Presus

55
BAB I PENDAHULUAN Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak di dunia. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan oleh glaucoma bersifat permanen atau tidak dapat diperbaiki (irreversible). Berdasarkan data WHO 2010, diperkirakan sebanyak 3.2 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma. Menurut Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2001, glaukoma merupakan penyebab kebutaan utama ketiga setelah katarak dengan prevalensi sekitar 0.16% jumlah penduduk Indonesia. 1 Glaukoma merupakan sekelompok penyakit yang memiliki karakteristik berupa kerusakan saraf/ optic neuropathy dan berkurangnya/ terjadi penyempitan luas lapangan pandang serta biasanya disertai adanya peningkatan tekanan intraokuli. Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan ekskresi/ aliran keluar aqueous humor. Beberapa faktor resiko yang dapat memicu terjadinya glaukoma adalah tekanan darah yang tinggi, diabetes melitus, miopia, ras kulit hitam, pertambahan usia dan pascabedah. 1 Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma sekunder, dan glaukoma kongenital. Glaukoma primer adalah glaucoma yang tidak diketahui penyebabnya. Berdasarkan mekanisme, glaucoma primer dibedakan menjadi glaukoma primer sudut terbuka (kronis) dan glaukoma primer sudut tertutup 1

description

presus mata

Transcript of Presus

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak di dunia.

Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan oleh glaucoma bersifat permanen atau

tidak dapat diperbaiki (irreversible). Berdasarkan data WHO 2010, diperkirakan sebanyak 3.2

juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma. Menurut Survei Departemen Kesehatan

Republik Indonesia tahun 2001, glaukoma merupakan penyebab kebutaan utama ketiga

setelah katarak dengan prevalensi sekitar 0.16% jumlah penduduk Indonesia.1

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit yang memiliki karakteristik berupa

kerusakan saraf/ optic neuropathy dan berkurangnya/ terjadi penyempitan luas lapangan

pandang serta biasanya disertai adanya peningkatan tekanan intraokuli. Glaukoma terjadi

akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan ekskresi/ aliran keluar aqueous

humor. Beberapa faktor resiko yang dapat memicu terjadinya glaukoma adalah tekanan darah

yang tinggi, diabetes melitus, miopia, ras kulit hitam, pertambahan usia dan pascabedah.1

Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma sekunder, dan

glaukoma kongenital. Glaukoma primer adalah glaucoma yang tidak diketahui penyebabnya.

Berdasarkan mekanisme, glaucoma primer dibedakan menjadi glaukoma primer sudut terbuka

(kronis) dan glaukoma primer sudut tertutup (akut). Glaukoma sekunder adalah glaukoma

yang disebabkan oleh penyakit mata lain, trauma, pembedahan, penggunaan kortikosteroid

yang berlebihan, dan penyakit sistemik lainnya. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang

didapatkan sejak dilahirkan karena saluran pembuangan aqueous humor di dalam mata tidak

berfungsi dengan baik. Disamping itu, glaukoma dengan kebutaan total disebut glaukoma

absolut. 1

Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak senilis adalah salah satu bentuk

glaukoma sekunder yang sering ditemukan dalam praktek klinis. Glaukoma dan katarak yang

ditemukan pada orang berusia lanjut yaitu sekitar 40 tahun ke atas. Proses kekaburan lensa

mata biasanya dimulai pada mata yang satu kemudian diikuti mata sebelahnya. Terjadinya

keadaan ini karena suatu perubahan degenerasi dari lensa yang menyebabkan berkurangnya

transparansi substansi lensa. Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling banyak

1

ditemukan (±90%) dibandingkan dengan jenis katarak lain. Secara klinik dikenal empat

stadium katarak senilis, yaitu Insipien, Imatur, Matur, dan Hipermatur.2

Katarak senilis stadium immatur dapat menyebabkan glaukoma karena pada stadium

ini terjadi proses lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga

lensa menjadi cembung. Kemudian terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak

intumesen. Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut

bilik mata akan sempit atau tertutup, sehingga timbul glaukoma sekunder yang dinamakan

glaukoma fakamorfik. Stadium lainnya yang dapat menyebabkan glaukoma adalah stadium

hipermatur. Pada stadium ini terjadi proses degenersi lanjut lensa dan korteks lensa (Katarak

Morgagni). Terjadi juga defenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks lensa

yang cair akan keluar dan masuk kedalam bilik mata depan. Akibat bahan lensa yang keluar

dari kapsul ini dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma

fakolitik selain itu dapat menyebabkan reaksi peradangan pada jaringan uvea disebut uveitis.3

Pengobatan glaukoma sangat bergantung pada jenis glaukoma yang diderita. Pada

tahap awal biasanya diberikan obat-obatan berupa obat tetes dan obat minum. Obat tetes mata

yang diberikan harus terus dipakai untuk mengontrol tekanan mata. Apabila dengan obat tidak

teratasi, maka dapat dilakukan tindakan operasi atau laser. 1

Berikut akan dilaporkan kasus seorang penderita glaukoma sekunder et causa katarak

hipermatur yang datang ke poli mata RSUD Ambarawa.

