PRESKAS BOYOL

download PRESKAS BOYOL

of 28

description

tugas

Transcript of PRESKAS BOYOL

Presentasi Kasus

Seorang Anak Laki-laki Usia 3 TahunDengan Morbili

Oleh :

Avamira Rosita P.H.04.2015/G99141015Elizabeth Puji Y.H.05.2015/G99141016

Pembimbing :Noor Alifah, dr., Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD PANDAN ARANGBOYOLALI2015

BAB ISTATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIENNama: An. DSUmur: 4 TahunTTL: 12 Desember 2011BB/TB: 13 kg/ 95cmJenis Kelamin: Laki-lakiAgama: IslamAlamat: Selo, BoyolaliTanggal masuk: 29 Agustus 2015 Tanggal Pemeriksaan: 31 Agustus 2015 No. CM: 154979xx

II. ANAMNESISAlloanamnesis diperoleh dari ibu dan ayah penderita tanggal 31 Agustus 2015A. Keluhan Utama : DemamB. Riwayat Penyakit Sekarang :

SSRKJ24/8/1514.0029/8/15SPasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS. Demam tinggi muncul mendadak, terus menerus, demam dirasakan sempat mengalami penurunan pada hari selasa tetapi tidak mencapai suhu normal, kemudian suhu badan kembali meningkat dan menetap. Demam disertai batuk, pilek, nyeri telan. 2 hari SMRS, pasien sempat dibawa ke Puskesmas dan diberikan obat batuk serta penurun panas namun tidak mengalami perbaikan. Kurang lebih 1 hari SMRS demam disertai dengan munculnya bercak-bercak kemerahan yang awalnya muncul di belakang telinga dan perut kemudian meluas hingga kaki dan tangan. Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Pandan Arang dengan diagnosa sementara observasi febris hari ke-5 et causa dd morbili, DHF. Keluhan tidak disertai dengan nyeri perut, nyeri sendi, mual, muntah, perdarahan spontan maupun gangguan BAB dan BAK.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :- Riwayat sakit serupa: disangkal- Riwayat alergi: disangkal - Riwayat mondok: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga- Riwayat sakit serupa: disangkal - Riwayat alergi: disangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi, Lingkungan dan KebiasaanPasien merupakan anak tunggal. Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan kurang lebih Rp. 1.600.000,00 per bulan. Ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Pasien tinggal di daerah Selo, Boyolali bersama ayah dan ibu dalam satu rumah seluas 70m2 dan sirkulasi udara yang cukup. Di lingkungan sekitar rumah tidak ada yang yang mengalami keluhan serupa.

F. Pemeliharaan Kehamilan dan PrenatalPemeriksaan di: PuskesmasFrekuensi: Trimester I: 1x/ 1 bulan Trimester II: 1x/ 1 bulan Trimester III: 2x/ 1 bulanKeluhan selama kehamilan: Tidak ada keluhan selama kehamilan.Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah.

G. Riwayat Kelahiran :Pasien lahir di Puskesmas secara spontan dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang 55cm, langsung menangis, menangis kuat, usia kehamilan cukup bulan, ditolong oleh bidan.

H. Riwayat PostnatalRutin ke posyandu untuk menimbang berat badan dan imunisasi hanya hingga usia 9 bulan.

JenisIIIIIIIV

1. Hepatitis B2. BCG3. DPT4. Polio5. Campak0 bulan1 bulan2 bulan1 bulan9 bulan2 bulan-3 bulan2 bulan-3 bulan-4 bulan3 bulan-4 bulan--4bulan-

I. Status Imunisasi

Kesan:Sesuai dengan jadwal imunisasi dasar yang dikeluarkan oleh Kemenkes.

J. Riwayat Pertumbuhan dan PerkembanganHasil Denver II : Personal sosial, motorik halus, bahasa, motorik kasar setara umur 4 tahun.Kesan : Tidak ada keterlambatan perkembangan.

K. Riwayat Makan Minum AnakPasien diberikan ASI sampai dengan usia 2 bulan kemudian diganti dengan susu formula karena ibu pasien merasa ASInya tidak dapat keluar lagi. Pasien mulai dikenalkan dengan bubur susu pada usia 7 bulan, dan nasi tim pada usia 1 tahun. Kemudian pasien mulai dikenalkan dengan nasi dan lauk pauk pada usia 2 tahun. Pasien memiliki nafsu makan yang cukup baik dengan makan 3 kali sehari dan selalu habis.

L. Riwayat Keluarga Berencana :Ibu penderita belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.

M. Pohon Keluarga

An. DS, 4 Tahun, 13kgPenderita merupakan anak tunggal dari ayah dan ibu yang menikah satu kali.

