preskas

46
BAB 1 KASUS I.1 IDENTITAS PASIEN a. No RM : 01-80-83-92 b. Nama : Tn. M c. Jenis Kelamin : Pria d. Umur : 43 tahun e. Alamat : KP Jembatan Rt/rw 07/12 Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Kab. Kota Jakarta Timur f. Status Perkawinan : Menikah g. Tanggal masuk rawat : 11 Maret 2015 h. Tanggal keluar rawat: 14 Maret 2015 I.2 ANAMNESIS a. Keluhan Utama : Benjolan di leher depan kanan b. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak kurang lebih 5 tahun SMRS pasien mengeluhkan terdapat benjolan di daerah leher depan kanan. Awalnya benjolan dirasakan sebesar kelereng, tapi seiring berjalannya waktu, benjolan semakin membesar hingga berukuran kurang lebih sebesar telur ayam kampung. Pasien tidak merasakan adanya nyeri di daerah leher. Tidak ada keluhan gangguan bernafas atau gangguan menelan. Pasien tidak mengeluhkan sering berkeringat pada kedua 1

description

free

Transcript of preskas

BAB 1KASUS

I.1 IDENTITAS PASIEN a. No RM : 01-80-83-92b. Nama : Tn. Mc. Jenis Kelamin : Priad. Umur : 43 tahun e. Alamat : KP Jembatan Rt/rw 07/12 Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Kab. Kota Jakarta Timurf. Status Perkawinan : Menikahg. Tanggal masuk rawat : 11 Maret 2015h. Tanggal keluar rawat: 14 Maret 2015

I.2 ANAMNESISa. Keluhan Utama : Benjolan di leher depan kanan b. Riwayat Penyakit SekarangSejak kurang lebih 5 tahun SMRS pasien mengeluhkan terdapat benjolan di daerah leher depan kanan. Awalnya benjolan dirasakan sebesar kelereng, tapi seiring berjalannya waktu, benjolan semakin membesar hingga berukuran kurang lebih sebesar telur ayam kampung. Pasien tidak merasakan adanya nyeri di daerah leher. Tidak ada keluhan gangguan bernafas atau gangguan menelan. Pasien tidak mengeluhkan sering berkeringat pada kedua tangannya, nafsu makan normal dan tidak ada penurunan berat badan. Tidak ada keluhan demam, cepat haus, gangguan BAB, rasa berdebar-debar, cepat lelah, rasa cemas dan sulit tidur. Pasien mengaku selalu menggunakan garam beryodium dirumahnya. Pasien mengaku tidak pernah tinggal didaerah yang penduduknya banyak menderita penyakit gondok. c. Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi : disangkal Diabetes Melitus : disangkal Alergi : disangkal Asma : disangkal Riwayat operasi : disangkald. Riwayat Pengobatan:Pasien belum pernah berobat sebelumnyae. Riwayat Keluarga:Di keluarga pasien tidak ada yang pernah memiliki riwayat benjolan di leher. f. Riwayat Kebiasaan: Merokok (+), Konsumsi Alkohol (-), Makan yang berbahan pengawet (+), aktifitas sehari-harinya melakukan kegiatan harian sebagai perawat.