2

BAB II

ILUSTRASI KASUS

II.I IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 50 tahun

Alamat : Tumbang Tegal 05/04 , Ambarawa

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMA

Status : Menikah

Jaminan : BPJS

II.II ANAMNESA

Anamnesa dilakukan di poliklinik mata RSUD Ambarawa secara autoanamnesis

tanggal 25 Mei 2015

Keluhan Utama : Mata kiri tidak dapat melihat

Keluhan Tambahan : Mata kiri terasa sakit dan nyeri kepala

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak ± 2 bulan SMRS, pasien mengeluh pandangan mata kiri kabur,

pandangan seperti melihat asap ada, pandangan seperti melihat pelangi di sekitar

cahaya tidak ada, pandangan seperti melihat benda-benda terbang tidak ada, silau tidak

ada, sakit kepala disertai nyeri pada mata tidak ada, mual, muntah tidak ada, mata

merah tidak ada, dan berair-air tidak ada, kotoran pada mata tidak ada. Pasien

mengaku bisa melakukan aktivitas seperti biasa sehingga ia tidak berobat. Pemakaian

kacamata sebelumnya disangkal. Pemakaian obat tetes mata dalam jangka waktu lama

disangkal.

Sejak ± 1 bulan, pasien mengeluh pandangan mata kirinya terasa semakin

kabur dan lebih sempit dibandingkan kanan, pandangan mata seperti melihat asap ada,

3

pandangan seperti melihat benda-benda terbang tidak ada, silau tidak ada, mata merah

tidak ada, dan berair-air tidak ada, kotoran pada mata tidak ada. Nyeri hebat pada mata

yang disertai mual-muntah, dan sakit kepala disangkal. Kemudian pasien berobat ke

dokter mata dinyatakan katarak dan disuruh untuk operasi. Karena tidak ada biaya

pasien tidak melakukan operasi.

Sejak 2 hari SMRS, pasien mengeluh mata kirinya tidak bisa melihat,

pandangan mata seperti melihat asap ada, nyeri pada mata kiri dan sakit kepala ada,

mual dan muntah tidak ada, mata merah tidak ada, mata berair tidak ada, silau tidak

ada, kotoran pada mata tidak ada. Kemudian pasien berobat ke Poliklinik Mata RSUD

Ambarawa.

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi : Ada, tidak terkontrol

DM, alergi obat, trauma mata : disangkal

Operasi mata : disangkal

Riwayat penyakit dengan keluhan sama : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini.

II. 3 PEMERIKSAAN FISIK

Status present

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 140/110 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Pernafasan : 18 x/menit

Suhu : Afebris

4

Status generalis

- Kepala

Bentuk : Simetris

Rambut : Hitam, beruban, tidak mudah dicabut

Mata : Lihat status oftalmologis

Hidung : Tidak ada kelainan

Telinga : Tidak ada kelainan

Mulut : Tidak ada kelainan

- Leher

Inspeksi : Bentuk simetris

Palpasi : Trakhea di tengah

JVP : Tidak meningkat

- Toraks

Jantung : Dalam batas normal

Paru : Dalam batas normal

- Abdomen

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

- Ekstremitas : Tidak ada kelainan

5

Status Oftalmologi

6

7

Pemeriksaan Oculi Dekstra Oculi Sinistra

Visus 6/20 1/300 ; persepsi

cahaya(+); persepsi

warna (+)

Pergerakan bola

mata

Gerak bola mata

bebas di segala arah

Gerak bola mata bebas di

segala arah

Supercilia Normal Normal

Cilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Palpebra Superior Hiperemis (-),

edema (-), ektropion

(-), entropion (-),

ptosis (-)

Hiperemis (-), edema (-),

ektropion (-), entropion

(-), ptosis (-), nyeri tekan

(+)

Palpebra Inferior Hiperemis (-),

edema (-), ektropion

(-), entropion (-),

ptosis (-)

Hiperemis (-), edema (-),

ektropion (-), entropion

(-), ptosis (-), nyeri tekan

(+)

Aparatus

Lakrimalis

Sumbatan (-) Sumbatan (-)

Konjungtiva tarsal

superior, Inferior

Hiperemis (-), korpal

(-), cobble stone (-),

papil (-), sikatriks (-)

Hiperemis (-), korpal (-),

cobble stone (-), papil (-),

sikatriks (-)

Konjungtiva

Bulbi

Hiperemis (-),

injeksi (-), pterigium

(-), sekret (-),

perdarahan

subkonjungtiva (-)

Hiperemis (-), injeksi

konjungtiva (-),

pterigium (-), sekret (-),

perdarahan

subkonjungtiva (-)

Kornea Jernih, infiltrat (-),

makrokornea (-),

mikrokornea (-),

edema (-)

Jernih, Infiltrat (-),

makrokornea (-),

mikrokornea (-), edema

(-)

Camera Oculi

Anterior

Jernih, kedalaman

normal, hifema (-)

Jernih, kedalaman

dangkal, hifema (-)

Pupil Anisokor, bulat, 3

mm, refleks cahaya

langsung dan tidak

langsung (+)

Anisokor, bulat, regular,

5 mm, refleks cahaya

langsung dan tidak

langsung (+)

Iris Coklat, kripte (+),

sinekia (-)

Coklat, kripte (+), sinekia

(-)

Lensa jernih(+), shadow Keruh masif(+), shadow

II.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Tonometri : TOD = 8/5.5 10 mmHg

: TOS = 1/10 69.3 mmHg

2. pemeriksaan slitlamp kepadatan nukleus = masif; segmen anterior : sinekia (-) ;

bilik mata depan: dalam

II. 6 Resume

Tn. S, 50 tahun datang dengan keluhan mata kiri tidak dapat melihat sejak 2

hari yang lalu. Keluhan mata kiri sudah dirasakan semakin kabur dan menyempit

pandangannya sejak 2 bulan. Keluhan tambahan lainnya adanya nyeri mata kiri dan

sakit kepala. Pemakaian kacamata sebelumnya disangkal. Pemakaian obat tetes mata

dalam jangka waktu lama disangkal. Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol.

