mampu menghilangkan satu atau lebih gejala flu. Zat aktif yang digunakan antara lain :

a. parasetamol/asetaminofen, berfungsi sebagai analgetik yaitu untuk mengatasi gejala pusing, sakit kepala atau demam

b. dekstrometrofan, berfungsi sebagai antitusif yaitu untuk menghilangkan batukc. bromheksin, berfungsi sebagai ekspektoran yaitu untuk mengencerkan dahak sehingga mudah

dikeluarkan

Obat flu kombinasi, yaitu obat flu yang mengandung lebih dari satu macam zat aktif. Penggunaan obat flu kombinasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah dapat mengatasi beberapa gejala sekaligus dengan satu kali penggunaan (praktis). Namun, kekurangannya adalah sering kali kombinasinya lebih dari tiga zat aktif (polifarmasi) atau mengandung lebih dari satu zat aktif yang aksi farmakologisnya atau khasiatnya sama, tetapi tidak bekerja secara sinergis sehingga tubuh penderita terpapar obat berlebihan tanpa memberikan efek terapi yang berbeda secara signifikan. Salah satu ciri khas obat flu kombinasi adalah pada

2

Page 3: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

kemasannya tertulis "meredakan flu disertai batuk", sehingga relatif laris dibeli oleh penderita flu, bahkan yang tidak ada gejala batuk. Contoh komposisi sebuah obat flu kombinasi :a. asetaminofen (meredakan demam, nyeri, atau pusing)b. fenilpropanolamin HCl (pelega hidung)c. efedrina HCl (pelega napas/bronkodilator)d. CTM (antialergi)e. dekstrometorfan (antitusif/penekan batuk)f. gliseril guayakolat (ekspektoran/pengencer dahak)Sering kali konsumen menjatuhkan pilihan pada obat flu tipe ini karena dari kemasan tertera banyaknya gejala yang dapat diatasi dengan obat flu kombinasi ini sekalipun terkadang penderita tidak merasakan semua gejala tersebut (Widayati, 2005).

3. PROSES KEPUTUSAN RESPONDEN DALAM MEMILIH OBAT Proses pengambilan keputusan untuk memilih sumber pengobatan dimulai dengan menerima informasi, memproses berbagai kemungkinan dan dampaknya, kemudian mengambil keputusan dari berbagai alternatif yang ada. Interpretasi seseorang terhadap sakit dapat berbeda sehingga mempengaruhi keputusan yang diambil, misalnya lesu ketika bangun tidur dapat diinterpretasikan kelelahan oleh orang yang usai bekerja keras, atau gejala flu pada cuaca mendung, atau sakit bertambah parah oleh penderita penyakit kronis. Interpretasi yang berbeda terhadap sakit dapat mengakibatkan pemilihan sumber pengobatan yang berbeda (Supardi dan Notosiswoyo, 2005:2). Oleh karena itulah proses pengambilan keputusan untuk memilih obat bebas dapat dikategorikan ke dalam complex decision making. Sebuah pengambilan keputusan yang dikategorikan complex decision making mempunyai proses sebagai berikut :

Biasanya orang mengkonsumsi obat bebas karena iklan ataupun pengaruh orang lain yang telah mengkonsumsi obat tersebut (Kompas Cyber Media, 2006). Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat dalam memilih obat bebas tidak memperhatikan kandungan zat berkhasiat (komposisi) yang tercantum pada setiap kemasan obat. Oleh karena itu, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahui “bagaimana kepedulian masyarakat dalam memperhatikan komposisi obat?”

Proses pengambilan keputusan dalam pembelian obat bebas tergolong high involvement decision making, artinya konsumen secara aktif akan mencari berbagai informasi sebelum mengambil keputusan. Konsumen rela untuk mengeluarkan energi sekedar untuk mencari informasi sebelum mengambil keputusan dalam rangka memilih sebuah merek. Jika sudah merasa cocok dengan sebuah merek obat bebas, untuk seterusnya

konsumen cenderung untuk selalu mengkonsumsi merek yang sudah terbiasa dibelinya tersebut.

3

Gambar 1. Complex Decision Making Process

Gambar 2. Purchase Decision Making

Page 4: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

Dalam pengambilan keputusan memilih obat bebas, konsumen akan membeli apa yang diingatnya pertama kali (top of mind), namun jika di tempat pembelian (point of sales) tidak ada merek tersebut, konsumen akan dengan mudah berpindah merek lain. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Charles Kurniawan, Marketing Manager OTC PT. Combiphar bahwa untuk konsumen obat batuk hampir 60 % tidak loyal. Oleh karena itu, ketersediaan barang (availability) merupakan hal yang sangat penting.

Gambar 3. Preferensi konsumen dalam memilih obat bebas

Ada beberapa faktor yang melatar belakangi konsumen dalam pengambilan keputusan untuk memilih suatu obat bebas. Harus diakui bahwa selama ini sebagian besar orang mengkonsumsi obat bebas karena pengaruh iklan atau karena pengaruh orang lain yang sebelumnya pernah mengkonsumsi obat tersebut (Kompas Cyber Media, 2006).Brand loyalty terbentuk pada awalnya karena pengaruh dari brand image yang baik dari sebuah obat bebas. Brand image ini sendiri dapat tercipta melalui berbagai macam promosi yang dilakukan oleh produsen obat, seperti melalui iklan di berbagai media massa. Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk dalam bukunya Consumer Behaviour (bab 8), menyebutkan bahwa “Sikap terhadap sebuah merek berawal dari keterbukaan konsumen terhadap sebuah iklan, timbul affect dan cognition terhadap sebuah iklan, kemudian akan ada sikap terhadap sebuah iklan yang pada akhirnya berakibat munculnya sikap dan keyakinan terhadap sebuah merek (Edell dan Burke, 1987, p.431)“ (1999:231).