I.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: Tampak sakit ringanKesadaran : Compos MentisTanda Vital : TD :120/80 mmHgFN : 80 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,6 0 C Status Generalis Kepala: Normocephal, deformitas (-)Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Hidung: Discharge (-)Mulut: Mukosa hiperemis (-), lidah kotor (-), tonsil T1 T1 Leher: Perbesaran KGB (-), Peninggian JPV (-) Thoraxa. Paru-paru Inspeksi: Dinding dada simetris, pergerakan simetris, retraksi dinding dada (-) Palpasi: Vocal fremitus simetris kanan=kiri Perkusi: Sonor dikedua lapang paru. Auskultasi: vesikuler dikedua lapang paru, rhonki (-), weezhing (-) b. Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat. Palpasi: Ictus cordis tidak teraba.Perkusi: Batas atas ICS III linea midclavicularis sinistra, batas bawah ICS V linea midclavicularis sinistra, batas kanan ICS IV parasternalis dextra, batas kiri ICS IV midclavicularis sinistra. Auskultasi: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-). AbdomenInspeksi : Bentuk perut datar, tidak tegang, tanda-tanda peradangan (-)Auskultasi: Bising Usus (+). Palpasi: Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan kanan bawah (-).Perkusi: Timpani diseluruh kuadran abdomen Genitalia: dalam batas normalEkstremitas:a. Superior: Capillary reffil time < 2 detik, turgor kulit < 2 detik. b. Inferior: Capillary reffil time < 2 detik, edema (-), turgor kulit < 2 detik. Status Lokalis Regio Colli anterior a. Inspeksi: Tampak bejolan di leher sisi kanan, berbatas tegas, berukuran 4 x 4 cm. Warna kulit pada benjolan sama dengan warna kulit sekitar. Benjolan ikut bergerak ke atas pada saat menelan b. Palpasi: benjolan teraba padat, keras, mobile, nyeri tekan (-), trakea berada di tengah, pembesaran KGB (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang1.4.1 Laboratorium (10 Februari 2015)Darah Lengkap Leukosit : 9560 mm3Hitung JenisNetrofil: 54,4%Limfosit: 33,8%Monosit: 6.8%Eosinofil: 4,8%Basofil: 0.2%Eritrosit: 4.92 juta/uLHemoglobin : 14.3 g/dLHematoktrit : 43%MCV: 86.6 fLMCH: 29.1 pgMCHC: 33.6%RDW-CV: 12.8%Trombosit : 292.000 mm3Laju Endap Darah: 5 mmHemostasisMasa Perdarahan/BT: 3Masa Pembekuan: 7PT-INRMasa Prothrombin (PT): 10.3INR: 1Control: 10.7APTT: 30.0Control: 32.6ImunoserologiFree T4 (ELFA): 10.83 pmol/LTSHs (ELFA): 1.160 uIU/mLKimia KlinikGula Darah Sewaktu: 122 mg/dLElektrolitNatrium: 144 mmol/LKalium: 5.30 mmol/LKlorida: 104.0 mmol/LSGOT: 20 U/LSGPT: 27 U/LUreum: 26 mg/dLKreatinin: 0.8 mg/dL

1.4.2 Laboratorium (09 Maret 2015)Darah Lengkap Leukosit : 9170 mm3Hitung JenisNetrofil: 51%Limfosit: 35,7%Monosit: 7.9%Eosinofil: 5.1%Basofil: 0.3%Eritrosit: 4.86 juta/uLHemoglobin : 14 g/dLHematoktrit : 41%MCV: 84.2 fLMCH: 28.8 pgMCHC: 34.2%RDW-CV: 12.7%Trombosit : 309.000 mm3Laju Endap Darah: 15 mmHemostasisMasa Perdarahan/BT: 3Masa Pembekuan: 7PT-INRMasa Prothrombin (PT): 10.6INR: 1.03Control: 11.4APTT: 29.1Control: 33.2Kimia KlinikGula Darah Sewaktu: 145 mg/dLElektrolitNatrium: 147 mmol/LKalium: 4.60 mmol/LKlorida: 99.0 mmol/LSGOT: 20 U/LSGPT: 23 U/LUreum: 28 mg/dLKreatinin: 0.9 mg/dL

I.4.3 Pemeriksaan Rontgen toraks PA (12 Februari 2015)

Hasil : Cor dalam batas normal, Aorta elongasi

I.4.4 Pemeriksaan CT Scan leher dengan kontras (26 Februari 2015)

Hasil : Pembesaran thyroid kanan dengan densitas heterogen dan penyangatan inhomogen berukuran sekitar 7,2 x 4,3 x 8 cm yang mendorong trakea serta sedikit menyempitkan trakea setinggi level T7- Th1 Struma multinodosa thyroid kanan

1.5 Resume Pasien pria, 43 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan adanya benjolan yg muncul di leher depan kanan sejak 5 tahun yang lalu. Tidak ada nyeri di daerah leher. Tidak ada keluhan gangguan bernafas atau gangguan menelan. Pasien tidak mengeluhkan sering berkeringat pada kedua tangannya, nafsu makan normal dan tidak ada penurunan berat badan. Tidak ada keluhan demam, cepat haus, gangguan nafsu makan, gangguan BAB, tidak ada rasa berdebar-debar, cepat lelah, rasa cemas dan sulit tidur.Pemeriksaan FisikStatus generalis : tidak ditemukan kelainanStatus lokalis : Regio Colli anteriora. Inspeksi: Tampak bejolan di leher sisi kanan, berbatas tegas, berukuran 4 x 4 cm. Warna kulit pada benjolan sama dengan warna kulit sekitar. Benjolan ikut bergerak ke atas pada saat menelan b. Palpasi: benjolan teraba padat, keras, mobile, nyeri tekan (-), trakea berada di tengah, pembesaran KGB (-)Pemeriksaan CT Scan leher dengan kontrasHasil : Pembesaran thyroid kanan dengan densitas heterogen dan penyangatan inhomogen berukuran sekitar 7,2 x 4,3 x 8 cm yang mendorong trakea serta sedikit menyempitkan trakea setinggi level T7- Th1 Struma multinodosa thyroid kanan

