Presentasi Kasus Sh
-
Upload
bhec-emg-sukka-bebec -
Category
Documents
-
view
233 -
download
6
description
Transcript of Presentasi Kasus Sh
PRESENTASI KASUS
SIROSIS HATI DENGAN MELENA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Badan Rumah Sakit Daerah
Wonosobo
UMY
Disusun Oleh :
Andaru Kusuma P
20090310042
Diajukan Kepada :
dr. H. Suprapto , Sp.PD
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013
i
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
SIROSIS HATI DENGAN MELENA
Telah dipresentasikan pada tanggal :
Oleh : Andaru Kusuma P
Tempat : RSUD Setjonegoro Wonosobo
Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
dr. H. Suprapto, Sp,PD
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidyah- sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi kedokteran di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo dengan judul :
SIROSIS HEPATIS DENGAN MELENA
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. H. Suprapto, Sp.PD selaku dosen pembimbing dan dokter spesialis Penyakit Dalam RSUD Wonosobo
2. dr. Widhi P. S, Sp.PD selaku dokter spesialis Penyakit Dalam RSUD Wonosobo
3. dr. H. Arlyn Y, Sp,PD selaku dokter spesialis Penyakit Dalam RSUD Wonosobo
4. Teman-teman dokter muda serta tenaga kesehatan RSUD wonosobo yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas ini
Penulis menyadari masih memiliki banyak kekurangan dalam penyusunan presentasi kasus, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakanya. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Wonosobo, ..... 2013
Penulis
iii
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Identitas Pasien.......................................................................................................1
B. Anamnesis..............................................................................................................1
C. Pemeriksaan Fisik..................................................................................................3
D. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................4
E. Diagnosis................................................................................................................5
F. Terapi.....................................................................................................................5
G. Follow Up..............................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................8
A. Definisi Sirosis Hati...............................................................................................8
B. Epidemiologi..........................................................................................................8
C. Etiologi...................................................................................................................9
D. Patofisiologi dan Patogenesis...............................................................................13
E. Manifestasi Klinis................................................................................................15
F. Klasifikasi............................................................................................................16
G. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................17
H. Penegakan Diagnosis............................................................................................20
I. Komplikasi...........................................................................................................21
J. Penatalaksanaan...................................................................................................26
K. Prognosis..............................................................................................................28
L. Melena Pada Sirosis Hati.....................................................................................29
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................35
BAB IV KESIMPULAN..................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................43
v
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas PasienNama : Ny. MiskemUsia : 40 TahunAlamat : Srandil 4/3 berani Leksoni WonosoboPekerjaan : Ibu rumah tanggaAgama : IslamKebangsaan : Jawa , IndonesiaTgl Masuk RS : 20 September 2013Tgl Keluar RS : 26 Oktober 2013BB : 42 kg sempet 40 kgTB : 156 cmLingkar perut :
B. Anamnesis
Keluhan Utama : nyeri perut ulu hati
Riwayat Penyakit SekarangPasien datang sendiri ke IGD dengan keluhan nyeri ulu hati perut
terasa panas, mual, muntah berisi makanan tidak disertai darah serta BAB berwarna kehitaman seperti kopi. Keluhanya dirasakan pasien baru 1 hari SMRS.
Riwaya Penyakit DahuluPasien sudah 6 kali rawat inap di Rumah sakit dengan keluhan
yang sama. Dokter spesialis dalam mendiagnosis sebagai Sirosis Hati. Pasien menderita penyakit sirosis sejak 3 tahun yang lalu. Pada tanggal 5 Agustus 2013 pasien terakhir rawat inap di RS dengan diagnosa sirosis hepatis dengan hemorroid. Pasien rutin berobat dan kontrol ke poliklinik penyakit dalam. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes militus (-), dan asthma (-)
Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat penyakit jantung (-), Hipertensi (-), Diabetes militus (-),
Astma (-)
1
Sosial Ekonomi dan LingkunganPasien adalah ibu rumah tangga yang tinggal bersama 2 orang anak
dan sumaninya. Suaminya bekerja sebagai buruh proyek. Kegiatan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, akan tetapi belakangan ini pasien memiliki keterbatasan beraktifitas karena mengeluh nyeri ulu hati,muntah, dan BAB kehitaman. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol. Pasien hidup pas-pasan dan tinggal di daerah pinggir kota.
Anamnesis SistemCerebrospinal : Sadar,demam (-),Lemas (+), Pusing (-), Kejang (-),
Kaku kuduk (-)Sistem Indra :
- Mata : ikhterik (+/+) berkunang-kunang (-), penglihatan ganda (-), penglihatan kabur (-/-) pandangan berputar (-)
- Hidung : mimisan (-), pilek (-)- Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-)- Mulut : Sariawan (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-)
Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)Respiratorius : Sesak nafas (-), Batuk (-), pilek (-)Gastrointestinal : Nyeri perut (-) mual (+) muntah (+) berisi
makanan, flatus (+) BAB (+) berwarna kehitaman seperti kopi, nafsu makan agak sedikit berkurang
Urogenital : Sering kencing (-) nyeri saat kencing (-), keluar darah (-), BAK +/- 6 kali per hari tiap kali BAK +/- ½ gelas blimbing warna kuning jernih
Intergumentum : Sianosis (-) Kuning (+) pucat (-) turgor kulit baikMuskuloskeletal : Gerakan bebas, nyeri sendi (-), kaku (-),
Lemas (+), Ekstremitas
Ekstremitas atas : Luka (-), tremor (-), terasa dingin (-) kesemutan (-) bengkak (-), sakit sendi (-) berkeringat (-)
Ekstremitas Bawah : Tremor (-) Kesemutan (-) sakit sendi (-) bengkak (-) kaki kanan dan kiri
2
C. Pemeriksaan FisikStatus Generalisata