4

Page 5: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

Informasi mengenai pro- duk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat (2) Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.Kriteria-kriteria tersebut adalah :

1. Objektif, yaitu harus memberikan informasi yg sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatannya dan keamanan obat yang telah disetujui.

2. Lengkap, yaitu harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi dan efek samping.3. Tidak menyesatkan, artinya informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Di samping itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan dan tidak berdasarkan kebutuhan.

Pembentukan sikap konsumen juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman baik pengalaman pribadi, pengalaman keluarga maupun teman-teman. Telah terbukti bahwa word of mouth merupakan kekuatan yang tidak bisa dianggap sebelah mata dalam dunia pemasaran.

Kelompok rujukan yang dirasakan kredibel, menarik atau berkuasa dapat menimbulkan perubahan sikap dan perilaku konsumen. Sebagai contoh, jika para konsumen ingin sekali memperoleh informasi yang tepat mengenai kinerja atau kualitas suatu produk atau jasa, mereka mungkin terbujuk oleh orang-orang yang mereka anggap dapat dipercayai dan berpengetahuan. Jadi, mereka mungkin lebih terbujuk oleh sumber-sumber yang mempunyai kredibilitas tinggi. (Schiffman dan Kanuk, 1999:294)

Penyakit flu dapat dikenali dari gejalanya yang berupa pilek, batuk, demam, sakit kepala/pusing dan badan sering kali lemas. Flu dianggap penyakit ringan karena gejalanya mampu dikenali sendiri oleh

penderita. Masyarakat cenderung melakukan pengobatan sendiri (self medication) untuk penyakit ini, karena penggunaan obat flu yang banyak dijual bebas. Namun yang perlu dicermati adalah bagaimana memilih obat flu yang sesuai. Obat flu yang dijual bebas relatif banyak

5

Gambar 4. Konsepsi Hubungan Berbagai Unsur pada Model Sikap terhadap Iklan

Gambar 5. Kelompok Rujukan Konsumen Utama

gambar 6, Metodologi Penelitian

Page 6: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

jenisnya, yang kalau diperhatikan komposisinya akan banyak pula variasinya. Dari sisi harga pun banyak pula variasinya. Sebelum menjatuhkan pilihan atas suatu obat flu, tentu akan lebih baik kalau mengenali dahulu jenis atau variasinya (Widayati, 2005).

4. PENELITIAN PADA MASYARAKAT UMUM DI KOTA BANDUNGStudi mengenai pengambilan keputusan untuk pencarian pengobatan sakit umumnya menyangkut tiga pertanyaan pokok, yaitu: 1). Sumber pengobatan apa yang menurut anggota masyarakat mampu mengobati sakitnya. 2). Kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa sumber pengobatan yang ada. 3). Bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih sumber pengobatan tersebut (Supardi dan Notosiswoyo, 2003:2).

5. TUJUAN PENELITIANAdapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1). Bagaimana preferensi masyarakat kota Bandung dalam memilih obat bebas?2). Bagaimana kepedulian masyarakat kota Bandung dalam memperhatikan komposisi obat?

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka metode yang digunakan dalam riset ini adalah metode kualitatif. 6. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dipilih Metode kualitatif, tujuannya agar dapat mendiagnosis masalaSh, penyaringan alternatif dan penemuan konsep ataupun ide-ide baru (Ariestonandri, 2006:38). Adapun metode kualitatif yang digunakan adalah experience interview dan in depth interview.Experience interview: merupakan wawancara terarah yang dilakukan terhadap seorang ahli atau yang berpengalaman secara mendalam yang berkaitan dengan topik penilitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi interviewee adalah Marketing Manager PT. Combiphar, Bapak Charles Kurniawan. Langkah ini merupakan kelanjutan dari literature study yang sebelumnya dilakukan dengan metode searching internet dan studi pustaka di perpustakaan. Pertanyaan yang digunakan dalam in depth interview ini menggunakan teknik probing. Teknik probing dilakukan untuk mendapatkan jawaban yang lebih detail dari responden. Periset bertanya tentang suatu hal kepada responden kemudian setiap jawaban yang keluar difokuskan untuk ditanyakan beruntun hingga detail jawaban tergali (Ariestonandri, 2006:44). Sesuai dengan studi kasus dalam penelitian ini yang akan menjadi responden adalah masyarakat Bandung.

7. PENGUMPULAN DATASebagai ibu kota propinsi, Kota Bandung merupakan kota besar dimana sekarang ini perkembangannya semakin pesat baik perkembangan secara fisik maupun non fisik. Perkembangan Kota Bandung yang begitu pesat telah menarik sangat banyak penduduk pendatang yang akhirnya menetap maupun penduduk komuter. Keadaan ini telah menjadikan Kota Bandung sebagai kota yang berpenduduk multi-etnis, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri dan warga keturunan (Bappeda dan BPS Kota Bandung, 2006:19).

