PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

70
SKRIPSI NOVEMBER 2017 PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH DAN KARAKTERISTIKNYA DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR PERIODE JANUARI 2016-JUNI 2017 Oleh: RAFIDAH SADLI SAPARINA C111 14 320 Pembimbing Dr. dr. FEMI SYAHRIANI, Sp. PD (K) PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Transcript of PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

Page 1: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

SKRIPSI

NOVEMBER 2017

PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH

DAN KARAKTERISTIKNYA DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS

HASANUDDIN MAKASSAR PERIODE JANUARI 2016-JUNI 2017

Oleh:

RAFIDAH SADLI SAPARINA

C111 14 320

Pembimbing

Dr. dr. FEMI SYAHRIANI, Sp. PD (K)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

ii

Page 3: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

iii

Page 4: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

iv

Page 5: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga

skripsi berjudul “Prevalensi Hiperurisemia pada Pasien Batu Saluran Kemih dan

Karakteristiknya Di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar Periode Januari

2016-Juni 2017" dapat terselesaikan. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk

memenuhi persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Program Studi Kedokteran Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin. Pada proses penyusunan skripsi ini, penulis

menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam memberikan dukungan dan

masukan, sehingga tidak ada kata yang pantas untuk diucapkan selain rasa terimakasih

dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dan

membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, para Pembantu Dekan, staf

pengajar, dan tata usaha yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada

penulis.

2. Dr. dr. Femi Syahriani, Sp.PD,K-R selaku pembimbing atas kesediaan, keikhlasan,

dan kesabaran meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan arahan kepada

penulis mulai dari penyusunan proposal sampai pada penyusunan skripsi ini

3. Dr. dr. Hasyim Kasim, Sp.PD, K-GH dan Dr. dr. Fardah Akil, Sp.PD, K-GEH

selaku dosen penguji yang telah memberikan kritikan dan saran yang membangun

untuk perbaikan skripsi.

4. Staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UH atas arahan, kritikan, dan

saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Kepala Rumah Sakit Universitas Hasanuddin, staf bagian penelitian atas bantuan

dan kesediaan waktunya membantu penulis.

6. Bagian Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Universitas Hasanuddin yang telah

membantu penulis dalam pengambilan data.

Page 6: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

vi

7. Bapak Ir.Tamrin Fatah dan Ibu Sitti Alfiah, selaku orang tua penulis, Kak Iki, Bang

Sofyan, sebagai orang-orang terdekat penulis, yang senantiasa mendoakan,

memberikan dorongan dan bimbingan moril maupun materil selama penulis

menempuh pendidikan.

8. Sahabat-sahabat terdekat yang selalu menemani, mendukung, dan menyemangati

selama penulisan skripsi ini

9. Teman-teman sejawat mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2014

(Neutrof14fin) Universitas Hasanuddin.

10. Seluruh pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis selama penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari

semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa berkontribusi

dalam perbaikan upaya kesehatan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Makassar, 21 November 2017

Penulis

Page 7: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

vii

PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH

DAN KARAKTERISTIKNYA DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS

HASANUDDIN MAKASSAR PERIODE JANUARI 2016-JUNI 2017

Rafidah Sadli Saparina, Femi Syahriani

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

ABSTRAK

Latar Belakang: Batu saluran kemih (BSK) adalah benda padat yang dibentuk oleh

presipitasi berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih. Di Indonesia BSK

merupakan penyakit yang paling sering terjadi di klinik urologi (Depkes RI, 2002).

Hiperurisemia merupakan salah satu faktor risiko kejadian batu saluran kemih, baik batu

urat maupun batu kalsium (Wortmann, 2005). Saat ini data mengenai besarnya angka

kejadian hiperurisemia pada pasien BSK serta karakteristiknya masih sangat kurang

khususnya di kota Makassar.

Tujuan Penelitian: untuk mengetahui prevalensi hiperurisemia pada pasien batu saluran

kemih serta karakteristiknya di RS Universitas Hasanuddin Makassar periode Januari

2016-Juni 2017.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional. Penelitian

dilaksanakan di bagian Rekam Medis Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar

pada tanggal 24 September-27 Oktober 2017. Data yang digunakan merupakan data

sekunder dengan teknik total sampling. Seluruh karakteristik yang diteliti diperoleh dari

rekam medik pasien. Data kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel 2010.

Hasil: Terdapat 44 pasien batu saluran kemih dengan hiperurisemia dan 28 pasien dengan

nonhiperurismia. Kelompok usia terbanyak pasien batu saluran kemih dengan

hiperurisemia adalah 46-55 tahun dan 77% adalah laki- laki. Sebanyak 57% dari pasien

mengalami obesitas dan 70% mengalami hipertensi. Penyakit penyerta terbanyak yang

dijumpai pada pasien tersebut adalah obesitas (19,9%) dan hidronefrosis (15,6%).

Sedangkan kelompok kadar asam urat serum terbanyak pada rentang 7-7,9 mg/dL baik

pada laki-laki mupun perempuan.

Kata kunci: Batu Saluran Kemih, Hiperurisemia, Prevalensi, Karakteristik

Page 8: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................... v

ABSTRAK .................................................................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. .... viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2

1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4

2.1. Definisi ....................................................................................................... 4

A. Definisi Asam Urat .................................................................................... 4

B. Definisi Hiperurisemia ................................................................................ 5

C. Batu Saluran Kemih.................................................................................... 6

2.2. Epidemiologi ............................................................................................... 6

2.3 Etiologi ........................................................................................................ 7

A. Hiperurisemia ............................................................................................. 7

B. Batu Saluran Kemih.................................................................................... 8

2.4 Faktor Risiko................................................................................................ 9

A.Hiperurisemia .............................................................................................. 9

B. Batu Saluran Kemih.................................................................................. 10

Page 9: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

ix

2.5 Patogenesis…..………………………...…............................................. ...... 13

A.Hiperurisemia ............................................................................................ 13

B. Batu Saluran Kemih.................................................................................. 14

2.6 Patologi ...................................................................................................... 15

A.Hiperurisemia ............................................................................................ 15

B. Batu Saluran Kemih.................................................................................. 16

2.7 Gambaran klinis ......................................................................................... 16

A.Hiperurisemia ............................................................................................ 16

B. Batu Saluran Kemih.................................................................................. 17

2.8 Diagnosis ................................................................................................... 17

A.Hiperurisemia ............................................................................................ 17

B. Batu Saluran Kemih.................................................................................. 18

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ........................................................................ 21

3.1. Dasar Pemikiran ....................................................................................... 21

3.2. Kerangka Konsep ..................................................................................... 21

3.3. Definisi Operasional ................................................................................. 22

BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................................................ 25

4.1. Desain Penelitian ...................................................................................... 25

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 25

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................ 25

4.4. Teknik Pengambilan Data ......................................................................... 25

4.5. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 26

4.6. Kriteria Seleksi ......................................................................................... 26

4.7. Teknik Pengolahan Data ........................................................................... 26

4.8. Etika Penelitian ....................................................................................... 26

BAB 5 HASIL PENELITIAN .................................................................................... 27

Page 10: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

x

5.1. Data distribusi pasien menurut umur ......................................................... 27

5.2. Data distribusi pasien menurut jenis kelamin ............................................ 28

5.3. Data distribusi pasien menurut indeks massa tubuh ................................... 29

5.4. Data distribusi pasien menurut tekanan darah ............................................ 30

5.5. Data distribusi pasien menurut komorbiditas ............................................. 32

5.6. Data distribusi pasien menurut kadar asam urat serum .............................. 33

BAB 6 PEMBAHASAN .............................................................................................. 35

6.1. Karakteristik pasien menurut umur ........................................................... 35

6.2. Karakteristik pasien menurut jenis kelamin .............................................. 36

6.3. Karakteristik pasien menurut indeks massa tubuh ..................................... 37

6.4. Karakteristik pasien menurut tekanan darah ............................................... 38

6.5. Karakteristik pasien menurut komorbiditas ................................................ 40

6.6. Karakteristik pasien menurut kadar asam urat serum ................................ 43

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 45

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 47

LAMPIRAN

Page 11: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Klasifikasi berat badan untuk orang Asia (WHO 2000) ................................ 23

Tabel 3.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 ..................................................... 23

Tabel 5.1 Distribusi pasien BSK dengan hiperurisemia menurut umur ........................ 27

Tabel 5.2 Distribusi pasien BSK dengan hiperurisemia menurut jenis kelamin ............ 28

Tabel 5.3 Distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut takanan

darah............................................................................................................. ................... 29

Tabel 5.4 Distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut IMT ...................................... 30

Tabel 5.5 Distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut komorbiditas ......................... 31

Tabel 5.6 Distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut kadar asam urat pada pasien laki-

laki .............................................................................................................................. 33

Tabel 5.7 Distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut kadar asam urat pada pasien

perempuan .................................................................................................................. 33

Page 12: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1: Keragka konsep penelitian ....................................................................... 21

Gambar 5.1 Diagram distribusi pasien BSK dengan hiperurisemia menurut umur ........ 28

Gambar 5.2 Diagram distribusi pasien BSK dengan hiperurisemia menurut jenis kelamin

.................................................................................................................................... 28

Gambar 5.3 Diagram distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut tekanan darah....... 29

Gambar 5.4 Diagram distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut IMT ..................... 30

Gambar 5.5 Diagram distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut komorbiditas ........ 32

Gambar 5.6 Diagram distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut kadar asam urat

serum pada pasien laki-laki .......................................................................................... 33

Gambar 5.7 Diagram distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut kadar asam urat

serum pada perempuan ................................................................................................ 34

Page 13: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Batu saluran kemih atau urolitiasis adalah sebuah material solid yang terbentuk di

saluran kemih ketika konsentrasi substansi normal urin menjadi sangat tinggi. Batu yang

terbentuk terdiri atas kristal-kristal organik maupun anorganik. Lebih dari 80% batu

saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik kalsium oksalat maupun kalsium fosfat,

sedangkan sisanya berasal dari asam urat, magnesium amonium fosfat, xantin, sistein,

dan komponen batu lainnya (Putra, 2006).

Penyakit ini merupakan salah satu penyebab morbiditas terbanyak bagian urologi di

seluruh dunia (Jabbar dkk, 2014). Batu saluran kemih menjadi masalah kesehatan yang

cukup diperhitungkan karena banyak dijumpai pada usia produktif yakni antara umur 30-

60 tahun. Jumlah kejadian batu saluran kemih di Indonesia menurut data yang

dikumpulkan dari rumah sakit seluruh Indonesia tahun 2013 sebesar 37.636 kasus baru

(Akmal, 2013).

Salah satu faktor risiko yang cukup berpengaruh pada pembentukan batu saluran

kemih adalah hiperurisemia. Hiperurisemia merupakan keadaan peningkatan kadar asam

urat darah di atas normal yang secara pragmatis berdasarkan berbagai studi epidemologi

dapat digunakan patokan kadar asam urat >7 mg/dL pada laki-laki dan > 6 mg/dL pada

perempuan (Putra, 2006).

Kadar asam urat serum yang tinggi tidak hanya berperan dalam pembentukan kasus

batu asam urat tetapi juga berperan dalam pembentukan jenis batu lainnya. Sebuah

penelitian menemukan bahwa 50% pasien yang mengalami batu kalsium memperlihatkan

hiperkalsiuria yang tidak berkaitan dengan hiperkalsemia. Pada 20% subkelompok ini

terjadi ekskresi berlebihan asam urat melalui urin yang mempermudah terbentuknya batu

Page 14: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

2

kalsium. Asam urat dalam urin diperkirakan membentuk nidus bagi pengendapan kalsium

(Abbas dkk, 2015).

Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai prevalensi

hiperurisemia pada penderita batu saluran kemih serta meneliti karakteristik lainnya.

Terlebih lagi aspek penelitian ini masih belum lebih lanjut diteliti di Indonesia terutama

di RS Universitas Hasanuddin Kota Makassar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pendahuluan yang telah dipaparkan penulis merumuskan masalah

penelitian sebagai berikut :

1. Berapa banyak prevalensi hiperurisemia pada penderita batu saluran kemih di Rumah

Sakit Universitas Hasanuddin Kota Makassar periode 2016-2017?