Pada pemeriksaan status generalis didapatkan tidak ada kelainan. Hasil status

oftalmologi sebagai berikut:

8

OD OS

Visus 6/20 1/300, PW (+), LP(+)

Kornea Jernih; Edema (-) Jernih; Edema (-)

Pupil Anisokor ; bulat; 3 mm,

RCL/RCTL (+)/(+)

Anisokor; Bulat; 5 mm;

RCL/RCTL (+)/(+)

COA Jernih; kedalaman normal;

hifema (-)

Jernih; kedalaman dangkal;

hifema (-)

Lensa Jernih; shadow test (-) Keruh; shadow test (+)

Pemeriksaan Penunjang

1. Tonometri : TOD = 8/5.5 10 mmHg

: TOS = 1/10 69.3 mmHg

2. pemeriksaan slitlamp kepadatan nukleus = masif; segmen anterior : sinekia (-) ;

bilik mata depan: dalam

II.7 Diagnosis Banding

1. Glaukoma sekunder (fakolitik) et causa katarak hipermatur OS

2. Glaukoma akut primer sudut tertutup et causa katarak hipermatur OS

II. 8 Diagnosis

Glaukoma sekunder (fakolitik) et causa katarak hipermatur OS

II. 9 Penatalaksanaan

Medikamentosa :

Eye drop Timol ed 0.5% 2x1 tetes

Glaukon tablet 1x1

Aspar K tablet 1x1

II.10 Prognosis

Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Functionam : dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 KATARAK

3.1.1 Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract dan Latin cataracta

yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti

tertutup air terjun. 3 Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi

akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-

duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun tidak

mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak yang terjadi akibat proses penuaan

dan bertambahnya umur di sebut katarak senilis. Katarak senilis adalah kekeruhan lensa baik

di korteks, nuklearis tanpa diketahui penyebabnya dengan jelas, dan muncul mulai usia 40

tahun. 4

Pada mata yang normal terdapat lensa kristal bening yang memiliki nukleus lensa,

ditutupi oleh serat lensa yang menyelubungi korteks dengan membrane luar yang lentur dan

kapsul yang bertindak sebagai pembungkus. Perubahan metabolisme pada lensa menyebabkan

lensa menjadi keras dan kehilangan sifat lenturnya.4 Katarak secara berangsur-angsur akan

memperkeruh lensa sampai akhirnya menjadi buram. Daerah buram tampak sebagai bintik

abu-abu atau putih, seperti lensa kamera yang kabur dan akan menghasilkan gambar yang

buram, katarak juga menyebabkan penurunan kualitas gambar yang dihasilkan retina.

Gambar 1. Lensa yang

keruh akibat katarak

10

Gambar 2. Perbandingan penglihatan mata normal dan mata katarak.

3.1.2 Epidemiologi

Katarak merupakan kelainan pada mata yang paling banyak menyebabkan kebutaan di

dunia. Dikatakan bahwa ada sekitar 30-45 juta orang di dunia yang mengalami kebutaan dan

katarak menjadi penyebab terbesar yaitu kurang lebih 45% sebagai penyebab kebutaan ini.

Penelitian The National Health and Nutrition Examination Survey (The NHANES)

menunjukkan progresifitas kekeruhan lensa meningkat sesuai dengan usia. Presentasi kejadian

kekeruhan lensa sesuai dengan peningkatan usia; 12% terjadi pada usia 45-54 tahun, 27%

pada usia 55-64 tahun, dan 58% pada usia 65-74 tahun dimana 28.5% nya disertai dengan

penurunan visus.5

Katarak lebih sering ditemukan pada daerah yang leboh sering terpapar sinar matahari.

Katarak juvenile dimana katarak yang terlihat pada usia diatas 1 tahun dan dibawah 40 tahun.

Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan usia dan lebih tinggi pada wanita.5

3.1.3 Etiologi dan faktor risiko 6

Katarak senilis pada dasarnya merupakan proses penuaan, namun ada beberapa faktor

yang mempengaruhinya seperti:

11

a. Keturunan

b. Radiasi ultraviolet, semakin banyak paparan terhadap sinar uv dihubungkan muncul

awalnya dan maturasi katarak senilis.

c. Faktor diet. Diet yang berhubungan progresifitas katarak senilis yaitu protein, asam amino

dan vitamin (ribovlavin, vitamin E dan vitamin C)

d. Merokok menyebabkan akumulasi pigmen molekul 3-hydroxykynurinine dan

chromophors cyanates dalam rokok mengakibatkan karbamilasi dan denaturasi protein.

3.1.4 Klasifikasi 3

Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam:

1. Katarak kongenital : katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun

2. Katarak juvenile: katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

3. Katarak sensil: katarak yang terjadi setelah usia diatas 50 tahun

Tabel 1. Klasifikasi katarak berdasarkan waktu terjadinya.

