Presentation KP Fix

download Presentation KP Fix

of 57

Transcript of Presentation KP Fix

PRESENTASI KERJA PRAKTEK

Oleh :

Akhmad Fajar Syaebeni Alison Hutapea Bernadus T. Chrisanto Ricky Novaldo Syamri

111.070.072 111.070.071 111.070.005 111.070.015

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2010

STUDI KELAYAKAN RENCANA PEMBORAN AIRTANAH

DESA RINGINLARIK, KEC. MUSUK, KAB. BOYOLALIJAWA TENGAHI. PENDAHULUANI.1. Latar Belakang Air yang merupakan salah satu sumberdaya geologi yang sangat penting dan vital, tidak saja diperlukan oleh semua makhluk hidup yang ada di bumi, tetapi juga diperlukan bagi proses-proses geologi. Pemanfaatan air permukaan telah banyak dilakukan, namun dengan semakin meningkatnya kebutuhan, sedangkan ketersediaan semakin terbatas perlu dicari sumber lain dengan memanfaatkan air tanah walaupun menemukan sumberdaya tersebut semakin sulit dan mahal. Oleh karena itu pemanfaatannya harus dilakukan secara hatihati sesuai dengan kebutuhan serta tidak berlebihan. Pemanfaatan air tanah perlu mempertimbangkan efektivitas serta efisiensi dari akuifer. Karena sulit didapatkannya air bersih pada Desa Ringinlarik, untuk itu perlu adanya pencarian sumber air bersih sehingga diharapkan masyarakat sekitar tidak kesulitan lagi dalam mendapatkan air bersih.

.

I.2. Maksud & Tujuan Dapat menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama duduk di bangku kuliah yang akan diaplikasikan dalam dunia kerja yang sangat erat kaitannya dengan bidang hidrogeologi. Dapat mengetahui tahapan awal sebelum pemboran sumur dilakukan yang meliputi pemahaman kondisi geologi daerah sekitar, Dapat memberikan rekoendasi dalam penentuan titik pemboran dengan menggunakan metode geolistrik. Dapat melihat secara langsung langkah - langkah yang dilakukan selama pelaksanaan survey geolistrik.

Dapat mengetahui potensi airtanah pada daerah telitian, Dapat mengetahui kendala - kendala yang terjadi selama proses dan tahapan penelitian ini berlangsung. I.3. Batasan Masalah Tahapan awal dan proses yang dilakukan dalam pelaksanaan geolistrik, Penentuan titk lokasi sumur yang akan dikembangkan, Kendala yang dihadapi

I.4. Diagram Alir Penelitian

I.5. Lokasi Daerah Telitian Lokasi penelitian terdapat pada Desa Ringinlarik, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Daerah ini dapat ditempuh dengan sepeda motor ataupun dengan kendaraan roda empat dengan jarak tempuh 75 kilometer dari Gedung Kampus Teknik Geologi, UPN Veteran Yogyakarta dan memakan waktu tempuh kurang lebih 1,30 menit.

Peta yang menunjukkan tracking ke daerah telitian

II. GEOLOGI REGIONAL

II.1. Stratigrafi Regional

Secara berurutan dari tua muda : - Formasi Pelang - Formasi Kerek - Formasi Kalibeng - Formasi Banyak - Formasi Sonde - Formasi Damar - Formasi Kaligates - Endapan Vulkanik Muda

Stratigrafi Daerah Telitian Dalam peta geologi lembar Surakarta dan Giritantro (Surono & Sudarno), daerah telitian merupakan satuan batuan vulkanik muda, yang terdiri dari breksi gunungapi, lava, dan tufa. Daerah ini berada pada ketinggian antara 600 850 mdpl.

II.2. Gemorfologi Regional Secara fisiografis daerah telitian termasuk dalam Zona Kendeng Barat (Van Bemmelen, 1949). Ditinjau dari genetiknya daerah telitian dapat dibagi menjadi tiga satuan geomorfik menurut (Thornbury,1954) yaitu : - Satuan geomorfik pegunungan lipatan dengan sub satuan geomorfik pegunungan lipatan, sub satuan geomorfik lembah antiklin, sub satuan geomorfik pegunungan sinklin. Satuan geomorfik pegunungan vulkanik dengan sub satuan pegunungan geomorfik perbukitan vulkanik. Satuan geomorfik dataran dengan sub satuan geomorfik dataran alluvial sungai (Thornbury,1954).