Kesadaran Umum : Sedang, Tampak nyeri di ulu hatiKesadaran : Compos MentisTanda vital
- TD : 94/43 mmHg- Nadi : 32 x/menit , reguler, lemah- Suhu : 37 ° C- Respirasi : 24 x/menit
Kepala : mesochepal, rambut panjang tipis berwarna hitam, pertumbuhan rambut merata
Wajah : simetris, eritem (-)Mata : Palpebra tidak edem, konjungtiva anemis (+/+) sklera
ikterik (+/+) arcus senilis (-), reflek cahaya (+) pupil isokor (+), katarak (-)
Telinga : Bentuk telinga luar normal, pendengaran berkurang (-), discharge (-), nyeri tekan (-)
Hidung : hidung bentuk normal, pernafasan cuping hidung (-) epistaksis (-) discharge (-) deformitas (-)
Mulut : bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), gusi tidak berdarah , tonsil tidak membesar
Pemeriksaan Leher : JVP tidak meningkat , kelenjar getah bening tidak teraba
Pemeriksaan ThoraxCorInspeksi : Iktus cordis terlihat di SIC 5Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIC 5 Perkusi :
Auskultasi : S1-S2 tunggal, irama reguler, bising (- ) sistolik
Pulmo : Inspeksi : Simetris, deformitas (-), sikatrik (-) retraksi
subcosta (-/-), ketinggalan gerak (-/-)Palpasi : Ketinggalan gerak (-), suara fremitus sama kanan
dan kiriPerkusi : SonorAuskultasi : Suara dasar paru Vesikuler normal , ST(-)
Pemeriksaan Abdomen
3
Inspeksi : supel (+), benjolan (-), venektasi (+), tanda radang (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normalPerkusi : Timpani, pekak beralih (+), undulasi (+), tanda
asites (+)Palpasi : Supel , Nyeri tekan abdomen (+) regio epigastrik
hepatomegali (-) splenomegali (-)Anogenital : Tidak dilakukanEkstremitas : Kelainan kulit (-), deformitas (-), edema extremitas (-) pada kedua tungkai bawah, pitting edem (-), akral hangat (-), ikhterik extremitas (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan LaboratoriumTanggal 20 September 2013
Paket Darah Otomatis Nilai Nilai RujukanHemoglobin
( golongan darah : B )6,7 g/dl (L) 11,7 - 15,5
Leukosit 10,8 10^3 /ul 3,6 10^3 /ul - 11 10^3 /ul
Diff countEosinofil 1,1 % (L) 2-4Basofil 0,5 % 0-1
Neutrofil 83,3 % (H) 50-70Limfosit 7,4 % (L) 25-40Monosit 7,7 % 2-8
Hematokrit 24 % (L) 35-47Eritrosit 2,9 x 10^6 /ul (L) 3,8-5,2 10^6 /ul
Trombosit 201 10^3 /ul 150-400 10^3 /ulMCV 81 fl 80-100MCH 23 pg (L) 26-34
MCHC 29 g/dl (L) 32-36Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 152 mg/dl (H) 70-150Ureum 73,4 mg/dl (H) <50
Creatinin 0,9 mg/dl 0,4-0,9Asam Urat 10,9 mg/dl (H) 2-7
Cholesterol total 140 mg/dl <220Trigliserida 199 mg/dl (H) 70-140
SGOT 39 u/L (H) 0-35SGPT 61 u/L (H) 0-35
Bilirubin Total 1,8 mg/dl (H) 0,1-1Bilirubin Direk 0,3 mg/dl 0-0,4
4
Bilirubin Indirek 1,5 mg/dl
E. DiagnosisSirosis Hepatis dengan Melena
F. Terapi
IGD (20/9/2013) Bangsal (20/9/2013)
- Inf. asering loading 1 kolf jika TD naik lanjut 16 tpm- Inj. Amox 4x1 gr- Inj. OMZ 1x1- Ondansetron 1 A- farmakrol syirup 3x10 cc- Opilax syirup 3x10 cc- curcuma 3x1- ulsicral syirup 3x10 cc
- inf. Nacl 0,9 % 12 tpm- diet BS 1500 kalori- tirah baring- amoxicilin 4x1 gr- omeprazole 2x1 iv- ranitidin 2x1 gr iv- sukralfat 3x10 cc- antacid 3x1 gr- fucoidan 2x10 cc- opilax 3x15 cc- transfusi PRC IV kolf
G. Follow Up
Tanggal 23/9/3013 24/9/2013 25/9/2013 26/9/13Subyektif Nyeri ulu hati
dan nyeri perut sebelah kiri , tampak lemas, mual (+), muntah (-), BAB (+) sudah tidak berwarna hitam, lendir (-), darah(-) , BAK(-)
Nyeri ulu hati dan nyeri perut sebelah kiri , lemas, BAK (-), BAB(+) dbn mual (-). muntah (-)
Nyeri perut ulu hati dan sebelah kiri (↓) , batuk kering sejak kemarin sore, tenggorokan sakit, BAK (+) dbn, BAB (+) dbn, mual (-), muntah (-)
Nyeri perut ulu hati dan sebelah kiri (↓) , batuk kering, tenggorokan sakit, BAK(+), BAB(+), Mual (-), muntah (-)
Vital Sign TD :110/70 mmHgN :64 x/mnt
TD:100/70mmHgN :100 x/mntRR :23 x/mnt
TD:100/70 mmHgN :64 x/mnt
TD:100/70mmHgN :64 x/mntRR :22 x/mnt
5
RR :37 x/mntS :37,4 ° C
S :36,7 ° C RR :24 x/mntS :37 ° C
S :36,6 ° C
Pemeriksaan Fisik
KU : CM, sedang Kepala : CA (+/+), IS(+/+), bibir kering, pucat (+)
Leher : Lnn ttb, JVP ≠ ↑Thoraks : simetris, KG (-)Pulmo : retraksi (-), SDV (+/+), ST (-), perkusi sonor (+/+), fokal fremitus (+/+) Cor : Irama reguler, S1,2 tunggal, bising (-)
Abdomen : Supel (+) Asites (+)dg umbilikalis datar, undulasi(+). pekak beralih (+), lien skuffner 3 permukaan licin batas tegas, hepar ttb, BU (+), NT (+) regio lumbal sinistraEkstremitas : gerak bebas(+) , edema (-), ikhterik(-), akral hangat(+)
KU : CM, sedangKepala : CA (+/+), IS(+/+), bibir kering, pucat (+)
Leher : Lnn ttb, JVP ≠ ↑
Thoraks : simetris, KG (-)Pulmo : retraksi (-), SDV (+/+), ST (-), perkusi sonor (+/+), fokal fremitus (+/+)
Cor : Irama reguler, S1,2 tunggal, bising (-)
Abdomen : supel(+) Asites (+) dg puting datar, undulasi(+). pekak beralih(+), lien skuffner 3 permukaan licin batas tegas, hepar ttb, BU (+),NT (+) regio lumbal sinistra
Ekstremitas : gerak bebas(+) , edema (-), ikhterik(-), akral hangat(+)
KU : CM, sedangKepala : CA(+/+), IS(-/-),bibir kering, pucat (+)
Leher : Lnn ttb, JVP ≠ ↑
Thoraks : simetris, KG (-)Pulmo : retraksi (-), SDV (+/+), ST(-), perkusi sonor (+/+), fokal fremitus (+/+)
Cor : Irama reguler, S1,2 tunggal, bising (-)
Abdomen : supel(+) Asites (+) dg putting datar, undulasi (+). pekak beralih(+) , lien skuffner 2 permukaan licin batas tegas, hepar ttb, BU (+), NT (+) regio lumbal sinistra
Ekstremitas : gerak bebas(+) , edema (-), ikhterik(-), akral hangat(+)
KU : CM, sedangKepala : CA (+/+), IS(-/-), bibir kering (-), pucat (-)
Leher : Lnn ttb, JVP ≠ ↑
Thoraks : simetris, KG (-)Pulmo : retraksi (-), SDV (+/+), ST (-), perkusi sonor (+/+), fokal fremitus (+/+) Cor : Irama reguler, S1,2 tunggal, bising (-)
Abdomen : supel(+) Asites (+) dg putting datar, undulasi(+). pekak beralih (+), lien scuffner 2 permukaan licin batas tegas, hepar ttb, BU (+), NT(-)
Ekstremitas : gerak bebas(+) , edema (-), ikhterik(-), akral hangat(+)
6
Pemeriksaan
Penunjang
Hb : 8,6 (L)
Assesment Sirosis hepatis melena
Sirosis hepatis melena
Sirosis hepatis melena
- hb ulang, bila ≥ 10 gr % transfusi
dihentikan
Sirosis hepatis melena, anemia
blood loos, (BLPL)
Terapi - furosemid 1x1-carpiaton 2x100 mg-kardismu 3x1/2-Terapi lain lanjut
Terapi lain lanjut + farsix 1x1 iv
- Glukonas calsii 10 cc infus pelan-pelan
setelah transfusi IV kolf
- injeksi diganti oral
- lain-lain tetap
-carpiaton 100 mg 1-0-0- propanolol 2x1- curcuma 2x1-farsix 1x1-asam folat 1x1
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Sirosis Hati
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut 1.
Penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan
terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan penurunan fungsi
hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan
pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang
akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati
membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan 2,3.