12

Berdasarkan morfologi kataraknya dapat diklasifikasikan.menjadi nukleur, cortical,

dan posterior subcapsular. 4

1. Katarak nuclear: terjadi sklerotik inti, dan lensa terlihat semakin menguning. Biasanya

terjadi bilateral, namun kadang bisa asimetris. Pada stadium awal pengerasan inti lensa

menyebabkan peningkatan indeks refraksi lensa sehingga refraksi bergeser ke miopi.

Perubahan ini pada mata yang hireopia menyebabkan pasien lebih mudah membaca

tanpa kacamata (second sight.)

Gambar 3.Katarak Nuklear

2. Katarak kortikal: terjadi kekeruhan pada lensa karena rusaknya intergritas membrane

yang akan menyebabkan metabolit esensial keluar dari lensa sehingga terjadi oksidasi

dan pengendapan protein di korteks. Mata yang terkena biasanya bilateral, kadang

asimetris. Gangguan fungsi penglihatan berupa miopi karena terjadi penyerapan air

sehingga lensa menjadi cembung dan akibatnya terjadi perubahan indeks refraksi

lensa. Pada keadaan ini penderita seakan-akan mendapatkan kekuatan baru untuk

melihat dekat. Tanda awal dapat dilihat dengan pemeriksaan slitlamp berupa vakuol

13

dan celah-celah di anterior dan posterior korteks, lamella korteks terpisahkan oleh

cairan. Kekeruhannya berbentuk seperti baji (cortical spokes/cuneiform opacities).

Gambar 4. Katarak kortikal

3. Katarak subkapsular posterior. Terletak pada lapisan korteks posterior. Pada tahap

awal akan terlihat sedikit perubahan warna pada slitlamp, tahap lanjut akan terbentuk

granul yang keruh. Biasanya pasien akan mengeluhkan silau dan penglihatannya kabur

saat melihat cahaya terang

Gambar 5. Katarak

3.1.5 Stadium katarak senilis3

Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur,

dan hipermatur. Perbedaan stadium katarak senile akan dijelaskan pada tabel di bawah ini

14

Tabel 2. Perbedaan Stadiu Katarak Senilis

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan Lensa Normal Bertambah (air

masuk)

Normal Berkurang (air+masa

lensa keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik Mata

Depan

Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut Bilik

Mata

Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos

Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma

1. Katarak insipien

Kekeruhan berupa bercak-bercak seperti baji dengan dasar di perifer dan jernih di

antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior atau posterior.

Kekeruhan ini mula-mula hanya dapat tampak bila pupil dilebarkan sedangkan

pada stadium lanjut puncak baji dapat tampak pada pupil normal. Kekeruhan ini

dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada

semua bagian lensa.

2. Katarak imatur

Kekeruhan yang belum mengenai seluruh lapisan lensa, sehingga masih ditemukan

bagian-bagian yang jernih. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga

15

lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan

miopisasi. Pencembungan lensa ini akan menyebabkan bilik depan mata menjadi

dangkal dan dapat memberikan penyulit glaukoma. Hal ini disebut katarak

intumesen.

3. Katarak matur. Dalam tahap ini kekeruhan menjadi difus, yaitu seluruh korteks

yang terlibat. Lensa terlihat seperti mutiara putih. Kekeruhan telah mengenai

seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh.

Bila katarak imatur tidak dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga

lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama

kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata

depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris

pada shadow test, atau disebut negatif.

Gambar 6. Katarak Matur

4. Katarak hipermatur

merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat

menjadi keras, lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari

16

kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Akibat

masa lensa yang keluar ke dalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit

berupa uveitis fakotoksik atau glaukoma fakolitik. Pada pemeriksaan terlihat bilik

mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa.

Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinni

menjadi kendur. Bila proses katarak berlanjut disertai dengan penebalan kapsul,

maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan

memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang

terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan

katarak morgagni. 4

Gambar 7. Katarak hipermatur

17

3.1.6 Patofisiologi6

Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui.

Diduga adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan dalam terjadinya

katarak senilis dan belum sepenuhnya diketahui.

Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi

tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa

akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat

benda dekat berkurang. Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang

baru pada lensa’ yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis

nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein

dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa

sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa. Perubahan

kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa.

Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil

berwarna putih dan abu-abu. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai

lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin sulit

dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus bisa

hilang sama sekali. 17

Efek samping pada pemakaian jangka panjang dari steroid bersifat luas,

dimana insiden tertinggi adalah terjadinya katarak subkapsular posterior. Salah satu

mekanisme dari terbentuknya katarak subkapsular posterior adalah karena

dihambatnya Na_K_-adenosine triphosphatase (ATPase) oleh kortikosteroid sehingga

menghasilkan konsentrasi natrium yang tinggi dibagian intraseluler dan menurunnya

kadar potasium, sehingga terjadi akumulasi air pada bagian serat lensa.

Cadherin merupakan merupakan protein yang berfungsi sebagai adhesi molekul antar

sel, dan bersifat mengatur adesi dari sel yang bergantung pada

kalsium. Cadherin berfungsi sebagai jembatan antar sel. Ketika adesi dari sel tidak

terjadi dapat membuat terjadinya katarak, karena adesi dari sel-sel ini berperan penting

terhadap sifat lensa yang transparan. 

18

3.1.6 Tanda dan gejala6,7

Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

yang lengkap.

Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:

1. Pandangan kabur

Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau

berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-hole.