2. Bagaimana karakteristik pasien batu saluran kemih dengan hiperurisemia di Rumah

Sakit Universitas Hasanuddin Kota Makassar pada periode tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi hiperurisemia pada

penderita Batu Saluran Kemih (urolitiasis) serta karakteristiknya di Rumah Sakit

Universitas Hasanuddin Makassar periode Januari 2016- Juni 2017

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui prevalensi pasien batu saluran kemih dengan hiperurisemia di Rumah

Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Januari 2016-Juni 2017

2. Mengetahui distribusi pasien tersebut berdasarkan usia

3. Mengetahui distribusi pasien tersebut berdasarkan jenis kelamin

Page 15: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

3

4. Mengetahui distribusi pasien tersebut berdasarkan indeks massa tubuh

5. Mengetahui distribusi pasien tersebut berdasarkan tekanan darah

6. Mengetahui distribusi pasien tersebut berdasarkan komorbiditas

7. Mengetahui distribusi pasien tersebut berdasarkan kadar asam urat serum

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Klinik

Manfaat klinik yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai tambahan informasi mengenai faktor risiko batu saluran kemih.

2. Sebagai masukan untuk meningkatkan pencegahan batu saluran kemih.

3. Sebagai masukan kepada dokter dan petugas kesehatan kedepannya tentang

pentingnya pemeriksaan kadar asam urat (hiperurisemia) pada pasien penderita

batu saluran kemih

4. Memberikan informasi berupa fakta-fakta yang berkenaan dengan angka kejadian

batu saluran kemih yang disertai hiperurisemia di Rumah Sakit Universitas

Hasanuddin Makassar periode Januari 2016- Juni 2017

1.4.2 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan sebagai sarana bagi peneliti untuk meningkatkan

pengetahuan dan wawasan mengenai batu saluran kemih dan hiperurisemia dan

sebagai kesempatan untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama menjalani

pendidikan preklinik di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

1.4.3 Manfaat Metodologis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber data untuk penelitian

berikutnya, serta dijadikan sebagai pendorong bagi pihak yang berkepentingan untuk

melakukan penelitian lebih lanjut.

Page 16: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

A. Asam Urat

Asam urat adalah hasil akhir dari katabolisme (pemecahan) purin dalam tubuh.

Purin terdiri atas adenosin dan guanosin yang merupakan salah satu kelompok struktur

kimia pembentuk DNA. Saat DNA dihancurkan, purin pun akan dikatabolisme. Hasil

akhirnya berupa asam urat (Rodwell, 2003).

Pemecahan nukleotida purin terjadi di semua sel, tetapi asam urat hanya

dihasilkan oleh jaringan yang mengandung xantin oksidase terutama di hepar dan usus

kecil. Rerata sintesis asam urat endogen setiap harinya adalah 300-600 mg per hari,

dari diet 600 mg per hari lalu dieksresikan ke urin rerata 600 mg per hari dan ke usus

sekitar 200 mg per hari (Lamb, et al., 2006).

Selain dihasilkan melalui jalur endogen, kadar asam urat tubuh juga dipengaruhi

faktor eksogen yaitu dari diet tinggi purin. Makanan yang mengandung tinggi purin

contohnya adalah jeroan, ikan smelt, ikan sarden, dan mussels. Makanan yang

memiliki purin cukup tinggi seperti ikan asin, ikan trout, haddock, scallops, daging

kambing, sapi, hati, ikan salmon, dan ayam kalkun. Purin terdapat dalam semua

makanan yang mengandung protein. Oleh karena itu, penghentian konsumsi sumber

purin secara total tidak dapat dilakukan (Sutrani et al, 2004).

Asam urat lebih mudah berikatan atau larut dalam urin dibandingkan dengan air,

mungkin karena adanya urea, protein, dan mukopolisakarida. Kelarutannya sangat

dipengaruhi oleh pH urin itu sendiri. Pada pH 5,0 urin menjadi lebih jenuh dengan

asam urat pada konsentrasi antara 360 sampai 900 μmol/L (6 sampai 15 mg/dL). Pada

pH 7,0 saturasi tercapai dengan konsentrasi antara 158 dan 200 mg/ dL. Bentuk asam

Page 17: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

5

urat yang terionisasi dalam urin berupa mono dan disodium, amonium dan kalsium

urat (Wortmann, 2012).

Asam urat merupakan produk yang tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Hanya

5% asam urat yang terikat plasma dan sisanya akan difiltrasi secara bebas oleh

glomerulus. Dari semua asam urat yang difiltrasi, 99% akan direabsorpsi oleh tubulus

proksimal. Kemudian 7-10% fraksi asam urat akan disekresi oleh tubulus distal

(Vedercchia et al., 2000; Dincer et al., 2002; Berry et al., 2004).

Ekskresi netto asam urat lokal pada manusia normal rata-rata adalah 400-600

mg/jam. Normalnya dua pertiga hingga tiga perempat urat yang dihasilkan dikeluarkan

melalui ginjal dan sebagian besar dibuang melalui usus. Kira-kira 8% sampai 12%

asam urat yang disaring oleh glomerulus dikeluarkan dalam urin sebagai asam urat

(Wortmann, 2012).

B. Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah

di atas normal. Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan metabolisme asam urat

(overproduction), penurunan pengeluaran asam urat urin (underexcretion), atau

gabungan keduanya (Putra, 2009).

Hiperurisemia dapat didefenisikan sebagai konsentresi asam urat lebih dari 7,0

mg/dL. Defenisi ini didasarkan pada kriteria fisikokimiawi, epidemiologi dan

berkaitan dengan penyakit. Secara fisikokimiawi, hiperurisemia adalah konsentrasi

urat dalam darah melebihi batas kelarutan urat monosodium dalam plasma, 415

μmol/L ( 6,8 mg/dL ). Secara pragmatis berdasarkan berbagai studi epidemologi dapat

digunakan patokan kadar asam urat >7 mg/dL pada laki-laki, dan > 6 mg/dL pada

perempuan. Risiko menderita gout dan batu saluran kemih meningkat pada konsentrasi

Page 18: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

6

urat lebih dari 7,0 mg/dL dan meningkat sebanding dengan derajat peningkatan

konsentrasi (Wortmann, 2012).

C.Batu Saluran Kemih

Batu saluran kemih merupakan benda padat yang dibentuk oleh presipitasi

berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih. Hal ini disebabkan oleh

pengendapan substansi yang kadarnya berlebih atau adanya faktor lain yang

menyebabkan peningkakan daya larut substansi dalam urin. Kandungan batu terdiri

atas kalsium oksalat (60%), fosfat sebagai campuran kalsium, ammonium, dan

magnesium fosfat (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%) (Grace, 2007).

Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal, batu

ureter, batu kandung kemih, dan batu uretra. Batu ginjal (nefrolitiasis) merupakan

penyebab terbanyak kelainan saluran kemih. Di negara maju seperti Amerika Serikat,

Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak dijumpai pada saluran kemih bagian atas,

sedangkan di negara berkembang seperti India, Thailand, dan Indonesia lebih banyak

dijumpai saluran kemih bagian bawah (Dinda, 2008).

2.2 Epidemiologi

Batu saluran kemih (BSK) sudah lama dikenal dan merupakan salah satu masalah

kesehatan yang cukup besar. Dari sekian banyak kelainan di bidang urologi, batu urin

menempati urutan ketiga, setelah infeksi saluran kemih (ISK) dan kelainan baik prostat

(Stoller, 2000).

Jumlah kejadian nefrolitiasis di Indonesia berdasarkan data yang dikumpulkan dari

rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah

kunjungan sebesar 58.959 orang, sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar

Page 19: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

7

19.018 orang, dengan jumlah kematian sebesar 378 orang atau sebesar 1,98% dari semua

jumlah pasien yang dirawat (Akmal, 2013).

Prevalensi tertinggi di Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa

Tengah, dan Sulawesi Tengah masing-masing sebesar 0,8 persen. Sulawesi Selatan

sendiri memiliki prevalensi penyakit batu ginjal sebesar 0,3 persen (Riskesdas, 2013).

Prevalensi penyakit batu ginjal berdasarkan wawancara meningkat seiring dengan

bertambahnya usia, tertinggi pada kelompok usia 55-64 tahun (1,3%), menurun sedikit

pada kelompok usia 65-74 tahun (1,2%) dan usia ≥75 tahun (1,1%). Prevalensi lebih

tinggi pada laki-laki (0,8%) dibanding perempuan (0,4%). Prevalensi tertinggi pada

masyarakat tidak bersekolah dan tidak tamat SD (0,8%) serta masyarakat wiraswasta

(0,8%) dan status ekonomi hampir sama. Prevalensi di perdesaan sama tinggi dengan

perkotaan (0,6%) (Riskesdas, 2013).

2.3 Etiologi

A. Hiperurisemia

Hiperurisemia disebabkan oleh dua faktor utama yaitu peningkatan produksi dan

penurunan ekskresi atau sering merupakan kombinasi keduanya (Misnadiarly, 2008).

Peningkatan produksi asam urat dalam tubuh disebabkan oleh sintesis asam urat

yang berlebihan. Produksi asam urat yang berlebihan dapat disebabkan oleh diet tinggi

purin atau leukemia yang mendapat terapi sitostatika (Firestein, 2009).

Secara teori, penyebab hiperurisemia dapat dibedakan menjadi hiperurisemia

primer, sekunder dan idiopatik. Hiperurisemia primer adalah hiperurisemia tanpa

disebabkan penyebab atau penyakit tertentu. Hiperurisemia sekunder adalah

hiperurisemia yang disebabkan oleh penyakit atau penyebab lainnya. Hiperurisemia

idiopatik merupakan hiperurisemia yang belum jelas penyebabnya (Putra, 2009 ).

Page 20: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

8

a) Hiperurisemia primer

Hiperurisemia primer terdiri dari hiperurisemia dengan kelainan molekuler yang

masih belum jelas dan hiperurisemia karena adanya kelainan enzim spesifik.

Hiperurisemia primer karena kelainan molekuler yang belum jelas terbanyak didapat

yaitu mencapai 90% yang terdiri dari hiperurisemia underexretion (80-90%) dan

overproduction (10-20%). Hiperurisemia primer karena enzim spesifik diperkirakan

hanya sebesar 1%, yaitu peningkatan aktivitas varian dari

phosphoribosylpyrophosphatse synthase dan sebagian enzim dari hypoxanthine

phosphoribosyltransferse. Kelainan yang menyababkan gangguan pada pengeluaran

asam urat di urin belum jelas, kemungkinan gangguan pada sekresi asam urat di tubulus

ginjal (Putra, 2012).

b) Hiperurisemia sekunder

Hiperuresemia sekunder dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelainan yang

menyebabkan peningkatan biosintesa de nevo di mana terjadi peningkatan degradasi

ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan underexretion.

Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosistesis de nevo terdiri dari kelainan

karena kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada Lesh-Nyhan syndrome, kekurangan

enzim glucosa-6-phosphatsen pada Von Gierkee, dan kelainan kekurangan enzim

fructose-1-phosphate aldolase (Putra, 2012).

Hiperurisemia sekunder yang disebabkan oleh underexretion disebabkan karena

penurunan massa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus, penurunan fructional uric acid

clearance dan pemakaian obat-obatan (Putra, 2012).