-

Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari Van Bemmelen, 1949)

II.3. Struktur & Tektonik regional

Konfigurasi struktur regional Indonesia telah berkembang sejak Neogen Akhir karena interaksi tiga lempeng besar yaitu lempeng Samudera Hindia - Australia, Asia dan Pasifik (Simanjuntak dan Barber, 1996). Konvergensi antara dua lempeng (Samudera Hindia Australia dan Asia) diyakini telah mengontrol pola struktur di Jawa. Jalur Kendeng berada di sebelah selatan jalur Randublatung, yang merupakan sistem antiklinorium yang mempunyai arah umum timur barat, terbentang mulai dari Gunung Ungaran di bagian barat sampai delta Sungai Brantas, di bagian timur menunjam di Selat Madura (De Genevraye & Samuel, 1972).

Peta Geologi lembar Surakarta 14083 & Giritontro 1407-6, skala 1 : 100.000

Struktur & Tektonik Daerah TelitianPola struktur yang terdapat pada daerah telitian tidak dapat teramati dengan baik karena daerah telitian sebagian besar ditutupi oleh soil / material lepas dan tidak kompak, selain itu daerah lokasi ini berada di daerah kawasan penduduk sehingga unsur - unsur struktur geologi tidak dapat teramati dengan baik .

II.4. Hidrogeologi Berdasarkan Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia (ESDM), daerah ini termasuk ke dalam daerah cekungan airtanah. Dalam peta hidrogeologi lembar IX Yogyakarta (A. Djaeni), daerah ini termasuk dalam wilayah akuifer produktifitas rendah dengan penyebaran yang luas. Wilayah ini memiliki nilai permeabilitas sangat beragam, dimana muka airtanah bebas umumnya dalam.

Peta Cekungan Airtanah (ESDM)

III. DASAR TEORI

III.1. Hidrogeologi Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat (UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air) Banyaknya air yang masuk ke dalam tanah sangat tergantung pada sifat, keadaan, dan jenis batuan setempat, jumlah vegetasi di daerah tangkapan air (catchment area), bentuk bentang alam, dan banyaknya air yang jatuh ke bumi sebagai curah hujan, salju dsb.

Airtanah Airtanah adalah air yang berada di bawah muka freatik (Todd, D.K, 1980). Muka freatik merupakan permukaan dimana pori - pori terisi oleh air, sedangkan di atas muka freatik pori-pori mengandung udara. Menurut Noer Aziz (2000:81), airtanah adalah semua air yang terdapat dalam ruang batuan dasar atau regolith, dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir ke permukaan tanah melalui rembesan. Menurut Herlambang (1996), air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang antar butir - butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut aquifer. Dari pemahaman aspek - aspek hidrogeologist di atas, disesuaikan dengan perencanaan kelayakan pada pemboran airtanah mampu memberikan informasi potensi airtanah pada Kecamatan Musuk dan dapat ditentukan lokasi titik pemboran yang ideal.

Berdasarkan posisi stratigrafinya, variasi posisi ditunjang pula dengan sifat-sifat fisik lainnya maka dapat ditentukan berbagai jenis akuifer (Kruseman, 1994), yaitu : Akuifer Bebas ( Unconfined aquifer ) Akuifer ini hanya sebagian yang terisi air dan terletak pada suatu dasar yang kedap. Akuifer Tertekan (Confined aquifer) Akuifer tertekan sepenuhnya jenuh dengan air, bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh lapisan yang kedap air Akuifer Semi Tertekan (semi confined aquifer) Akuifer ini biasa disebut akuifer setengah tertekan yaitu akuifer yang sepenuhnya jenuh air yang pada bagian atasnya dibatasi oleh lapisan setengah kedap air (semi permiabel) dan terletak pada dasar yang kedap air. Akuifer Setengah Bebas (Semi Unconfined aquifer) Akuifer jenis ini mempunyai lapisan penutup dengan nilai kelulusan sedemikian besar akan tetapi masih lebih kecil dari kelulusan akuifer di bawahnya.

Berbagai jenis akuifer (Kruseman, 1994)

IV. PEMBAHASAN

IV.1. Metode Geolistrik Dalam hal pencarian reservoir air dapat di lakukan suatu studi awal dengan penentuan lapisan batuan yang mengandung air dalam jumlah air jenuh (Kodoatie,1996 : 81). Metode penyelidikan menggunakan metode tahanan jenis (Resistivity) dengan cara Vertical Elektrical Sounding (VES) atau Geolistrik, menggunakan konfigurasi dengan metode Schlumberger. Dari hasil pengukuran nilai nilai kelistrikan akan dikonversi menjadi jenis jenis batuan, posisi kedalaman, dan ketebalannya Di samping dari segi keakuratan juga dari segi biaya murah dan waktu pelaksanaan lebih cepat dibanding dengan metode geofisika yang Iainnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : - Umur batuan - Kandungan elektrolit - Kepadatan batuan - Jumlah / jenis mineral yang dikandung - Porositas

