presentasi kasus laringitis

18
PRESENTASI KASUS LARINGITIS (RSUD SALATIGA) YUAN ELSAFITRI 20100310217 Dokter pembimbing dr. Yunie Wulandari, Sp. THT-KL, M. Kes KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015

description

ILMU KESEHATAN THT

Transcript of presentasi kasus laringitis

PRESENTASI KASUS

LARINGITIS

(RSUD SALATIGA)

YUAN ELSAFITRI

20100310217

Dokter pembimbing

dr. Yunie Wulandari, Sp. THT-KL, M. Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

BAB I

A. Anamnesis

a. Identitas Pasien

Nama : Bp WD

Usia : 73 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Pensiunan

Alamat : Argomulyo

b. Keluhan Utama

Nyeri tenggorokan

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli klinik THT dengan keluhan nyeri pada tenggorokan.

Nyeri tersebut disertai dengan kesulitan dalam menelan. Keluhan sudah dirasakan

selama 2 minggu. Keluhan disertai kesulitan berbicara atau bersuara hingga suara

hampir hilang dan serak.

Keluhan demam (-), sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-), kebiasaan sering

bersuara keras (-), jantung berdebar (-), nyeri perut (-). Tidak didapatkan keluhan

penyerta lainnya.

d. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat

penyakit hipertensi (-), diabetes mellitus (-), tumor (-), penyakit pada leher (-).

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak terdapat keluarga yang keluhan serupa. Riwayat tumor pada keluarga(-),

tidak didapat informasi adanya riwayat penyakit lain dalam keluarga (-).

B. Pemeriksaan Fisik

a. Vital Sign

1. KU : Compos mentis, baik

2. TD : 140/90 mmHg

3. HR : 72 x/menit

4. RR : 20 x/menit

5. Suhu : Afebris

b. Pemeriksaan Status THT

TELINGA Dextra Sinistra

Aurikula Normotia Normotia

Liang telinga Lapang Lapang

Serumen - -

Discharge - -

Membran timpani Utuh Utuh

c. Pemeriksaan Laboratorium

HIDUNG Dextra Sinistra

Deformitas - -

Cavum nasi Lapang Lapang

Concha nasalis Hipertrophy Hipertrophy

Darah - -

Crusta - -

Septum nasi Lurus Lurus

TENGGOROKAN Dextra Sinistra

Tonsil T1 T1

Dinding Pharynx Posterior Tenang Tenang

Uvula Ditengah

Tidak dilakukan

d. Diagnosis kerjaSuspek laryngitisDD:Nodul pita suaraTumor laringLaringomalasiaParesis pita suara

e. TerapiAntibiotik broad spectrumKortikosteroid

f. Pemeriksaan PenunjangEndoskopi:Tampak gerakan pita suara sinistra melemah jika dibandingkan pita suara kanan.Tak tampak hiperemis, tak tampak masa pada laring.

g. DiagnosisParalisis pita suara

BAB II

A. Pembahasan

Laringitis adalah suatu proses peradangan pada laring. Peradangan ini sering kali

mengenai pita suara sehingga memicu terjadinya suara parau hingga hilangnya suara. Dibagi

menjadi laryngitis akut ( < 3 minggu) dan kronis (> 3 minggu).

Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, kadang-kadang

pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa.

Secara anatomi laring berada di depan dan sejajar dengan vetebra cervical 4 sampai

6. Bagian atas akan berlanjut menjadi faring. Bagian bawah akan berlanjut menjadi trakea.

Laring ini terbentuk oleh tulang hioid di bagian atas dan beberapa tulang rawan (kartilago

tiroid, krikoid, aritenoid, kornikulata, kuneiform, dan epiglotis).

Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan beberapa

tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf ‘U’, yang permukaan atasnya

dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan otot-otot.

Kartilago tiroid, merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina

yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk

seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple” dan di

dalam tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago krikoid oleh

ligamentum krikotiroid.

Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah kartilago

tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago krikoid terletak setinggi

dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak setinggi vetebra C3 sampai C4.

Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih kecil, bertanggung jawab untuk

membuka dan menutup laring, berbentuk seperti piramid, terdapat 2 buah (sepasang) yang

terletak dekat permukaan belakang laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid,

sendi ini disebut artikulasi krikoaritenoid

Kartilago kornikulata (sepasang) atau bisa disebut kartilago santorini melekat pada

kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan ariepiglotik.

Kartilago kuneiformis (sepasang) atau bisa disebut kartilago wrisberg terdapat di

dalam lipatan ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis berperan dalam rigiditas

dari lipatan ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid

lateral.

Kartilago selanjutnya adalah epiglotis. Epiglotis ini merupakan kartilago yang

berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada

bagian belakang kartilago thyroidea. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian

samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.