7.1. Literature Studya. Tujuan Mencari literatur mengenai topik yang berhubungan dengan

preferensi konsumen dalam memilih obat bebas. b. Waktu 26 Desember 2006 – 9 Januari 2007c. Metoda Internet searching dan studi literatur di perpustakaan.d. Hasil

- Dalam pengobatan sakit, seseorang dapat memilih satu sampai lima sumber pengobatan, tetapi tindakan pertama yang paling banyak dilakukan adalah pengobatan sendiri (Supardi dan Notosiswoyo, 2003:2)-Masyarakat cenderung melakukan pengobatan sendiri (self medication) untuk penyakit flu, karena penggunaan obat flu yang banyak dijual bebas (Widayati, 2005)- 93,57% penduduk kota Bandung selama tahun 2006 melakukan upaya pengobatan sendiri dengan menggunakan obat modern (Survei Sosial Ekonomi Daerah Kota Bandung, 2006)-Biasanya orang mengkonsumsi obat bebas karena iklan ataupun pengaruh orang lain yang telah mengkonsumsi obat tersebut (Kompas Cyber Media, 2006)-Berkaitan dengan pengobatan sendiri, telah dikeluarkan berbagai peraturan perundangan. Pengobatan sendiri hanya boleh menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas (SK Menkes No.2380/1983)- Semua obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan pada setiap kemasannya tentang komposisi (kandungan zat berkhasiat), kegunaan, aturan pakai, dan

6

Page 7: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

pernyataan lain yang diperlukan (SK Menkes No.917/1993)- Dalam sebuah iklan obat, informasi mengenai obat harus memenuhi kriteria objektif, tidak menyesatkan dan lengkap, yaitu harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi dan efek samping (SK Menkes No. 368/1994)

7.2. Experience Interview a. Tujuan Memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai

preferensi konsumen dalam memilih obat bebas dalam halini adalah obat batuk dan flu, dari sudut pandang ahli atau yang berpengalaman

b. Waktu 11 Januari 2007, pukul 08.00 – selesai c. Metoda Wawancara langsung dengan informan yaitu Marketing

Manager OTC PT. Combiphar Bpk. Charles Kurniawand. Hasil

- Konsumen obat batuk hampir 60 % merupakan konsumen yang tidak loyal, oleh karena itu ketersediaan barang (availability) merupakan hal yang sangat penting- Preferensi konsumen Indonesia dalam memilih obat lebih banyak dipengaruhi oleh faktor word of mouth (70%) sedangkan sisanya dipengaruhi oleh iklan (30%)- Masyarakat cenderung lebih mempercayai obat yang dalam kemasannya tercantum bisa menyembuhkan lebih dari satu jenis penyakit, sehingga obat seperti ini relatif lebih laku karena dianggap obat dewa yaitu obat yang bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit- Jumlah outlet di Indonesia menurut survei AC Nielsen sekitar 2 juta outlet, 1,6 juta di antaranya merupakan outlet yang bermain di pasar bawah dimana 80 % menjual obat bebas, sehingga pasar tradisional memberikan konstribusi yang sangat besar dalam penjualan obat bebas- Dalam mempromosikan OBH Combi media yang digunakan adalah above the line (50%) dan below the line (50%). Below the line melalui berbagai kegiatan, seperti jalan santai, gebrak pasar dan goyang dangdut OBH dirasakan lebih efektif dibandingkan above the line, seperti iklan di televisi- Hanya sedikit konsumen yang sebelum membeli obat batuk memperhatikan komposisinya terlebih dahulu, sehingga banyak yang membeli obat batuk tidak sesuai dengan kebutuhannya

7.3. In Depth Interviewa. Tujuan Memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai

preferensi masyarakat kota Bandung dalam memilih obat bebas dan bagaimana kepedulian mereka memperhatikan komposisi obat dikaitkan dengan pembelian OBH Combi.

b. Waktu 12–29 Januari 2007c. Metoda Wawancara secara mendalam dengan responden yang memenuhi

kriteria sebagai berikut : Usia, 20–40 tahun- Menurut Brand Manager PT. Combiphar, Bapak Hendro Utomo, golongan umur yang disasar oleh OBH Combi adalah pada umumnya konsumen yang berumur 24-40 tahun, tetapi intinya antara umur 30 tahunan yaitu mereka yang masih aktif. (Republika, 2005)- Selain itu seorang praktisi kesehatan, dr. Diana Komara, mengatakan “Usia 20-30 tahun bisa lebih sering terkena batuk dan pilek, terutama pada wanita, sebab pada masa tersebut wanita dalam masa produktif dan melakukan kontak erat dengan anak-anaknya., pada usia anak frekuensi rata-rata terkena batuk pilek adalah 6-12 kali dalam setahun”. (Republika, 2006)- Sering membeli OBH Combi, dengan indikasi selama tahun 2006 lebih dari dua kali membeli OBH Combi, karena yang akan dibahas dan digali dalam in depth interview ini adalah pengalaman masing-masing interviewee dalam membeli OBH Combi. Selain itu, guna mendapatkan data yang berkualitas maka responden yang diharapkan adalah konsumen yang sering membeli OBH Combi. Hal ini dapat terindikasi dari intensitas mereka membeli OBH Combi selama tahun 2006.- Menurut dr. Diana Komara, “Frekuensi batuk pilek rata-rata pada orang dewasa normal adalah tiga hingga empat kali dalam setahun” (Republika, 2006).- Jika diasumsikan sekali pembelian OBH Combi digunakan untuk sekali pengobatan, maka intensitas pembelian OBH Combi dalam setahun dapat diprediksikan akan lebih dari dua kali.

d. Teknik Pengambilan SampelSampel sebanyak 90 responden dikelompokkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu :

7

Page 8: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

- Berpendidikan rendah : tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD dan tamat SLTP (30 responden, terdiri dari 15 laki-laki dan 15 perempuan).

- Berpendidikan menengah : tamat SMU/SMK (30 responden, terdiri dari 15 laki-laki dan 15 perempuan).

- Berpendidikan tinggi : DI, DII, DIII/Sarjana Muda, S1, S2 dan S3 (30 responden, terdiri dari 15 laki-laki dan 15 perempuan).