Konsep Geolistrik

Konfigurasi ElektrodaO

Dimana : I : Arus listrik (mA) pada Transmitter V : Beda potensial (mV) pada Receiver O : Titik yang diukur secara Sounding AB : Spasi elektroda arus (Meter) MN : Spasi elektroda potensial (Meter)

Ada dua metode pengukuran dalam pengambilan data dengan menggunakan metode resistivitas. Metode pengukuran yang digunakan yaitu metode mapping dan sounding. Metode mapping digunakan untuk mengetahui variasi resistivitas kearah lateral. Biasanya metode ini digunakan untuk mengetahui kontak litologi batuan atau benda-benda yang dangkal. Sounding adalah penyelidikan perubahan resistivitas bawah permukaan ke arah vertikal. Caranya : Pada titik ukur yang tetap, jarak elektroda arus dan potensial diubah. Metode ini sangat bagus digunakan untuk menentukan ketebalan lapisan lapuk, kedalaman struktur, kedalaman benda anomali yang berbentuk dyke, resistivitas suatu lapisan sedimen, serta suatu batuan dasar yang letaknya tidak terlalu dalam. Konfigurasi elektroda yang biasanya dipakai adalah konfigurasi Schlumberger. Elektroda arus A dan B selalu dipindahkan sesuai dengan jarak yang telah ditentukan, sedangkan elektroda potensian M dan N hanya dipindahkan pada jarak - jarak tertentu dengan syarat jarak MN 1/3 (jarak AB/2). Oleh karena jarak elektroda selalu berubah pada setiap pengukuran, maka hukum Ohm yang digunakan sebagai dasar perhitungan penyelidikan geolistrik dalam memperoleh tahanan harga jenis semu harus dikalikan dengan faktor jaraknya (K faktor).

Arah perpindahan elektroda

Elektroda arus

Elektroda potensial

Elektroda arus

C1

P1

P2

C2

: Posisi titik pengukuran C : Elektroda arus P : Elektroda Potensial

Perpindahan elektroda sounding

Nilai Resistivitas Batuan

Harga Tahanan Jenis dari berbagai lapisan bumi (Takeda, 1975) LAPISAN Air permukaan Air tanah Aluvium/Dilivium : - Silt Lempung - Pasir - Pasir dan kerikil Neo Tersier : - Batulumpur - Batupasir - Konglomerat - Tufa Kelompok andesit Kelompok granit Kelompok Chert TAHANAN JENIS (Ohm-m) 80 200 30 100 10 200 100 600 100 1000 20 200 50 500 100 500 20 200 100 2000 1000 10.000 200 2000

Dari table tersebut, harga tahanan jenis untuk lapisan air bawah tanah antara 30 Ohm-m sampai 100 Ohm-m, dan endapan alluvial lempung mempunyai tahanan jenis rendah (low resistivity) kemudian disusul lanau (silt), dan pasir. Untuk mendetaksi besarnya harga resisitivitas ini dilakukan pengukuran secara Sounding yaitu mengukur variasi tahanan jenis secara vertical menurut Schlumberger.

Pengukuran resistivitas dilakukan dengan cara mengalirkan arus ke dalam tanah melalui elektroda arus C1 dan diterima oleh elektroda arus C2. Kemudian beda potensial antara kedua elektroda diukur melalui elektroda potensial P1 dan P2. Susunan elektroda arus dan elektroda potensial tersebutr2 R1 I source C1 equipotensial P1 V P2 C2 sink R2

r1

aliran arus

Susunan elektroda arus dan elekroda potensial

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai resistivitas antara lain: Kandungan air. Medium yang memiliki air memiliki nilai resistivitas yang lebih rendah bila dibandingkan medium yang kering. Porositas yaitu perbandingan antara volume pori-pori medium terhadap volume medium itu sendiri. Porositas dinyatakan dalam persen (%) volume. Volume pori-pori medium yang besar akan memberikan kandungan cairan yang lebih banyak sehingga nilai resistivitasnya akan semakin kecil.

Tabel Koordinat UTM zona 49 pengukuran geolistrik Desa RinginlarikNo 1. 2. 3. 4. Titik MSK 1 MSK 2 MSK 3 MSK 4 X (mE) 449,196 449,423 449,891 448,926 Y (mN) 9,164,189 9,164,729 9,165,424 9,163,616 Elevasi (m) 719 709 682 702

5.

