Presus Qonita SNNT (Autosaved)

40
STRUMA NODUSA NON TOKSIK Pembimbing : dr. Hj. Fridayati Dewi Mustikawati, Sp.B Disusun Oleh : Qonita Wachidah G1A211076 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN SMF ILMU BEDAH

description

SNNT

Transcript of Presus Qonita SNNT (Autosaved)

Page 1: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

STRUMA NODUSA NON TOKSIK

Pembimbing :

dr. Hj. Fridayati Dewi Mustikawati, Sp.B

Disusun Oleh :

Qonita Wachidah G1A211076

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SMF ILMU BEDAHRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

PURWOKERTO

2013

Page 2: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus yang berjudul

“Struma Nodusa Non Toksik”

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepanitraan Klinik

Di bagian SMF Bedah

RSUD Prof. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh:

Qonita Wachidah G1A211076

Purwokerto, Maret 2013

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Hj. Fridayati Dewi Mustikawati, Sp.B

Page 3: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul

“Struma Nodusa Non Toksik”. Tujuan penulisan ini untuk memenuhi salah satu

syarat mengikuti Kepanitraan Klinik di bagian Ilmu Bedah RSUD Prof. Dr.

Margono Soekardjo, Purwokerto.

Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan

ucapan terima kasih kepada :

1. dr. Hj. Fridayati Dewi Mustikawati, Sp.B selaku pembimbing yang telah

memberikan arahan pada presus ini.

2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

presus ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan presentasi kasus

ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Kami

berharap semoga presentasi kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para

pembaca serta perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang

kedokteran.

Purwokerto, Maret 2013

Penulis

Page 4: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. K

Umur : 34 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pendidikan terakhir : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Banjaranyar 05/02, Pekuncen

Datang di poli : tanggal 02 Februari 2013

Tanggal periksa : tanggal 03 Februari 2013

No.CM : 722663

II. ANAMNESA

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 03 Februari 2013

a.Keluhan Utama : benjolan di leher sebelah kiri depan

b. Keluhan Tambahan: sulit menelan

c.Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 5 (lima) bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita

mengeluh terdapat satu buah benjolan di leher sebelah kiri depan.

Benjolan dirasakan semakin membesar. Selain itu, pasien juga

mengeluhkan sulit menelan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Sejak benjolan muncul, pasien mengeluhkan dada sering terasa

berdebar-debar, mudah lelah, sering berkeringat, dan berat badan

meningkat.

Keluhan benjolan di tempat lain, suara serak serta sulit bernafas

disangkal. Keluhan mudah gugup, mudah gelisah dan cepat emosi serta

sulit tidur disangkal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat keluhan yang sama disangkal

- Riwayat operasi sebelumnya disangkal

- Riwayat penyakit hipertensi disangkal

Page 5: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

- Riwayat penyakit DM disangkal

- Riwayat penyakit ginjal disangkal

- Riwayat penyakit paru disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

e.Riwayat Sosial

- Pasien tinggal serumah dengan suami dan anak - anaknya

- Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

- Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai kesehatan terutama

mengenai kelenjar tiroid dan pembesara kelenjar tiroid masih cukup

rendah.

f. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama.

g. Riwayat Pemakaian Obat

Pasien belum pernah berobat ntuk mengobati keluhan yang dirasakannya

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : Tekanan darah = 100/60 mmHg

Respirasi = 20 kali/menit

Nadi = 86 kali/menit, reguler

Suhu = 36,8 oC

a. Status generalis

1. Kepala : Simetris, mesocephal, rambut tidak mudah dicabut.

2. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat

isokor 3 mm/ 3 mm, reflek cahaya (+/+)

3. Hidung : Discharge (-), deviasi septum nasi (-)

4. Telinga : Simetris kanan kiri, discharge (-)

5. Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-)

Page 6: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

6. Leher

Inspeksi : Trakea di tengah, terdapat benjolan di leher sebelah kiri,

bentuk lonjong, diameter ± 5 cm, benjolan ikut bergerak saat pasien

melakukan gerakan menelan

Palpasi : benjolan teraba kenyal, mobile, batas tegas, nyeri ekan (-)

7. Thorak

1) Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis teraba SIC V LMC sinistra

Perkusi : Batas kanan atas SIC II LPSD

Batas kiri atas SIC II LPSS

Batas kanan bawah SIC IV LPSD

Batas kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1 > S2 , reguler, bising (-), gallop (-)