1.6 Diagnosis Kerja Struma Nodosa non- Toksik (SNNT)

1.7 Diagnosis BandingKarsinoma tiroidTiroiditis Graves disease 1.8 Penatalaksanaan Thyroidektomi + VCLaporan pembedahan Tanggal : 12 Maret 2015Ahli Anastesi : dr. Djalil, SpAnAhli bedah : dr. Haris, SpB(K)Onk

Preoperatif : Pasien diberikan anastesi umum, dengan posisi telentang, dilakukan tidakan a & antiseptikIntraoperatif : - insisi collar Strap muscle di splin, tampak nodul di pool bawah lobus kanan tiroid, lobus kiri ukuran normal, nodul (-) pool atas lobus kanan, tidak teraba nodul Diputuskan untuk subtotal lobektomi kanan, dengan meninggalkan pool atas lobus kanan dan lobus kiri tiroid Perdarahan diatasi, luka operasi di tutup dengan meniggalkan drain 1 buah Operasi selesaiPost operasi : - awasi TNSP dan kesadaran Diet bertahap setelah sadar penuh Infus RL 20 tetes/ menit Ceftriaxone 1x 2gr Ketorolac 3x 30 mg Ukur produksi drain/ 12 jam

1.9 Prognosis Quo ad vitam : bonamQuo ad functionam : bonamQuo ad sana tionam : bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 STRUMAII.1.1 DefinisiKelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma. (1)

II.1. 2 EmbriologiKelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan. Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitupada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal, seperti persisten duktus tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin. (1)(2)

II.1. 3 AnatomiKelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia prevertebralis. Didalam ruang yang sama terletak trakea, esofagus, pembuluh darah besar dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang.Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fascia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak.(2)Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. tiroidea superior (cabang dari a. carotis eksterna) dan a. tyroidea inferior( cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular. (2)Nodus lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nodulus pretrakhealis dan nodulus paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nodulus brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan. (2)

II.1. 4 HistologiPada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50- 500mikrometer. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk untuk membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000). (2)

II.1. 5 Fisiologi Hormon TyroidKelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA). (1)

II.1. 6 Metabolisme T3 dan T4Waktu paruh T4 di plasma adalah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini iaalah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3,3,3,5 triidotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler. (2)Pengaturan Faal Tiroid: (2)Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid:1. TRH(Thyrotrophin Releasing Hormone)Tripeptida yang disintesis oleh hipothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid terangsang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi.2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)Glikoprotein yang terbentuk oleh 2 sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor- TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback)Kedua hormon (T3 dan T4 ) ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TSH.4. Pengaturan di tingkat kelnjar tiroid sendiriProduksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroidEfek metabolisme Hormon Tyroid: (2)1. Kalorigenik 2. Termoregulasi 3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik.4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenerasi insulin meningkat.5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.7. Lain lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme

II.1. 7 Klasifikasi Struma(3)(4) Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan).Menurut American society for Study of Goiter membagi :1. Struma Non Toxic Diffusa 2. Struma Non Toxic Nodusa3. Stuma Toxic Diffusa4. Struma Toxic NodusaIstilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.1. Struma non toxic nodusa Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid. Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun 3. Goitrogen : Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid. 5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna. 2. Struma Non Toxic DiffusaEtiologi :1. Defisiensi Iodium.2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis.3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid.6. Terpapar radiasi.7. Penyakit deposisi.8. Resistensi hormon tiroid. 9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis).10. Silent thyroiditis.11. Agen-agen infeksi.12. Suppuratif Akut : bacterial.13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit.14. Keganasan Tiroid. 3. Struma Toxic Nodusa Etiologi : 1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4.2. Aktivasi reseptor TSH.3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G.4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.

4. Struma Toxic DiffusaYang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya.

II.1. 8 Patofisiologi (3)(4) Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa. Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen. Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.