MSK - 5

449,090

9,164,854

736

Denah titik titik pengukuran geolistrik

IV.2. Data pengukuran geolistrik

Foto alat-alat Geolistrik

Foto survey dengan Geolistrik

IV. 3. Hasil Interpretasi dari data Geolistrik 1. MSK 1 Pengukuran di titik ukur MSK 1 Dukuh Mogol Wetan didapatkan kondisi bawah permukaan sebagai berikut : Kedalaman 0 - 4,58 meter merupakan lapisan batupasir kerakalan yang merupakan lapisan penutup. Kedalaman 4,58 - 31,41 meter terdapat lapisan endapan vulkanik (bukan akuifer). Kedalaman 31,41 - 35,84 meter merupakan lapisan batupasir (aquifer). Kedalaman 35,84 meter - > 110,94 meter merupakan lapisan endapan vulkanik (bukan akuif er). Kedalaman di bawah 110,94 meter merupakan lapisan lava (bukan akuifer). 2. MSK 2 Pengukuran di titik ukur MSK 2 Dukuh Mogol Wetan didapatkan kondisi bawah permukaan sebagai berikut : Kedalaman 0 41,28 m, merupakan lapisan endapan vulkanik (bukan akuifer). Kedalaman 41,28 62,94 m, merupakan lapisan batupasir (akuifer) Kedalaman 62,94 137,84 m, lapisan endapan vulkanik (non akuifer) Kedalaman > 137,84 m, merupakan lapisan lava (non akuifer)

3. MSK 3 Pengukuran di titik ukur MSK 3 Dukuh Dali didapatkan kondisi bawah permukaan sebagai berikut : Kedalaman 0 15 m, merupakan lapisan batupasir kerakalan

Kedalaman 15 47 m, merupakan lapisan endapan vulkanikKedalaman 47 69,15 m,merupakan lapisan batupasir kerakalan (akuifer) Kedalaman 69,15 - 154,08 m, merupakan lapisan endapan vulkanik Kedalaman > 154,08 m, merupakan lapisan lava (non akuifer)

4. MSK 4 Pengukuran di titik ukur MSK 4 Dukuh Tawangsari didapatkan kondisi bawah permukaan sebagai berikut : Kedalaman 0 21,5 m, merupakan lapisan batupasir kerakalan

Kedalaman 21,5 270 m, merupakan lapisan endapan vulkanikKedalaman > 270 m, merupakan lapisan lava (non akuifer)

5. MSK - 5 Pengukuran di titik ukur MSK 5 Dukuh Sidorejo didapatkan kondisi bawah permukaan sebagai berikut : Kedalaman 0 3 m, merupakan lapisan batupasir Kedalaman 3 70 m, merupakan lapisan endapan vulkanik Kedalaman 70 105 m,merupakan lapisan batupasir Kedalaman 105 - 267 m, merupakan lapisan endapan vulkanik Kedalaman > 267 m, merupakan lapisan lava (non akuifer)

Data Cutting dan Penampang Resistivity MSK-3

IV.5. Hasil Penafsiran dari interpretasi Geolistrik 1. Secara umum kondisi bawah permukaan tersusun atas perlapisan pasir, kerikil, kerakal yang belum kompak / bersifat lepas dan lapisan-lapisan lava yang merupakan hasil dari aktivitas gunungapi Merapi dan Merbabu. 2. 3. Litologi ini termasuk ke dalam Endapan Vulkanik Muda yang berumur Holosen. Ditemukan adanya lapisan-lapisan pasir berair dengan nilai resistivity 25 -100 Ohm-m yang diduga sebagai lapisan akuifer terdapat di titik pengukuran MSK 1, MSK 2, dan MSK -

4.

Lapisan akuifer yang didapatkan merupakan akuifer dangkal dengan ketebalan akuifer maksimal 25meter.

5.

Terdapat lapisan akuifer yang bisa dikembangkan dengan sumur dalam.

IV.6. Saran & Rekomendasi 1. Pada titik pengukuran MSK 1, MSK 2, dan MSK 3 layak untuk ditindaklanjuti dengan pembuatan sumur eksplorasi / sumur uji dengan kedalam pengeboran minimal 50 - 70 m. 2. Bilamana ternyata debit yang dihasilkan ekonomis (diperhitungkan dengan biaya pemompaan), baru kemudian dikembangkan sebagai sumur produksi

dengan dipasang instalasi pompa sesuai dengan kemampuan sumur.

IV.6. Permasalahan & Penyelesaian 1. Sosialisasi dan perizinan terhadap masyarakat sekitar, sehingga perlu birokrasi yang baik dari pihak service. 2. Sulitnya mensosialisasian informasi geologi dan geofisika ke masyarakat umum, sehingga perlu untuk mensedarhanakan informasi yang dapat dimengerti masyarakat umum. 3. Diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk mendapatkan data data yang

lengkap untuk penunjang keberhasilan pemboran4. Kelengkapan data berpengaruh terhadap resiko

V. KESIMPULAN

1.

Daerah penelitian termasuk ke dalam Endapan Vulkanik Muda yang berumur Holosen menurut Pringgoprawiro (1980).