B. Batu Saluran Kemih

Penyebab pasti BSK belum diketahui, oleh karena banyak faktor yang

dilibatkannya. Diduga dua proses yang terlibat dalam BSK yakni supersaturasi dan

Page 21: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

9

nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam

jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume urin dan kimia urin yang menekan

pembentukan batu menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat, asam urat

dan kristal hidroksiapatit membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian merekat

(adhesi) di inti untuk membentuk campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi

heterogen. Analisis batu yang memadai akan membantu memahami mekanisme

patogenesis BSK dan merupakan tahap awal dalam penilaian dan terapi pada penderita

BSK.(Smith, 2010)

2.4 Faktor Risiko

A. Hiperurisemia

Faktor risiko hiperurisemia diantaranya:

a) Usia

Prevalensi hiperurisemia meningkat di atas usia 30 tahun pada pria dan di atas 50

tahun pada wanita. Hal ini disebabkan karena proses degeneratif yang menyebabkan

penurunan fungsi ginjal. Penurunan fungsi ginjal akan menghambat eksresi asam

urat dan akhirnya menyebabkan hiperurisemia Anak-anak jarang menderita

hiperurisemia, jika anak-anak terserang hiperurisemia, kemungkinan ada penyakit

lain yang menyebabkan kadar asam urat tinggi, seperti gangguan hormon, penyakit

ginjal, kanker darah ataupun faktor keturunan (Liu et al, 2011).

b) Jenis Kelamin

Jenis kelamin juga mempengaruhi kadar asam urat. Prevalensi pria lebih tinggi

daripada wanita untuk mengalami hiperurisemia. Hal ini dikarenakan wanita

memiliki hormon estrogen yang membantu dalam eksresi asam urat. Hal ini

menjelaskan mengapa wanita pada post-menopause memiliki resiko hiperurisemia

(Mc Adam-De Maro et al, 2013).

Page 22: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

10

c) Indeks Massa Tubuh

Obesitas memiliki peran dalam terjadinya hiperurisemia. Pada orang yang

mengalami obesitas, akan terjadi penumpukan adipose yang akhirnya akan

menyebabkan peningkatan produksi asam urat dan penurunan eksresi asam urat

yang dapat memicu terbentuknya batu saluran kemih (Lee et al, 2013).

B. Batu Saluran Kemih

Proses pembentukan batu saluran kemih hingga saat ini masih belum diketahui,

hanya diduga terdapat beberapa faktor yang berperan. Faktor tersebut diantaranya

(Chohan, 2009) :

1. Faktor genetik pada: septiuria, hiperkalsiuria primer

2. Faktor biologis berupa:

a. Supersaturasi urin

b. Faktor proteksi yang kurang

c. pH urin

d. Nukleasi

3. Jenis kelamin (pria tiga kali lebih banyak)

4. Usia (puncak usia pria yang menderita BSK adalah 30 tahun, wanita memiliki dua

puncak usia yaitu 35 dan 55 tahun)

5. Ras (lebih banyak pada ras Asia dan Afrika)

6. Gaya hidup (kebiasaan minum dan olahraga/bergerak)

7. Sosial ekonomi (masyarakat ekonomi tinggi lebih sering batu saluran kemih atas,

sedangkan ekonomi rendah lebih sering batu saluran kemih bawah)

8. Geografis (pada suhu tinggi, lebih sering terjadi)

9. Infeksi (masih belum jelas)

Page 23: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

11

Faktor yang sangat berpengaruh secara langsung terjadinya batu saluran kemih

adalah faktor biologis. Berikut penjelasan lebih lanjut (Sja’bani, 2001):

1. Supersaturasi urin. Adanya kelebihan suatu bahan dalam urin hingga melebihi batas

kelarutannya. Bahan-bahan tersebut adalah garam-garam oksalat, sistin, asam urat, dan

xantin. Dalam konsentrasi tinggi, terutama jika ditambah dengan penurunan volume

urin, memudahkan terjadinya kristalisasi. Faktor yang mempengaruhi terjadinya

supersaturasi adalah pH urin, konsentrasi caian, dan kekuatan ion.

Konsentrasi zat yang mempengaruhi pembentuk batu saluran kemih diantaranya:

a. Hiperkalsiuria

Hiperkalsiuria adalah ekskresi kalsium berlebih melalui urin melebihi 200 mg dalam

24 jam atau lebih dari 4 mg Ca/kgbb/24 jam. Hiperkalsiuria adalah keadaan

metabolik abnormal tersering pada pasien batu kalsium (Mollerup, 2002)

b. Hiperurikosuria

Keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat urin. Batu asam urat murni

jarang terjadi tapi mudah rekuren. Hal-hal yang mempengaruhi batu asam urat

adalah rendahnya pH dan volume urin serta hiperurikosuria. Secara lengkap, dapat

dilihat pada bagan di bawah:

Uric acid nephrolithiasis

Low urinary pH

Congenital

disorder Obesity >< Insulin resistance

Low urin volume

Primary gout

High animal

protein diet

Hyperuricosuria

Diarrheal states

Myeloproliverative

disorder

Uricosuric

medications

Page 24: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

12

Hiperurikosuria terjadi pada 10% pasien dengan batu kalsium, di mana kristal asam

urat membentuk nidus untuk deposisi kalsium dan oksalat (Kramer, 2003).

c. Hiperoksaluria

Hiperoksaluria adalah ekskresi oksalat urin melebihi 45 mg/hari. Hiperoksaluria

meningkatkan risiko terjadinya batu kalsium oksalat. Sebuah percobaan menyatakan

bahwa testosteron mendukung terbentuknya batu melalui penekanan ekspresi

osteopontin pada ginjal dan peningkatan ekskresi oksalat urin. Sedangkan estrogen

bekerja sebaliknya dan menurunkan ekskresi oksalat urin (Yagisawa, 2001).

d. Hipositraturia

Hipositraturia adalah ekskresi sitrat urin <250 mg/hari. Sitrat dapat menghambat

pembentukan batu kalsium melalui kompleks kalsium-sitrat (Dey, 2002)

2. Faktor proteksi. Urin normal memiliki zat-zat yang dapat memecahkan kristal yang

sudah terbentuk, mencegah agar kristal tidak melekat dengan cara membungkusnya,

dan membuat garam urin untuk menghambat pembentukan kristal. Pada kondisi zat

proteksi yang rendah, akan lebih mudah terbentuk batu saluran kemih. Selain itu,

infeksi juga dapat menurunkan faktor proteksi dalam urin, sehingga lebih mudah pula

terbentuknya batu. Inti yang stabil harus tumbuh dan berkelompok untuk membentuk

sebuah batu yang mempunyai arti klinis. Urin mempunyai banyak inhibitor poten pada

proses pertumbuhan dan pengelompokan kalsium oksalat dan kalsium fosfat, tetapi

tidak berfungsi untuk penghambatan asam urat, sistin atau struvit. Piroposfat anorganik

adalah inhibitor poten untuk kalsium fosfat dari pada kalsium oksalat. Glikoprotein

menghambat pembentukan kalsium oksalat (Favus et al, 2000).

3. PH urin. Kadar pH urin yang bervariasi mempengaruhi terbentuknya kristal garam.

Hal tersebut terjadi pada kadar urin yang terlalu asam atau terlalu basa. Normalnya pH

urin dijaga pada kadar 5,6-6,5 agar tidak terbentuk batu saluran kemih. Pada pH yang

Page 25: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

13

terlalu asam, akan lebih mudah terbentuk batu asam urat, sedangkan pada pH yang

terlalu basa, akan memudahkan terbentuknya batu kalsium dan struvit. Batu asam urat

akan lebih mudah terbentuk pada pH yang rendah dikarenakan kelarutan asam urat urin

yg lebih rendah pada pH yang rendah. Pada pH 5, kelarutan asam urat sangat rendah,

sehingga jumlah asam urat yang rendah cukup untuk menyebabkan terbentuknya kristal

asam urat. Sedangkan pada pH 6,5, kelarutan asam urat tinggi, hingga asam urat

sebesar 12 mg/dL masih dapat dilarutkan dalam urin. Variasi pH urin dipengaruhi

berbagai hal. pH urin yang rendah dipengaruhi oleh diet protein hewani yang tinggi,

gout, obesitas, dan resistensi insulin. Selain itu, diare juga mempengaruhi rendahnya

pH (Wein, 2007)

4. Nukleasi. Inti kristal dapat terbentuk dari partikel debris atau nidus iregular di dalam

dinding saluran kemih. Inti kristal tersebut dapat menjadi sumber terjadinya batu.

Sedangkan debris, sebagai sumber dari inti kristal, dapat terbentuk karena adanya benda

asing, aliran urin kurang lancer, obstruksi, kelainan kongenital, maupun infeksi (Bani,

2001)

2.5 Patogenesis

A. Patogenesis Hiperurisemia

Asam urat sendiri merupakan hasil akhir dari metabolisme purin. Proses

pembentukan asam urat sebagian besar berasal dari metabolisme nukleotida purin

endogen, guanylic acid (GMP), inosinic acid (IMP), dan adenylic acid (AMP).

Perubahan intermediate hypoxanthine dan guanine menjadi xanthine dikatalisis oleh

enzim xanthine oxidase dengan produk akhir asam urat. Asam urat merupakan produk

yang tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut (Vedercchia et al., 2000; Dincer et al.,

2002; Berry et al., 2004).

Page 26: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

14

Pada keadaan normal senyawa ini akan mengalir dalam darah dan dibawa ke ginjal

untuk diekskresikan melalui urin. Namun asam urat ini bersifat sukar larut dalam air

sehingga senyawa ini dapat menumpuk di berbagai tempat dalam tubuh seperti di sendi

ataupun di ginjal bila kadarnya berlebih (Murray dkk, 2006).

B. Patogenesis Batu Saluran Kemih

Batu saluran kemih biasanya muncul karena kerusakan keseimbangan antara

kelarutan dan pengendapan garam. Ginjal harus menampung air dan mengeluarkan

bahan yang memiliki kelarutan yang rendah. Kedua hal tersebut harus seimbang selama

adaptasi terhadap diet, iklim, dan aktivitas. Urin memiliki zat-zat seperti pirofosfat,

sitrat, dan glikoprotein yang bisa menghambat kristalisasi. Namun, mekanisme

pertahanan zat-zat tersebut kurang sempurna ketika urin menjadi jenuh atau mengalami

supersaturasi bahan larut yang dikarenakan tingkat ekskresi berlebihan dan atau karena

urin yang tertampung terlalu lama mengakibatkan agregasi pembentukan batu. Sebuah

larutan dikatakan padat jika terdapat saturasi atau kejenuhan dalam kesetimbangan zat

tersebut. Apabila konsentrasi zat dalam larutan di atas titik jenuh (saturation point)

akan mendukung untuk terjadinya pembentukan kristal dan jika semakin tinggi dari

saturasi kejenuhan maka kristal dapat berkembang secara spontan menjadi batu.

Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastabil (tetap larut) dalam urin

jika tidak ada keadaan tertentu yang membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian

beragregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup

mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel

saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga

membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.

Page 27: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

15

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada

tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (urin statis), yaitu pada

sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya keainan bawaan pada pelvikalises,

divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna,

striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan

terjadinya pembentukan batu (Dinda, 2008).

2.6 Patologi

A. Penyakit-penyakit dengan Peningkatan Kadar Asam Urat

a. Gout

Gout berupa penyakit rematik yang ditandai dengan tingginya kadar asam urat di

dalam darah dan asam urat yang terdeposito berupa kristal di sendi (Lvarez-lario et al,

2011). Gout adalah suatu proses inflamasi yang diprakarsai oleh deposisi jaringan

monosodiumurat kristal. Sebuah serangan yang khas merupakan monoartritis akut

disertai klasik tanda-tanda peradangan (Albertoni et al, 2012 ).

b. Batu saluran kemih

Hiperurisemia dan gout merupakan faktor risiko independen batu saluran kemih,

tidak hanya untuk batu asam urat, tetapi juga untuk batu kalsium oksalat. Prevalensi

batu kalsium oksalat pada pasien dengan gout adalah 10 sampai 30 kali lebih tinggi dari

pada di individu tanpa gout, hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan ekskresi kalsium

dan penurunan ekskresi sitrat (Alvarez-lario et al, 2011).

c. Penyakit ginjal

Asam urat dapat menyebabkan nefropati akut dan kronis yang dapat

mengakibatkan kerusakan ginjal. Nefropati akut terjadi kerena pengendapan asam urat

Page 28: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

16

pada tubulus ginjal, sedangkan nefropati kronis disebabkan oleh endapan kristal

natrium urat dalam interstitium medula ginjal yang menghasilkan respon inflamasi

kronik dengan fibrosis intersitial dan kerusakan ginjal yang kronis (Alvarez, 2011).

d. Hipertensi

Banyak yang berpikir bahwa hiperurisemia adalah respon sekunder dari hipertensi

karena peningkatan asam urat. Tetapi hiperurisemia merupakan faktor risiko terjadinya

hipertensi, hal ini diakibatkan karena peningkatan kadar asam urat akan mengaktivasi

sistem ginjal-angiotensin dan vasokontriksi pembuluh ginjal akibat mediasi inflamasi

(Alvarez-lario et al, 2011).