B. Epidemiologi
Sirosis hati mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian setiap tahunnya
di Amerika. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS
Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien
yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data
tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis sering tanpa
gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan
pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain 4,5.
Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat tersering akibat
alkoholik sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B
atau C. Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir
8
memperlihatkan adanya peranan sel stelata dalam mengatur keseimbangan
pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi, dimana jika terpapar
faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen 5.
C. Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain
dari penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit
(schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel
bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease,
kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan
hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun
bawaan 6.
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan
penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti
oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak
diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C.
Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil
sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis
akibat alkohol 1.
AlkoholSuatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutama didunia
barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari
konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan
kronis melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang
meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras
(hard liquor) atau atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan
mengembangkan sirosis 7.
Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit- penyakit hati; dari
hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak
9
yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis),
ke sirosis. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu
spektrum yang lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik
(alcoholic liver disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple
steatosis), ke nonalcoholic Steatohepatitis (NASH), ke sirosis. Semua
tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai bersama-sama akumulasi lemak
dalam sel-sel hati 7.
Istilah nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada individu-
individu yang tidak mengkonsumsi jumlah- jumlah alkohol yang berlebihan,
namun, dalam banyak aspek-aspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD
adalah serupa dengan apa yang dapat terlihat pada penyakit hati yang
disebabkan oleh alkohol yang berlebihan. NAFLD dikaitkan dengan suatu
kondisi yang disebut resistensi insulin, yang pada gilirannya dihubungkan
dengan sindrom metabolisme dan diabetes mellitus tipe 2. Kegemukan
adalah penyebab yang paling penting dari resistensi insulin, sindrom
metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit hati yang paling
umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk 24% dari semua
penyakit hati 7.
Sirosis Kriptogenik
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-
penyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk
pencangkokan hati. Di-istilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis)
karena bertahun- tahun para dokter telah tidak mampu untuk menerangkan
mengapa sebagian dari pasien-pasien mengembangkan sirosis. Dipercaya
bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic
steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan
resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasien-
pasien dengan NASH diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirosis, dan
ini telah membuatnya sulit untuk para dokter membuat hubungan antara
NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu yang lama 7.
Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus pada sirosis
kriptogenik adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH
10
pada hati-hati yang baru dari pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan
hati untuk sirosis kriptogenik 7. Akhirnya, suatu studi dari Perancis
menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai suatu risiko
mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien- pasien dengan infeksi
virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun, kemajuan ke
sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara khas
dibuat pada pasien-pasien pada umur kurang lebih 60 tahun 7.
Hepatitis Virus Yang Kronis
Suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C virus menginfeksi hati
bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien dengan hepatitis virus tidak akan
mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis. Contohnya, mayoritas dari
pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam
waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis 7.
Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan
virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus
hepatitis C mengembangkan hepatitis yang kronis, yang pada gilirannya
menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan
adakalanya kanker-kanker hati 7.
Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang
menjurus pada kerusakkan jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk
akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit
Wilson). Pada hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu
kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari
makanan. Melalui waktu, akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda
diseluruh tubuh menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung yang
menjurus pada gagal jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) buah pelir yang
menyebabkan kehilangan rangsangan seksual. Perawatan ditujukan pada
pencegahan kerusakkan pada organ-organ dengan mengeluarkan besi dari
tubuh melaui pengeluaran darah 7.
Pada penyakit Wilson, ada suatu kelainan yang diwariskan pada satu
dari protein-protein yang mengontrol tembaga dalam tubuh. Melalui waktu
11
yang lama, tembaga berakumulasi dalam hati, mata, dan otak. Sirosis,
gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan
syaraf lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan
adalah dengan obat- obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang
dieliminasi dari tubuh didalam urin 7.
Primary biliary cirrhosis (PBC)
Suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim
imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan imunitas
pada PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis dari
pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu
adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu
adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung unsur-unsur
yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus, dan
juga campuran-campuran lain yang adalah produk-produk sisa, seperti
pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah
hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua). Bersama dengan kantong
empedu, pembuluh- pembuluh empedu membuat saluran empedu 7,8.
Pada PBC, kerusakkan dari pembuluh-pembuluh kecil empedu
menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika
peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh
empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang
berdekatan. Ketika penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut
(fibrosis) terbentuk dan menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang
digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut, dan efek-efek
keracunan dari akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis 7,8.
Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)
Suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan pada
pasien-pasien dengan radang borok usus besar. Pada PSC, pembuluh-
pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan
terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi
pembuluh- pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan
akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa pasien-pasien, luka pada
12
pembuluh- pembuluh empedu (biasanya sebagai suatu akibat dari operasi)
juga dapat menyebabkan rintangan dan sirosis pada hati 7.
Hepatitis Autoimun
Suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim imun
yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang
abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan
penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya
pada sirosis 7.
Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary
atresia)
Bayi-bayi lain dilahirkan dengan kekurangan enzim-enzim vital untuk
mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirosis.
Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik
dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1
antitrypsin) 7.
Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-
reaksi yang tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada
racun- racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-
bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan
suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari
penyakit hati dan sirosis 7.
D. Patofisiologi dan Patogenesis
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai
oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel – sel hati yang
uniform, dan sedikit nodul regeneratif, sehingga kadang – kadang disebut
sebagai sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan
oleh cedera hati yang lain. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah
1). Perlemakan hati alkoholik, 2). Hepatitis alkoholik dan 3). Sirosis
alkoholik 9.
Perlemakan Hati Alkoholik
13
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak
dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke
membran sel 9.
Hepatitis Alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat
masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang
terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan
kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti
jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis.
Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih
ada yang kemudian mengelamai regenerasi dan membentuk nodulus. Namun
demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan
kolagen yang terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol – benjol
(nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik 1,9.
Mekanisme cedera hati alkoholik diperkirakan sebagai berikut :
1). Hipoksia sentrilobular, metabolisme asteildehid etanol meningkatkan
konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah
yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (misal : daerah perisentral);
2). Infiltrasi / aktivitas netrofil, terjadi pelepasan chemoattractants netrofil
oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari
netrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease
dan sitokin;
3). Formasi acetal-dehyde-protein adducts berperan sebagai non-antigen, dan
menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang
menyerang hepatosit pembawa antigen ini;
4). Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol,
disebut sistem yang mengoksidasi enzim mikrosomal.
Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi sitokin, antara lain faktor
nekrosis tumor, interlekuin-1, PDGF, dan TGF-β. Asetaldehid kemungkinan
mengaktifasi sel stellata, tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada
fibrosis alkoholik 1,9.
Sirosis Hati Pasca Nekrosis
14
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur
dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat
dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik.
Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah jaringan ikat memisahkan
pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan
adanya peranan sel stellata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata
mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matrix ekstraseluler
dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus (misal : hepatitis virus, bahan – bahan hepatotoksik), maka sel
stellata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus
maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang
normal akan diganti oleh jaringan ikat. Sirosis hati yang disebabkan oleh
etiologi lain frekuensinya sangat kecil sehingga tidak dibicarakan 1,9 .
E. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap
kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga
sering ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada
laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta
hilangnya dorongan seksualitas 5,11,12.
Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-
gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan,
gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula
disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma 5,11,12.
15
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental
yaitu kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan
tanda-tanda klinis ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa
berat kelainan fundamental tersebut 5,11,12.
Tabel 1. Gejala Kegagalan Fungsi Hati dan Hipertensi Porta 11.
Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta
Ikterus Spider nervi Ginekomastisia Hipoalbumin Kerontokan bulu ketiak Ascites Eritema palmaris White nail
Varises esophagus/cardia Splenomegali Pelebaran vena kolateral Ascites Hemoroid Caput medusa
F. KlasifikasiBerdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis,
yaitu 7 :
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular
besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang
berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan
makronodular.
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada
nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik
atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis hati terbagi atas 1 :
1. Sirosis hati kompensata.
16
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus
Klasifikasi berdasarkan Child-Pugh
Tabel 2. Klasifikasi sirosis hati menurut child-pugh 7.
Parameter Skor
1 2 3Asites Tidak ada minimal Sedang-beratEnselopati Tidak ada Minimal-sedang Sedang-beratBilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8Waktu protombin/ INR (detik)
1-3 atau INR <1,7
4-6 atau INR 1,7-2,3
>6 atau INR >6
ket : kelas A : < 7 poinkelas B : 7-9 poinkelas C : 10-15 poin
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium 13
Darah : bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer,
hipokrom monositer, atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat
hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolesterol
darah yang selalu rendah mempunyai prognosis kurang baik. Kenaikan
kadar enzim transaminase SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk
tentang berat dan luas kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya
dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami
kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, ini
lebih sensitif namun kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium
17
bilirubin, transaminase, dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis
inaktif.
Albumin : kadar albumin yang rendah merupakan cerminan
kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan
peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati
dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi.
Pemeriksaan CHE (kolinesterase) : penting dalam menilai sel hati. Bila
terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun. Pada perbaikan terjadi
kenaikan CHE menuju nilai normal, mempunyai prognosis jelek.
Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet. Dalam hal enselopati, kadar Na 500-
1000, mempunyai nilai disgnostik suatu kanker hati primer.
2. Pemeriksaan Jasmani 13
Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila
hati mengecil artinya prognosis kurang baik. Besar hati normal sebesar
telapak tangan sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati
biasanya kenyal/firm, pinggir hati biaanya tumpul dan ada sakit pada
perabaan hati.
Limpa : pembasaran limpa diukur dengan 2 cara :
a) Schuffner : hati membesar ke arah medial dan ke bawah
menuju umbilicus (SI-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan
(SV-SVIII)
b) Hacket : bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-HV)
c) Perut dan ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena
kolateral dan
asites.
Manifestasi di luar perut : perhatikan adanya spider nervi pada tubuh
bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussa, dan tubuh
bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris,
ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemorroid.
3. Pemeriksaan Penunjang lainnya 13
18
Radiologi : dengan barrium swallow dapat dilihat adanya varises
esofagus untuk konfirmasi hipertensi porta.
Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis
hepatis/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi adalah dapat melihat
langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang
mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red
spot, red whale marking, perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila
dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi
besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang
lebih besar.
Ultrasonografi : pada pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai
alat pemeriksa rutin pada penyakit hati. Yang dilihat yaitu pinggir hati,
pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran
vena hepatica, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo
atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lession). Sonografi
bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata,
hepatoma/tumor, ikhterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran
empedu.
Sidikan hati : radionukleid yang disuntikan secara intravena akan
diambil oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat
besar dan bentuk limpa, hati, kelainan tumor hati, kista, dan filling
defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat
pengambilan radiunukleid secara bertumpuk-tumpuk (patchy) dan
difus.
Tomografi komputerisasi :walaupun mahal sangat berguna untuk
mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga
dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati. ERCP : digunakan
untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.
Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi
terutama pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus,
prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal
sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumor atau kista.
19
Pemeriksaan cairan asites dengan melakukan pungsi asites. Bisa
dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor,
perdarahan dan eksudat, dilakuan pemeriksaan mikroskopis, kultur
cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.
H. Penegakan Diagnosis
Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati dekompesata tidak begitu
sulit, gabungan dari kumpulan beberapa gejala yang dialami pasien dan tanda
yang diperoleh dari pemeriksaan fisik sudah cukup megarahkan kita pada
diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG
Abdomen dan tes-tes laboratorium dapat membantu 14.
Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya pembesaran hati
dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil
dan tidak teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat menggunakan tes tes
pudle sign, shiftimg dullness, atau fluid wave. Tanda-tanda klinis lainnya
yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu spider telangiektastatis ( suatu lesi
vakular yuang dikelilingi vena-vena kecil ), eritema palmaris ( warna merah
saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan ), caput medusa, foetor
hepatikum ( bau yang khas pada penderita sirosis ), dan ikhterus 14.
Tes laboratorium juga digunakan untuk membantu diagnosis. Fungsi
hati dapat menilainya dengan dengan memeriksa kadar aminotransferase,
alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum albumin, protombine
time, dan bilirubin. Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil
piruvat (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga spesifik 14.
Pemeriksaan radiologis seperti USG abdomen sudah secara rutin
digunakan karena pemeriksaanya noninvasif dan mudah dilakukan.
Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas,
dan adanya masa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan
irreguler, dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG
juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran
vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis 14.
20
Suharyono Soebandiri memformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda dibawah
ini sudah dapat menegakan diagnosa sirosis hati dekompensasi 1,15 :
1. Asites
2. Splenomegali
3. Perdarahan Varises
4. Albumin yang merendah
5. Spider nervi
6. Eritema palmaris
7. Vena kolateral
I. Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis
hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
a. Edema dan asites
Asites merupakan penimbunan cairan serosa dalam rongga
peritonium. Faktor utama patogenesis asites pada sirosis hati adalah
hipertensi portal, hipoalbuminemia, meningkatnya pembentukan dan
aliran darah limfe hati, retensi natrium, dan gangguan retensi air 10.
Mekanisme primer penginduksi hipertensi portal adalah resistensi
terhadap aliran adarah melalui hati yang menyebabkan peningkatan
hidrostatik dalam jaringan pembuluh darah intestinal. Hipoalbuminemia
terjadi karena menurunnya sintesis yang yang dihasilkan oleh sel hati
yang terganggu sehingga menyebabkan menurunnya tekanan tekanan
osmotik koloid. Kombinasi tekanan hidrostatik meningkat dengan
tekanan osmotik menurun dalam jaringan pembuluih darah intestinal
menyebabkan transudasi cairan dari intravaskular ke ruang interstisial
(ruang peritoneal). Hipertensi portal juga meningkatkan pembentukan
limfe hepatik,yang menyeka dari rongga hati ke peritoneum sehingga
menyebabkan tingginya kandungan protein dalam cairan asites dan
meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam cairan rongga peritoneum
dan memicu transudasi cairan dari intravaskular ke rongga peritoneum 10.
21
Retensi natrium dan gangguan eksresi air disebabkan karena
hiperaldosteronisme sekunder ( penurunan volume efektif dalam sirkulasi
mengaktifkan mekanisme renin-angistensin-aldosteron ). Penurunan
inaktivasi aldosteron sirkulasi oleh hati disebabkan akibat kegagalan
hepatoseluler 10.
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-
ginjal untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan
air pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit
pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat
ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau
pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan
sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan
edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk
beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Ketika sirosis memburuk
dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin
berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan
pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat 16.
b. Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri
yang bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis
hati setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat
keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi
kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh
ke keadaan koma 1.
Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena
adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan
permeabelitas sawar darah otak. Peningkatan permeabelitas sawar darah
otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak.
Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans,
neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine, dan beta-
22
phenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid (GABA).
Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah
berupa peningkatan kadar amonia serum 1,16,17 .
c. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita sirosis hepatis dekompensata terjadi hipertensi
portal dan timbul varises esofagus. Varises esophagus merupakan
komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang biasanya akan
ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat.
Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar
5- 15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk
setiap episodenya 16,17.
Pada sirosis hati, hipertensi portal timbul dari kombinasi
peningkatan vaskular intrahepatik dan peningkatan aliran darah ke sistem
vena porta. Peningkatan resistensi vaskular intrahepatik akibat
ketidakseimbangan antara vasodilator dan vasokontriktor. Peningkatan
gradient tekanan portocaval menyebabkan terbentuknya kolateral vena
portosistemik yang akan menekan sistem vena porta. Drainage yang lebih
dominan pada vena azygos menyebabkan terbentuknya varises oesofagus
yang cenderung mudah berdarah. Varises oesofagus dapat terbentuk pada
saat HVPG diatas 10 mmHg 16,17.
Peningkatan sirkulasi hiperdinamik maka aliran darah di dalam
varises akan meningkat dan meningkatkan tekanan dinding. Perdarahan
varises akibat ruptur yang terjadi karena tekanan dinding yang maksimal.
Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di
epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak
akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Serta,
mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena) 16,17.
Perdarahan pada penderita sirosis hepatis tidak hanya disebabkan
oleh pecahnya varises esofagus saja. Fainer dan Halsted pada tahun 1965
melaporkan dari 76 penderita sirosis hepatis dengan perdarahan
23
ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, 18% karena
ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung. Menurut Tumen
timbulnya ulkus peptikum pada penderita sirosis hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan
disebutkan diantaranya timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan
duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain
ialah timbulnya defisiensi makanan 16,17.
d. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering
dijumpai yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya
bukti infeksi sekunder nyeri abdomen. PBS sering timbul pada pasien
dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang
juga memiliki kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya
menyebabkan rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh
karena adanya translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh
karena penyebaran bakteri secara hematogen 16,17.
Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli, streptococcus
pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram negatif
lainnya. Diagnosa SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites,
dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3dengan
kultur cairan asites yang positif 16,17.
e. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang
dapat diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi
ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal
besar dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang
selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.
Diagnosa sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine
clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari
1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang
dari 10 mEq/L 16,17.
24
f. Sindrom Hepatopulmonal
Beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat
mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang
dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru
berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa
tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil
dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung
udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir
sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara
didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas,
terutama dengan pengerahan tenaga 16,17.
g. Hyperspleenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan
(filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel
darah putih, dan platelet- platelet (partikel-partikel kecil yang penting
untuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa
bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika
tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi
aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa,
dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk
sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia
menyebabkan sakit perut. Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar
lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga
jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang 16,17.
Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel
darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah
(leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah
(thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia
dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat
25
mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
diperpanjang (lama) 16,17.
h. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan
risiko kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama
(primer) merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker
hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan
menyebar (metastasizes) ke hati 16,17 .
J. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa 18 :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b.Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori,
protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan
ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari.
A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
untukjangka waktu 24-48 minggu.
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis
yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu
dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
26
C) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan
dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di
serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah
terjadi komplikasi seperti :
a. Asites
Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
Istirahat
Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan
istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan
dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet
rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat
badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu
komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal
ini dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama
diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah,
serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila
dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid.
b. Spontaneous bacterial peritonitis
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III
(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara
oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis
dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
c. Hepatorenal Sindrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik
yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti
gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara
konservatif dapat dilakukan berupa : Restriksi cairan,garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
27
Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan
Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak
bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil
jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang
akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi
hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
d. Ensefalopati Hepatik
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1. Mengenali dan mengobati factor pencetus
2. Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta
toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
Diet rendah protein
Pemberian antibiotik (neomisin)
Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
Tidak langsung (Pemberian AAR)
K. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan
penyakit yang menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang
paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi
Child-Turcotte-Pugh.Sistem klasifikasi Child- Turcotte-Pugh dapat
memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut.
Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan
kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan Child-
Pugh C adalah 45% 1.
Prognosis sirosis hepatis menjadi buruk apabila 1 :
Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%
Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar
Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%)
28
Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus
Hati mengecil
Perdarahan akibat varises esofagus
Komplikasi neurologis
Kadar protrombin rendah
Kadar natrium darah rendah (< 120 meq/i), tekanan systole < 100
mmHg
L. Melena Pada Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam
ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian
besar komplikasi yang paling sering terjadi adalah asites, terlihat pada 39,1%
pasien sirosis, dan ensefalopati hati 21,7%, kanker sel hati
(hepatocellular carcinoma/HCC) terjadi pada 13%. penelitian lain juga
mencatat hematemesis melena merupakan salah satu komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian paling banyak pada penderita sirosis hepatis.
Hematemesis melena pada sirosis hepatis termasuk penyakit gawat
darurat yang memerlukan tindakan medik intensif yang segera di rumah-
sakit/puskesmas karena angka kematiannya yang tinggi, terutama pada
perdarahan varises esofagus yang dahulu berkisar antara 40 -85%. Melena
adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau
yang khas yang menunjukan perdarahan saluran cerna atas (SCBA) serta
dicernanya darah pada usus halus.
Terdapat perbedaan populasi penyebab/sumber perdarahan SCBA di
negara-negara Barat dan di Indonesia. Di negara-negara Barat ulkus peptikum
menduduki peringkat teratas (50-60%) dan varises esofagus hanya sekitar
10%. Sementara di Indonesia (khususnya di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo) varises esofagus menduduki peringkat pertama penyebab
perdarahan SCBA. Angka kematian pada perdarahan pertama akibat
pecahnya varises esofagus sekitar 30-50%, hampir 2/3-nya meninggal dalam
waktu satu tahun.
Pendekatan Diagnostik
29
Anamnesis yang cermat dan teliti akan menuntun kita ke arah penyebab
perdarahan. Perlu ditanyakan adanya riwayat perdarahan saluran cerna
terdahulu, riwayat penyakit kuning serta penggunaan obat-obatan (OAINS).
Namun karena perdarahan SCBA pada pasien sirosis hati (khususnya karena
pecahnya varises esofagus/varises gaster) sering bersifat life threatening,
anamnesis sering dilakukan bersamaan atau sesudah status hemodinamik
pasien dinilai dengan memperhatikan adanya tanda-tanda hipovolemia seperti
keringat dingin, rasa haus, takikardia bahkan renjatan.
Pasien dengan perdarahan SCBA akibat pecahnya varises
esofagus/varises gaster umumnya tidak mengeluh rasa sakit di epigastrium.
Darah yang dimuntahkan biasanya berwarna kehitaman dan tidak membeku
(karena sudah bercampur dengan asam lambung); atau merah segar. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya tanda-tanda penyakit hati kronik
seperti ikterus, spider nevi, splenomegali serta asites.Pemeriksaan
laboratorium harus meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap, kimia darah,
serta sistem hemostasis. Pemeriksaan cross-match dilakukan dalam rangka
persiapan pemberian transfusi darah.