III. PEMERIKSAAN FISIKA. Keadaan UmumKeadaan umum : tampak sakit sedang dan lemahDerajat kesadaran: letargis

Status gizi: gizi kesan baikB. Tanda vital BB: 13 kgTB: 95cmNadi: 88 x/menit, reguler, isi tegangan cukupPernafasan : 20 x/menit, tipe thorakoabdominalSuhu: 36,8 C (per axiler)SiO2: 99%C. KulitWarna sawo matang, kelembaban baik, makulopapuler eritem batas tegas generalisata disertai rasa gatal.D. KepalaBentuk mesosefal, rambut hitam sukar dicabut, UUB cekung (-)LK: 42 cm, indeks Nellhaus: 0 SD < LK 38oC

XI. PROGNOSISAd vitam: bonamAd sanam: bonamAd fungsionam: bonam

24

12

FOLLOW UP PASIENFollow up30 Agustus 201531Agustus 20151 September 2015

SDemam (-), batuk (+), bercakkemerahan pada seluruh tubuh (+), nyeri tenggorok (+), nafsu makan Demam (-), batuk (-), bercakkemerahan pada seluruh tubuh (+), mata terasa lengket dan sulit dibuka (+)Demam (-), batuk (-), bercak kemerahan pada seluruh tubuh (+), mata lengket berkurang.

OCM, tampak sakit sedang, lemas, gizi kesan baikCM, tampak sakit sedang, lemas, gizi kesan baikCM, tampak sakit sedang, gizi kesan baik

Tanda VitalHR : 96 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukupRR: 36x/menit, tipe thoracoabdominalS : 36,6oC (per axiler)HR : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukupRR : 32 x/menit, tipe thoracoabdominalS : 36,5oC (per axiler)HR : 92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukupRR : 32 x/menit, tipe thoracoabdominalS : 36,7oC (per axiler)

Kepala mesocefalmesocefalMesocefal

MataKonjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), mata cekung (-/-), air mata (+/+), reflek pupil (+/+)Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), mata cekung (-/-), air mata (+/+), reflek pupil (+/+)Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), mata cekung (-/-), air mata (+/+), reflek pupil (+/+)

Telingabentuk normal, sekret (-/-)bentuk normal, sekret (-/-)bentuk normal, sekret (-/-)

HidungNapas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Mulut Mukosa hiperemi, bercak koplik (+)Mukosa hiperemi, bercak koplik (+)Mukosa hiperemi, sianosis (-)

TenggorokFaring hiperemis (+), tonsil T1-T1 hiperemis (-)Faring hiperemis (+), tonsil T1-T1 hiperemis (-)Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-)

LeherKGB tidak membesarKGB tidak membesarKGB tidak membesar

ThoraxRetraksi (-)Cor : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)Pulmo: SD vesikuler (+/+), RBK (-/-)Retraksi (-)Cor : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)Pulmo: SD vesikuler (+/+), RBK (-/-)Retraksi (-)Cor : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)Pulmo: SD vesikuler (+/+), RBK (-/-)

AbdomenSupel, dindingperut // dinding dada, nyeritekan (-), hepardan lien tidakteraba, turgor kembali38oC

Hasil

LaboratoriumHemoglobin: 12,1g/dlLeukosit: 7600/uL LED: - Hitung jenis:Eosinofil: -Basofil: -Neutrofil batang: -Neutrofil segmen: 70,5% ()Limfosit: 22,6%Monosit: 6,9%Hematrokrit: 34,2%Protein plasma: 7,0 g/dLTrombosit: 116.000 /uL ()Eritrosit: 4,51x106 /uLMCV: 75,8 fLMCH: 26,8 pgRDW: 12,2%

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

PendahuluanCampak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu (1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan (Phillips, 1983)Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak menderita campak adalah Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak (Rampengan, 1997).

EtiologiVirus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan tidak aktif pada pH rendah (Soegeng Soegijanto, 2002).

PatologiLesi pada campak terutama terdapat pada kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri (Cherry, 2004).Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan medula spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba dengan inclusion body intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis (Phillips, 1983).

PatogenesisCampak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi.Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag (Cherry, 2004). Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak (Soedarmo dkk., 2002).Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulitHariManifestasi

0Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau kemungkinan konjungtivaInfeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus

1-2Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

2-3Viremia primer

3-5Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh

5-7Viremia sekunder

7-11Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas

11-14Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

15-17Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases5th editionManifestasi klinisStadium inkubasi Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak menampakkan gejala sakit.Stadium prodromal Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radangKoplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-101 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.Stadium erupsiPada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya (Phillips, 1983).Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali (Phillips, 1983).

DiagnosisDiagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization, immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent antibody (FA). Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada masa prodromal dan serum sekunder pada 7 10 hari setelah pengambilan sampel serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih (Cherry, 2004). Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan protein, peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal (Phillips, 1983).