2. Penglihatan silau

Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana

tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan

latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap

lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam

hari. Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak kortikal.

3. Sensitifitas terhadap kontras

Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam

mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna,

penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan

uji ini diketahui lebih bagus daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui

kepastuian fungsi penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya

penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak.

4. Miopisasi

Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri

lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang.

Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena

pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan

dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang dan

diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang

asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat

dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.

19

5. Variasi Diurnal Penglihatan

Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan

menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya

paenderita katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih

baik pada sinar terang dibanding pada sinar redup.

6. Distorsi

Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak

tumpul atau bergelombang.

7. Halo

Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat

disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita

glaucoma.

8. Diplopia monokuler

Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa

yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia

binocular dengan cover test dan pin hole.

9. Perubahan persepsi warna

Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan

persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan

dibanding warna sebenarnya.

10. Bintik hitam

Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-

gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan

vitreous yang sering bergerak-gerak.3,16,17,18

3.1.7 Diagnosis 3,6

Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian besar katarak

tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur)

dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak pada stadium perkembangannya yang paling dini

dapat diketahui melalui pupil yang di dilatasi maksimum dengan ophtalmoskop, kaca

pembesar, atau slitlamp.

20

Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya

kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya

telah matang dan pupil mungkin tampak putih.

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slit-

lamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain dari pada pemeriksaan

prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva,

karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.

Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis.

Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan ondirek dalam evaluasi dari intergritas

bagian belakang harus dinilai.

3.1.8 Penatalaksanaan 3,6,7,8

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak

tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti

kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.

Namun, aldose reductase inhibitor diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi

sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada

hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan

kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E.

Indikasi utama untuk operatif adalah gangguan penglihatan yang sudah mengganggu

aktivitas pasien. Jika katarak mengenai kedua mata, operasi dilakuakan terhadap mata yang

lebih dahulu sakit.

Kontraindikasi bedah yaitu:

- Koreksi reaktif masih bisa memenuhi kebutuhan pasien

- Tindakan pembedahan tidak bisa diharapkan untuk meningkatkan fungsi penglihatan

dan tidak ada indikasi lain untuk pengangkatan lensa

- Pasien tidak bisa melewati operasi dengan baik karena ada penyakit lain

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari

bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang kuno

hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang

digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi. Bergantung pada

21

integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu Intra Capsuler Cataract

Ekstraksi (ICCE) dan Ekstra Capsuler Cataract Ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan

dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering

digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.

1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE). Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan

seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan

cryophake dan dipindahkan dari mata melalui insisi korneal superior yang lebar. Sekarang

metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada

ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang

sangat lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia

kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang

dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisma, glukoma, uveitis, endoftalmitis dan

perdarahan.

Gambar 8. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)

2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE). Tindakan pembedahan pada lensa katarak

dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa

22

anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan

ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama

keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa

intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk

terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolaps badan kaca,

sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca

bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti

prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat

terjadinya katarak sekunder.

Gambar 9. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)

3. Fakoemulsi. Fakoemulsi maksudnya membongkar dan memindahkan kristal lensa. Pada

tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran

ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO

akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa intra okular

23

(IOL) yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena insisi yang kecil

maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien

dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada

katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif

pada katarak senilis padat, dan keuntungan insisi limbus yang kecil agak kurang kalau

akan dimasukkan lensa intra okular, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra

okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui insisi kecil seperti itu.

Gambar 10. Fakoemulsi

4. SICS. Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik

pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat sembuh

dan murah. Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita

memerlukan lensa pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai

berikut:

- kacamata afakia yang tebal lensanya

- lensa kontak

- lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata pada saat

pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat.

24

3.1.9 Komplikasi7

1. Komplikasi Intra Operatif

Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi

suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata kedalam

luka serta retinal light toxicity.

2. Komplikasi dini pasca operatif

- COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang

keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma

dan epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea perifer dengan

daerah sentral yang bersih paling sering)

- Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus

- Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak adekuat

yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang tidak

sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis.

- Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi

3. Komplikasi lambat pasca operatif

- Ablasio retina

- Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi rendah yang

terperangkap dalam kantong kapsuler

- Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah

- Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi.

3.2.0 Pencegahan 7,9

Delapan puluh persen kebutaan atau gangguan penglihatan mata dapat dicegah atau

dihindari. Edukasi dan promosi tentang masalah mata dan cara mencegah gangguan kesehatan

mata. Sebagai sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Usaha itu melipatkan berbagai pihak,

termasuk media massa, kerja sama pemerintah, LSM, dan Perdami.

Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu normal

pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengonsumsi makanan

yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-buahan

banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan,

25

kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan kandungan vitamin

E, selenium, dan tembaga tinggi.

Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E merupakan

antioksidan yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada mata, sebagai salah satu

penyebab katarak. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3.000 orang dewasa selama lima

tahun menunjukkan, orang dewasa yang mengonsumsi multivitamin atau suplemen lain yang

mengandung vitamin C dan E selama lebih dari 10 tahun, ternyata risiko terkena katarak 60%

lebih kecil.

Seseorang dengan konsentrasi plasma darah yang tinggi oleh dua atau tiga jenis

antioksidan (vit C, vit E, dan karotenoid) memiliki risiko terserang katarak lebih rendah

dibandingkan orang yang konsentrasi salah satu atau lebih antioksidannya lebih rendah.