2.

Pola struktur yang terdapat pada daerah telitian tidak dapat teramati dengan baik karena daerah telitian sebagian besar ditutupi oleh soil / material lepas dan tidak kompak, selain itu daerah lokasi berada di daerah kawasan penduduk sehingga unsur - unsur struktur geologi tidak dapat teramati dengan baik.

3.

Berdasarkan Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia (ESDM), daerah ini termasuk ke dalam daerah cekungan airtanah. Dalam peta hidrogeologi lembar IX Yogyakarta (A. Djaeni), daerah ini termasuk dalam wilayah akuifer produktifitas rendah dengan penyebaran yang luas. Wilayah ini memiliki nilai permeabilitas sangat beragam, dimana muka airtanah

bebas umumnya dalam

4.

Pelaksananan studi kelayakan pada perencanaan pemboran airtanah Desa Ringinlarik menggunakan metode Vertical Elektrical Sounding (VES) atau Geolistrik.

5.

Ditemukan adanya lapisan-lapisan pasir berair dengan nilai resistivity 25 -100 Ohm - m yang diduga sebagai lapisan akuifer terdapat di titik pengukuran MSK 1, MSK 2, dan MSK - 3.

6.

Lapisan akuifer yang didapatkan merupakan akuifer dangkal dengan ketebalan akuifer maksimal 25 m

7.

Terdapat lapisan akuifer yang bisa dikembangkan dengan sumur dalam dan untuk ditindaklanjutidengan pembuatan sumur eksplorasi / sumur uji.

8.

Proses penilitian dapat berjalan meskipun ada beberapa kendala yang dihadapi dan telah dapat diselesaikan dengan baik dan berjalan lancar.

1. Penentuan Lokasi :a. Faktor yang perlu dipertimbangkan

b. Pemetaan Hidrogeologi c. Pendugaan Potensi Airtanah dengan menggunakan survey Geolistrik

2. Persiapan :a. Perijinan dan koordinasi

b. Pemilihan jenis mesin bor c. Penyiapan dan Transportasi Peralatan d. Penyiapan Lokasi Pemboran

3. Pelaksanaan Pemboran dan Konstruksi Sumur :

A. Pelaksanaan pemboran :1). Macam-macam mesin bor dan peralatannya 2). Metoda pemboran 3). Deskripsi conto cutting

A. Pelaksanaan Pemboran Macam-macam Mesin Bor (Drilling Rig) dan Peralatannya :

Tipe alat bor berdasar konstruksi mekanisnya :Contoh : Ruston Bucyrus 2. Bor Putar (Rotary D.R.) 1. Meja putar (Rotary Table) 2. Spindel, Contoh : Long Year (LY38, LY44) 3. Rotary Head / Drive Head Kepala PemutarContoh : Hydreg Cryphon 3. Bor Putar-Hidrolik 1. Bor Tumbuk (Percussion Drilling Rig)

Contoh : spindle dan top drive

Merupakan tahapan pemboran awal dengan diameter lubang bor 8 inch dengan kedalaman mencapai 60 meter. Tujuan dari pemboran ini sendiri sebagai lubang pemboran awal dan untuk mengetahu secara langsung lithologi yang ada dengan menggunakan serbuk bor (cutting). Untuk menempatkan rangkaian stang bor diperlukan adanya menara pemboran, pada pemboran ini menggunakan menara dengan jenis Kaki Dua.

Untuk sumber tenaga yang digunakan pada proses pemboran sumur Daerah Deli, Desa Ringinlarik ini dengan menggunakan mesin diesel dengan tipe ME 110. Bahan bakar dari mesin diesel ini dengan menggunakan bensin. Selain itu untuk mesin diesel ini menggunakan air sebagai penyeimbang agar suhu mesin diesel ini tidak terlalu panas, jadi mesti selalu diperhatikan.

Untuk kelancaran suatu proses pemboran tentu diperlukan adanya pelumas untuk melumasi mata bor (bite) yang dalam hal ini digunakan lumpur pemboran. Selain itu fungsi dari lumpur pemboran yang digunakan untuk pemboran ini antara lain : Untuk menaikkan serbuk bor ( cutting ) kepermukaan sehingga cutting yang diperoleh dapat dideskripsi untuk penentuan lithologi yang ditembus (didukung dengan data logging dan data core). Mengontrol tekanan formasi Mendinginkan mata bor Untuk menyemen lapisan di dalam bak penampungan lumpur yang berfungsi sebagai sirkulasi lumpur pemboran.