Langkah ini bertujuan untuk mengetahui apakah untuk tingkat pendidikan dan jenis kelamin yang berbeda akan memberikan insight yang berbeda pula dalam hal preferensi pemilihan obat bebas dan kepedulian terhadap komposisi obat bebas. Insight adalah wawasan yang dalam atau pencerahan yang disadari, misalnya melalui interaksi terencana dalam interview dengan responden (Alwasilah, 2003:96)

8. PENGOLAHAN DATA Dalam riset, data merupakan bahan mentah dari informasi. Jadi, informasi merupakan data yang telah diolah. Data yang belum diolah tidak dapat memberikan informasi. Hasil akhir suatu riset akan bergantung pada informasi yang diperoleh, sedangkan akurasi informasi sangat bergantung pada data yang dikumpulkan (Suliyanto, 2006:129).Kualitas hasil riset akan sangat bergantung pada kualitas data yang akan diolah. Data berkualitas rendah akan menghasilkan riset yang berkualitas rendah pula, bahkan dapat memberikan informasi yang keliru bagi pemakai. Oleh karena itu, data yang dipakai dalam riset haruslah data yang baik yaitu akurat, relevan dan up to date (Suliyanto, 2006:130).Data yang diperoleh dari hasil in depth interview akan ditransformasikan ke dalam bentuk informasi kemudian dapat ditarik sebuah kesimpulan.

9. ANALISIS & INTERPRETASI HASIL

9.1. Perilaku Responden Dalam Upaya Penyembuhan Flu Hasil wawancara dengan responden dari berbagi macam tingkat pendidikan, usia dan pekerjaan, diketahui bahwa semua responden melakukan pengobatan sendiri (self medication) untuk penyakit flu dengan gejala-gejala seperti batuk maupun pilek. Dari 90 responden yang diwawancarai, 64 responden mengatakan bahwa jika mereka sudah mulai merasakan gejala-gejala flu, maka langkah pertama yang akan mereka ambil adalah langsung minum obat yang banyak dijual bebas di apotek, toko obat, swalayan maupun warung-warung. Umumnya para responden memilih untuk melakukan pengobatan sendiri terlebih dahulu dikarenakan pengalaman dan kebiasaan mereka selama ini jika terserang flu. Berdasarkan pengalaman para responden tersebut, setelah minum obat dalam waktu beberapa hari kemudian mereka sudah bisa terbebas dari flu, batuk atau pilek. Beberapa responden mengasosiasikan obat bebas (obat yang bisa dibeli tanpa menggunakan resep dokter) sebagai obat warung karena mereka beranggapan bahwa obat tersebut bisa diperoleh di warung terdekat, tidak seperti obat resep yang hanya bisa dibeli di apotek. Namun ada kalanya sebelum mengkonsumsi obat, 26 dari 90 responden mengatakan bahwa mereka terlebih dahulu mencoba untuk istirahat yang cukup dan makan yang banyak, kalau ternyata setelah istirahat dirasa belum sembuh juga baru kemudian memutuskan untuk membeli obat. Responden cenderung sudah tahu langkah-langkah yang harus mereka lakukan jika terkena flu karena flu merupakan penyakit yang sudah sering dialami oleh mereka. Jadi jarang sekali mereka pergi ke dokter hanya sekedar untuk pengobatan flu, kecuali kalau sudah mencoba melakukan pengobatan sendiri tetapi tidak sembuh juga. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden (71 %) jika terserang flu akan segera langsung minum obat, sedangkan sisanya (29 %) tidak akan langsung minum obat melainkan dibiarkan atau istirahat terlebih dahulu, kalau dirasa tidak sembuh juga baru kemudian memutuskan untuk minum obat.

9.2. Jenis Sediaan Obat Flu Yang Biasa Digunakan Pada umumnya jenis sediaan obat flu yang sering dijumpai di pasaran ada dua macam yaitu sirop dan tablet. Masing-masing responden mempunyai alasan tersendiri mengenai jenis sediaan obat flu yang biasa

8

Page 9: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

digunakan. CC Alasan sebagian besar responden lebih memilih bentuk sediaan sirop biasanya dikarenakan mudah ditelan, rasanya yang enak dan manis serta di tenggorokan terasa hangat. Selain itu bagi sebagian orang yang susah minum tablet, sirop jauh lebih praktis cara pemakaiannya karena tidak perlu menggunakan pisang, bubur maupun air yang lebih banyak.Nameun ada juga responden yang mempunyai sugesti kalau minum obat flu yang berbentuk tablet akan menyebabkan kantuk, sehingga kalau flu lebih menyukai obat yang berbentuk sirop. Ada pula yang menyukai jenis obat tertentu lebih berdasarkan penyakitnya. Kalau penyakit lain selain batuk cenderung menyukai tablet , tetapi kalau sakitnya batuk lebih memilih sirop. Karena kalau batuk kemudian minum sirop sugestinya akan lebih cepat sembuh. Sedangkan responden yang lebih menyukai tablet dikarenakan bentuk dan kemasannya yang lebih simpel dibandingkan sirop. Selain itu, kalau obat berbentuk sirop butuh waktu lama untuk menghilangkan rasanya dan kadang meninggalkan bekas di gigi.Sebagian besar responden (62 %) mengatakan kalau mereka lebih menyukai obat yang berbentuk sirop dengan berbagai alasannya masing-masing, sedangkan sisanya (38 %) mengatakan lebih menyukai obat yang berbentuk tablet.

9.3. Jenis OBH Combi yang biasa dibeli Sebagian besar responden memilih jenis OBH Combi yang dibeli berdasarkan kebutuhan atau jenis penyakitnya, seperti kalau batuknya berdahak maka akan membeli OBH Combi Batuk Berdahak, kalau batuknya disertai pilek akan memilih OBH Combi Batuk Pilek demikian juga kalau batuknya diserta flu akan menggunakan OBH Combi Batuk Flu.