Endoskopi SCBA merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk
menentukan sumber perdarahan serta aktivitasnya secara akurat. Namun
pemeriksaan ini seyogyanya dilakukan jika keadaan umum serta
hemodinamik pasien telah stabil. Penilaian atas proses perdarahan (telah
berhenti, masih berlangsung atau bertambah masif) akan mempengaruhi
sejauh mana eksplorasi diagnostik ataupun intrevensi terapeutik (endoskopik
maupun bedah) dilakukan. Selain menilai kebutuhan transfusi darah untuk
mempertahankan hemodinamik, penilaian aspirat sonde lambung secara
legeartis dapat pula dipakai untuk menilai progresifitas perdarahan. Tidak
jarang pasien datang dengan episode perdarahan di luar rumah sakit, sehingga
kita harus membuktikan bahwa memang terdapat perdarahan SCBA. Dalam
keadaan ini, aspirat sonde lambung merupakan langkah pertama untuk
membuktikannya
Penalataksanaan
30
Pada garis besarnya, penatalaksanaan pasien perdarahan SCBA,
apapun penyebabnya (termasuk perdarahan akibat pecahnya varises esofagus
pada sirosis hati) terdiri atas penatalaksanaan umum dan penatalaksanaan
khusus.
Penataksanaan UmumPenatalaksanaan umum bertujuan untuk sesegera mungkin
memperbaiki keadaan umum pasien dan menstabilkan hemodinamik
(resusitasi).
a. Infus/Transfusi darahPenderita dengan perdarahan 500-1000cc perlu diberi infus
Dextrose 5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati
dengan asites/edema tungkaisebaiknya diberi infus Dextrose 5%.
Penderita dengan perdarahan yang masif lebih dari1000 cc dengan Hb
kurang dari 8g%, perlu segera ditransfusi. Pada hipovolemik ringan
diberi transfuse sebesar 25% dari volume normal, sebaiknya dalam
bentuk darah segar. Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala diperlukan
transfusi sampai 40-50% dari volume normal. Kecepatan transfusi
berkisar pada 80-100 tetes atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih
terus berlangsung, sebaiknya di bawah pengawasan tekanan venasentral.
Pada perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC,
defisiensi faktor pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis
primer. Bilamana darah belumtersedia, dapat diberi infus plasma
ekspander maksimal 1000 cc, selang seling denganDextrose 5%, karena
plasma ekspander dapat mempengaruhi agregasi trombosit.Setiap
pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas i.v. untuk
mencegah terjadinya keracunan asam sitrat.
b. Lavas Lambung Dengan Air Es
Setelah keadaan umum penderita stabil, dipasang pipa nasogastrik
untuk aspirasi isilambung dan lavas air es, mula-mula setiap 30 menit 1
jam. Bila air kurasan lambung tetapmerah, penderita terus dipuasakan.
Sesudah air kurasan menjadi merah muda atau jernih,maka disarankan
dilakukan pemeriksaan endoskopi yang dapat menentukan lokasi
perdarahannya. Pada perdarahan varises esofagus yang tidak berhenti
31
setelah lavas air es,diperlukan tindakan medik intensif yang akan
dibicarakan kemudian. Sedangkan pada perdarahan ulkus peptikum,
gastritis hemoragika dan lainnya, setelah perdarahan berhentidapat mulai
diberi susu + aqua calcis 50-100 cc/jam, dan secara bertahap ditingkatkan
pada diit makanan lunak/bubur saring dalam porsi kecil setiap 1-2 jam.
c. Hemostatika
Yang dianjurkan adalah pemberian Vitamin K dalam dosis 10-40
mg sehari parenteral, karena bermanfaat untuk memperbaiki defisiensi
kompleks protrombin. Pemberian asam traneksamat dan karbazokrom
dapat pula diberikan.
d. Antasida Dan Simetidin
Pemberian antasida secara intensif 10-15 cc setiap jam disertai
simetidin 200 mgtiap 4-6 jam i.v. berguna untuk menetralkan dan
menekan sekresi asam lambung yang berlebihan, terutama pada penderita
dengan ulkus peptikum dan gastritis hemoragika. Bila perdarahan
berhenti, antasida diberikan dalam dosis lebih rendah setiap 3-4 jam 10
cc,demikian juga simetidin dapat diberi per oral 200 mg tiap 4-6 jam.
Sebagai pengganti simetidin dapat diberikan :
Sucralfate sebanyak 1-2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik,
kemudian per oral.
Pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam.
Somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250
ug/jam
Tindakan khusus
a. Medik Intensif
Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik Bila perdarahan
tetap berlangsung,dicoba lavas lambung dengan air es ditambah 2 ampul
Noradrenalin atau Aramine 2-4 mg dalam 50 cc air. Dapat pula diberikan
bubuk trombin (Topostasin) misalnya 1 bungkus tiap 2 jam melalui pipa
nasogastrik. Ada ahli yang menyemprotkan larutanthrombin melalui
saluran endoskop tepat di daerah perdarahan di lambung, sehingga di
bawah pengawasan endoskopik dapat mengikuti langsung apakah
32
perdarahannya berhentidan apakah terbentuk gumpalan darah yang agak
besar yang perlu aspirasi dengan endoskop.
b. Sterilisasi usus dan lavement usus
Terutama pada penderita sirosis hati dengan perdarahan varises
esofagus perludilakukan tindakan pencegahan terjadinya koma
hepatikum/ensefalopati hepatik yangdisebabkan antara lain oleh
peningkatan produksi amoniak pada pemecahan protein darah oleh
bakteri usus. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan :
Sterilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap misalnya
Neomisin 4 x1 gram atau Kanamycin 4 x 1 gram/hari, sehingga
pembuatan amoniak oleh bakteriusus berkurang.
Dapat diberikan pula laktulosa atau sorbitol 200 gram/hari dalam
bentuk larutan400 cc yang bersifat laksansia ringan atau
magnesiumsulfat 15g/400cc melalui pipanasogastrik. Selain itu perlu
dilakukan lavement usus dengan air biasa setiap 12- 24 jam. Untuk
pencegahan ensefalopati hepatic dapat diberi infus Aminofusin
Hepar 1000-1500 cc per hari. Bila penderita telah berada dalam
keadaan prekoma atau koma hepatikum, dianjurkan pemberian infus
Comafusin Hepar 1000-1500 cc per hari.
c. Beta Bloker
Pemberian obat-obat golongan beta bloker non selektif seperti
propanolol,oksprenolol, alprenolol ternyata dapat menurunkan tekanan
vena porta pada penderitasirosis hati, akibat penurunan curah jantung
sehingga aliran darah ke hati dangastrointestinal akan berkurang. Obat
golongan beta bloker ini tidak dapat diberikan pada penderita syok atau
payah jantung, juga pada penderita asma dan penderita gangguanirama
jantung seperti bradikardi/AV Blok.
d. Infus Vasopresin
33
Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh
sistem baskuler sehingga terjadi penurunan aliran darah di daerah
splanknik, yang selanjutnyamenyebabkan penurunan tekanan portal.
Karena pembuluh darah arteri gastrika danmesenterika ikut mengalami
kontraksi, maka selain di esofagus, perdarahan dalamlambung dan
duodenum juga ikut berhenti.Vasopresin terutama diberikan pada
penderita perdarahan varises esofagus yang perdarahannya tetap
berlangsung setelah lavas lambung dengan air es.
Cara pemberian vasopresin ialah 20 unit dilartkan dalam 100-200
cc Dextrose 5%, diberikandalam 10-20 menit intravena. Efek samping
pada pemberian secara cepat ini yang pernah dilaporkan adalah angina
pektoris, infark miokard, fibrilasi ventrikel dan kardiak arest pada
penderita -penderita jantung koroner dan usia lanjut, karena efek vaso
kontriksidari vasopressin pada arteri koroner. Selain itu juga ada
penderita yang mengeluh tentangkolik abdomen, rasa mual, diare.