Klasifikasi pemboran berdasarkan sirkulasi fluida bor dan jenis fluida bor yang digunakan antara lain : Direct Sirculation Mud Flush Merupakan metoda pemboran sirkulasi langsung yang menggunakan fluida pemboran berupa lumpur.Lumpur pemboran yang digunakan pada umumnya merupakan campuran antara air dan lempung serta bahan-bahan kimia polimer untuk meningkatkan berat jenisnya dan menambah sifat adhesi. Metoda ini biasanya digunakan pada daerah daerah yang batuan bersifat unconsolidated, misalnya pasir lepas. Reverse Sirculation Mud Flush Sesuai dengan namanya, sebagai fluida dalam metoda ini adalah lumpur bor. Lumpur tersebut tidak dipompakan kedalam lubang melalui stang bor, melainkan dihisap keatas melalui rangkaian stang bor dan swivel kemudian dialirkan kedalam mud pit. Metode pemboran sirkulasi air terbalik ini pada umumnya digunakan pada satuan aluvial, yang terdidiri atas pasir, lempung, dan sejumlah kecil krikil dan tidak akan menguntungkan jika batuan yang mengandung bongkah atau yang memiliki kondisi artesis. Direct Circulation Air Flush Pada pemboran menggunakan metoda sirkulasi udara, seperti halnya pada metoda sirkulasi air atau lumpur, terdapat dua metoda yaitu bor putar sirkulasi (udara) langsung dan metode pemboran down-the hole hammer (tumbuk). Pada prinsipnya cara kerja metoda ini sama dengan metoda bor putar sirkulasi air langsung, dimana udara ditekan kedalam lubang sumur melalui stang bor dan mengalir kembali keatas selama mata bor berputar sambil membawa cutting. Pemboran sirkulasi udara ini hanya efektif untuk formasi yang semi consolidated sam pai consolidated, untuk formasi yang unconsolidated mesin bor perlu dilengkapi dengan pompa lumpur. Reverse Circulation Air Flush Fluida pemboran adalah udara, prinsip kerjanya hampir sama dengan Reverse Circulation Mud Flush, udara tidak dipompakan kedalam stang bor melainkan dihisap keatas melalui rangkaian stang bor dan swivel kemudian dialirkan ke mud pit. Biasanya digunakan untuk pemboran diameter besar atau untuk formasi urai (unconsolidated), yang apabila digunakan metoda sirkulasi udara langsung penetrasinya sangat lambat.

Cutting Cutting merupakan serbuk bor berupa hancuran sari batuan yang ditembus oleh bit (mata bor). Cutting ini diangkat dari dasar lubang bor ke permukaan oleh gerakan lumpur pemboran yang digunakan untuk mengebor pada waktu kegiatan pemboran berlangsung. Cutting ini dapat memberikan informasi kondisi batuan yang terdapat di dalam sumur, termasuk juga keadaan khusus yang terjadi pada saat pemboran berlangsung.

Permasalahan Dalam Pemboran dan Penyelesaianya Secara teknis kendala yang dihadapi yaitu terdapatnya banyak waterloss, dimana hal ini disebabkan adanya rongga antar butir yang besar, waterloss dapat diantisipiasi dengan menginjeksikan lumpur yang lebih kental. Adanya waterloss juga menyebabkan terjadinya sirkulasi lumpur pemboran yang hilang, sehingga oleh juru bor diantisipasi dengan melakuk pemasangan casing yang tidak tepat. Karena pemasangan casing yang terburu-buru maka mata bor tidak dapat di tarik. Maka diambil tindakan dengan menghancurkan casing PVC dengan alat pemotong Widya P 30. Selain itu kondisi Gunung Merapi yang sempat erupsi juga menghambat kerja pemboran.

KESIMPULANDari data yang didapatkan selama melakukan Kerja Praktek di Daerah Dali, Desa Ringinlarik, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah ini maka dapat ditarik suatu kesimpulan antara lain : Daerah telitian secara morfologi merupakan bentuk asal dari Gunung Merapi. Daerah telitian terletak pada lereng atas dari Gunung Merapi dan termasuk dalam endapan Volkanik Merapi Muda. Lingkungan pemboran berada pada daerah pasar dan sekitar rumah penduduk yang sangat membutuhkan air bersih. Alat-alat pemboran yang digunakan pada daerah ini masih tergolong alat yang sangat sederhana dan sebagian merupakan hasil modifikasi sendiri. Dari hasil diskripsi cutting yang dilakukan menunjukkan lithologi umum yang terdapat pada daerah ini yaitu Batupasir, breksi, konglomerat, batulempung dan lava yang menunjukkkan hasil endapan material merapi muda. Secara umum kondisi tanah tersusun perlapisan antara lain pasir, kerikil, kerakal yang belum kompak/bersifat lepas dan lapisan-lapisan lava yang merupakan hasil dari aktivitas gunungapi Merapi dan Merbabu. Pada sumur pemboran daerah ini dijumpai adanya akuifer yaitu pada kedalaman 35 m 59 m dengan lithologi berupa Batupasir vulkanik yang belum terlalu kompak. Lapisan akuifer yang didapatkan merupakan akuifer dangkal dengan ketebalan maksimal 25 meter. Proses pemboran dapat berjalan meskipun ada beberapa kendala yang dihadapi dan telah dapat diselesaikan dengan baik dan berjalan lancar.