B. Batu Saluran Kemih

Beberapa patologi yang bisa timbul akibat adanya batu pada saluran kemih:

1.Batu staghorn berukuran besar, mengisi pelvis dan kaliks ginjal, dan menyebabkan

pielonefritis rekuren dan kerusakan parenkim ginjal

2.Batu lainnya lebih kecil, berukuran antara beberapa millimeter sampai 1-2 cm. Jenis

ini menyebabkan masalah biasanya pada ureter. Batu ureter dapat menyebabkan

hematuria dan batu kandung kemih dapat menyebabkan infeksi. Batu kandung kemih

kronis memiliki predisposisi menjadi karsinoma skuamosa.

2.7 Gambaran Klinis

A. Hiperurisemia

Hiperurisemia yang lama dapat merusak sendi, jaringan lunak, dan ginjal.

Hiperurisemia bisa juga asimtomatis. Dua pertiga dari penderita hiperurisemia tidak

menampakkan gejala klinis (Misnadiarly, 2008).

Page 29: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

17

B. Batu Saluran Kemih

Keluhan yang disampaikan oleh pasien batu saluran kemih tergantung pada posisi

batu, besar batu, dan penyulit lain. Keluhan yang paling sering dirasakan adalah nyeri

pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik atau non-kolik. Nyeri kolik terjadi

karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises atau ureter meningkat dalam usaha

mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik ini menyebabkan

tekanan intraluminal juga meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf

yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri nonkolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal

karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal (Dinda, 2008).

Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada

saat berkemih. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar spontan setelah melalui

hambatan pada perubahan uretero-pelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat

ureter masuk ke dalam buli-buli (Dinda, 2008).

Hematuria yang seringkali dikeluhkan pasien terjadi akibat trauma pada mukosa

saluran kemih oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan

urinalisis berupa hematuria mikroskopik (Dinda, 2008).

Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan

kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan

anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera

dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika (Dinda, 2008).

2.8 Diagnosis

A. Hiperurisemia

Secara umum penyebab hiperurisemia dapat ditentukan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis ditujukan untuk melihat

Page 30: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

18

faktor keturunan atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder dari hiperurisemia

(Putra, 2012).

Hasil pemeriksaan fisik biasanya asimtomatik dan tidak ada penemuan fisik

spesifik . Pemeriksaan fisik untuk mengetahui kelainan sekunder yang menyertai

dengan menemukan tanda-tanda seperti anemia, phletora, pembesaran organ limfa,

gangguan kardiovaskuler dan kelainan ginjal (Putra, 2012).

Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk memastikan penyebab hiperurisemia.

Pemeriksaan penunjang yang rutin dikerjakan adalah pemeriksaan darah rutin untuk

asam urat darah dan kreatinin, pemeriksaan urin untuk asam urat dan kreatinin dalam

24 jam, dan pemeriksaan lain yang diperlukan. (Putra, 2012).

Pemeriksaan asam urat dalam 24 jam penting dikerjakan untuk mengetahui

hiperurisemia apakah overproduction atau underexcretion. Laki-laki dengan fungsi

ginjal normal mengeluarkan kurang dari 3,6 mmol/hari (600 mg/ hari). Dikatakan

overproduction jika hasil pemeriksaan urin terdapati lebih dari 1000 mg/ hari

(Wortmann, 2012).

Metode umum untuk pemeriksaan asam urat serum adalah (a) metode

kolorimetrik, berdasarkan pada reduksi phospho-tungstic acid oleh asam urat untuk

menghasilkan warna tungsten biru, (b) high performance liquid chromatography

(HPLC), (c) metode urikase menggunakan enzim spesifik oksidasi asam urat oleh

oksigen menghasilkan hidrogen peroksida, allantoin dan karbon dioksida.

B. Batu Saluran Kemih

Terdapat beberapa cara untuk mendiagnosis batu saluran kemih mulai dari

anamnesis gejala, diet, penyakit lain termasuk riwayat batu ginjal keluarga, dan

pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan fisik dapat dilihat berdasarkan kelainan fisik pada

daerah organ yang bersangkutan: (a) Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardia,

Page 31: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

19

keringatan, mual, dan demam (tidak selalu); (b) pada keadaan akut, paling sering

ditemukan flank tenderness, hal ini disebabkan oleh obstruksi sementara saat batu

melewati ureter menuju kandung kemih.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi urinalisis, darah dan

pemeriksaan penunjang lain seperti X-Ray atau CT scan.

Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi hematuria, bakteriuria, atau

adanya kandungan nitrit dalam urin. Selain itu, pH urin harus diuji karena batu sistin

dan asam urat dapat terbentuk jika nilai pH kurang dari 6,0 mg/dL, sementara batu

kalsium fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk pada pH urin lebih dari 7,2 mg/dL.

Urinalisis adalah pengujian sampel urin. Sampel urin dikumpulkan dalam wadah

khusus yang dianalisis di laboratorium. Urinalisis dapat menunjukkan apakah seseorang

memiliki infeksi atau ada tidaknya zat-zat pembentuk batu pada urin pasien. Pada

pemeriksaan darah dapat menunjukkan tentang zat-zat biokimia yang dapat

menyebabkan batu saluran kemih.

Diagnosis BSK dapat dilakukan dengan beberapa tindakan radiologis yaitu:

a. Foto polos abdomen

Foto polos dapat menentukan besar, jumlah, lokasi, serta komposisi batu pada traktus

urinarius. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan

paling sering ditemukan dibandingkan jenis batu lain. Sedangkan batu asam urat

bersifat radiolusen (Purnomo, 2011).

Keterbatasan pemeriksaan ini adalah tidak dapat memperlihatkan batu radiolusen, batu

kecil, atau batu yang tertutupi bayangan struktur tulang. Pemeriksaan ini tidak dapat

membedakan batu dalam ginjal atau batu di luar ginjal (Sja’bani,2006). Oleh karena itu,

foto polos perlu ditambah dengan pemeriksaan foto pielografi intravena yang bertujuan

Page 32: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

20

mendetaksi batu semi-opak maupun batu non-opak yang tidak dapat telihat pada foto

polos abdomen (Purnomo, 2011).

b. Computed tomography

Noncontrast spiral CT Scan sekarang menjadi pilihan pada pasien dengan kolik ginjal

akut. Metode ini lebih cepat dan murah dibandingkan dengan IVP karena menampilkan

struktur peritoneal dan retroperitoneal untuk membatu diagnosis yang belum pasti.

Kekurangannya adalah tidak memberikan gambaran anatomi yang rinci seperti IVP

yang mungkin perlu dalam intervensi. Matriks batu dengan jumlah kalsium yang tinggi

akan mempermudah evaluasi oleh CT. Gambaran batu asam urat akan memiliki

gambaran yang tidak jauh berbeda dengan batu kalsium oksalat (Carter et al, 2014).

c. Intravenous pyelography (IVU)

IVU terdiri dari serangkian film polos yang diambil setelah pemberian media kontras

larutan iodinecontaning melalui suntikan intravena. IVU kurang diandalkan dalam

diagnosis batu ginjal karena memiliki akurasi hanya sekitar 50% (Sotton, 2003).

d. Retrograde pyelography

Metode ini digunakan untuk menggambarkan struktur anatomi saluran kemih bagian

atas dan melokalisasi batu yang kecil dan radiolusen (Carter et al, 2014).

e. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu

pada keadaan alergi dengan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita hamil.

Pemeriksaan ultrasonografi dapat menilai adanya batu ginjal yang ditunjukkan sebagai

echoic chadow, hidronefrosis, pionefrosis atau pengerutan ginjal (Purnomo, 2011).

Keterbatasn pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukan batu ureter, dan tidak

dapat membedakan klasifikasi batu.

Page 33: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

21

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Dasar Pemikiran

Berdasarkan tinjuan pustaka yang ada, terdapat hubungan antara hiperurisemia

dan batu saluran kemih (BSK). Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian

mengenai prevalensi hiperurisemia pada penderita batu saluran kemih serta

karakteristiknya di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Januari

2016- Juni 2017.

3.2 Kerangka Penelitian

3.2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1: Keragka konsep penelitian

Asam urat serum

Hiperurisemia

Batu Saluran

Kemih (BSK)

Umur

Jenis Kelamin

IMT

Tekanan Darah

Komorbiditas

Komposisi batu

Page 34: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

22

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel fokus penelitian

Variabel Penelitian:

1. Variabel terikat (dependent) adalah batu saluran kemih (BSK)

2. Variabel bebas (independent) yaitu umur, jenis kelamin, IMT, tanda vital,

komorbiditas, dsn kadar asam urat serum.

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Variabel Dependen

a. Batu Saluran Kemih

Penegakkan diagnosis batu saluran kemih berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologi yang dilakukan di Rumah Sakit

Universitas Hasanuddin Makassar periode Januari 2016- Juni 2017.

3.2.2 Variabel Independen

a. Umur

Umur merupakan selisih tahun kedatangan pasien berobat dengan tahun kelahiran

pasien. Umur diukur dalam satuan tahun. Cara ukur dengan mencatat variabel umur

sesuai yang tercantum pada rekam medik. Berdasarkan Depkes 2009 hasil ukur umur

diklasifikasikan menjadi remaja (12-25 tahun), dewasa (26-45 tahun), lansia (46-65

tahun), dan manula (≥65 tahun).

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin yaitu karakteristik biologis seksual dari lahir yang bersifat permanen.

Cara ukur dilakukan dengan mencatat variabel jenis kelamin sesuai yang tercantum

pada rekam medik. Variasi hasil berupa laki-laki dan perempuan

Page 35: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

23

c. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator status gizi subjek penelitian untuk

mengetahui derajat kegemukan dengan rumus sebagai berikut :

Berat Badan (Kg)

IMT = -------------------------------------------------------

Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

Cara pengukuran dengan menghitung langsung IMT dengan menggunakan data berat

badan dan tinggi badan pasien yang terdapat dalam rekam medik.

Tabel 3.1 Klasifikasi berat badan untuk orang Asia (WHO 2000)

Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko morbiditas

Kurus <18.5 Rendah

Normal 18.5-22.9 Sedang

Pra-obes 23-24.9 Meningkat

Obes I 25-29.9 Sedang

Obes II ≥ 30 Berat

d.Tekanan darah

Tekanan darah adalah hasil pengukuran tekanan darah yang dilakukan saat pertama kali

pasien tersebut datang berobat di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar

periode Januari 2016- Juni 2017. Data hasil pengukuran tanda vital diperoleh dengan

mencatat langsung sesuai yang tertera pada rekam medik pasien.

Tabel 3.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 (dan) <80

Pre-hipertensi 120-139 (atau) 80-89

HT stadium 1 140-159 (atau) 90-99

HT stadium 2 ≥160 (atau) ≥100

Page 36: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

24

e. Komorbiditas

Komorbiditas adalah penyakit penyerta yang sedang diderita pasien disamping

penyakit utama (BSK) baik yang sedang menimbulkan gejala maupun tidak. Data

diperoleh berdasarkan data yang tertulis dalam rekam medik pasien.

f. Komposisi Batu

Komposisi batu saluran kemih adalah kandungan batu yang diperoleh melalui

analisa batu urin maupun batu yang diperoleh melalui operasi. Analisis batu

dilakukan berdasarkan tes kimiawi yang ditentukan secara semi kuantitatif. Hasil

yang diperoleh dapat berupa kalsium oksalat, struvit, brushit, asam urat,

ammonium urat, fosfat, apatit, oksalat. Data diperoleh melalui hasil Laboratorium

Patologi Klinik Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Januari

2016- Juni 2017 yang tertera dalam rekam medik.

g. Kadar Asam Urat Darah

Kadar asam urat darah adalah hasil pengukuran laboratorium level asam urat darah

pasien pada saat berobat di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar

periode Januari 2016-Juni 2017. Data diperoleh dari rekam medik pasien. Hasil

pengukuran berupa angka dengan satuan mg/dL

Page 37: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

25

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan dilakukan adalah suatu penelitian deskriptif

observasional yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan masalah

penelitian yang terjadi berdasarkan prevalensi hiperurisemia pada pasien batu saluran

kemih serta karakteristiknya berdasarkan umur, jenis kelamin, IMT, tanda vital,

komorbid yang ada, kadar asam urat darah melalui penggunaan rekam medik sebagai

data penelitian.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin , Kota

Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan pada Januari 2016 sampai Juni 2017.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh penderita Batu Saluran Kemih yang telah terdiagnosis dan

berobat di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Kota Makassar provinsi Sulawesi

Selatan periode Januari 2016-Juni 2017.