2) Paru

Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), tidak ada benjolan

Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Batas paru-hepar SIC V dextra

Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan ronkhi (-/-),

Wheezing (-/-)

8. Abdomen

Inspeksi : datar, venektasi (-), sikatrik (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas

Superior : Edema (-/-)

Inferior : Edema (-/-)

Turgor kulit : cukup

Akral : hangat

Vertebrae : Tidak ada kelainan

Page 7: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

9. Status vegetatif

BAK : (+)

BAB : (+)

Flatus : (+)

b. Status lokalis Regio Colli

Inspeksi : terlihat benjolan di leher sebelah kiri depan, bentuk lonjong

diameter ± 5 cm, ikut bergerak saat pasien menelan ludah

Palpasi : benjolan teraba kenyal, mobile, batas tegas, nyeri tekan (-)

c. Indeks Wayne

Gejala + Tanda + -

Dispneu d’effort +1 Tiroid teraba +3 -3

Palpitasi +2 Bising Tiroid +2 -2

Mudah lelah +3 Exophtalmus +2 -

Lebih suka hawa panas -5 Retraksi palpebra +2 -

Lebih suka dingin +5 Kelambatan palpebra +1 -

Berkeringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2

Nafsu makan

bertambah

+3 Tangan panas +2 -1

Nafsu makan

berkurang

-3 Tangan lembab +1 -1

Berat badan

bertambah

+3 Denyut nadi sewaktu

<80/menit -3 -

80-90/menit - -

>90/menit +3 -

Fibrilasi atrium +4 -

Jumlah: 18

Nilai: ≥19: hipertiroid, 11-19: eutiroid, <11: hipotiroid

Page 8: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

IV. RESUME

A. ANAMNESIS

- Pasien perempuan berusia 34 tahun

- Pasien datang dengan keluhan benjolan di leher sebelah kiri depan

sejak 5 bulan lalu

- Benjolan dirasakan semakin membesar. Selain itu, pasien juga

mengeluhkan sulit menelan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Sejak benjolan muncul, pasien mengeluhkan dada sering terasa

berdebar-debar, mudah lelah, sering berkeringat, nafsu makan dan

berat badan meningkat.

- Keluhan benjolan di tempat lain, suara serak serta sulit bernafas

disangkal. Keluhan mudah gugup, mudah gelisah dan cepat emosi

serta sulit tidur disangkal.

- Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan tingkat pengetahuan

tentang kesehatan yang masih cukup rendah

B. INDEX WAYNE

Dari penghitungan berdasarkan criteria-kriteria yang terdapat dalam

indeks Wayne, didapatkan total skor index Wayne sebesar 18, yang

berarti eutiroid (non toksik).

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : Tekanan darah = 100/60 mmHg

Respirasi = 20 kali/menit

Nadi = 86 kali/menit, isi dan tekanan penuh

Suhu = 36,8 oC

Page 9: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

Status lokalis : regio Colli

Inspeksi : terlihat benjolan di leher sebelah kiri depan, bentuk

lonjong, diameter ± 5 cm, ikut bergerak saat pasien

menelan ludah

Palpasi : benjolan teraba kenyal, mobile, batas tegas, tidak nyeri

tekan

V. DIAGNOSA KERJA

Struma Nodusa Non Toksik

VI. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Darah Lengkap

B. Pemeriksaan Hormon Tiroid (Free T3, Free T4, TSH)

C. Pemeriksaan Foto Thorax

VII. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKANDarah Lengkap

Hemoglobin 11,6 g/dl ↓ 14-18Leukosit 6420 /ul 4800 -10800Hematokrit 35 % ↓ 42-52Eritrosit 4,0 10^6/ul ↓ 4,70-6,1Trombosit 277.000 /ul 150.000- 450.000MCV 89,4 fl 79,0 –99,0MCH 31,0 pg 27,0 – 31,0MCHC 34,7 %, 33,0 – 37,0RDW 12,9 % 11,5 – 14,5MPV 10,0 % 7,2 – 11,1

Hitung JenisBasofil 0,6 % 0,0 – 1,0Eosinofil 2,6 % 2,0 – 4,0Batang 0,00 % ↓ 2,00 – 5,00Segmen 68,7 % 40,0 - 70,0Limfosit 21,8 % ↓ 25,0 – 40,0Monosit 6,4 % 2,0 – 8,0