Sumur yang telah diketahui debit airnya kemudian akan di konstruksi agar dapat menghasilkan air tanah secara optimum, dimana sebelumnya telah diperoleh data data potensi airtanah di daerah yang akan dilakukan pengeboran air tanah.

Aspek pelaksanaan konstruksi sumur terutama didasarkan pada diameter pompa selam (submersible pump) yang lazim tersedia di pasaran. Untuk dapat merencanakan / desain konstruksi sumur yang baik, perlu tersedianya beberapa informasi data pemboran, antara lain : Lokasi, kedalaman serta ketebalan akuifer, jenis litologi formasi yang ditembus dan kondisi akuifer, muka airtanah. Hal - hal tersebut dapat diperoleh dari data yang direkam selama pemboran air tanah berupa diskripsi contohpemboran (cutting), pengamatan muka air tanah selama pemboran.

Secara umum pemasangan saringan terutama diperlukan untuk formasi urai (Unconsolidated) dan formasi semi-consolidated. Pemasangan saringan pada formasi yang memiliki derajat konsolidasi tinggi (consolidated) hanya diperlukan jika terdapat banyak kekar/rekahan yang ditafsirkan dapat mengalami deformasi selama pemompaan sumur dioprasikan. Ada beberapa metoda dalam pelaksanaan pemasangan saringan, dimana pemilihan prosedur konstruksi dapar didasarkan pada : Jenis material akuifer, Metoda pemboran yang digunakan, Dimensi lubang bor, Jenis material casing dan saringan.

Tahapan konstruksi dan penyempurnaan sumur biasanya dilaksanakan berurutan secara langsung (Tanpa selang waktu), dengan urutan : Pemasangan pipa jambang atau pipa naik, berikut pemasangan saringan, Pemasangan krikil pembalut, Grouting casing, Tahap Finishing

Gambar 4.1 Konstruksi Sumur

PEMBAHASAN Tahapan Pengerjaan Konstruksi Sumur1. Pemasangan CasingPemasangan Chasing pada pemboran ini dilakukan dengan menggunakan Pipa PVC Wavin 4 dengan panjang tiap batangnya 4 6 m. Sebelum memasang chasing terlebih dahulu stang stang bor dan mata bor (bit) dilepas atau dikeluarkan dari lubang bor setelah stang bor dan mata bor dikeluarkan itu pipa casing dapat dimasukkan kedalam lubang bor.Pipa Coloums

Foto 4.8 Pipa coloums, jenis Galvalin Casing

Foto 4.9 Pemasangan Casing

2. Pemasangan Screen ( Saringan )

Untuk dapat mengefisiensikan sumur, yaitu di mana kapasitas jenis dan penurunan muka airtanah selama pemompaan dapat dicapai bersamaan secara optimal, pada lapisan akuifer bebas (unconfined), saringan harus dipasang pada bagian bawah akuifer. Pemasangan screen pada sumur ini pada kedalaman 44 60 m. Pada sumur ini pemasangan screen tidak sesuai dengan prosedur standar yang telah ada dimana pemasangannya hanya menggunakan pipa PVC Wavin 4 yang hanya dilubangi dengan cara digergaji, hal ini disebabkan karena kekurangannya dana dari pihak owner.

3. Pemasangan Gravel Pack ( kerikil pembalut )Pemasangan gravel pack adalah dimasukkan untuk membuat lapisan dengan koefisien permeabilitas tinggi di sekeliling saringan pada rongga annulus, dimana partikel partikel halus dari akuifer yang terbawa dapat tersaring sehingga air dapat mengalir ke dalam sumur melalui zona ini tanpa terbawa pasir sehingga tekanan (head loss) dapat diabaikan. Hal ini akan dapat memperkecil penurunan muka airtanah (drawdown) selama pemompaan di dalam sumur. Pada umumnya pemasangan gravel pack dilakukan dengan memasukkan pipa penghantar ke dalam rongga annulus mencapai kedalaman yang direncanakan, selanjutnya diangkat secara bertahap sesuai dengan kemajuan pemasangan garavel pack.Pemberian gravel pada sumur ini pada kedalaman 16 60 m. Pada sumur ini pemasangan gravel tidak sesuai dengan prosedur standar atau dengan menggunakan alat pipa trimni tetapi gravel pack langsung dimasukkan kedalam lubang bor secara manual.