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi

4.3.3 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel adalah total sampling, yaitu mengambil seluruh pasien

BSK di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Januari 2016 sampai Juni

2017 yang memenuhi kriteria inklusi.

Page 38: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

26

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan data sekunder yang diperoleh

dari rekam medik penderita BSK yang telah berobat di Rumah Sakit Universitas

Hasanuddin periode Januari 2016 sampai Juni 2017

4.5 Kriteria Seleksi

4.5.1 Kriteria Inklusi

1. Terdaftar sebagai penderita batu saluran kemih dengan hiperurisemia di Rumah

Sakit Universitas Hasanuddin, Makassar kunjungan Januari 2016 – Juni 2017.

2. Memiliki rekam medik dengan pengisian yang lengkap termasuk pemeriksaan

asam urat dan variabel karakteristik penderita.

3. Pemeriksaan asam urat menggunakan sampel darah vena.

4. Merupakan subjek penelitian dengan umur di atas 26 tahun (dewasa).

4.5.2 Kriteria Eksklusi

1. Tidak terbacanya rekam medik.

2. Terdapat data yang tidak lengkap dari variable yang dibutuhkan.

3. Pengukuran asam urat yang menggunakan darah perifer.

4. Pasien yang sedang mengalami critical illness (PJK, Keganasan, dll)

4.6 Teknik Pengolahan Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan program Microsoft Excel 2010.

4.7 Etika Penelitian

1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak rumah sakit sebagai

permohonan izin untuk melakukan penelitian.

2. Menjaga kerahasiaan identitas sampel penelitian sehingga diharapkan tidak ada pihak

yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

Page 39: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

27

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pengambilan data dilaksanakan di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar

pada tanggal 24 September-27 Oktober 2017. Data diperoleh dari rekam medik pasien

dengan populasi dalam penelitian ini sebanyak 429 pasien. Hanya 72 pasien dari total

populasi yang memiliki hasil pemeriksaan asam urat dan dari 72 pasien tersebut 44

pasien yang menderita batu saluran kemih dengan hiperurisemia dan 28 pasien

nonhiperurisemia. Seluruh pasien batu saluran kemih dengan hiperurisemia yang

memenuhi kriteria inklusi selanjutnya menjadi sampel penelitian. Variabel komposisi

batu saluran kemih semula merupakan bagian yang akan diteliti, tetapi saat dilakukan

pengambilan data hanya ditemukan 1 rekam medik yang mencantumkan komposisi batu

sehingga variabel tersebut dikeluarkan dari variabel yang akan diteliti.

Sampel yang telah diperoleh kemudian diolah kembali berdasarkan umur, jenis

kelamin, indeks massa tubuh, tekanan darah, komorbiditas, serta kadar asam urat serum.

Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan

hasilnya dapat dilihat sebagai berikut.

5.1 Distribusi Pasien BSK dengan Hiperurisemia menurut Umur

KELOMPOK UMUR JUMLAH

PENDERITA PERSENTASE

26-35 tahun 0 0

36-45 tahun 11 25%

46-55 tahun 15 34%

56-65 tahun 12 27%

>65 tahun 6 14%

TOTAL 44 100%

Tabel 5.1 Distribusi pasien BSK dengan hiperurisemia menurut umur

Page 40: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

28

Tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 44 pasien BSK dengan

hiperurisemia, terdapat 0 pasien (0%) umur dewasa awal (26-35 tahun), 11 pasien (25%)

dewasa akhir (36-45 tahun), 15 pasien (34%) lansia awal (46-55 tahun), 12 pasien (27%)

lansia akhir (56-65 tahun), dan 6 pasien (14%) merupakan manula (>65 tahun).

5.2 Distribusi Pasien BSK dengan Hiperurisemia menurut Jenis Kelamin

JENIS KELAMIN JUMLAH

PENDERITA PERSENTASE

Laki-Laki 34 77%

Perempuan 10 23%

TOTAL 44 100%

Tabel 5.2 Tabel distribusi pasien BSK dengan hiperurisemia menurut jenis kelamin

Sumber: Diolah dari data rekam medik pasien BSK hiperurisemia di RS Unhas tahun 2016-2017

Gambar 5.1 Diagram distribusi pasien BSK dengan hiperurisemia menurut umur

0

5

10

15

20

26-35tahun

36-45tahun

46-55tahun

56-65tahun

>65 tahun

Distribusi Pasien BSK dengan Hiperurisemia menurut Kelompok Umur

77%

23%

Distribusi Pasien BSK dengan Hiperurisemia menurut Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

Gambar 5.2 Diagram distribusi pasien BSK dengan hiperurisemia menurut jenis

kelamin

Page 41: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

29

Dari tabel dan diagram di atas didapatkan bahwa jumlah penderita BSK dengan

hiperurisemia menurut jenis kelamin, 34 pasien (77 %) laki-laki dan 10 pasien (23%)

perempuan.

5.3 Distribusi Pasien BSK Hiperusemia menurut Tekanan Darah

TEKANAN DARAH JUMLAH

PENDERITA PERSENTASE

Normal 5 11%

Pre-Hipertensi 20 45%

Hipertensi stage 1 9 20%

Hipertensi stage 2 10 23%

TOTAL 44 100%

Dari tabel dan diagram dapat dilihat distribusi pasien BSK dengan hiperurisemia

menurut tekanan darah didapatkan 5 pasien (11 %) normotensi, 20 pasien (45%) pre-

hipertensi, 9 pasien (20 %) hipertensi stage I, 10 pasien (23%) hipertensi stage II.

Tabel 5.3 Tabel distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut takanan darah

Sumber: Diolah dari data rekam medik pasien BSK hiperurisemia di RS Unhas tahun 2016-2017

Gambar 5.3 Diagram distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut tekanan darah

Sumber: Diolah dari data rekam medik pasien BSK hiperurisemia di RS Unhas tahun 2016-2017

0

5

10

15

20

25

Normal Pre-Hipertensi Hipertensistage I

Hipertensistage II

Distribusi Pasien BSK dengan Hiperurisemia menurut Tekanan Darah

Page 42: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

30

5.4 Distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)

KLASIFIKASI IMT (kg/m2)

JUMLAH

PENDERITA PERSENTASE

Kurus <18.5 0 0%

Normal 18.5-22.9 8 18%

Pra-obes 23-24.9 8 18%

Obes I 25-29.9 23 52%

Obes II ≥ 30 5 11%

TOTAL 44 100%

Dari hasil penelitian didapatkan 0 pasien (0 %) yang memiliki IMT kurang, 8 pasien

(18 %) yang memiliki IMT normal, 8 pasien (18 %) pre-obesitas, 23 pasien (52%)

termasuk kelompok obesitas kelas I, 5 pasien (11%) termasuk kelompok obesitas kelas II.

Tabel 5.4 Tabel distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut IMT

Sumber: Diolah dari data rekam medik pasien BSK hiperurisemia di RS Unhas tahun 2016-2017

Sumber: Diolah dari data rekam medik pasien BSK hiperurisemia di RS Unhas tahun 2016-2017

Gambar 5.4 Diagram distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut IMT

0

5

10

15

20

25

Kurang Normal Pre-obes Obes I Obes II

Distribusi Pasien BSK dengan Hiperurisemia menurut IMT

Page 43: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

31

5.5 Distribusi Pasien BSK Hiperusemia menurut Komorbiditas

KOMORBIDITAS JUMLAH

PENDERITA PERSENTASE

Obesitas 28 23.5%

Hipertensi 18 15.1%

Gout Arthritis 18 15.1%

CKD 8 6.7%

Dislipidemia 8 6.7%

DM tipe 2 6 5.0%

AKI 4 3.4%

CAD 3 2.5%

Anemia 3 2.5%

BPH 3 2.5%

CHF 2 1.7%

Kista ginjal 2 1.7%

HHD 2 1.7%

ACP 1 0.8%

Dispepsia 1 0.8%

Colelithiasis 2 1.7%

NAFLD 1 0.8%

Atrofi ginjal 1 0.8%

ISK 1 0.8%

GERD 1 0.8%

TB Paru 1 0.8%

LBP 1 0.8%

Post NHS 1 0.8%

Neuropati 1 0.8%

Hemoroid 1 0.8%

Tinea corporis 1 0.8%

TOTAL 119 100%

Sumber: Diolah dari data rekam medik pasien BSK hiperurisemia di RS Unhas tahun 2016-2017

Tabel 5.5 Tabel distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut komorbiditas

Page 44: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

32

Dari tabel dan diagram dapat dilihat bahwa distribusi pasien BSK dengan

hiperurisemia menurut komorbiditas yang ada didapatkan 28 pasien (23,5%) dengan

obesitas, 18 pasien (15,1%) dengan hipertensi dan gout arthritis, 8 pasien (6,7%) dengan

chronic kidney disease, 8 pasien (6,7%) dengan dislipidemia, 6 pasien (5,0%) dengan

DM tipe 2, 4 pasien (3,4%) dengan acute kidney injury, masing-masing 3 pasien (2,5%)

dengan coronary artery disease, anemia, dan BPH, masing-masing 2 pasien (1,7%)

dengan congestive heart failure, kista ginjal, hypertension heart disease, dan

cholelithiasis, serta masing-masing 1 pasien (0,8%) dengan atypical chest pain,

dispepsia, non alcoholic fatty liver disease, atrofi ginjal, infeksi saluran kemih, GERD,

TB paru, low back pain, post hemorrhagic stroke, neuropati, hemoroid, dan tinea

corporis. Total penderita menjadi 119 yang artinya 1 pasien dapat memiliki komorbiditas

lebih dari 1 penyakit.

Gambar 5.5 Diagram distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut komorbiditas

Sumber: Diolah dari data rekam medik pasien BSK hiperurisemia di RS Unhas tahun 2016-2017

0

5

10

15

20

25

30O

besi

tas

Hip

erte

nsi

Go

ut

Art

hri

tis

CK

D

Dis

lipid

emia

DM

tip

e 2

AK

I

CA

D

An

emia

BPH CH

F

Kis

ta g

inja

l

HH

D

AC

P

Dis

pep

sia

Co

lelit

hias

is

NA

FLD

Atr

ofi

gin

jal

ISK

GER

D

TB P

aru

LBP

Po

st N

HS

Ne

uro

pat

i

Hem

oro

id

Tin

ea c

orp

ori

s

Distribusi Pasien BSK dengan Hiperurisemia menurut Komorbiditas

Page 45: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

33

5.6 Distribusi Pasien BSK Hiperurisemia menurut Kadar Asam Urat Serum

KADAR ASAM

URAT

JUMLAH

PENDERITA

(L)

PERSENTASE

7-7,9 10 29%

8-8,9 6 18%

9-9,9 8 24%

10-10,9 5 15%

11-11,9 4 12%

12-12,9 1 3%

TOTAL 34 100%

KADAR ASAM

URAT

JUMLAH

PENDERITA

(P)

PERSENTASE

6-6,9 4 40%

7-7,9 4 40%

8-8,9 1 10%

9-9,9 1 10%

TOTAL 10 0%

Sumber: Diolah dari data rekam medik pasien BSK hiperurisemia di RS Unhas tahun 2016-2017

Gambar 5.6 Diagram distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut kadar asam urat

serumpada pasien laki-laki

Tabel 5.6 Tabel distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut kadar asam urat pada

pasien laki-laki

0

2

4

6

8

10

12

7-7,9 8-8,9 9-9,9 10-10,9 11-11,9 12-12,9

Distribusi Pasien BSK dengan Hiperurisemia Laki-Laki menurut Kadar Asam Urat Serum

(mg/dL)

Sumber: Diolah dari data rekam medik pasien BSK hiperurisemia di RS Unhas tahun 2016-2017

Tabel 5.7 Tabel distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut kadar asam urat pada

pasien perempuan

Sumber: Diolah dari data rekam medik pasien BSK hiperurisemia di RS Unhas tahun 2016-2017

Page 46: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

34

Dari hasil penelitian mengenai kadar asam urat pasien BSK hiperurisemia pada laki-

laki didapatkan 10 pasien (29%) memiliki kadar asam urat pada kisaran 7-7,9 mg/dL, 6

pasien (18%) dengan kadar asam urat antara 8-8,9 mg/dL, 8 pasien (24%) dengan kadar

asam urat antara 9-9,9 mg/dL, 5 pasien (15%) dengan kadar asam urat antara 10-10,9

mg/dL, 4 pasien (12%) dengan kadar asam urat antara 11-11,9 mg/dL, dan 1 pasien (3%)

dengan kadar asam urat antara 12-12,9 mg/dL. Sedangkan pada perempuan didapatkan

4 pasien (40 %) memiliki kadar asam urat pada kisaran 6-6,9 mg/dL, 4 pasien (40 %)

dengan kadar asam urat antara 7-7,9 mg/dL, 1 pasien (10%) dengan kadar asam urat

antara 8-8,9 mg/dL, dan 1 pasien (10%) dengan kadar asam urat antara 9-9,9 mg/dL.