Laring ini disarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yakni nervus laringeus superior dan nervus

laringeus inferior (n.laringeus rekurens).

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta

fonasi.

Proteksi à mencegah makanan dan benda asing masuk trakea, dengan menutup

aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.

Respirasi à mengatur besar kecilnya rima glottis.

Sirkulasi darah à dengan terjadinya perubahan tekanan udara dalam traktus trakeo-

bronkial mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus hingga sirkulasi darah tubuh.

Menelan à membantu proses menelan dengan 3 mekanisme: gerakan laring bagian

bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong bolus makanan turun ke

hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring

Fonasi à dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada

(peregangan plika vokalis)

Laringitis dibagi menjadi:

1) Laringitis akut

2) Laringitis kronis

- Laringitis kronis non spesifik

- Laringitis kronis spesifik

a. Laringitis tuberkulosis

b. Laringitis luetika

Patofisiologi terjadinta laringitis dimulai dari iritasi mukosa saluran nafas atas dan

merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga

menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang

bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut.

Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika

berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh.

1) Laringitis Akut

Laryngitis akut merupakan peradangan akut pada laring yang biasanya kelanjutan dari

penyakit rhinofaringitis atau common cold. Laringitis akut ini biasanya disebabkan oleh virus

(jika peradangan sistemik) dan bakteri (jika peradangan lokal), yang umumnya disebabkan

oleh:

Infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan

adenovirus, haemofilus influenzae, branhamella catarrhalis

Infeksi bakteri streptococcus pyogenes, staphylococcus aureus, dan streptococcus

pneumoniae

Perubahan musim / cuaca

Pemakaian suara yang berlebihan

Trauma

Bahan kimia

Merokok dan minum-minum alkohol

Alergi

Gejala klinis:

- Gejala radang umum:

- Demam

- Malaise

- Gejala commmon cold atau gejala influenza

- Gejala lokal:

- Suara parau, yakni suara yang kasar / suara susah keluar hingga afoni

- Nyeri ketika menelan atau berbicara

- Sesak nafas dan stridor

- Mukosa laring yang hiperemis, membengkak

- Batuk kering yang kelamaan disertai dahak kental

- Obstruksi jalan nafas bila diikuti udem subglotis (sering pada anak)

2) Laryngitis Kronis Non Spesifik

Laringitis kronis non spesifik ini merupakan radang kronis yang disebabkan oleh

infeksi pada saluran pernapasan, seperti selesma,influensa,bronkhitis atau sinusitis. Akibat

paparan zat-zat yang membuat iritasi,seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan, asam

lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja.Terlalu banyak menggunakan

suara, dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu keras atau menyanyi (vokal abuse).

Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis, permukaan yang tidak rata dan

menebal. Disamping itu laryngitis kronis ini juga disebabkan oleh iritasi yang terus menerus

karena penggunaan alkohol yang berlebihan, merokok atau asam dari perut yang mengalir

kembali ke dalam kerongkongan dan tenggorokan (gastroeosophageal reflex disease

(GERD)).

Gejala klinis:

- Seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal

- Suara parau yang menetap

- Rasa tersangkut ditenggorokan

- Sering berdehem tanpa mengeluarkan sekret

- Permukaan mukosa laring tidak rata

Berikut merupakan table perbedaan etiologi laryngitis akut dengan kronis.

Common Causes of Laryngitis

Type of Laryngitis

Acute (Short-lived) Chronic (longer term)

Infectious

Bacterial X

Viral X

Fungal X X

Contact

Reflux X X

Pollutants X X

Smoking X

Inhaled Medications X

Caustic Ingestions X X

Medical

Vocal misuse X X

Vocal abuse X

Trauma X X

Allergic

Allergies X X

Dryness (Laryngitis Sicca)

Dehydration X X

Dry Atmosphere X X

Mouth Breathing X X

Medications X X

Thermal

Closed-Space Fire X X

Crack Pipe X X

3) Laringitis Tuberkulosa

Laringitis kronis jenis tuberkulosa ini diakibatkan oleh tuberkulosis paru. Setelah

pengobatan, tuberkulosis sembuh tetapi laringitis tuberkulosa tetap menetap. Hal ini

terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada kartilago serta

vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago,

pengobatannya lebih lama

Infeksi dapat melalui udara pernafasan, sputum yang mengandung kuman,

aliran darah, atau limfa. Tuberkulosis dapat menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema

dapat timbul di fossa inter aritenoid, kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika

ventrikularis, epiglotis, serta subglotik.

Gambaran Klinis

Secara klinis terbagi menjadi 4 stadium:

1. Stadium infiltrasi

Mukosa laring posterior bengkak dan hiperemis (kadang pita suara

terkena).