Hasil penelitian lainnya yang dilakukan Farida (1998-1999) menunjukkan, masyarakat

yang pola makannya kurang riboflavin (vitamin B2) berisiko lebih tinggi terserang katarak.

Menurut Farida, ribovlafin memengaruhi aktivitas enzim glutation reduktase. Enzim ini

berfungsi mendaur ulang glutation teroksidasi menjadi glutation tereduksi, agar tetap

menetralkan radikal bebas atau oksigen.

3.2.1 Prognosis 3,7

Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang.

Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil dan

jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau

fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis

pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart.

26

III.2 Aqueous Humor

Aqueous humor adalah cairan jernih yang dihasilkan oleh korpus siliaris yang mengisi

kamera okuli posterior dan kamera okuli anterior. Volumenya sekitar 250 mikroliter dan

kecepatan pembentukannya bervariasi diurnal sekitar 2-3 mikroliter/menit. Komposisi

aqueous humor serupa dengan plasma,kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat,

piruvat dan laktat yang lebih tinggi serta protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.Struktur

dasar mata yang berhubungan dengan aqueous humor adalah korpus siliaris,sudut kamera

okuli anterior dan sistem aliran aqueous humor. Sistem aliran aqueous humor melibatkan

trabecular meshwork, kanalis schlemm dan saluran kolektor. Aqueous humor memegang

peranan penting dalam fisiologi mata yaitu antara lain sebagai pengganti sistem vaskular

untuk bagian mata yang avaskular seperti kornea dan lensa. Aqueous humor berputar dan

mempertahankan tekanan intraokular yang penting bagi pertahanan struktur dan penglihatan

mata. Aqueous humor diproduksi melalui 3 mekanisme fisiologis yaitu secara difusi,

ultrafiltrasi dan transport aktif. Mekanisme aliran aqueous humor dimulai dari tempat

terbentuknya di badan siliar, masuk ke dalam bilik mata posterior (COP), melalui pupil, ke

bilik mata depan (COA), melalui trabekula ke kanal Schlemm, saluran kolektor, kemudian

masuk kedalam pleksus vena. Dijaringan sklera dan episklera juga kedalam v.siliaris anterior

di badan siliar.

Gambar 11.

Aliran aquos humor normal

27

Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya

cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan intra

okular akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata.

Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena

saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang

mata. Yang pertama terkena adalah lapng pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang

sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.

III.3 Glaukoma

3.3.1 Definisi Glaukoma

Glaukoma berasal dari kata yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan yang

memberikan kesan warna tersebut pada pupil. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan

meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik dan menciutnya lapang

pandang.3

3.3.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan

ekskresi/ aliran keluar aqueous humor. Beberapa faktor resiko yang dapat memicu

terjadinya glaukoma adalah tekanan darah yang tinggi, diabetes melitus, miopia, ras kulit

hitam, pertambahan usia dan pascabedah. 7

3.3.3. Klasifikasi 3

Klasifikasi menurut Vaughan adalah sebagai berikut:

1. Glaukoma primer

- Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)

- Glaukoma sudut sempit

2. Glaukoma kongenital

- Primer atau infantile

- Menyertai kelainan kongenital lainnya

3. Glaukoma sekunder

- perubahan lensa

- kelainan uvea

- trauma

28

- bedah

- rubeosis

- steroid dan lainnya

3.3.4. Patogenesis dan Patofisiologi6,10

1.Glaukoma Sudut Terbuka

Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma

sudut terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar aqueous humor,

sehingga menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses degenerasi

trabecular meshwork, termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman

dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Mekanisme kerusakan neuron pada

glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan tingginya tekanan intraokular

masih belum begitu jelas. Teori utama memperkirakan bahwa adanya perubahan-

perubahan elemen penunjang struktural akibat tingginya tekanan intraokular di

saraf optikus, setinggi dengan lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung saraf

optikus. Teori lainnya memperkirakan terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus

optikus. Kelainan kromosom 1q-GLC1A (mengekspresikan myocilin) juga

menjadi faktor predisposisi.

2. Glaukoma sudut tertutup

terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal

ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan intraokular meningkat dengan

cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang kabur.

Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi spontan di

malam hari, saat pencahayaan kurang. 1) Glaukoma Sudut Tertutup Akut Pada

glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan tiba-

tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara mendadak. Ini

menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus,

penglihatan kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut tertutup

akut merupakan suatu keadaan darurat. 2) Glaukoma Sudut Tertutup Kronis. Pada

glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa gejala

yang nyata, akibatnya terbentuk jaringan parut antara iris dan jalur keluar aqueous

29

humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih sering pada

hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan dangkal dan pada

gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea.

3. Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan.

Glaukoma ini disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata yang

menghalangi aliran keluar aqueous humor. Kelainan tersebut antara lain anomali

perkembangan segmen anterior dan aniridia (iris yang tidak berkembang).

Anomali perkembangan segmen anterior dapat berupa sindrom Rieger/ disgenesis

iridotrabekula, anomali Peters/ trabekulodisgenesis iridokornea, dan sindrom

Axenfeld.

4. Glaukoma Sekunder

Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit

mata yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain

glaukoma pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa,

fakolitik, uveitis, melanoma traktus uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan

peningkatan tekanan episklera.