Gambar 5.7 Diagram distribusi pasien BSK hiperurisemia menurut kadar asam urat

serum pada perempuan

0

1

2

3

4

5

6-6,9 7-7,9 8-8,9 9-9,9

Distribusi Pasien BSK dengan Hiperurisemia Perempuan menurut Kadar Asam Urat

Serum (mg/dL)

Sumber: Diolah dari data rekam medik pasien BSK hiperurisemia di RS Unhas tahun 2016-2017

Page 47: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

35

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Pasien BSK dengan Hiperurisemia menurut Umur

Hasil penelitian di atas menunjukkan kelompok umur 46-55 tahun memiliki angka

kejadian BSK dengan hiperurisemia paling tinggi, dan mulai menurun pada kelompok

umur >65 tahun, sedangkan kelompok umur 26-35tahun memiliki angka kejadian BSK

paling rendah. Hal ini menunjukkan kelompok usia produktif akhir merupakan usia

paling rentan terkena BSK dengan hiperurisemia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Heru dkk tahun

2013 di RSUD Majalengka menunjukkan bahwa distribusi pasien BSK berdasarkan usia,

prevalensi terbanyak ditemukan pada kelompok usia <55 tahun yaitu sebanyak 58 orang

(58%). Penelitian yang dilakukan oleh Nurlina pada tahun 2008 juga menunjukkan

bahwa penderita nefrolitiasis paling banyak pada umur 40-49 tahun.(Heru dkk, 2013)

Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil riskesdas 2013 di mana prevalensi batu ginjal

tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (1,3%). Perbedaan ini dapat disebabkan

karena penelitian yang dilakukan menggunakan jumlah sampel yang jauh lebih sedikit

dibandingkan jumlah sampel riskesdas tahun 2013.

Dalam penelitian (Kok, 1999) mengenai faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya

kristalisasi, menerangkan bahwa peningkatan batu meningkat sesuai umur dan mencapai

tingkat maksimal pada usia dewasa. Ginjal berkembang mulai bayi sampai dewasa.

Seiring dengan peningkatan kapasitas konsentrasi ginjal mengakibatkan terjadinya

peningkatan kristalisasi di loop of Henle. Nefron pada usia anak belum berkembang,

ditandai oleh pendeknya dan kurangnya volume urin di tubulus proksimal maupun di

lengkung Henle (loop of Henle). Ukuran yang pendek ini membuat berkurangnya

Page 48: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

36

kesempatan pembentukan kristal kalsium fosfat. Alasan ini yang menerangkan mengapa

insidens pembentukan batu saluran kemih pada anak-anak lebih rendah dibandingkan

dengan orang dewasa.

Sedangkan untuk prevalensi hiperurisemia sendiri pada pria juga meningkat di atas

usia 30 tahun dan pada wanita di atas usia 50 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses

degeneratif yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal sehingga menghambat eksresi

dari asam urat dan akhirnya terjadi peningkata kadar asam urat serum (Liu et al, 2011)

Meningkatnya prevalensi BSK dengan hiperurisemia pada kelompok umur 45-55

tahun diduga berkaitan dengan faktor gaya hidup orang-orang dengan usia produktif,

mulai dari kurangnya asupan air perhari, konsumsi makanan tanpa memperhatikan nilai

gizi, dan kurangnya aktivitas fisik (olahraga).

6.2 Karakteristik Pasien BSK dengan Hiperurisemia menurut Jenis Kelamin

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin yang lebih banyak menderita

batu saluran kemih dengan hiperurisemia adalah laki-laki (77%) dibandingkan

perempuan (23%) atau dengan perbandingan 3,4:1.

Hal ini sesuai dengan teori yang ada sebelumnya bahwa batu saluran kemih pada

laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan

prevalensi batu ginjal lebih tinggi pada laki-laki (0,8%) dibandingkan perempuan (0,4%).

Hal ini disebabkan kadar kalsium urin sebagai bahan pembentuk batu pada wanita lebih

rendah daripada laki-laki dan kadar sitrat urin sebagai bahan penghambat terjadinya batu

(inhibitor) pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki (Menon, 2002).

Hormon estrogen wanita mampu mencegah agregasi garam kalsium, sedangkan

hormon testosteron yang tinggi pada pria menyebabkan peningkatan oksalat endogen

oleh hati yang selanjunya memudahkan tejadinya kristalisasi (Lina, 2008).

Page 49: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

37

Selain itu, jenis kelamin juga mempengaruhi kadar asam urat. Prevalensi pria lebih

tinggi daripada wanita untuk mengalami hiperurisemia. Hal ini dikarenakan wanita

memiliki hormon estrogen yang membantu dalam proses eksresi asam urat. Ini

menjelaskan mengapa wanita post-menopause memiliki risiko hiperurisemia sama

dengan laki-laki.

6.3 Karakteristik Pasien BSK dengan Hiperurisemia Indeks Massa Tubuh

Distribusi penderita BSK dengan hiperurisemia berdasarkan indeks massa tubuh

didapatkan bahwa pasien BSK dengan hiperurisemia lebih tinggi pada kelompok obesitas

yaitu sebanyak 28 orang (63%) dibandingkan pasien BSK hiperurisemia dengan indeks

massa tubuh normal yaitu 8 orang (18%).

Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Heru dkk pada tahun 2013

di RSUD Majalengka menemukan bahwa pasien nefrolitiasi tidak obesitas lebih tinggi

sebanyak 70 orang (68%) dibandingkan dengan pasien nefrolitiasis yang obesitas sekitar

33 orang (32%).

Akan tetapi, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dipublikasikan oleh

The Journal of American Medical Association yang menemukan peningkatan indeks

massa tubuh dan lingkar pinggang berhubungan dengan peningkatan prevalensi batu

ginjal. Dengan peningkatan IMT, pasien cenderung mengalami asidosis metabolik ringan,

yang akan berpengaruh pada meningkatnya ekskresi asam (menurunkan pH urin) dan

menurunkan ekskresi sitrat yang pada akhirnya akan terjadi peningkatan signifikan

eksresi kalsium dan asam urat yang memicu proses kristalisasi dan terbentuknya batu.

Beberapa studi menghubungkan obesitas akan menyebabkan resistensi insulin

sebagai akibat dari defek ammoniagenesis ginjal. Resistensi insulin pada orang-orang

obesitas akan memberikan efek hiperkalsiuria yang berpotensi meningkatkan risiko BSK

Page 50: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

38

dengan material kalsium. Studi ini juga menyebutkan bahwa kandungan asam urat urin

lebih tinggi pada pasien obesitas dibandingkan yang tidak obesitas (Taylor 2005).

Para peneliti di Universitas Texas-Southwestern Medical Center, Dallas menemukan

bahwa kelebihan berat badan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi terhadap risiko

terjadinya batu ginjal, khususnya batu asam urat. Untuk pertama kalinya, hasil penelitian

tersebut menunjukkan hubungan langsung antara batu asam urat dengan kelebihan berat

badan atau obesitas. Batu jenis tersebut ditemukan 5% pada pasien dengan batu ginjal

biasa dan 30% pada penderita batu ginjal dengan obesitas (Taylor 2005).

6.4 Karakteristik Pasien BSK dengan Hiperurisemia Tekanan Darah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah pasien yang menderita batu

saluran kemih dengan hiperurisemia cenderung tinggi dengan prevalensi terbanyak

adalah kelompok pre-hipertensi yaitu sebanyak 20 orang (45%) dan kelompok hipertensi

sebanyak 19 orang (53%) baik hipertensi stage 1 maupun stage 2. Hal ini tentunya

dipengaruhi oleh banyak faktor lain yakni usia, indeks massa tubuh dan komorbiditas

yang ada seperti diabetes militus, gagal ginjal, sirosis hepatis.

Hasil penelitian Satoshi dan Hiroomi (2005) menunjukkan adanya hubungan antara

hipertensi dan kejadian batu saluran kemih. Risiko hipertensi untuk menderita BSK

adalah sebesar 4,41 kali dibandingkan yang tidak hipertensi (95%CI 2,85-6,84,

p<0,0001). Pasien dengan batu ginjal memiliki rata-rata sistolik dan disatolik lebih tinggi

dibandingkan dengan pasien tanpa batu (155± 12 mmHg vs. 92±1.28 mmHg).

Borghi et al dalam studi prospektif pada pasien dengan dan tanpa hipertensi, setelah

melakukan follow up selama 8 tahun pada 140 pasien hipertensi dan 140 pasien

normotensi, tanpa riwayat batu saluran kemih sebelumnya, pasien hipertensi memiliki

insiden yang meningkat secara signifikan pada kasus pembentukan batu.(Borghi, 1999)

Page 51: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

39

Tidak semua studi kasus melaporkan risiko terjadinya batu saluran kemih pada

pasien hipertensi. Madore et al melakukan dua studi prospektif besar untuk

megklarifikasi peran hipertensi pada penyakit batu saluran kemih. Pada studi yang

pertama, peneliti menggunakan data yang dikumpulkan dari Health Professionals

Follow–up Study (HPFS) dengan analisis cross-sectional antara pasien hipertensi dan

nefrolitiasis. Hasil follow up data selama 8 tahun memberikan kesan bahwa riwayat

nefrolitiasis pada koresponden memiliki kecenderungan lebih besar untuk menderita

hipertensi (uji multivariate, OR=1,29, 95% CI dari 1,12-1,41). Hal yang tidak diduga,

pasien hipertensi justru tidak memiliki insiden yang tinggi pada kasus baru nefrolitiasis

(OR=0,99, 95% CI= 0,82-1,21). Pola yang sama ditemukan pada studi yang kedua.

Dua studi kasus ini mengkonfirmasi hubungan antara hipertensi dan batu saluran

kemih pada beberapa studi kasus sebelumnya. Madore et al mengusulkan bahwa bukan

hipertensi yang menjadi faktor risiko pembentukan batu melainkan batu saluran kemih

yang dapat menjadi predispoasisi terjadinya hipertensi di masa mendatang (Madore dkk,

1999).

Selain itu, sebuah jurnal dari American College of rheumatology yang dipublikasikan

pada tahun 2011 dengan total ada 18 studi kohort prospektif mewakili data dari 55607

partisipan menunjukkan bahwa hiperurisemia berhubungan dengan risiko peningkatan

insiden hipertensi. Pada kenaikan 1 mg/dl kadar asam urat akan meningkatkan insiden

hipertensi sebesar 1,13 kali setelah disesuaikan dengan faktor perancu lainnya. Efek ini

meningkat secara signifikan pada populasi yang lebih muda dan populasi wanita (Peter,

2011).

Percobaan acak yang dilakukan pada 30 orang dewasa hiperurisemia yang hipertensi

menunjukkan bahwa menurunkan level asam urat dengan alopurinol akan menurunkan

tekanan darah setelah periode 4 minggu (Feig, 2008).