Kimia KlinikSGOT 12 U/L ↓ 15-37SGPT 9 U/L ↓ 20-65Ureum darah 14,8 mg/dL ↓ 14,98 – 35,52

Page 10: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

Kreatinin darah 0,74 mg/dL 0,60 -2,0Glukosa sewaktu 107 mg/dL ≤ 200Hematologi

PT 14,5 detik 11,5 – 15,5APTT 30 detik 25 -35

Seroimunologi\Free T4 1,06 ng/dl 0,93 – 1,7Free T3 3,9 pg/nl 2,0 -4,4TSH 1,13 IU/ml 0,27-4,20HBsAg Non reaktif Non reaktif

VIII. PENATALAKSANAAN

a. Operatif

Subtotal Lobektomi Sinistra

b. Monitoring

Kadar Kalsium Darah

IX. PROGNOSIS

Ad sanationam : ad bonam

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Page 11: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah

pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah

dengan substitusi iodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan

secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umumnya

multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan

berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.

Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan

perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk

involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin.

Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi

kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.

Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena

pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar

tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma

nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.1

A. DEFINISI

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi

karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun

sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar

tersebut menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran

kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai

tanda-tanda hipertiroidisme.

B. EMBRIOLOGI

Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal

pada garis tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula.

Page 12: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

Nantinya penebalan ini berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus

thyroglossalis. Dengan berlanjutnya perkembangan, duktus ini memanjang

dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus ini merubah menjadi tali

padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior, atau

posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang. Pada minggu ke

tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea. Sementara itu tali

padat yang menghubungkan glandula thyroidea dengan lidah, terputus dan

lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah menetap sebagai suatu

sumur yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua lobus pada

ujung terminal ductus thyroglossalis akan membesar sebagai akibat proliferasi

epitel dan membentuk glandula thyroidea.

C. ANATOMI

Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan

oleh isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan

puncaknya ke atas sampai linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya

terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea

merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus oleh selubung yang berasal

dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan

trachea.

Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari

isthmus, biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan

embryonic thyroid yang ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian

anterior di hipofaring. Bagian atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari

kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita

fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os

hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai m. levator glandulae thyroidea.

Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung

kepada ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus

sekitar 20 mm, dan ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole

superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39

mm.

Page 13: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis.

Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah

besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis

dan melingkari duapertiga bahkan sampai tigaperempat lingkaran. A. carotis

communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam suatu

ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal sebelum

masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam

ruang antara fascia media dan prevertebralis.

Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl.

cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl.

paratracheales.

Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang

dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia

servicalis profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau

surgical capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar

paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi

penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum

Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid.

Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior

dextra et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala

dijumpai a. ima, cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan

bersama arterinya, persarafan diatur oleh n. recurrens dan cabang dari n.

laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran

limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe

dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan

permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe

inferior yang menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian

bawah lobus lateral.

Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas

kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n.

laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan

suara menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen.

Page 14: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

D. FISIOLOGI

Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4)

yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triiodotironin (T3).

Iodium nonorganic yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku

hormone tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga

mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. Sebagian

besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap

didalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormone

tiroid akan terikat dengan protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid

binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding

prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulatimg hormone,

TSH) memegang peranan penting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid.

TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal

sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran hormone tiroid

ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang

menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium,

yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.

E. HISTOLOGI

Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel

kecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-

folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid.

Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells

dan C cells (parafollicular cells). Sel folikular menggunakan iodine dari darah

untuk membuat hormone, yang membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel

parafolikular membuat calcitonin, suatu hormone yang membantu

meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium

F. ETIOLOGI

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak

diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala

Page 15: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan

hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi

TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari

bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan

mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar

tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis.

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid

merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

1. Defisiensi iodium

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di

daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,

misalnya daerah pegunungan.

2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.

a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam

kol, lobak, kacang kedelai).

b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya :

thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas,

menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya.

Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan

arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah

didaerah tersebut.

Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik

yakni makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai

aktifitas antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid

akibat rangsangan TSH. Beberapa bahan goitrogenik ditemukan pada

beberapa varietas lobak dan kubis.

G. KLASIFIKASI

Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:

1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan

Page 16: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan

3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal

4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh.

Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:

a. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.

b. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila

kepala ditegakkan.

Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut:

1. Nontoxic diffuse goiter

2. Endemic

3. Iodine deficiency

4. Iodine excess

5. Dietary goitrogenic

6. Sporadic

7. Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis

8. Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid

9. Iodine deficiency

10. Compensatory following thyroidectomy

11. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above

12. Uninodular or multinodular

13. Functional, nonfunctional, or both.

Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon

tiroksin, maka bisa dibagi menjadi:

1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada

penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin

berlebihan.

2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.

3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.

4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi

Page 17: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:

1 Berdasarkan jumlah nodul;

a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter

(uninodosa)

b. bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.

5. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk

nodul tiroid yaitu :

a. nodul dingin

b. nodul hangat

c. nodul panas.

6. Berdasarkan konsistensinya

a. nodul lunak

b. nodul kistik

c. nodul keras

d. nodul sangat keras.

H. PATOFISIOLOGI

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk

pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,

masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar

tyroid..

Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang

distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi

molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk

dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul

yoditironin (T3).

Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi

Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis,

sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.

Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan

metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui

Page 18: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar

hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

I. GAMBARAN KLINIS

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.

Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma

cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan

pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.

Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.

Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan

meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi

berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,

dan kelelahan.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :

1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).

2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras

3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

J. DIAGNOSIS

Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang.

Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena

tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada

usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena

pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala

kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa

dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.

Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena

menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila

pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan

Page 19: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian

mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang

berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea

dengan stridor inspirator.

Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik

untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi

pada trakea.

Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala

penderita sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi,

dengan demikan tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua

tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedang keempat

jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta mencari pole bawah

kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan.

Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea

dan pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan

yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih

bisa digerakkan ke arah lateral dan susah digerakkan ke arah vertikal. Struma

menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang sudah menembus

kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi.

Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri

penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di

bawah kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu

jari tangan kanan diletakkan di permukaan anterior benjolan. Keempat jari

lainnya diletakkan pada tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk

meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut.

Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:

1. lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus

2. ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang

3. jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)

4. konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras

5. nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi

6. mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus

Page 20: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

sternokleidomastoidea

7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.

Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh

kedua tulang selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh

pinggir depan m. trapezius kiri dan kanan. Kedua m.

sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah

dari cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid,

krikoid, dan trakea.

Palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau

berbaring, dengan kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan

otot pita leher tidak mengganggu palpasi. Pada sikap duduk

dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari depan.

Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di bawah

kepala. Tulang hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin

kedua trakaea biasanya mudah diraba di garis tengah. Cincin trakea

yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke

dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun.

Satu-satunya struktur lain yang turut dengan gerakan ini adalah

kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari kelenjar tiroid.

Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan

nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan

sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik

dan kemudian menjadi lunak.

2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun

nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia

adenomatosa yang sudah berlangsung lama.

3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,

Page 21: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan

ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda

infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.

4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang

ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid

5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas

terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba

membesar progresif.

6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah

bening regional atau perubahan suara menjadi serak.

7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido

mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berry’s sign)

Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum:

1. Sangat mencurigakan

a. riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare

b. cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin

c. nodul padat atau keras

d. sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar

e. paralisis pita suara

f. metastasis jauh

2. Kecurigaan sedang

a. umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun

b. pria

c. riwayat iradiasi pada leher dan kepala

d. nodul >4cm atau sebagian kistik

e. keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk.

2. Nodul jinak

a. riwayat keluarga: nodul jinak

b. struma difusa atau multinodosa

c. besarnya tetap

d. FNAB: jinak

Page 22: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

e. kista simpleks

f. nodul hangat atau panas

mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.

Page 23: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

KESIMPULAN

1. Kasus berupa laki – laki usia 53 tahun, keluhan nyeri pinggang kanan kiri,

melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan

diagnosis kerja nefrolithiasis sinisra.

2. Terapi yang diberikan pada pasien yaitu medikamentosa ceftriakson,

ketorolac, furosemid, kalnex serta terapi operatif Pyelolitectomi.

3. Sistem kemih terdiri atas ginjal beserta salurannya ureter, buli – buli dan

uretra, sebagian besar terletak retroperitoneal.