4. Grouting ( Penyemenan )Tahapan terakhir dari kegiatan konstruksi sumur adalah grouting. Maksud dari pekerjaan ini adalah untuk memperkuat kedudukan pipa konstruksi dan menghindari kontaminasi sumber sumber air yang dapat mencemari air tanah ini.

Lubang Bor Hasil Grouting

Foto 4.10 Lubang Bor Hasil Grouting

5. Pembersihan

Sebelum pumping test dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan pembersihan, yaitu dengan cara menginjeksikan air ke lubang sumur dengan pompa melalui pipa PVC supaya terjadi sirkulasi sehingga endapan endapan material halus ( lumpur lumpur yang ada dalam lubang bor / bekas pemboran ) dapat terbawa keluar oleh air yang dipompa dengan menggunakan pompa SP 8A15. agar seluruh bukaan pori / celah akuifer dapat terbuka penuh sehingga airtanah dapat mengalir ke dalam sumur secara bebas. Jika pelaksanaan ini dilakukan secara benar, maka akan dapat menghasilkan sumur dengan efisien kapasitas jenis yang maksimal, kemudian tahapan selanjutnya dilaksanakan pumping test.

6. Pumping TestSebelum pemasangan pompa permanen, terlebih dahulu dilaksankan pumping test, agar didapat informasi MAT (muka air tanah), supaya tidak terjadinya drowdown (penurunan) saat penyedotan / pemompaan air. Sehingga kita bisa menentukan titik pemasangan pompa. Metode pumping test pada sumur ini tidak sesuai dengan prosedur standar yang telah ada. Pumping test dilaksanakan selama 2 x 24 jam. Dengan menggunakan alat ukur Multimeter dan Avometer. Pada saat dilakukannya pumping test tidak didapatkannya drowdown (penurunan) MAT sehingga tidak dilakukannya tahapan selanjutnya. MAT pada sumur ini berada pada kedalaman 41 m dengan debit airtanah sebesar 2,3 lt/dtk.

Foto 4.11 ( a & b ) Multimeter yang digunakan untuk pumping test

8. Pemasangan Pompa Submersible

Pada sumur X, pemasangan pompa submersible diletakkan pada kedalaman 54 m, dengan didapatkannya debit air 2,3 lt / dtk. Pada kedalaman ini termasuk ke dalam sistem akuifer tertekan dengan disusun oleh batupasir

Foto 4.13 Pemasangan Pompa

Pompa SubmersibleKabel SNI 04-2701

Foto 4.12 Pompa submersible Franklin Elecric dan Kabel SNI 04 2701

9. WLCFungsi dari WLC ini yaitu untuk mengetahui apabila terjadinya draw down ( penurunan ) dari MAT sehingga pompa submersible dapat secara otomatis mati jika volume air yang terdapat di bak penampung sudah memadai/cukup. Adapun pada WLC ini terdapat 2 - 3 bh sensor elektroda WLC (water level control) yang dipasang di dalam chasing dan selain itu juga berguna untuk mengetahui seandainya MAT mengalami drowdown (turun). Jika MAT tidak menyentuh WLC maka secara otomatis mesin akan mati. Jarak sensor WLC yang antara 1 ke 2 adalah 1 m dan jarak sensor terhadap pompa adalah 0,5 m.

Foto 4.14 ( a & b ) Merupakan Sensor WLC

10. FinishingMaksud dari tahapan ini ialah dilakukannya penyemenan pada bagian permukaan atas dari lubang bor untuk memperkuat kedudukan pipa konstruksi selanjutnya akan dilakukannya uji kuantitas ( debit ) air yang dapat di eksploitasi dari sumur yang telah dibuat.

Hasil Finising

KESIMPULAN Daerah penelitian termasuk ke dalam Endapan Vulkanik Muda yang berumur Holosen menurut Pringgoprawiro (1980). Didapatkan debit airtanah pada sumur X sebesar 2,3 lt/dtk dimana sistem akuifer pada sumur ini termasuk dalam sistem akuifer tertekan dimana akuifer terdapat pada kedalaman 35 60 meter yang tersusun batupasir konglomeratan. Alat alat yang digunakan pada pemboran airtanah pada pemboran ini merupakan alat alat sederhana dan sebagian alat alat ini merupakan hasil modifikasi. Dalam suatu pelaksanaan konstruksi sumur pada pemboran airtanah dapat terlaksanakan dengan baik dan dapat mendapat hasil yang optimal apabila seluruh kegiatan dilaksanakan dengan mengikuti standar yang telah ada baik dari tahap pengerjaan sampai dengan alat alat / bahan bahan yang akan digunakan nantinya.