Beberapa ahli lain menganjurkan pemberian infus vasopresin dengan
dosis rendah, yaitu 0,2 unit vasopresin per menit untuk 16 jam pertama
dan bila perdarahan berhenti setelah itu, dosis diturunkan 0,1 unit per
menit untuk 8 jam berikutnya. Pada cara pemberian infus vasopresin
dosis rendah lebih sedikit efek samping yangditemukan. Efek vasopresin
dalam menghentikan perdarahan SCBA berkisar antara 35 -100%,
perdarahan ulang timbul pada 21 - 100% dan mortalitas berkisar pada 21
- 80%. Balon tamponade balon jenis Sengstaken Blakemore Tube atau
Linton Nachlas Tube diperlukan pada penderita varises esofagus yang
perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dan pemberian
infus vasopresin. Tindakan pemasangan balon ini merupakan pilihan
pertama pada penderita jantung koroner dan usia lanjut, yang tidak dapat
diberikan infus vasopresin.
BAB III
PEMBAHASAN
34
Pasien wanita umur 40 tahun datang dengan keluhan utama nyeri ulu hati
dan perut terasa panas. Pasien juga mengeluh lemes, mual, muntah ( berisi
makanan dan tidak ada darah) dan berwarna kehitaman seperti kopi. Keluhanya
dirasakan pasien baru 1 hari SMRS.
Riwayat penyakit dahulu yaitu pasien sudah 6 kali rawat inap di Rumah
sakit dengan keluhan yang sama. Dokter spesialis dalam mendiagnosis sebagai
Sirosis Hati. Pasien menderita penyakit sirosis sejak 3 tahun yang lalu. Pada
tanggal 5 Agustus 2013 pasien terakhir rawat inap di RS dengan diagnosa sirosis
hepatis dengan hemorroid. Pasien rutin berobat dan kontrol ke poliklinik penyakit
dalam. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi , riwayat diabetes militus , dan
asthma.
Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan
didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarahkan pada keluhan yang sering
didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh, mual dan muntah disertai
penurunan nafsu makan. Selain itu, ditemukan pula juga beberapa keluhan yang
terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal, diantaranya perut yang
membesar (asites), air kencing yang berwarna seperti teh, ikhterus pada kedua
mata, nyeri perut yang disertai dengan melena, dan gangguan tidur juga dialami
oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan
dengan nyeri tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada
kedua konjungtiva dan ikhterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan
rambut pada ketiak tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru,
masih dalam batas normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti
penurunan vokal premitus, perkusi yang redup, dan suara napas vesikuler yang
menurun pada kedua lapang paru. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang
membesar pada seluruh regio abdomen dengan tanda-tanda asites seperti
pemeriksaan shifting dullnes dan gelombang undulasi yang positif dan juga
terdapat gambaran venektasi. Lien juga mengalami pembesaran pada saat palpasi
dengan tanda splenomegali skuffner 2. Untuk ginjal dalam batas normal dan hati
35
tidak teraba pada saat palpasi. Pada ekstremitas tidak ditemukan edema pada ke
dua tungkai.
Pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan SGOT (39 U/L) dan
SGPT (61 U/L) pada serum pasien dengan peningkatan SGPT lebih tinggi
daripada peningkatan SGOT. Hal ini menunjukan. Selain itu, ditemukan
peningkatan konsentrasi bilirubin total (1,8 mg/dl) dan bilirubin indirek (1,5
mg/dl) sedangkan bilirubin direk dalam batas normal (0,3 mg/dl) dimana dalam
hal ini menunjukan.
Pemeriksaan hematologi menunjukan penurunan kadar hemoglobin (6,7
g/dl), eritrosit (2,9 10^6/uL), hematokrit (24%) dengan nilai MCV normal (81 fl),
penurunan MCH (23 pg) , dan penurunan MCHC (29 g/dL). Hal ini menunjukan
anemia sedang normositik hipokromik, yang kemungkinan disebabkan oleh
perdarahan pada saluran cerna yang ditandai dengan melena pada pasien.
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan
klinis yang cermat, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu
diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau periteneoskopi karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti sirosis
hepatis ditegakan dengan biopsi. Pada stadium dekompensata diagnosis kadang
kala tidak sulit ditegakan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak
dengan adanya komplikasi.
Pada pasien ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
keluhan dan tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati. Gejala dan tanda-tanda
yang dapat menegakan diagnosis sirosis hati dekompensata pada pasien antara
lain ikterik pada kedua sklera, pembesaran di seluruh regio abdomen dengan
tanda-tanda asites (+), venektasi, ditemukannya pembesaran lien/spleen, dan tanda
hipertensi portal yang mengakibatkan perdarahan varises esofagus atau gaster
yang ditandai pasien mengeluh BAB kehitaman (melena). Pada pemeriksaan
laboratorium fungsi hati dan hematologi juga mendukung diagnosis sirosis hati
yaitu ditemukannya gangguan fungsi hati berupa peningkatan SGOT, SGPT,
bilirubin total dan bilirubin indirek. Diagnosis didukung lagi dengan riwayat
penyakit dahulu yang telah didiagnosis sirosis hati semenjak 3 tahun yang lalu.
36
Pemeriksaan USG abdomen, endoskopi, dan biopsi hati sebagai gold
standar penegakan diagnosis sirosis hati tidak dilakukan karena tanda-tanda klinis,
pemeriksaan fisik, dan riwayat dahulu sudah dapat mengarahkan diagnosis sirosis
hati. Akan tetapi, pemeriksaan USG penting untuk mengevaluasi pasien sirosis
hati karena dapat mengevaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas
dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan
nodular dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenesitas
parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya
asites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada
tidaknya karsinoma hati. Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan
esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakan diagnosa dari varises
esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika diagnosis sirosis
hati dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau
grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya ref sign dari varises, selain itu
juga dapat mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas.
Disamping untuk menegakan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai
manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic
variceal ligation (EVL).
Pada kasus ini, diketahui pada saat anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien
mengalami BAB berwarna kehitaman (melena) , perut membesar (asites), serta
pembesaran spleen/lien.
Melena adalah buang air besar yang berwarna gelap hitam seperti aspal
(ter) yang menunjukan adanya perdarahan saluran cerna bagian atas. Penyebab
perdarahan gastrointestinal yang paling sering dan berbahaya pada sirosis hati
adalah perdarahan dari varises esofagus. Penderita dengan perdarahan varises
biasanya menunjukkan gejala-gejala yang khas, berupa : hematemesis,
hematokezia atau melena, penurunan tekanan darah dan anemia. Namun harus
dipahami bahwa adanya tanda-tanda yang khas dari sirosis hati, dengan demikian
ada dugaan hipertensi portal tetapi tidak otomatis menyingkirkan sumber
perdarahan lain. Penyebab lain perdarahan adalah tukak lambung dan duedonum
(pada sirosis hati insidensi gangguan ini meningkat), erosi lambung akut, dan
kecenderungan perdarahan( akibat masa protombin yang memanjang dan
37
tombositopenia). Hampir 50% penderita dengan hipertensi portal mengalami
perdarahan non varises. Beberapa diantaranya disebabkan oleh gastropati
hipertensi portal, yang berhubungan dengan peningkatan tekanan portal, namun
sebagian besar tidak berhubungan dengan peningkatan tekanan portal. Karena itu,
pasien-pasien ini membutuhkan pemeriksaan endoskopi yang segera, untuk
menetapkan diagnosis pasti. Pada penderita terjadi perdarahan yang kemungkinan
besar adalah varises esophagus yang berdarah. Pada penderita tidak dilakukan
pemeriksaan endoskopi karena alasan biaya.