Gambar 7. Varian OBH Combi Batuk Pilek Gambar 8. Varian OBH Combi Batuk Berdahak

Ada pula beberapa responden yang mengatakan kalau mereka memilih jenis OBH Combi lebih dikarenakan sudah merasa cocok dengan jenis tersebut, tanpa mempedulikan jenis penyakitnya. Karena sudah terbiasa jadi mereka enggan mencoba jenis atau varian yang lainnya. Beberapa responden ada juga yang mengatakan kalau mereka lebih sering menggunakan jenis tertentu OBH Combi semata-mata karena anggota keluarga yang lain juga banyak yang mengkonsumsi itu.Untuk masalah ukuran yang biasa dibeli, dari hasil wawancara dapat ditarik kesimpulan bahwa masing-masing responden mempunyai alasan tersendiri, umumnya berkaitan dengan dua hal yaitu masalah harga dan ukuran

yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.Berdasarkan hasil interview dapat disimpulkan bahwa jenis OBH Combi yang paling banyak dikonsumsi responden adalah OBH Combi Batuk Berdahak rasa menthol kemasan botol 100 ml (26 responden).

9.4. Sumber informasiSebagian besar responden (46 orang) mendapatkan informasi tentang obat batuk ini dari iklan di televisi. Hal ini setidaknya memberikan gambaran mengapa sebagian besar produsen obat gencar

mempromosikan produknya melalui media televisi. Mengenai iklan OBH Combi di televisi sendiri, beberapa

9

VARIAN OBH COMBI YANG SERING DIKONSUMSI OLEH RESPONDEN

26

8

0

19

31

13

2

14

310

5

10

15

20

25

30

Gambar 9. Varian OBH Combi yang sering dikonsumsi responden

Page 10: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

responden mempunyai komentar yang berbeda-beda. Ada yang beranggapan kalau iklannya menghibur namun ada pula yang menganggap tidak menghibur karena kurang menarik. Ada juga beberapa responden yang mengatakan kalau mereka mendapatkan informasi tentang obat dari keluarga (20 orang), teman (12 orang), dokter (5 orang) dan apotek tempat mereka biasa membeli obat (7 orang).Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (51 %) memperoleh informasi tentang obat setelah melihat iklannya di televisi, sisanya 22 % responden tahu dari keluarga, 13 % responden tahu dari teman, 6 % responden tahu dari dokter dan 8 % responden tahu dari apotek.

9.5. Kepuasan terhadap harga dan kualitas OBH CombiSemua responden yang diwawancara berpendapat bahwa harga OBH Combi cukup terjangkau. Sebagian besar dari responden (85 orang) merasa puas, bahwa harga yang mereka keluarkan sebanding dengan kualitas yang diberikan oleh OBH Combi. Ada juga beberapa responden (5 orang) yang merasa kurang puas dengan kualitas OBH Combi karena mereka juga pernah tidak sembuh, padahal sudah minum OBH Combi.Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (94 %) merasa puas terhadap harga dan kualitas OBH Combi, sisanya (6 %) merasa kurang puas terhadap harga dan kualitas OBH Combi.Sebagian besar responden (81 orang) beranggapan bahwa harga tidak begitu mempengaruhi keputusan mereka dalam membeli obat, bagi mereka yang paling penting adalah kecocokan sehingga mereka bisa cepat sembuh. Jadi dalam pembelian obat mereka tidak pernah mempermasalahkan harga.Hasil wawancara dengan beberapa responden menunjukkan adanya pendapat yang mengatakan bahwa harga obat bebas, yang biasa mereka asosiasikan sebagai obat warung, cenderung relatif sama kalaupun ada perbedaan jumlahnya tidak begitu besar.Namun ada juga pendapat beberapa responden meskipun jumlahnya hanya sedikit (9 responden), yang mengatakan bahwa harga menjadi salah satu bahan pertimbangan mereka dalam memilih obat. Bahkan ada yang beranggapan kalau obat yang mahal akan memberikan efek yang terlalu keras. Ada juga yang berkomentar bahwa kalau membeli obat di warung justru harganya lebih murah daripada di apotek.90 % responden menganggap bahwa harga tidak mempengaruhi keputusan mereka dalam membeli obat bebas atau obat warung, hanya 10 % responden yang menganggap bahwa harga mempengaruhi keputusan mereka.

9.6. Kepedulian terhadap kemasan dan komposisi

A. Responden berpendidikan rendahKepedulian responden berpendidikan rendah terhadap kemasan obat. Dari 30 responden, 22 orang di antaranya (12 perempuan dan 10 laki-laki) mengatakan bahwa mereka setidaknya pernah memperhatikan kemasan obat yang biasa mereka beli. Dari 22 orang tersebut, sebagian besar di antaranya memperhatikan tanggal kadaluwarsa. Ada juga beberapa responden yang memperhatikan cara pakai, dosis, kegunaan dan bentuk kemasannya. Hanya 8 orang responden (3 perempuan dan 5 laki-laki) yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah memperhatikan kemasan obat. Dari 30 orang responden, 16 orang di antaranya (8 perempuan dan 8 laki-laki) mengetahui kalau dalam kemasan obat tercantum komposisi. 6 orang responden (4 perempuan dan 2 laki-laki) dari 22 responden yang mengatakan pernah memperhatikan kemasan obat, mengatakan kalau mereka tidak tahu kalau dalam kemasan obat tercantum daftar komposisi.Dari 30 responden, 18 orang di antaranya (8 perempuan dan 10 laki-laki) berpendapat bahwa pencantuman komposisi pada kemasan obat merupakan hal yang penting. Hanya 12 responden (7 perempuan dan 5 laki-laki) yang mengatakan kalau pencantuman komposisi pada kemasan obat merupakan hal yang tidak penting. Beberapa di antaranya beranggapan bahwa karena banyak yang tidak tahu tentang komposisi jadi hal tersebut tidak perlu dicantumkan. Ada pula responden yang beranggapan bahwa pencantuman komposisi bukan hal penting karena menurutnya yang paling penting adalah kecocokan dengan obat tersebut.