Pada Katarak sering terjadi glaukoma sekunder, prosesnya:

Fakotopik

Oleh karena proses Intumesensi, yaitu penyerapan cairan kamera okuli anterior

(COA) oleh lensa, sehingga lensa menjadi cembung dan iris terdorong

kedepan, COA menjadi dangkal, aliran COA tak lancar sedangkan produksi

humor aqueus terus berlangsung, sehingga tekanan intraokuler meninggi dan

menimbulkan glaukoma. Hal ini tidak selalu terjadi, umumnya pada stadium

katarak imatur.

Fakolitik

Lensa yang keruh, jika kapsulnya menjadi rusak, substansi lensa yang keluar

akan diresorbsi oleh serbukan fagosit atau makrofag yang banyak di COA,

serbukan ini sedemikian banyaknya sehingga dapat menyumbat sudut coa dan

menyebabkan glaukoma. Penyumbatan dapat pula oleh karena substansi lensa

30

sendiri yang menumpuk di sudut coa, terutama bagian kapsul lensa, dan

menyebabkan exfolation glaukoma.

Fakotoksik

Substansi lensa di coa merupakan zat toksik bagi mata (protein asing) sehingga

terjadi reaksi alergi dan timbullah uveitis. Uveitis ini dapat menyebabkan

glaucoma

3.3.4 Diagnosis6,11,12

1.Pemeriksaan Tonometri

Pemeriksaan tekanan intraokuli dapat dilakukan dengan menggunakan tonometri.

Rentang tekanan intraokuli yang normal adalah 10-21 mmHg. Namun, pada usia yang

lebih tua tekanan intraokulinya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg.

Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan menunjukkan

tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa, sehingga diperlukan pula

pemeriksaan diskus optikus glaukomatosa ataupun pemeriksaan lapangan pandang .

2. Penilaian Diskus Optikus

Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral).

Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang

terutama ditandai oleh pembesaran cawan diskus optikus dan pemucatan diskus di daerah

cawan. Selain itu, dapat pula disertai pembesaran konsentrik cawan optik atau

pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching)

fokal di tepi diskus optikus. Kedalaman cawan optik juga meningkat karena lamina

kribrosa tergeser ke belakang dan terjadi pergeseran pembuluh darah di retina ke arah

hidung. Hasil akhirnya adalah cekungan bean-pot, yang tidak memperlihatkan jaringan

saraf di bagian tepinya. Pada penilaian glaukoma, rasio cawan-diskus adalah cara yang

berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus. Apabila terdapat kehilangan lapangan

pandang atau peningkatan tekanan intraokuli, rasio cawan-diskus lebih dari 0,5 atau

terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi

glaukomatosa.

31

Gambar 12. Pencekungan

Glaukomatosa yang Khas (Hollowed out).

3. Pemeriksaan Lapangan Pandang

Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan

pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Perluasan

akan berlanjut ke lapangan pandang Bjerrum (15 derajat dari fiksasi) membentuk skotoma

Bjerrum, kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan lapangan pandang yang lebih

parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel. Skotoma arkuata ganda di

atas dan di bawah meridian horizontal, sering disertai oleh nasal step (Roenne) karena

perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang cenderung

berawal di perifer nasal sebagai konstriksi isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat hubungan

ke defek arkuata, menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan

5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir,

ketajaman penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang.

Alat-alat yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapang pandang pada glaukoma

adalah automated perimeter (misalnya Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter

Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent.

32

Gambar 13. Kelainan Lapangan Pandang pada Glaukoma.

3.3.5. Terapi

1.Terapi Medis 3,6

Dalam terapi medis, pasien glaukoma akan diberikan obat-obatan yang diharapkan

mampu mengurangi tekanan intraokuli yang meninggi. Pada galukoma tekanan-normal,

meskipun tidak terjadi peninggian tekanan intraokuli, pemberian obat-obatan ini juga

memberikan efek yang baik. Obat-obatan yang diberikan bekerja dengan cara supresi

pembentukan aqueous humor (seperti beta-adrenergic blocker, apraclonidine, brimonidine,

acetazolamide, dichlorphenamide dan dorzolamide hydrochloride), meningkatkan aliran

keluar (bimatoprost, latanoprost, pilocarpine dan epinefrin), menurunkan volume vitreus

(agen hiperosmotik) serta miotik, midriatik dan sikloplegik

2. Terapi Bedah dan Laser 3,6,12

Terapi bedah dan laser merupakan terapi yang paling efektif dalam menurunkan

tekanan intraokuli. Pada glaukoma sudut tertutup, tindakan iridoplasti, iridektomi, iridotomi

perifer merupakan cara yang efektif mengatasi blokade pupil. Sedangkan pada glaukoma

33

sudut terbuka, pengguaan laser (trabekuloplasti) merupakan cara yang efektif untuk

memudahkan aliran keluar aqueous humor.

Trabekulotomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas saluran-

saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung aqueous humor dari bilik mata

depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.

34

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosis OS glaukoma sekunder et causa katarak hipermatur.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis didapatkan Tn.S usia 50 tahun. Usia pasien yang telah menginjak 50

tahun dapat menjadi risiko terkena katarak karena menurut literatur katarak dimulai pada usia

diatas 40 tahun. 4 The National Health and Nutrition Examination Survey (The NHANES)

menunjukkan progresifitas kekeruhan lensa meningkat sesuai dengan usia. Presentasi kejadian

kekeruhan lensa sesuai dengan peningkatan usia; 12% terjadi pada usia 45-54 tahun, 27%

pada usia 55-64 tahun, dan 58% pada usia 65-74 tahun.