Page 52: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

40

Hiperurisemia telah dihubungkan dengan penyakit ginjal dan kardiovaskular, diduga

karena degenerasi oleh ROS (reactive oxigent species) yang selanjutnya berakibat pada

disfungsi endotel. Efek enzimatik xantin oksidase menghasilkan pembentukan ROS dan

asam urat. Banyak studi memperlihatkan penghambatan xantin oksidase dengan

alopurinol dapat menghambat disfungsi endotel. Lebih jauh lagi, percobaan klinis pada

tikus telah menunjukkan bahwa hiperurisemia yang diinduksi hipertensi dan penyakit

vaskular dapat diminimalkan dengan suplementasi nitricoxide synthase (NOS) yaitu

enzim yang mengkatalisis pembentukan nitric oxide (NO). NO adalah molekul penting

yang berperan dalam mengatur tonus vaskular maupun angiogenesis. Dari penelitian

yang dilakukan oleh Keshla et al tahun 2004 pada tikus jantan Sparugue Dawley

menemukan bahwa tikus hiperurisemia yang mengalami penurunan nitric oxide serum

dapat ditingkatkan kembali kadar NO serumnya dengan menurunkan kadar asam urat

(Keshla, 2004)

6.5 Karakteristik Pasien BSK dengan Hiperurisemia menurut Komorbiditas

Komorbiditas terbanyak yang ditemukan bersamaan dengan batu saluran kemih

hiperurisemia yang diteliti adalah obesitas sebanyak 28 pasien (23,5%), gout artritis dan

hipertensi sebanyak 18 pasien (15,1%), disusul penyakit ginjal kronis dan dislipidemia

masing-masing sebanyak 8 pasien (6,7%), diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 6 pasien

(3,4%), serta acute kidney injury atau gagal ginjal akut sebanyak 4 pasien (3,4%).

Suatu penelitian besar dilakukan oleh Rule et al yang mengidentifikasi populasi

Olmsted County Minnesota sejak tahun 1984-2003 menemukan 4564 penderita batu

saluran kemih. Komorbiditas yang ditemukan terbanyak adalah obesitas sebanyak 1017

orang (22,3%), dislipidemia 860 orang (18,8%), hipertensi 848 orang (18,6%), diabetes

420 orang (9,2%), infark miokard 178 orang (3,5%), gout 135 orang (3%), dan penyakit

ginjal kronik 116 orang (2,5%) (Rule, 2010).

Page 53: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

41

Dari dua hasil penelitian di atas dapat dilihat adanya persamaan komorbiaditas batu

saluran kemih yakni obesitas, dislipidemia, hipertensi, diabetes mellitus, gout artritis, dan

penyakit ginjal kronik walaupun dengan persentase yang berbeda.

Berdasarkan studi oleh Shiddiqui et al adanya sumbatan batu saluran kemih

merupakan faktor besar yang dapat menyebabkan morbiditas timbulnya hidronefrosis

maupun gagal ginjal. Terbentuknya batu dapat menjadi sumbatan pada saluran kemih.

Sumbatan ini menyebabkan stagnasi aliran urin menuju ureter bagian distal. Kebiasaan

masyarakat Indonesia di mana penyakit dengan gejala yang sudah teratasi akan dibiarkan

hingga berlarut-larut. Terjadinya pelebaran sistem pelvikaliks pada ginjal biasanya terjadi

dalam jangka waktu yang lama atau sudah kronis. Namun, faktor ukuran batu

berpengaruh terhadap cepatnya proses sumbatan. Keadaan ini dapat diketahui dan diukur

dengan menggunakan modalitas radiologi, CT-scan, atau USG.(Shiddiqui, 2011)

Obstruksi aliran urin juga dapat mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah

ginjal dan penurunan aliran darah ginjal, yang selanjutnya berakibat pada iskemik yang

signifikan dan kerusakan parenkim ginjal permanen. Kerusakan parenkim ginjal memicu

peningkatan growth factor yang akan membawa kearah penumpukan jaringan ikat dan

fibrosis. Pada keadaan yang sudah lanjut dapat berujung pada penurunan fungsi ginjal

dan berakhir pada penyakit ginjal kronik (Sigurjonsdottir, 2015).

Selain obesitas dan hipertensi sebagai komorbiditas terbanyak yang ditemukan pada

penlitian ini, di mana hubungan obesitas dan hipertensi terhadap kejadian batu saluran

kemih telah dibahas sebelumnya, dislipidemia juga turut menjadi salah satu penyumbang

komorbiditas.

Penemuan bahwa dislipidemia berhubungan dengan batu saluran kemih, secara

spesifik pada batu asam urat, telah dilaporkan sebelumnya. Namun, penyebab pasti

mengapa dislipidemia bisa menyebabkan batu saluran kemih masih belum ditemukan.

Page 54: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

42

Hubungan antara sindrom metabolik (dislipidemia, hipertensi, obesitas, toleransi glukosa

terganggu) dan batu saluran kemih mungkin dapat menjadi penjelasan parsial dari

pengaruh dislipidemia terhadap kejadian BSK. Salah satu penjelasan sindrom metabolik

menyebabkan batu saluran kemih adalah adanya resistensi insulin yang selanjutnya

berkembang menjadi ammoniogenesis ginjal sehingga terjadi asidosis metabolik.

Asidosis metabolik yang terjadi dapat menyebabkan demineralisasi tulang dan reabsorpsi

sitrat di ginjal sehingga terjadi hiperkalsiuria dan hipositraturia. Hipositraturia menjadi

faktor risiko pembentukan batu asam urat karena rendahnya pH urin. (Torricelli, 2014)

Sindrom metabolik juga dapat menjadi penjelasan mengapa obesitas, hipertensi,

diabetes mellitus dapat menjadi komorbiditas dari batu saluran kemih.

Peningkatan risiko infark miokard pada penderita batu saluran kemih diduga karena

dua penyakit ini saling berbagi jalur patofisiologi yang sama. Dalam hal ini komorbiditas

yang ditemukan pada pasien batu saluran kemih juga menjadi faktor risiko terjadinya

penyakit kardiovaskular (infark miokard dan stroke). Ini dapat menjadi target untuk

strategi intervensi di masa mendatang. Riwayat batu saluran kemih mungkin dapat

menjadi tambahan pada alogaritma tingkatan risiko untuk infark miokard (Rule, 2010)

Studi kohort yang dilakukan oleh Landgern et al di Swedia pada tahun 2006-2012

menemukan bahwa insiden batu saluran kemih meningkat secara konsisten pada pasien

dengan gout pada semua umur dan jenis kelamin, dibandingkan pada populasi kontrol,

dengan insiden tertinggi pada pasien dengan gout usia 20-39 tahun. Lebih jauh, risiko

pertama kali terkena batu saluran kemih meningkat pada pasien dengan gout

dibandingkan dengan kelompok kontrol yakni sebesar 60%, keseluruhan dengan faktor

risiko yang sama. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dosis alopurinol yang adekuat

menurunkan proporsi kandungan asam urat batu saluran kemih pada pasien dengan gout.

Ditambah lagi, alopurinol telah menunjukkan memiliki kemungkinan efek protektif

melawan rekurensi batu saluran kemih dengan batu kalsium (Landgern, 2017)

Page 55: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

43

Pasien dengan gout sering kali menunjukkan secara persisten level pH urin yang

rendah, di mana hal ini dapat meningkatkan konsentrasi asam urat tak terlarut. Ketika

konsentrasi asam urat tak terlarut meningkat di atas ambang batas 200 mg/L pada pH 5,3,

kristal asam urat mulai terbentuk dan akhirnya berkembang menjadi batu saluran kemih

(Kramer, 2003)

6.6 Karakteristik Pasien BSK Hiperurisemia menurut Kadar Asam Urat Serum

Kadar asam urat serum pada penelitian ini dibagi menurut jenis kelamin karena

standar hiperurisemia pada laki-laki (>7 mg/dL) berbeda dengan perempuan (>6 mg/dL).

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien batu saluran kemih dengan

hiperurisemia pada laki-laki terbanyak memiliki kadar asam urat serum antara 7-7,9

mg/dL sebanyak 10 orang (29%) disusul kelompok 9-9,9 mg/dL sebanyak 8 orang (24%).

Jumlah pasien mulai menurun pada kelompok dengan kadar asam urat ≥10 mg/dL. Pasien

batu saluran kemih dengan hiperurisemia perempuan terbanyak memiliki kadar asam urat

serum antara 6-7,9 mg/dL yakni sebanyak 8 orang (80%). Hasil ini menunjukkan bahwa

semakin tinggi kadar asam urat tidak berarti jumlah penderita batu saluran kemih dengan

hiperurisemia menjadi lebih banyak.

Penelitian yang dilakukan oleh Rini (2008) di RSUD Dr.Kanujoso Djatiwibowo

Balikpapan dengan 161 sampel menemukan bahwa adanya hubungan yang signifikan

antara peningkatan kadar asam urat serum dengan kejadian batu ginjal.

Penelitian yang dilakukan oleh Kim et al menganalisis hubungan level asam urat

serum dengan insiden batu ginjal dengan menggunakan data dari studi kohort orang

dewasa Korea yang menjalani pemeriksaan kesehatan selama periode 2002-2012. Dalam

studi ini, peneliti menemukan risiko pembentukan batu yang baru meningkat seiring

dengan peningkatan konsentrasi asam urat serum pada laki-laki tetapi tidak pada

perempuan (Kim S, 2017).

Page 56: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

45

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap pasien batu saluran kemih (BSK)

dengan hiperurisemia di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Januari

2016 sampai Juni 2017 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Prevalensi hiperurisemia pada pasien batu saluran kemih di Universitas Hasanuddin

Makssar periode Januari 2016-Juni 2017 lebih banyak dibandingkan pasien non

2. Angka kejadian BSK dengan hiperurisemia paling tinggi pada kelompok umur 46-55

tahun dan paling rendah pada kelompok umur 26-35 tahun

3. Jumlah pasien BSK dengan hiperurisemia pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan

perempuan dengan perbandingan 3,4:1

4. Frekuensi kategori IMT terbanyak pada pasien BSK hiperurisemia adalah kelompok

obesitas

5. Kelompok tekanan darah pasien BSK dengan hiperurisemia terbanyak adalah pasien

dengan prehipertensi dan hipertensi

6. Frekuensi komorbiditas terbanyak adalah obesitas

7. Frekuensi kadar asam urat serum pada laki-laki terbanyak adalah pasien dengan

asam urat serum 7-7,9 mg/dL dan pada perempuan dalam kisaran 6-7,9 mg/dL.

7.2 Saran

1. Hasil penelitian ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut dengan metode dan

sampel yang lebih adekuat agar lebih menggambarkan keadaan populasi yang

sebenarnya.

Page 57: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

46

2. Masih banyak data pasien dari Rumah Sakit Univesitas Hasanuddin yang tidak

lengkap, sehingga perlu dilengkapi untuk memudahkan penelitian selanjutnya

3. Berdasarkan data yang diperoleh, tidak ditemukan data mengenai hasil analisa jenis

batu sehingga disarankan perlu dilakukan analisa jenis batu untuk memudahkan

penelitian dan pengembangan upaya-upaya kesehatan.

Page 58: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

47

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A., 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. 9th ed. Singapura: Elsevier Saunders.

Akmal, 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Batu Saluran Kemih di RSUP

Wahidin Sudirohusodo Makassar. JKKI, 3(5), pp.56-61.

Balitbang Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Balitbang

Kemenkes RI.

Becker, CS., 2009. Emerging urate-lowering therapies. Current opinion in

Rheumatology, 21(2), pp.143-49.

Borghi L, Meschi T, Guerra A, Briganti A, Schianchi T, Allegri F, Novarini A., 1999.

Essential arterial hypertension and stone disease. Kidney Int, (55), pp.2397-406.

Dey, J., 2002. Estrogen replacement increased the citrate and calcium excretion in rates

in postmenopausal women with recurrent urolithiasis. J urology, (167), pp.71-169.

Dinda, 2008. Urolithiasis Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat. [Online]

Available at: www.itokindo.org [Accessed 2 Juni 2017].

Edward, N., 2008. Gout: Clinical features. New York: Springer. pp.9-241.