II.1. 9 Diagnosis dan Penatalaksanaan Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma.Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui dengan palpasi atau auskultasi :1. Bentuk kista : Struma kistik Mengenai 1 lobus Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan Kadang Multilobaris Fluktuasi (+)2. Bentuk Noduler : Struma nodusa Batas Jelas Konsistensi kenyal sampai keras Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea3. Bentuk diffusa : Struma diffusa Batas tidak jelas Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa Tampak pembuluh darah Berdenyut Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular veinDari faalnya struma dibedakan menjadi : 1. Eutiroid2. Hipotiroid3. HipertiroidBerdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi : 1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid2. Toksik : HipertiroidPemeriksaan Fisik :Status Generalis :1. Tekanan darah meningkat2. Nadi meningkat3. Mata : Exopthalmus Stelwag Sign : Jarang berkedip Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu melihat ke bawah Morbus Sign : Sukar konvergensi Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus5. Jantung : TakikardiStatus Lokalis :1. Inspeksi Benjolan Warna Permukaan Bergerak waktu menelan2. Palpasi Permukaan, suhu Batas : Atas : Kartilago tiroidBawah : incisura jugularisMedial : garis tengah leherLateral : M. SternokleidomastoideuII.1. 10 STRUMA NON TOKSIK(5)Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.Hampir semua struma diduga sebagai hasil dari stimulasi TSH sekunder yang menyebabkan kurangnya sintesis hormon tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid tersebut berguna untuk mempertahankan pasien dalam keadaan eutiroid. Struma dapat berbentuk difus, uninodular, atau multinodular. Struma familial diakibat oleh kurangnya enzim yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid secara keseluruhan atau parsial dan bersifat genetik. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator. Manifestasi klinisStruma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001) :1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.Hampir semua pasien struma nodusa non toksis tidak memiliki keluhan. Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas). Jika ada pasien yang datang dengan keluhan kelumpuhan nervus rekuren laringeal seperti suara parau sebaiknya dicurigai kearah keganasan.Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium. DiagnosisAnamnesa sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe meduler).Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai :1. jumlah nodul2. konsistensi3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak4. pembesaran gelenjar getah beningInspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.Pada palpasi harus diperhatikan : lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya) ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter) konsistensi mobilitas infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian yang masuk ke retrosternal)Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler. Pemeriksaan penunjang meliputi :1. Pemeriksaan sidik tiroid.Pemeriksaan tiroid dilaksanakan dengan menggunakan radiofarmaka Tc99m per technetate untuk angka penangkapan tiroid (uptake) dan sidik tiroid, serta pemeriksaan in vitro menggunakan I125 untuk T3, T4, dan TSH (RIA).Hasil pemeriksaan dengan radioisotop yang utama ialah mengetahui fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk : Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan keadaan sekitarnya. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG : kista adenoma kemungkinan karsinoma tiroiditis3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul. Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.4. Petanda Tumor.5. Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.PenatalaksanaanIndikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:1. keganasan2. penekanan3. kosmetikTindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :1. inoperabel2. kontraindikasi operasi3. ada residu tumor setelah operasi4. metastase yang non resektabelHormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapi supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.Preparat : Thyrax tablet dengan dosis : 3x75 Ug/hari p.oII.1. 11 STRUMA TOKSIK(5)(6)Struma difus toksik (Graves Disease)Graves disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Graves terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri. Manifestasi klinisPada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal. Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler. DiagnosisSebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat PenatalaksanaanTujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).1. Obat antitiroidIndikasi :1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.3. Persiapan tiroidektomi4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia5. Pasien dengan krisis tiroidObat antitiroid yang sering digunakan :ObatDosis awal (mg/hari)Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol30-605-20

Metimazol30-605-20

Propiltourasil300-6005-200

2. Pengobatan dengan yodium radioaktifIndikasi :1. pasien umur 35 tahun atau lebih. 2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi. 3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik.3. OperasiTiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar.3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif.4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik.5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.Struma nodular toksikStruma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummers disease (Sadler et al, 1999). Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik. Manifestasi klinisPenderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves. Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan. PenatalaksanaanTerapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapat mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan. II.1. 12 PENYAKIT TIROID YANG LAIN(5)TiroiditisDitandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid. 1. Akut (supuratif)Penyakit ini jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan infeksi saluran perafasan atas. Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, nyeri menelan, malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin. Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin atau derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan insisi dan drainage.2. SubakutEtiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai leukositosis, laju endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis. Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.3. MenahunLimfositik (Hashimoto)Merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma limfomatosa, tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis melalui biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut.

BAB IIIKESIMPULAN

Struma dapat dibedakan menjadi struma toksik dan nontoksik berdasarkan perubahan fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid. Berdasarkan klinis pasien datang dengan gejala eutyroid yaitu jantung tidak berdebar-debar, tidak mudah lelah saat beraktivitas dan tidak mengalami perubahan berat badan. Oleh karena itu, dapat dikatakan pasien tidak mengalami masalah gangguan fungsi glandula tyroid sehingga dapat didiagnosis sebagai struma nodosa non toksik.Penatalaksanaan SNNT adalah operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.

1