Pasien mengeluhkan pandangan mata kiri semakin kabur sejak 2 bulan. Pandangan

semakin kabur dan tidak melihat sejak 2 hari. Pasien juga mengeluhkan melihat asap, mata

merah tidak ada, mata berair tidak ada. Pemakaian kacamata sebelumnya dan penggunaan

obat tetes mata jangka lama disangkal. Keluhan ini mengarah ke katarak karena sesuai

literatur, gejala katarak berupa penglihatan seperti berasap atau berkabut disertai dengan tajam

penglihatan yang menurun secara progresif. 3

Menurut literatur yang paling sering komplikasi dari katarak berupa glaukoma.

Keluhan pasien yang mengeluhkan pandangan mata kiri semakin menyempit, nyeri pada mata

kiri dan nyeri kepala mengarah ke arah glaukoma. Pada literatur dijelaskan, gejala glaukoma

berupa menciutnya lapang pandang, nyeri mata, nyeri kepala dan gejala gastrointestinal

muncul akibat tekanan intraokuler yang tinggi. 3

Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil Visus Okuli Sinistra (OS) : 1/300, LP (+),

PW(+), COA : kedalaman dalam, sudut terbuka, Lensa : keruh (+), masif, shadow test :

positif. Pemeriksaan ini mengarah ke diagnosis katarak hipermatur. Selanjutnya yang perlu

diperiksa adalah peningkatan tekanan intraocular karena katarak dapat menyebabkan

glaukoma. Didapatkan hasil pemeriksaan tonometri mata kiri TOS = 1/10 69.3 mmHg

sehingga didapatkan diagnosis glaukoma sekunder et causa katarak hipermatur.

35

Penanganan pada pasien ini yaitu dengan pemberian tetes mata timolol 0,5% 2x1 tetes,

glaukon tablet 3x250mg serta Aspar K 1x1 tab.

Tetes mata timolol 0,5% merupakan obat golongan antagonis adrenergic (β-blocker)

yang bekerja menurunkan produksi humour aqueous pada badan silier sehingga menurunkan

tekanan intraokuler. Sementara itu, glaukon mengandung asetazolamid merupakan golongan

carbonic anydrase yang berkerja dengan cara mengurangi cara mengurangi akumulasi

bikarbonat sehingga mengurangi influx natrium dan cairan. Golongan carbonic anhydrase

inhibitor menurunkan tekanan intra okuler sebesar 16 % - 22 % (6-8).

Pemberian tetes mata timolol 0,5% (β-blocker) dan glaukon (carbonic anhydrase

inhibitor) diharapkan mampu menurunkan tekanan intraokuler lebih besar dibandingkan

pemberian monotherapy. Karena menurut studi di Amerika serikat membandingkan timolol

maleat sebagai monotherapy dan combination therapy timolol maleat 0,5 % -dorzolamide

( golongan carbonic anhydrase inhibitor ). Diperoleh hasil bahwa penurunan tekanan intra

okuler 32,7 % vs 22,6 % dengan dosis fixed dosed combination 2 kali sehari dan timolol 2 kali

sehari.

Karena glaukon merupakan diuretik yang menyebabkan efek samping gangguan

elektrolit, hipokalemia, maka perlu diberikan elektrolit berupa Aspar K (yang berisi kalium

aspartat). Pada pasien ini dengan penggunaan obat-obatan saja dapat menurunkan tekanan

intraokuler, namun mengingat bahwa penyebab glaukomanya karena adanya katarak maka

operasi katarak perlu dipertimbangkan.

36

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Situasi dan Analisis Glaukoma.

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-glaukoma.pdf

(diakses tanggal 10 Juni 2015)

2. Yannof M, Duker JS, Augsburger JJ, editors. Ophthalmology 2nd Edition. Mosby:

Philadelphia, 2003.

3. Ilyas S., 2009. Ilmu Penyakit Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

4. Zorab, A. R, Straus H, Dondrea L. C, Arturo C, Mordic R, Tanaka S, et all. (2005-2006).

Lens and Cataract. Chapter 5 Pathology page 45-69. Section 11. American Academy of

Oftalmology : San Francisco.

5. Mandang J. H. AA, Katarak, Dalam: Penyebab Utama Kebutaan di Indonesia, FK Unsrat

Manado, 2004: 14-31.

6. Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi Umum, hal 401-406. Edisi 14.

Widya Medika: Jakarta.

7. Victor, Vicente. Cataract Senile, available at www.emedicine.com, last update 22

November 2010.

8. Lucy C. Understanding Cataract Extraxtion, last update 22 November 2010.

9. Lang, Gerhard K. Opthalnology, A short Textbook, Penerbit Thieme Stuttgart, New

York, 2000, hal 173-185.

10. Kwon, Y.H., Fingert, J.H., Kuehn, M.H., Alward, W.L.M., 2009. Mechanisms of

Disease, Primary Open-Angle Glaucoma. N Engl J Med 360: 1113-1124.

11. Perdami, 2010. Tentang Glaukoma. Available at http://www.perdami.or.id/?

page=news_seminat.detail&id=1[Accessed 12 Maret 2012].

12. Bell, J.A., 2012. Primary Open-Angle Glaucoma. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/1206147-overview [Accessed 12 Maret 2012]

37