presus anestesi

6
BAB III PEMBAHASAN Berdasarkan anamnesis pada pasien didapatkan keterangan bahwa Pasien mengeluhkan adanya nyeri perut sebelah kanan. Keluhan dirasakan ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan trus menerus Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan regio abdomen dextra. Pasien mempunyai riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan kista ovarii. Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosis appendisitis perforasi dan kista ovarii. Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis dan merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Pada fase-fase awal dari apendicitis akut, apendiks vermiformis tampak edema yang terjadi selain karena tekanan terhadap pembuluh-pembuluh juga karena banyak terdapatnya cairan yang meninggalkan kapiler dan masuk kedalam jaringan. Pada fase awal dari apendicitis dapat terjadi penyembuhan, apendiks vermiformis jarang sekali kembali pada keadaan semula. Biasanya timbul jaringan fibrotik terutama pada daerah mukosa. Pada tahap selanjutnya eksudasi netrofil pada dinding apendiks vermiformis semakin banyak terutama lekosit polimorfonuklear sampai pada lapisan muskularis. Pada tahap selanjutnya terjadi apendicitis perforata bila 30

description

pembahasan

Transcript of presus anestesi

Page 1: presus anestesi

BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis pada pasien didapatkan keterangan bahwa Pasien

mengeluhkan adanya nyeri perut sebelah kanan. Keluhan dirasakan ± 2 hari sebelum

masuk rumah sakit, nyeri dirasakan trus menerus Pada pemeriksaan fisik didapatkan

nyeri tekan regio abdomen dextra. Pasien mempunyai riwayat penyakit Diabetes

Mellitus dan kista ovarii.

Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosis

appendisitis perforasi dan kista ovarii. Appendicitis adalah peradangan dari appendiks

vermiformis dan merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering

ditemukan.

Pada fase-fase awal dari apendicitis akut, apendiks vermiformis tampak edema

yang terjadi selain karena tekanan terhadap pembuluh-pembuluh juga karena banyak

terdapatnya cairan yang meninggalkan kapiler dan masuk kedalam jaringan. Pada fase

awal dari apendicitis dapat terjadi penyembuhan, apendiks vermiformis jarang sekali

kembali pada keadaan semula. Biasanya timbul jaringan fibrotik terutama pada daerah

mukosa. Pada tahap selanjutnya eksudasi netrofil pada dinding apendiks vermiformis

semakin banyak terutama lekosit polimorfonuklear sampai pada lapisan muskularis.

Pada tahap selanjutnya terjadi apendicitis perforata bila apendiks vermiformis telah

ruptur dan pus yang terdapat didalam lumen apendiks vermiformis dapat keluar

menyebar ke organ-organ lain maupun di dalam fossa apendiks vermiformis yang

dapat mengakibatkan peritonitis.

Gejala awal yang merupakan gejala klasik apendicitis adalah nyeri samar-

samar dan tumpul di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.

Keluhan ini sering disertai rasa mual dan kadang ada muntah. Pada umumnya nafsu

makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kuadran

kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas

letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

Pada pasien dilakukan laparotomi dengan general anestesi intravena,

intermitten balance, dengan intubasi endotrakheal tube no 7, napas spontan dengan

30

Page 2: presus anestesi

bantuan masker oksigen. Pasien diberi premedikasi Sedacum (midazolam) 3 mg.

Induksi dengan propofol 50mg, ketamin 100mg IV. Maintenance dengan O2 3

L/menit, N2O2 2L/menit,ISOFLURAN 2%, ketopain 1 ampul, cendatron 1 ampul.

Ondansetron 4 mg/2 ml diberikan sebagai premedikasi. Ondansetron merupakan suatu

antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan sebagai pencegahan

dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3 ke dalam usus dapat

merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat

reseptornya. Ondansetron diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan muntah

yang bisa menyebabkan aspirasi. Sediaan injeksi 4mg dan 8mg atau 4mg/2ml (1

ampul). Sedangkan pemberian pada kasus ini adalah 4 mg dan untuk pemberiannya

adalah maksimal 8mg/hari.

Midazolame adalah obat hipnotik-sedatif. Obat ini merupakan turunan

benzodiazepine. Midazolam menjadi obat hipnotik sedatif pilihan karena kerjanya

cepat,waktu paruhnya pendek,memiliki amnesia aterograde yang

menguntungkan,tidak mengiritasi. Obat golongan Sedatif adalah obat-obatan yang

menghilangkan kecemasan, mengurangi ketegangan dan menimbulkan ketenangan

Sedangkan efek obat golongan Hipnotika adalah obat-obat sedatif yang ditingkatkan

dosisnya yang mendepresi susunan saraf pusat sehingga menyebabkan tidur Oleh

sebab itu maka midazolam dipilih sebagai premedikasi pada kasus ini. Dosis

Midazolam (fortanest) diberikan 0,05 – 0,2 mg/kgBB iv memberikan 60-96%

amnesia, pada pasien ini adalah sebesar 2 mg.

Penggunaan induksi pertama adalah penggunaan propofol. Propofol dengan

dosis 2-3 mg/kg BB diberikan secara bolus intravena sebagai induksi. Propofol

dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan

kepekatan 1%. Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik

sebelumnya sebaiknya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg secara intravena. Dosis

bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anstesi intravena total

adalah 4-12 mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kgBB.

Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Pada pasien ini penggunaan

propofol adalah sebesar 70 mg/7ml

Ketamin adalah obat anestesi yang mempunyai efek stimulasi terhadap

kardiovaskuler, meningkatkan cardiac output dan systemic vaskuler resistance

31

Page 3: presus anestesi

melalui stimulasi pada system saraf simpatis, menghasilkan pelepasan dari

katekolamin. Ketamin sendiri bias menimbulkan “dissociative anesthesia, yaitu suatu

keadaan kataleptik di mana mata membuka dengan suatu tatapan nystagmus lambat,

pasien tidak komunikatif, walaupun nampak seperti sadar, terjadi berbagai derajat

gerakan otot skelet hipertonus yang sering terjadi tanpa tergantung dari stimulasi

bedah dan pasien tersebut mengalami amnesia serta analgesi yang kuat. Dosis ketamin

yang digunakan adalah sebesar 1-2 mg/KgBB

Sebagai analgetik digunakan Ketorolac sebanyak 1 ampul (1 ml) berisi 30

mg/ml, disuntikan iv. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi (AINS) yang

bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan rasa

nyeri/analgetik efek. Ketorolac 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara dengan

50 mg pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama

serta lebih aman daripada analgetik opioid karena tidak ada efek depresi nafas pada

percobaan klinis.

Sedangkan untuk anestesi inhalasi menggunakan O2, N2O dan sevofluran 2%.

O2 pertama kali diberikan pada pasien ini dengan dosis 5L/menit. Setelah nafas pasien

teratur, kemudian dosis O2 diturunkan dan kemudian N2O dimasukkan. Dosis

keduanya seimbang yaitu 50:50 (2,5L/menit : 2,5 L/menit). Kemudian anestesi

inhalasi mulai juga dimasukkan. Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak

mudah terbakar Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara

yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah

pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan

sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot

sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak

menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi

dan takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil

narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia

diatasi terlebih dulu.. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi

perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran

Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap

dan baik. Hingga kondisi penderita stabil dan tidak terdapat kendala-kendala yang

berarti, penderita kemudian dibawa ke bangsal untuk dirawat dengan lebih baik.

32

Page 4: presus anestesi

33