4. Struktur sekitar ginjal yaitu kapsula fibrosa, lemak perirenal, grandula

suprarenal, fasia gerota dan lemak perirenal. Ginjal terbagi 2 bagian yaitu

korteks dan medulla serta diperdarahi oleh arteri renali yang merupakan

cabang langsung dari aorta abdominalis.

5. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di

sepanjang saliuran kemih, disebabkan oleh faktor intrinsic dan ektrinsik,

dapat berbahan dasar oksalat, fosfat, sistin, xantin serta urat.

6. Pembentukan batu didasarkan pada teori nukleasi, teori matrix,

penghambatan kristalisasi, teori supersaturasi, Teori  Presipitasi-kristalisasi,

teori epitaksi.

7. Batu staghorn merupakan batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks

ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa, terjadi pada keadaan

infeksi saluran kemih berdasarkan teori matriks calculi dan teori nano bakteri.

8. Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder dan

iritasi yang berkepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan

tumbuhnya keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid

Page 24: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lina,N. 2008. Faktor – Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih Pada

Laki – Laki (Studi Kasus di RS Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung

Semarang). Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro Semarang 2008.

2. Sjamsuhidajat,R., de Jong,W. 2008. Bab 32 : Saluran Kemih Dan Alat

Kelamin Laki. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

3. Menon,M., Resnick, Martin,I. 2002. Urinary lithiasis : etiology and

endourology, in Chambell’s urology, 8th ed, Vol 14. W.B. Saunder Company,

Philadelphia, 2002 : 3230-3292.

4. Pahira,J.J., Razack,A.A. 2001. Nephrolithiasis ; Clinical Manual of Urology.

Mc Graw – Hill

5. William,D.M. 1990. Clinical and Laboratory Evaluation of Renal Stone

Patients. Dalam Endocrinology and Metabolism Clinic of North America.

W.B. Saunders : Philadelphian.

6. Purnomo, B.B. 2003. Anatomi Sistem Urogenitalia. Dalam Dasar – Dasar

Urologi, Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto

7. Benninghoff, A. 1993. Makroskopische anatomie, embryologie und histology

des Menschen (Translated by dr. med. Dirk Manski) . Munchen; Wien;

Baltimore : Urban und Schwarzenberg.

8. Purnomo, B.B. 2003. Batu Saluran Kemih. Dalam Dasar – Dasar Urologi,

Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto

9. Silbernagl, S. and Lang,F. 2007. Ginjal, Keseimbangan Garam dan Air.

Dalam Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.

10. Bahdarsyam . 2003. Spektrum Bakteriologik Pada Berbagai Jenis Batu

Saluran Kemih Bagian Atas. USU digital library . Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

11. Maragela, M., Vitale,C., Petrulo,M. et al. 2008. Renal Stone from Metavolic

to Phsycochemical Abnormalisies, How Useful are Inhibitor. J. Nephrol.

2009; 13: S51-S60

Page 25: Presus Qonita SNNT (Autosaved)

12. Alrecht, H. Tiselius, G., Hans, Andre, J. 2002. Urinary Stone Diagnosis,

Treatment and Prevention of Recurrence : 2nd edition.

13. Stoler,M; Maxwell VM; Harrison, AM; Kane, J.P. 2004. The Primary Stone

Event : A New Hypothesis Involving A Vascular Ethiology. J. Urol 2004.

171 (5)

14. Kim,S.C, Coe, F.L, Tinmouth W et al. 2005. Stone Formation Proportion To

Papier Surface Coverage By Randall’s Plaque. J. Urol 2005, 173(1).

15. Alon, U.S. 2008. Medical treatment of pediatric urolithiasis. Pediatr Nephrol

2009 November; 24 (11): 2129-2135

16. Emedicine. 2011. Staghorn and Struvit stone. Retrieved at

www.emedicine.com. Diakses tanggal 8 Desember 2012.

17. Anonim. Batu Saluran Kemih. USU digital library . Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

18. AUA. 2005. Chapter 1: AUA Guideline on the Management of Staghorn

Calculi: Diagnosis and Treatment Recommendations. Background: Staghorn

Calculi. American Urological Association Education and Research, Inc.

19. Integrative medicine Access. Urolithiasis. Retrieved at : www.pharm-

sci.tbzmed.ac.ir/Drug-Information/Integrative%20Medicine%20Professional

%20Access/ProfConditions/Urolithiasispc.html. diakses tanggal 23 Desember

2012