Di daerah sub mukosa terbentuk tuberkel menyebabkan mukosa tidak

rata, tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan.

Tuberkel membesar, beberapa tuberkel bersatu menyebabkan mukosa

diatasnya meregang hingga pecah dan kemudian menjadi ulkus.

à Muncul rasa kering ditenggorokan, panas dan tertekan di daerah laring, dan

suara parau.

2. Stadium ulserasi

Ulkus membesar

Ulkus menjadi dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan

à Nyeri telan yang hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena radang

(khas), dapat juga terjadi hemoptisis.

3. Stadium perikondritis

Ulkus makin dalam, hingga mengenai kartilago laring.

Kartilago rusak menyebabkan terbentuk nanah yang berbau dan

kemudian terbentuk sekuester.

Dapat terjadi afoni dan keadaan umum memburuk hingga meninggal

dunia. Bila pasien dapat bertahan, maka proses penyakit berlanjut dan

masuk dalam stadium fibrotuberkulosis.

4. Stadium fibrotuberkulosa

Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.

Gejala klinis lain, tergantung pada stadiumnya, sampai terdapat gejala sebagai berikut:

Rasa kering, panas, dan tertekan di daerah laring

Suara parau berminggu-minggu, hingga dapat timbul afoni

Hemoptisis

Nyeri telan yang sangat lebih hebat dari biasanya

KU buruk

Pemeriksaan paru terdapat proses aktif

4) Laringitis Luetika

Laringitis luetika disebabkan oleh kuman treponema palidum, namun sekarang

insiden laryngitis ini sudah sangat jarang. Laring tidak pernah terinfeksi pada stadium

pertama sifilis, tapi bakteri penginfeksi akan mengenai atau menginfeksi laring pada

stadium kedua. Laring terinfeksi akan memiliki tanda tanda edema hebat dan lesi

mukosa berwarna keabu-abuan. Pada stadium ketiga, terbentuknya guma yang

kemudian akan pecah menjadi ulcerasi, perikondritis dan fibrosis.

Gejala klinis:

Suara parau

Batuk kronis

Disfagia timbul bila gumma terdapat dekat introitus esofagus

Biasanya pasien tidak merasakan nyeri

Penatalaksanaan

a. Laringitis Akut

Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari

Menghirup udara lembab

Menghindari iritasi pada faring dan laring

Antibiotik jika rada berasal dari paru

Pemasangan pipa endotrakea atau trakeostomi jika ada sumbatan

b. Laringitis kronik non spesifik

Terapi simtomatis

Mengistirahatkan suara sebanyak mungkin

Tidak membersihkan tenggorokan dengan berdehem

Menghirup uap hangat dari baskom yang diisi air panas

Pemberian kortikosteroid

Pemberian antihistamin loratadine atau fexofenadine untuk laringitis kronis

alergi

Pemberian guaifenesin bila sekresi mukus banyak

c. Laringitis Tuberkulosis

Pemberian obat antituberkulosis

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,

Pirazinamid

Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,

Kapreomisin dan Kanamisin

Istirahat bicara

d. Laringitis Luetika

Penisilin dosis tinggi

Pengangkatan sekuester

Trakeostomi jika terdapat sumbatan laring

BAB III

KESIMPULAN

Pasien ini saat awal diperiksa diduga merupakan laryngitis karena dinding pharyng

posterior tampak tenang dan tidak hiperemis, sehingga diduga bagian laring lah

yangmengalami readangan. Disamping ituterdapat kesulitan berbicara yakni suara mencadi

selama 2 minggu.

Namun setelah pengobatan, dan hasil pemeriksaan laring indirek yang normal, pasien

tidak kunjung membaik, dilakukanlah endoskopi untuk melihat bagian laring secara

langsung. Pada endoskopi ditemukan bahwa laring tak tampak hiperemis, mukosa normal, tak

tampak masa, namun ditemukan bahwa plica vokalis kiri bergerak lemah dibandingkan

dengan plica vokalis kanan, atau gerak kedua plika vokalis tidak seimbang. Sehingga dapat

disimpulkan/ didiagnosis bahwa pasien mengalami paralisis plica vokalis., yakni

terganggunya nervus vagus. Diagnosis laryngis terpatahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Soepardi E, A,. Iskandar, N,. Bashiruddin J,. Restuti R, D,. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher: Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Cohen James . Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6.

Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 369-376

Berlliti S, Omidi M. Chronic Laryngitis, Infectious or Allergic. Didapatkan dari url :

http://www.emedicine.com/ent/topics354.htm . Diunduh pada tanggal 20 Agustus 2011.

Di unduh pada tanggal 20 Agustus 2011 dari :

http://www.beliefnet.com/healthandhealing/getcontent.aspx?cid=11713