B. Responden berpendidikan menengahDari 30 responden, 27 orang di antaranya (14 perempuan dan 13 laki-laki) mengatakan bahwa mereka setidaknya pernah memperhatikan kemasan obat yang biasa mereka beli. Beberapa responden (5 orang) bahkan sudah memperhatikan bagian komposisi. Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa ada kepedulian di benak mereka terhadap komposisi yang tercantum dalam kemasan obat. Beberapa responden lainnya biasanya hanya sekedar memperhatikan tanggal kadaluwarsa, khasiat, efek

10

Page 11: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

samping, indikasi dan tampilan fisik dari kemasan tersebut. Dari 30 responden, hanya 3 orang responden (1 perempuan dan 2 laki-laki) yang sama sekali tidak pernah memperhatikan kemasan obat.Dari 27 orang responden yang pernah memperhatikan komposisi obat (14 perempuan dan 13 laki-laki), 23 di antaranya (12 perempuan dan 11 laki-laki) mengetahui kalau dalam kemasan sebuah obat pasti tercantum komposisi obat tersebut. Bahkan beberapa dari mereka tahu fungsi dan kegunaan dari masing-masing komposisi itu, meskipun tidak semuanya mereka ketahui. Beberapa dari mereka mengetahui tentang fungsi komposisi tersebut dari orang tua mereka. Ada juga responden yang mengetahui tentang fungsi komposisi tersebut dari buku yang pernah dibacanya. Responden yang tidak tahu fungsi dari komposisi obat berpendapat bahwa terkadang hal itu yang menyebabkan mereka enggan untuk membaca komposisi obat.4 orang responden (2 perempuan dan 2 laki-laki) dari 27 responden yang pernah memperhatikan kemasan obat, mengatakan kalau mereka tidak tahu kalau dalam kemasan obat tercantum daftar komposisi.Dari 30 responden, 25 orang (14 perempuan dan 11 laki-laki) berpendapat bahwa pencantuman komposisi pada kemasan merupakan hal yang penting.Sebagian dari mereka berpendapat dengan dicantumkannya komposisi maka akan menimbulkan keingintahuan tentang fungsi dan kegunaannya. Beberapa responden ada yang mengatakan kalau pencantuman komposisi penting karena akan dibutuhkan jika suatu saat mereka berkonsultasi ke dokter tentang penyakit mereka.

Ada pula responden yang berpendapat kalau komposisi penting untuk dicantumkan karena untuk mengetahui kandungan zat kimia dalam obat tersebut. Hanya 5 orang responden (1 perempuan dan 4 laki-laki) yang mengatakan kalau pencantuman komposisi pada kemasan obat merupakan hal yang tidak penting.

C. Responden berpendidikan tinggiDari 30 responden, semuanya mengatakan bahwa mereka memperhatikan kemasan obat yang biasa mereka beli. Beberapa responden bahkan ternyata memperhatikan bagian komposisi. Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa sudah ada kepedulian terhadap komposisi yang tercantum dalam kemasan obat, terlihat 6 responden ternyata sudah memperhatikan komposisi. Dari 30 responden berpendidikan tinggi yang mengatakan pernah memperhatikan kemasan obat, semuanya mengetahui kalau dalam kemasan obat tercantum komposisi. Dari 30 responden, 27 orang (14 perempuan dan 13 laki-laki) berpendapat bahwa pencantuman komposisi pada kemasan merupakan hal yang penting. Sebagian dari mereka berpendapat dengan dicantumkannya komposisi penting terutama bagi orang yang tahu, sehingga dia bisa menjadi referensi bagi orang yang tidak tahu. Beberapa responden berpendapat pencantuman komposisi dalam kemasan merupakan hal yang penting karena untuk dapat memilih obat sesuai dengan kebutuhannya dan juga untuk mengetahui dosis serta efek sampingnya.Hanya 3 responden (1 perempuan dan 2 laki-laki) yang mengatakan kalau pencantuman komposisi pada kemasan obat merupakan hal yang tidak penting karena lebih percaya word of mouth dan pengalaman.

10. PREFERENSI DALAM MEMBELI OBATDari diagram di atas, dapat disimpulkan bahwa ternyata sebagian besar responden (44 orang) mengatakan bahwa keputusan mereka dalam membeli obat lebih banyak dipengaruhi saran dari orang lain. Biasanya yang

sering memberi saran adalah orang tua, suami maupun teman. Mereka lebih mempercayai saran dari seseorang karena hal tersebut berdasarkan pengalaman mereka yang sebelumnya pernah mengkonsumsi.Pengaruh yang sangat besar dari word of mouth dalam dunia pemasaran juga diakui oleh beberapa responden yang berpendidikan tinggi. Beberapa responden lebih mempercayai hal

tersebut dalam pengambilan keputusan untuk membeli obat. Bagi sebagian responden (16 orang), iklan lebih mempengaruhi keputusan responden dalam membeli obat karena sebagian besar iklan obat lucu dan menarik sehingga bisa mengajak orang untuk membeli.