Timbulnya varises esofagus atau gastropati disebabkan karena hipertensi
portal. Pada sirosis hati, hipertensi portal timbul dari kombinasi peningkatan
vaskular intrahepatik dan peningkatan aliran darah ke sistem vena porta.
Peningkatan resistensi vaskular intrahepatik akibat ketidakseimbangan antara
vasodilator dan vasokontriktor. Peningkatan gradient tekanan portocaval
menyebabkan terbentuknya kolateral vena portosistemik yang akan menekan
sistem vena porta. Drainage yang lebih dominan pada vena azygos menyebabkan
terbentuknya varises oesofagus yang cenderung mudah berdarah. Peningkatan
sirkulasi hiperdinamik maka aliran darah di dalam varises akan meningkat dan
meningkatkan tekanan dinding. Perdarahan varises akibat ruptur yang terjadi
karena tekanan dinding yang maksimal.
Asites merupakan penimbunan cairan serosa dalam rongga peritonium.
Faktor utama patogenesis asites pada sirosis hati adalah hipertensi portal,
hipoalbuminemia, meningkatnya pembentukan dan aliran darah limfe hati, retensi
natrium, dan gangguan retensi air.
Mekanisme primer penginduksi hipertensi portal adalah resistensi terhadap
aliran adarah melalui hati yang menyebabkan peningkatan hidrostatik dalam
jaringan pembuluh darah intestinal. Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya
sintesis yang yang dihasilkan oleh sel hati yang terganggu sehingga
menyebabkan menurunnya tekanan tekanan osmotik koloid. Kombinasi tekanan
hidrostatik meningkat dengan tekanan osmotik menurun dalam jaringan
pembuluih darah intestinal menyebabkan transudasi cairan dari intravaskular ke
ruang interstisial (ruang peritoneal). Hipertensi portal juga meningkatkan
pembentukan limfe hepatik,yang menyeka dari rongga hati ke peritoneum
38
sehingga menyebabkan tingginya kandungan protein dalam cairan asites dan
meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam cairan rongga peritoneum dan
memicu transudasi cairan dari intravaskular ke rongga peritoneum.
Retensi natrium dan gangguan eksresi air disebabkan karena
hiperaldosteronisme sekunder ( penurunan volume efektif dalam sirkulasi
mengaktifkan mekanisme renin-angistensin-aldosteron ). Penurunan inaktivasi
aldosteron sirkulasi oleh hati disebabkan akibat kegagalan hepatoseluler.
Splenomegali pada sirosis hati juga diakibatkan karena hipertensi portal
menyebabkan kongesti pasif kronis akibat aliran balik dan tekanan yang tinggi
pada vena lienalis. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah
dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada
sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan
berakumulasi dalam limpa sehingga limpa membengkak dalam ukurannya suatu
kondisi yang dirujuk sebagai splenomegali. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya
sehingga menyebabkan sakit perut. Ketika limpa membesar, maka sel-sel darah
akan disaring keluar lebih banyak lagi sehingga menyebabkan berkurangnya sel
darah.. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi ini, dan itu berhubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang
rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu
jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia).
Penatalaksanaan sirosis hati dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hati.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progesifitas dari penyakit,
menambah bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan pinsip dasar penanganan kasus sirosis hati.
Intervensi awal untuk setiap penderita dengan perdarahan akut adalah
pemasangan akses intravena yang baik, selanjutnya mulai dengan penggantian
volume darah yang hilang (volume replacement). Hampir pada semua penderita,
tindakan ini dapat dimulai dengan cairan kristaloid, diikuti dengan transfusi darah.
Pada penderita ini terpasang IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit dan dijadwalkan
transfusi PRC IV kolf sampai Hb ≥ 10 gr/dL untuk mengatasi anemia ( hb : 6,7
g/dl ) karena pasien kehilangan darah akibat melena.
39
Pada kasus ini, pasien diberikan diet bubur sumsum 1500 kalori. Diet ini
diberikan karena pasien mengalami perdarahan saluran cerna. Hal ini dilakukan
karena salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan pecahnya varises adalah
makanan yang keras dan mengandung banyak serat. Selain melalui nutrisi enteral,
pasien juga diberi nutrisi secara parenteral dengan pemberian infus NaCl 0.9 %
dengan jumlah tetesan 12 tetes/menit.
Pada pasien ini ditemukan perdarahan saluran cerna yang ditunjukan
dengan melena seharusnya saat pertama kali di IGD dilakukan kumbah lambung
dengan air dingin tiap 4 jam, kemudian dipantau warna dan isi kurasan
lambungnya bertujuan untuk menghentikan perdarahan, mengetahui letak
perdarahan, dan mencegah pembentukan amoniak. Pasien diberikan amoxcicilin
4x1 gr bertujuan untuk sterilisasi usus. Hal ini untuk mengurangi jumlah bakteri
di usus yang bisa menyebabkan peritonitis bakterial spontan serta mengurangi
produksi amonia oleh bakteri usus yang dapat menyebabkan enselopati hepatikum
jika terlalu banyak amonia yang masuk ke peredaran darah. Pemberian obat-
obatan pelindung mukosa lambung seperti antasida 3x1 gr, sukralfat 3x10 cc,
fucoidan 2x10 cc, omeprazole 2x1 iv, ranitidin 2x1 gr iv dilakukan agar tidak
terjadi perdarahan akibat erosi gastropati hipertensi porta. Pasien juga mengeluh
mual sehingga diberikan ondancetron 1 A iv untuk mengurangi keluhan ini.
Pasien juga mengalami komplikasi berupa asites. Pada asites, pasien
diharuskan tirah baring dan terapi seharusnya diawali dengan rendah garam.
Konsumsi garam sebaiknya sebanyak 5,2 gr atau 90 mmol/hari. Diet rendah
garam juga disertai dengan pemberian diuretik. Diuretik yang diberikan awalnya
dapat dipilih spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali per hari. Respon
diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa edema
kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak
adekuat dapat diberikan kobinasi berupa furosemid dengan dosis maksimal 160
mg/hari. Parasintesis asites dilakukan apabila asites sangat besar. Biasanya
pengeluarannya mencapai 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi carpiaton 2x100 mg dan
furosemide 1x1 40 mg. Pasien juga mendapat obat hemostatik berupa propanolol
40
sebagai terapi profilaksisnya, untuk mencegah terjadinya perdarahan varises
esofagus berulang.
.
41
BAB IV
KESIMPULAN
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S. (2009) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia
2. Hadi, S. (2002). Gastroenterologi halaman 477.Bandung : ALUMNI
3. Guyton & Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
4. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. (2009) Does weight history affect
fibrosis in the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis.
5. David C Wolf. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/
185856-overview#showall .Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013
6. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/
9781416032588.pdf . Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013
7. Sherlock, S. (2007). Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu, Oxford ,
England Blackwell.
8. Jeffrey A Gunter, MD. (2005). Cirrhosis
http://www.emedicinehealth.com/cirrhosis/article_em.htm#Cirrhosis
%20overview
9. J.Corwin,Elizabeth. (2009) .Buku Saku patofisiologi edisi 3 halaman 657.
Jakarta: EGC
10. Price Sylvia A., Wilson Lorraine, M. (2003). Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC
11. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,
Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136
12. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229
13. Rosenack, J., Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Billiary Diseases14. Sudoyo, Aru W. dkk. (2006). Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I edisi IV, hal : 445. Jakarta : FKUI
43
15. Isselboucher, Kurt, Braunwald,Eugene, "Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam" , edisi 13, Penerbit Buku Kedokteran EGC
16. Sujono Hadi. Dr.Prof., (2002) Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung.
17. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229
18. Hakim Zain. L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis
44