Diagnosis BandingDiagnosis banding morbili diantaranya :1. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.2. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang timbul tidak seberat campak.3. Alergi obat. Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan biasanya tidak disertai gejala prodromal. 4. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau membranosa (Alan R. Tumbelaka, 2002).

Campak yang termodifikasiPenyakit campak yang termodifikasi muncul pada orang yang hanya memiliki setengah daya tahan terhadap campak. Hal tersebut dapat diakibatkan riwayat penggunaan serum globulin maupun pada anak usia kurang dari 9 bulan karena masih terdapatnya antibodi campak transplasental dari ibu. Ditandai dengan gejala penyakit yang lebih ringan. Stadium prodromal akan menjadi lebih pendek. Batuk, pilek dan demam lebih ringan. Bercak Koplik lebih sedikit dan kurang jelas, namun dapat juga tidak muncul sama sekali. Ruam yang muncul sama dengan infeksi campak klasik, tetapi tidak bersifat konfluens. Pada beberapa orang, infeksi campak yang termodifikasi ini dapat tidak memberikan gejala apapun (Cherry, 2004).

Campak atipikalDidefinisikan sebagai sindroma klinik yang muncul pada orang yang sebelumnya telah kebal akibat terpajan pada infeksi campak alamiah. Biasanya muncul pada orang yang telah mendapat vaksin dari virus campak yang dimatikanMasa inkubasi dari campak atipikal sama seperti pada campak yang tipikal yaitu sekitar 7 hingga 14 hari. Stadium prodromal ditandai dengan demam tinggi yang mendadak (39,5C sampai 40,6C) dan biasanya sakit kepala. Bisa juga didapatkan gejala nyeri perut, mialgia, batuk non-produktif, muntah, nyeri dada dan rasa lemah. Bercak Koplik jarang ditemui. Dua atau tiga hari setelah onset penyakit muncullah ruam yang dimulai dari distal ekstremitas dan menyebar ke arah kepala. Ruam sedikit berwarna kekuningan, terlihat jelas pada pergelangan tangan dan kaki serta terdapat juga pada telapak tangan dan kaki. Ruam dapat berbentuk vesikel dan terasa gatal. Pada campak atipikal dapat muncul efusi pleura, sesak nafas, hepatosplenomegali, hiperestesia, rasa lemah maupun paresthesia. Diagnosis dari campak atipikal dapat ditegakkan melalui tes serologis. Bila sampel serum awal diambil sebelum atau pada saat onset ruam, CF dan titer HI biasanya kurang dari 1:5. Pada hari ke-10 infeksi kedua titer akan meningkat mencapai 1:1280 atau lebih. Pada campak yang tipikal, di hari ke-10 infeksi titer jarang melebihi 1:160 (Cherry, 2004).

PenyulitCampak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa penyulit campak adalah :a) BronkopneumoniaMerupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.b) EncephalitisKomplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut.c) Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE)Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).d) KonjungtivitisKonjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.e) Otitis MediaGendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.f) DiareDiare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan penderita campak (Soegeng Soegijanto, 2002)g) Laringotrakheitis Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan tindakan trakeotomi.h) JantungMiokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya.i) Black measlesMerupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).

ImunitasStruktur antigenikImunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak. Kemudian IgM menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi) sedangkan IgG tinggal tak terbatas dan jumlahnya dapat diukur. IgM menunjukkan baru terkena infeksi atau baru mendapat vaksinasi. IgG menandakan pernah terkena infeksi. IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh vaksinasi campak hidup yang dilemahkan, sedangkan vaksinasi campak dari virus yang dimatikan tidak akan menghasilkan IgA sekretori (Soegeng Soegijanto, 2002).Imunitas transplasentalBayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena campak. Antibodi akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 6 bulan dan kadarnya akan menurun dalam jangka waktu yang bervariasi. Level antibodi maternal tidak dapat terdeteksi pada bayi usia 9 bulan, namun antibodi tersebut masih tetap ada. Janin dalam kandungan ibu yang sedang menderita campak tidak akan mendapat kekebalan maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan maupun sesudah kelahiran (Phillips, 1983).ImunisasiImunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin dari virus yang dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan protektif meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu 4C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari pendingin. Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak digunakan lagi. Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak dapat merangsang pengeluaran IgA sekretori.Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah (Soegeng Soegijanto, 2001). Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili. Dosis serum dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah terinfeksi, tetapi semakin cepat semakin baik. Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit mengurangi gejala dan demam dapat muncul meskipun tidak terlalu berat.

PenatalaksanaanPengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total (Cherry, 2004). Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul (IDAI, 2004).

PencegahanPencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak (IDAI, 2004).

PrognosisCampak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit maka prognosisnya baik (Rampengan, 1997).

DAFTAR PUSTAKAAlan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 113Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.2283 2298Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk. (ed) Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal. 105Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 125T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 90

25