11

Tabel 1, Preferensi responden dalam memilih obat berdasarkan

tingkat pendidikanPreferensi dalam

memilih obatTingkat Pendidikan RespondenRendah Menengah Tinggi

Pengalaman sendiriPengaruh hargaPengaruh iklan

Saran dari orang lainFaktor komposisi

629

13*-

914

16*-

9-3

15*3

Page 12: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

Ada juga beberapa responden yang berpendapat bahwa keputusan mereka dalam membeli obat lebih dipengaruhi oleh iklan karena banyaknya waktu yang mereka dihabiskan di depan televisi.Preferensi membeli obat dari beberapa responden (24 orang) lebih disebabkan pengalaman mereka selama ini mengkonsumsi sebuah obat, sehingga mereka merasa sudah cocok dengan obat tersebut.

Beberapa responden (3 orang) ada yang memilih obat berdasarkan faktor komposisi. Hal ini disebabkan mereka sudah mengetahui fungsi dan kegunaan dari komposisi itu sendiri sehingga mereka dapat menggunakan obat yang sesuai dengan kebutuhan.Ada pula responden yang awalnya mengetahui fungsi dan kegunaan komposisi dari orang tuanya, kemudian menjadikan hal tersebut sebagai preferensi dalam memilih obat.

Bagi responden yang sensitif terhadap harga (3 orang), akan mejadikan harga sebagai faktor utama yang mempengaruhi keputusan mereka dalam membeli obat. Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelamin responden maka dapat disimpulkan bahwa untuk responden yang berpendidikan rendah, menengah dan tinggi sebagian besar preferensi utama mereka dalam memilih obat lebih dikarenakan faktor saran dari orang lain. Demikian juga untuk responden yang berjenis kelamin laki-laki dan wanita, sebagian besar preferensi utama mereka dalam memilih obat adalah berdasarkan saran dari orang lain.

11. TEMPAT PEMBELIAN OBAT & PENGARUH KETERSEDIAAN BARANGDari diagram di atas, diketahui bahwa ternyata sebagian besar responden yaitu sebanyak 41 orang biasa membeli obat bebas di apotek, 28 orang biasa membeli obat bebas di supermarket dan 21 orang biasa membeli di warung. Ketersediaan barang (availability) di tempat yang menjadi preferensi responden dalam membeli obat bebas ternyata merupakan hal yang sangat penting, karena misalnya jika responden akan membeli OBH Combi dan OBH Combi yang dicari ternyata tidak ditemukan, maka akan ada kecenderungan responden untuk mencoba beralih ke merek yang lain. Beberapa merek yang biasanya kemudian dipilih oleh responden antara lain Neozep, Decolsin, WOODS Expectorant, Vicks Formula 44 dan Fludane.Namun ternyata ada juga beberapa pelanggan yang cenderung loyal terhadap OBH Combi karena jika OBH Combi yang mereka cari tidak ada maka mereka akan berusaha untuk mencarinya di tempat lain.

12. REKOMENDASI12.1 Langkah PenerapanBerkaitan dengan pengobatan sendiri, telah dikeluarkan berbagai peraturan perundangan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah maupun melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan. Beberapa peraturan tersebut antara lain :1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan

Alat Kesehatan Pasal 27: Badan usaha yang mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus mencantumkan penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan.Pasal 28(1) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang harus dicantumkan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 harus memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara obyektif, lengkap serta tidak menyesatkan.

(2) Keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya berisi :a. Nama produk dan/atau merek dagangb. Nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan sediaan farmasi dan alat kesehatan

kedalam wilayah Indonesiac. Komponen pokok sediaan farmasi dan alat kesehatand. Tata cara penggunaane. Tanda peringatan atau efek sampingf. Batas waktu kadaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu

12

Tabel 2, Preferensi responden dalam memilih obat

berdasarkan jenis kelaminPreferensi dalam memilih

obatJenis Kelamin RespondenLaki-laki Perempuan

Pengalaman sendiriPengaruh hargaPengaruh iklan

Saran dari orang lainFaktor komposisi

1625

20*2

811124*1

Page 13: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penandaan dan informasi yang harus dicantumkan sebagaimana dimaksud dalam dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

2. SK Menteri Kesehatan No.2380 tahun 1983”Pengobatan sendiri hanya boleh menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas ”

3. SK Menteri Kesehatan No.917 tahun 1993”Semua obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan pada setiap kemasannya tentang kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan pakai, dan pernyataan lain yang diperlukan”

Dari beberapa peraturan tersebut terlihat bahwa pemerintah mewajibkan kepada semua badan usaha yang mengedarkan sediaan farmasi, termasuk PT. Combiphar, untuk mencantumkan komponen pokok sediaan farmasi atau kandungan zat berkhasiat yang lazim disebut dengan komposisi. Peraturan tersebut tentunya dibuat oleh pemerintah untuk melindungi seluruh masyarakat Indonesia berkaitan dengan usaha pengobatan sendiri dan sudah sewajarnya masyarakat harus peduli dengan peraturan tersebut.

13. HASIL PENELITIAN:Hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kepedulian masyarakat kota Bandung dalam memperhatikan komposisi obat menunjukkan bahwa :1. Dari 90 responden yang diwawancara, 77 responden (86 %) mengatakan bahwa mereka pernah

memperhatikan kemasan obat dan 13 responden (14 %) mengatakan bahwa mereka tidak pernah memperhatikan kemasan obat sama sekali.

2. Dari 90 responden yang diwawancara, 69 responden (77 %) mengatakan bahwa mereka mengatahui kalau dalam kemasan obat tercantum komposisi sedangkan 21 responden (23 %) mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui kalau dalam kemasan obat tercantum komposisi.

3. Dari 90 responden yang diwawancara, hanya 11 responden (12 %) yang pernah memperhatikan komposisi obat sedangkan 79 responden (88 %) tidak pernah memperhatikan komposisi obat.