Firestein, G., 2009. Kelley's textbook of Rheumatology. 8th ed. Philadelphia: W.B

Saunders.

Grace, P., 2007. At a Glance Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: Erlangga.

Heru, H., 2013. Hubungan Karakteristik Pasien dengan Kejadian Nefrolitiasis di RSUD

Majalengka Tahun 2013. Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba, pp.445-

51.

Hidayat, R., 2009. Gout dan Hiperurisemia. Medicinus, pp.22-47.

Kim, S., 2017. Development of nephrolithiasis in asymptomatic hyperuricemia a cohort

study. Am J Kidney disease, 70(2), pp.173-81.

Kok, J., 1999. Risk factors for crystallization in the nephron. American Society of

Nephrology, 10(5), pp.70-364.

Page 59: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

48

Kramer, H., 2003. The association between gout and nephrolithasis in men: the health

professionals follow-up study. Kidney Int, 64, pp.6-1022.

Landgern, A., 2017. Incidence of and risk factors for nephrolithasis in patients with gout

and general population, a cohort study. Arthritis research and therapy, 19, p.173.

Lina, N., 2008. Faktor-faktor risiko kejadian batu saluran kemih pada laki-laki (Studi

Kasus di RS Dr.Kariadi, RS Roemani, dan RSJ Sultan Agung Semarang). Tesis.

Semarang: Universitas Diponegoro.

Liu, B., 2011. The prevalence of hyperuricemia in China: a meta-analysis. BMC Public

Health, 11, p.832.

Madore, F., 1998. Nephrolithiasis and risk of hypertension. Am J Hypertens, 11, pp.46-

53.

Madore, F., 1998. Nephrolithiasis and risk of hypertension in women. Am J Kidney

Disease, 32, pp.802-07.

Menon, M., 2002. Urinary lithiasis: etiology and endourology. In Champbell's Urology.

8th ed. Philadelphia: WB Saunders Company. pp.3230-92.

Misnadiarly, 2008. Mengenal Penyakit Artritis. [Online] Available at:

http://wwww.jurnal.unej.ac.id.index/php/article/view/2606/2434 [Accessed 4 May

2017].

Mollerup, C., 2002. Risk of renal stone events in primary hyperparathyroidism before and

after parathyroid surgery: controlled retrospective follow up study. BMJ, 325,

p.807.

Murray, R., 2006. Harper's Illustrated Biochemistry. Toronto: The McGraw-Hill

Companies Inc.

Neogi, T., 2012. Asymptomatic hyperuricemia:cardiovascular and renal complications. In

Terkeltsub, ed. Gout and other crystal arthropathies. Philadelphia: Elsevier. p.226.

Putra, T., 2006. Hiperurisemia. In S.S.S. Sudoyo, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. pp.7-1213.

Page 60: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

49

Qazi, Y., 2013. Emedicine medscape. [Online] Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/241767-overview#a0104 [Accessed 3

November 2017].

Rini, D., 2008. Hubungan peningkatan kadar asam urat dengan kejdian batu ginjal di

RSUD Dr. Kamujoso Djatiwobowo Balikpapan periode Januari-Desember 2008.

Rule, A., 2010. Kidney stones associate with increased risk for myocardial infarction.

American society of nephrology, 21(10), pp.1641-44.

Shiddiqui, E., 2011. Urolithiasis presentation and ultrasonographic evaluation.

Peofessional Med J, 18(3), pp.380-85.

Sigurjonsdottier, 2015. Impact nephrolithiasis on kidney function. BMC Nephrology, 16,

pp.149-52.

Sja'bani, M., 2001. Pencegahan kekambuhan batu ginjal kalsium idiopatik. In Kumpulan

Makalah Pertemuan Ilmiah ke III. Yogyakarta: Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran UGM. pp.46-64.

Smith, R., 2007. Urinary stones in general urology. California: Lange Medical.

Tappy, J., 2010. Metabolic effects of fructose and the worldwide increase in obesity.

Physiol Rev, pp.23-46.

Taylor, E., 2005. Obesity weight gain and risk of kidney stone. International Braz

Urology, 32(1), pp.62-455.

Wein, A., 2007. Campbell-Walsh Urology. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Wortmann, R., 2009. Gout and hyperuricemia. In B.H.R.S. Firestein, ed. Kelley's

Textbook of Rheumatology. Philadelphia: Saunders Elsevier. pp.506-1481.

Yagisawa, T., 2001. The influence of sex hormones on renal osteopontin expression and

urinary constituents in experimental urolithiasis. J Urology, 166, pp.82-1078.

Page 61: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

LAMPIRAN

Lampiran 1 Biodata Penulis

Lampiran 2 Rekomendasi Persetujuan Etik

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Selesai Meneliti

Lampiran 5 Master Tabel Sampel Penelitian

Page 62: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama Lengkap : Rafidah Sadli Saparina

Stambuk : C111 14 320

Tempat/Tanggal Lahir : Baubau, 29 November 1995

Agama : Islam

Suku : Buton

Alamat : Rusunawa Unhas Blok B, Tamalanrea,Makassar

Nama Ayah : Ir.Tamrin Fatah

Nama Ibu : Sitti Alfiah

Alamat Orang Tua : Jl. Perintis, Betoambari, Baubau, Sulawesi Tenggara

Riwayat Pendidikan :

TK Perwanida (2000-2001)

SDN 1 Bone-Bone (2001-2007)

SMPN 4 Baubau (2007-2010)

SMAN 1 Baubau (2010-2013)

FK Universitas Hasanuddin (2014-sekarang)

Page 63: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...
Page 64: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...
Page 65: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...
Page 66: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

Nama JK NO. RM

Tahun lahir

Tahun masuk

umur imt Tekanan

darah Diagnosis Komorbiditas

kadar asam urat

AM L 5487 1980 2016 36 29,11 130/80 Batu staghorn ginjal sinistra

Hidronefrosis dextra 8,1

yg L 3370 72 20,90 210/110 nefrolitiasis bilateral, cholelit

dm tipe 2 10 th, HT 1 th, asam urat 1 th,ckd

9,3

m.s L 2914 1965 2017 52 25,1 130/70 Batu ureter 1/3 distal

hipertrofi prostat, dislipidemia,bsk

7,8

M.I L 2540 1967 2016 49 34,26 130/80 nefrolitiasis dextra 0,7 cm

dm tipe 2, neuropati, ht, gout, dislipid, tinea corporis,

7,9

h L 13395 1954 2017 63 24,22 160/90 nefrolith bilateral

DM, HT, BPH 7,3

a h L 12268 1967 2017 50 28,9 150/90 Ureterolit hidronefrosis, dislipidemia, ht, gerd, kista ginjal

7,2

aa L 11616 1971 2016 45 22,12 150/100

ureterolit sinistra, nefrolit sinistra, dyspepsia

BSK, AKI renal, Hiperurisemia, ht gr III

9,5

aht L 11997 1951 2016 65 25,61 120/80 nefrolit sinistra

HT, obes, 8,1

dk P 27130 1943 2016 73 25,3 140/80 nefrolit sinistra

ht,dislipid,hiperurisemia 6,9

is L 33725 1976 2016 40 27,9 150/90 nefrolit dextra,

hidrpnefrosis dextra 10,5

Page 67: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

vesicolith

n L 33968 1943 2016 73 25,9 160/90 nefrolit bilateral

hidronefrosis, HT II, hiperurisemia

11,3

dk P 27130 1943 2016 73 26,1 140/80 nefrolit sinistra 1,47

ht, dislipid, hiperurisemia

6,9

p L 44717 1970 2016 46 19,2 140/80

batu pyelum dextra, batu pole tengah ginjal sinistra, batu proximal ureter sinistra 1/3 prox

hidrponefrosis 7,1

lb L 41158 1960 2016 56 22,3 150/90 nerfrolit s, ureterolit s

hidronef s, ht gr II, hiperurisemia

10,3

b P 40888 1959 2017 58 20,51 130/90 nefrolit bil hidronef dextra, hiperurisemia

9,9

a L 40734 1969 2017 48 26,05 100/60 nefrolit bil, 9,5

str P 39851 1964 2017 53 32,8 130/80 batu staghorn dextra

7,6

pb L 47246 1958 2016 58 30,12 130/80 nefrolit bilateral

mild hidronefrosis, CKD, Hiperurisemia, ht, post NHS, gout interkritikal

11,2

ls L 47164 1964 2017 53 28,3 120/70

nefrolit bilateral, kan 0,86x 0,5 cm, kir 2,45x1,

CHF,CAD, Hiperurisemia, obese tipe 2

9,6

Page 68: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

l L 51559 1962 2016 54 24,72 120/80 nefrolit s/d, ureterolith 1/3 prx d

hidronefrosis d, GA, dislipidemia

10,3

h L 52005 1956 2017 61 22,03 130/70 nefrolit bil, kan 1,09, kir: 1,23

CAD, HHD,CKD 7,9

qa L 74828 1961 2017 56 20,05 130/70 batu staghorn bilateral

hidronefrosis dextra, HT, DMt2, TB paru on treat, hiperuricemia

11.0

s L 77116 1972 2017 45 34,29 130/90 batu pole bawah ginjal kiri

hidronefro s 8,8

lu L 68920 1963 2016 53 29,39 140/80 batu staghorn bilateral

hiperurisemia 8,2

ar L 75565 1974 2017 43 28,3 120/80 batu phyelum s

hidronefrosis sisnistra 7,1

nj P 55724 1964 2016 52 28,00 130/90 ureterolith d 1/3 distal, nefrolit d

colelith, hidronefrosis d, CKD stage 5 anemia renal

7,2

b L 73917 1973 2017 44 27,30 120/70 nefrolit s, ureterolit 1/3 prox

hidronefrosiss 7,4

h P 66770 1973 2016 43 27,5 120/70 nefrolit d hidronef d 7,7

h P 67942 1977 2016 39 25,65 180/100 nefrolit d ht, chf nyha II 6,6

np L 57876 1952 2016 64 24,9 160/86 batu staghorn s, nefrolit d kecil pole atas

hidronef, isk komplikata, anwmia mikrositik, hiperurisemia, ht 2

10,3

Page 69: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

s L 66230 1960 2016 56 26,0 110/70 batu pole bawah ginjal kiri

gout, dislipid, hidronef sinistra

10,7

y P 61377 1963 2016 53 23,72 180/100 batu pyelum s azotemia, hipertensi stage 2, aki pos renal

8,5

j L 60834 1959 2016 57 24,0 190/90 nefrolit b

hidronef d, ht gr 2, dispepsia, aki pos renal, kista renal bilateral

9,4

as L 60574 1962 2016 54 26,0 110/80 nefro s gout akut, hemorroid 9.0

ah P 58896 1953 2016 63 29,15 160/100 nefrolit s, acp, cad, colelith, hhd, dyslipidemia

7,1

m L 61539 1980 2016 36 25,5 110/80 nefrolit bik hidronef s, insuf renal, hepatomegali, nafld

9.8

L 50522 1965 2016 51 28,5 110/80 nefro s, vesicolit

dmt2 7,1

f L 50579 1980 2016 36 32,00 120/80 batu ureter 1/3 proximal sinistra

hidronef s, insuf renal 8,1

ahh P 50547 1948 2016 68 23,5 170/80 nefrolit bil radicular lumbosacral pain

6,6

r L 63456 1967 2016 49 27,6 130/80 batu pyrlum ginjal kanan

hidronef dextra 7,6

s L 63264 1966 2017 51 23,9 150/90 nefrolit bil, ureterolit 1/3 prox

hidronef bil 9,9

Page 70: PREVALENSI HIPERURISEMIA PADA PASIEN BATU SALURAN KEMIH ...

an L 61729 1958 2016 58 23,9 130/80 nefrolit bil

aki ppstrenal, ckd g5Ax nefropati, anemia normositik normokrom, ht on treat, hipertrofi prostatz hiperurisemia asim

11,1

am L 5484 1980 2016 36 25,39 120/80 batu staghorn sinistra

atrofi ginjal sinistra, hidronefrosis dextra

12,3

yg L 3370 1945 2016 71 22,9 160/80 nefrolit bil dmt2, ckd stage 4, ht on treat

8,2