4. Dari 90 responden yang diwawancara, hanya 3 responden yang memilih obat berdasarkan faktor komposisinya

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden pernah memperhatikan kemasan obat dan menyadari bahwa dalam kemasan obat tercantum komposisi, namun hanya segelintir responden yang sudah peduli terhadap komposisi dengan membaca

nya dan menjadikannya sebagai preferensi utama dalam memilih obat.Alasan utama sebagian besar responden kurang begitu peduli terhadap pencantuman komposisi dalam kemasan sebuah obat adalah karena kurangnya pengetahuan mereka tentang fungsi dan kegunaan dari tiap komposisi tersebut. Padahal dengan mengetahui fungsi dan kegunaan dari komposisi, responden dapat lebih memilih obat sesuai dengan kebutuhannya.

Langkah yang dapat dilaku kan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dalam memperhatikan komposisi obat adalah dengan meng- edukasi masyarakat, salah satunya melalui iklan obat di berbagai media dengan men-

cantumkan unsur edukattif berkaitan dengan kegunaan dan fungsi dari tiap komposisi. Sudah selayaknya produsen obat seperti PT. Combiphar harus mempunyai tanggung jawab moral terhadap masyarakat Indonesia supaya masyarakat dapat memilih obat sesuai dengan kebutuhannya, tidak hanya semata-mata mengejar keuntungan dengan menyebutkan bahwa produknya dapat digunakan untuk menyembuhkan lebih dari satu

13

Tabel 5.1 Preferensi responden dalam memilih obatberdasarkan tingkat pendidikan

Preferensi dalam memilih obat Tingkat Pendidikan RespondenRendah Menengah Tinggi

Pengalaman sendiriPengaruh hargaPengaruh iklan

Saran dari orang lainFaktor komposisi

62913-

91416-

9-3153*

Tabel 5.2 Preferensi responden dalam memilih obat berdasarkan jenis kelaminPreferensi dalam memilih obat Jenis Kelamin Responden

Laki-laki PerempuanPengalaman sendiri

Pengaruh hargaPengaruh iklan

Saran dari orang lainFaktor komposisi

1625202*

8111241*

Page 14: Prilaku+Konsumen+Dalam+Mengkonsumsi+Obat+OBH HH

jenis penyakit. Sebagaimana telah diatur dalam pasal 41 ayat (2) Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bahwa informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yaitu Kriteria-kriteria tersebut adalah :1. Objektif, yaitu harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatannya dan keamanan obat yang telah disetujui.2. Lengkap, yaitu harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi dan efek samping.3. Tidak menyesatkan, artinya informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Selain itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan dan tidak berdasarkan kebutuhan.

14. SARAN-SARAN1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi sebagian besar responden dalam memilih obat lebih

dikarenakan faktor word of mouth, hanya beberapa responden saja yang memilih obat karena pengaruh iklan terutama iklan di televisi. Namun di satu sisi, sebagian responden ternyata memperoleh informasi tentang obat dari iklan di televisi. Jadi dalam mengiklankan OBH Combi di berbagai media terutama di televisi, PT. Combiphar seharusnya lebih memperbanyak unsur informasi dibandingkan unsur entertainment-nya, termasuk mengedukasi masyarakat tentang fungsi dan kegunaan dari tiap-tiap komposisi OBH Combi yang tentunya menjadi keunggulan dibandingkan kompetitor.

2. PT. Combiphar harus terus melakukan pengembangan terhadap produk-produk obat bebas yang dimilikinya, sehingga PT. Combiphar tidak hanya identik dengan OBH Combi saja.

3. Meskipun hingga saat ini OBH telah identik dengan OBH Combi dan brand awareness OBH Combi yang cukup tinggi, namun PT. Combiphar harus selalu berusaha untuk meningkatkan inovasi dan pengembangan produk OBH mengingat persaingan di pasar semakin ketat dengan beredarnya OBH-OBH baru.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar, 2003, Pokoknya Kualitatif, Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif, Jakarta, INA: Pustaka Jaya

Ariestonandri, Prima, 2006, Marketing Research for Beginner, Panduan Praktis Riset Pemasaran bagi Pemula, Yogyakarta, INA: Penerbit ANDI

Bappeda Kota Bandung, BPS Kota Bandung, 2006, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bandung Tahun 2006Bappeda Kota Bandung, BPS Kota Bandung, 2006, Laporan Akhir Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) Tahun 2006Departemen Kesehatan, 1983, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2380/A/SK/VI/83 tentang

Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas, Pasal 1 ayat 2 & 5, Pasal 3Departemen Kesehatan, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan 917/Menkes/Per/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi,

Pasal 1 Ayat 1-3Departemen Kesehatan, 1994, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 386/Menkes/SK/IV/1994

tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Bab UmumPeraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan,

Pasal 27 dan 28 Ayat 1-3Schiffman & Kanuk, 1999, Consumer Behaviour, New York, USA: MacmillanSuliyanto, 2006, Metode Riset Bisnis, Yogyakarta, INA: Penerbit ANDISupardi & Notosiswoyo, 2003, Pengobatan Sendiri Sakit Kepala, Demam, Batuk dan Pilek pada Masyarakat di Desa

Ciwalen, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jakarta, INA: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI

Majalah SWA No. 20/XXII/21 September-4 Oktober 2006, Peringkat Merek-merek Paling Memuaskan Berdasarkan ICSA Index, Jakarta, INA: Penerbit Yayasan Sembada Swakarya

Tull & Hawkins, 1994, Marketing Research, Measurement and Method, New York, USA: MacmillanUndang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Bab I Pasal 1

14